BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hasil dan pembahasan dari datadata yang diperoleh di lapangan. Data tersebut telah disesuaikan dengan rumusan masalah dari penelitian ini. Sub bab yang akan dibahas pada bab ini adalah, gambaran umum Kecamatan Denpasar Barat, kondisi infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar Barat, proses pengadaan infrastruktur dan pihakpihak yang terkait didalamnya, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi infrastruktur tersebut.
4.1
Gambaran Umum Kecamatan Denpasar Barat Kecamatan Denpasar Barat berada pada bagian barat wilayah Kota
Denpasar yang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kotamadya Denpasar, dengan luas wilayah 2.413 Ha.
4.1.1
Kondisi geografis Kecamatan Denpasar Barat Kecamatan Denpasar Barat terletak pada 08036’24”-08041’59” lintang
selatan dan 115010’23”-115014’14” bujur timur. Adapun batas-batas Kecamatan Denpasar Barat adalah sebagai berikut: 1) Utara
: Kecamatan Denpasar Utara dan Kecamatan Mengwi
2) Barat
: Kecamatan Kuta Utara
3) Selatan
: Kecamatan Kuta dan Denpasar Selatan
4) Timur
: Kecamatan Denpasar Timur dan Denpasar Utara
47
48
Gambar 4.1 Peta orientasi Kecamatan Denpasar Barat Sumber : Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010
49
Gambar 4.2 Peta administrasi Kecamatan Denpasar Barat Sumber : Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010
50
Bentuk lahan di Kecamatan Denpasar Barat berupa relief datar dan dataran fluvial dengan ketinggian tempat antara 0-25 m dpl. Seluruh wilayah Kota Denpasar beriklim tropis sehingga hanya dikenal dua musim, yaitu musim hujan bulan Oktober-April dan musim kemarau bulan April-Oktober. Jumlah curah hujan tahun 2005 sekitar 1819 mm, dengan curah hujan bulanan berkisar antara 3-425 mm dan rata-rata 151,6 mm. Temperatur rata-rata pada tahun 2005 berkisar antara 25,4 º C-28,7 º C. Berdasarkan aspek geologi dan tata lingkungan, kawasan ini cukup aman dari bahaya erosi yang relatif kecil karena wilayahnya relatif datar. Namun karena kawasan memiliki cekungan terutama di Kawasan Pemecutan Kelod, maka aliran drainase menumpuk pada kawasan tersebut, sehingga selalu mengalami genangan bila terjadi hujan. Jenis tanah kawasan terdiri dari latosol coklat kekuningan yang penyebarannya menempati hampir seluruh kawasan. Sistem Sungai yang terdapat di Kecamatan Denpasar Barat merupakan bagian dari sungai di wilayah Kota Denpasar dan wilayah Kabupaten Badung. Sungai-sungai di Kecamatan Denpasar Barat terdiri atas: a)
Sistem Tukad Mati dengan anak-anak sungainya mencakup Tukad Tebe, Pangkung Kedompang,
Tukad
Lebak Muding, Pangkung Subak
Srogsogan, Pangkung Danu. b)
Sistem Tukad Badung dengan anak sungainya mencakup Tukad Jurang, Tukad Langon, Tukad Medih, Tukad Rarangan. Berdasarkan peta hidrogeologi Bali, wilayah Kecamatan Denpasar Barat
memiliki kandungan air tanah yang mepunyai kandungan setempat 10 lt/det.
51
Keterdapatan mata air di Kecamatan Denpasar Barat ditemukan di daerah aliran sungai pada bagian hulu dan tengah Tukad Badung dan bagian hulu Tukad Mati dengan debit yang relatif kecil namun mempunyai kontribusi yang nyata terhadap kontinuitas aliran sungai yang mewadahi. Manfaat mata air tersebut terutama adalah untuk fungsi sebagai pebejian (pemandian), dan pemasok air minum yang langsung dimanfaatkan oleh lingkungan pemukiman serta untuk pengambilan air suci di campuhan Tukad Badung dengan Tukad Ayung.
4.1.2
Kondisi demografi Kecamatan Denpasar Barat Kecamatan Denpasar Barat terdiri dari 3 kelurahan dan 8 desa yaitu,
Kelurahan Padang Sambian, Kelurahan Pemecutan, Kelurahan Dauh Puri, Desa Pemecutan Klod, Desa Padang Sambian Kaja, Desa Padang Sambian Klod, Desa Dauh Puri Kangin, Desa Dauh Puri Klod, Desa Dauh Puri Kauh, Desa Tegal Kerta, dan Desa Tegal Harum. Kecamatan Denpasar Barat juga terbagi atas 98 banjar adat yang tersebar pada masing-masing desa ataupun kelurahan, serta terdiri dari 111 banjar/dusun/lingkungan. Tabel 4.1 Jumlah dusun/lingkungan di Kecamatan Denpasar Barat No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Desa/ Kelurahan Desa Padang Sambian Klod Desa Pemecutan Klod Desa Dauh Puri Kauh Desa Dauh Puri Klod Kelurahan Dauh Puri Desa Dauh Puri Kangin Kelurahan Pemecutan Desa Tegal Harum Desa Tegal Kertha Kelurahan Padang Sambian Desa Padang Sambian Kaja JUMLAH
Luas (Ha) 412 450 190 188 60 59 186 50 35 374 409 2,413
Sumber : Kecamatan Denpasar Barat dalam Angka, 2012
Jumlah Dusun/Lingkungan 12 15 7 11 8 5 15 8 8 13 9 111
52
Berdasarkan registrasi penduduk Kecamatan Denpasar Barat tahun 2011, jumlah penduduk di Kecamatan Denpasar Barat adalah 234.182 jiwa, terdiri dari 119.846 jiwa laki-laki dan 114.336 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk di Kecamatan Denpasar Barat pada tahun 2011 adalah 9.705 jiwa/km². Pertumbuhan penduduk cukup tinggi terutama disebabkan oleh mutasi penduduk dari luar Kota Denpasar sebagai kensekuensi dari ditetapkannya kawasan Denpasar Barat sebagai pusat pengembangan permukiman dan perumahan. Pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar, Kecamatan Denpasar Barat ditetapkan antara lain sebagai Kawasan Perdagangan Regional, Kawasan Pengembangan Permukiman (1.358,86 Ha) dan Kawasan Terbuka Hijau (Profil Kecamatan Denpasar Barat, 2011). Tabel 4.2 Jumlah penduduk di Kecamatan Denpasar Barat tahun 2011 No.
Desa/ Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kelurahan Padang Sambian Kelurahan Pemecutan Kelurahan Dauh Puri Desa Pemecutan Klod Desa Padang Sambian Kaja Desa Padang Sambian Klod Desa Dauh Puri Kangin Desa Dauh Puri Kauh Desa Dauh Puri Klod Desa Tegal Kerta Desa Tegal Harum TOTAL :
Luas Wilayah (km²) 3,70 1,86 0,60 4,42 4,09 4,12 0,59 1,90 1,88 0,35 0,62 24,13
Rumah Tangga
Jumlah Penduduk
10 131 5 954 2 712 14 777 5 970 6 994 1 061 7 363 4 868 5 686 3 534
36 404 21 536 9 255 46 494 20 923 24 365 3 671 22 097 15 445 20 412 13 580
Kepadatan Penduduk per km² 9 838,92 11 578,49 15 425,00 10 519,00 5 115,65 5 913,83 6 222,03 11 630,00 8 215,43 58 320,00 21 903,23
69 050
234 182
9 705,01
Sumber : Denpasar Barat dalam Angka 2012
Berdasarkan RDTR Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Denpasar adalah 1.94%/thn, sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Denpasar Barat lebih kecil dari rata-rata Kota
53
Denpasar
yaitu
1,86%/thn.
Desa/kelurahan
yang
paling
tinggi
laju
pertumbuhannya adalah Kelurahan Dauh Puri, Desa Padang Sambian kelod, Desa Tegal Harum dan Desa Tegal Kertha. Selanjutnya berdasarkan hasil proyeksi, maka jumlah penduduk Kota Denpasar tahun 2030 adalah 710.212 jiwa dan untuk Kecamatan Denpasar Barat dipekirakan adalah 131.927 jiwa.
Gambar 4.3 Peta pemanfaatan ruang Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010 Sumber : Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010
54
4.1.3
Kondisi infrastruktur Kecamatan Denpasar Barat Secara garis besar kondisi infrastruktur di Kecamatan Denpasar Barat
dibagi menjadi beberapa aspek yaitu jaringan transportasi, jaringan air bersih, jaringan drainase, pengelolaan limbah, serta persampahan. Berikut adalah jabaran dari masing-masing aspek infrastruktur tersebut: 1.
Transportasi Sistem transportasi di Kecamatan Denpasar Barat merupakan bagian dari
sistem transportasi Kota Denpasar, Kawasan Metropolitan Sarbagita dan Provinsi Bali. Dengan demikian di wilayah Kecamatan Denpasar Barat terdapat jaringan jalan nasional, jaringan jalan provinsi dan jaringan jalan kota. Perkembangan panjang jalan dan kondisi jalan di Kecamatan Denpasar Barat cukup pesat, hal ini disebabkan antara lain dengan dibukanya land consolidation di wilayah Kecamatan Denpasar Barat. Seluruh desa/kelurahan serta dusun/banjar di Kecamatan Denpasar Barat sudah dapat dijangkau oleh kendaraan dengan kondisi jalan yang cukup baik.
55
Gambar 4.4 Jaringan jalan Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010 Sumber : RDTR Kecamatan Denpasar Barat tahun 2010
56
2.
Jaringan air bersih Jaringan air bersih di Kota Denpasar dilayani Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Denpasar dan sebagian PDAM Badung. Tingkat pelayanan PDAM Denpasar tahun 2006 mencapai 44% atau 266.620 jiwa yang meliputi 53.324 Sambungan Rumah dari total 61.887 sambungan. Sisanya masih menggunakan sumur pompa dan sumur. Sumber air baku PDAM Denpasar berasal dari Instalasi Pengolahan Air (IPA) dan sumur dalam. IPA dilayani oleh IPA Ayung-3 dengan kapasitas 550 lt/dt dan IPA Waribang kapasitas 150 lt/dt. Sumur dalam dilayani 14 buah sumur bor PDAM. Kapasitas total jaringan PDAM Denpasar adalah 1.115 lt/dt. Kota Depasar sebagai kota yang sangat berkembang, kota Inti dari Kawasan Metropolitan Sarbagita, dan Kota Pariwisata Internasional akan membutuhkan tingkat pelayanan air bersih yang mencukupi di masa datang, sesuai proyeksi peningkatan jumlah penduduk, serta untuk mengakomodasi kebutuhan penduduk pendatang dan wisatawan yang ada di Kota Denpasar. Dengan demikian perlu diantisipasi kebutuhan air bersih sampai tahun 2026. Untuk memperkirakan kebutuhan air bersih penduduk di Kota Denpasar pada akhir tahun perencanaan dihitung berdasarkan standar dan asumsi kebutuhan air bersih di kawasan perkotaan dan modifikasi, yaitu: a)
Standar kebutuhan air bersih perkotaan untuk kebutuhan domestik adalah 150 liter/orang/hari.
b)
Kebutuhan air untuk kegiatan perdagangan dan jasa/perkantoran diasumsikan sebesar 10% dari kebutuhan domestik.
57
c)
Kebutuhan air untuk kegiatan kepariwisataan diasumsikan sebesar 20% dari kebutuhan domestik.
d)
Kebutuhan air untuk fasilitas sosial diasumsikan sebesar 10%
dari
kebutuhan domestik. e)
Faktor kehilangan air bersih akibat kebocoran yaitu 20% dari total keseluruhan.
3.
Jaringan drainase Sistem drainase di Kecamatan Denpasar Barat terdiri dari 2 sistem
pembuangan utama (primer) yaitu : a.
Sistem I (sistem saluran pembuangan Tukad Badung) Sistem pembuangan I yaitu sistem Tukad Badung dengan Saluran Induk
Tukad Badung, batas-batas sistem ini adalah sebelah utara adalah batas Kota Denpasar, sebelah selatan Tukad Klandis dan Pantai Suwung, sebelah timur JI. Nangka dan Tukad Klandis, sebelah Barat Jl. Cokroaminoto dan JI. Imam Bonjol. Sistem I (Tukad Badung) ini terdiri dari beberapa sub sistem yaitu: 1)
Sub sistem Tukad Klandis, dengan daerah layanan meliputi Desa Sumerta Kaja, Kelurahan Dangin Puri Kangin, Kelurahan Dangin Puri Kauh, Kelurahan Dangin Puri Kaja.
2)
Sub sistem Tukad Jurang, dengan daerah layanan meliputi Kelurahan Peguyangan (sebelah Barat Jalan Ahmad Yani), Desa Ubung Kaja, Kelurahan Dangin Puri Kaja, Desa Pemecutan Kaja.
58
3)
Sub sistem, Tukad Medih, dengan daerah layanan meliputi Desa Peguyangan Kaja, Kelurahan Peguyangan, Kelurahan Tonja, Kelurahan Dangin Puri kaja, Jalan Gatot Subroto dan sekitarnya.
4)
Sub sistem Tukad Badung Hilir, dengan daerah layanan meliputi Desa Pemecutan, Desa Pemecutan Kelod, Desa Pemogan, Desa Dauh Puri Kelod, Desa Dauh Puri.
b.
Sistem III (sistem saluran pembuangan Tukad Mati) Sistem pembuangan III adalah sistem Tukad Mati dengan saluran induk
Tukad Mati dengan sub sistem Tukad Teba, Tukad Mati Hulu dan Tukad Mati Hilir. Batas sistem ini adalah sebelah utara Jalan Cokroaminoto, sebelah selatan Pantai Suwung, sebelah timur Jalan Cokroaminoto dan Jalan Imam Bonjol, sebelah barat adalah batas Kota Denpasar. Sistem III Tukad Mati tediri dari: 1)
Sub sistem Tukad Teba dengan daerah layanan Kawasan perumahan Monang Maning dan sekitarnya, Kelurahan Pemecutan, Desa Ubung.
2)
Sub sistem saluran Tukad Padang Sambian, dengan daerah layanan Desa Padang Sambian dan sekitarnya.
3)
Sub sistem saluran Jalan Imam Bonjol, dengan daerah layanan Jalan Imam Bonjol dan sekitarnya.
4)
Sub sistem saluran Padang Sambian Kelod yang melayani daerah Padang Sambian Kelod dan sekitarnya.
4.
Pengolahan limbah Pengelolaan air limbah rumah tangga saat ini masih berupa penanganan
individual dengan membangun septic tank. Beberapa kegiatan dengan skala besar
59
seperti perkantoran, pusat-pusat perdagangan, kawasan perhotelan, rumah sakit sudah menggunakan sistem pengolahan terpusat di lingkungannya sendiri. Pengelolaan air limbah saat ini sedang dalam tahap konstruksi untuk melayani sebagian wilayah Denpasar (5.326 RT) dan sebagian wilayah Sanur (1.821 RT) melalui Proyek Denpasar Sawage Development Project (DSDP) dengan mengembangkan jaringan air limbah terpusat, dengan lokasi pengolahan di Pemogan seluas 10 Ha. Pada skala lingkungan atau kolektif, introduksi pengelolaan sanitasi lingkungan (program Sanimas) yang melayani 150-an rumah tangga telah diperkenalkan oleh lembaga non pemerintahan di Banjar Pekandelan, Banjar Balun, serta menyusul di Tegal Kerta.
5.
Pengelolaan persampahan Sumber utama timbulan sampah di kawasan perencanaan yaitu sampah
domestik (rumah tangga) dan sampah non domestik meliputi sampah institusional (sekolah, kantor dll.), sampah komersial (pasar, toko, dll.), sampah aktivitas perkotaan (penyapuan jalan, lapangan, dll), sampah klinik, sampah industri, sampah konstruksi, dan lain sebagainya. Sistem penanganan/pengelolaan sampah Kota Denpasar pada umumnya melalui urutan kegiatan sebagai berikut: a)
Pengumpulan
b)
Tahap pengangkutan
c)
Tahap pembuangan-open dumping Pemerintah Kota Denpasar beserta Pemerintah Kabupaten/Kota Sarbagita
telah mengembangkan kerjasama pengelolaan sampah melalui Badan Pengelola
60
Kebersihan Sarbagita (BPKS), yang saat ini tengah dalam persiapan konstruksi Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) dengan memakai lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung seluas 10 Ha.
4.2
Kebijakan Terkait Infrastruktur Perkotaan Peraturan Daerah Kota Denpasar
Nomor
27
Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031, menyebutkan mengenai kebijakan infrastruktur perkotaan dan ketentuan umum zonasi sistem jaringan infrastruktur perkotaan.
4.2.1
Infrastruktur perkotaan Pada kebijakan mengenai infrastruktur perkotaan yang akan dipaparkan
adalah tentang sistem jaringan jalan, sistem jaringan air minum kota, sistem pengelolaan air limbah kota, sistem persampahan kota, dan sistem drainase kota. a.
Sistem jaringan jalan Sistem jaringan jalan dan pengembangannya, sebagaimana disebutkan
dalam pasal 18 terdiri atas, jalan bebas hambatan, jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primer, dan jalan sistem sekunder. Ruang untuk jaringan jalan merupakan ruang yang digunakan untuk ruang pengawasan jalan (ruwasja), ruang milik jalan (rumija) dan ruang manfaat jalan (rumaja) sesuai kriteria dan ketentuan sistem jaringan jalan. Sistem jaringan jalan dikembangkan melalui peningkatan kualitas dan peningkatan kuantitas jaringan jalan. Peningkatan kualitas jaringan jalan yang dimaksud adalah, (1) pemeliharaan dan peningkatan kualitas
pelayanan jaringan jalan termasuk jembatan dan
61
perlengkapannya yang telah ada terdiri dari status jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kota, penegasan fungsi jaringan jalan antara fungsi primer dan fungsi sekunder; dan (2) perkerasan seluruh jaringan jalan sesuai standar berdasarkan status dan fungsinya. Sedangkan peningkatan kuantitas jaringan jalan terdiri atas: (1) rencana pengembangan jaringan jalan baru untuk memperlancar arus lalu lintas regional dan kawasan perkotaan sarbagita; (2) rencana pengembangan jaringan jalan baru di dalam wilayah Kota Denpasar; dan (3) rencana pengembangan jaringan jalan baru untuk membuka kawasan baru atau jalan penghubung antar lingkungan di dalam wilayah desa/kelurahan. b.
Sistem jaringan air minum kota Pada pasal 29 mengenai sistem jaringan air minum kota, menyebutkan
bahwa sistem jaringan air minum kota terdiri dari (1) pengembangan kapasitas terpasang pada sistem penyediaan air minum kota; dan (2) pemerataan jaringan distribusi ke pelanggan. Pengembangan kapasitas terpasang pada sistem penyediaan air minum kota, dilaksanakan melalui: (a) peningkatan pelayanan instalasi pengolahan air (IPA) yang telah ada terdiri atas IPA Ayung 1, 2 dan 3 dan IPA Waribang 1 dan 2 yang dikelola PDAM Kota Denpasar; (b) penyediaan air baku estuary dam tahap I seluas 35 Ha, dan pengembangan waduk muara (estuary dam) tahap II seluas 105 Ha Pemogan; dan (c) pengembangan kerjasama sistem penyediaan air minum (SPAM) Sarbagitaku, melalui integrasi IPA yang telah ada dengan pengembangan IPA baru terdiri atas IPA Ayung di Blusung dan Kesiman, IPA Penet di Tabanan dan IPA Petanu di Gianyar.
62
Pemerataan jaringan distribusi ke pelanggan dilaksanakan melalui: (a) pemeliharaan peningkatan pelayanan jaringan distribusi yang telah ada;
(b)
kerjasama dengan PDAM Gianyar, PDAM Badung dan pihak ketiga untuk melayani kawasan-kawasan yang tidak terjangkau jaringan distribusi PDAM Kota Denpasar; dan (c) pengembangan jaringan distribusi baru pada seluruh wilayah kota; dan (d) penyebaran hidrant-hidrant umum pada seluruh wilayah kota. c.
Sistem pengelolaan air limbah kota Pada Pasal 30, sistem pengelolaan air limbah kota terdiri atas: (1) sistem
pengelolaan air limbah perpipaan terpusat skala kota melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat; (b) sistem pembuangan air limbah setempat secara individual maupun berkelompok skala kecil; dan (3) penanganan air limbah industri ditangani secara kolektif pada lingkup kawasan peruntukan industri. Pengembangan sistem pembuangan air limbah perpipaan terpusat (off site), dilakukan melalui pendayagunaan dan pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Suwung Denpasar Selatan melayani sebagian Kawasan Pusat Kota Denpasar, sebagian Kawasan Denpasar Selatan dan Kawasan Sanur, serta sebagian Kawasan Kuta (wilayah Kabupaten Badung) pada tahap I dan perluasan pada kawasan lainnya pada tahap II, dan tahap III. Pada kawasan-kawasan yang tidak terlayani jaringan air limbah perpipaan terpusat skala kota, dikembangkan jaringan air limbah komunal setempat (on-site) dalam bentuk program sanitasi masyarakat (Sanimas) dan bentuk lainnya yang dapat dikelola masyarakat atau kerjasama dengan pihak lain.
63
d.
Sistem persampahan kota Sistem persampahan kota yang disebutkan pada Pasal 31 terdiri atas: (1)
jenis sampah yang dikelola; (2) penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah; dan (3) penanganan sampah. Jenis sampah yang dikelola terdiri atas: sampah rumah tangga (tidak termasuk tinja); sampah sejenis sampah rumah tangga; dan sampah spesifik.
Penyelenggaraan
sistem
pengelolaan
sampah
terdiri
atas:
(a)
pengurangan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pembatasan timbulan sampah (reduce), pendauran ulang sampah (recycle), pemanfaatan kembali sampah (reuse), perubahan pola pikir (reimagine), dan perubahan disain pengelolaan (redesign); (b) penanganan sampah untuk sampah rumah tangga dan sejenis dikelola melalui pemilahan, pegumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir; dan (c) pengelolaan sampah spesifik termasuk sampah limbah B3, diatur dengan Peraturan Walikota. Penanganan sampah dilaksanakan melalui: (1) sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah rumah makan/restoran dan sampah hotel dikumpulkan oleh penghuninya atau petugas sampah, setelah melalui tahapan pengurangan sampah, kemudian diangkut ke transfer depo atau ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS); (2) sampah jalanan dan sampah lainnya dikumpulkan pada tepi jalan kemudian diangkut dengan sarana pengangkut sampah ke transfer depo; (3) sebelum ke TPA sampah dari transper depo dan TPS dapat dibawa ke tempat pengomposan dengan pemilahan sampah terlebih dahulu; (4) sampah di transfer depo dan TPS diangkut dengan truk sampah ke tempat pemrosesan akhir (TPA)
64
di IPST Suwung; dan (5) pengelolaan sampah dikelola oleh dinas terkait, desa pakraman, masyarakat atau swasta. e.
Sistem drainase kota Sistem drainase kota yang disebutkan pada pasal 32 terdiri atas: (1) sistem
jaringan drainase primer; (2) sistem jaringan drainase sekunder; dan (3) sistem jaringan drainase tersier. Sistem jaringan drainase primer terdiri atas sistem pengendalian banjir kota dan wilayah yang lebih luas, dilaksanakan sesuai dengan master plan sistem pengendalian banjir berdasarkan kerjasama antar daerah; dan saluran pembuangan utama (sistem saluran pembuangan Tukad Badung, sistem saluran pembuangan Tukad Ayung, sistem saluran pembuangan Tukad Mati, sistem saluran pembuangan Niti Mandala-Suwung, dan sistem saluran pembuangan Pemogan). Sistem jaringan drainase sekunder berupa saluran pembuangan air hujan terintegrasi dari lingkungan perumahan sampai saluran drainase makro (saluran primer) dilengkapi bangunan pengontrol genangan, pembuatan konstruksi baru (turap/senderan irigasi), rehabilitasi/perkuatan saluran alam, operasi dan pemeliharaan. Sistem jaringan drainase tersier terdiri atas saluran sekunder dan tersier yang meliputi parit, saluran-saluran di tepi jalan utama dan saluran-saluran kecil pada kawasan perumahan. Pengembangan dan peningkatan sistem jaringan drainase, dilakukan dengan cara: (a) normalisasi aliran sungai-sungai utama
dengan membuat
sodetan/saluran diversi dilengkapi bangunan pelimpah samping dan pintu-pintu di bagian hilir, serta penyaringan/penangkapan sampah; (b) perbaikan dimensi
65
penampang bangunan-bangunan pelengkap seperti jembatan dan gorong-gorong; (c) kawasan permukiman baru yang dikelola secara pribadi maupun massal, wajib menyiapkan sistem drainase dan sumur resapan; (d) penerapan persyaratan koefisien dasar hijau (KDH) dan pembuatan sumur resapan pada setiap persil pemanfaatan ruang terbangun, sebelum disalurkan kepada drainase kota; (e) menyediakan jalan inspeksi sebagai ruang gerak pengelolaan saluran; dan (f) Pengembangan retarding basin (kolam penampung) pada sistem saluran pembuangan Tukad Mati, long storage (wadah penyimpan) pada sistem saluran pembuangan Niti Mandala-Suwung dan Pemogan sesuai masterplan drainase kota.
4.2.2
Ketentuan umum peraturan zonasi infrastruktur kota Pada kebijakan mengenai Ketentuan Umum Peraturan Zonasi akan
dipaparkan Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Transportasi Darat, Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Penyediaan Air Minum Kota, Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Kota, Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Persampahan Kota, serta Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Drainase Kota. a.
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan jalan Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan jalan pada pasal 71,
terdiri atas: (1) pemanfaatan ruang di sepanjang sisi setiap fungsi jaringan jalan ditentukan berdasarkan arahan rencana pola ruang; (2) penetapan lebar minimal ruang manfaat jalan (rumaja), ruang milik jalan (rumija) dan ruang pengawasan jalan (ruwasja) setiap ruas jaringan jalan sesuai status, fungsi dan kondisi setiap
66
ruas jaringan jalan; (3) pengaturan persimpangan tidak sebidang pada kawasan padat lalu lintas, setelah melalui kajian ekonomi, teknis dan budaya; (4) kewajiban melakukan Analisis Dampak Lalu Lintas (Andal Lalin) sebagai persyaratan izin mendirikan bangunan bagi pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan yang berpotensi mengganggu arus lalu lintas; (5) ketentuan umum sempadan jalan ditentukan berdasarkan atas lebar badan jalan, telajakan, dan lebar halaman depan bangunan yaitu sama dengan setengan lebar ruang milik jalan ditambah lebar telajakan dan lebar halaman depan; dan (6) pelarangan kegiatan dan pemanfaatan ruang pada rumaja, rumija dan ruwasja yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. b.
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem penyediaan air minum kota Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air minum kota pada
pasal 76, terdiri atas: lokasi Instalasi Pengolahan Air (IPA) tidak berdekatan dengan lokasi pengolahan air limbah dan TPA; lokasi Instalasi Pengolahan Air (IPA) berdekatan dengan sumber air baku atau berada pada posisi yang cukup optimal untuk terintegrasi dengan jaringan induk air minum antar sistem; dan adanya lahan cadangan pengembangan di sekitarnya. c.
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pengelolaan air limbah kota Pada Pasal 77 ketentuan peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan air
limbah kota, terdiri atas: lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berada di luar radius kawasan tempat suci; pengembangan jaringan tidak melewati dan/atau memotong kawasan tempat suci/pura; pembuangan efluen air limbah ke media lingkungan hidup tidak melampaui standar baku mutu air limbah; dan penataan
67
lokasi, aktivitas dan teknik pengolahan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pemogan; Pengembangan sistem jaringan perpipaan komunal setempat pada beberapa kawasan yang tidak terjangkau sistem perpipaan kota; pemantapan pengolahan limbah individu pada kawasan perumahan yang tersebar. d.
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem persampahan kota Pada Pasal 78 Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem persampahan kota,
terdiri atas: Ketentuan umum peraturan zonasi Tempat Pemrosesan Sampah Sementara (TPS); Ketentuan umum peraturan zonasi Tempat Pemrosesan Sampah Akhir (TPA); dan Ketentuan umum peraturan zonasi pengangkutan sampah. Ketentuan umum peraturan zonasi TPS terdiri atas: (1) tersedia fasilitas pemilahan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanganan sampah serta peningkatan efektivitas program 3R (reuse, reduce, recycle); (2) mudah dijangkau oleh angkutan sampah; (3) tidak berada pada lahan RTH atau sempadan badan
air;
(4)
memperhatikan
aspek
lingkungan
dan
estetika;
(5)
memperhitungkan volume sampah dan jangkauan pelayanan; dan (6) mencegah perembesan air lindi ke dalam air tanah, mata air dan badan air. e.
Ketentuan umum peraturan zonasi sistem drainase kota Pada Pasal 79 Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem drainase kota,
terdiri atas: (1) pelarangan kegiatan yang mengganggu fungsi pengaliran dan keamanan lingkungan pada zona sempadan sungai; (2) integrasi sistem jaringan drainase, untuk menghindari genangan pada beberapa kawasan kota; (3) pengembangan jaringan drainase pada seluruh jaringan jalan dan terintegrasi
68
dengan jaringan pengumpul; dan (4) pelarangan dan penerapan sanksi denda bagi kegiatan pembuangan sampah langsung ke sungai.
4.3
Kondisi Eksisting Infrastruktur Permukiman Kumuh Berdasarkan Keputusan Walikota Denpasar tanggal 23 juli 2012 No.
188.45/509/HK/2012 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota Denpasar, jumlah titik permukiman kumuh yang ada di Kecamatan Denpasar Barat adalah 9 titik. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, titik permukiman kumuh yang akan diteliti nantinya sebanyak 3 titik yang berlokasi di Banjar Jematang, Desa Dauh Puri Kauh; Banjar Pekandelan, Desa Pemecutan Klod; serta Banjar Buana Asri, Desa Tegal Kertha. Infrastruktur yang akan dijabarkan adalah jaringan jalan, jaringan air bersih, pengelolaan dan pembuangan limbah (limbah rumah tangga baik limbah padat maupun limbah cair, limbah yang berasal dari air hujan (drainase), serta limbah sampah), serta sarana mandi cuci kakus (MCK).
69
Kasus 1 Permukiman Kumuh di Br. Jematang, Desa Dauh Puri Kauh
DESA TEGAL KERTHA
Kasus 2 Permukiman kumuh di Br. Buana Asri, Desa Tegal Kertha
Kasus 3 Permukiman kumuh di Br. Pekandelan, Desa Pemecutan Kelod
Gambar 4.5 Tiga titik permukiman kumuh lokasi penelitian
70
4.3.1
Permukiman kumuh Banjar Jematang (kasus 1) Banjar Jematang merupakan salah satu Banjar Adat yang terdapat di Desa
Dauh Puri Kauh. Penduduk di lingkungan Jematang terdiri dari 40% penduduk asli dan 60% merupakan penduduk pendatang (Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Denpasar, 2007). Permukiman kumuh di lingkungan Jematang terletak di Jalan Nusa Kambangan Gang Dahlia yang muncul sekitar tahun 1990-an. Lahan permukiman merupakan lahan warisan milik warga asli lingkungan Jematang yang telah dibagi, kemudian disewakan kepada pendatang (pihak pertama), dan kemudian pihak pertama menyewakan kembali kepada pihak kedua. Bertambahnya jumlah penghuni terkait dengan beberapa hal seperti (1) penambahan jumlah penghuni akibat mengajak teman-teman satu profesi dan berasal dari daerah yang sama, (2) jumlah anggota keluarga bertambah akibat datangnya kerabat dari kampung asal dan (3) informasi lokasi permukiman dari teman sehingga pada akhirnya tinggal pada lokasi yang sama. Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian besar penghuni pada permukiman ini mayoritas berasal dari etnis yang sama yaitu etnis Jawa.
U
Gambar 4.6 Peta lokasi permukiman kumuh di Banjar Jematang
71
1.
Jaringan jalan Jaringan jalan pada permukiman ini berkembang seiring dengan
perkembangan jumlah hunian pada wilayah tersebut. Pada awalnya jalan yang terdapat pada permukiman kumuh di lokasi ini adalah jalan yang berada di timur permukiman saat ini. Seiring dengan banyaknya kaum pendatang yang menyewa lahan di lokasi ini, jaringan jalan juga semakin berkembang. Jalan-jalan lingkungan dengan lebar yang minim disediakan oleh pemilik lahan untuk menghubungkan antara hunian satu dengan lainnya.
U Lahan kosong
Lahan kosong
Jalan lingkungan
Jalan awal
Permukiman Permukiman pendatang
Permukiman
Permukiman Penduduk asli
Jalan lingkungan pada permukiman (makro)
Permukiman
Jalan permukiman (mikro)
Gambar 4.7 Perkembangan jaringan jalan pada permukiman kumuh di Banjar Jematang
72
Terdapat 3 jenis jalan pada permukiman kumuh di Banjar Jematang ini, antara lain: a) Jalan lingkungan (makro) Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang ada pada barat permukiman dekat dengan sungai. Jalan ini memiliki lebar ±4meter dengan material berupa aspal yang langsung menuju jalan pulau biak dan jalan nusa kambangan.
Gambar 4.8 Jalan lingkungan pada permukiman kumuh Banjar Jematang
b) Jalan permukiman (gang) Menurut salah satu pemilik lahan dari permukiman ini, jalan permukiman di bagian timur permukiman pada awalnya berupa jalan tanah dengan lebar ±2meter hanya cukup dilalui oleh kendaraan roda dua. Pada tahun 1998 pemerintah mulai melirik kondisi di permukiman ini dengan memperbaiki serta memperlebar jalan sehingga, kondisi jalan menjadi lebih baik yang berupa jalan aspal dengan lebar ±4 meter hingga saat ini.
4m
4m
Gambar 4.9 Jalan permukiman/gang pada permukiman kumuh Banjar Jematang
73
c) Jalan kecil/gang (mikro) Jalan kecil/gang merupakan jalan yang menghubungkan antara rumah satu dengan lainnya dalam satu wilayah permukiman. Selain merupakan jalan umum yang bisa dilalui oleh warga, jalan ini juga dimanfaatkan sebagai ruang yang mendukung aktivitas penghuni permukiman, misalnya sebagai dapur, tempat mencuci peralatan dapur, tempat meletakkan barang-barang yang tidak digunakan, tempat parkir kendaraan pribadi, bahkan ada yang digunakan sebagai tempat melaksanakan usaha-usaha rumah tangga. Kondisi jalan permukiman pada permukiman kumuh di Jematang ini sangat beragam. Terdapat jalan yang sudah menggunakan perkerasan seperti paving dan semen, serta terdapat juga jalan yang masih berupa jalan tanah. Lebar jalan berkisar antara 0,8 meter hingga 1,5 meter. Perkerasan jalan permukiman juga merupakan bantuan dari pemerintah pada tahun 1998.
Gambar 4.10 Kondisi jalan-jalan kecil pada permukiman kumuh Banjar Jematang
74
2.
Air bersih Sumber air bersih pada permukiman kumuh di Banjar Jematang berasal
dari pompa air, sumur bor, serta sumur gali. Hingga saat ini belum terdapat air bersih yang bersumber dari PAM. Sebagian besar sumber air bersih yang ada di permukiman ini dimanfaatkan secara komunal. Berikut merupakan gambaran dari persebaran lokasi titik-titik sumber air bersih yang berupa pompa air, sumur bor, serta sumur gali.
U
: Pompa : Sumur gali : Sumur bor : Tangki air
Gambar 4.11 Kondisi sumber air bersih pada permukiman kumuh di Banjar Jematang
Berdasarkan hasil observasi di lapangan terdapat 4 pompa air pada permukiman yang merupakan bantuan dari pemerintah. Kondisi pompa air pada
75
permukiman ini sudah tidak dapat digunakan lagi. Hal ini disebabkan oleh usia pompa air yang sudah cukup tua yaitu 31 tahun dihitung sejak tahun 1982, serta tidak adanya kesadaran masyarakat dalam merawat ataupun memperbaiki pompa air tersebut. Sumber air bersih lainnya adalah sumur gali yang masih berfungsi dengan baik. Air bersih yang diperoleh dari sumur ini dimanfaatkan warga permukiman untuk mencuci pakaian, perabotan rumah tangga, dan MCK. Selain itu juga terdapat 13 sumur bor yang letaknya tersebar di wilayah permukiman kumuh ini. Pada beberapa kasus, air yang diperoleh dari sumur bor ditampung terlebih dahulu dalam tangki air yang kemudian dialirkan menuju kran pada dapur tiap-tiap hunian ataupun pada kamar mandi umum.
Mesin pompa
Air dari tangki kemudian dialirkan menuju kran
Air tanah dipompa menuju ke atas dan disimpan di tangki air yang ada diatas
Kran air yang mengalirkan air tanah sehingga dapat digunakan
Gambar 4.12 Sumur pompa
Terdapat beberapa tipe pemanfaatan sumber air bersih pada permukiman kumuh di lokasi ini, antara lain: a. Tipe 1, yaitu sumber air bersih yang berupa pompa air yang dapat digunakan oleh seluruh warga permukiman (komunal).
76
b. Tipe 2, yaitu sumber air bersih berupa sumur bor yang juga digunakan bersama, namun hanya dalam lingkup penghuni kost pada satu lahan kontrakan. c. Tipe 3, sumber air bersih yang digunakan secara pribadi oleh satu keluarga pada satu hunian (kontrakan).
3
1
U
2
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Gambar 4.13 Sistem jaringan air bersih pada permukiman kumuh kasus 1
Sumber air bersih tipe kedua merupakan sumber air bersih yang berupa sumur bor dan sumur gali yang dimaanfaatkan bersama oleh penghuni kost pada satu kontrakan. Sumur bor ini terletak pada satu titik yang yaitu di kamar mandi yang dapat dijangkau oleh penghuni kost. Air dari sumur bor akan dialirkan menuju kran air yang dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci.
77
U Sumur bor Kran air
Gambar 4.14 Sistem jaringan air bersih tipe 2
Sumber air bersih tipe yang ketiga juga berasal dari sumur bor. Sumur bor ini dibuat oleh pengontrak itu sendiri yang kemudian digunakan secara pribadi oleh satu keluarga. Air yang diperoleh akan dialirkan menuju ruang-ruang yang membutuhkan seperti dapur dan kamar mandi. Sumur bor yang digunakan untuk 3 kontrakan Kontrakan 3 Kontrakan 2
Kran air
U Kontrakan 1
Gambar 4.15 Sumber air bersih tipe 3
3.
Pengelolaan limbah Dalam penelitian ini pengelolaan limbah yang dimaksud adalah
pengelolaan limbah yaitu saluran drainase, limbah rumah tangga, serta pengelolaan sampah. Berikut akan dijabarkan berdasarkan jenis limbah yang akan dikelola:
78
a.
Jaringan drainase Saluran drainase yang terdapat di tengah-tengah permukiman di sepanjang
jalan permukiman memiliki lebar ±20cm dan kedalaman ±30cm, dengan kondisi yang terbuka sehingga sampah pun dengan mudahnya dibuang ke saluran tersebut secara tidak bertanggung jawab oleh penghuni permukiman itu sendiri. Hal ini mengakibatkan pada saat hujan turun aliran air menjadi macet sehingga terjadi banjir. Sementara saluran drainase pada jalan lingkungan memiliki lebar ± 40cm dan beberapa terlihat dengan kondisi yang tertutup. Seluruh saluran drainase ini dialirkan melalui pipa-pipa menuju sungai yang ada pada utara dan barat permukiman.
U
Gambar 4.16 Kondisi saluran drainase pada permukiman kumuh kasus 1
79
b.
Limbah rumah tangga Limbah rumah tangga pada umumnya dibagi menjadi 2 yaitu limbah padat
dan limbah cair. Pada permukiman kumuh di lokasi ini, sistem pembuangan limbah padat dan cair yang berasal dari kamar mandi dialirkan menuju septictank yang terdapat pada masing-masing kamar mandi umum. Limbah cair buangan dari dapur dialirkan melalui pipa-pipa yang menuju saluran air hujan (got). Selain itu juga terdapat beberapa kamar mandi yang membuang limbah cair bekas mencuci ataupun mandi menuju saluran air hujan (got). Saluran ini nantinya akan menuju ke sungai yang merupakan pembuangan terakhir. Hal ini mengakibatkan tercemarnya air sungai akibat limbah-limbah tersebut, sehingga air sungai nampak kotor, tercemar dan berwarna coklat kehitaman. Berbeda dengan kondisi yang ada di lapangan, menurut Kepala Dusun Jematang, kondisi sungai di permukiman kumuh pada saat ini justru sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Limbah dari kamar mandi
ditampung di SEPTICTANK
dialirkan menuju got
bermuara ke sungai
Gambar 4.17 Kondisi pembuangan limbah di permukiman kumuh kasus 1
80
Secara mikro pembuangan limbah pada hunian di permukiman kumuh ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Pada hunian yang disewakan (kost), hanya terdapat 1 ruang servis yang digunakan secara komunal. 2) Air limbah yang berasal dari kamar mandi dan dapur dialirkan menuju saluran yang terdapat di depan kamar mandi berupa got kecil. 3) Air limbah ini nantinya akan dialirkan kembali menuju saluran drainase pada jalan utama, dan kemudian bermuara ke sungai. SUNGAI
U Limbah menuju saluran pembuangan pada jalan besar yang kemudian menuju sungai
Lubang saluran pembuangan limbah kamar mandi, dapur, dan air hujan
Gambar 4.18 Saluran pembuangan limbah pada hunian 1
4) Untuk hunian yang memiliki fasilitas kamar mandi ataupun dapur pribadi, limbah dialirkan melalui pipa saluran menuju saluran pembuangan pada ruas jalan yang terdapat got pada ruas jalan tersebut, kemudian dialirkan menuju saluran pada jalan utama yang nantinya bermuara ke sungai.
81
Menuju saluran pembuangan/got di jalan besar
Menuju sungai
U
Gambar 4.19 Saluran pembuangan limbah pada hunian 2
c.
Persampahan Pengelolaan sampah pada lingkungan permukiman ini sebagian dilakukan
secara swadaya dan sebagian dikelola oleh pihak swasta. Secara swadaya, sampah yang dihasilkan pada tiap-tiap rumah tangga dikumpulkan untuk kemudian dibakar, serta ada juga yang langsung dibawa ke tempat pembuangan sementara (TPS) yang berlokasi di Jalan Pulau Biak dekat permukiman. Beberapa dari masyarakat permukiman kumuh di lokasi ini membayar petugas dari pihak swasta untuk mengangkut sampah-sampah mereka dan dibawa ke TPS. Namun masih banyak terlihat masyarakat yang memanfaatkan sungai yang ada dekat permukiman sebagai tempat membuang sampah secara tidak bertanggung jawab. Hal ini mengakibatkan kondisi sungai maupun lingkungan sekitar permukiman menjadi kotor dan menimbulkan polusi udara.
82
Kondisi sampah yang dibuang di area sekitar sungai
U
Sampah yang dibuang di got, sehingga dapat menyumbat aliran air pada saluran ini
Lahan kosong dipinggir jalan utama yang dimanfaatkan sebagai tempat mengumpulkan sampah
Gambar 4.20 Kondisi persampahan di permukiman kumuh kasus 1
4.
Sarana mandi cuci kakus (MCK) Berdasarkan observasi lapangan, fasilitas kamar mandi yang tersedia di
permukiman kumuh Banjar Jematang ini berjumlah 31 buah. Sebagian besar kamar mandi yang ada merupakan kamar mandi umum yang disediakan pada satu kontrakan oleh pemilik kontrakan untuk penyewa kamar pada kontrakan tersebut.
83
Kondisi fisik dari kamar mandi terlihat kurang baik, dengan lantai yang becek dan kotor akibat dari tidak adanya saluran pembuangan yang baik. Air bersih pada kamar mandi bersumber dari sumur pompa yang letaknya dekat dengan kamar mandi tersebut.
U
Kamar mandi umum
Kamar mandi khusus penghuni kost
Kamar mandi pribadi
Gambar 4.21 Kondisi kamar mandi pada permukiman kumuh kasus 1
Terdapat tiga tipe sarana MCK di permukiman kumuh ini yaitu kamar mandi umum/komunal, kamar mandi khusus untuk penghuni kost, serta kamar mandi pribadi. Kamar mandi umum dibangun oleh pemerintah yang lokasinya tersebar di empat titik di permukiman ini. Pada masing-masing titik terdapat 2
84
buah kamar mandi. Kamar mandi ini juga sudah dilengkapi dengan tangki septik, sehingga dapat berfungsi secara maksimal. Kamar mandi tipe kedua merupakan kamar mandi yang disediakan oleh pemilik kost hanya untuk penghuni kost miliknya. Kamar mandi ini tidak dilengkapi tangki septik, sehingga hanya dapat digunakan untuk mandi, buang air kecil, dan mencuci. Begitu pula dengan kamar mandi tipe ketiga yang merupakan kamar mandi pribadi tidak dilengkapi dengan tangki septik, sehingga warga menggunakan kamar mandi umum terdekat untuk buang air besar. Warga hanya perlu membayar Rp. 10.000,-/bulan untuk masingmasing orang untuk operasional kamar mandi umum tersebut.
4.3.2
Permukiman kumuh Banjar Buana Asri (kasus 2) Permukiman kumuh yang kedua berlokasi di Jalan Resimuka Barat Gang
VII, Banjar Buana Asri, Desa Tegal Kertha. Pada awalnya lahan pada permukiman kumuh ini merupakan lahan sawah dan tegalan milik dari 2 orang bersaudara yang merupakan penduduk asli Desa Tegal Kertha. Lahan ini kemudian disewakan kepada warga pendatang dan mulai berkembang pada tahun 1995. Permukiman kumuh ini terletak berkembang pada satu ruas gang yang dibatasi oleh jalur sirkulasi di tengah-tengah permukiman. Hingga saat ini sudah terdapat ±130 rumah pada permukiman ini yang terdiri dari rumah kontrakan yang digunakan secara pribadi, maupun rumah kontrakan yang kemudian disewakan kembali berupa kamar kost.
85
U
Gambar 4.22 Peta lokasi permukiman kumuh Banjar Buana Asri
1.
Jaringan jalan Kondisi jaringan jalan pada permukiman kumuh di Banjar Buana Asri,
Desa Tegal Kertha terlihat cukup tertata, dengan material jalan berupa paving. Pada awalnya hanya terdapat jalan utama permukiman yaitu Jalan Resimuka Barat yang merupakan jalan lingkungan, kemudian seiring berkembangnya permukiman di lingkungan tersebut, maka muncullah jalan-jalan kecil/gang menuju permukiman-permukiman baru tersebut. Jalan lingkungan merupakan jalan umum (Jalan Resimuka Barat) yang dapat diakses oleh seluruh warga permukiman kumuh maupun permukiman disekitarnya. Jalan lingkungan ini adalah akses utama untuk menuju Gang VII yang merupakan jalan utama pada permukiman kumuh. Jalan lingkungan memiliki lebar ±3 meter dengan material aspal.
86
2m
3m
Jalan lingkungan selebar 2-3 meter merupakan jalan utama (makro) yang terletak di tengah-tengah permukiman
Jalan lingkungan (jalan resimuka barat) pada permukiman kumuh
U
Jalan khusus untuk penghuni pada kost
Jalan-jalan kecil/gang (mikro) yang merupakan akses menuju kamar kost yang disewakan.
Gambar 4.23 Kondisi jaringan jalan pada permukiman kumuh kasus 2
Jalan permukiman/gang pada permukiman kumuh ini awalnya disediakan oleh pemilik lahan dengan kondisi seadanya yang berupa jalan tanah, kemudian jalan tersebut diperbaiki (dipaving) secara swadaya oleh penyewa lahan pada permukiman tersebut. Jalan permukiman (gang) memiliki lebar 3 meter dari arah
87
timur dan mengecil ke arah barat dengan lebar 2 meter, hanya cukup untuk kendaraan roda dua. Jalan pada bagian barat permukiman merupakan jalan buntu yang langsung menuju sungai. Secara mikro, terdapat jalan kecil dengan lebar ±1 meter dan menggunakan perkerasan berupa semen yang merupakan akses bagi penghuni kost. Jalan ini dilengkapi dengan saluran drainase dengan lebar 10-15cm dan kedalaman 5-10cm yang ada pada 1 sisi jalan. Saluran ini langsung terhubung dengan saluran drainase yang ada pada jalan utama permukiman ini.
2.
Air bersih Sumber air bersih pada permukiman kumuh di lokasi ini menggunakan
sumur bor dan sumur gali. Pada rumah kost sumber air bersih berasal dari sumur bor yang digunakan secara bersama-sama oleh pemilik kontrakan dan penghuni kost. Sumur bor ini dibuat oleh pemilik kontrakan yang dalam hal ini adalah pemilik lahan, untuk kemudian dimanfaatkan oleh penghuni kost. Pada 2 hunian (kost) yang digunakan sebagai sampel, sumur bor terletak di bagian barat hunian dengan tangki air yang berada di atas kamar mandi umum pada kost tersebut.
88
Mesin pompa
Tangki air (sumur bor)
Jalan Utama Permukima n
U
Sumur bor (kiri); tangki air yang digunakan untuk menampung air dari sumur bor (kanan)
Gambar 4.24 Kondisi sumber air bersih pada permukiman kumuh kasus 2
Jalan utama permukiman Sumur gali
U
Sumur gali yang merupakan sumber air bersih pada rumah yang dihuni oleh pihak penyewa pertama Gambar 4.25 Kondisi sumber air bersih pada permukiman kumuh kasus 2
89
Pada hunian dalam bentuk kontrakan, sumber air bersih yang digunakan adalah sumur gali. Sumur ini dibuat oleh warga yang menyewa lahan bersangkutan. Air bersih diangkut secara manual menuju kamar mandi dan dapur untuk kemudian dimanfaatkan untuk mencuci piring dan pakaian maupun untuk mandi. Air bersih yang berasal dari sumur bor maupun sumur gali tidak dimanfaatkan untuk konsumsi oleh warga permukiman, melainkan hanya untuk aktivitas mencuci dan mandi.
3.
Pengelolaan limbah Seperti pada kasus pertama, limbah yang dimaksud disini adalah drainase,
limbah rumah tangga, serta persampahan, yang akan dijabarkan berdasarkan jenisjenis limbah tersebut. a.
Jaringan drainase Permukiman kumuh di lingkungan Buana Asri ini merupakan daerah yang
rawan banjir. Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan yang menurun dari arah timur ke barat. Kondisi jaringan drainase pada permukiman ini juga kurang baik, dengan lebar got hanya 20cm pada kanan dan kiri jalan. Menurut kepala lingkungan di permukiman kumuh ini yaitu Nyoman Diartika, masalah yang paling sering terjadi di permukiman ini adalah masalah saluran drainase. Jika terjadi hujan di daerah ini, air hujan yang berasal dari jalan utama (Jalan Resimuka Barat) akan turun ke saluran drainase di permukiman. Besarnya volume air hujan dibandingkan dengan saluran drainase permukiman yang memiliki lebar hanya 20 cm dan kedalaman ±30 cm mengakibatkan saluran ini tidak dapat
90
menampung air hujan dan dialirkan dengan baik, sehingga air hujan akan meluap dan pada akhirnya akan terjadi banjir di permukiman ini.
U
Saluran drainase (got) pada jalan utama bagian barat
Saluran drainase (got) pada jalan kecil di permukiman
Saluran drainase (got) pada jalan utama permukiman
Gambar 4.26 Kondisi saluran drainase pada permukiman kumuh kasus 2
Saluran drainase di lokasi permukiman ini dibuat di bagian kanan dan kiri jalan utama pada permukiman dengan kondisi yang terbuka. Air yang mengalir pada saluran ini berasal dari saluran drainase diluar permukiman dan juga berasal dari saluran drainase di jalan kecil yang ada pada kanan dan kiri jalan utama permukiman. Setelah terkumpul pada saluran drainase utama di permukiman, air hujan kemudian dialirkan langsung menuju sungai yang ada di barat permukiman.
Saluran drainase (got) kecil
Saluran drainase (got) utama
Saluran pembuangan menuju ke sungai
Sungai di ujung barat permukiman
Gambar 4.27 Aliran air pada saluran drainase pada permukiman kumuh kasus 2
91
b.
Limbah rumah tangga Pada permukiman kumuh kasus kedua ini, tidak terdapat saluran
pembuangan limbah yang khusus. Secara umum limbah dialirkan pada saluran drainase (got) yang merupakan saluran pembuangan air hujan. Limbah rumah tangga yang berasal dari dapur pada masing-masing hunian terlebih dahulu dialirkan pada saluran drainase (got) kecil di depan hunian, kemudian dari saluran kecil tersebut akan dialirkan menuju saluran drainase (got) utama di pinggir jalan, dan bermuara ke sungai. Setiap kamar mandi memiliki septictank masing-masing yang berfungsi untuk menampung limbah padat yang berasal dari kamar mandi tersebut.
Saluran drainase/got Jalan utama permukiman
U
Septictank
Saluran pembuangan kecil menuju ke sungai
Saluran pembuangan kecil
Septictank yang terletak pada jalan kecil yang merupakan akses bagi penghuni kost
Saluran pembuangan utama
Gambar 4.28 Saluran pembuangan limbah pada permukiman kumuh kasus 2
92
Bagi hunian yang langsung menghadap ke jalan utama, limbah rumah tangga yang dihasilkan langsung dialirkan menuju saluran drainase (got) utama. Posisi dapur dan kamar mandi juga berdekatan dengan jalan utama dan saluran pembuangan yang ada di sepanjang jalan tersebut. Hal ini dapat mempermudah warga permukiman membuat saluran dari dapur ataupun kamar mandi yang langsung menuju saluran pembuangan utama. Dari saluran pembuangan utama ini nantinya akan bermuara ke sungai yang ada di ujung barat permukiman. Kondisi ini menyebabkan air sungai menjadi tercemar oleh limbah-limbah tersebut. U Jalan utama permukiman
Septictank yang ada dibawah kamar mandi
SUNGAI
Limbah dapur dialirkan langsung ke saluran pembuangan utama pada jalan depan hunian
Saluran pembuangan utama menuju sungai
Gambar 4.29 Saluran pembuangan limbah pada permukiman kumuh kasus 2
93
c.
Persampahan Kondisi persampahan di lingkungan permukiman kumuh di Banjar Buana
Asri tidak terlalu bermasalah. Pada setiap hunian sudah menyediakan tempat sampahnya sendiri yang diletakkan di depan rumah masing-masing di pinggir jalan lingkungan. Sampah yang sudah terkumpul ini nantinya akan dipungut oleh petugas menuju TPS, warga cukup membayar ke desa setiap bulannya. TPS yang dimanfaatkan oleh permukiman ini adalah Depo Monang Maning yang terletak di Desa Monang Maning, ±2km dari permukiman bersangkutan.
Gambar 4.30 Depo Monang Maning yang dimanfaatkan oleh permukiman kumuh kasus 2
Selain itu terdapat juga warga yang membuang sampahnya di lahan kosong ataupun langsung ke sungai yang ada di dekat permukiman tersebut. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan sekitar permukiman dan sungai menjadi kotor serta polusi udara.
94
Sungai dan lahan kosong yang dimanfaatkan sebagai tempat membuang sampah secara komunal.
Tempat sampah yang ada pada masingmasing hunian.
Gambar 4.31 Saluran pembuangan limbah pada permukiman kumuh kasus 2
4.
Sarana mandi cuci kakus (MCK) Terdapat 2 jenis sarana MCK pada permukiman kumuh di Banjar Buana
Asri ini. Jenis yang pertama adalah kamar mandi komunal yang ada pada 1 blok hunian berupa kontrakan/kost. Kamar mandi ini disediakan oleh pemilik lahan khusus untuk penghuni kost pada 1 blok hunian tersebut. Kamar mandi ini biasanya memfasilitasi 5 hingga 6 kamar kost (5-6 KK). Berdasarkan observasi di lapangan, dengan bentuk blok hunian yang memanjang ke samping, kamar mandi biasanya diletakkan pada ujung belakang hunian, dalam hal ini pada bagian utara hunian/kost. Sumber air bersih yang digunakan untuk kegiatan MCK berasal dari sumur bor yang letaknya dekat dengan kamar mandi. Tangki air untuk
95
menampung air sementara diletakkan diatas kamar mandi ataupun diatas bak kontrol pada hunian.
Jalan utama permukiman
U
Gambar 4.32 Sarana MCK pada permukiman kumuh kasus 2
Sarana MCK jenis kedua adalah sarana MCK pribadi yaitu, sarana MCK pada 1 blok hunian yang berupa rumah kontrakan yang dihuni oleh 1 keluarga. Sarana MCK dalam hal ini hanya memfasilitasi 1 hunian. Sumber air bersih yang digunakan untuk kegiatan MCK bersasal dari sumur gali pada hunian tersebut. U
Sumur gali yang menjadi sumber air bersih untuk kegiatan MCK
Jalan utama permukiman
Gambar 4.33 Sarana MCK pada permukiman kumuh kasus 2
96
4.3.3
Permukiman kumuh Banjar Pekandelan (kasus 3) Berdasarkan Keputusan Walikota, permukiman kumuh di Banjar
Pekandelan, Desa Pemecutan Klod terletak di Jalan Kertapura Gang Segina VI. Pada awalnya lahan permukiman ini merupakan lahan milik banjar yang disewakan kepada pendatang. Lahan ini disewakan dengan tujuan memperoleh keuntungan, sehingga uang hasil dari sewaan tersebut dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial yang diadakan oleh banjar. Jumlah KK pada lingkungan permukiman ini adalah 196 KK dengan total jumlah warga sebanyak 448 jiwa.
U
Gambar 4.34 Peta lokasi permukiman kumuh Banjar Pekandelan
1.
Jaringan jalan Terdapat 3 tipe jalan pada permukiman ini, yaitu jalan lingkungan dan
jalan permukiman/gang, serta jalan kecil pada 1 blok hunian (kost). Jalan lingkungan yaitu Jalan Kertapura adalah jalan umum yang menjadi akses utama
97
menuju Gang Segina VI, dimana gang ini merupakan jalan pada permukiman kumuh. Jalan lingkungan memiliki lebar ±4 meter dengan material berupa aspal. Tipe jalan yang kedua adalah jalan permukiman (Gang Segina VI), dengan kondisi jaringan jalan permukiman/gang ini awalnya masih berupa jalan tanah, namun sejak tahun 1996 permukiman ini memperoleh bantuan berupa perbaikan jalan dari pemerintah yang diusulkan oleh pihak banjar. Untuk saat ini kondisi jalan lingkungan berupa perkerasan semen dengan lebar ±4 meter, sementara ke arah timur lebar jalan ±3 meter. Jalan pada bagian ujung timur permukiman bisa dilalui untuk menuju gang yang ada di sebelah selatan, namun bukan merupakan permukiman dengan kondisi yang kumuh. Jalan ini juga terlihat sudah rusak dengan adanya bopeng-bopeng pada sebagian jalan.
U
4m 3m Jalan permukiman selebar 3-4 meter merupakan jalan utama (makro) yang terletak di tengah-tengah permukiman
3m
3m
Jalan menuju permukiman lain (kiri), jalan buntu (kanan)
Gambar 4.35 Kondisi jaringan jalan pada permukiman kumuh kasus 3
98
Tipe jalan ketiga adalah jalan kecil yang ada pada 1 blok hunian dalam bentuk kost. Jalan ini dibangun oleh pemilik kontrakan (penyewa lahan pihak pertama) yang merupakan akses bagi penghuni kost dengan lebar ±1,5 meter. Kondisi jalan sudah berupa perkerasan yang menggunakan material semen. Selain digunakan sebagai akses keluar masuk, jalan ini juga dimanfaatkan sebagai tempat untuk melakukan aktifitas lainnya seperti mencuci, menjemur pakaian, serta meletakkan peralatan rumah tangga. Kamar kost yang disewakan terdiri dari 2 deret kamar menghadap ke utara dan selatan yang berhadapan langsung dengan jalan kecil yang ada di depannya. U
Jalan utama permukiman (3 m)
Jalan umum yang ada pada hunian dalam bentuk kost
Sebagian badan jalan yang dimanfaatkan oleh penghuni kost
Gambar 4.36 Kondisi jaringan jalan kecil pada permukiman kumuh kasus 3
99
2.
Air bersih Sumber air bersih di lokasi permukiman ini menggunakan sumur bor,
sumur gali, serta ada bebrapa yang sudah menggunakan PAM. Berbeda dengan kasus permukiman kumuh sebelumnya, sumber air bersih yang digunakan pada masing-masing hunian tidak berdasarkan pada tipe hunian namun tergantung pada kemampuan dari masing-masing keluarga. Berdasarkan fungsinya, sumber air bersih yang digunakan dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu, sumber air bersih yang digunakan secara komunal serta sumber air bersih yang digunakan secara pribadi.
Sumur gali
U Jalan utama permukiman
KM/WC
Tempat cuci Ember untuk menampung air
Sumur
Sumur gali
Pipa saluran air bersih menuju kamar mandi
Gambar 4.37 Kondisi jaringan air bersih pada permukiman kumuh kasus 3
Berdasarkan pada sampel hunian yang diteliti, sumber air bersih yang digunakan secara komunal berasal dari sumur gali. Sumur ini dibangun oleh
100
pemilik kontrakan (penyewa lahan pihak pertama) yang disediakan khusus untuk penghuni kost dalam 1 blok hunian tersebut. Terdapat 2 sumur gali pada hunian ini, dimana masing-masing sumur memfasilitasi kebutuhan 1 deret kamar. Air bersih untuk kamar mandi pada hunian ini juga berasal dari sumur. Air ini didistribusikan melalui saluran berupa pipa yang dibuat secara manual oleh pemilik kontrakan. Pada awalnya air yang ditimba ditampung terlebih dahulu dalam ember pada ujung pipa, kemudian air akan mengalir melalui pipa dengan kemiringan tertentu menuju penampungan yang ada dikamar mandi. Selain menggunakan sumur gali sebagai air bersih secara komunal, pada beberapa hunian juga menggunakan sumur bor, terutama pada 1 blok hunian yang berupa kost. Sumur bor ini diadakan oleh pemilik kontrakan sebagai penyewa lahan pihak kedua. Sumur bor juga khusus digunakan bagi penghuni kost pada 1 blok hunian tersebut.
Tangki air
Mesin pompa
Gambar 4.38 Kondisi jaringan air bersih (sumur bor) pada permukiman kumuh kasus 3
Berbeda dengan permukiman kumuh pada kasus sebelumnya, pada permukiman kumuh di lokasi ini sudah terdapat beberapa hunian yang menggunakan PAM sebagai sumber air bersih. Hunian yang digunakan sampel merupakan rumah dari kepala permukiman.
101
U Distribusi air bersih
Kamar mandi (atas) dan tempat cuci (bawah) yang merupakan area yang difasilitasi oleh PAM sebagai sumber air bersih
Meter Air
Jalan utama permukiman
Gambar 4.39 Kondisi jaringan air bersih (PAM) pada permukiman kumuh kasus 3
3.
Pengelolaan limbah Limbah dibagi menjadi 3 jenis yaitu limbah yang berasal dari air hujan
berupa saluran drainase, limbah rumah tangga, serta limbah sampah. a.
Jaringan drainase Jaringan drainase pada permukiman di lokasi ini memiliki kondisi dan
fungsi yang cukup baik. Saluran drainase dibuat memanjang di pinggir jalan dari jalan besar hingga masuk ke jalan permukiman. Lebar saluran ini ±20 cm dengan kondisi sebagian terbuka pada bagian barat dan sebagian lagi ditutup menggunakan semen. Menurut Kepala di lingkungan permukiman ini, saluran drainase berfungsi dengan baik dikarenakan sudah terdapat Sanimas (sanitasi berbasis masyarakat) di permukiman ini, sehingga tidak ada lagi warga yang membuang air limbah baik dari dapur maupun kamar mandi ke saluran drainase. Saluran drainase disini hanya difungsikan sebagai saluran air hujan yang nantinya akan bermuara ke sungai yang letaknya agak jauh dengan permukiman.
102
U
Sungai
Permukiman kumuh (kasus 3) Sungai
Saluran drainase di sepanjang jalan utama permukiman dari barat hingga timur permukiman
Saluran drainase bermuara ke sungai yang letaknya jauh dari permukiman
Gambar 4.40 Kondisi saluran drainase pada permukiman kumuh kasus 3
b.
Limbah rumah tangga Sistem
pembuangan
limbah
di
permukiman
kumuh
ini
sudah
menggunakan Sanimas. Sanimas adalah program untuk menyediakan prasarana air limbah bagi masyarakat di daerah kumuh padat perkotaan. Sanimas merupakan bantuan dari pemerintah pada tahun 1996. Sanimas merupakan kerjasama antara Dinas Pekerjaan Umum (PU), Bremen Overseas Research and Development Agency (BORDA), Badan Lingkungan Hidup (BLH), serta kelompok swadaya masyarakat. Dengan adanya sanimas ini kondisi pembuangan air limbah menjadi tertata sehingga tidak dapat mengurangi polusi di sekitar lingkungan permukiman kumuh ini.
103
Dalam satu hunian terdapat beberapa bak kontrol dengan jumlah yang berbeda-beda pada tiap hunian tergantung jumlah pembuangan yang ada pada hunian tersebut. Pada bak kontrol ini terdapat pipa-pipa saluran yang terhubung antara hunian satu dengan yang lainnya. Limbah rumah tangga ini nantinya akan dialirkan menuju saluran komunal yang ada di tepi jalan. Pada gambar berikut akan ditunjukkan bagaimana keterkaitan antara sistem pembuangan limbah secara mikro yaitu pada satu hunian yang menuju sistem pembuangan limbah secara makro atau komunal.
U Bak kontrol
Saluran pembuangan Septic tank komunal Jalan utama permukiman
Bak kontrol komunal
Gambar 4.41 Saluran pembuangan limbah hunian pada permukiman kumuh kasus 3
Pada contoh hunian yang digunakan sebagai sampel, terdapat 7 buah bak kontrol yang letaknya tersebar pada area servis di rumah ini. Area servis tersebut misalnya, tempat cuci, dapur, kamar mandi, serta tempat selip. Menurut kepala keluarga rumah ini, yang juga merupakan salah satu panitia program pengadaan
104
Sanimas di lingkungan ini, menyebutkan bahwa bak kontrol memang diletakkan di dekat area-area yang menghasilkan limbah seperti area servis. Limbah rumah tangga yang dialirkan melalui saluran pembuangan pada masing-masing hunian ini, kemudian akan dialirkan menuju saluran pembuangan komunal yang ada di sepanjang jalan utama dan bermuara pada septictank komunal di ujung jalan permukiman untuk selanjutnya diolah kembali.
Bak kontrol 1
Bak kontrol besar di pinggir jalan
Bak kontrol 2
Bak kontrol 3
Bak kontrol 4
Gambar 4.42 Kondisi bak kontrol pada saluran pembuangan limbah
Limbah rumah tangga yang dihasilkan oleh tiap-tiap hunian akan dialirkan melalui saluran yang ada di pinggir jalan. Limbah tersebut nantinya akan diolah sedemikian rupa, hingga air limbah ini dapat dibuang ke got tanpa menimbulkan polusi. Dalam saluran pengolahan limbah ini diberi pemisah berupa sekat-sekat sebanyak 13 buah yang berfungsi untuk membantu proses pengolahan limbah tersebut. Terdapat juga 13 buah bak kontrol yang dapat dilihat dari atas permukaan jalan. Setelah melalui proses pengolahan tersebut, air limbah yang
105
sudah bersih akan ditampung pada septictank komunal yang ada di ujung jalan, dan kemudian air tersebut akan dialirkan menuju got.
U
Septictank komunal
13 buah bak kontrol pengolahan limbah
Gambar 4.43 Bak kontrol komunal pada saluran pembuangan limbah (sanimas)
c.
Persampahan Pada permukiman ini, sampah dipungut oleh petugas yang dibayar oleh
warga melalui dusun atau banjar. Terdapat juga bak sampah umum yang terdapat di ujung jalan dekat dengan jalan besar. Selain itu terdapat juga beberapa titik yang digunakan oleh warga sebagai tempat membuang sampah secara tidak bertanggung jawab yang menyebabkan kondisi lingkungan permukiman ini terlihat kotor.
106
Got yang dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan sampah
Tempat sampah di depan masing-masing hunian
U
Tumpukan sampah di pinggir got
Bak sampah umum
Tumpukan sampah di ujung timur permukiman
Gambar 4.44 Kondisi persampahan di permukiman kumuh kasus 3
4.
Sarana MCK Berdasarkan penggunaannya, sarana MCK dapat dibedakan menjadi 2
jenis yaitu, kamar mandi komunal serta kamar mandi pribadi. Seperti pada kasus permukiman kumuh lainnya, kamar mandi komunal terdapat pada 1 blok hunian yang disewakan kembali oleh penyewa lahan dalam bentuk kamar kost. Pada sampel hunian yang diteliti, dalam 1 blok hunian terdapat 3 kamar mandi yang disediakan oleh penyewa lahan (pemilik kontrakan) untuk penghuni kost pada hunian tersebut. Air bersih yang digunakan berasal dari sumur gali yang ada pada
107
hunian tersebut. Air ini dialirkan melalui pipa saluran yang dibuat secara manual oleh pemilik lahan menuju kamar mandi. Kamar mandi diletakkan di bagian belakang hunian, sehingga mudah diakses oleh seluruh penghuni kost tersebut.
U Jalan utama permukiman
KM/WC
Sumur sebagai sumber air bersih
Kamar mandi pada 1 blok hunian (kost)
Lahan kosong yang dimanfaatkan sebagai tempat jemur
Gambar 4.45 Kondisi sarana MCK di permukiman kumuh kasus 3
Pada sampel hunian berikutnya, sarana MCK digunakan secara pribadi oleh 1 keluarga pada hunian tersebut. Dalam hal ini penghuni merupakan penyewa lahan pihak pertama. Sumber air bersih yang digunakan yang dimanfaatkan untuk aktivitas MCK berasal dari PAM. Berikut adalah gambaran letak dan kondisi kamar mandi pada hunian yang ditempati oleh 1 keluarga.
108
U
KM/WC PAM sebagai sumber air bersih Jalan utama permukiman
Kamar mandi pada hunian pribadi
Gambar 4.46 Kondisi sarana MCK di permukiman kumuh kasus 3
Tabel 4.3 Kondisi infrastruktur permukiman kumuh
No.
Jenis Infrastruktur
1
Jalan
2
Air bersih
3
Pengelolaan Limbah a. Drainase
b. Limbah Rumah Tangga c. Sampah
4
MCK
Kasus Kasus 1 (Permukiman kumuh di Br. Jematang) - Jalan lingkungan (aspal) - Jalan permukiman/gang (aspal) - Jalan kecil (paving, semen, tanah)
Kasus 2 (Permukiman kumuh di Br. Buana Asri) - Jalan lingkungan (aspal) - Jalan permukiman/gang (paving) - Jalan kecil (semen, tanah)
Kasus 3 (Permukiman kumuh di Br. Pekandelan) - Jalan lingkungan (aspal) - Jalan permukiman/gang (semen, tanah) - Jalan kecil (semen, tanah)
- Pompa (komunal) - Sumur bor (komunal & pribadi) - Sumur Gali (komunal & pribadi)
- Sumur bor Terdapat pada rumah kontrakan (kost) dan digunakan secara komunal/bersama - Sumur Gali Sumur gali ada yang digunakan bersama dan ada pula yang terdapat pada masing-masing hunian dan digunakan secara pribadi
- Sumur bor dan sumur gali terdapat pada setiap hunian baik rumah kontrakan (kost) yang digunakan secara komunal/bersama, maupun pada rumah kontrakan (pribadi) - Terdapat beberapa rumah yang sudah menggunakan PAM
- Saluran drainase terdapat di sepanjang jalan-jalan kecil/gang pada permukiman kumuh - Saluran drainase menuju sungai di utara permukiman - Septictank (off site system) - Dialirkan ke saluran drainase
- Saluran drainase terdapat di sepanjang jalan lingkungan (1 ruas gang) dan juga langsung menuju sungai di barat permukiman
- Kondisi saluran drainase cukup baik dan lancar yang dialirkan ke sungai yang letaknya cukup jauh dengan lokasi permukiman - Septictank (off site system) - Sanimas (on site system)
- Dibawa langsung ke TPS dekat permukiman (Jl. P.Biak) - Dikelola oleh pihak swasta - Dibuang ke sungai dan lingkungan sekitar
- Dikelola oleh desa - Ada juga yang dibuang ke sungai ataupun di lahan kosong sekitar permukiman
- Kamar mandi bersama - Kamar mandi pribadi
- Kamar mandi bersama - Kamar mandi pribadi
- Septictank (off site system) - Dialirkan ke saluran drainase
109
- Dikelola oleh desa - Terdapat bak sampah di depan gang - Ada juga yang dibuang/dikumpulkan pada lahan kosong di ujung belakang gang - Kamar mandi bersama - Kamar mandi pribadi
110
Proses Pengadaan Infrastruktur Permukiman Kumuh Tabel 4.4 Proses pengadaan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar Barat
KASUS 1 (Br. Jematang) Air
1990
1998
Jalan Limbah MCK KASUS 2 (Br. Buana Asri)
1995
1998
Air Jalan Limbah MCK KASUS 3 (Br. Pekandelan) Air Jalan Limbah MCK
1996
2005
Warga permukiman
Pemilik lahan
Perbaikan
Pemilik lahan
Swasta
Banjar
Warga permukiman
Pengelolaan
Swasta
Banjar
Warga permukiman
Pemerintah
Pelaksanaan
Swasta
Warga permukiman
Desa
Pemerintah
Pembiayaan
Swasta
Banjar
Desa
Pihak Terkait
Perencanaan Pemerintah
Awal perkembangan Warga permukiman
Tahap Pengadaan
Pemilik Lahan
4.4
111
Proses pengadaan infrastruktur pada permukiman kumuh dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu, tahap pada awal perkembangan, tahap perencanaan, tahap pembiayaan, tahap pelaksanaan, tahap pengelolaan, serta tahap perbaikan. Pada masing-masing tahap terdapat pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan infrastruktur permukiman kumuh ini meliputi, pemilik lahan, warga permukiman, pihak pemerintah, pihak banjar, pihak desa, serta pihak swasta.
4.4.1
Proses pengadaan infrastruktur pada kasus 1 Kasus pertama, yaitu permukiman kumuh yang berlokasi di jalan Nusa
kambangan Gang Dahlia dan Gang Cempaka, Banjar Jematang Desa Dauh Puri Kauh. Permukiman kumuh yang berada di Banjar Jematang, Desa Dauh Puri Kauh diperkirakan muncul sekitar tahun 1990-an. Lahan permukiman ini merupakan lahan warisan milik warga setempat yang telah dibagi-bagi. Pemilik lahan masih merupakan warga asli dari Banjar Jematang. Pada tahap awal perkembangan permukiman, proses pengadaan infrastruktur diawali oleh beberapa pihak-pihak yang terlibat di dalamnya yaitu pemilik lahan dan warga yang ingin menyewa lahan tersebut. Jaringan infrastruktur yang pertama kali diadakan adalah jalan umum yang ada di bagian timur lahan yang disewakan. Jalan ini masih berupa jalan tanah yang disediakan oleh pemilik lahan untuk pengontrak selebar ±2meter. Sementara untuk infrastruktur lainnya seperti jaringan air bersih (sumur bor, sumur gali) serta fasilitas MCK dibuat oleh warga permukiman sebagai penyewa lahan. Infrastruktur tersebut dibuat seadanya sesuai dengan kemampuan dari masing-
112
masing penyewa lahan. Semakin banyaknya warga pendatang yang menyewa lahan di lokasi ini, begitu pula dengan hunian yang juga semakin bertambah banyak. Jumlah hunian yang semakin bertambah dari waktu ke waktu ini secara tidak langsung membentuk jalan-jalan kecil yang menghubungkan kelompok hunian satu dengan yang lainnya. Kondisi jalan ini berupa jalan tanah dengan lebar ±0,8 meter hingga ±1,5 meter. Untuk infrastruktur lainnya seperti listrik, sumur, saluran drainase, pembuangan limbah serta sarana MCK, diadakan secara swadaya oleh penyewa lahan (pihak 1), yang kemudian dapat digunakan bersama oleh penyewa kamar kost (pihak 2). Mereka cukup membayar kepada pemilik kost (pihak 1) atas pemakaian fasilitas yang disediakan tadi. Pada tahap berikutnya yaitu perencanaan, pihak yang terkait didalamnya adalah pemerintah dengan dibantu oleh pihak desa setempat. Menurut Kepala Dusun/Kelian Banjar Jematang, dahulu pernah terjadi wabah penyakit muntaber di lingkungan permukiman kumuh ini yang disebabkan oleh kondisi lingkungan permukiman yang buruk dan air tanah yang tercemar. Melihat kondisi permukiman yang sangat buruk di lokasi ini, pemerintah merasa perlu untuk turun langsung mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada. Pemerintah mulai merencanakan pengadaan infrastruktur yang masih diperlukan dan memperbaiki infrastruktur yang sudah ada pada permukiman tersebut. Pembiayaan pada perencanaan ini sepenuhnya dibantu oleh pemerintah setempat yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kota Denpasar. Pada tahap pelaksanaan, dikerjakan oleh petugas dari pemerintah dengan dibantu oleh pihak banjar serta warga permukiman. Tahap ini mulai dilaksanakan
113
pada tahun 1998 (8 tahun setelah permukiman ini muncul). Infrastruktur yang dibantu oleh pemerintah adalah sebagai berikut: a)
Pelebaran serta pengaspalan jalan lingkungan yang mengelilingi permukiman tersebut. Pada awalnya lebar jalan tersebut adalah 2 meter, dan kini diperlebar menjadi 4 meter dengan mengambil sedikit lahan permukiman warga asli maupun lahan sewa pada permukiman kumuh tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala dusun, perbaikan ini diperkirakan dilakukan pada tahun 1998. Selain itu dilakukan juga pemavingan jalan permukiman yang awalnya merupakan jalan tanah dengan kondisi yang buruk.
Pemavingan pada jalan/gang kecil pada permukiman kumuh
Pengaspalan dan pelebaran jalan lingkungan
Gambar 4.47 Perbaikan jalan oleh pemerintah (Dinas PU)
b)
Pengadaan pompa air sebanyak 4 buah yang dapat digunakan secara komunal atau bersama pada permukiman kumuh. Berdasarkan angka tahun yang terdapat pada pompa di permukiman kumuh ini, pompa ini diperkirakan dibangun oleh pemerintah pada tahun 1992. Letak pompa air tersebar pada permukiman kumuh ini sehingga dapat dijangkau oleh warga setempat.
114
c)
Pembangunan MCK umum sebanyak 3-4 buah. Pembangunan ini dilakukan bersamaan dengan pengadaan pompa air pada tahun 1992.
d)
Pengadaan saluran drainase sepanjang 15 meter yang dikerjakan pada tahun 2009 hingga 2010. Pekerjaan ini dilkerjakan oleh pihak pemerintah dengan
dibantu
warga
permukiman
secara
bergotong
royong.
Pembangunan ini dilakukan karena pada permukiman ini sering terjadi banjir saat hujan turun akibat dari air sungai yang meluap. Tahap berikutnya adalah pengelolaan, yang dilakukan oleh pihak pemilik lahan, warga permukiman, pihak banjar, serta pihak swasta. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini misalnya, pemakaian infrastruktur yang tersedia dengan baik, gotong royong di lingkungan permukiman setiap 2 minggu sekali yang diadakan oleh pihak banjar, serta pemungutan sampah oleh pihak swasta dengan biaya operasional sebesar Rp. 5000,-/bulan. Selain itu, untuk pengelolaan kamar mandi/WC umum dikenakan biaya operasional sebesar Rp. 5000,-/bulan untuk setiap orangnya. Biaya ini dibayarkan ke pemilik kontrakan yang menyalurkan listrik untuk operasional sumur pompa pada kamar mandi umum tersebut. Pemilik lahan kurang berperan dalam tahap ini, karena pemilik hanya menyewakan lahan sedangkan bangunan yang ada adalah milik penyewa lahan dan merupakan tanggung jawab mereka pula. Dalam proses pengadaan infrastruktur di lokasi ini khususnya, terdapat beberapa pihak yang yang terkait antara lain:
115
1)
Pemilik lahan Pemilik lahan dalam hal ini merupakan pihak pertama yang mengadakan
jaringan infrastruktur pada awal lahan mereka disewakan kepada para pendatang. Jaringan infrastruktur yang diadakan adalah jaringan jalan berupa jalan tanah selebar ±2 meter pada bagian selatan lahan yang disewakan. Untuk selanjutnya pemilik lahan menyerahkan sepenuhnya kepada warga yang menyewa lahan mereka. 2)
Penyewa lahan/warga permukiman Penyewa lahan/warga permukiman memiliki peran penting dalam proses
pengadaan infrastruktur pada hunian masing-masing maupun pada permukiman itu sendiri. Jalan lingkungan yang ada di tengah-tengah permukiman pada awalnya dibuat oleh warga permukiman dengan kondisi seadanya yang berupa jalan tanah dan adapula yang sudah berupa perkerasan. Satu ruas jalan kecil menjadi tanggung jawab satu ruas permukiman (biasanya terdiri dari beberapa kontrakan) yang berada di jalan tersebut. Pada hunian masing-masing, warga juga membuat sarana permukiman seperti kamar mandi yang digunakan sesara pribadi maupun bersama, serta saluran pembuangan yang dihubungkan dengan saluran pembuangan makro permukiman ini. 3)
Pemerintah Pihak pemerintah yang berperan dalam pengadaan infrastruktur di
permukiman kumuh ini adalah Dinas PU Kota Denpasar. Pihak pemerintah turun tangan setelah melihat kondisi lingkungan permukiman kumuh di lapangan, khususnya di Banjar Jematang yang sangat buruk. Beberapa tahun yang lalu
116
sempat terjadi wabah muntaber di permukiman ini, melihat peristiwa tersebut pemerintah turun langsung untuk memberi bantuan pada permukiman kumuh ini dalam bentuk pengadaan dan perbaikan infrastruktur. Pengadaan infrastruktur yang dilakukan antara lain, pengadaan pompa air di empat titik pada permukiman yang lokasinya tersebar, pengadaan 8 kamar mandi umum yang tersebar pada 4 titik. Perbaikan infrastruktur yang dilakukan pemerintah yakni dalam bentuk pelebaran dan pengaspalan jalan utama permukiman, pemavingan beberapa jalan lingkungan di permukiman, serta perbaikan saluran drainase/got. Bantuan ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi pada permukiman ini. 4)
Pihak desa Kepala desa dalam hal ini berperan sebagai perantara antara pemerintah
dengan warga permukiman kumuh. Selain itu, pihak desa juga memberikan bantuan berupa pengadaan senderan sungai yang membentang dari arah utara hingga barat permukiman. Senderan sungai yang dibangun yakni sepanjang 110 meter. Diharapkan nantinya dengan adanya senderan sungai ini, tidak terjadi banjir lagi pada permukiman yang berada di dekat sungai tersebut seperti beberapa tahun terakhir. 5)
Pihak banjar Pihak banjar dalam hal ini berperan sebagai pihak yang megajukan
permohonan bantuan kepada desa ataupun pemerintah terkait pengadaan dan perbaikan infrastruktur di permukiman bersangkutan. Pihak banjar juga tetap
117
mengontrol serta mengawasi kondisi dari permukiman, selain mengurusi masalah administrasi kependudukan. 6)
Pihak swasta Pihak swasta berperan pada tahap pengelolaan infrastruktur, dalam hal ini
pengelolaan sampah rumah tangga. Beberapa warga permukiman menggunakan jasa petugas kebersihan untuk mangambil sampah yang mereka hasilkan. Warga cukup membayar biaya operasional per bulannya, dan petugas pun akan mengambil sampah secara rutin pada jam-jam tertentu.
4.4.2
Proses pengadaan infrastruktur pada kasus 2 Permukiman kumuh pada kasus kedua berlokasi di Jalan Resimuka Barat
Gang VII, Banjar Buana Asri, Desa Tegal Kertha. Proses pengadaan infrastruktur pada permukiman kumuh berbeda dengan kasus permukiman kumuh pertama. Terdapat 3 tahap pada proses pengadaan infrastruktur di permukiman ini yaitu tahap awal perkembangan, tahap pengelolaan, serta perbaikan. Pada awalnya lahan permukiman ini merupakan lahan sawah dan tegalan yang kemudian mulai disewakan oleh pemiliknya pada tahun 1995-an dan terus berkembang hingga kini. Pada tahap awal perkembangan pada permukiman ini, infrastruktur yang yang sudah tersedia adalah jalan pada utara permukiman yaitu jalan resimuka barat. Pada saat lahan permukiman mulai disewakan, disediakan jalan lingkungan atau gang oleh pemilik lahan yang berupa jalan tanah. Jalan ini membatasi antara lahan 1 (utara) dan lahan 2 (selatan) dengan pemilik yang berbeda. Semakin bertambah padatnya penghuni pada permukiman ini, secara tidak angsung
118
terbentuklah jalan-jalan kecil yang menghubungkan antara jalan utama pada permukiman dengan hunian warga.
Lahan pemilik 1 yang disewakan Lahan pemilik 2 yang disewakan
Lahan sawah/ tegalan
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3 Gambar 4.48 Proses terbentuknya jaringan jalan pada permukiman kumuh
Infrastruktur lainnya seperti sumber air bersih, kamar mandi, saluran pembuangan dibangun oleh penghuni atau penyewa lahan itu sendiri, karena yang disewakan dalam hal ini hanya lahan dan bukan bangunan. Pada proses awal, pihak yang berperan adalah pemilik lahan dan penyewa lahan itu sendiri. Berbeda dengan proses pengadaan infrastruktur permukiman kumuh yang pertama, tahap berikutnya pada permukiman kumuh ini adalah tahap pengelolaan. Hal ini dikarenakan pihak pemerintah belum ada turun langsung dalam proses pengadaan infrastruktur dalam bentuk apapun. Menurut koordinator pembangunan Desa Tegal Kertha Bapak Gede Darma Subawa: ”....Tidak adanya bantuan dari pihak Desa maupun pemerintah dikarenakan lahan tersebut merupakan lahan milik pribadi yang kemudian disewakan. Untuk memberikan bantuan, harus mengikuti prosedur yang ada agar tidak menimbulkan protes dari warga lain. Selain itu lahan ini hanya milik 2 orang pribadi, sehingga peluang memperoleh bantuan dari Desa maupun pemerintah sangat kecil.”
119
Berdasarkan penuturan dari salah seorang pihak desa, tidak adanya bantuan langsung dari pemerintah maupun desa, disebabkan oleh status lahan yang merupakan lahan pribadi sehingga pada wilayah permukiman kumuh ini bukan prioritas utama untuk diberikan bantuan dalam hal sarana dan prasarana umum. Tindakan ini dimaksudkan agar nantinya tidak muncul kecemburuan sosial dari warga setempat yang juga tidak memperoleh bantuan. Pada proses pengelolaan infrastruktur pada permukiman ini dilakukan oleh pemilik serta penyewa lahan, pihak banjar, serta pihak swasta. Secara keseluruhan proses pengelolaan infrastruktur dilakukan oleh warga permukiman yang menyewa lahan ini. Terdapat 1 warga yang ditunjuk oleh warga lainnya untuk menjadi koordinator atau kepala di lingkungan ini. Kepala inilah yang nantinya akan mengkoordinir pengelolaan jaringan infrastruktur yang ada serta fasilitas bersama pada permukiman. Kegiatan yang dilakukan secara rutin adalah gotong royong setiap 1 bulan 1 kali yang melibatkan seluruh warga permukiman. Untuk pengelolaan sampah, pihak banjar bekerja sama dengan pihak swasta untuk memungut sampah yang ada pada permukiman ini. Warga cukup membayar biaya operasional Rp. 10.000/bulan dan meletakkan sampah-sampah mereka didepan rumah di pinggir jalan lingkungan, agar petugas sampah dapat dengan mudah mengambil sampah tersebut. Proses berikutnya adalah perbaikan jaringan infrastruktur yang ada. Pada tahun 1998 pemilik lahan bekerja sama dengan warga permukiman memperbaiki jalan lingkungan yang ada pada permukiman tersebut. Kegiatan yang dilakukan adalah pemavingan jalan lingkungan dari timur permukiman hingga ke barat
120
permukiman yang berbatasan dengan sungai. Untuk pembiayaan pada kegiatan ini ditanggung oleh pemilik lahan serta warga permukiman yang juga ikut berpartisipasi. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan infrastruktur secara keseluruhan di permukiman kumuh ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1)
Pemilik lahan Pemilik lahan pada permukiman ini berjumlah 2 orang yaitu Bapak Cip
dan Bapak Kembar. Peran dari pemilik lahan dalam proses pengadaan infrastruktur pada permukiman ini sangat besar, baik pada awal mulai disewakannya lahan tersebut hingga pada saat dilakukannya perbaikan jaringan jalan dalam bentuk pemavingan beserta perbaikan saluran drainase. Untuk pembiayaan pekerjaan tersebut ditanggung oleh pemilik lahan dengan dibantu oleh penyewa lahan pada permukiman ini. 2)
Penyewa lahan/warga permukiman Penyewa lahan atau warga permukiman merupakan pihak yang ikut
berpartisipasi dalam proses-proses yang ada, baik dari awal perkembangan permukiman hingga saat ini. Peran penyewa lahan dalam pengadaan infrastruktur permukiman dilakukan khususnya pada hunian masing-masing yaitu dengan membuat sarana MCK, mengadakan sumur gali maupun sumur bor sebagai sumber air bersih, serta membuat saluran-saluran pembuangan limbah rumah tangga. Penyewa lahan juga ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan perbaikan lingkungan dengan memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional perbaikan jaringan jalan maupun saluran drainase yang digunakan secara komunal.
121
3)
Pihak banjar Pihak banjar tidak banyak berperan dalam proses pengadaan infrastruktur
pada permukiman ini. Pihak banjar hanya terlibat dalam proses pengelolaan infrastruktur, khususnya dalam pengelolaan persampahan. Pihak banjar bekerja sama dengan pihak swasta untuk memungut sampah yang sudah terkumpul pada permukiman tersebut. Pihak banjar hanya menerima biaya operasional dari warga permukiman sebesar Rp. 10.000,- / bulan. 4)
Pihak swasta Sama dengan pihak banjar, pihak swasta disini ikut berperan dalam proses
pengelolaan persampahan yang bekerja sama dengan pihak banjar. Sampahsampah yang diambil oleh petugas sampah akan dibawa ke TPS yang dekat dengan lokasi permukiman ini yaitu TPS Monang Maning. Selain mengambil sampah pada permukiman kumuh ini, petugas juga mengambil sampah pada permukiman lain disekitar permukiman kumuh.
4.4.3
Proses pengadaan infrastruktur pada kasus 3 Permukiman kumuh pada kasus 3 berlokasi di Jalan Kertapura Gang
Segina VI, Banjar Pekandelan, Desa Pemecutan Kelod. Seperti yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya, lahan ini merupakan lahan milik banjar yang berdasarkan kesepakatan antara pihak-pihak banjar, kemudian disewakan kepada pendatang. Proses pengadaan infrastruktur pada permukiman kumuh kasus ketiga ini hampir sama dengan permukiman kumuh kasus pertama yang melewati beberapa tahapan mulai dari awal perkembangan permukiman, proses perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, hingga pengelolaan.
122
Pada awal perkembangan permukiman tahun 1995, infrastruktur awal yang disediakan oleh pemilik lahan, dalam hal ini pihak banjar, adalah jaringan jalan. Jalan awal masih berupa jalan tanah yang berada di tengah-tengah sepanjang permukiman. Infrastruktur lain seperti air bersih, sarana MCK, serta saluran-saluran pembuangan pada masing-masing hunian, dibuat oleh warga permukiman itu sendiri. Sumber air bersih menggunakan sumur gali dan sumur bor yang digunakan secara pribadi maupun secara komunal. Demikian pula halnya dengan sarana MCK. Secara keseluruhan infrastruktur pada permukiman ini dibuat secara swadaya oleh warga permukiman dengan sedikit bantuan dari pihak pemilik lahan (banjar). Proses berikutnya yaitu perencanaan, dalam hal ini adalah perencanaan program sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas) dari Pemerintah Kota Denpasar. Pada awalnya pemerintah menawarkan program ini ke desa-desa, salah satunya adalah Desa Pemecutan Klod, dengan sasaran dari program ini adalah kawasan permukiman padat penduduk di perkotaan. Pihak Banjar Pekandelan kemudian mengajukan ke desa agar permukiman yang ada di wilayahnya lah yang diberikan bantuan program Sanimas ini. Berdasarkan atas beberapa pertimbangan, program Sanimas ini akan diadakan pada permukiman padat penduduk di Gang Segina VI, Banjar Pekandelan, Desa Pemecutan Klod. Pelaksanaan Sanimas di lingkungan Segina VI dimulai pada tahun 2005. Dana pembangunan sebesar Rp 260 juta merupakan bantuan dari Pemerintah Kota Denpasar, Bremen Overseas Research and Development Agency (BORDA) melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) Bali Fokus, dan swadaya
123
masyarakat. Pada saat itu warga setempat melakukan urunan sebesar Rp. 45.000/KK. Masalah yang dihadapi pada saat perencanaan program ini adalah tidak adanya lahan kosong yang dapat digunakan sebagai tempat untuk ditanami bangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Lahan yang bisa digunakan hanyalah badan jalan. Pihak yang bertugas kemudian mengajukan surat permohonan menggunakan badan jalan sebagai lokasi IPAL kepada Dinas PU setempat. Berdasarkan beberapa pertimbangan, kemudian permohonan tersebut disetujui oleh Dinas PU dengan beberapa ketentuan. Sanimas di lingkungan ini mulai dibangun pada september 2005. Proses pembangunannya berjalan lancar tanpa menemukan hambatan yang berarti. Pada proses pelaksanaannya dilakukan oleh pihak-pihak yang ditugaskan oleh Bali Fokus yang dalam hal ini sebagai pelaksana teknis di lapangan. Januari 2006 fasilitas Sanimas sudah dapat beroperasi dan digunakan oleh masyarakat setempat. Hingga kini fasilitas Sanimas melayani 196 KK dengan total jumlah warga sebanyak 448 jiwa. Tahapan berikutnya adalah proses pengelolaan yang melibatkan pihak pemerintah dan lembaga-lembaga terkait yaitu BORDA (Bali Fokus) sebagai pihak yang memonitoring dan mengevaluasi kondisi dari fasilitas Sanimas ini. Penerapan Sanimas mengharuskan adanya peran serta warga pada program itu. Selain urunan saat pembangunan, masyarakat juga diwajibkan membayar iuran sebesar
Rp
5.000/KK
setiap
bulannya
untuk
biaya
perbaikan
dan
pemeliharaannya. Pengelolaan Sanimas ini juga dilaksanakan oleh kelompok
124
swadaya masyarakat (KSM) Segina Asri, kelompok yang dibentuk untuk pengelolaan Sanimas di Segina VI. Kelompok ini bertanggung jawab mengelola dana iuran dan menggunakannya untuk pemeliharaan. Kegiatan yang dilakukan secara rutin dan berkala adalah penyedotan pada IPAL yang tertanam di badan jalan tersebut, agar pada saat musim hujan yang berkepanjangan, air tidak masuk kembali melalui kloset pada hunian masing-masing. Sejak diresmikannya fasilitas Sanimas oleh Pemerintah Kota Denpasar, fasilitas ini mampu memecahkan persoalan sanitasi yang terjadi pada permukiman ini. Menurut salah seorang warga yaitu Bapak Andi (2013) mengatakan sebagai berikut: “....dulu kalau hujan deras, air dari septic tank bisa meluap ke dalam rumah melalui saluran toilet. Sekarang sudah nggak lagi. Ini manfaat yang nyata dirasakan masyarakat di sini....”
Sedangkan menurut kepala lingkungan di permukiman ini yaitu Bapak Gusti (2013) mengatakan: ”....adik bisa liat sekarang, air yang mengalir di got hanya air hujan. Air limbah dari rumah tangga sudah tidak disalurkan di got ini lagi....” Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, terlihat bahwa warga permukiman sangat puas dengan kinerja dari pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam menangani permasalahan yang ada pada permukiman padat penduduk di perkotaan. 1)
Pemilik lahan (banjar) Pemilik lahan dalam hal ini adalah pihak banjar yang menyewakan lahan
milik banjar kepada warga pendatang. Pihak Banjar memiliki peran penting dalam proses pengadaan infrastruktur di permukiman ini. Pada awal lahan ini disewakan,
125
pemilik lahan/pihak banjar menyediakan jaringan jalan yang masih berupa jalan tanah beserta saluran drainase. Pada tahun 1996 pihak banjar/pemilik lahan untuk pertama kalinya mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah. Bantuan yang diajukan yakni bantuan untuk memperbaiki jaringan jalan pada permukiman yang awalnya merupakan jalan tanah. Tahun 2005, pada saat Pemerintah Kota Denpasar sedang gencar-gencarnya menjalankan program Sanimas, pihak banjar mengajukan agar wilayahnya memperoleh bantuan tersebut yang kemudian disetujui oleh pihak pemerintah dengan beberapa pertimbangan sebelumnya. Beberapa alasan wilayah permukiman ini diajukan untuk memperoleh bantuan adalah, wilayah ini merupakan permukiman yang padat penduduk, terdapat beberapa masalah dalam hal sanitasi serta saluran pembuangan rumah tangga, sehingga kondisi di ingkungan ini terkesan kumuh. Melihat permasalahan tersebut, pihak banjar bersama warga permukiman antusias agar program ini dapat berjalan dengan baik dan dapat mengatasi permasalahan yang ada. 2)
Penyewa lahan/warga permukiman Penyewa lahan/warga permukiman berperan dalam pengadaan jaringan
infrastruktur yang bersifat mikro pada hunian masing-masing. Infrastruktur tersebut misalnya; pengadaan sumber air bersih yang dibuat menggunakan sumur bor serta sumur gali yang digunakan secara komunal maupun pribadi; pengadaan sarana MCK pada masing-masing hunian/kontrakan; serta pengadaan saluran pembuangan limbah rumah tangga yang nantinya disalurkan menuju saluran drainase/got pada saat itu.
126
Keterbatasan kemampuan dalam hal finansial dan pengetahuan, maka pengadaan sarana dan prasarana permukiman dilakukan seadanya dengan kondisi yang tidak baik, sehingga berdampak pada warga itu sendiri dan bagi lingkungan permukiman. 3)
Pemerintah (Pemerintah Kota Denpasar, Dinas PU) Pihak pemerintah yaitu Pemerintah Kota Denpasar juga memiliki peran
yang sangat penting dalam proses pengadaaan jaringan infrastruktur di permukiman ini. Tahun 1996 pemerintah Dinas PU memberikan bantuan berupa perbaikan jalan yang awalnya hanya berupa jalan tanah selebar 4 meter dan panjang ±200 meter beserta saluran drainase. Pada tahun 2005, Pemerintah Kota Denpasar mengadakan program Sanimas yang bekerja sama dengan Dinas PU, BORDA/LSM Bali Fokus. Permukiman di Banjar Pekandelan, Desa Pemecutan Klod merupakan salah satu permukiman yang memperoleh bantuan program Sanimas ini. Bantuan ini tidak semata-mata diberikan begitu saja, namun berdasarkan pada beberapa pertimbangan dan ketentuan yang sudah ditetapkan. 4)
Bremen Overseas Research and Development Agency (BORDA)/ Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bali Fokus BORDA merupakan lembaga nirlaba yang berasal dari Jerman yang
banyak membantu dalam bidang sanitasi penanganan air limbah domestik di wilayah padat hunian perkotaan. BORDA dalam proses pengadaan infrastruktur ini bekerja sama dengan pihak pemerintah pada program sanimas yang merupakan kegiatan pengolahan air limbah berbasis masyarakat. BORDA melalui LSM Bali Fokus berperan penting dalam proses pengerjaan fasilitas Sanimas secara teknis.
127
Pihak ini juga secara rutin melakukan monitoring dan evaluasi terhadap fasilitas Sanimas di permukiman ini.
4.5
Faktor-faktor Pengaruh Kondisi dan Pengadaan Infrastruktur Permukiman Kumuh Pengadaan infrastruktur di perkotaan terutama pada permukiman padat
penduduk, berdasarkan pada kasus yang diteliti terdapat beberapa tahapan dalam proses pengadaan suatu infrastruktur. Seperti yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya, tahapan tersebut dibagi menjadi 6 yaitu, tahap awal perkembangan permukiman, tahap perencanaan, tahap pembiayaan, tahap pelaksanaan, tahap pengelolaan, serta tahap perbaikan. Dalam keseluruhan tahapan pengadaan infrastruktur tersebut, terdapat bebagai pihak/stakeholder yang berperan pada masing-masing proses. Pihak tersebut yaitu, pemerintah setempat, pihak desa, pihak banjar, pemilik lahan, penyewa lahan/warga permukiman, serta pihak swasta. Infrastruktur maupun fasilitas umum suatu permukiman pada umumnya tidak serta merta dibangun begitu saja, namun terdapat beberapa dasar pertimbangan ataupun faktor-faktor yang mempengaruhi infrastruktur tersebut diadakan oleh pihak-pihak tertentu. Pada 3 kasus permukiman kumuh yang diteliti yaitu permukiman kumuh di Banjar Jematang (kasus 1), permukiman kumuh di Banjar Buana Asri (kasus 2), dan permukiman kumuh di Banjar Pekandelan, juga terdapat
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengadaan
infrastruktur
di
permukiman tersebut. Berdasarkan pemaparan pada bagian sebelumnya yaitu mengenai kondisi infrastruktur pada masing-masing kasus permukiman kumuh,
128
proses pengadaan infrastruktur, serta pihak-pihak yang terlibat didalamnya, dapat ditarik sebuah kesimpulan berupa faktor-faktor yang mempengaruhi pengadaan infrastruktur pada ketiga kasus yang diteliti. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 4.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi dan pengadaan infrastruktur
Jalan
Limbah
Fb
Fa
Fa
Fa
2
Fa
Fa
Fd
Fa
Fc
Fc
Fd
Ff
Ff
3 4
MCK
Air
Fb
Limbah
MCK
Fb
Jalan
Limbah
Fb
Air
Jalan
1
KASUS 3 MCK
Air
KASUS 2
Peringkat
KASUS 1
Fa
Fa
Fc
Fc
Fa
Fc
Fb
Fb
Fa
Fd
Ff
Fa
Fe
5
Ff
Keterangan : Fa : Faktor Status lahan Fb : Faktor Kondisi fisik infrastruktur yang ada Fc : Faktor Hak milik lahan Fd : Faktor Potensi pada site Fe : Faktor Sumber daya manusia Ff : Faktor Kondisi site permukiman
4.5.1
Status lahan Faktor pertama yang mempengaruhi pengadaan infrastruktur permukiman
kumuh pada ketiga kasus yang diteliti adalah status lahan. Status lahan permukiman kumuh pada ketiga kasus yang diteliti merupakan lahan sewa. Status lahan sewa sangat berperan dalam proses pengadaan infrastruktur terutama bagi pemerintah. Pada kasus 2 (Br. Buana Asri) terlihat faktor status lahan berada pada peringkat
pertama
yang
mempengaruhi
pengadaan
infrastruktur.
Pada
permukiman ini, pemerintah belum pernah terlibat dalam pengadaan maupun
129
perbaikan jaringan infrastruktur. Hal ini dikarenakan oleh status lahan seluruh permukiman yang merupakan lahan sewa, sehingga permukiman ini tidak menjadi prioritas bagi pemerintah untuk diberikan bantuan. Pemilik lahan dan warga permukiman mengadakan jaringan infrastruktur secara swadaya, baik pada tahap perbaikan maupun pengelolaan. Pada kasus lainnya, yaitu permukiman kumuh kasus 1 (Br. Jematang) dan kasus 3 (Br. Pekandelan), faktor status lahan bukan merupakan faktor utama dalam proses pengadaan infrastruktur permukiman tersebut. Status lahan tetap menjadi dasar pertimbangan dalam pengadaan maupun perbaikan infrastruktur sehingga, tidak menimbulkan kecemburuan sosial bagi warga lain di sekitar permukiman ini.
4.5.2
Kondisi fisik permukiman Faktor
berikutnya
adalah
kondisi
fisik
permukiman
yang
juga
mempengaruhi dalam proses pengadaan infrastruktur. Kondisi fisik permukiman dalam hal ini adalah kondisi lingkungan pada permukiman yang juga terkait dengan kondisi infrastruktur yang sudah ada sebelumnya. Pada permukiman kumuh kasus 1 (Br. Jematang), faktor kondisi fisik permukiman menjadi faktor utama yang mempengaruhi pengadaan jaringan infrastruktur. Awalnya pemerintah melihat kondisi permukiman (hunian) yang sangat buruk, serta jaringan infrastruktur yang seadanya dengan memanfaatkan potensi di sekitar permukiman secara tidak bertanggung jawab. Menurut Kepala Dusun Banjar Jematang, pernah terjadi wabah muntaber di permukiman ini, akibat tercemarnya air tanah. Melihat kondisi ini, pemerintah turun langsung memberikan bantuan pada permukiman ini
130
dalam bentuk pengadaan infrastruktur seperti jalan beserta saluran drainasenya, pompa air, dan kamar mandi/MCK yang digunakan secara komunal. Pada kasus 3, kondisi fisik permukiman juga berpengaruh pada proses pengadaan infrastruktur, terutama dalam hal pengadaan saluran pembuangan limbah. Pada awalnya pembuangan limbah padat pada permukiman ini mengalami permasalahan. Saat musim hujan air tanah naik sehingga limbah yang ditampung pada tangki septik ikut meluap naik dan keluar melalui lubang kloset. Kondisi ini menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah untuk memerikan bantuan berupa fasilitas sanimas yang berfungsi untuk mengolah limbah secara komunal. Pada kasus 2 (Br. Buana Asri), kondisi fisik permukiman tidak termasuk dalam faktor yang mempengaruhi pengadaan infrastruktur terutama oleh pihak pemerintah. Pemilik lahan dan warga permukiman yang bertanggung jawab penuh atas infrastruktur pada permukiman ini.
4.5.3
Hak milik lahan Hak milik lahan dalam hal ini adalah pihak sebagai pemilik lahan yang
berperan dalam proses pengadaan infrastruktur. Pengaruh dari faktor hak milik lahan terlihat pada kasus 3 (Br. Pekandelan), dimana lahan permukiman ini merupakan lahan milik banjar yang kemudian disewakan kepada pendatang. Pihak banjar yang merupakan pemilik lahan pada permukiman ini, mempermudah pemilik lahan dan warga permukiman untuk mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur yang sudah ada sebelumnya. Lain halnya dengan kasus 2, hak milik lahan permukiman ada pada pihak perseorangan yang merupakan warga desa tersebut. Salah satu penyebab
131
permukiman ini tidak memperoleh bantuan dari pemerintah adalah pemilik lahan yang berjumlah 2 orang yang hanya merupakan warga biasa. Namun pemilik lahan bersama warga permukiman tetap membangun jaringan infrastruktur, seperti jalan dan saluran drainase secara swadaya.
4.5.4
Potensi pada site Faktor berikutnya adalah potensi pada site permukiman yang juga
mempengaruhi pengadaan infrastruktur. Potensi pada site yang dimaksud, misalnya sungai, lahan kosong atau tegalan yang dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur. Secara keseluruhan, potensi site menjadi faktor pengaruh dalam pengadaan infrastruktur khususnya yang berkaitan dengan pembuangan limbah, baik limbah cair, padat, maupun sampah. Pada kasus 1 dan 3, lokasi permukiman berada dekat dengan sungai. Tidak hanya saluran drainase yang bermuara ke sungai dekat permukiman, namun juga saluran pembuangan limbah cair yang berasal dari dapur dan kamar mandi, juga bermuara ke sungai. Untuk limbah sampah, selain terdapat pihak swasta yang mengangkut sampahsampah tersebut, masih ada sebagian warga yang memanfaatkan potensi site yang ada seperti sungai dan lahan kosong sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini tentunya dapat merusak lingkungan yang ada di sekitar permukiman tersebut.
4.5.5
Sumber daya manusia Faktor sumber daya manusia yang dimaksud adalah peran dari masing-
masing pihak yang terkait dalam proses pengadaan infrastruktur hingga tahap pengelolaannya. Faktor ini terlihat pada kasus 3 dalam pengadaan fasilitas
132
pengelolaan limbah berbasis masyarakat (Sanimas). Kerjasama antara pihak pemerintah, pihak swasta, pemilik lahan serta warga permukiman itu sendiri sangat baik, sehingga program Sanimas yang diadakan oleh pemerintah dapat berjalan dengan baik hingga saat ini. Pihak pemerintah berperan sebagai pihak yang menaungi diadakannya program ini, sedangkan pihak swasta berperan dalam pembangunan fasilitas Sanimas, dan warga permukiman melalui suatu organisasi berperan dalam mengelola fasilitas tersebut.
4.5.6
Kondisi site Faktor kondisi site secara keseluruhan terkait dengan proses pengadaan
saluran-saluran drainase serta saluran pembuangan limbah. Pada kasus 2 kondisi site berpengaruh dalam pengadaan saluran pembuangan limbah. Kondisi kemiringan site pada permukiman ini lebih rendah pada ujung belakang permukiman, yang juga merupakan letak dari sungai. Saluran-saluran mikro yang berasal dari hunian masing-masing bermuara pada saluran makro yang ada di jalan utama permukiman, kemudian saluran ini mengalir ke bbagian belakang permukiman yaitu ke sungai. Aliran limbah pada saluran ini berjalan lancar, namun akibat kemiringan site yang semakin ke belakang semakin rendah, menyebabkan permukiman ini menjadi daerah aliran air yang berasal dari permukiman yang berada pada daerah yang lebih tinggi. Berdasarkan penjabaran diatas, dalam proses pengadaan infrastruktur pada masing-masing kasus permukiman kumuh memiliki beberapa faktor pengaruh yang sama, dengan tingkat kepentingan yang berbeda-beda. Pada permukiman kumuh kasus pertama, faktor yang mempengaruhi pengadaan infrastruktur adalah
133
faktor kondisi fisik infrastruktur yang ada (Fb), kemudian faktor berikutnya adalah faktor status lahan (Fa), faktor kondisi site permukiman (Ff), serta faktor potensi pada site (Fd). Faktor pengaruh yang dominan pada kasus 1 adalah faktor kondisi infrastruktur yang ada (Fb). Pada kasus ini, infrastruktur pada awalnya dibangun oleh pemilik masing-masing lahan bersama dengan warga permukiman dengan kondisi yang seadanya. Semakin padatnya hunian pada permukiman ini dengan kondisi infrastruktur yang sangat minim bahkan dapat dikatakan buruk mengakibatkan kondisi lingkungan permukiman ini juga menjadi buruk. Kondisi ini yang menyebabkan pemerintah turun langsung memberikan bantuan dalam pengadaan maupun perbaikan jaringan infrastruktur pada permukiman ini, sehingga pada saat ini kondisi lingkungan permukiman menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pada permukiman kumuh kasus kedua, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pengadaan infastruktur adalah, faktor status lahan (Fa), faktor hak milik lahan (Fc), faktor potensi pada site (Fd), serta faktor kondisi site permukiman (Ff). Faktor pengaruh yang paling dominan yaitu faktor status lahan (Fa). Pada kasus permukiman kumuh yang kedua, status lahan menjadi dasar pertimbangan yang utama dalam proses pengadaan infrastruktur. Permukiman ini tidak memperoleh bantuan apapun dari pemerintah terkait dengan infrastruktur. Hal ini disebabkan oleh status lahan permukiman yang merupakan lahan sewa, sehingga permukiman ini menjadi prioritas kesekian bagi pemerintah. Oleh karena itu, warga permukiman bersama dengan pemilik lahan secara swadaya membangun infrastruktur di permukiman ini.
134
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengadaan infrastruktur pada permukiman kumuh kasus ketiga adalah, faktor hak milik lahan (Fc), faktor status lahan (Fa), faktor kondisi fisik infrastruktur yang ada (Fb), faktor potensi pada site (Fd), faktor sumber daya manusia (Fe), serta faktor kondisi site permukiman (Ff). Terdapat 2 faktor pengaruh yang paling dominan pada kasus ketiga yaitu faktor hak milik lahan (Fc), faktor status lahan (Fa). Secara keseluruhan kondisi permukiman kumuh pada kasus ketiga lebih baik jika dibandingkan dengan permukiman kumuh pada kasus 1 dan 2. Faktor yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah hak milik lahan permukiman merupakan hak milik banjar yaitu Banjar Pekandelan. Hal ini mengakibatkan dengan mudahnya permukiman ini memperoleh bantuan dari pemerintah walaupun status lahan merupakan lahan sewa, namun tetap berdasar atas pertimbangan-pertimbangan dari pemerintah dalam memberikan bantuan. Berdasarkan pemaparan diatas, faktor-faktor pengaruh kondisi dan pengadaan infrastruktur permukiman kumuh dapat digolongkan menjadi 3 faktor yang dilihat secara makro yaitu, (1) faktor alam, meliputi kondisi site dan potensi pada site; (2) faktor buatan, meliputi kondisi fisik permukiman; serta (3) faktor sosial, meliputi status lahan, hak milik lahan, dan sumber daya manusia. Keseluruhan faktor ini terkait satu sama lainnya dan memiliki perbedaan pada setiap kasus permukiman kumuh yang diteliti.