63
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Subak Guama dan Subak Selanbawak berlokasi di Kecamatan Marga yang tersebar di tiga desa, yaitu Desa Selanbawak, Desa Batannyuh dan Desa Peken Belayu. Sumber air irigasi ke dua subak ini adalah dari Bendung Cangi yang dibangun oleh pemerintah pada Sungai Yeh Sungi. Beberapa subak lain yang juga memperoleh air dari Bendung Cangi adalah : (i) Subak Pacung Babakan ; (ii); Subak Cangi Selatan; (iii) Subak Apit Jurang; (iv) Subak Uma Dalem; (v) Subak Bulan; dan (vi) Subak Lepud. Seluruh subak yang sumber airnya dari Bendung Cangi telah tergabung dalam satu wadah yaitu Subak-gede Asta Buana Cangi. Secara skematis subak-subak yang memperoleh air dari Bendung Cangi dapat dilihat pada Gambar 5.1. Luas areal Subak Guama dan Subak Selanbawak masing-masing adalah 179 ha dan 125 ha, di mana hamparan sawah-sawahnya memiliki topografi relatif datar. Ketersediaan air di kedua subak untuk penanaman dalam satu tahu adalah cukup dengan pola tanam padi-padi-palawija. Prasarana fisik seperti jalan baik untuk untuk roda empat maupun roda dua di kawasan subak-subak dan daerah sekitarnya adalah relatif bagus sehingga menjadi faktor pendukung dalam pengembangan agribisnis. Selain itu, jaringan komunikasi, listrik dan air minum untuk masyarakat desa termasuk petani anggota subak adalah sangat baik.
64
Gambar 5.1 Skema Irigasi Subak-subak dari Bendung Cangi
65
5.2 Karakteristik Petani Sampel Pada penelitian ini diuraikan beberapa karakteristik petani di Subak Guama dan Selanbawak yang meliputi: (i) umur; (ii) lama pendidikan formal; (iii) besar anggota keluarga; (iv) luas areal dan status petani; (v) lamanya bekerja pada usahatani sawah; dan (vi) pekerjaan di luar usahatani.
5.2.1 Umur petani sampel Berdasarkan pada hasil survai yang dilakukan terhadap 88 petani sampel di Subak Guama dan Subak Slanbawak diperoleh informasi bahwa rata-rata umur petani adalah 48,60 tahun dengan kisaran antara 36 tahun sampai dengan 62 tahun. Sebagian besar petani berada pada rentangan umur antara 41-50 tahun, yaitu sebesar 60,23 %. Secara lebih rinci distribusi frekuensi berdasarkan tingkat umurnya disajikan dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan umur No 1 2 3 4
Kisaran umur (th) 30 – 40 41 – 50 51 – 60 > 60 Jumlah
Frekuensi (orang) 8 53 25 2 88
Persentase (%) 9,09 60,23 28,41 2,73 100
Data yang ditampilkan pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa petani sampel tergolong pada usia kerja atau usia produktif, yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Selain itu, terdapat indikasi bahwa generasi muda
66
di wilayah Subak Guama dan Subak Selanbawak memiliki kecendrungan untuk bekerja di luar sektor pertanian. Kondisi ini memberikan konsekuensi bahwa dalam diseminasi inovasi pertanian diperlukan adanya teknik komunikasi atau penyuluhan yang mudah untuk dipahami oleh mereka yang telah berusia relatif tua.
5.2.2 Lama Pendidikan Formal Dari 88 orang petani sampel yang disurvai, ditemukan bahwa rata-rata lama pendidikan formal petani sampel adalah 9,82 tahun, dengan kisaran antara dari 4 tahun sampai dengan 12 tahun. Ini berarti bahwa lama pendidikan formal petani sampel di kedua subak adalah setara dengan tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan pada lama pendidikan dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan lama pendidikan formal
No 1 2 3 4
Lama pendidikan formal (th) < 6 >6 – 9 >9 – 12 > 12 Jumlah
Frekuensi (orang) 21 26 41 0
Persentase (%) 23,86 29,55 46,59 0
88
100
Memperhatikan Tabel 5.2 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar petani (46,59 %) petani sampel memiliki lama pendidikan formal > 9-12 tahun dan sebesar 23,86 % petani sampel memiliki lama pendidikan formal yang kurang dari
67
6 tahun. Keadaan yang demikian ini memberikan konsekuensi bahwa diperlukan adanya teknik penyuluhan yang partisipatif dalam pengembangan agribisnis misalnya penyelenggaraan penyuluhan langsung di sawah dengan banyak praktek, atau jika di kelas lebih banyak menggunakan gambar-gambar atau alat peraga lainnya serta bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti terutama yang berkenaan dengan pengembangan agribisnis.
5.2.3 Besar anggota keluarga Berdasarkan pada hasil survai terhadap petani sampel di Subak Guama dan Subak Selanbawak diperoleh
informasi bahwa rata-rata besar anggota
keluarganya adalah sebanyak 4,73 orang, dengan kisaran antara tiga orang sampai dengan tujuh orang. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani sampel didasarkan pada besarnya anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi petani sampel berdasarkan besarnya anggota keluarga
No 1 2 3
Besar anggota keluarga (orang) <3 4– 6 >6 Jumlah
Frekuensi (orang) 22 53 13 88
Persentase (%) 25,00 60,23 14,77 100
Pada Tabel 5.3 tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian terbesar dari petani sampel (60,23 %) memiliki anggota keluarga yang besarnya 4-6 orang dan hanya 14,77 % petani memiliki anggota keluarga yang besarnya lebih dari 6 orang. Selain itu, dalam penelitian ini diuraikan juga informasi mengenai kondisi
68
jumlah anggota keluarga yang didasarkan pada umur dan jenis kelamin anggota keluarganya. Berdasarkan pada hasil survai pada kedua subak diperoleh informasi bahwa jumlah anggota keluarga yang berjenis kelamin perempuan lebih kecil dari pada mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Jumlah anggota keluarga yang berjenis kelamin laki-laki adalah sebesar 52,40 % dan sebesar 47,60 % adalah berjenis kelamin perempuan. Secara lebih rinci distribusi frekuensinya dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Besarnya anggota keluarga berdasarkan umur dan jenis kelamin
No. 1 2 3
Kelompok umur (tahun) < 15 15 – 64 > 65
Jumlah anggota keluarga (orang) Laki-laki Perempuan Total % 48 42 90 21,63 144 132 276 66,35 26 24 50 12,02
Jumlah
218 198 416 52,40% 47,60% 100 __________________________________________________________________
Dari Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar (66,35 %) keluarga petani sampel tergolong pada usia produktif yaitu mereka yang memiliki kisaran umur antara 15 – 64 tahun. Pada penelitian ini dapat diungkapkan juga besarnya angka ketergantungan (dependency ratio) yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara banyaknya orang yang termasuk dalam usia non-produktif, yaitu mereka yang berusia 0 – 14 tahun
dan usia di atas 64 tahun dengan
penduduk yang berada di dalam usia produktif (15 sampai dengan 64 tahun).
69
Secara ekonomi besarnya angka ketergantungan petani adalah sebesar 50,73 (dibulatkan 51). Ini berarti bahwa sebanyak 51 anggota keluarga yang berada pada usia non- produktif ditanggung oleh 100 penduduk usia yang produktif dan tergolong tinggi.
5.2.4 Luas penguasaan lahan Berdasarkan pada hasil penelitian terhadap 88 petani sampel, ditemukan bahwa rata-rata luas penguasaan lahan sawah adalah sebesar 36,27 are dengan kisaran antara 26 sampai dengan 58 are. Sebagian besar petani (86,36 %) merupakan petani pemilik penggarap dan sisanya sebesar 13,64 % adalah petani penyakap. Rata-rata luas penguasaan sawah yang dimiliki adalah 36,15 are. Ratarata luas tegalan yang dimiliki oleh petani adalah 24,02 are, di mana tidak ada petani yang menyakap lahan tegalan. Distribusi penguasaan lahan sawah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi petani berdasarkan luas penguasaan lahan sawah No 1 2 3 4
Luas areal sawah (are) < 30 30 - 40 40 – 50 > 50 Jumlah
Frekuensi (orang) 32 33 15 8 88
Persentase (%) 36,36 37,50 17,05 9,09 100
Memperhatikan data yang disajikan pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa sebagian besar petani (73,86) menguasai lahan sawah yang lebih kecil dari 40 are. Penguasaan lahan sawah di lokasi penelitian adalah relatif sempit sehingga
70
menjadi
skala
yang
kurang
menguntungkan
secara
ekonomis
untuk
pengembangan usahatani padi.
5.2.5 Jenis pekerjaan di luar usahatani sawah Hasil survai yang dilakukan terhadap petani sampel anggota di kedua subak, terlihat bahwa sebagian besar petani (81,82 %) memiliki pekerjaan sebagai peternak, khususnya ternak sapi. Ini berarti bahwa pemeliharaan sapi merupakan pekerjaan lain yang dipandang sebagai usahatani terintegrasi dengan tanaman di lahan sawah. Jenis pekerjaan di luar usahatani sawah di kedua subak dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Jenis pekerjaan di luar usahatani sawah No Jenis Pekerjaan 1 Peternakan (sapi, babi) 2 Dagang 3 Pegawai Swasta 4 Buruh 5 Tukang 6 Pegawai negeri
Frekuensi 72
Persentase 81,82
26 19 48 22 8
29,55 21,59 54,55 25,00 9,09
Keterangan Petani memiliki lebih dari satu pekerjaan sampingan.
Data pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa pekerjaan sampingan petani sampel sebagai buruh memiliki frekuensi yang besar juga yaitu 54,55 %. Selain itu, terlihat juga adanya pekerjaan lain sebagai tukang dan dagang untuk tambahan penghasilan mereka. Pekerjaan sebagai dagang juga dilakukan oleh petani secara bersama-sama dengan istrinya.
71
5.3 Elemen-Elemen Modal Sosial Subak 5.3.1 Kepercayaan terhadap aktivitas subak dan koperasi Di depan telah disebutkan bahwa kepercayaan merupakan merupakan suatu harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan
anggota subak tergolong dalam kategori tinggi dengan rata-rata pencapaian skor adalah 82,27 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 48,33 % sampai dengan 91,67 %. Sebagian besar petani sampel memiliki kategori yang tinggi, yaitu sebanyak 40,91 %. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani berdasarkan pada kepercayaan dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada kepercayaan No
Kategori
1 2 3 4 5
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Jumlah
Frekuensi (orang) 32 36 18 2 0 88
Persentase (%) 36,36 40,91 20,46 2,27 0 100
Informasi yang ditunjukkan pada Tabel 5.7 terlihat juga bahwa sebanyak 36,36 % petani memiliki kepercayaan yang sangat tinggi di antara sesama anggota subak. Bahkan pada penelitian ini tidak ditemui adanya kepercayaan yang terkategori sangat rendah. Saling percaya di antara petani sebenarnya telah terbentuk sejak dahulu saat terbentuknya subak kemudian berlanjut dengan
72
pengelolaan irigasi yang meliputi beberapa kegiatan pokoknya. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah distribusi dan alokasi air irigasi, pengelolaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi (gotong royong), pengelolaan keuangan subak, penanganan konflik dan penyelenggaraan upacara keagamaan. Air irigasi dan upacara ritual subak masih menjadi faktor pengikat yang penting bagi anggota subak untuk mereka saling percaya. Kebersamaan dalam berbagai aktivitas subak (irigasi, pertanian, ritual dan ekonomis) yang dilakukan oleh para petani bersama-sama dengan pengurusnya didasarkan pada kepercayaan di antara mereka. Berdasarkan pada masing-masing peubah dalam kepercayaan ini, terlihat bahwa pada peubah kepercayaan sesama anggota ditemukan tingkat frekuensi yang terbesar pada kategori sangat tinggi yaitu sebanyak 50,00 %, dan terendah pada peubah kepercayaan anggota kepada pegurus subak yaitu sebanyak 25,00 % (lihat Tabel 5.8). Sedangkan frekuensi terbesar untuk kategori kepercayaan yang rendah terdapat pada peubah kepercayaan anggota terhadap pengurus subak, yaitu sebesar 4,54 %. Saling percaya pada setiap indikator sebagian besar berada pada kategori sangat tinggi dan tinggi karena para petani memiliki kepercayaan kepada sesame petani dan juga dengan pengurus subak maupun koperasi. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka berbuat sesuatu dengan harapan yang lainnya juga akan berbuat yang sama. Putman (1992) menjelaskan bahwa trust merupakan suatu bentuk didasari oleh perasaan ”yakin”, dimana seseorang akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung.
73
Tabel 5.8 Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan peubah-peubah kepercayaan No
Peubah/Kategori
Frekuensi (orang)
1
2
3
4
Kepercayaan antar anggota Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Jumlah Kepercayaan anggota dgn pengurus subak Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Jumlah Kepercayaan anggota dgn pengurus koperasi Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Jumlah Kepercayaan anggota thd kegiatan agribisnis subak Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Jumlah
44 42 2 0 0 88
22 28 34 4 0 88
Persentase Rata-rata Interval skor skor (%) (%) (%) 90,24 64,23 - 91,67 50.00 47,73 2,27 0,00 0,00 100 76,67 48,33 – 90,56 25,00 31,82 38,64 4,54 0,00 100 83,63
36 40 10 2 0 88
50,46 – 89,55
40,91 45,46 11,36 2,27 0,00 100 78,54 48,33 – 90,23
26 34 26 2 0 88
29,55 38,63 29,55 2,27 0,00 100
74
Kepercayaan yang telah dimiliki oleh para petani menjadi salah satu modal dasar (sosial) yang sangat penting di dalam melakukan aktivitas kolektif, seperti dalam pengelolaan sistem subak yang meliputi aspek irigasi, pertanian, sosial budaya dan ekonomis. Berbagai tindakan kolektif di antara individu-individu dalam suatu kelompok yang didasari oleh kepercayaan yang tinggi akan dapat meningkatkan partisipasi mereka dalam berbagai kegiatan pelaksanaan programprogram untuk kepentingannya. Kepercayaan di antara para anggota, pengurus subak dan koperasi merupakan cerminan adanya ikatan saling membutuhkan di dalam setiap pelaksanaan aktivitas subak dan koperasi secara kolektif. Saling percaya di antara mereka dapat memperlancar transaksi sosial dan ekonomis dan memberdayakan kreatifitas individu-individu petani anggota dan pengurus dalam pengembangan agribisnis. Pada penelitian ini, kepercayaan terhadap pengurus subak ditunjukkan oleh adanya rasa keyakinan yang tinggi di dalam pengelolaan subak seperti pertanian, irigasi dan sosial budaya di tingkat subak. Informasi dan arahan-arahan dari pengurus senantiasa dilaksanakan oleh anggota secara bersama-sama dalam aktivitas di subaknya. Pada tingkat koperasi dan embrio koperasi, saling percaya antara anggota dengan pengurus koperasi tercermin dari diterimanya berbagai kegiatan agribisnis yang diselenggarakan di dalam koperasi seperti layanan jasa penyediaan sarana produksi pertanian, kredit, dan lain sebagainya. Kepercayaan anggota kepada pengurus tercermin dari adanya keyakinan petani untuk menabungkan dan mendepositokan uangnya pada koperasi.
75
Selain itu, para anggota (petani) percaya kepada pengurus untuk mengelola koperasi secara professional. Para petani mempercayai bahwa pengurus koperasi memiliki jiwa wirausaha yang baik di dalam pengelolaan agribisnis melalui koperasi. Selain itu, kepercayaan petani dicerminkan dari diterima pertanggungjawaban pengurus koperasi setiap tahun melalui Rapat Anggota Tahunan. Kepercayaan pada aspek manfaat kegiatan agribisnis terlihat dari rasa keyakinan yang tinggi anggota subak dan koperasi memanfaatkan jasa atau layanan yang diberikan oleh subak melalui koperasi. Manfaat yang diterima oleh petani adalah adanya keringanan kontribusi untuk kegiatan ritual subak karena telah ditanggung oleh koperasi. Para anggota juga memperoleh Sisa Hasil Usaha (SHU) yang diterima setiap tahun. Adanya kepercayaan sebagai salah satu elemen modal sosial dalam sistem subak, para petani dan pengurus subak serta pengurus koperasi dapat menjadi suatu dasar terhadap
interaksi di antara mereka tanpa adanya rasa saling
mencurigai. Selain itu, dengan kepercayaan yang tinggi di antara mereka juga memberikan suatu kekuatan di dalam memelihara kohesivitas sosial subak dan koperasi yang selanjutnya semakin memberikan daya afiliasi yang lebih kuat untuk mencapai tujuan baik secara individu maupun institusi/lembaga (subak). Seperti telah diuraikan di atas bahwa kepercayaan anggota subak ini dipengaruhi oleh beberapa peubah observer, dimana berdasarkan pada analisa Confimatory Factor Analysis (CFA) diperoleh bahwa peubah-peubah tersebut memiliki bobot masing-masing yaitu (i) saling percaya di antara sesama anggota sebesar 0,93 (ii) kepercayaan petani terhadap pengurus subak sebesar 0,51 (iii)
76
kepercayaan petani terhadap pengurus koperasi sebesar 0,68 dan (iv) kepercayaan anggota terhadap kegiatan agribisnis di subak 0,52 (lihat Gambar 5.2).
0,27
SESAMA 0,93
0,74
PINBAK 0,50
KEPERCAY 0,53
PINKOP
0,68 0,52
0,64
BISNIS
Gambar 5.2 Hasil CFA peubah kepercayaan petani Keterangan: SESAMA PINBAK PINKOP BISNIS KEPERCAY
: Kepercayaan antar anggota : Kepercayaan anggota terhadap pengurus subak : Kepercayaan anggota terhadap pengurus koperasi : Kepercayaan anggota terhadap kegiatan bisnis di subak : Kepercayaan sebagai elemen modal sosial
Memperhatikan pada hasil analisa CFA seperti di atas dan untuk dapat membentuk model persamaan struktural yang fit, maka dipilih tiga peubah observer yang memiliki bobot yang lebih besar dari 0,50 yaitu kepercayaan antara anggota subak (0,93) kepercayaan anggota terhadap dengan pengurus koperasi (0,68), kepercayaan anggota terhadap kegiatan agribisnis di subak (0,52). Kepercayaan anggota terhadap pengurus koperasi menunjukkan indikasi adanya keyakinan kapasitas pengurus dalam pengelolaan kegiatan ekonomis (agribisnis) pada sistem subak. Saling percaya (mutual trust) yang terbentuk di
77
antara mereka menjadikan landasan yang kuat bagi keberlangsungan koperasi, terutama dalam keikutsertaan atau partisipasi kegiatan-kegiatan agribisnis subak. Sedangkan kepercayaan anggota terhadap kegiatan ekonomis di tingkat subak juga tercermin dari manfaat yang diperoleh dalam kemudahan dalam memperoleh sarana produksi pertanian, kredit dan lain sebagainya. Kondisi ini sejalan dengan Fukuyama (1995) bahwa trust merupakan energi kolektif di masyarakat yang memungkinkan mereka untuk saling bersatu dan berkontribusi guna peningkatan kemajuan ekonomisnya.
5.3.2 Norma sosial dalam subak dan koperasi Norma sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah seperangkat aturan-aturan yang diberlakukan pada aktivitas subak dan koperasi, yaitu adanya awig-awig dengan perarem subak, dan anggaran dasar beserta anggaran rumah tangga KUAT. Berdasarkan pada hasil penelitian ditemukan bahwa kekuatan norma sebagai elemen modal sosial terhadap penyelenggaraan agribisnis di tingkat subak kategori tinggi, yaitu rata-rata pencapaian skornya adalah 82,95 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 50,24 % sampai dengan 94,08 %. Sebagian besar petani memiliki kekuatan norma pada kategori tinggi yaitu sebesar 54,54 %. Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada kekuatan norma sosial dapat dilihat pada Tabel 5.9. Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.9 memberikan informasi
bahwa
sebanyak 31,82 % petani menyatakan bahwa norma sosial yang ada di dalam subak dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga KUAT memiliki kekuatan yang sangat tinggi. Hasil penelitian juga menujukkan bahwa tidak ada petani yang
78
menyatakan bahwa norma sosial yang ada memiliki kekuatan pada kategori yang sangat rendah. Tabel 5.9 Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada norma sosial No
Kategori
1 2 3 4 5
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Jumlah
Frekuensi (orang) 28 48 9 3 0 88
Persentase (%) 31,82 54,54 10,23 3,41 0 100
Terdapat empat peubah dalam kekuatan norma sosial yang diteliti, yaitu pengetahuan tentang norma, peranan norma, kuatnya sanksi norma, dan ketaatan terhadap norma. Di antara masing-masing peubah dalam norma sosial ini, terlihat bahwa pada peubah kuatnya sanksi norma memiliki tingkat frekuensi petani yang paling besar untuk kategori sangat tinggi, yaitu sebanyak 40,91 %, dan terendah pada peubah pengetahuan tentang norma, yaitu sebanyak 21,59 %. Secara lebih rinci distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval didasarkan pada masing-masing peubah dapat dilihat pada Tabel 5.10. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa norma yang terkandung di dalam awig-awig subak dan AD/ART koperasi memberikan ikatan yang sangat kuat bagi para petani dan pengurusnya. Hal ini disebabkan karena di dalam aturanaturannya mengikat perilaku mereka terhadap sesuatu yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Sanksi yang diberlakukan terutama sanksi sosial dipandang sangat memberatkan bagi petani dan pengurus subak dan koperasi.
79
Tabel 5.10 Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan peubah-peubah norma sosial No Peubah/Kategori
1
2
3
4
Frekuensi Persentase Rata-rata Interval (orang) (%) skor skor (%) (%) Pengetahuan ttg norma sosial 81,45 44,33 – 90,67 Sangat tinggi 19 21,59 Tinggi 44 50,00 Sedang 16 18,18 Rendah 9 10,23 Sangat rendah 0 0,00 Jumlah 88 100 Peranan norma sosial 81,78 46,23 – 92,45 Sangat tinggi 27 30,68 Tinggi 49 55,68 Sedang 9 10,23 Rendah 3 3,41 Sangat rendah 0 0,00 Jumlah 88 100 Kuatnya sanksi norma sosial 83,33 50,24 – 94,08 Sangat tinggi 36 40,91 Tinggi 48 54,54 Sedang 3 3,41 Rendah 1 1,14 Sangat rendah 0 0,00 Jumlah 88 100 Ketaatan terhadap norma sosial 83,24 51,23 – 93,33 Sangat tinggi 30 34,09 Tinggi 51 57,95 Sedang 4 4,55 Rendah 3 3,41 Sangat rendah 0 0,00 Jumlah 88 100
Norma sosial subak dan koperasi (awig-awig dan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga) memiliki fungsi kontrol yang tinggi bagi seluruh petani, pengurus subak dan pengurus koperasi. Norma ini menjadi suatu pedoman yang
80
sangat mengikat mereka di dalam setiap aktivitas persubakan yang terkait dengan irigasi, pertanian, sosial budaya dan agribisnis. Norma-norma tersebut memiliki fungsi sebagai pengontrol berbagai bentuk interaksi sosial di antara para petani dengan pengurus subak dan koperasi. Dalam sistem subak, norma-norma yang dimilikinya merupakan nilai-nilai sosial dan budaya yang telah berkembang sejak dahulu yang didasarkan pada ajaran agama Hindu Bali. Berdasarkan pada analisa CFA, masing-masing peubah norma sosial memiliki bobot yang bervariasi. Pengetahuan tentang norma memiliki bobot sebesar 0,47; besar bobot peranan norma adalah 0,69; kuatnya sanksi norma memiliki bobot sebesar 0,79, dan besarnya bobot peubah ketaatan terhadap norma adalah 0,67 (lihat Gambar 5.3). Memperhatikan hasil analisa tersebut di atas, dipilih tiga peubah observer yang memiliki bobot tertinggi untuk membentuk model persamaan struktural yang fit, yaitu peubah peranan norma (0,69); sikap terhadap sanksi (0,79), dan ketaatan terhadap norma (0,67). Peranan norma sosial baik di tingkat subak dan koperasi termasuk embrio koperasi memiliki kekuatan yang yang tinggi di dalam mengatur pola interaksi anggota subak dan koperasi. Norma sosial (awig-awig dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga koperasi) ini menjadi pedoman bagi para petani sebagai anggota subak dan koperasi (termasuk embrio koperasi). Setiap kegiatan di lingkungan internal subak dan koperasi, seperti pengelolaan irigasi, pertanian, penyelenggaraan kegiatan sosial budaya termasuk ritual keagamaan dan aktivitas agribisnis diatur melalui norma sosial tersebut.
81
0,78
TAHUNOR 0,47
0,53
KUATNOR 0,69
NORMASOS 0,43
SANKSI
0,79 0,67
0,55
TAATNOR
Gambar 5.3 Hasil CFA peubah norma sosial Keterangan: TAHUNOR : Pengetahuan terhadap norma sosial KUATNOR : Peranan norma sosial SANKSI : Kuatnya sanksi norma sosial TAATNOR : Ketaatan terhadap norma sosial NORMASOS : Norma sosial
Kuatnya sanksi norma sosial baik yang ada di dalam subak maupun koperasi dan embrio koperasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan subak dan koperasi. Meskipun petani tidak tahu secara rinci isi dari awig-awig dan juga anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi, tetapi mereka menilai bahwa sanksi yang terdapat di dalamnya adalah memiliki pengaruh yang sangat kuat. Terlebih lagi, sanksi yang diterapkan mencakup sanksi sosial yang memiliki kekuatan sangat tinggi. Sanksi yang kuat terhadap norma sosial yang terdapat di dalam subak dan koperasi mendorong petani untuk menjaga ketaatannya di dalam bertingkah laku terkait dengan aktivitas persubakan termasuk kegiatan ekonomis subak. Salah satu sanksi yang sangat kuat pengaruhnya adalah penutupan air bagi petani yang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan di dalam awig-awignya. Selain itu,
82
norma sosial yang diberlakukan dalam sistem subak di Subak Guama dan Selanbawak adalah berkenaan dengan nilai-nilai keagamaan juga, seperti karma pala. Nilai-nilai ini memiliki fungsi yang kuat dalam mengatur prilaku berinteraksi di antara para petani untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada secara bersama-sama. Berkenaan dengan pengembangan agribisnis di tingkat subak, terdapat penambahan ketentuan pada awig-awig subak yaitu dengan menambahkan aturan mengenai kegiatan ekonomis. Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa pada sumber-sumber penerimaan subak adalah dari kegiatan usaha ekonomis yang telah mendapatkan persetujuan dari anggota subak.
5.3.3 Jaringan Sosial Petani Jaringan sosial (social networking) subak menggambarkan hubungan atau interaksi di antara para petani termasuk dengan pengurus subak dan koperasi di masing-masing subak. Hasil penelitian terhadap 88 petani sampel menunjukkan bahwa terdapat jaringan sosial yang tinggi pada subak, dimana rata-rata pencapaian skor petani untuk jaringan sosialnya adalah 78,64 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 42,33 % sampai dengan 88,67 %. Sebagian besar petani (40,91 %) memiliki tingkat hubungan atau interaksi yang tinggi di dalam aktivitas subak dan koperasinya. Distribusi frekuensi petani didasarkan pada tingkat interaksinya disajikan pada Tabel 5.11.
83
Tabel 5.11 Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada jaringan sosial No
Kategori
1 2 3 4 5
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Jumlah
Frekuensi (orang) 28 36 14 10 0 88
Persentase (%) 31,82 40,91 15,91 11,36 0 100
Informasi yang ditunjukkan pada Tabel 5.11 terlihat bahwa sebanyak 31,82 % petani memiliki tingkat interaksi yang sangat tinggi dalam jaringan sosialnya. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa hubungan atau interaksi petani dengan petani lainnya, pengurus subak dan koperasi serta pihak luar tergolong sangat baik. Interaksi sosial ini dapat berupa pertemuan yang sifatnya informal dan formal, individual dan berkelompok mengenai aktivitas persubakan dan ekonomis subak. Hasil penelitian juga menujukkan bahwa tidak ada petani yang memiiki tingkat jaringan sosial yang sangat rendah. Terdapat tiga peubah yang dalam jaringan sosial yang diteliti, yaitu interaksi di antara para petani anggota, interaksi antara petani anggota dengan pengurus subak dan koperasi dan interaksi antara petani dengan pihak luar. Berdasarkan pada masing-masing peubah dalam jaringan sosial ini, terlihat bahwa frekuensi yang terbesar untuk kategori sangat tinggi ditemukan pada peubah interaksi di antara petani yaitu sebanyak 36,36 %, dan terendah pada peubah interaksi dengan pihak luar, yaitu sebanyak 27,28 %. Distribusi frekuensi petani,
84
rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan pada masing-masing peubah jaringan sosialnya (interaksi sosial) disajikan pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12 Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan peubah-peubah jaringan sosial No Peubah/Kategori interaksi 1
Antar petani anggota
Persentase Rata-rata Interval (%) skor skor (%) (%) 83,67 51,33 – 88,67
Sangat tinggi
32
36,36
Tinggi
34
38,64
Sedang
10
11,36
Rendah
12
9,09
Sangat rendah
0
0,00
88
100
Jumlah 2
Frekuensi (orang)
Antara petani anggota dgn
76,24
48,45 – 87,36
76,01
42,33 – 86,91
pengurus subak dan koperasi
3
Sangat tinggi
28
31,82
Tinggi
36
40,91
Sedang
16
18,18
Rendah
8
11,36
Sangat rendah
0
0,00
Jumlah
88
100
Antara petani anggota dgn pihak luar Sangat tinggi
24
27,28
Tinggi
38
43,18
Sedang
16
18,18
Rendah
10
13,64
Sangat rendah
0
0,00
88
100
Jumlah
85
Memperhatikan data yang disajikan pada Tabel 5.12 menunjukkan juga bahwa tingkat intensitas interaksi antara petani anggota dengan pihak luar adalah relatif bagus. Kondisi ini terlihat dari besarnya frekuensi petani sampel yang memiliki tingkat interaksi tinggi dan sangat tinggi yaitu mencapai 60,46 %. Pihak luar yang memiliki intensitas interaksi tinggi dengan petani anggota subak dan koperasi adalah PPL (baik yang dari kabupaten Tabanan maupun provinsi Bali). dan petugas dari BPTP Bali, selain petugas dari koperasi, Dinas Pekerjaan Umum (DPU), pihak swasta dan partner kerja koperasi. Interaksi ini dilakukan di lahan sawah dan juga di bale subak (saat penyuluhan-penyuluhan dan pelatihanpelatihan). Berdasarkan pada analisa CFA, masing-masing peubah jaringan sosial memiliki bobot yang bervariasi. Interaksi antar petani memiliki bobot yang terbesar yaitu 0,78; besar bobot peubah interaksi antara petani dengan pengurus subak dan koperasi adalah 0,58; dan dan bobot peubah interaksi antara petani dengan pihak luar adalah sebesar 0,56 (lihat Gambar 5.4). Interaksi antar petani di dalam organisasi subak dan koperasi (termasuk embrio koperasi) terlihat melalui berbagai kegiatan pertanian, irigasi, sosial budaya dan ekonomis. Kegiatan pertanian yang melibatkan antara anggota dengan pengurus subak di antaranya adalah berupa sangkepan dan paruman mengenai pemilihan jenis atau varietas tanaman padi yang akan diusahakan, pola tanam dan jadwal tanam termasuk pengendalian hama dan penyakit. Beberapa interaksi yang
86
terkait dengan kegiatan irigasi adalah dalam perbaikan dan pemeliharaan jaringan irigasi (bangunan dan saluran irigasi), iuran-iuran untuk perbaikan jaringan irigasi, pinjam-meminjam air irigasi.
0,39
INTERNI 0,78
0,66
INTERUS
0,58
JARINGAN
0,56 0,60
INTERLU
Gambar 5.4 Hasil CFA peubah jaringan sosial Keterangan: INTERNI INTERUS INTERLU JARINGAN
: Interaksi antar anggota subak : Interaksi antara anggota subak dengan pengurus subak dan koperasi : Interaksi antara anggota subak dengan pihak luar : Jaringan sosial
Sedangkan interaksi antara anggota dengan pengurus subak dan koperasi dalam kegiatan sosial budaya adalah berupa kegiatan upacara keagamaan, gotong royong yang dimulai dari saat persiapan kegiatan sampai dengan berakhirnya kegiatan-kegiatan tersebut. Sedangkan kegiatan ekonomis mencakup simpan pinjam, penyediaan sarana produksi pertanian dan beberapa kegiatan agribisnis dalam sistem subak.
87
Jaringan sosial yang berkenaan dengan interaksi antara petani dengan pihak luar seperti PPL dan petugas dari institusi lainnya (Dinas Perindagkop, Dinas Pekerjaan Umum, BPTP dan lain sebagainya) adalah dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh subak dan koperasi, dan beberapa penyampaian informasi lainnya. Penyuluhan dan pelatihan yang pernah dilakukan di Subak Guama adalah berkenaan dengan teknologi budidaya pertanian, peternakan, pembuatan kompos, bio-urine, pembenihan, manajemen, agribisnis dan lain sebagainya. Sedangkan pada Subak Selanbawak juga meliputi teknologi budidaya, peternakan, kegiatan ekonomis subak dan lain sebagainya. Interaksi sosial yang tinggi antara petani dengan pihak luar seperti PPL memberikan kecendrungan yang positif terhadap partisipasi petani dalam pengembangan agribisnis subak. Informasi dari pihak luar yang memiliki kompetensi tentang pengembangan agribisnis dan dilakukan melalui pendekatan partisipasif menyebabkan pertani memiliki ketidakragu-raguan terhadap inovasi tersebut, seperti yang terjadi pada Kelompok Tani terkait dengan partisipasinya dalam proses adopsi inovasi Jagung di Lombok Timur (Bulu, dkk, 2009).
5.4 Kegiatan Agribisnis pada Sistem Subak Seperti yang telah diuraikan di atas (Subbab 5.3) bahwa kegiatan agribisnis pada sistem subak ditujukan untuk mendukung peningkatan usahatani di lahan sawah dan pendapatan anggotanya. Pada Subak Guama, pengembangan agibisnis diselenggarakan melalui pembentukan koperasi yang dinamakan Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Subak Guama yang telah berstatus badan hukum
88
yaitu Nomor 22/BH/Diskop/VIII/2003 tertanggal 14 Agustus 2003. Sedangkan pada Subak Selanbawak, koperasi yang ada belum memiliki status badan hukum. KUAT Subak Guama memiliki fungsi untuk mengadakan pengelolaan unit-unit usaha ekonomis bagi anggota Subak Guama yang berkenaan dengan pengelolaan usahatani dan peningkatan pendapatan anggota subak. KUAT yang telah terbentuk merupakan suatu unit lembaga yang berada dibawah pengelolaan sistem subak. Melalui sumber modal yang berasal dari pemerintah, beberapa kegiatan utama yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Kegiatan Pengelolaan Padi Terpadu (Integrated Crops Management) sebesar Rp 98.000.000,00. 2. Kegiatan Integrasi Padi-Ternak (Crops-Livestock System) yang besarnya adalah Rp 663.500.000,00. 3. Kegiatan penguatan modal usaha rumah tangga yaitu Kredit Usaha Mandiri (KUM) sebesar Rp 81.700.000,00. Pada
kegiatan
usaha
pengelolaan
tanaman
terpadu
awalnya
telah
direalisasikan dalam bentuk penyaluran saprodi (sarana produksi padi) dari penyaluran benih, pupuk, dan pestisida dengan sistem pembayaran setelah panen (empat bulan) dengan bunga 1 % / bulan. KUAT Subak Guama bekerjasama dengan pemasok sarana produksi seperti pupuk yaitu PT Setiatani dan PT Pupuk Kaltim. Sementara itu, pemasok pestisida, herbisida dan fungisida adalah PT Syngenta, BASF, Bayer dan lain sebagainya. Selain memproduksi sendiri benih padi, KUAT Subak Guama juga memperoleh pasokannya dari beberapa perusahaan seperti PT Sang Hyang Sri dan PT Subur Kimia.
89
Pada kegiatan usaha integrasi sistem padi dengan ternak, telah direalisasikan dalam bentuk kredit ternak sapi kepada anggota Subak Guama dengan besar kredit sebesar Rp 3.000.000,00/ekor dengan bunga sebasar 1 % dalam jangka waktu pengembalian selama dua tahun. Kredit usaha mandiri (simpan pinjam) diselenggarakan dengan memberikan bantuan penguatan modal usaha untuk para wanita tani seperti : (i) usaha minyak kelapa; (ii) usaha ternak babi; (iii) usaha jajan bali; (iv) usaha tenun; (v) usaha ukir; dan (vi) usaha dagang. Beberapa kegiatan agribisnis pada Subak Guama dapat dilihat pada Gambar 5.5.
BPTP (Penyuluhan dan pelatihan BPSB (sertifikasi benih
Subsistem penunjang
Sistem Agribisnis
Subsistem penyediaan Saprotan & Alsintan
Subsistem usahatani
Penyediaan saprodi : kerja sama dengan PT Setiatani, PT Pupuk Kaltim, PT Syngeta, BASF dan Bayer
Pengelolaan usahatani padi terpadu
Pelayanan kredit dan KUM (dengan sasaran petani dan wanita tani)
Pelayanan jasa Alsintan
Subsistem pengolahan
Subsistem pemasaran
Pengolahan padi
Pemasaran benih padi
Pemasaran beras Pengelolaan integrasi tanaman dengan ternak sapi Aktivitas industri rumah tangga
Pengolahan pupuk organik
Pemasaran pupuk organik
Olahan minyak kelapa, ukiran, dsb
Pemasaran minyak, ukiran, dsb
Gambar 5.5 Kegiatan agribisnis pada Subak Guama
90
Pada Gambar 5.5 terlihat bahwa terdapat berbagai unit usaha bisnis yang saling terkait antara satu subsistem dengan subsistem lainnya, seperti pengelolaan integrasi tanaman dengan ternak sapi memunculkan adanya usaha bisnis pengolahan dan pemasaran pupuk organik. Pengembangan kegiatan usaha agribisnis di subak di Subak Guama mengalami peningkatan yang signifikan, terutama dari aspek finansialnya. Jumlah modal usaha yang dimiliki oleh KUAT Subak Guama bertambah tinggi untuk ketiga kegiatan usaha di atas seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.13
Tabel 5.13 Perkembangan modal usaha KUAT Subak Guama yang bersumber dari BLM No
Kegiatan
Modal awal 2003 (Rp) 663.500.000
Modal 2011 (Rp) 923.534.113
Kenaikan (%) 39,2
Rata-rata/th (%) 4,9
1
Integrasi padi ternak Pengelolaan padi terpadu Kredit usaha mandiri
98.000.000
2.068.790.460
2.011,0
251,38
81.700.000
1.044.042.023
1.177,9
147,24
Jumlah 843.200.000 4.036.366.596 Sumber: KUAT Subak Guama, 2012
378,70
47,34
2 3
Kondisi ini memberikan indikasi bahwa pembentukan koperasi pada sistem subak memberikan peningkatan nilai ekonomis dan memberikan manfaat bagi petani anggotanya. Atau dengan kata lain, nilai ekonomis modal usaha KUAT Subak Guama pada kegiatan integrasi padi ternak, pengelolaan padi terpadu dan kredit usaha mandiri mengalami kenaikan dengan rata-rata sebesar 47,34 % per
91
tahun, dimana persentase tertinggi kenaikannya adalah pada kegiatan usaha pengelolaan padi terpadu, yaitu mencapai rata-rata 251,38 % per tahun. Secara keseluruhan nilai aset yang dimiliki olek KUAT Subak Guama pada akhir 2012 adalah sebesar Rp 4.036.366.596. Selain itu, ditemukan pula bahwa pada tahun 2011 akhir, tercatat besarnya deposito petani di koperasi subak sebesar Rp 697.500.000, dan jumlah tabungan yang besar yaitu Rp 738.158.800. Kondisi ini memberikan indikasi yang kuat bahwa petani telah memiliki kepercayaan kepada koperasi sehingga mereka yakin bahwa uang yang didepositokan dan ditabung terjamin keamanannya. Dalam pengembangan agribisnis subak melalui KUAT, pengurus telah mengupayakan berbagai prasarana dan sarana pendukung untuk melancarkan usaha-usaha ekonomis yang dilakukannya, seperti bangunan kantor, kendaraan, peralatan dan lain sebagainya. Beberapa prasarana yang dimiliki dan dikelola oleh KUAT Subak Guama disajikan pada Tabel 5.14. Pengelolaan parasarana yang dilakukan oleh managemen KUAT Subak Guama dilakukan secara terbuka dan transparan melalui kegiatan inventarisasi yang baik dan dilaporkan kepada subak setiap tahun. Guna menjamin umur teknis prasarana-prasarana yang dikuasainya, koperasi melakukan perawatan secara baik dan rutin dengan menganggarkan biayanya setiap tahun. Pada periode tahun 2012 tercatat bahwa koperasi telah menganggarkan biaya atau dana pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur sebesar Rp 22.642.271. Manfaat ekonomis yang dirasakan oleh petani anggota subak yang sekaligus anggota koperasi tercermin dari kondisi besarnya Sisa Hasil Usaha (SHU). Pada penelitian ini, ditemukan juga bahwa sisa hasil usaha KUAT sejak tahun 2004
92
Tabel 5.14 Prasarana KUAT Subak Guama No
Prasarana
Unit
Tahun
Nilai (Rp)
1
Bangunan kantor
2
2005
84.862.000
2
Mitsubishi PU L300
1
2007
47.000.000
3
Handtractor, Kubota
3
2006
65.050.000
4
Power tresser
4
2006
12.000.000
5
Mesin pengayak kompos
1
2006
4.500.000
6
Rice Milling Unit
1
2007
96.254.000
7
Lantai Jemur
1
2007
45.000.000
8
Kandang koloni
1
2007
17.561.000
9
Gudang benih
1
2006
29.000.000
10
Set meja kerja
7
2005
7.400.000
11
Meja dan kursi tamu
2
2007
3.000.000
12
Set komputer
3
2006
24.000.000
Sumber: KUAT Subak Guama, 2012
sampai dengan tahun 2012 mengalami perubahan yang signifikan meskipun pada tahun 2008 dan 2009 mengalami penurunan. Besaran sisa hasil usaha KUAT Subak Guama dapat dilihat pada Tabel 5.15. Menurunnya SHU KUAT Subak Guama pada tahun 2008 disebabkan oleh adanya pemanfaatannya untuk kegiatan ritual (ngenteg linggih dan ngusaba nini) yang diselenggarakan oleh subak yang memerlukan dana relative tinggi. Ini berarti bahwa KUAT memberikan kontribusi yng sangat besar untuk kepentingan aktivitas subak. Atau dengan kata lain, adanya KUAT Subak Guama, petani anggota subak memperoleh keringanan ekonomis di dalam berkontribusi untuk kegiatan ritual di tingkat subak. Pada tahun tersebut, besarnya kontribusi KUAT
93
Tabel 5.15 Sisa hasil Usaha KUAT Subak Guama Tahun
SHU (Rp)
2004
8.274.823
2005
109.889.492
2006
140.952.178
2007
159.175.138
2008
212.227.525
2009
183.404.678
2010
192.214.271
2011
150.948.469
2012
133.768.171
Sumber: KUAT Subak Guama, 2012
Subak Guama adalah Rp 173.000.000 (sebesar 50% dari total biaya yang dibutuhkan.
Sedangkan rendahnya SHU pada tahun 2009 diakibatkan oleh
adanya serangan hama tikus pada tanaman padi sehingga produksi benih pada usaha penangkaran yang luasnya 50 ha menjadi sangat menurun termasuk penjualan sarana produksinya. Adapun pengembangan usaha yang dilakukan KUAT Subak Guama selain kegiatan pokok BLM yaitu sebagai berikut. 1. Usaha penangkaran benih padi Dalam proses penangkaran ini KUAT Subak Guama telah mampu menangkarkan 10 – 20 ha/musim dengan kapasitas produksi yang besarnya sekitar 100 ton/musim tanam.
94
2. Usaha prosesing kompos Usaha ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku ternak sapi yang diambil dari petani di Subak Guama dengan memanfaatkan bahan aktif Romino Bacillus (RB) yang difasilitasi oleh BPTP. Produksi pupuk organik Subak Guama mencapai rata rata 25 ton/bulan dan sebagian besar dipasarkan untuk komoditi tanaman hias dan hortikultura. 3. Unit Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian (UPJA) Unit pelayanan jasa alat dan mesin pertanian adalah untuk menunjang kegiatan dalam usaha meningkatkan produksi pertanian. Alat dan mesin ini dimanfaatkan petani sejak pengolahan lahan sampai dengan
penanganan
pasca panen. Alat dan mesin yang tersedia antara lain : hand traktor, seeder (alat tanam tabela), power tresser, Rice Milling Unit (RMU). Tahun 2007 KUAT Subak Guama dijadikan salah satu unit percontohan dalam pelaksanaan program nasional yaitu Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Adapun kegiatan kegiatan yang dilakukan dalam Prima Tani tersebut adalah sebagai berikut. 1. Bidang penerapan teknologi pola tanam (tanaman pangan & palawija), yaitu berupa: a. penggunaan benih bermutu dengan anjuran 20 – 25 kg /ha; b. penanaman bibit muda (umur 15 – 21 hari); c. penanaman bibit 1 – 2 batang per lubang; d. penanaman dengan sistem Tapin Legowo; e. penanaman dengan sistem Tabela Legowo;
95
2.
Pengolahan limbah ternak untuk pupuk organik padat & cair.
3. Usaha penangkaran benih tanaman padi. 4. Pengenalan beberapa varietas unggul baru. 5. Usaha pengeringan dan prosesing (Rice Milling Unit). 6. Pengadaan kandang koloni (usaha penggemukan sapi). 7. Penguatan kelembagaan kelompok termasuk kelompok wanita tani. 8. Pembentukan jaringan kerja sama lintas instansi. 9. Peningkatan kesehatan ternak. 10. Pelatihan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu, pasca panen, dan klinik konsultasi pertanian. Di sisi lain, pengembangan agribisnis pada Subak Selanbawak menunjukkan hasil yang berbeda dibandingkan dengan Subak Guama. Pada Subak Selanbawak, kegiatan agribisnis diselenggarakan melalui embrio koperasi yang telah dibentuk tetapi belum memiliki status badan hukum. Pada awalnya, modal yang dimiliki oleh embrio koperasi tersebut adalah sebesar Rp 75.000.000 yang merupakan bantuan dari pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali pada tahun 2001. Keseluruhan modal yang dimilikinya dimanfaatkan untuk pemberian kredit petani anggota dalam memperoleh sarana produksi (benih, pupuk, pestisida) termasuk juga upah tenaga kerja, sebagai bagian dari kegiatan ekonomis di subak (lihat Gambar 5.6). Terbatasnya modal usaha yang dimiliki oleh subak menyebabkan penyaluran kreditnya dilakukan secara bergilir. Besarnya tingkat bunga yang diberlakukan terhadap pinjaman ini adalah 2 %/ bulan untuk jangka
96
waktu selama empat bulan. Pengembalian keseluruhan pinjaman kepada subak dilakukan setelah panen.
Subsistem penunjang
Sistem Agribisnis
Dinas Pertanian (penyuluhan) Subsistem penyediaan saprodi Penyediaan Saprodi; kerjasama dengan KUD Bringkit
Subsistem usahatani
Usahatani padi
Pelayanan kredit
Gambar 5.6 Kegiatan agribisnis pada Subak Selanbawak
Gambar 5.6 menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis pada embrio koperasi Subak Selanbawak hanya dilakukan pada subsistem penyediaan sarana produksi dan subsistem produksi atau on-farm. Para petani hanya melakukan kegiatan agribisnis pada subsistem penyediaan sarana produksi dan pelayanan kredit. Petani-petani menyusun RDKK yang diajukan sesuai dengan kebutuhan untuk usahatani padinya. Subak melalui embrio koperasinya membuat aturan pinjaman dan pengembalian kredit. Besaran pinjaman adalah Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 3.000.000 dan tanpa agunan. Apabila terjadi gagal panen, maka peminjam hanya mengembalikan sejumlah uang yang dipinjamnya tanpa dikenakan bunga.
97
Telah diatur pula dalam embrio koperasi ini bahwa jika petani tidak mengembalikan pinjamannya sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan, maka subak dapat mengambil tindakan melalui beberapa tahapan, seperti denda sampai dua kali (dua bulan). Apabila masih belum bisa melakukan kewajibannya, maka sanksi subak dikenakan kepada yang bersangkutan, yaitu berupa penutupan air. Kegiatan agribisnis di Subak Selanbawak tidak berkembang untuk berbagai kegiatan usaha bisnis lainnya karena keterbatasan dana dan kurangnya pemberdayaan subak dari pihak luar seperti yang diterima oleh Subak Guama. Kondisi ini tercermin dari belum dilakukan upaya lanjutan untuk menjadikan embrio koperasi sebagai koperasi yang berstatus badan hukum. Sebagai konsekuensinya, rata-rata perkembangan kas yang dimiliki subak sejak memperoleh bantuan dana langsung dari Dinas Pertanian tanaman pangan Provinsi Bali hingga tahun 2012 adalah sebesar 11,52 % per tahun dimana saat ini besarnya kas adalah Rp 168.000.000. Pada Subak Selanbawak, embrio koperasi bersama-sama dengan subak belum membuat kesepakatan mengenai SHU setiap tahunnya. Hanya pengurus embrio koperasi dan subak memperoleh keuntungan dari kegiatan agribisnis yang dilakukannya. Mereka mendapat bagian sebesar 25 % dari penghasilan yang diperoleh melalui kredit yang dijalankan kepada anggota. Keuntungan lain yang diperoleh anggota subak adalah embrio koperasi ini juga turut berkontribusi untuk kegiatan perbaikan saluran irigasi, seperti yang terjadi pada tahun 2010. Pada saat itu, embrio koperasi memberikan kontribusinya sebesar Rp 2.000.000. Embrio koperasi juga memberikan kontribusi untuk
98
upacara-upacara ritual di tingkat subak termasuk di desa yang besarnya ditentukan melalui kesepakatan anggota subak. Ini berarti bahwa keberadaan embrio koperasi telah memberikan manfaat ekonomis bagi subak dan anggotanya karena mereka beban ekonomis mereka menjadi berkurang untuk kegiatan perbaikan saluran irigasi dan kegiatan ritual yang diselenggarakannya.
5.5 Pengaruh Elemen-elemen Modal Sosial terhadap Sikap dan Pengetahuan, dan terhadap Pengembangan Agribisnis
Berdasarkan pada kerangka pikir seperti yang telah diuraikan di bagian terdahulu, sebelum dilakukan analisis untuk mengetahui hubungan antar variabelvariabel yang telah disebutkan di atas, maka diuraikan sikap dan pengetahuan petani dikaitkan dengan pengembangan usaha agribisnis.
5.5.1 Sikap petani terhadap pengembangan agribisnis Dalam penelitian ini, sikap merupakan suatu kecendrungan petani terhadap pengembangan agribisnis di tingkat subak. Hasil survai menunjukkan bahwa ratarata tingkat sikap petani terhadap pengembangan agribisnis pada sistem subak adalah sebesar 83,18 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 64,33 % sampai dengan 91,41 %. Ini berarti bahwa sikap petani berada pada kategori setuju terhadap pengembangan agribisnis di tingkat subak. Sebagian besar petani memiliki sikap yang setuju (47,73 %) dan tidak ada petani yang memiliki sikap tidak setuju dan bahkan sangat tidak setuju. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani yag didasarkan pada sikapnya dapat dilihat pada Tabel 5.16.
99
Tabel 5.16 Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat sikap No
Kategori
1 2 3 4 5
Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju Jumlah
Frekuensi (orang) 30 42 16 0 0 88
Persentase (%) 34,09 47,73 18,18 0 0 100
Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.16 terlihat bahwa sebanyak 18,18 % petani memiliki sikap yang ragu-ragu terhadap pengembangan agribisnis. Kondisi ini terjadi karena pada kegiatan pasca-panen belum dapat memberikan kepastian yang menguntungkan kepada petani. Selain itu, masih ada petani yang tidak melakukan pengolahn dan pemasaran produk usahataninya (gabah) melalui koperasi atau subaknya. Kondisi ini terjadi karena masih ditemukan transaksi penjualan gabah dengan sistem tebasan. Tingginya pencapaian skor sikap petani memberikan indikasi bahwa kegiatan agribisnis di tingkat subak dirasakan akan memberikan manfaat bagi mereka, terutama dalam pelayanan sarana produksi padi dan Alat dan mesin pertanian, pelayanan kredit dan pengolahan dan pemasaran. Layanan alsintan, pengolahan dan pemasaran hanya ditemukan pada Subak Guama, sedangkan di Subak Selanbawak kegiatan agribisnisnya masih terbatas pada kegiatan penyediaan sarana produksi padi dan pemberian kredit atau pinjaman kepada anggota. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval didasarkan pada masing-masing peubah disajikan pada Tabel 5.17.
100
Tabel 5.17 Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan peubah-peubah sikap No
1
2
3
4
Kategori
Layanan Saprodi dan alsintan Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju Jumlah Pengolahan dan pemasaran Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju Jumlah Kontrol thd kegiatan agribisnis Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju Jumlah Layanan kredit usahatani Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju Jumlah
Frekuensi (orang)
36 40 12 0 0 88
30 38 20 0 0 88
24 46 18 0 0 88
30 44 14 0 0 88
Persentase Rata-rata Interval skor (%) skor (%) (%) 83,67 66,33 – 91,41 40,91 45,45 13,64 0,00 0,00 100 82,89
64,33 – 86,54
82,98
62,23 – 85,67
83,18
67,23 – 90,81
34,09 43,18 22,73 0,00 0,00 100
27,27 52,27 20,46 0,00 0.00 100
34,09 50,00 15,91 0,00 0,00 100
101
Memperhatikan Tabel 5.17 tersebut, frekuensi tertinggi untuk sikap petani yang sangat setuju terlihat pada peubah layanan sarana produksi dan alsintan. Kondisi ini sangat wajar terjadi pada kedua subak karena para petani setiap musim tanam padi memperoleh layanan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) melalui masing-masing koperasinya. Sedangkan frekuensi petani pada peubah pengolahan dan pemasaran pada kategori sikap sangat setuju jumlahnya lebih sedikit dibandingkan peubah lainnya karena kegiatan-kegiatan tersebut belum diikuti oleh seluruh petani meskipun menurut mereka mengetahui akan memberikan nilai tambah. Berdasarkan pada hasil analisis yaitu CFA diperoleh besaran bobot masing-masing peubah sikap. Pada peubah sikap terhadap layanan sarana produksi dan alsintan memiliki bobot sebesar 0,60, Bobot peubah sikap terhadap pengolahan dan pemasaran produk adalah 0,58. Sedangkan, besarnya bobot peubah sikap terhadap kontrol kegiatan agribisnis adalah 0,50 dan peubah sikap terhadap kredit usahatani memiliki bobot sebesar 0,54. Secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 5.7. Positifnya sikap terhadap penyediaan sarana produksi dan Alsintan disebabkan karena para petani sangat membutuhkan sarana produksi dan Alsintan untuk aktivitas usahataninya di lahan sawah. Para petani telah merasakan adanya ketergantungan yang tinggi terhadap sarana produksi, khususnya pupuk dan benih padi yang akan diusahakan. Adanya subak dan koperasi memberikan kemudahan bagi mereka untuk memperoleh sarana produksi secara kolektif dengan sistem Bayar Setelah Panen (Yarnen).
102
SISAR
0,66 0
0,60 0
SIOLAH 0,66 0
SITROL
0,75 0
0,58 0
SIKAP
0,50 0 0,54
SIKRED
0,62 0
Gambar 5.7 Hasil CFA peubah sikap petani terhadap pengembangan agribisnis Keterangan: SISAR SIOLAH SITROL SIKRED SIKAP
: Sikap thd penyediaan sarana produksi dan Alsintan : Sikap thd pengolahan dan pemasaran : Sikap thd aktivitas kontrol kegiatan agribisnis : Sikap thd kredit usahatani : Sikap terhadap pengembangan agribisnis
Sikap para petani terhadap kontrol kegiatan agribisnis dalam subaknya terlihat dari adanya kecendrungan mereka untuk mengetahui perkembangan kegiatan
agribisnis
keterlibatannya
yang
dalam
diselenggarakan,
termasuk
perencanaan-perencanaannya.
dengan
Para
petani
adanya tidak
menghendaki adanya penyalagunaan kewenangan yang dilakukan oleh para pengurus subak dan koperasi (termasuk embrio koperasi). Sikap petani terhadap kegiatan pengolahan dan pemasaran di dalam subak menunjukkan adanya kecendrungan yang positif, dimana kegiatan tersebut dirasakan akan dapat memberikan nilai tambah bagi produk-produk yang dihasilkannya.
103
5.5.2 Pengetahuan petani tentang pengembangan agribisnis Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan petani mengenai pengembangan agribisnis (layanan penyediaan sarana produksi dan Alsintan, kredit usahatani, pengolahan dan pemasaran) adalah sebesar 77,27 % dari skor maksimal dengan kisaran antara 28,24 % sampai dengan 92,12 %. Ini berarti bahwa pengetahuan petani berada pada kategori tinggi mengenai pengembangan agribisnis di tingkat subak. Sebagian besar petani memiliki pengetahuan yang tinggi (40,91 %) dan tidak ada petani yang memiliki pengetahuan yang sangat rendah. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani yang didasarkan pada pengetahuannya dapat dilihat pada Tabel 5.18.
Tabel 5.18 Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan No
Kategori
Frekuensi (orang) 24
Persentase (%) 27,27
1
Sangat tinggi
2
Tinggi
36
40,91
3
Sedang
20
22,73
4
Rendah
8
9,09
5
Sangat rendah
0
0,00
Jumlah
88
100
Tingginya pencapaian skor pengetahuan petani memberikan indikasi bahwa kegiatan agribisnis di tingkat subak sudah dipahami secara baik termasuk memberikan manfaat ekonomis. Beberapa peubah yang berkenaan dengan pengetahuan petani adalah layanan sarana produksi dan Alsintan, pengolahan dan pemasaran, dan kredit usahatani. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani,
104
rata-rata pencapaian skor dan interval didasarkan pada masing-masing peubah pengetahuan disajikan pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19 Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval berdasarkan pada masing-masing peubah pengetahuan No
1
Kategori
Frekuensi Persentase Rata(orang) (%) rata skor (%) Layanan Saprodi dan 82,56
Interval skor (%) 34,12 - 92,12
Alsintan
2
3
Sangat tinggi
30
34,09
Tinggi
32
36,36
Sedang
20
22,73
Rendah
6
6,82
Sangat rendah
0
0,00
Jumlah
88
100
Layanan Kredit Sangat tinggi
18
20,46
Tinggi
38
43,18
Sedang
22
25,00
Rendah
10
11,36
Sangat rendah
0
0,00
Jumlah
88
100
Layanan pengolahan dan pemasaran Sangat tinggi
24
27,27
Tinggi
38
43,18
Sedang
18
20,46
Rendah
8
9,09
Sangat rendah
0
0,00
Jumlah
88
100
75,33
32,26 – 85,67
71,22
28,24 – 84,33
105
Memperhatikan Tabel 5.19 tersebut, frekuensi terbesar untuk pengetahuan petani dalam kategori sangat tinggi terlihat pada peubah layanan sarana produksi. Kondisi ini terjadi karena para petani menerima informasi pada saat mereka saling berinteraksi baik dengan sesama petani maupun pengurus subak dan koperasi serta penyuluh pertanian berkenaan penyediaan sarana produksi dan Alsintan. Penyediaan sarana produksi dan Alsintan ini diketahui akan menjadi suatu dengan kegiatan ekonomis yang menguntungkan bagi petani melalui koperasinya. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa terdapat pengetahuan petani dalam kategori yang rendah yaitu sebanyak 9,09 %. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa aspek pasca-panen yang berkenaan dengan sistem agribisnis belum diketahui secara baik oleh para petani meskipun mereka sudah telah melakukan transaksi penjualan. Berdasarkan pada hasil analisis yaitu CFA diperoleh besaran bobot masing-masing peubah pengetahuan. Pada peubah layanan sarana produksi dan Alsintan memiliki besar bobot 0,75, besar bobot pada peubah kredit usahatani memiliki bobot sebesar 0,46 dan peubah layanan pengolahan dan pemasaran memiliki bobot sebesar 0,60 (lihat Gambar 5.8). Pengetahuan mengenai layanan sarana produksi pertanian adalah merupakan bagian dari aktivitas agribinsis yang diikuti oleh para petani. Mereka memiliki pengetahuan yang lengkap tentang proses pengamprahannya seperti benih, pupuk, pestisida atau insektisida. Aspek penggunaan sarana produksi juga mereka telah ketahui setelah memperoleh informasi dari PPL dan juga pengurus subak. Selain itu, pengisian formulir untuk memperoleh sarana produksi tersebut sudah dipahami secara baik oleh para petani termasuk saat pendistribusiannya.
106
0,44
HUSARNA 0,75
0,79
0,64
HUKRED
HUOLAH
0,46
PENGETAH
0,60
Gambar 5.8 Hasil CFA peubah pengetahuan petani terhadap pengembangan agribisnis Keterangan: HUSARNA HUKRED HUOLAH PENGETAH
: Pengetahuan ttg sarana produksi dan Alsintan : Pengetahuan ttg kredit usahatani : Pengetahuan ttg pengolahan dan pemasaran : Pengetahuan petani mengenai pengembangan agribisnis
Pengolahan produk dan pemasaran juga menjadi aspek yang diketahui oleh para petani secara baik, seperti adanya pengolahan pupuk organik dan pemasaran produk benih padi di Subak Guama. Namun, belum banyak petani yang mengikuti pengolahan dan pemasaran produknya melalui subak atau koperasi. Aspek perkreditan yang ada di subak dan koperasi adalah menyangkut persyaratan untuk memperoleh kredit dan mekanisme pengembaliannya. Meskipun tidak terlalu kompleks, namun para petani tidak sepenuhnya memahaminya, dan mereka biasanya menanyakan kembali kepada pengurus sebelum mengurus perolehan kredit.
107
5.5.3 Pengembangan Agribisnis Pada penelitian ini, pengembangan agribisnis pada sistem subak diukur dengan partisipasi petani di dalam kegiatan-kegiatan usaha agribisnis yang diselenggarakan oleh masing-masing subak. Pengembangan agribisnis di subak mencakup kegiatan usaha yaitu: (i) layanan sarana produksi, alat dan mesin pertanian; (ii) layanan kredit; dan (iii) layanan pengolahan dan pemasaran produk pertanian. Partisipasi para petani mencerminkan bahwa mereka secara bersamasama terlibat langsung di dalam pengembangan kegiatan usaha agribisnis dalam subak. Pengembangan usaha agribisnis dalam suatu organisasi sosial termasuk subak tercermin dari berbagai keikutsertaan atau partisipasi petani di dalam setiap kegiatan pengembangan agribisnis. Berdasarkan pada hasil
penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
pencapaian skor tingkat partisipasinya adalah 79,09 % dari skor maksimal dengan interval antara 32,20 % sampai dengan 88,80 %. Ini berarti bahwa partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis yang diselenggarakan pada tingkat subak tergolong tinggi. Sebagian besar petani (45,46 %) memiliki partisipasi yang tinggi dan bahkan ditemukan ada petani yang memiliki tingkat partisipasi sangat tinggi (31,82 %). Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat partisipasinya dalam kegiatan agribisnis dapat dilihat pada Tabel 5.20. Memperhatikan Tabel 5.20 ternyata terlihat juga adanya petani yang memiliki tingkat partisipasi rendah dan sangat rendah berkenaan dengan kegiatan agribisnis pada subak, yaitu sebesar 9,08 %. Kondisi ini terjadi karena di Subak Selanbawak kegiatan agribisnisnya yang terbatas tidak seperti di Subak Guama.
108
Di Subak Selanbawak hanya melakukan kegiatan agribisnis untuk penyediaan sarana produksi dan pinjaman kas subak.
Tabel 5.20 Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat partisipasi No
Kategori
Frekuensi (orang) 28
Persentase (%) 31,82
1
Sangat tinggi
2
Tinggi
40
45,46
3
Sedang
12
13,64
4
Rendah
4
4,54
5
Sangat rendah
4
4,54
Total
88
100
Berdasarkan pada masing-masing peubah dalam partisipasi ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah pemanfaatan layanan sarana produksi pertanian dan Alsintan memiliki tingkat frekuensi petani yang paling besar pada kategori partisipasi paling tinggi yaitu sebanyak 40,91 %., dan terendah pada peubah pengolahan dan pemasaran, yaitu sebanyak 29,55 %. Secara lebih rinci, distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan intervalnya dapat dilihat pada Tabel 5.21. Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.21 terlihat informasi bahwa terdapat petani anggota subak yang memiliki tingkat partisipasi yang sangat rendah terhadap pengembangan agribisnis. Besarnya jumlah petani yang berada pada kategori ini adalah relatif kecil yaitu: 2,27 %; 4,55 %; dan 6,82 % untuk masingmasing peubah yaitu layanan sarana produksi dan alsintan; layanan kredit dan
109
Tabel 5.21 Distribusi frekuensi petani, rata-rata pencapaian skor dan interval skor berdasarkan peubah-peubah partisipasi No
Peubah/Kategori (partisipasi)
Frekuensi Persentase (orang) (%)
1
Penyediaan Saprodi dan Alsintan Sangat tinggi
34
38,64
Tinggi
36
40,91
Sedang
8
9,09
Rendah
8
9,09
Sangat rendah
2
2,27
Jumlah
88
100
2
3
Kredit usahatani Sangat tinggi
30
34,09
Tinggi
40
45,45
Sedang
12
13,64
Rendah
2
2,27
Sangat rendah
4
4,55
Jumlah
88
100
Pengolahan dan pemasaran Sangat tinggi
20
22,73
Tinggi
44
50,00
Sedang
16
18,18
Rendah
2
2,27
Sangat rendah
6
6,82
Jumlah
88
100
Rata-rata Interval skor skor (%) (%) 83,23 34,36 – 88,80
79.92
33,12 – 86.33
74,12
32,20 – 84,56
110
layanan pengolahan dan pemasaran produk. Pendekatan pemberdayaan yang dilakukan dalam bentuk pemberian bantuan fisik semata tidak akan memiliki pengaruh
positif
terhadap
penguatan
modal
sosial
setempat
sehingga
mengakibatkan partisipasi masyarakat pedesaan menjadi sangat dangkal (Malvicini and Sweetser, 2003). Berdasarkan pada analisa CFA, masing-masing peubah partisipasi memiliki bobot yang bervariasi. Partisipasi dalam layanan sarana produksi dan Alsintan memiliki bobot sebesar 0,69 bobot partispasi pada layanan kredit adalah 0,57, dan bobot partisipasi pada layanan pengolahan dan pemasaran adalah 0,54 (lihat Gambar 5.9).
0,53
SAPRODI 0,69
0,70
KREDIT
0,57
AGRIBISNIS
0,54 0,62
PASAR
Gambar 5.9 Hasil CFA peubah partisipasi petani terhadap pengembangan agribisnis Keterangan: SAPRODI KREDIT PASAR AGRIBISNIS
: Partisipasi pada layanan sarana produksi dan Alsintan : Partisipasi pada layanan kredit : Partisipasi pada layanan pengolahan dan pemasaran : Pengembangan agribisnis
111
Memperhatikan analisis CFA di atas menunjukkan bahwa partisipasi petani dalam pemanfaatan sarana produksi pertanian dan alsintan merupakan peubah yang memiliki peluang paling tinggi dalam membentuk peubah partisipasi dibandingkan dengan peubah-peubah lainnya. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa petani memiliki partisipasi dengan intensitas yang tinggi dalam memperoleh layanan sarana produksi dan alsintan. Layanan sarana produksi dan alsisntan ini menjadi bagian yang sangat penting bagi petani untuk kegiatan usahatani, khususnya tanaman padi. Berdasarkan pada hasil analisa diperoleh bahwa hasil uji kesesuaian model menunjukkan nilai statistik chi-square sebesar 178,65 dengan derajat kebebasan 238 dengan nilai P-hitung 0,08296 yang lebih besar dari 0,05; nilai RMSEA 0,079 lebih kecil dari 0,08 sertai nilai GFI 0,932 lebih besar dari 0,90. Hasil statistika ini dapat dipakai untuk disimpulkan bahwa model yang diajukan fit dengan data seperti disajikan pada Gambar 5.10. Berdasarkan pada analisis data, diperoleh bahwa hasil SEM menunjukkan adanya estimasi koefisien bobot faktor seluruhnya nyata pada tingkat kesalahan lima persen dengan nilai koefisien bobot faktor yang distandarkan seluruhnya lebih besar dari nilai minimal yang disyaratkan sebesar 0,50. Besarnya pengaruh peubah laten endogen terhadap peubah laten eksogen memberikan gambaran yang konprehensif terhadap model penelitian yang diajukan. Selanjutnya, besarnya pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari masing-masing peubah berdasarkan model tersebut di atas dapat dilihat melalui proses dekomposisi antar peubah seperti yang disajikan pada Tabel 5.22.
112
Chi-Square=178.65, df=238, P-value=0.08296, RMSEA=0.019 GFI = 0,932 Keterangan: Sesama : Kepercayaan antara sesama petani Pinbak : Kepercayaan petani thd pengurus subak Pinkop : Kepercayaan petani thd pengurus koperasi Bisnis : Kepercayaan petani thd usaha bisnis Interni : Interaksi antar petani Interus : Interaksi antara petani dgn pengurus subak dan koperasi Interlu : Interaksi antara petanui dgn pihak luar Interlu : Interaksi antara petanui dgn pihak luar Kuatnor:Kekuatan norma Sanksi : Sanksi norma Taatnor : Ketaatan thd norma
Sisar : Sikap thd saprotan & Alsintan Siolah : Sikap thd pengolahan&pemasaran Sitrol : Sikap thd kontrol Sikred : Sikap thd kredit Husarna: Pengetahuan ttg Saprotan & Huolah : Pengetahuan ttg pengolahan Sapro : Partisipasi dalam penggunaan Saprodi dan Alsintan Kredit : Partisipasi penggunaan kredit Pasar : Partisipasi dalam pemasaran
Gambar 5.10 Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengembangan agribisnis di subak
113
Tabel 5.22 Dekomposisi antar peubah elemen-elemen modal sosial subak Pengaruh Antar Peubah
P e n
g a
r u
h
Pengaruh Tidak Langsung melalui Peubah Bebas
Peubah Terikat
Langsung
Y1
Y2
Y1&Y2
X1
Y1
0,26
-
-
-
0,26
Y2
0,39
0,09
-
-
0,48
Y3
0,22
0,07
0,18
0,04
0,51
Y1
0,09
-
-
-
0,09
Y2
0,02
0,03
-
-
0,05
Y3
0,29
0,03
0,01
0,02
0,35
Y1
0,39
-
-
-
0,39
Y2
0,05
0,14
-
-
0,19
Y3
0,03
0,11
0,03
0,06
0,23
Y2
0,36
-
-
Y3
0,28
-
0,16
-
0,44
Y3
0,45
-
-
-
0,45
X2
X3
Y1
Y2
Keterangan: X1 = Kepercayaan X2 = Jaringan X3 = Norma Sosial
Total
0,36
Y1 = Sikap Y2 = Pengetahuan Y3 = Partisipasi kegiatan Agribisnis
Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.22 memberikan gambaran bahwa peubah (elemen modal sosial) yang memberikan pengaruh terbesar secara langsung terhadap partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis adalah peubah jaringan sosial, yaitu sebesar 0,29. Sedangkan peubah elemen modal sosial yang memberikan pengaruh terbesar secara tidak langsung adalah peubah kepercayaan yaitu 0,50.
Artinya bahwa peningkatan partisipasi petani dalam kegiatan
agribisnis dapat didorong dengan meningkatkan jaringan kerja sosial (social
114
networking) baik di antara petani, antara petani dengan pengurus subak dan koperasi serta dengan pihak luar, seperti PPL.
5.5.4 Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap sikap petani Berdasarkan pada hasil analisa yang telah dilakukan, dinyatakan bahwa elemen-elemen modal sosial (kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial) memiliki hubungan dan pengaruh yang signifikan dengan sikap petani terhadap pengembangan agribisnis.
Sikap petani terhadap agribisnis meliputi sikap
terhadap penyediaan sarana produksi dan alsintan, sikap terhadap penyediaan kredit, sikap terhadap pengolahan dan pemasaran, dan sikap terhadap kontrol pengelolaan agribisnis dalam subak. Hasil uji kebermaknaan terhadap masing-masing estimasi parameter model struktural faktor sikap semuanya nyata pada tingkat kesalahan 0,05 dengan estimasi persamaan struktural seperti formula di bawah ini: Sikap = 0,26* x1 + 0,09* x2+ 0,39* x3 (0,10) 5,76
(0,15) 9,02
(0,20) 4,22
Errorvar = 0,22, R2 = 0,77
Memperhatikan formula tersebut, besarnya pengaruh peubah kepercayaan (antar anggota subak, antara anggota dengan pengurus subak, antara anggota dengan pengurus koperasi dan kepercayaan anggota terhadap kegiatan agribisnis di subak) terhadap sikap petani adalah 0,26 atau 6,76 persen. Kepercayaan yang tinggi di antara para petani dan pengurus subak dan koperasi telah memberikan kecendrungan yang positif bagi mereka untuk secara bersama-sama dalam mengembangkan agribisnis dalam sistem subak. Adanya tingkat kepercayaan
115
yang tinggi di antara para petani dan pengurus subak dan koperasi mendorong tumbuhnya motif-motif atau dorongan untuk mendukung kegiatan agribisnis seperti penyediaan sarana produksi dan Alsintan, penyediaan kredit, pengolahan dan pemasaran. Para petani mempercayakan kepada para pengurus subak dan koperasi di dalam pengelolaan usaha-usaha agribisnisnya. Norma sosial (tingkat pengetahuan petani terhadap norma, kekuatan norma, kekuatan sanksi dan ketaaatan terhadap norma) berpengaruh sebesar 0,39 atau 15,21 persen. Kondisi ini memberikan makna bahwa tersedianya berbagai aturan baik di tingkat subak dan koperasi mengakibatkan adanya kecendrungan yang positif bagi para petani untuk melakukan kegiatan agribisnis. Mereka menyadari bahwa kekuatan norma dan sanksi yang melekat di dalamnya menjadi pedoman bagi para pengurus dan anggota untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan subak termasuk agribisnis. Sedangkan jaringan sosial (interaksi antar anggota, antara anggota dengan pengurus subak dan pengurus koperasi, dan dengan pihak luar) juga merupakan peubah yang memiliki pengaruh nyata terhadap sikap dengan besaran 0,09 atau 0,81 persen. Adanya interaksi tersebut memberikan kecendrungan juga terhadap terbentukan sikap petani yang positif terhadap pengembangan agribisnis pada sistem subak. Dalam setiap interaksi baik antar petani maupun dengan pengurus subak dan koperasi dan juga dengan pihak luar memberikan pemahaman kepada mereka untuk mengambil suatu tindakan bersama-sama yaitu dalam subak dan koperasi guna pengembangan agribisnis. Sikap petani terbentuk didasarkan pada situasi yang dialaminya melalui proses interaksi di antara mereka dan pihak-pihak lainnya (pengurus subak, koperasi dan petugas pemerintah).
116
Berdasarkan pada persamaan di atas, dari ketiga elemen modal sosial yang ada, ternyata elemen norma sosial memiliki pengaruh yang paling kuat dalam pembentukan sikap petani terhadap pengembangan agribisnis subak. Selanjutnya dapat dinyatakan juga bahwa ketiga peubah elemen-elemen dalam modal sosial ini (kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial) secara bersama-sama memiliki pengaruh sebesar 77 persen terhadap pembentukan sikap petani. Ini berarti terdapat 23 persen peubah lainnya yang memberikan pengaruh terhadap sikap petani mengenai agribisnis.
5.5.5 Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengetahuan petani melalui sikap Berdasarkan pada model yang telah digambarkan di atas, dapat dinyatakan bahwa pengetahuan petani mengenai pengembangan agribisnis (mengenai penyediaan sarana produksi dan Alsintan, penyediaan kredit, terhadap pengolahan dan pemasaran) dipengaruhi oleh kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial yang melalui sikap dengan koefisien yang berbeda-beda.
Hasil uji kebermaknaan
terhadap masing-masing estimasi parameter model struktural faktor pengetahuan petani ternyata semua peubah memiliki pengaruh yang nyata pada tingkat kesalahan 0,05. Formula estimasi persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut: Pengetahuan = 0,39* x1 + 0,02* x2 + 0,05* x3 + 0,36 *y1 (1,19) (0,22) (0,08) (1,19) 2,60 10,72 2,24 2,60 Errorvar = 0,28; R2 = 0,71
Persamaan di atas menunjukkan bahwa besarnya pengaruh kepercayaan (antar anggota subak, antara anggota dengan pengurus subak, antara anggota dengan pengurus koperasi dan kepercayaan anggota terhadap kegiatan agribisnis
117
di subak) secara langsung terhadap pengetahuan adalah 0,39 atau 15,21 persen. Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan mengenai penyediaan sarana produksi, penyediaan kredit dan pengolahan dan pemasaran. Saling percaya di antara mereka menyebabkan petani memiliki pengetahuan yang diyakini sesuatu yang benar mengenai pengembangan agribisnis. Informasi yang disampaikan oleh pengurus subak sejak awal perencanaan program pengembangan agribisnis telah dipercayai secara baik untuk mendukungnya. Rasa kepercayaan yang dimiliki oleh para petani telah terbentuk sejak dahulu yang tercermin dari penyelenggaraan kegiatan irigasi, sosial dan budaya termasuk ritual di subak. Kepercayaan yang tinggi terhadap pengurus subak juga memberikan kontribusi dalam pembentukan pengetahuan petani mengenai berbagai kegiatan agribisnis dalam subak serta mekanisme pelaksanaannya sesuai dengan aturanaturannya. Selain itu, kepercayaan anggota terhadap manfaat yang hendak diperoleh melalui kegiatan agribisnis subak memberikan dorongan kepada mereka untuk semakin memperoleh pengetahuan yang terkait. Elemen kepercayaan (trust) memiliki pengaruh tidak langsung yaitu melalui elemen sikap terhadap pengetahuan sebesar 0,09 atau 0,81 persen. Ini berarti pengaruh yang tidak langsung ini lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh langsungnya yang nilainya sebesar 0,39. Faktor norma sosial memberikan pengaruh langsung pada pengetahuan sebesar 0,05 atau 0,25 persen. Norma sosial yang diberlakukan dalam subak dan koperasi menjadi landasan bagi para petani untuk penyelenggaraan berbagai kegiatan agribisnis. Melalui norma-norma yang ada, mereka dapat saling percaya terhadap berbagai informasi yang menerpanya
yang sekaligus sebagai
118
pengetahuan yang berkenaan dengan pengembangan agribisnis. Mereka mengetahui aturan-aturan penyelenggaraan berbagai kegiatan usaha agribisnis di dalam subak karena didasarkan pada nilai-nilai yang mereka miliki sebelumnya. Elemen norma sosial pada subak dan koperasi ini juga memiliki pengaruh tidak langsung (melalui sikap) yaitu sebesar 0,14. Pada kondisi ini menunjukkan bahwa faktor elemen norma sosial dapat meningkatkan pengetahuan petani mengenai agribisnis melalui pembentukan sikap terlebih dahulu karena nilainya lebih tinggi dari pada pengaruh langsungnya, yaitu sebesar 0,05. Elemen jaringan sosial yang meliputi interaksi antar anggota, antara anggota dengan pengurus subak dan pengurus koperasi, dan dengan pihak luar memberikan pengaruh langsung sebesar 0,02 atau 0,04 persen. Berbagai interaksi yang terjadi merupakan wahana untuk memperoleh informasi dan juga saling tukar pengetahuan di antara mereka. Interaksi antara petani dengan pengurus subak dan koperasi termasuk dengan pihak luar, khususnya dari BPTP dan Dinas Pertanian (provinsi dan kabupaten) memberikan kontribusi pada mereka dalam peningkatan pengetahuannya yang berkenaan dengan pengembangan agribisnis. Melalui proses interaksi sosial dalam jaringannya (tingkat subak, koperasi dan dengan pihak luar) mendorong terbentuknya pengalaman belajar pada diri petani terhadap suatu obyek tertentu (agribisnis) yang selanjutnya memperoleh berbagai
tambahan
informasi.
Pada
sistem
subak,
informasi
yang
terkomunikasikan adalah berjenjang yaitu dari tingkat pengurus menuju anggota dan juga sebaliknya dari anggota menuju pengurus. Oleh karena itu, jaringan sosial melalui proses interaksi sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan petani mengenai agribisnis yang dikembangkan dalam sistem subak.
119
Elemen jaringan sosial di subak dan koperasi memiliki pengaruh tidak langsung (melalui sikapnya) terhadap pengetahuan petani sebesar 0,03. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam peningkatan pengetahuan petani yang didasarkan pada elemen jaringan sosial perlu dilakukan melalui pembentukan sikapnya karena pengaruhnya lebih besar dari pada pengaruh langsung yang nilainya sebesar 0,02. Sementara itu, faktor sikap memiliki pengaruh sebesar 0,36 atau 12,96 persen terhadap pengetahuannya. Sikap yang tinggi atau positif pada diri petani mendorong adanya semangat untuk semakin memperoleh informasi yang menyangkut pengembangan agribisnis. Dorongan yang tinggi ini mengakibatkan petani memiliki pengetahuan semakin meningkat. Pada sistem subak, pengetahuan petani terbentuk karena adanya sikap yang terbuka pada para petaninya di dalam menerima inovasi atau pembaharuan dari pihak luar. Oleh karena itu, pengetahuan mereka memiliki hubungan yang kuat dengan kondisi sikap dirinya terhadap inovasi tersebut. Secara bersama-sama ketiga peubah modal sosial (kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial) memiliki pengaruh sebesar 71 persen terhadap pengetahuan petani mengenai pengembangan agribisnis pada sistem subak melalui sikapnya. Ini berarti bahwa peningkatan pengetahuan petani mengenai agribisnis dapat dilakukan dengan meningkatkan modal sosial melalui sikap para petaninya.
120
5.5.6 Pengaruh elemen-elemen modal sosial terhadap pengembangan agribisnis melalui sikap dan pengetahuan
Hasil analisis statistika yang dilakukan menunjukkan bahwa elemen modal sosial (kepercayaan, norma sosial, jaringan sosial) memiliki pengaruh terhadap pengembangan agribisnis di tingkat subak melalui sikap dan pengetahuan petani. Pengembangan agribisnis di subak diukur dengan tingkat partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis yang meliputi layanan sarana produksi dan Alsintan, layanan kredit usaha dan layanan pengolahan dan pemasaran produk. Hasil uji kebermaknaan terhadap masing-masing estimasi parameter model struktural faktor partisipasi petani semuanya memiliki pengaruh yang nyata pada tingkat kesalahan 0,05, dimana estimasi persamaan struktural sebagai berikut:
Pengembangan = 0,22*Kepercayaan + 0,29*Jaringan Sosial + 0,03*Norma sosial Agribisnis (1,19) (0,22) (0,08) 2,60 10,72 2,24 + 0,28*Sikap + 0,45*Pengetahuan (1,19) 0,22 2,60 10,72 Errorvar = 0,41;
R2 = 0,59
Memperhatikan persamaan di atas, dapat dilihat bahwa masing-masing peubah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi anggota terhadap kegiatan agribisnis di tingkat subak (partisipasi dalam layanan sarana produksi dan alat-alat pertanian, kredit usaha, pengolaan dan pemasaran produk). Faktor kepercayaan memiliki pengaruh langsung sebesar 0,22 atau 4,84 persen terhadap partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis. Artinya bahwa saling percaya
121
di antara para petani, antara petani dengan pengurus subak dan koperasi serta percaya pada manfaat kegiatan agribisnis memberikan kontribusi yang nyata pada tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan usaha agribisnis. Kepercayaan terhadap pengelolaan usaha bisnis menjadi salah satu komponen bagi para petani untuk mendukung pengembangan usaha melalui koperasi dalam sistem subak. Sebaliknya, kepercayaan pengurus kepada anggota juga mengakibatkan usaha yang diselenggarakan dapat berjalan secara baik. Kepercayaan petani terhadap manfaat kegiatan agribisnis dalam subak mendorong mereka untuk tetap aktif dalam setiap kegiatan usaha agribisnis yang dilaksanakan. Manfaat
yang telah dirasakan seperti kemudahan dalam
memperoleh sarana produksi dan Alsintan serta layanan kredit mendorong para petani menjadikan koperasinya sebagai wadah untuk meningkatkan produksi dan pendapatannya. Selain itu harga-harga sarana produksi tidak lebih mahal dari pada di pengecer-pengecer sarana produksi lainnya. Hasil analisa juga menunjukkan bahwa elemen kepercayaan ini memiliki pengaruh tidak langsung terhadap partisipasi petani dalam kegiatan agribisnis. Melalui komponen sikap, pengaruh elemen kepercayaan terhadap partisipasinya adalah sebesar 0,07 atau 0,49 persen. Sedangkan pengaruh kepercayaan secara tidak langsung yaitu melalui pengetahuan besarnya adalah 0,18 atau 3,24 persen. Pengaruh tidak langsung kepercayaan terhadap partisipasinya melalui sikap dan pengetahuan besarnya adalah 0,04 atau 0,16 persen. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa besarnya peningkatan partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis dipengaruhi kepercayaan secara langsung yaitu sebesar 0,22. Artinya bahwa kepercayaan petani yang semakin ditingkatkan
122
akan dapat secara langsung meningkatkan partisipasi mereka dalam aktivitas usaha agribisnis pada sistem subak. Faktor norma sosial dalam subak dan koperasi memiliki pengaruh secara langsung terhadap partisipasi mereka dalam kegiatan usaha agribisnis, yaitu sebesar 0,03 atau 0,09 persen. Adanya norma-norma atau aturan-aturan yang diterapkan oleh subak dan koperasi menjadi landasan yang harus dipatuhi oleh petani dalam beraktivitas termasuk pengelolaan agribisnisnya. Norma-norma ini mengikat seluruh anggota dan pengurus subak dan koperasi di dalam pengembangan agribisnis, yang selanjutnya mendorong petani untuk secara aktif berpartisipasi dalam beberapa aktivitas agribisnis seperti layanan penyediaan sarana produksi dan Alsintan, layanan kredit dan lain sebagainya. Elemen norma sosial juga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap partisipasi mereka dalam kegiatan agribisnis, yaitu melalui sikap dan pengetahuannya. Besar pengaruh dari sikap dan pengetahuan tersebut masingmasing adalah 0,11 (1,21 persen) dan 0,02 (0,04 persen). Pengaruh secara tidak langsung yang melalui sikap ini nilainya lebih besar dibandingkan dengan pengaruhnya secara langsung. Oleh karena itu, peningkatan partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis memerlukan adanya peningkatan sikap terlebih dahulu. Sementara itu, pengaruh tidak langsung dari norma sosial ini (yaitu sekaligus melalui sikap dan pengetahuan) besarnya adalah 0,06. Ini berarti peningkatan partisipasi petani memerlukan adanya peningkatan sikap dan pengetahuan terlebih dahulu secara bersama-sama. Faktor jaringan sosial memiliki pengaruh secara langsung sebesar 0,29 atau 8,41 persen terhadap partisipasi anggota dalam kegiatan agribisnis subak.
123
Jaringan sosial ini tercermin dari adanya interaksi di antara petani dan juga antara petani dengan pengurus subak dan koperasi serta pihak luar. Partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis dapat terjadi karena adanya interaksi yang pada awalnya antara pihak luar (inisiator program pengembangan agribisnis) dengan para pengurus subak. Selanjutnya berkembang dalam proses interaksi antara pengurus dengan para petani dan juga petugas penyuluh dari pemerintah, yaitu BPTP termasuk juga dari Dinas Pertanian di tingkat provinsi dan kabupaten. Intensitas interaksi yang tinggi mendorong para petani untuk semakin meningkatkan partisipasinya dalam kegiatan usaha agribisnis. Di antara para petani yang saling berinteraksi mengakui bahwa mereka memperoleh manfaat dari kegiatan
agribisnis yang diselenggarakan oleh subak sehingga tingkat
partisipasinya dapat diwujudkan secara baik. Petugas penyuluh memberikan kontribusi tambahan terhadap interaksi yang selama ini telah terjadi di antara para petani dan dengan pengurus subak dan koperasinya. Elemen jaringan sosial ini memiliki pengaruh secara tidak langsung yaitu melalui sikap dan pengetahuan terhadap tingkat partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis. Secara berturut-turut besarnya pengaruh tidak langsung yang melalui sikap dan pengetahuan masing-masing adalah 0,03 dan 0,10. Sementara itu, pengaruhnya secara tidak langsung yang melalui sikap dan pengetahuan secara bersama-sama adalah sebesar 0,02. Angka-angka tersebut nilainya lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh langsungnya yaitu sebesar 0,29. Sementara itu, faktor sikap dan pengetahuan petani juga memiliki pengaruh masing-masing sebesar 0,28 atau 7,84 persen, dan 0,45 atau 20,25 persen.
Secara bersama-sama, pengaruh peubah kepercayaan, norma sosial,
124
jaringan sosial terhadap partisipasi anggota subak atau koperasi dalam kegiatan agribisnis melalui sikap dan pengetahuan adalah sebesar 59 persen. Berdasarkan pada model yang telah digambarkan di atas, dapat diungkapkan bahwa faktor pengetahuan memberikan pengaruh yang paling tinggi terhadap peningkatan partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis pada sistem subak. Besarnya pengaruh pengetahuan tersebut adalah 0,45. Sedangkan elemen-elemen modal sosial yang memberikan pengaruh langsung terbesar terhadap partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis adalah jaringan sosial, yaitu sebesar 0,29. Keadaan ini memberikan indikasi bahwa peranan penyuluh memiliki kontribusi yang cukup signifikan dalam pengembangan agribisnis di subak. Sementara itu, pengaruh tidak langsung dari elemen-elemen modal sosial terhadap partisipasi petani dalam kegiatan usaha agribisnis yang terbesar ditunjukkan oleh kepercayaan yaitu sebesar 0,51. Sedangkan pengaruh tidak langsung dari elemen-elemen modal sosial terhadap partisipasi yang terendah terlihat pada norma sosial. Perlu dicatat bahwa elemen-elemen modal sosial (kepercayaan,
jaringan
sosial
dan
norma
sosial)
secara
bersama-sama
mempengaruhi partisipasi petani dalam pengembangan kegiatan usaha agribisnis di subak. Adanya pengaruh modal sosial (kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial) yang signifikan ini terindikasi dari adanya manfaat yang telah diterima petani melalui kegiatan agribisnis di subak. Beberapa manfaat yang dimaksudkan di antaranya adalah: (i) kemudahan dalam akses informasi; (ii) kemudahan akses teknologi; (iii) kemudahan akses modal usahatani; (iv) pengembangan solidaritas;
125
(v) sharing manfaat dan resiko; dan (vi) pencapaian usaha bersama melalui kegiatan kooperatif. Pengembangan agribisnis berbasis subak merupakan salah satu alternatif untuk menjawab tantangan ke depan terutama yang berkenaan dengan keberlanjutan sistem subak. Kegiatan agribisnis adalah representasi dari bagian penting dalam sistem subak karena adanya saling percaya, nilai-nilai, normanorma sosial dengan pola interkasinya yang membentuk masyarakat tersebut. Modal sosial dalam sistem subak diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dapat mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas pertanian dan koperasinya. Berkenaan dengan kegiatan agribisnis melalui koperasi tani, modal sosial dapat dipandang sebagai serangkaian sumberdaya baik fisik maupun non-fisik yang
membangun
anggotanya
termasuk
pengurus
untuk
menjamin
keberlanjutannya melalui hubungan-hubungan di antara mereka yang dilandasi oleh trust dan social norms. Koperasi ini dibentuk oleh para petani secara sukarela untuk memperoleh manfaat bersama melalui kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama melalui pengurusnya. Secara ringkas dapat diungkapkan bahwa modal sosial dengan elemenelemennya (trust, social norms, dan social networking) dapat memberikan peran sebagai berikut: (i) alat untuk mempersatukan anggota subak karena adanya solidaritas dan toleransi; (ii) alat mewujudkan demokratisasi di tingkat subak; dan (iii) membangun partisipasi petani dalam aktivitas subak termasuk agribisnis melalui koperasi subak.
126
5.6 Proses Pemberdayaan dalam Pengembangan Agribisnis di Subak
Sebelum pemerintah (BPTP Bali dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali) menginisiasi kegiatan agribisnis, Subak Guama dan Subak Selanbawak pada awalnya telah melakukan kegiatan ekonomis dalam skala yang relatif kecil dan sumber permodalannya adalah dari internal subak itu sendiri. Beberapa kegiatan ekonomis yang diselenggarakan pada Subak Guama dan Subak Selanbawak adalah simpan pinjam selain pengadaan sarana produksi padi melalui Koperasi Unit Desa Beringkit, di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Kegiatan simpan pinjam
yang dilakukan
sepenuhnya didasarkan
pada
kepercayaan antar anggota dan pengurus. Pinjaman kepada anggota subak disepakati melalui rapat-rapat subak mengenai batas maksimum besaran pinjaman, lama waktu pinjaman serta suku bunganya. Sementara itu, pengadaan sarana produksi padi melalui KUD Beringkit mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh pihak koperasi. Selain itu, di dalam internal subak juga telah dilakukan kesepakatan-kesepakatan terutama yang menyangkut varietas padi, pola dan jadwal tanam termasuk pengembaliannya. Pengadaan sarana produksi padi dilakukan dengan pengisian formulir Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) oleh masing-masing petani anggota subak, kemudian diketahui oleh kelihan subak dan disetujui oleh penyuluh pertanian. Sebelum pengisian formulir, para petani di masing-masing subak diundang untuk memperoleh penjelasan dari penyuluh pertanian terutama yang berkenaan dengan pilihan varietas dan penggunaan pupuk. Pada penyediaan sarana produksi padi ini, tidak ada penyuluhan secara spesifik mengenai orientasi ekonomis,
127
kecuali hanya untuk kebutuhan usahatani padi dalam satu musim tanam. Oleh karena itu, orientasinya adalah peningkatan produktivitas lahan dan tanaman padi melalui perbaikan teknologi budidaya tanaman padi. Sementara kegiatan pinjaman kepada anggota merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap bulan oleh kedua subak, yaitu saat sangkepan. Kegiatan utama adalah pengembalian pinjaman (pokok ditambah bunga, termasuk denda, kalau ada) dan dilanjutkan dengan pemberian pinjaman baru kepada petani lainnya.
5.6.1 Proses pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis di Subak Guama Kegiatan ekonomis di atas merupakan suatu embrio bagi subak-subak untuk dapat meningkatkan usahanya dalam skala yang lebih besar. BPTP Bali menjadikan Subak Guama sebagai pilot proyek dalam pengembangan agribisnis terpadu melalui subak, yaitu dengan menginisiasi pembentukan Kegiatan Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guama. Dalam upaya untuk menjamin keberlanjutan pengembangan agribisnis berbasis subak, dilakukan kegiatan pemberdayaan sejak awal secara intensif dan partisipatif. Pada tahap awal, BPTP menyampaikan rencana program pengembangan agribisnis melalui kegiatan temu koordinasi. Pada tanggal 23 Juli 2002, dilakukan temu koordinasi antara BPTP dengan tim pembina dari Dinas Pertanian baik di tingkat provinsi maupun kabupaten beserta dengan pengurus Subak Guama. Pada pertemuan ini dilakukan sosialisasi atau penjelasan program pengembangan agribisnis terutama yang berkenaan dengan aspek jenis kegiatan awal yaitu Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) atau Integrated Crop Management (ICM); Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) atau Crop Livestock System (CLS); dan
128
(iii) Kredit Usaha Mikro (KUM) yang didanai oleh pemerintah pusat (Departemen Pertanian) melalui BPTP Bali. Selain itu, disampaikan juga bahwa kegiatan pengembangan agribisnis ini memerlukan adanya wadah yaitu Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu di dalam Subak Guama. Pada saat pertemuan tersebut, disampaikan juga informasi pembentukan struktur kelompok dan hubungannya dengan subak sehingga kelompok ini akan menjadi embrio koperasi subak. Kelompok ini selanjutnya menjadi wadah penyalur Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan harus mengelolanya secara baik guna menjamin keberlanjutan kegiatan agribisnis di subak. Beberapa petani anggota subak memiliki pandangan bahwa bantuan yang diterima tersebut sebaiknya dibagi secara merata kepada seluruh petani dari pada diusahakan melalui kelompok. Kepemimpinan subak yang kuat dan bimbingan dari BPTP mampu meyakinkan anggota subak untuk melakukan kegiatan agribisnis melalui kelompok sehingga tidak perlu dilakukan adanya upaya untuk membagi bantuan tersebut. Setelah pertemuan tersebut, pengurus Subak Guama mengadakan pertemuan dengan anggotanya guna menindaklanjuti pembentukan kelompok dengan para pengurusnya. Anggota subak menyetujui rencana pembentukan kelompok dan menyerahkan
sepenuhnya
kepada
pengurus
untuk
penyelesaian
proses
pembentukan embrio koperasi. Struktur kepengurusannya adalah ketua, sekretaris dan bendahara. Pertemuan berikutnya dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2002 yang dihadiri oleh BPTP (sekaligus sebagai pendamping kegiatan), PPL Kecamatan Marga,
129
Pekaseh dan pengurus subak serta para kelihan tempek. Pada pertemuan ini, dibahas mengenai kesiapan Subak Guama melalui kelompok yang dibentuknya untuk menjalankan program pengembangan agribisnis. BPTP menyampaikan kembali informasi mengenai rencana kegiatan seperti tersebut di atas (PTT, SITT dan KUM). Secara lebih praktis, BPTP menunjukkan formulir-formulir yang harus diisi oleh petani anggota subak seperti RDKK (Rencana Definitif Kerja Kelompok)
untuk
pemanfaatan
sarana
produksi.
Para
kelihan
tempek
mendiseminasikan informasi ini kepada petani di masing-masing tempek dan didampingi oleh pengurus koperasi serta PPL. Melalui bimbingan PPL dan pendamping dari BPTP, para petani mengisi formulir RDKK untuk dijadikan dasar pendistribusian sarana produksi pada kegiatan PTT dan SITT. RDKK tersebut ditandatangani oleh petani dan disetujui oleh kelihan subak serta diketahui oleh PPL dimana cara ini sudah terbiasa dilakukan saat petani memperoleh sarana produksi dari KUD Beringkit. Pemantapan kegiatan pengembangan agribisnis di subak dilanjutkan pada pertemuan berikutnya yaitu pada tanggal 18 September 2002 yang dihadiri oleh BPTP, PPL, Pekaseh dan pengurus subak serta pengurus kelompok yang sudah dibentuk. Pada pertemuan ini, dibahas banyaknya kebutuhan sarana produksi untuk program PTT dan SITT pada Subak Guama, termasuk rencana tanam dan teknis distribusi sarana produksi. Selain itu, teknis pembuatan kandang sapi juga dijelaskan oleh BPTP dan rencana pengolahan jerami dan kompos. Pengelolaan kredit (KUM) juga dibahas dalam pertemuan tersebut terutama mengenai biaya administrasi kredit, suku bunga da batas waktu pengembaliannya. Pinjaman/kredit di koperasi telah disetujui dengan suku bunga 2 %/bulan dan
130
sifatnya menurun dengan jangka waktu sesuai dengan kebutuhan peminjam dan boleh diperpanjang. Peminjam ini dikenakan biaya administrasi sebesar 2 %. Sedangkan kredit untuk ternak sapi disepakati tingkat bunganya sebesar 1%/bulan sifatnya menetap untuk jangka waktu dua tahun tanpa biaya administrasi. Kelompok juga berencana menjalankan kegiatan tabungan dan deposito dengan suku bunga sebesar 1 %/bulan, dimana suku bunga ini akan menyesuaikan dengan suku bunga di bank pemerintah. Kesepakatan-kesepakatan ini selanjutnya disosialisasikan oleh masing-masing kelihan tempek bersama-sama dengan BPTP, PPL dan pengurus kelompok kepada anggotanya. Sosialisasi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada petani mengenai pengelolaan kelompok subak dalam pengembangan agribisnis. Pada implementasi kegiatan pengembangan agribisnis di tingkat subak, pemberdayaan dilakukan oleh BPTP dengan pola pendampingan, dimana petugas BPTP ditempatkan di lokasi untuk mendorong dan memberikan motivasi kepada subak baik pengurus maupun anggotanya. Beberapa kegiatan pokok yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Mengadakan Demonstration Plot (Demplot) untuk pengembangan tanaman padi yang diintegrasikan dengan ternak sapi. 2. Memberikan pendampingan dalam pembuatan kandang sapi. 3. Mengadakan pelatihan dan penyuluhan mengenai teknologi budidaya tanaman padi, pengembangan ternak sapi, pengolahan jerami dan kompos. 4. Mengadakan pelatihan-pelatihan manajemen dan keorganisasian yang mendukung pengembangan agribisnis. 5. Pelatihan-pelatihan mengenai usaha industri kecil bagi para wanita tani.
131
Kesepakatan-kesepakatan yang telah diambil pada pertemuan tersebut selanjutnya menjadi dasar yang kuat bagi Subak Guama untuk mengembangkan kelompoknya menjadi koperasi di tingkat subak. Pada tanggal 20 September 2002 dilakukan pertemuan lagi untuk penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Draft AD/ART ini sudah disiapkan oleh tim pendamping dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan
Koperasi Kabupaten
Tabanan. Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai pihak, di antaranya adalah Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan, Dinas Peternakan Kabupaten Tabanan, Kepala Desa (Desa Batannyuh, Desa Peken dan Desa Selanbawak), pendamping BPTP, pengurus Subak Guama dan kelompok, kelihan tempek dan anggota subak. Arahan-arahan dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan disampaikan berkenaan dengan teknis budidaya tanaman padi khususnya di lahan sawah yang diintegrasikan dengan ternak. Pemanfaatan pupuk agar tetap berimbang dan disertai dengan penggunaan pupuk organik atau kompos. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi memberikan penyuluhan mengenai peranan koperasi bagi pertanian dan kesejahteraan petani. Pada pertemuan ini sekaligus dilakukan penunjukan ketua, manajer dan pengurus lainnya yang sifatnya masih sementara. Subak Guama memiliki antusias yang tinggi untuk terbentuknya koperasi subak, dimana pengurus sementara dan pekaseh selanjutnya berinisiatif mengadakan pertemuan untuk pembentukan badan pengawas koperasi. Pertemuan tersebut diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 2002 yang dihadiri oleh tiga kepala desa, PPL, pengurus subak dan pengurus sementara koperasi. Pada saat itu, Kepala Desa Selanbawak dipilih sebagai ketua Badan Pengawas koperasi.
132
Secara teknis budidaya, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan memberikan bimbingan (penyuluhan dan pelatihan) kepada petani dalam implementasi program PTT dan SITT. Monitoring juga dilakukan oleh dinas untuk melihat dan memantau perkembangan program yang dilaksanakan, seperti yang dilakukan pada tanggal 27 November 2002. Pada tanggal 19 Desember 2002, pengurus koperasi bersama-sama dengan kelihan subak dan pengurusnya melakukan pertemuan dengan kepala desa dan PPL serta pendamping kegiatan dari BPTP. Pertemuan ini membahas aspek teknis penggunaan pupuk, pengembangan ternak, pembuatan kompos termasuk insentif distribusi pupuk ke petani. Pada tanggal 5 Mei 2003, pengurus sementara koperasi mengadakan pertemuan untuk pembentukan koperasi yang sekaligus menghadirkan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi. Penyuluhan mengenai koperasi dilakukan pada pertemuan tersebut termasuk berbagai persyaratan yang harus disiapkan untuk menjadikan koperasi yang berbadan hukum. Pada pertemuan ini, juga ditetapkan pengawas, pengurus, kedudukan dan nama koperasi serta AD/ART koperasi. Nama koperasi yang dibentuk adalah Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guama dengan status badan hukum, yaitu Nomor 22/ BH/DISKOP/VIII/2003 tertanggal 14 Agustus 2003. Beberapa kegiatan yang dilakukan setelah pembentukan koperasi adalah pertemuan untuk membahas kesepakatan-kesepakatan kontribusi koperasi kepada subak dan simpanan wajib serta simpanan pokok dari anggota. Pertemuan ini diselenggarakan pada tanggal 20 Mei 2003 yang dihadiri oleh pengurus subak dan
133
koperasi serta kepala desa. Koperasi yang terbentuk ini juga difasilitasi dan didorong untuk dapat melakukan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu seperti bank lokal, PT Pertani, PT PUSRI dan PT Pupuk Kaltim dalam rangka pengembangan jaringan kerjanya. Secara skematis, proses pengembangan agribisnis di Subak Guama dapat dilihat pada Gambar 5.11.
BPTP
koordinasi
Diperta, Bali Diperta, Tabanan
Program kegiatan agribisnis (PTT, SITT dan KUM
Subak Rapat pengurus Rapat anggota Embrio koperasi Rapat pengurus embrio koperasi Rapat anggota Penyuluhan dan pelatihan
Persiapan pembntukan koperasi
Dinas Perindagkop, Tabanan
KUAT
Gambar 5.11 Proses pengembangan agribisnis pada Subak Guama Keterangan: PTT : Pengelolaan Tanaman Terpadu SITT : Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak KUM : Kredit Usaha Mandiri
134
5.3.2 Proses pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis di Subak Selanbawak Pengembangan kegiatan ekonomis di Subak Selanbawak sangat berbeda dengan yang telah dilakukan di Subak Guama. Inisiasi pengembangan agribisnis pada Subak Selanbawak tidak dilakukan secara intensif. Pada tahun 2001, pemerintah melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali memberikan bantuan kepada Subak Selanbawak melalui program BLM yang besarnya adalah Rp 75.000.000. Pemberian BLM ini didasarkan pada performa Subak Selanbawak yang cukup baik karena telah memperoleh penghargaan sebagai juara dalam lomba subak. Pada awalnya, pengurus subak diberikan informasi tentang rencana pemberian BLM oleh pemerintah Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali bersamasama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan. Tujuan utama pemberian bantuan tersebut adalah membantu subak untuk mengembangkan kegiatan ekonomis, khususnya penyediaan sarana produksi padi yang selanjutnya diharapkan mampu mengembangkan kegiatan usaha agribisnis di tingkat subak. Pengurus subak mengundang anggotanya untuk menyampaikan program yang akan diterima dari pemerintah. Pada pertemuan ini, hanya petugas pertanian dari tingkat kecamatan (Marga) yang ikut hadir mendampingi pengurus subak dan ikut memberikan arahan-arahan kepada petani. Para petani anggota hanya merasakan senang memperoleh bantuan tunai dari pemerintah dan dapat digunakan sebagai tambahan kas subak untuk kegiatan pertanian, khususnya tanaman padi. Proses pemberdayaan dalam pengembangan agribisnis pada Subak Selanbawak dapat dilihat pada Gambar 5.12.
135
Diperta, Bali
Diperta, Tabanan
Pengembangan usaha agribisnis
PPL Kecamatan
Subak Rapat pengurus Rapat anggota Embrio koperasi
Gambar 5.12 Proses pengembangan agribisnis pada Subak Guama
Berbeda halnya dengan di Subak Guama, pengembangan agribisnis di Subak Selanbawak tidak disertai dengan kegiatan-kegiatan pelatihan baik mengenai aspek teknis (budidaya tanaman dan ternak) maupun non-teknis (manajemen, organisasi, dan bisnis) dari pemerintah. Pengurus subak bersepakat secara mandiri mengelola bantuan uang tunai yang diperoleh dan dan hanya dimanfaatkan untuk kegiatan penyediaan sarana produksi padi bagi petani anggota. Penyediaan peralatan dan mesin pertanian termasuk dengan kegiatan bisnis lainnya seperti pengolahan dan pemasaran belum dapat dilaksanakan oleh subak. Keinginan subak untuk mengembangkan kegiatan agribisnis telah muncul tetapi masih terkendala oleh kemampuan finansial subak. Secara umum dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan subak dalam pengembangan
agribisnis
merupakan
salah
satu
cara
untuk
menjamin
keberlanjutan kegiatan agribisnis di tingkat subak. Pendampingan oleh BPTP
136
khususnya pada Subak Guama memberikan kontribusi yang signifikan untuk mendorong dan memotivasi petani dan subak serta koperasi tani (KUAT) untuk semakin meningkatkan perannya dalam pengembangan agribisnis. Kegiatan pemberdayaan di subak, khususnya pada Subak
Guama yang
dilakukan oleh BPTP dan pemerintah setempat diarahkan untuk mewujudkan sustainable development
dalam pengembangan agribisnisnya. Pemberdayaan
melalui pendampingan dengan melibatkan peran serta aktif dari pengurus dan anggota baik subak maupun koperasi menjadi suatu prasyarat sangat penting sebagai bagian dari kegiatan fasilitasi.
Melalui upaya pemberdayaan, para
pengurus dan anggota didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal dalam pengembangan agribisnis di tingkat subak. Memperhatikan kondisi di atas, pendampingan yang dilakukan oleh pemerintah khususnya dalam pengembangan agribisnis di Subak Guama mencakup beberapa kegiatan pokok, di antaranya adalah sebagai berikut: (i) memotivasi pengurus dan anggota subak dan koperasi; (ii) meningkatkan pemahaman dan keterampilan atau kapasitas subak dan koperasi; (iii) memobilisasi sumber daya; dan (iv) mengembangkan jaringan kerja. Kegiatan memotivasi diarahkan kepada pengurus dan anggota subak dan koperasi agar mereka terdorong untuk dapat melibatkan diri secara aktif dan langsung sebagai pelaku utama di dalam proses pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah. yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan menggunakan kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya.
137
Meningkatkan pemahaman dan keterampilan atau kapasitas subak dan koperasi dilakukan melalui pendekatan partisipatif yaitu disesuaikan dengan kebutuhan subak dan koperasi dalam pengembangan agribisnis. Pemahaman mengenai sistem agribisnis yang berbasis modal sosial menjadi bagian yang penting dalam pengembangan agribisnis di tingkat subak karena kepercayaan antara petani dan pengurus, norma sosial serta hubungan-hubungan sosial telah terbentuk sejak lama di dalam subak. Pengembangan jaringan kerja yang dilakukan di dalam pengembangan agribisnis di tingkat subak adalah berupa kemitraan usaha antara koperasi (KUAT) dengan pihak-pihak luar seperti PT Pertani, Bank dan perusahaan distributor pupuk, seperti PT PUSRI dan PT Pupuk Kaltim. Mobilisasi sumber daya di tingkat subak untuk kegiatan agribisnis dilakukan secara sinergis antara pengurus subak dengan pengurus koperasi. Masing-masing lembaga ini memiliki norma-norma (anggaran dasar/anggaran rumah tangga) yang mengatur pola kegiatan para anggota dan pengurusnya. Mobilisasi sunber daya manusia, fisik termasuk finansial dilakukan dengan tujuan pokok untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Sementara itu, kegiatan pedampingan tidak dilakukan pada pengembangan agribisnis di Subak Selanbawak. Pemberian bantuan yaitu uang tunai tidak disertai dengan kegiatan fasilitasi kecuali hanya arahan-arahan pemanfaatan bantuan tersebut oleh petugas pemerintah. Pengembangan agribisnis di Subak Selanbawak tidak berkembang secara baik seperti yang terdapat di Subak Guama, yaitu hanya terbatas pada kegiatan penyediaan sarana produksi padi.
138
Pengalaman di Subak Guama menunjukkan bahwa strategi pendampingan adalah sangat efektif dalam proses pemberdayaan masyarakat tani karena mampu meningkatkan kapasitas mereka untuk berkembang dalam pemenuhan kebutuhan yang berkenaan dengan kegiatan agribisnis di tingkat subak. Sejalan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No 50 tahun 2001 tentang Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air, pemberdayaan subak dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan peranannya sebagai suatu lembaga yang mampu mengelola irigasi secara mandiri, melakukan kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan usahatani anggotanya dan kerjasama dengan pihak lain berdasarkan potensi yang dimiliki.
Pada penelitian ini, pengembangan agribisnis pada sistem subak dilakukan dengan pendekatan komunitas lokal dengan sasaran keefektifan dan keberlanjutan implementasi program. Kondisi ini terindikasi dari pemberdayaan ekonomis diselenggarakan melalui pembentukan usaha pengembangan agribisnis yaitu koperasi tani dengan tetap melestarikan pengelolaan irigasi melalui sistem subak. Pengembangan agribisnis di subak mendorong subak untuk melakukan penyesuaian kelembagaan, khususnya pada struktur dan auran-aturan atau norma yang berkenaan dengan kegiatan agribisnisnya.
5.7 Penyesuaian Kelembagaan Subak dalam Pengembangan Agribisnis Subak pada awalnya merupakan suatu organisasi pengelola air irigasi yang bersifat sosial-agraris dan religious dengan filosofinya yaitu tri hita karana. Aspek sosial budaya pertanian menjadi suatu hal yang sangat dominan dalam sistem irigasi subak, sementara itu tuntutan kebutuhan para petani termasuk subak semakin kompleks terutama yang berkenaan dengan aspek ekonomis.
139
Berdasarkan pada pengelolaan irigasi dan mewujudnyatakan ketentuan peraturan dan perundangan seperti Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2006 tentang Irigasi, maka dalam penguatan kelembagaan irigasi yaitu P3A termasuk subak diarahkan pada kemampuan di bidang fisik pengelolaan irigasi, kelembagaan dan sekaligus kemampuan ekonominya. Ini berarti bahwa diperlukan adanya penyesuaian kelembagaan pada subak khususnya untuk dapat mengembangkan kegiatan ekonomis, seperti agribisnis. Secara lebih rinci, pemberdayaan P3A termasuk subak berdasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 50 Tahun 2001 tentang Pedoman Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air telah tertuang
dalam pasal 21, yaitu sebagai berikut:
(1) Pemberdayaan P3A, GP3A, dan IP3A agar berperan sebagai lembaga yang mampu mengelola irigasi secara mandiri, melakukan kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan usahatani anggotanya dan kerjasama dengan pihak lain berdasarkan potensi yang dimiliki; (2) Pemberdayaan di bidang usaha ekonomi yang berkaitan dengan usahatani meliputi budidaya tanaman bernilai ekonomi tinggi, perikanan, peternakan, penyediaan sarana produksi pertanian, jasa alat mesin pertanian, jasa pekerjaan konstruksi jaringan irigasi, pengolahan hasil, dan pemasaran; (3) P3A, GP3A, dan IP3A dapat membentuk suatu usaha ekonomi atau agribisnis, dengan tetap melestarikan pengelolaan irigasi.
Pada Subak Guama, kelembagaan subak sudah mengalami penyesuaian seiring dengan pengembangan agribisnis yang dijalankannya sejak tahun 2002 yang sesuai dengan ketentuan awig-awig subak pada Palet 5 indik Pedruweyan Subak, Pawos 17 (2) yang berbunyi “Mungguwing padruweyan munjuk lungsur sakeng (e) utsaha-utsaha subak sane sewosan”
140
(artinya: Bagian 5 tentang Kepemilikan Subak, Pasal 17 (2) yang berbunyi adapun kepemilikan subak diperoleh dari (e) usaha-usaha subak yang lainnya). Secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada Subak Selanbawak, penyesuaian kelembagaan yang dilakukan belum selengkap seperti di Subak Guama. Dalam pengembangan agribisnis di tingkat subak, Subak Guama memiliki struktur kelembagaan yang diperluas sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan kegiatan agribisnis tersebut. Selain itu, penyesuaian kelembagaan ini juga dilakukan untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan tentang koperasi. Kegiatan agribisnis di Subak Guama dijalankan melalui suatu unit koperasi yang dibentuk di bawah naungan subak. Secara skematis, penyesuaian kelembagaan pada Subak Guama dapat dilihat pada Gambar 5.13.
141
Rapat Anggota
Pengawas Pekaseh Ketua Koperasi
Sekretaris
Manajer
Bendahara Akuntansi
Unit Usaha Saprodi
Kelian Tempek
Bendahara
Unit Usaha Simpan pinjam
Unit Usaha Ternak
Juru arah
Anggota subak
Gambar 5.13 Penyesuaian kelembagaan Subak Guama Keterangan: ----------- : Garis koordinasi/konsultasi _______ : Garis komando Kelihan subak merangkap jabatan sebagai ketua pengawas
Unit Usaha Jasa Alsintan
142
Dalam penyesuaian kelembagaan ini, posisi pekaseh atau kelihan subak masih tetap memiliki peran yang sangat sentral karena sekaligus atau merangkap sebagai pengurus koperasi yaitu ketua. Ketua bekerjasama dengan pengawas yang ditunjuk dalam penyelenggaraan kegiatan koperasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembentukan koperasi KUAT masih tetap berada di bawah payung subak. Pemilihan pengurus termasuk manajer dilakukan secara musyawarah di dalam rapat subak dan koperasi. Sedangkan untuk bagian-bagian akuntansi, bendahara dan unit-unit usaha ditentukan oleh manajer tetapi dengan persetujuan dari pengurus koperasi yang di dalamnya termasuk pekaseh juga. Selayaknya koperasi lain yang ada di Indonesia, dalam penyesuaian kelembagaan koperasi subak dibentuk juga posisi manager yang memiliki tugas-tugas dan fungsi yang berkenaan dengan pengembangan agribisnis. Adapun, tugas-tugas seorang manajer di KUAT Subak Guama adalah sebagai berikut. 1. Melakukan koordinasi terhadap jalannya usaha agribisnis di tingkat subak. 2. Mengadakan evaluasi secara berkala terhadap kinerja karyawannya berkenaan dengan tugas-tugas pokoknya. 3. Melaporkan perkembangan usaha kepada pengurus koperasi sesuai dengan hasil evaluasi dan menindaklanjuti serta menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. 4. Menciptakan dan mengembangkan ide-ide baru untuk kemajuan usaha agribisnis koperasi.
143
5. Mengadakan kerjasama dengan pihak-pihak lain sepeeti pemerintah dan swasta. 6. Menyusun perencanaan usaha bisnis (business plan) setiap tahun. 7. Mengambil langkah-langkah peventif jika terjadi hal-hal yang merugikan usaha dan selalu mempertimbangkan kondisi di masing-masing unit usaha. 8. Memberikan motivasi kepada karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerja. 9. Mengajukan usulan peningkatan kesejahteraan karyawan kepada pengurus koperasi. 10. Mempertanggungjawabkan kegiatann usaha bisnis kepada pengurus menjelang RAT setiap tahun. Bagian akuntasi memiliki tugas yang sangat penting dalam kegiatan bisnis di koperasi yang berkenaan dengan aliran uang (cash flow), dimana tugas-tugas pokoknya adalah sebagai berikut: 1. melakukan pencatatan terhadap setiap transaksi kredit dan tunai serta tagihan dari pihak-pihak tertentu termasuk anggota; 2. melakukan pemeriksaan dan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen pembayaran; 3. memposting kode input ke dalam sistem akuntansi; 4. memberikan kode perkiraan sebagai input data pada sistem komputer; 5. selalu meminta persetujuan kepada manager; dan 6. menyiapkan laporan keuangan secara periodik kepada manager dan instansi terkait sebagai laporan kemajuan usaha.
144
Bagian bendahara koperasi merupakan satu unit yang memiliki peran dalam pengelolaan keuangan yang erat kaitannya juga dengan bagian akuntansi. Sebagai pengelola keuangan, tugas-tugas pokoknya adalah sebagai berikut: 1. membuat bukti pembayaran dari dan untuk pelanggan atau anggota; 2. membuat kode input akuntansi bersama-sama dengan bagian akuntansi; 3. menyetorkan hasil pembayaran atau penjualan ke bank; 4. membuat laporan posisi keuangan baik harian maupun mingguan; 5. menyimpan bukti setor dan bukti pembayaran; 6. membantu manajer dalam kebutuhan dana operasional; dan 7.
membukukan seluruh transaksi ke dalam sistem akuntansi.
Pada Subak Selanbawak, penyesuaian kelembagaan masih relatif sederhana jika dibandingkan dengan Subak Guama. Belum dibentuk manajer dalam pengelolaan usaha bisnis melalui embrio koperasinya. Hanya seorang ketua yang ditunjuk oleh para anggota subak melalui rapat subak. Adapun struktur penyesuaian kelembagaan Subak Selanbawak dapat dilihat pada Gambar 5.14.
145
Rapat Anggota Pengawas Pekaseh
Ketua embrio koperasi
Sekretaris Bendahara Sekretaris
Kelian Tempek
Juru arah
Anggota subak
Gambar 5.14 Penyesuaian kelembagaan Subak Selanbawak Keterangan: ----------- : Garis koordinasi/konsultasi _______ : Garis komando Pekaseh menjadi pengawas pada embrio koperasi
Bendahara
146
Penyesuaian kelembagaan yang dilakukan di kedua subak merupakan upaya untuk mengembangkan kegiatan agribisnis dan masih berada dibawah naungan lembaga subak. Menurut subak, terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh dengan membentuk lembaga baru di dalam subak, di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Anggota dapat dengan mudah untuk mendapatkan sarana produksi baik secara kelompok maupun individu. 2. Anggota dengan mudah untuk memperoleh kredit. 3. Subak dengan mudah mengatur kewajiban anggota karena adanya awig-awig subak yang disertakan dalam pengelolaan ekonomis. 4. Keuntungan dari kegiatan ekonomis subak dapat menjadi bagian dari keuntungan individu anggota juga. 5. Memudahkan untuk mendapatkan akses modal dari luar. 6. Memudahkan akses informasi. Sarana produksi khususnya untuk tanaman padi yang dibutuhkan oleh para petani anggota subak yang juga sekaligus sebagai anggota koperasi dapat ditentukan secara bersama-sama melalui rapat subak sebelum musim tanam padi berlangsung. Kebutuhan terhadap sarana produksi baik dari aspek jenis, jumlah dan waktu sudah dapat ditentukan secara bersama-sama oleh subak. Di antara para petani dan pengurus subak sudah saling mengetahui luas sawah yang dikerjakan untuk tanaman padi. Oleh karena itu, para petani tidak mengalami keterlambatan dalam penyediaan sarana produksi. Seluruh petani melalui koordinasi kelihan subak diminta untuk mengisi form isian mengenai sarana produksi yang dibutuhkan. Pada pembahasan tersebut
147
dihadiri juga oleh PPL setempat. Kehadiran PPL sangat diperlukan untuk membantu dalam pemberian informasi mengenai teknologi budidaya tanaman padi yang berkaitan dengan penggunaan sarana produksinya. Pendistribusian sarana produksi padi di Subak Guama dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1. Langsung dibawakan ke lokasi sawah atau rumah petani koperasi. 2. Dibawa ke satu tempat di masing-masing tempek. 3. Langsung diambil di koperasi oleh petani dengan menunjukan RDKKnya. Sedangkan pada Subak Selanbawak, sarana produksi padi didistribusikan oleh Koperasi Unit Desa Beringkit ke subak melalui pengelolaan koperasinya dan selanjutnya para petani mengambilnya di Bale Subak Selanbawak. Koordinasi dilakukan antara pihak KUD dengan koperasi subak bersama-sama dengan kelihan subak. Selain itu, petani secara individual dapat memperoleh sarana produksi lainnya selain yang sudah diusulkan melalui form isian tersebut. Pada Subak Guama, koperasinya juga menyediakan berbagai sarana dan prasarana produksi pertanian dan ternak serta peralatan pertanian Koperasi di Subak Guama juga dibolehkan untuk melakukan layanan transaksi dengan pihak lain yang bukan anggota subak, seperti penjualan sarana produksi dan juga pemberian kredit. Sementara itu, di Subak Selanbawak belum memiliki toko seperti yang ada di Subak Guama, sehingga kegiatan-kegiatan ekonomisnya hanya terbatas pada penyediaan sarana produksi selain pemberian kredit khusus untuk petani anggotanya.
148
Di Subak Guama, penyesuaian kelembagaan subak dalam pengembangan agribisnis berbasis subak menunjukkan hasil yang positif dilihat dari pengelolaan keuangannya. Pada tahun 2012, modal usaha KUAT Subak Guama (yang diperoleh melalui BLM) cukup besar yang mencakup berbagai jenis usaha seperti crops livestock system, integrated crops management, kredit usaha mandiri selain adanya tabungan dan deposito seperti yang telah diuraikan di bagian terdahulu. Berdasarkan pada kondisi di atas, penyesuaian kelembagaan subak berkenaan dengan pengembangan agribisnis yang berbasis subak dengan modal sosialnya telah memberikan beberapa manfaat di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Menjamin adanya kegiatan kolektif dalam kegiatan bisnis pertanian, seperti penyediaan sarana produksi, pengelolaan parasarana, kredit termasuk pengolahan dan pemasaran. 2. Memberikan tambahan pendapatan yang signifikan terhadap subak sehingga mampu mengurangi beban ekonomis anggota untuk kegiatan-kegiatan subak. 3. Menjadikan subak semakin mandiri dalam pengembangan agribisnis dan tetap berbasiskan nilai-nilai sosial budaya atau modal sosial yang dimilikinya
Kegiatan agribisnis pada sistem subak melalui pembentukan unit koperasi di dalamnya seperti diungkapkan di atas menjadi bagian yang sangat penting dalam mewujudkan pengelolaan irigasi pada tingkat Perkumpulan Petani Pemakai Air yang berdimensi pemberdayaan, yaitu dengan melakukan penyesuaian kelembagaan (Rachman, 2009).
149
5.8 Kekuatan dan Kelemahan Subak dalam Pengembangan Agribisnis
5.8.1 Kekuatan subak Pengembangan agribisnis di Subak Guama melalui Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu dan Subak Selanbawak melalui embrio koperasi didorong oleh adanya beberapa faktor yang melekat dalam subak itu sendiri terutama yang berkenaan dengan sosial kapital. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut: (i) ikatan antar petani anggota subak; (ii) ikatan antara petani sebagai anggota subak dengan pengurusnya; (iii) awig-awig subak; (iv) nilai religius di subak.
5.8.1.1 Ikatan antar petani Hasil penelitian terhadap sampel ditemukan bahwa terdapat ikatan antar petani yang kuat di dalam penyelenggaraan aktivitas pertanian, irigasi, ritual dan juga ekonomis. Ikatan antar dalam kegiatan pertanian ditunjukkan dengan adanya interaksi di antara para petani yang diawali dari menjelang musim tanam padi sampai dengan panen dan kemudian musim tanam berikutnya baik padi maupun palawija. Interaksi sosial yang dilakukan mereka adalah berkenaan dengan pemilihan jenis atau varietas tanaman padi yang akan diusahakan; persiapanpersiapan pengolahan lahan dan persemaian, jadwal dan pola tanam dan pengendalian hama dan penyakit. Ikatan antara petani melalui kegiatan interaksi secara formal dilakukan pada sangkepan dan paruman subak. Di kedua subak, paruman dilakukan sesuai dengan kebutuhan atau kepentingan yang akan dibahas dan bahkan melibatkan pihak luar, seperti dari BPTP dan Dinas Pertanian baik di tingkat kabupaten maupun provinsi.
150
Pada kegiatan pertanian ini, ikatan di antara para petani di kedua subak terjadi dalam suatu bentuk proses berinteraksi yang telah biasa dilakukan sebagai anggota masyarakat baik di banjar maupun di desa untuk kegiatan di luar sektor pertanian. Kuatnya ikatan dalam proses interaksi sosial ini merupakan salah satu indikasi bahwa terdapat rasa saling percaya di antara para petani anggota di kedua subak. Ini berarti bahwa dengan adanya ikatan antar anggota yang kuat dan didasari oleh saling percaya dapat menumbuhkan kegiatan kolektif yang semakin kuat di dalam subak. Misalnya dalam upaya untuk bekerja bersama-sama untuk memecahkan masalah yang berkenaan dengan akses informasi, kredit termasuk penyediaan sarana produksi pertanian dan lain sebagainya. Temuan ini juga secara kualitatif ditemukan oleh Woolcock dan Narayan (2000) dimana ikatan yang kuat antar anggota dalam suatu kelompok (misalnya subak) membangkitkan adanya kegiatan kolektif sebagai hasil dari dinamisasi sosial kapital di dalam suatu kelompok masyarakat. Ikatan antar petani dalam aspek irigasi sangat nyata ditunjukan dengan adanya kegiatan gotong royong untuk membersihkan saluran irigasi sebelum memulai penanaman di kedua subak. Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama baik di tingkat tempek maupun subak. Bahkan saat diperlukan, para petani harus berkontribusi material atau uang tunai untuk perbaikan-perbaikan saluran dan bangunan irigasi di wilayah subaknya. Pada kegiatan irigasi ini juga dilakukan adanya sistem saling meminjam air terutama pada saat musim kemarau. Pemberian pinjaman air kepada petani yang lain menunjukkan adanya saling ketergantungan di antara mereka dan saling percaya bahwa pada saat tertentu petani peminjam akan memberikan pinjaman
151
airnya juga kepada petani lainnya. Saling meminjam air irigasi ini juga merupakan salah satu bagian dari pegejawantahan konsep paras paros sarpanaya salunglung sabayantaka. Pengaturan pengelolaan air (distribusi dan alokasi) juga didasarkan pada kesepakatan antar petani melalui suatu musyawarah dalam rapat subak. Keteraturan dan harmonisasi pengelolaan air irigasi di Subak Guama dan Subak Selanbawak turut memberikan dukungan terhadap pengembangan agribisnis padi yang dijalankan melalui KUAT Subak Guama dan embrio koperasi di Subak Selanbawak. Ikatan antar petani yang menonjol pada Subak Guama dan Subak Selanbawak adalah saat diselenggarakan kegiatan ritual di tingkat subak. Beberapa upacara keagamaan di tingkat subak adalah magpag toya yang diadakan pada setiap bulan Oktober di Pura Ulun Empelan, dan juga di Pura Bedugul. Pada kegiatan ritual ini, ikatan antar petani juga disertai dengan adanya ikatan antar istri petani yang dimulai dari persiapan-persiapan penyelenggaraan upacara ritual sampai dengan selesainya kegiatan upacara di pura subak.
5.8.1.2 Ikatan antara petani dengan pengurus subak Pada penelitian ini, ikatan yang dimaksudkan adalah adanya interaksi sosial antara para petai baik sebagai anggota subak maupun koperasi dengan pengurus subak dan koperasinya juga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat ikatan yang kuat antara petani dengan pengurus subak dan koperasi di kedua subak. Kondisi ini ditunjukkan oleh adanya kegiatan-kegiatan pertanian, irigasi dan religius serta ekonomis yang dikoordinasikan oleh para pengurus dapat dijalankan secara baik.
152
Di atas telah disebutkan bahwa pada kegiatan pertanian seperti penggunaan varietas padi yang akan diusahakan oleh para petani selalu dipatuhi setelah diputuskan melalui rapat subak yang dipimpin oleh pengurus subak dan didampingi oleh PPL. Demikian juga halnya pada kegiatan irigasi, koordinasi dilakukan oleh pengurus subak baik di tingkat subak maupun di tingkat tempek. Informasi yang disampaikan oleh pengurus kepada para petani dapat dilakukan secara berjenjang dan secara langsung. Di kedua subak, informasi yang berjenjang biasanya dilakukan oleh pengurus di tingkat subak melalui pengurus di tingkat tempek. Pada kegiatan ritual, terdapat ikatan yang kuat antara petani dengan pengurus seperti halnya ikatan yang terjadi antar petani. Pengurus bersama-sama dengan pemangku mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan keagamaan mulai dari persiapan sampai berakhirnya seluruh rangkaian kegiatan ritual di tingkat subak. Ikatan antara petani dengan pengurus subak pada kegiatan ritual ini lebih didasarkan pada nilai-nilai spiritual yang telah melekat sebagai umat yang beragama Hindu. Salah satu indikasi yang terlihat pada Subak Guama dan Subak Selanbawak adalah para petani sejak awal dilibatkan dalam penentuan anggaran biaya untuk upacara keagamaan, rencana pelaksanaan ritual, dan lain sebagainya. Pada saat upacara Ngusaba
musim tanam tahun 2012, para petani dibawah
koordinasi pengurus subak menyiapkan pebantenan melalui rapat-rapat subak. Ikatan antara petani dengan pengurus koperasi juga terlihat kuat terutama dalam penyediaan sarana produksi pertanian (benih, pupuk, pestisida) dan ternak dan layanan ekonomis lainnya dari koperasi. Para petani diberikan bimbingan oleh pengurus koperasi dalam pengisian RDKK saat menyusun amprahan kredit
153
usahatani untuk tanaman padinya. Pada kegiatan ini, para petani dan pengurus subak juga didampingi oleh PPL. Hubungan baik antara para petani dengan pengurus koperasi juga terlihat pada saat adanya pembagian sisa hasil usaha koperasi setiap tahun setelah disetujuinya Rapat Anggota Tahunan koperasi. Pada Subak Selanbawak, belum diterapkan sistem Sisa Hasil Usaha karena koperasi yang dibentuknya belum memiliki status badan hukum. Pengurus koperasi dan pengurus subak hanya menyampaikan laporannya secara periodik kepada seluruh anggotanya dalam setiap sangkepan subak. Ikatan-ikatan di antara petani dan juga dengan pengurus subak maupun koperasi dilandasi oleh adanya rasa saling percaya (mutual trust). Trust tersebut dipandang sebagai rasa saling mempercayai antar individu dan juga antar kelompok di dalam suatu masyarakat seperti subak dan koperasi yang dibangun oleh norma-norma yang terdapat di dalamnya (Woolcock, 1998).
5.8.1.3 Awig-awig Awig-awig merupakan suatu produk hukum dari suatu organisasi tradisional di Bali, seperti subak yang dibuat secara musyawarah mufakat oleh seluruh anggotanya berdasarkan rasa keadilan dan rasa kepatutan yang hidup dalam masyarakatnya
dan
diberlakukan
sebagai
pedoman
bertingkah
laku untuk menciptakan keharmonisan. Awig-awig ini sebenarnya merupakan anggaran dasar subak dan sebagai anggaran rumah tangganya adalah berupa perarem. Pada kedua subak, awig-awignya telah dicatatkan pada Kantor Pengadilan Negeri Tabanan sebagai bagian dari pengakuan status badan hukum
154
oleh pemerintah. Berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 42 tahun 1992 disebutkan bahwa apabila anggaran dasar Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) atau subak telah didaftarkan di Kantor Pengadilan Negeri setempat maka P3A tersebut telah memiliki status berbadan hukum. Adanya awig-awig ini yang juga merupakan norma-norma subak menjadi salah satu faktor yang sangat kuat bagi petani termasuk pengurus subak untuk bertingkah laku dalam berinteraksi pada kedua subak karena di dalamnya telah dituangkan juga berbagai sanksi bagi para pelanggarnya. Secara garis besar, awigawig Subak Guama dan Subak Selanbawak memuat beberapa ketentuan di antaranya adalah distribusi dan alokasi air irigasi, pola dan jadwal tanam, hak dan kewajiban anggota dan pengurus, pengelolaan keuangan termasuk usaha-usaha ekonomis, keanggotaan, kepengurusan dan juga sanksi-sanksi. Ikatan di antara sesama petani dan juga antara petani dengan pengurus subak seperti yang telah disebutkan di atas juga didasarkan pada aturan-aturan yang telah mereka sepakati dan tuangkan di dalam awig-awignya. Salah satu contohnya adalah pembagian air dan alokasi air irigasi untuk masing-masing tempek dan masing-masing petani sudah diatur sedemikian rupa dan telah diterima oleh seluruh petani. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk alokasi air tidak semata-mata didasarkan pada aspek teknis tetapi juga aspek sosial yang berkenaan dengan sistem ayahan. Dalam kaitannya dengan alokasi air ini, hasil penelitian bahwa rasa saling percaya di antara petani sangat terlihat karena ada petani yang memperoleh alokasi air yang lebih besar dibandingkan dengan petani lainnya yang luas lahan sawahnya lebih besar. Hal ini disebabkan karena pembagian airnya tidak
155
sepenuhnya didasarkan pada perhitungan teknis tetapi juga pertimbangan social atau dikenal dengan sistem ayahan. Tidak ada rasa iri yang ditunjukan oleh petani yang memperoleh alokasi air lebih kecil kepada petani lainnya yang memperoleh air lebih besar. Aturan yang ditetapkan pada kedua subak adalah didasarkan pada hak dan kewajiban. Artinya bahwa petani yang memperoleh hak atas air lebih besar maka kewajiban ayahannya juga lebih besar. Di Subak Guama misalnya, hasil penelitian Yadnya (2009) menjelaskan bahwa awig-awig Subak Guama telah menjadi pedoman bagi para petani untuk menanam varietas Padi yaitu IR 64 pada penanaman musim hujan 2009 sesuai dengan kesepakatannya. Selain itu, para petani selalu melakukan kewajibannya untuk melunasi kredit atau pinjaman guna menghindari sanksi yang telah ditetapkan di dalam awig-awig subak. Sanksi moral pada awig-awig Subak Guama juga sangat memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan kegiatan di subak sehingga tetap terjamin pola interaksi antar petani yang harmoni. Kekuatan awig-awig di Subak Guama telah mampu menjadi pedoman bagi anggota subak dan pengurusnya di dalam membentuk koperasi untuk menyelenggarakan kegiatan agribisnis. Di Subak Selanbawak, awig-awignya juga telah mengatur penggunaan varietas tanaman padi yang akan diusahakan pada musim tertentu. Pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan akan dikenakan sanksi oleh subak. Kuatnya sanksi yang dirasakan menyebabkan hingga saat penelitian ini tidak pernah ditemukan adanya petani yang melanggarnya. Adanya norma sosial atau aturan-aturan di dalam kedua subak dan koperasi telah menjadikan pedoman bagi anggotanya untuk menghindari perilaku
156
yang menyimpang dari kebiasaan pola tingkah laku mereka. Norma sosial, yaitu awig-awig dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga koperasi menjadi salah satu unsur modal sosial yang signifikan dan tetap merangsang keberlangsungan kohesifitas sosial yang hidup (Supriono, dkk., 2010).
5.8.1.4 Nilai Religius Hindu Salah satu ciri yang menonjol pada subak dibandingkan dengan organisasi organisasi pengelola air irigasi di luar Bali adalah adanya nilai-nilai religius Hindu yang tinggi. Nilai religius di Subak Guama dan Subak Selanbawak ditunjukkan adanya kegiatan ritual pada seluruh rangkaian kegiatan pertanian dan irigasi di tingkat subak. Pada awal musim tanam, misalnya, subak melakukan kegiatan ritual penjemputan air dengan harapan air yang dimanfaatkan untuk usahatani tersedia secara cukup dan memberikan manfaat dalam peningkatan produktivitas lahan dan tanaman. Nilai-nilai religius lainnya yang sering ditunjukkan pada Subak Guama adalah adanya persembahan atau sesajen/banten pada saat memulai acara rapatrapat subak. Sangat banyak ditemukan nilai-nilai religius di tingkat subak, di antaranya adalah menghaturkan sesajen saat persemaian, pengolahan tanah, pananaman, umur padi berumur 42 hari sampai pada panen, seperti telah disebutkan di atas. Nilai-nilai religius yang ditemukan di kedua subak adalah adanya rasa bersyukur kepada Tuhan yang Mahaesa atas ketersediaan air dan hasil panen yang baik, nilai-nilai
yadnya di dalam setiap beraktivitas yang berkaitan dengan
pertanian, irigasi dan ekonomis. Bagi Subak Guama dan Subak Selanbawak, nilai
157
religius yang ditunjukkan adalah bagian dari perwujudan filosofi subak yaitu tri hita karana untuk menjaga keharmonisan melalui hubungannya dengan Tuhan, hubungannya
dengan
sesama
petani
dan
hubungannya
dengan
alam.
Penyelenggaraan kegiatan- kegiatan ritual subak memberikan indikasi bahwa para petani di Subak Guama sangat ”berserah” kepada Tuhan yang Mahaesa di dalam pengelolaan usahataninya. Bahkan dalam penerapan aturan-aturan di persubakan, nilai religius ini juga digunakan sebagai pedoman bagi para petani, seperti melakukan sumpah di Pura Subak. Dengan adanya aturan ini, para petani di Subak Guama dan Subak Selanbawak sangat menghindari terjadinya pelanggaran yang bermuara ke Pura Subak untuk persumpahan. Ini berarti bahwa nilai religius menjadikan awig-awig subak kekuatan spiritual yang tidak berani untuk dilanggar oleh setiap petani termasuk pengurus subak. Nilai lainnya yang sangat menonjol adalah karmapala, dimana nilai ini menjadi pegangan yang yang sangat bagi petani di dalam aktivitas antar petani dan juga dengan pengurus subak maupun koperasi karena merupakan salah satu komponen Panca Srada. Adanya nilai karma pala, para petani anggota merasa takut untuk berbuat yang kurang baik terhadap sesamanya, seperti merugikan, membohongi, membahayakan dan hal-hal yang buruk lainnya. Dalam hubungannya dengan pengembangan agribisnis, nilai religius yang telah ada menjadi suatu kekuatan bagi subak di dalam membentuk koperasinya karena didasarkan pada nilai-nilai yang telah terinternalisasi dan diyakini sangat kuat oleh seluruh anggota dan pengurus subak.
Penyelenggaraan kegiatan-
kegiatan di KUAT Subak Guama dan embrio koperasi di Selanbawak juga selalu
158
dilandasi oleh nilai-nilai religius Hindu yang terlihat dari dimasukannya tri hita karana pada awig-awig subaknya. Ikatan-ikatan yang kuat di antara petani anggota subak, ikatan antara petani anggota dengan pengurus subak, kuatnya awig-awig subak serta adanya nilai religius di dalam subak menjadi suatu ”lem” yang mengikat para petani untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama guna mencapai tujuan baik secara pribadi maupun bersama-sama melalui lembaga subaknya. Ikatan-ikatan yang ditunjukkan melalui interaksi sosial yang didasarkan pada norma-norma pada awig-awig subak serta adanya rasa saling percaya merupakan bagian atau komponen modal sosial yang terdapat di dalam subak. Fukuyama (1995) secara eksplisit menyimpulkan bahwa trust mendorong orang-orang dapat bekerjama secara lebih efektif karena terdapat kesediaan di antara mereka untuk menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu. Brehm dan Rahn (1997) mengartikan trust sebagai suatu penghargaan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur, dan kooperatif, bersadasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan anggota yang lain dari komunitas itu. Di Subak Guama dan Subak Selanbawak, saling percaya antar petani dan juga dengan pengurus baik di subak maupun koperasi dalam berinteraksi selalu dilandaskan pada norma-norma atau aturanaturan yang telah disepakati bersama. Sebagai komponen modal sosial, saling percaya (mutual trust), norma sosial (social norms) dan jaringan kerja (social net working) merupakan satu kesatuan yang terdapat di dalam subak dan memberikan kontribusi dalam pengembangan agribisnis.
159
5.8.2 Kelemahan Subak Kelemahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah beberapa faktor yang dapat menjadi hambatan dalam pengembangan agribisnis di tingkat subak. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah: (i) sempitnya lahan sawah; (ii) rendahnya tingkat pendidikan formal petani; (iii) terbatasnya teknologi budidaya; dan (iv) terbatasnya teknologi pasca-panen.
5.8.2.1 Sempitnya lahan sawah Luas lahan merupakan salah satu ukuran faktor produksi dalam usahatani termasuk usahatani padi. Pada lokasi penelitian diketahui bahwa rata-rata luas penguasaan lahan sawah adalah 36,27 are dengan kisaran antara 26 are sampai dengan 58 are. Kondisi ini merupakan salah satu kelemahan dalam subak berkenaan dengan pengembangan agribisnis. Untuk usahatani padi, penguasaan lahan yang relatif sempit menjadikan skala usaha yang kurang efisien (Adiwilaga, 1982). Sempitnya lahan sawah yang diusahakan untuk tanaman padi memberikan pendapatan yang kurang tinggi jika dibandingkan dengan pengusahaan tanaman lainnya yang memiliki nilai ekonomis tinggi, seperti melon, cabe dan lain sebagainya.
5.8.2.2 Rendahnya tingkat pendidikan formal petani Seperti telah disebutkan di atas bahwa rata-rata tingkat pendidikan formal petani adalah relatif rendah yaitu setara dengan tamat SMP. Pendidikan formal petani yang sedemikian ini dapat memberikan implikasi pada peningkatan kualitas pengembangan
usaha
agribisnis
pada
sistem
subak.
Tingkat
kapasitas
160
pengembangan inovasi dari internal subak khususnya para anggotanya belum relatif tinggi. Selama ini, inovasi lebih banyak bersumber dari pihak ekternal dan para pengurus subak serta koperasi berkenaan dengan pengembangan usaha-usaha agribisnis di tingkat subak. Pengembangan agribisnis pada sistem subak memerlukan adanya kualitas sumber daya petani yang baik terutama dari aspek pendidikan formal.
5.8.2.3 Terbatasnya teknologi budidaya Teknologi budidaya pertanian dalam arti luas merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan agribisnis pada sistem subak. Meskipun pihak pemerintah termasuk BPTP Bali memberikan penyuluhan dan pelatihan mengenai teknologi budidaya (pertanian dan peternakan), namun belum seluruh petani memiliki keterampilan dalam penguasaan teknologi budidaya tersebut pasca kegiatan pengembangan agribisnis di subak. Rata-rata pengetahuan petani mengenai teknologi budidaya pertanian tergolong sedang (lihat Tabel 5.23).
Tabel 5.23 Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan mengenai teknologi budidaya pertanian No
Kategori
1 2 3 4 5
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Jumlah
Frekuensi (orang) 2 21 48 17 0 88
Persentase (%) 2,27 23,86 54,55 19,32 0 100
161
Data yang ditunjukkan pada Tabel 5.23 juga menggambarkan bahwa sebagian besar petani memiliki pengetahuan yang sedang mengenai teknologi budidaya pertanian, yaitu sebesar 54,55 %. Selain itu, ditunjukkan pula bahwa sebanyak 19,32 % petani memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Oleh karena itu, keterbatasan penguasaan teknologi budidaya oleh para petani di subak memberikan implikasi pada tingkat produktivitas lahan, tanaman dan ternak yang diusahakan oleh petani.
5.8.2.4 Terbatasnya teknologi pasca-panen Teknologi pasca-panen pertanian memiliki peran yang sangat penting di dalam pengembangan agribisnis karena menyangkut proses pengolahan dan pemasaran produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan (penguasaan) teknologi pasca-panen masih berada pada kategori sedang.
Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan
mengenai teknologi pasca-panen dapat dilihat pada Tabel 5.24.
Tabel 5.24 Distribusi frekuensi petani berdasarkan pada tingkat pengetahuan mengenai teknologi pasca-panen No
Kategori
1 2 3 4 5
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah Jumlah
Frekuensi (orang) 1 18 47 22 0 88
Persentase (%) 1.14 20,45 53,41 25,00 0 100
162
Memperhatikan data pada Tabel 5.24 terlihat bahwa sebagian besar petani memiliki tingkat pengetahuan mengenai teknologi pasca-panen yang sedang dan rendah yaitu sebanyak 78,41 %. Kondisi ini dapat menjadi suatu hambatan dalam peningkatan nilai tambah produk dan pengembangan agribisnis pada sistem subak.
5.9 Refleksi Pengembangan Agribisnis Petani dalam Sistem Subak
Subak adalah masyarakat hukum adat yang bersifat sosio-agraris religius yang secara historis didirikan sejak dulu kala dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain persawahan dari suatu sumber di dalam suatu daerah. Sifat kultural sangat menonjol pada sistem subak dan UNESCO mengakui sebagai salah satu warisan budaya dunia, seperti subak di kawasan Jatiluwih. Masalah dan tantangan subak di masa mendatang semakin kompleks baik yang berkenaan dengan aspek hidrologi, ekonomis, lingkungan maupun sosial. Tekanan dari faktor eksternal semakin kuat dan dapat memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap keberadaan subak. Salah satu upaya yang dikembangkan oleh pemerintah adalah pengembangan agribisnis pada sistem subak. Pengalaman yang ditemukan pada penelitian ini adalah adanya peranan modal sosial (saling percaya, norma sosial dan jaringan sosial) yang berpengaruh terhadap partisipasi petani dalam pengembangan agribisnis dan memberikan manfaat ekonomis bagi para anggota subak. Modal sosial subak merupakan suatu investasi yang memiliki energi untuk menggerakan sumber daya manusia (petani) untuk melakukan aktivitas kolektif
163
guna memperoleh manfaat secara bersama-sama di dalam kelompoknya (subak). Oleh karena itu, tekanan dari faktor luar akan dapat diantisipasi dengan penguatan faktor internal subak itu sendiri yaitu modal sosialnya. Beberapa implikasi pengembangan agribisnis pada sistem subak yang berbasis pada modal sosial sebagai suatu refleksi terhadap penelitian ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu bagi subak dan pemerintah.
5.9.1 Bagi Subak Pengembangan agribisnis yang dilakukan pada sistem subak yang salah satunya melalui pembentukan koperasi tani sangat perlu mempertimbangkan elemen-elemen modal sosial (saling percaya, norma sosial dan jaringan sosial) yang telah ada. Saling percaya di antara para petani dan juga dengan pengurus subak serta koperasi memiliki peran yang signifikan di dalam pengembangan agribisnis. Kepercayaan merupakan salah satu prasyarat yang sangat penting di dalam kegiatan bersama yang dilakukan di dalam subak. Rasa saling percaya yang tinggi menjadi fondasi yang kuat terhadap interaksi di antara sesama petani dan juga dengan para pengurus baik subak maupun koperasinya. Oleh karena itu, rasa saling percaya di dalam sistem subak perlu semakin dikuatkan oleh subak itu sendiri guna mewujudkan prilaku yang kooperatif seperti dalam pengembangan agribisnis. Berbagai tindakan kolektif yang didasari rasa saling mempercayai yang tinggi akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai ragam bentuk dan dimensi, terutama dalam konteks membangun bersama (Putman, 1993). Partisipasi petani yang ditumbuhkan berkenaan dengan pengembangan agribisnis adalah peran serta mereka dalam penyelenggaraan
164
kegiatan penyediaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya), pengembangan ternak, perkreditan, pengolahan dan pemasaran hasil. Konsekuensi dari kondisi ini menuntut kepada pengurus subak maupun koperasi untuk memiliki kapasitas kepemimpinan dan manajemen yang baik, khususnya dalam menjaga rasa saling percaya yang telah ada.
Dalam
pengembangan agribisnis pada sistem subak, penguatan rasa saling percaya dilakukan dengan adanya transparansi pengelolaan keuangan dan usaha bisnis oleh pengurus guna menghindarkan adanya kecurigaan anggota. Di sisi lain, pengurus subak dan koperasi juga harus memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap anggotanya di dalam memanfaatkan jasa pelayanan berkenaan agribisnis, dan tetap melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan-keputusan di tingkat subak dan koperasi. Norma sosial dalam bentuk awig-awig subak dan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi memberikan pedoman bagi pengurus dan anggota subak dan koperasi di dalam berbagai kegiatan seperti pertanian, irigasi, sosial, budaya dan ekonomis. Dalam setiap norma senantiasa mencakup berbagai kewajiban dan hak yang disertai dengan sanksi dan penghargaan. Dengan demikian, aturan-aturan baik yang tertulis maupun belum tertulis pada sistem subak dapat menjadi alat kontrol sosial yang efektif bagi keberlangsungan berbagai aktivitas dalam subak termasuk kegiatan agribisnis. Penyusunan aturanaturan dalam subak dan koperasi dilakukan melalui pertemuan-pertemuan yang melibatkan seluruh anggota untuk menghasilkan konsensus. Adanya sanksi sosial selain sanksi yang telah ditetapkan dalam awig-awig menjadi salah satu faktor pembatas bagi petani dan pengurus untuk melakukan
165
kegiatan yang menyimpang. Berkenaan dengan hal ini, pengurus memerlukan adanya ketegasan dalam menerapkan awig-awig bagi seluruh anggota tanpa membeda-bedakannya
guna
menumbuhkan
kepercayaan
petani
terhadap
kepemimpinannya. Kepercayaan yang tumbuh dan didasarkan pada norma-norma sosial pada subak menjadi pedoman yang efektif dalam setiap proses interaksi sosial antara para petani dan pengurus subak dan koperasi termasuk dengan pihak luar. Adopsi inovasi atau teknologi pengembangan agribisnis menjadi lebih lancar dengan adanya kepercayaan terhadap inovasi itu sendiri dan sumber informasi. Sehubungan dengan pengembangan agribisnis pada sistem subak, partisipasi petani akan semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya manfaat ekonomis yang diperoleh melalui usaha agribisnis yang didasarkan pada aturan-aturan atau norma yang diberlakukan. Manfaat yang diterima tersebut seperti adanya SHU yang memberikan rasa percaya yang tinggi terhadap pengembangan agribisnis yang dikelola pengurus. Terdapat suatu siklus yang saling berkaitan antara modal sosial dengan partisipasi petani dalam pengembangan agribisnis.
5.9.2 Bagi pemerintah Dalam upaya untuk mengembangkan agribisnis yang berkelanjutan pada sistem subak diperlukan adanya pengembangan kelembagaan yang berbasis pada sistem nilai dan budaya lokal yang telah ada sejak dahulu. Subak memiliki beberapa kekuatan yang berkenaan dengan modal sosial di dalam pengembangan agribisnis yaitu (i) ikatan antar petani anggota subak; (ii) ikatan antara petani
166
sebagai anggota subak dengan pengurusnya; (iii) awig-awig subak; (iv) nilai religius di subak. Pemerintah dapat melakukan penguatan modal sosial subak sebagai suatu landasan untuk menumbuhkan berbagai kegiatan kolektif di dalam subak seperti penyelenggaraan
kegiatan
agribisnis.
Pemberdayaan
melalui
pendekatan
partisipatif baik secara individual maupun kelompok menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Secara individu, para petani dan pengurus subak dan koperasi dapat ditingkatkan kapasitasnya, seperti pengetahuan, keterampilan serta sikapnya terhadap pengembangan agribisnis. Sedangkan secara kelompok, mereka dapat ditingkatkan intensitas dan kualitas interaksinya baik antar petani, antara petani dengan pengurus termasuk dengan pihak luar. Pemberdayaan dalam penguatan modal sosial subak diarahkan untuk mewujudkan tingkat solidaritas dan kolektivitas yang semakin tinggi dalam pengembangan agribisnis. Secara praktis, pemberdayaan petani dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang disertai pendampingan. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dalam pemberdayaan pengembangan agribisnis ini dengan mengutamakan petani sebagai pelaku yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan norma-norma sosialnya. Modal sosial yang kuat dapat menjadi landasan dan pendukung yang signifikan dalam pengembangan agribisnis, misalnya dalam pengelolaan bantuan dana atau finansial yang bersumber dari pemerintah. Pemerintah perlu memanfaatkan jaringan sosial yang ada pada subak saat memulai program sampai dengan implementasi serta evaluasi pelaksanaan program pengembangan agribisnis dalam sistem subak.
167
Pembentukan lembaga baru dalam pengembangan agribisnis pada sistem subak merupakan bagian dari penyesuaian kelembagaan. Pembentukan koperasi tani tidak harus berdiri sendiri melainkan masih tetap berada dalam lingkup subak. Aturan-aturan yang ada seperti awig-awig tetap dijadikan pedoman juga dalam pengembangan agribisnis melalui koperasinya. Ini berarti bahwa pemerintah tidak harus selalu membentuk wadah baru di luar sistem subak untuk pengembangan agribisnis. Pemerintah perlu menyadari adanya faktor internal di dalam subak yaitu modal sosial yang memiliki kekuatan atau pengaruh terhadap berbagai kegiatan atau program pembenagunan pertanian seperti agribisnis. Replikasi terhadap pengembangan agribisnis yang didasarkan pada modal sosial subak perlu dilakukan di beberapa sistem subak dalam upaya meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Secara ringkas, pemberdayaan subak dalam pengembangan agribisnis di masa mendatang dapat dilihat pada Gambar 5.15.
Pembangunan pertanian Kepercayaan Bantuan finansial
Norma sosial
Sikap & pengetahuan
Pengembangan agribisnis
Jaringan sosial Pemberdayaan dan pendampingan
Proses pemberdayaan
Modal sosial subak & koperasi tani
Pengelolaan & koordinasi
Gambar 5.15 Pengembangan agribisnis berbasis modal sosial
Pencapaian tujuan
168
Pada Gambar 5.15 terlihat bahwa modal sosial subak sangat penting untuk diperhatikan dalam penyelenggaraan program pembangunan pertanian proses melalui pemberdayaan dan disertai dengan pendampingan. Modal sosial di dalam subak sebagai bentuk akumulasi dari human capital para petani yang saling berinteraksi dapat membentuk sikap dan pengetahuan yang mendukung pengembangan pembangunan pertanian yaitu agribisnis. Pentingnya modal sosial diungkapkan oleh Bian (2012) dimana koperasi pertanian yang dibentuk untuk kegiatan agribisnis sangat ditentukan oleh adanya kepercayaan dan ketaatan terhadap norma serta jaringan sosial yang kuat di tingkat internal dan eksternal. Para petani yang memiliki sikap dan pengetahuan tinggi terhadap pengelolaan kegiatan agribisnis dapat meningkatkan kepuasannya sebagai anggota koperasi dan menjamin keberlanjutan kegiatan-kegiatan koperasinya (Espallardo, et al., 2012). Pada aspek modal sosial, Zao dan Li (2007) menegaskan bahwa saling percaya antara petani dengan pengurus koperasi pertanian mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan koperasi pertanian di Cina dalam kegiatan-kegiatan ekonomisnya. Melalui proses pemberdayaan dan pendampingan pada subak yang dilakukan mampu memberikan jaminan bahwa tujuan pemberian bantuan finansial kepada subak dapat tercapai secara baik. Tujuan pemberdayaan tersebut adalah adanya keberlanjutan program pengembangan agribisnis seperti pelayanan jasa sarana produksi pertanian, penyediaan jasa alsintan, pelayanan kredit, pengolahn dan pemasaran. Sebagai trujuan akhir dari program pemberdayaan ini adalah peningkatan produktivitas dan pendapatan serta pendapatn petani dan subak. Pemerintah perlu memberikan edukasi kepada pengurus dan anggota
169
koperasi dalam upaya meningkatkan persepsi mereka dan meningkatkan partisipasinya seperti yang telah dilakukan di Nigeria (Agbo, 2009). Seperti halnya koperasi pertanian di Nigeria dan Iran yang dibentuk oleh petani memiliki peranan yang penting dalam kegiatan kolektif dalam pengelolaan sumber daya yang ada. Di sisi lain para petani dapat terpenuhi kebutuhan pertaniannya secara efektif dan efisien melalui koperasinya (Adeyemo, 2004; Aref, 2011).