52
BAB V BENTUK DAN KARAKTERISTIK PEMANFAAT PELUANG USAHA DAN KERJA PARIWISATA 5.1 Bentuk Pemanfaatan Peluang Usaha dan Kerja 5.1.1 Latar Belakang Usaha dan Kerja Pariwisata di Pulau Pramuka Sejak adanya kebijakan peningkatan Kecamatan Kepulauan Seribu menjadi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2011 dan Ibukota Kabupaten ditempatkan di Pulau Pramuka, maka pada tahun-tahun selanjutnya banyak fasilitas yang mulai dibangun di pulau ini. Fasilitas tersebut antara lain adalah masjid, rumah sakit, jalan konblok di sepanjang pulau, lapangan tenis, dermaga, dan penginapan bagi pengunjung wisata. Fasilitas-fasilitas yang dibangun tersebut menjadikan Pulau Pramuka memiliki fasilitas terlengkap dibandingkan dengan pulau-pulau pemukiman lainnya. Tata tempat tinggal dan sanitasi di Pulau Pramuka juga tergolong cukup baik dibandingkan pulau pemukiman lainnya sehingga dapat mendukung kegiatan pariwisata di pulau ini. Terlebih lagi dengan adanya dukungan sarana transportasi dengan tujuan langsung ke Pulau Pramuka (baik menggunakan perahu motor tradisional dari pelabuhan nelayan Muara Angke atau dengan perahu motor cepat (speedboat) dari dermaga kapal Marina Ancol) telah memudahkan wisatawan menjangkau pulau ini. Dengan segala fasilitas yang dapat mendukung suatu kegiatan pariwisata dan adanya potensi sumberdaya pesisir yang dapat dijadikan objek wisata, maka Pulau Pramuka mulai berkembang sebagai pulau wisata berbasis masyarakat. Meskipun demikian, kegiatan wisata di pulau ini juga tidak terlepas dari adanya program-program terkait dengan pariwisata yang dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) seperti Pemerintah Daerah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, LSM seperti Yayasan Terangi, serta pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya. Pariwisata berbasis masyarakat merupakan suatu konsep dimana masyarakat lokal merupakan subjek atau pelaku utama yang memanfaatkan kegiatan pariwisata di daerahnya. Berbagai pihak seperti Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
53
Administrasi Kepulauan Seribu serta LSM seperti Yayasan Terangi umumnya berperan sebagai fasilitator dalam penerapan konsep pariwisata berbasis masyarakat tersebut. Peran tersebut diantaranya seperti dalam hal pembuatan dan penguatan kelembagaan yang berhubungan dengan sektor pariwisata yang ada di masyarakat, membantu pemasaran wisata, dan membantu permodalan sehingga dapat menghindari pemodal besar (berasal dari luar pulau) yang mengincar potensi wisata di pulau pemukiman. Beberapa pemangku kepentingan (stakeholder) tersebut juga saling berkoordinasi dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kegiatan pariwisata di pulau ini. Kegiatan wisata dianggap sebagai suatu potensi dalam pengembangan matapencaharian alternatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan keberlangsungan hidup masyarakat di Pulau Pramuka. Beberapa program yang pernah dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) di Pulau Pramuka sehubungan dengan pariwisata antara lain adalah Program Ekowisata Berbasis Komunitas yang difasilitasi oleh Yayasan Terangi selama
dua periode yaitu periode I tahun 2004-2006 dan
periode II tahun 2007-2009. Program tersebut berupaya melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kesadaran dan pengetahuan mengenai ekologi terumbu karang kepada organisasi masyarakat lokal di Kelurahan Pulau Panggang serta memfasilitasi kelompok Elang Ekowisata dalam mengembangkan beberapa area perlindungan laut untuk kegiatan wisata sekaligus memonitor keadaan karang. Elang Ekowisata sendiri merupakan pelopor rental diving dan snorkeling pertama yang ada di Pulau Pramuka. Saat ini Elang Ekowisata dijadikan sebagai pusat informasi wisata atas dukungan Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan juga Yayasan Terangi yang didanai oleh United Nations Environment Programme (UNEP) dan David-Lucile Packard Fondation. Kegiatan pemberdayaan yang dilakukan Yayasan Terangi berupa pelatihan guiding dan diving, pelatihan manajemen organisasi keuangan dan pemasaran, serta pelatihan ekologi terumbu karang pada masyarakat. Hasil dari program tersebut bagi Elang Ekowisata antara lain adalah adanya database layanan wisatawan yang disediakan oleh masyarakat lokal, adanya dukungan dan fasilitas
54
tambahan untuk Elang Ekowisata (baik dari Pemda maupun komunitas lokal), pendirian kantor sekretariat, adanya kegiatan magang bagi siswa SMA dalam menyediakan layanan wisata, adanya brosur dan publikasi lokasi wisata serta publikasi area perlindungan laut. Hasil lainnya adalah adanya peningkatan keterampilan dan pengetahuan masyarakat (baik Kelompok Elang Ekowisata maupun kelompok guide dan usaha lainnya) dalam hal keahlian manajemen dan pelayanan, munculnya kesadaran lingkungan untuk menjaga terumbu karang yang juga merupakan salah satu asset objek wisata, serta tumbuhnya perekonomian masyarakat
di
bidang
rental
snorkeling
dan
diving
mengikuti
jejak
Elang Ekowisata maupun usaha lainnya di bidang pariwisata. Pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya yaitu Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu melalui Sentra Penyuluhan Konservasi Pedesaan (SPKP) membentuk suatu paguyuban homestay dan catering dengan nama “Paguyuban Mutiara Pesisir” serta paguyuban ojek kapal antar pulau dengan nama “Paguyuban Ojek Kapal Antar Pulau” yang berada di Pulau Pramuka. Paguyuban tersebut didirikan pada bulan Desember tahun 2009. SPKP ini berperan sebagai koordinator, fasilitator, dan pelaksana kegiatan dari kelompok-kelompok masyarakat yang dibentuk tersebut. Latar belakang dari dibentuknya paguyuban tersebut berawal dari adanya potensi Pulau Pramuka dalam hal ekowisata bahari dan potensi tersebut dikelola oleh banyak pihak yang tertarik dalam pengembangan pariwisata. Pihak tersebut antara lain seperti resort wisata, masyarakat, pengusaha restaurant, pengusaha homestay, pengusaha travel, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, dan Pemda Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pengelolaan yang dilakukan oleh pihak-pihak pelaku industri pariwisata nampaknya masih belum terkoordinasi dengan baik, padahal koordinasi pengelolaan industri pariwisata di Kepulauan Seribu sangat diperlukan untuk membangun kesepahaman dalam menciptakan produk dan paket-paket ekowisata bahari yang lestari. Oleh karena itu, Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu memandang perlu membentuk Paguyuban Ojek Antar Pulau dan Paguyuban Mutiara Pesisir sebagai wadah mayarakat pelaku usaha wisata yang mandiri. Paguyuban itu sendiri dibentuk berdasarkan hasil musyawarah antara
55
pemilik atau pengelola ojek, catering dan penginapan. Tujuan paguyuban itu sendiri adalah membangun koordinasi yang harmonis diantara para pemilik atau pengelola usaha tersebut sehingga dapat melayani masyarakat dan pengunjung dengan baik. Selain itu, paguyuban bertujuan untuk membantu pemerintah di bidang pariwisata serta mengupayakan kesejahteraan anggotanya. Pembina paguyuban tersebut adalah Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu dan Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Sumber dana kegiatan paguyuban berasal dari swadaya anggota paguyuban melalui iuran bulanan serta donator lainnya. Paguyuban catering dan homestay yang didirikan sejauh ini masih belum berjalan secara efektif, melihat pertumbuhan usaha catering dan homestay yang berkembang cukup pesat pada saat ini, sehingga banyak usaha baru yang bermunculan dan belum terdata seluruhnya. Peran Paguyuban Ojek Antar Pulau yang cukup terlihat adalah pada kesepakatan anggota dalam menetapkan tarif penumpang dan pembatasan jumlah kapal ojek antar pulau. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi tingkat persaingan dan meningkatkan kesejahteraan para supir ojek. Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu juga memiliki paket wisata pendidikan dan melakukan beberapa bentuk promosi wisata ke Kepulauan Seribu seperti melalui internet, leaflet, pameran dan cara lainnya. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu juga memiliki slogan pariwisata yaitu “Accessible and Never Ending Attraction”. Selain itu, Taman Nasional memiliki pemandu wisata alam bahari yang memandu wisata di kawasan Taman Nasional seperti dalam hal objek wisata pemukiman, kegiatan pelestarian penyu sisik, rehabilitasi mangrove, padang lamun, terumbu karang serta kegiatan lainnya. Orientasi pada pengembangan pariwisata bahari juga sudah terlihat jelas pada misi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yaitu mewujudkan wilayah Kepulauan Seribu sebagai kawasan wisata bahari yang lestari. Kegiatan yang dilakukan oleh Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Seribu mencakup kegiatan promosi wisata baik melalui internet, membuka stand, dan kunjungan ke berbagai daerah untuk mempromosikan wisata di Kepulauan Seribu. Slogan Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Seribu adalah “Nelayan.. ok! Pariwisata.. yes! Bersama.. bisa!”, dimana slogan ini ingin
56
menunjukkan bahwa pariwisata dibangun bersama-sama dengan masyarakat Kepulauan Seribu. Suku Dinas lainnya juga turut berkontribusi dalam pengembangan pariwisata, seperti Suku Dinas Perikanan yang sempat melakukan pelatihan diving dan sertifikasi (lisensi) selam gratis bagi masyarakat di Pulau Pramuka. Sertifikasi tersebut dapat membantu masyarakat terutama bagi mereka yang berprofesi sebagai pemandu wisata (baik snorkeling dan diving). Hal ini sempat dikemukakan oleh pemandu wisata seperti berikut : “Saya dapat lisensi diving A1 gratis, waktu itu saya diajak temen ikut pelatihan yang diadain Sudin Perikanan. Yah, Alhamdulillah ga perlu keluar uang buat dapet lisensi, soalnya kan bikin lisensi selam mahal. Sebenernya tanpa lisensi juga, orang pulau udah pasti jago berenang atau nyelam. Tapi kan biasanya wisatawan yang dipandu bakal lebih percaya kalau dipandu sama orang yang udah dapet lisensi.” (Hsn, 24 tahun) Berbagai peran yang telah dilakukan oleh beberapa pemangku kepentingan tersebut baik secara langsung dan tidak langsung telah meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu khususnya Pulau Pramuka. Apalagi pada tahun ini (tahun 2011), Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu menargetkan kunjungan wisatawan hingga satu juta orang ke Kepulauan Seribu. Tentunya peningkatan kunjungan ini juga telah memicu peningkatan peluang usaha atau kerja di sektor pariwisata. Hal ini juga turut disampaikan salah satu informan yang merupakan warga setempat, berikut adalah kutipannya : “Dulu Pulau Pramuka masih seperti hutan dan sepi. Jalan-jalan belum dikonblok seperti saat ini, sepanjang pantai juga belum dibeton seperti sekarang, masih pasir pantai. Semenjak pulau jadi kabupaten, banyak fasilitas yang dibangun kayak rumah sakit dan dermaga. Sekarang pulau udah rame, apalagi sama pengunjung. Orang yang usaha di pariwisata jadi banyak, soalnya usahanya cukup menguntungkan. Dulu belum ada pedagang di sepanjang dermaga, tapi sekarang mulai banyak yang jualan disitu. Soalnya kan tiap weekend pasti banyak tamu, apalagi hari libur atau hari besar kayak tahun baru, homestay-homestay udah pasti penuh sama tamu. ” (Rdy, 43 tahun). Alasan yang melatarbelakangi usaha atau kerja pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa dari 81 responden yang diwawancarai, 60 persen responden melakukan usaha dan
57
kerja di pariwisata dengan latar belakang subsistensi yaitu sebagai pekerjaan yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sisanya sebesar 40 persen responden melakukan usaha dan kerja di pariwisata dengan latar belakang sebagai bentuk investasi dan akumulasi keuntungan. Beberapa pekerja atau pengusaha di pariwisata melakukan investasi atau diversifikasi usaha ke sektor pariwisata dengan alasan karena prospek usaha di sektor ini cukup menguntungkan sehingga dapat diandalkan untuk menambah penghasilan. Faktor-faktor yang mendorong masyarakat di Pulau Pramuka memanfaatkan peluang usaha dan kerja di pariwisata diantaranya adalah meningkatnya jumlah wisatawan yang memerlukan pelayanan akan kegiatan wisata, adanya potensi sumberdaya alam yang mendukung kegiatan pariwisata di pulau ini, dukungan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) seperti dalam bantuan permodalan, promosi wisata, dan pelatihan manajemen usaha sehingga masyarakat
setempat
dapat turut
memanfaatkan peluang usaha dan kerja di pariwisata, sektor pariwisata mudah dimasuki terutama pada sektor usaha informal, serta dapat dijadikan alternatif mata pencaharian selain di sektor perikanan.
Subsistensi 60%
Gambar 4.
Investasi dan Akumulasi Keuntungan 40%
Persentase Responden Berdasarkan Latar Belakang Usaha atau Kerja Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011
Bila melihat persentase responden berdasarkan tahun berdirinya usaha pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa dari 81 responden yang diwawancarai, cukup banyak pengusaha yang memulai usahanya pada tahun 2008 yaitu sebesar 19 persen. Beberapa usaha memang sudah ada yang berdiri sebelum tahun 2000
58
yaitu sebesar lima persen. Umumnya usaha yang sudah berdiri sebelum tahun 2000 merupakan usaha perdagangan, warung sembako, dan pemandu wisata. Pertumbuhan usaha terlihat konstan pada tahun 2001 hingga tahun 2004, baru semenjak tahun 2005 pertumbuhan usaha meningkat yaitu sekitar enam persen, dan yang paling terlihat jelas adalah pada rentang tahun 2008 hingga tahun 2010 dimana pertumbuhan usaha lebih sepuluh persen. Persentase responden berdasarkan tahun berdirinya usaha disajikan pada Gambar 5.
20
19
15
14
14
10 5
5
6 4
4
7
15 8
4
1
0
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun < 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5.
Grafik Persentase Responden Berdasarkan Tahun Berdirinya Usaha di Pulau Pramuka Tahun 2011
Data persentase responden berdasarkan pekerjaan sebelum berusaha atau bekerja di sektor pariwisata disajikan pada Gambar 6. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa dari 81 responden yang diwawancarai, sebanyak 28 persen pengusaha dan pekerja di sektor pariwisata sebelumnya bekerja sebagai nelayan dan ABK (Anak Buah Kapal). Baik nelayan jaring muroami, nelayan pancing maupun nelayan bubu serta ABK nelayan maupun kapal ojek. Kemudian sebanyak 17 persen diantaranya merupakan pegawai swasta yang bekerja pada perusahaan yang ada di luar Kepulauan Seribu dan 12 persen diantaranya merupakan PNS maupun pensiunan PNS baik sebagai guru, pegawai Pemda, maupun polisi hutan. Selain itu, sebanyak 11 persen diantaranya tidak bekerja (menganggur) sebelum akhirnya bekerja maupun berusaha di sektor pariwisata. Sebanyak sembilan persen diantaranya sempat bekerja sebagai pegawai resort yang ada di Kepulauan Seribu, baik sebagai pegawai housekeeping, maupun bekerja di
59
restoran yang ada di resort. Sebanyak tujuh persen diantaranya merupakan Ibu Rumah Tangga (IRT) sebelum akhirnya bekerja di sektor pariwisata. Sisanya sebanyak empat persen pernah berusaha sebagai pedagang. tiga persen bekerja sebagai buruh pabrik, tiga persen sebagai pemandu wisata (guide), dua persen sebagai pengusaha di luar sektor pariwisata (usaha konveksi dan interior desain) dan empat persen pada pekerjaan lainnya seperti dekorator, teknisi mesin dan kuli bangunan. Dari data pada Gambar 6 juga dapat dilihat bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu lapangan usaha dan pekerjaan baru yang dapat dimanfaatkan terutama oleh penduduk Pulau Pramuka. Sektor pariwisata juga dapat dijadikan suatu alternatif matapencaharian bagi penduduk di Pulau Pramuka. Bila dilihat secara stratifikasi sosial, responden yang beralih pekerjaan dan memanfaatkan peluang usaha dan kerja di sektor pariwisata cenderung berada pada strata rendah dan menengah.
Ibu Rumah Tangga 7%
PNS 12%
Buruh 3%
Pegawai Resort 9%
Guide Pengusaha 3% 2% Lainnya 4%
Tidak Bekerja 11% Pegawai Swasta 17%
Nelayan dan ABK 28%
Pedagang 4%
Gambar 6.
Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan Sebelum Berusaha atau Bekerja di Sektor Pariwisata Pulau Pramuka Tahun 2011
5.1.2 Bentuk Pemanfaatan Peluang Usaha dan Kerja Berdasarkan Jenis Kegiatan Peluang usaha dan kerja yang tumbuh sebagai dampak adanya pengembangan pariwisata di Pulau Pramuka bila dilihat berdasarkan jenis
60
kegiatan, yaitu terdiri dari kegiatan usaha homestay, pedagang, rumah makan, transportasi dan jasa. Dari 81 responden yang diwawancarai terdapat 42 persen responden yang termasuk ke dalam sektor jasa, 19 persen responden yang termasuk ke dalam sektor homestay, 17 persen responden yang termasuk ke dalam sektor pedagang, 16 persen responden yang termasuk ke dalam sektor transportasi dan 6 persen responden yang termasuk ke dalam sektor rumah makan. Persentase responden yang berusaha dan bekerja di sektor pariwisata menurut jenis kegiatan di Pulau Pramuka ditunjukkan pada Gambar 7.
Pedagang 17%
Homestay 19%
Rumah Makan 6% Transportasi 16% Jasa 42%
Gambar 7.
Persentase Responden yang Berusaha dan Bekerja di Sektor Pariwisata Menurut Jenis Kegiatan di Pulau Pramuka Tahun 2011
Sektor jasa dan penginapan merupakan sektor yang cukup dominan dalam memanfaatkan peluang usaha dan kerja pariwisata di Pulau Pramuka. Peningkatan pertumbuhan usaha yang paling terlihat drastis adalah pada usaha penginapan atau homestay. Kelurahan Pulau Panggang mencatat bahwa dalam kurun waktu enam tahun semenjak tahun 2005 hingga kini, pertumbuhan penginapan mencapai sembilan penginapan setiap tahunnya. Beberapa usaha mulai tumbuh dan berkembang pada tahun 2004, hal ini didorong oleh program-program pengembangan wisata bahari seperti promosi dan penyediaan paket wisata pendidikan yang disediakan oleh Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu pada masa kepemimpinan Ir. Sumarto, MM (Periode 2003-2007) dan Dr. Joko Prihatno (2008-2010). Sejak adanya program-program tersebut maka kunjungan wisatawan mulai meningkat, banyak agen-agen perjalanan dari luar pulau yang mulai
61
membuka paket wisata ke Kepulauan Seribu, dan masyarakat mulai membaca peluang tersebut. Masyarakat yang membaca peluang tersebut kemudian mendirikan usaha yang dapat menyediakan akomodasi dan fasilitas untuk wisatawan. Pada awalnya hanya terdapat dua penginapan atau homestay di Pulau Pramuka yaitu WTN dan VDM. VDM merupakan usaha bersama dari tiga investor luar, dan telah memiliki SIUK (Surat Izin Usaha Kepariwisataan). VDM ini berdiri pada tahun 2002. WTN dimiliki oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu yang telah berdiri sejak tahun 1992 (namun pada masa itu WTN digunakan untuk mess karyawan dan kepentingan penelitian) yang baru mulai dibuka untuk pengunjung atau wisatawan sekitar tahun 2003. Hal ini disampaikan oleh salah satu informan yang merupakan pegawai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, kutipannya sebagai berikut : “Dulu penginapan di Pulau Pramuka hanya ada dua yaitu BTN dan VDM, pada saat Taman Nasional dikepalai oleh Pak Marto, fokus program Taman Nasional pada pariwisata bahari, makanya ada paket-paket wisata. Setelah ada program tersebut, mulai bermunculan usaha-usaha seperti penginapan yang dibuat oleh masyarakat setempat.”(Mfr, 37 tahun). Kunjungan wisatawan yang meningkat membuat masyarakat setempat berinisiasi membuat sebuah penginapan, baik itu rumah tempat tinggal yang dijadikan penginapan, rumah kontrakan, atau membuat bangunan baru yang didesain untuk sebuah penginapan. Fasilitas penginapan dibuat standar mengikuti penginapan yang sudah ada sebelumnya, seperti tempat tidur atau kasur dengan menyediakan extra bed, kamar mandi, rak handuk, AC, kipas angin, TV dan dispenser. Beberapa penginapan ada yang menyediakan dalam bentuk per kamar dan ada pula yang menyediakan dalam bentuk satu bangunan rumah yang dilengkapi ruang tamu, ruang tengah, serta dapur. Tarif penginapan di pulau ini berkisar pada harga Rp 300.000,00 - Rp 350.000,00/malam untuk jenis per kamar dengan kapasitas per kamar dua hingga empat orang, sedangkan untuk jenis bangunan rumah harga berkisar pada Rp 400.000,00 – Rp 500.000,00/malam dengan kapasitas tujuh hingga sepuluh orang.
62
Satu pengusaha dapat memiliki beberapa homestay yang letaknya di beberapa
tempat.
Beberapa
pengusaha
tersebut
diantaranya
adalah
Homestay MGA yang dimiliki oleh Sfh, Homestay TGL dan SFR yang dimiliki oleh Bnh, Homestay AML yang dimiliki oleh Shr, dan beberapa homestay lainnya. Homestay tersebut dibuat oleh para pemiliknya dengan cara bertahap. Modalnya berkisar pada seratus juta hingga empat ratus juta, dan bahkan beberapa ada yang melebihi enam ratus juta. Modal yang dimiliki oleh pengusaha dalam membangun homestay ada yang berasal dari tabungan, meminjam ke Bank maupun menyicil ke toko material. Data pengusaha yang memiliki beberapa bangunan homestay di Pulau Pramuka ditunjukkan dalam Tabel 11.
Tabel 11. Data Pengusaha yang Memiliki Beberapa Bangunan Homestay di Pulau Pramuka Tahun 2011 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Pemilik Sfh Adh Tgh Bnh Hti Shr Sgr Adh
Nama Homestay MGA LLD MTR TGL dan SFR AGL AML VIW ALX Jumlah
Jml. Homestay 3 2 3 4 3 2 3 2 22
Persentase 13,6 9,1 13,6 18,2 13,6 9,1 13,6 9,1 100,0
Sumber : Data Primer.
Selain usaha penginapan, usaha yang tumbuh di Pulau Pramuka antara lain adalah pedagang yang meliputi pedagang kaki lima, pedagang oleh-oleh khas pulau dan warung sembako. Pedagang kaki lima umumnya berjualan makanan dan minuman seperti mie ayam, batagor, es buah, sate, nasi goreng dan aneka jajanan ringan lainnya. Kebanyakan dari pedagang tersebut berjualan (mangkal) di daerah dermaga dan di samping rumah sakit tempat berada plang selamat datang. Hal ini karena letak tersebut merupakan letak yang strategis dan mudah dijangkau oleh para wisatawan, serta cukup banyak homestay yang berdiri di daerah dermaga. Pedagang oleh-oleh khas pulau mencakup usaha seperti penjual ikan segar, kerupuk sukun, dodol rumput laut, kerupuk ikan, ikan asin, cumi asin, souvenir seperti kaos, kerajinan tangan dari kerang, dan produk lainnya yang menjadi ciri
63
khas pulau. Banyaknya wisatawan yang berkunjung kerap menginginkan oleholeh untuk dibawa pulang, sehingga muncul pedagang-pedagang yang menyediakan barang maupun produk makanan dan seafood agar dapat dibawa pulang oleh wisatawan. Di Pulau Pramuka tidak terdapat mini market maupun super market seperti di kota-kota besar maupun di tempat wisata pada umumnya, sehingga dalam membeli kebutuhan tertentu, para wisatawan akan mendatangi warung-warung yang ada di Pulau Pramuka. Adanya wisatawan secara tidak langsung turut menambah penghasilan dan penjualan barang di warung sembako yang didirikan oleh masyarakat setempat. Usaha lainnya yang turut memanfaatkan peluang usaha di pariwisata adalah usaha rumah makan dan warung nasi. Terdapat satu buah restoran yang cukup terkenal di kawasan ini yaitu NRO. NRO ini telah memiliki surat izin usaha dan beberapa stasiun TV telah meliput restoran yang tergolong baru ini. Restoran ini dimiliki oleh PT. NAK dan sudah dua tahun berjalan. PT. NAK sendiri merupakan suatu perusahaan pembudidaya ikan terutama untuk ikan konsumsi. Menu yang disajikan pada restoran ini adalah seafood dengan menu yang cukup terkenal adalah aneka masakan bandeng. Para wisatawan baik yang mengikuti paket wisata maupun yang datang sendiri tanpa mengikuti paket wisata, kerap mengunjungi tempat ini. Mereka yang mengikuti paket wisata umumnya akan diantarkan ke restoran NRO setelah mereka melakukan kegiatan snorkeling. Apalagi suasana restoran didesain senyaman mungkin dan strategis untuk menikmati pemandangan yang indah dari tempat ini. Selain restoran NRO, terdapat beberapa rumah makan yang didirikan oleh penduduk setempat dan tergolong sering dikunjungi wisatawan. Hal ini dikarenakan harga yang lebih terjangkau dan letak yang lebih dekat dibandingkan dengan restoran NRO. Sebab untuk menjangkau restoran NRO, wisatawan harus menggunakan ojek antar pulau terlebih dahulu dikarenakan letak restoran yang didirikan di atas gosong (bentukan daratan yang terkurung atau menjorok pada suatu perairan, biasanya terbentuk dari pasir dan kerikil, sehingga membentuk dangkalan). Peluang usaha lain yang tumbuh adalah usaha warung nasi. Meskipun tempat yang disediakan warung nasi umumnya jauh lebih kecil dari rumah makan
64
serta dengan meja dan bangku seadanya, namun warung nasi juga kerap menjadi alternatif wisatawan dalam mencari makan. Sektor transportasi yang juga memanfaatkan peluang usaha dan kerja di pariwisata adalah usaha angkutan ojek antar pulau, angkutan ojek Muara Angke dan penyewaan kapal untuk kegiatan trip pulau, mancing, snorkeling dan diving. Meskipun angkutan ojek antar pulau dan ojek Muara Angke memang sudah ada sebelum pariwisata berkembang dan merupakan angkutan umum bagi masyarakat, namun meningkatnya jumlah wisatawan juga kerap menggunakan kedua ojek tersebut sebagai sarana transportasi. Beberapa Ojek Muara Angke kerap disewa oleh travel agent tertentu untuk membawa para wisatawan dari awal keberangkatan hingga pulang. Begitu juga angkutan ojek antar pulau kadangkadang disewa untuk membawa wisatawan ke pulau-pulau tertentu atau membawa wisatawan untuk snorkeling. Dalam hal mengangkut penumpang secara reguler pun, adanya wisatawan turut menambah jumlah penumpang yang secara langsung berdampak pada pendapatan kapal ojek, terlebih lagi pada saat akhir pekan dimana kunjungan wisatawan memuncak. Tarif ojek Muara Angke saat ini adalah Rp 30.000,00/orang, sedangkan tarif ojek antar pulau tujuan Pulau Pramuka – Pulau Panggang – Pulau Karya adalah Rp. 3.000,00/orang. Harga charter
ojek
Muara
Rp 8.000.000,00,
Angke
berkisar
pada
sedangkan harga charter
harga ojek
Rp 4.000.000,00 antar
pulau
–
berkisar
Rp 350.000,00 – Rp 500.000,00/trip tergantung dengan tujuan pulau yang ingin dicapai. Banyaknya wisatawan yang melakukan kegiatan snorkeling, diving, mancing maupun perjalanan (trip) ke pulau tertentu mendorong beberapa nelayan untuk menyewakan kapalnya bahkan merubah kapalnya khusus untuk kegiatan tersebut. Beberapa pengusaha bahkan sengaja membuat atau membeli kapal baru untuk disewakan pada wisatawan. Para pengusaha kapal tersebut umumnya bekerjasama dengan travel agent tertentu atau dengan usaha penyewaan alat snorkeling. Ada pula mereka yang memang memiliki usaha penginapan dan usaha penyewaan alat snorkeling juga memiliki kapal sendiri untuk digunakan para tamunya. Tarif kapal yang disewa berkisar pada harga Rp 300.000,00 – Rp 700.000,00, namun rata-rata tarif penyewaan kapal adalah Rp 350.000,00.
65
Kapal ojek Muara Angke umumnya memiliki anak buah kapal (ABK) sebanyak empat hingga enam orang, sedangkan kapal ojek antar pulau maupun penyewaan kapal umumnya memiliki ABK sebanyak dua orang. Dalam sektor jasa, beberapa usaha yang tumbuh dan turut memanfaatkan peluang usaha dan kerja di pariwisata diantaranya adalah jasa penyewaan sepeda, gerobak (kuli angkut), penyewaan alat snorkeling dan diving, travel agent, catering, penyewaan kano, dan pemandu wisata (guide). Alat transportasi darat yang biasa digunakan masyarakat di Pulau Pramuka umumnya adalah sepeda dan motor. Beberapa pengusaha melihat bahwa penyewaan sepeda merupakan jenis usaha yang dapat ditawarkan kepada wisatawan, sebab dengan menggunakan sepeda dapat memudahkan para wisatawan mengelilingi Pulau Pramuka tanpa harus capai berjalan kaki. Harga penyewaan sepeda berkisar pada harga Rp 15.000,00/jam. Jasa gerobak (kuli angkut) umumnya digunakan masyarakat untuk membawakan barang-barang dan belanjaan yang dirasa berat, seperti belanjaan sembako, box ikan segar, tabung gas dan sebagainya. Dengan adanya wisatawan yang berkunjung, jasa gerobak (kuli angkut) juga digunakan untuk membawakan tas dan barang-barang wisatawan, terutama apabila barang yang dibawa cukup banyak atau berat. Biasanya jasa gerobak digunakan wisatawan untuk mengantarkan barang dari dermaga ke homestay tempat mereka menginap atau sebaliknya. Jasa gerobak juga dipakai para wisatawan yang hendak melakukan kegiatan penyelaman. Jasa gerobak disewa untuk membawakan tabung-tabung oksigen serta peralatan lainnya ke kapal atau dari kapal ke tempat tujuan tertentu. Tarif jasa gerobak (kuli angkut) umumnya tidak dipatok sehingga tergantung sang pengguna jasa hendak membayar berapa, namun rata-rata berkisar pada harga Rp 5.000,00 – Rp 50.000,00/angkut. Beberapa kuli angkut ada yang bekerja sendiri dan ada pula yang berkelompok, satu kelompok bisa terdiri dari dua sampai empat gerobak dengan tenaga kerja berkisar antara dua hingga enam orang. Usaha jasa lainnya yang tumbuh dan memanfaatkan peluang usaha dan kerja di pariwisata adalah penyewaan alat dan jasa pemandu snorkeling dan diving. Kegiatan pariwisata yang dilakukan wisatawan di Pulau Pramuka
66
umumnya adalah kegiatan wisata bahari terutama snorkeling dan diving. Namun tidak semua wisatawan memiliki peralatan tersebut dan tidak semua wisatawan pernah melakukan kegiatan snorkeling maupun diving. Hal ini mendorong masyarakat untuk membuka jasa penyewaan alat snorkeling dan diving serta menyediakan jasa pemandu dalam kegiatan tersebut. Harga penyewaan alat snorkeling umumnya adalah Rp 35.000,00/set sedangkan harga penyewaan alat diving umumnya Rp 350.000,00/set. Pelayanan pemandu wisata di Pulau Pramuka umumnya memandu untuk kegiatan snorkeling, sebab tidak sembarang orang dapat memandu kegiatan diving. Tarif untuk satu kali memandu snorkeling berkisar pada harga Rp 75.000,00 - Rp 100.000,00, sedangkan tarif untuk satu kali memandu diving sekitar Rp 150.000,00. Terdapat pula penyewaan kano yang saat ini hanya ada satu pengusaha di Pulau Pramuka. Usaha biro perjalanan (travel agent) juga mulai dilakukan oleh masyarakat Pulau Pramuka dengan menyediakan paket-paket wisata (baik paket wisata dua hari satu malam maupun paket wisata tiga hari dua malam) serta melakukan promosi melalui media internet. Biro perjalanan (travel agent) tersebut sudah bekerjasama dengan usaha-usaha seperti penginapan dan usaha lainnya yang dapat mendukung kegiatan dalam paket wisata tersebut. Usaha catering juga mulai bermunculan seiring banyaknya wisatawan yang datang dan menginap di Pulau Pramuka. Wisatawan umumnya ingin sesuatu yang praktis, sehingga beberapa wisatawan memilih menggunakan catering untuk menyediakan makanan bagi mereka daripada harus mencari makan sendiri. Usaha catering juga kerap bekerjasama dengan para pengusaha homestay dan biro perjalanan (travel agent) dalam menyediakan makanan bagi para wisatawan. Harga paket catering umumnya berkisar pada harga Rp 15.000,00 – Rp 25.000,00/ porsi.
5.1.3 Bentuk Pemanfaatan Peluang Usaha dan Kerja Berdasarkan Sifat Kegiatan Bila melihat berdasarkan sifat kegiatan usaha dan kerja pariwisata di Pulau Pramuka. Dari 81 responden yang diwawancarai, 73 persen responden diantaranya termasuk ke dalam sektor informal, dimana usaha tersebut belum memiliki surat izin usaha dan masih dikelola secara sederhana. Sisanya sebanyak
67
27 persen responden termasuk ke dalam sektor formal, dimana usaha tersebut telah memiliki surat izin usaha dari pemerintah. Kebanyakan dari usaha yang telah berdiri di Pulau Pramuka belum dapat dikelola secara profesional, bersifat informal dengan tenaga kerja keluarga sendiri. Akan tetapi beberapa dari usaha tersebut mulai mencontoh usaha-usaha yang ada di resort-resort dan tempat wisata lainnya yang sudah profesional. Persentase responden menurut sifat kegiatan usaha dan kerja pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 8.
Formal 27% Informal 73%
Gambar 8.
Persentase Responden Menurut Sifat Kegiatan Usaha dan Kerja Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011
Hampir semua penginapan atau homestay yang berdiri di Pulau Pramuka merupakan usaha informal (tidak memiliki SIUK) dan tidak memiliki tenaga kerja. Beberapa penginapan dikelola oleh pemiliknya sendiri dan ada pula yang menitipkan pada satu pengelola yang umumnya masih saudara dari pemilik penginapan, meskipun demikian ada pula yang mempunyai tenaga kerja antara dua hingga lima orang. Penginapan atau homestay yang memiliki SIUK sejauh ini hanya VDM, WDG dan DPN. Homestay VDM dan WDG dimiliki oleh pendatang yang berasal dari luar Kepulauan Seribu (investor) dengan tenaga kerja empat hingga enam orang, sedangkan homestay DPN dimiliki oleh penduduk asli Pulau Pramuka yaitu Msi dengan dikelola oleh satu orang yang merupakan anaknya yaitu Rhd. Homestay DPN merupakan usaha keluarga, dimana enam orang dari 13 bersaudara (Anak dari Msi) berusaha pada sektor wisata. Bila dilihat berdasarkan stratifikasi sosial dengan menggunakan ukuran kekayaan, keluarga ini tergolong ke dalam strata tinggi di Pulau Pramuka. Sebab usaha-usaha yang
68
dimiliki tergolong cukup besar karena didukung oleh modal yang cukup besar pula. Msi sendiri dulunya adalah seorang nelayan yang kini sudah tidak lagi melaut. Usaha yang dilakukan oleh keluarga tersebut antara lain mendirikan biro perjalanan (travel agent) DPN yang dikelola oleh Msh, Penyewaan alat snorkel yang dikelola oleh Rhd, penyewaan kapal snorkel sebanyak tiga buah yang dimiliki oleh Adh, Spd dan Sph, ojek kapal Muara Angke DPN yang dikelola oleh Adh dan jasa catering yang juga dikelola oleh Rhd. Bila Homestay DPN tidak mencukupi dalam menampung tamu, maka tamu tersebut dapat menggunakan homestay yang juga masih milik keluarga tersebut yaitu Homestay AGL yang dimiliki oleh Hti dan Penginapan ALX yang dimiliki oleh Adh. Hti sendiri juga memiliki dua buah warung sembako yang cukup besar di pulau ini, dan satu buah warungnya berada di samping homestay yang ia dirikan. Informan yang merupakan warga setempat juga sempat menuturkan : “Ga ada yang bisa ngalahin DPN, soalnya keluarganya banyak yang usaha di sektor pariwisata. Semua usaha sektor wisata di pegang sama keluarga dia dari mulai biro perjalanan, homestay, catering, penyewaaan alat snorkeling, kapal snorkeling sampai ojek Angke. Tiap weekend mereka tinggal pake kapal Angke mereka sendiri buat nganter jemput wisatawan yang dibawa Msh. Selain homestay DPN, yang masih punya keluarga dia tuh Homestay AGL, Homestay ALX, Homestay LLD, Homestay MGA sama MTR. Homestay AGL sama Homestay ALX punya anaknya Pak Msi, Homestay LLD punya keponakan istri Pak Msi, Homestay MGA punya adiknya istri Pak Msi, MTR juga punya keponakan istri Pak Msi. Semuanya homestay besar dan masih punya hubungan saudara.” ( Sykr, 42 tahun). Selain homestay VDM, WDG dan DPN yang telah disebutkan di atas, usaha formal atau usaha yang telah memiliki izin usaha di Pulau Pramuka sejauh ini adalah biro perjalanan (travel agent) DPN, restoran NRO, catering IVN dan pengusaha kapal ojek. Meskipun telah memiliki SIUK atau surat izin dari pemerintah, namun tidak semua usaha termanajemen dengan baik, dan umumnya hanya memiliki tenaga kerja yang relatif sedikit. Usaha ojek antar pulau, ojek Muara Angke ataupun kapal persewaan tergolong ke dalam usaha formal karena para pemilik kapal harus memiliki pass atau sertifikat (Surat Kapal) dari Sudin Perhubungan (Syahbandar) agar kapalnya diizinkan untuk
melaut.
Para nahkodanya
juga
harus
memiliki SKK
69
(Surat Keterangan Kecakapan Kapal) seperti halnya SIM (Surat Izin Mengemudi) dalam menjalankan kapalnya. Umumnya SKK yang dimiliki adalah untuk jarak 60 mil. Usaha ojek antar pulau dan persewaan kapal rata-rata hanya memiliki satu tenaga kerja, sedangkan ojek Muara Angke rata-rata memiliki lima tenaga kerja.
5.1.4 Bentuk Pemanfaatan Peluang Usaha dan Kerja Berdasarkan Pola Kegiatan Bila dilihat berdasarkan pola kegiatan, kebanyakan dari para pengusaha atau pekerja pariwisata di Pulau Pramuka membuka usaha atau bekerja dengan pola kegiatan setiap hari. Bila dilihat dari data persentase responden berdasarkan pola kegiatan usaha dan kerja pariwisata di Pulau Pramuka yang disajikan pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa 79 persen responden yang berusaha dan bekerja di pariwisata melakukan pola kegiatan dengan pola setiap hari. Sebaliknya terdapat 21 persen responden yang berusaha atau bekerja pada pola kegiatan akhir pekan (weekend) maupun hari libur (seasonal).
Akhir Pekan 21%
Setiap Hari 79%
Gambar 9.
Persentase Responden Berdasarkan Pola Kegiatan Usaha dan Kerja Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011
Pemanfaat peluang yang berusaha atau bekerja di saat akhir pekan, hari libur atau pada puncak kunjungan wisatawan, umumnya adalah para pemandu wisata, beberapa pedagang souvenir, rental sepeda, dan penyewaan kapal baik untuk kegiatan snorkeling, diving maupun trip jelajah pulau. Meskipun cenderung berusaha pada akhir pekan, namun usaha-usaha tersebut tidak menutup kemungkinan untuk berusaha pada hari-hari biasa terutama bila ada wisatawan
70
yang membutuhkan jasa mereka. Beberapa pemandu wisata juga ada yang masih merupakan siswa SMA, sehingga kegiatan memandu wisatawan cenderung dilakukan pada akhir pekan disaat mereka sedang libur sekolah. Homestay dan rumah makan di Pulau Pramuka seluruhnya membuka usaha dengan pola kegiatan setiap hari. Pada sektor pedagang, umumnya pengusaha dan pekerja berusaha dengan pola kegiatan setiap hari, meskipun ada pula yang memanfaatkan peluang berdagang pada akhir pekan atau pada saat kunjungan wisatawan tinggi. Pada sektor transportasi, ojek antar pulau umumnya berusaha setiap hari, sedangkan ojek Muara Angke berusaha dengan sistem piket per minggu serta cenderung disewa untuk wisatawan pada akhir pekan ataupun hari libur. Kapal sewaan juga umumnya disewa pada akhir pekan, namun tidak menutup kemungkinan di sewa pada hari-hari biasa. Pada sektor jasa, beberapa usaha ada yang berusaha dan bekerja dengan pola kegiatan akhir pekan (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya), namun pada sektor ini pun cukup dominan yang melakukan usaha dan kerja dengan pola kegiatan setiap hari meskipun pada hari-hari biasa kunjungan wisatawan tergolong sepi.
5.2 Karakteristik Pemanfaat Peluang Usaha dan Kerja 5.2.1 Asal Penduduk Dari 81 responden yang diwawancarai, terdapat 63 persen responden yang tergolong penduduk asli dan 37 persen responden yang tergolong penduduk pendatang. Bila melihat persentase responden menurut asal penduduk dan jenis kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka yang disajikan dalam Gambar 10, dapat dilihat bahwa pada jenis kegiatan transportasi, jasa dan homestay proporsi pemanfaat peluang usaha dan kerja cukup banyak dimanfaatkan oleh penduduk asli di Pulau Pramuka meskipun ada juga penduduk pendatang yang memanfaatkan peluang usaha dan kerja di kegiatan tersebut. Perbedaan yang mencolok adalah pada usaha atau kerja di sektor transportasi dan jasa, dimana hampir seluruhnya dimanfaatkan oleh penduduk asli, dan hanya sedikit saja pendatang yang masuk ke dalam sektor ini. Meskipun pemanfaat peluang tersebut tergolong pendatang, tetapi pendatang yang bekerja atau berusaha di sektor transportasi tersebut telah menetap lebih dari sepuluh tahun dan bahkan menikah
71
dengan orang pulau. Ada pula jasa penyewaan kapal yang juga dimiliki oleh pendatang namun seluruh pengelolaannya dilakukan oleh penduduk asli. Pada jenis kegiatan rumah makan terlihat bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja cukup banyak dimanfaatkan oleh penduduk pendatang dibandingkan penduduk asli, akan tetapi kebanyakan dari pendatang tersebut telah menetap di Pulau Pramuka lebih dari lima tahun. Pendatang ini umumnya bukan sebagai pemilik, tetapi sebagai tenaga kerja di rumah makan, terkecuali restoran NRO yang memang dimiliki oleh pendatang dan dikelola oleh pendatang (pada tingkat managerial). Namun tenaga kerja pada restoran NRO umumnya merupakan penduduk asli.
30 25 20 15 10 5 0
27.2 14.8
13.6 8.6 8.6 2.5 3.7
11.1
7.4
2.5
Asli Pendatang
Pedagang
R. Makan
Transportasi
Jasa
Homestay
Jenis Kegiatan
Gambar 10. Grafik Persentase Responden Menurut Asal Penduduk dan Jenis Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011
Pada jenis kegiatan pedagang juga terlihat bahwa proporsi antara penduduk asli dan penduduk pendatang cukup berimbang. Nampaknya jenis kegiatan pedagang dan rumah makan lebih mudah untuk dimasuki oleh para pendatang, karena tidak semua penduduk asli mampu membuat atau mengolah makanan khas tertentu seperti rumah makan Padang, makanan mie ayam dan batagor. Kecenderungan pendatang yang memanfaatkan peluang usaha dan kerja di pariwisata adalah telah menetap lebih dari empat tahun dan bahkan telah berkeluarga dengan orang pulau ataupun memiliki saudara di pulau. Ada pula pendatang yang memang memilih mengontrak rumah tinggal di pulau dan memiliki rumah di luar Kepulauan Seribu, sehingga beberapa bulan sekali mereka kembali pulang ke rumahnya tersebut.
72
Persentase responden menurut asal penduduk dan sifat kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan dalam Gambar 11. Berdasarkan sifat kegiatan baik formal dan informal, terlihat bahwa proporsi antara penduduk asli dan pendatang yang memanfaatkan peluang usaha dan kerja lebih besar dimanfaatkan oleh penduduk asli Pulau Pramuka. Pada sektor formal terdapat 21 persen responden yang merupakan penduduk asli dan 6,2 persen responden yang merupakan penduduk pendatang, sedangkan pada sektor informal terdapat 42 persen responden yang merupakan penduduk asli dan 30,9 persen responden yang merupakan penduduk pendatang. Pada sektor formal proporsi penduduk asli jauh lebih banyak daripada pendatang, dimana umumnya penduduk asli tersebut merupakan para pekerja sedangkan penduduk pendatang adalah para pemilik modal (pengusaha). Sebaliknya pada sektor informal baik penduduk asli maupun pendatang dapat masuk pada sifat kegiatan ini. Meskipun tetap saja dominan penduduk asli yang memanfaatkan peluang usaha dan kerja di sektor ini. Para pendatang di Pulau Pramuka umumnya berasal dari daerah Jakarta, Bogor, Banten, Tangerang, Kuningan, Subang dan ada beberapa yang berasal dari Medan dan Jogjakarta.
50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
42.0 30.9 21.0 6.2
Asli
Formal
Informal
Pendatang
Sifat Kegiatan
Gambar 11. Grafik Persentase Responden Menurut Asal Penduduk dan Sifat Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011
Bila merujuk pada grafik persentase responden menurut asal penduduk dan pola kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka yang disajikan pada Gambar 12, dapat dilihat bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja pariwisata, baik penduduk asli maupun penduduk pendatang, dominan melakukan kegiatan dengan pola usaha atau kerja setiap hari. Dari data pada Gambar 12 dapat dilihat
73
bahwa terdapat 49,4 persen responden yang merupakan penduduk asli yang berusaha atau bekerja dengan pola setiap hari, dan terdapat 13,6 persen responden penduduk asli yang berusaha atau bekerja dengan pola setiap akhir pekan. Sebaliknya terdapat sekitar 29,6 persen responden penduduk pendatang yang berusaha atau bekerja dengan pola kegiatan setiap hari dan terdapat 7,4 persen responden pendatang yang berusaha atau bekerja dengan pola kegiatan pada akhir pekan.
49.4
60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
29.6
13.6
Tiap Hari
7.4
Weekend
Asli Pendatang
Pola Kegiatan
Gambar 12.
Grafik Persentase Responden Menurut Asal Penduduk dan Pola Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011
5.2.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pemanfaat peluang usaha dan kerja pariwisata di Pulau Pramuka dibagi menjadi tiga kategori, yaitu rendah (bila pemanfaat peluang tidak sekolah atau tidak menamatkan pendidikan SD), sedang (bila pemanfaat peluang tamat pendidikan SD atau tamat pendidikan SMP), dan tinggi (bila pemanfaat peluang tamat SMA atau tamat perguruan tinggi). Dari 81 responden yang diwawancarai, sebanyak 65,4 persen responden tergolong ke dalam tingkat pendidikan tinggi, 32,1 persen responden tergolong ke dalam tingkat pendidikan sedang dan 2,5 persen responden tergolong ke dalam tingkat pendidikan rendah. Persentase responden menurut tingkat pendidikan dan jenis kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 13. Berdasarkan data pada Gambar 13, dapat dilihat bahwa baik sektor jasa maupun homestay cenderung dimanfaatkan oleh pengusaha dan pekerja pada tingkat pendidikan tinggi, secara stratifikasi sosial juga dapat digolongkan ke dalam strata tinggi karena rata-rata
74
pemanfaat peluang usaha dan kerja tersebut merupakan tamatan SMA dan beberapa diantaranya merupakan tamatan perguruan tinggi. Pada sektor rumah makan dan transportasi jumlah pemanfaat relatif seimbang antara tingkat pendidikan tinggi dan tingkat pendidikan sedang. Sebaliknya pada sektor pedagang, peluang usaha dan kerja cenderung dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu tamatan SD dan SMP. Secara stratifikasi sosial dapat dikatakan bahwa sektor pedagang dapat dimanfaatkan oleh pemanfaat dalam strata sedang. Berdasarkan pada kecenderungan penyerapan tenaga kerja, sektor pedagang dan jasa menyerap semua level pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa sektor pedagang dan jasa dapat dimanfaatkan oleh semua strata pendidikan. Selain itu, dengan melihat kecenderungan pada Gambar 13, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat yang memanfaatkan peluang usaha dan kerja di pariwisata umumnya berpendidikan SMA ataupun Perguruan Tinggi. Bila dilihat berdasarkan stratifikasi sosial menggunakan ukuran ilmu pengetahuan (dimana ukuran ilmu pengetahuan dilihat berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh), maka dapat dikatakan bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja di pariwisata umumnya adalah pemanfaat yang berada pada strata pendidikan tinggi.
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
33.3 14.8
11.1 4.9 1.2
3.72.5 0.0
8.67.4 0.0
Pedagang
R. Makan
Transportasi
7.4 1.2 Jasa
3.7 0.0 Homestay
Tinggi Sedang Rendah
Jenis Kegiatan
Gambar 13. Grafik Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011
Data persentase responden menurut tingkat pendidikan dan sifat kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 14. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja pada sektor formal umumnya adalah mereka yang tergolong ke dalam tingkat pendidikan tinggi dan
75
sedang, secara stratifikasi sosial dapat digolongkan ke dalam strata tinggi dan sedang. Sebaliknya pada sektor informal para pemanfaat peluang usaha dan kerja pariwisata terdiri dari mereka yang tergolong dari tingkat pendidikan tinggi, sedang hingga rendah. Sektor informal terlihat mampu menyerap pengusaha dan tenaga kerja di semua level pendidikan atau dapat dikatakan bahwa pariwisata pada sektor informal dapat dimanfaatkan oleh semua strata pendidikan. Pada sektor informal terdapat 49,4 persen responden yang tergolong dalam tingkat pendidikan tinggi, 21 persen responden yang tergolong tingkat pendidikan sedang, dan 2,5 persen responden yang tergolong tingkat pendidikan rendah. Sebaliknya pada sektor formal terdapat 16 persen responden yang tergolong tingkat pendidikan tinggi, dan 11,1 persen responden tergolong tingkat pendidikan sedang. Pada dasarnya para pengusaha formal pariwisata di Pulau Pramuka kurang memperhatikan tingkat pendidikan dalam hal mencari tenaga kerja. Para pengusaha formal cenderung melihat keterampilan ataupun kemampuan sang tenaga kerja dalam usaha tersebut. Hal lain yang dapat dilihat adalah kecenderungan para pemanfaat peluang usaha dan kerja pariwisata di sektor informal adalah mereka yang tergolong pada tingkat pendidikan tinggi atau pada strata pendidikan tinggi.
60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
49.4 16.0
11.1
21.0 2.5
0.0
Tinggi Sedang
Formal
Informal
Rendah
Sifat Kegiatan
Gambar 14. Grafik Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Sifat Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011
Data persentase responden menurut tingkat pendidikan dan pola kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 15. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja dengan pola kegiatan
76
setiap hari terdiri dari beragam tingkat pendidikan dari tingkat pendidikan rendah hingga tingkat pendidikan tinggi dengan kata lain dapat dimanfaatkan oleh semua strata pendidikan. Sebaliknya pada pola kegiatan akhir pekan, pemanfaat peluang usaha dan kerja terdiri dari mereka yang tergolong ke dalam tingkat pendidikan sedang dan tingkat pendidikan tinggi. Mereka yang berpola kegiatan akhir pekan umumnya menjadikan usaha dan kerja pariwisata sebagai kegiatan sampingan, dan memanfaatkan usaha di saat tingkat kunjungan wisatawan tinggi.
60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
49.4 27.2 16.0 4.9
2.5 Tiap Hari
Weekend
Tinggi 0.0
Sedang Rendah
Pola Kegiatan
Gambar 15. Grafik Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Pola Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011 5.2.3 Jenis Kelamin Karakteristik pemanfaat peluang usaha dan kerja bila dilihat berdasarkan jenis kelamin, dari 81 responden yang diwawancarai, terdapat 74 persen responden yang tergolong ke dalam jenis kelamin laki-laki dan 26 persen responden yang tergolong ke dalam jenis kelamin perempuan. Data persentase responden menurut jenis kelamin dan jenis kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan dalam Gambar 16. Dari data pada Gambar 16 tersebut, dapat dilihat bahwa pada jenis kegiatan pedagang, proporsi pemanfaat usaha dan kerja antara laki-laki dan perempuan cukup berimbang. Baik laki-laki maupun perempuan dapat terserap dan memanfaatkan peluang usaha di sektor perdagangan. Pada jenis kegiatan rumah makan, pemanfaat peluang usaha dan kerja perempuan proporsinya terlihat lebih banyak. Hal ini dimungkinkan karena keahlian memasak umumnya dimiliki oleh perempuan. Pada jenis kegiatan transportasi, para pemanfaat peluang usaha dan kerja di sektor ini seluruhnya adalah laki-laki. Hal ini karena kegiatan melaut
77
merupakan kegiatan yang cukup beresiko, dan beberapa pekerjaan menuntut kekuatan fisik dan keterampilan dalam mengemudi kapal.
40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
33.3 16.0 8.6 8.6
2.5 3.7
13.6
8.6
4.9
0.0
Laki-laki Perempuan
Pedagang
R. Makan
Transportasi
Jasa
Homestay
Jenis Kegiatan
Gambar 16. Grafik Persentase Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jenis Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011 Pada sektor jasa dan homestay terlihat bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja umumnya adalah laki-laki. Hal ini dikarenakan banyak kepala keluarga laki-laki yang memanfaatkan peluang usaha dan kerja di pariwisata sebagai pendapatan utama dan sampingan mereka. Para pemandu kegiatan snorkeling dan diving pun umumnya adalah laki-laki. Hal ini karena anggapan masyarakat bahwa kegiatan di laut cukup beresiko bagi perempuan apalagi ketika harus memandu tamu. Perempuan umumnya menempati posisi pada usaha pedagang (seperti home industry) yang membuat produk-produk kerajinan tangan dan olahan makanan khas pulau, jasa catering, warung nasi dan pengelola homestay (seperti membersihkan dan merapihkan homestay). Keterampilan dalam mengolah makanan dan membuat kerajinan tangan umumnya dimiliki oleh perempuan, sehingga pekerjaan yang dianggap beresiko cenderung dilakukan oleh laki-laki.
60.0 40.0 20.0 0.0
50.6 23.5
22.2 3.7
Laki-laki
Formal
Informal
Perempuan
Sifat Kegiatan
Gambar 17. Grafik Persentase Responden Menurut Jenis Kelamin dan Sifat Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011
78
Berdasarkan sifat kegiatan, para pemanfaat peluang usaha dan kerja baik pada sektor formal maupun informal cukup banyak yang dimasuki oleh mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Merujuk pada data persentase responden menurut jenis kelamin dan sifat kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka yang disajikan pada Gambar 17, dapat dilihat bahwa proporsi pekerja laki-laki dominan pada kedua sektor (baik sektor formal dan informal) dengan kecenderungan penyerapan pemanfaat peluang usaha dan kerja baik laki-laki maupun perempuan yang lebih banyak di sektor informal. Data menunjukkan bahwa responden laki-laki yang berusaha di sektor formal sebanyak 23,5 persen responden dan pada sektor informal sebanyak 50,6 persen responden. Sebaliknya responden perempuan yang berusaha di sektor formal sebanyak 3,7 persen responden dan di sektor informal sebanyak 22,2 persen responden.
80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
58.0 21.0
16.0
Tiap Hari
4.9
Weekend
Laki-laki Perempuan
Pola Kegiatan
Gambar 18. Grafik Persentase Responden Menurut Jenis Kelamin dan Pola Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011 Data persentase responden menurut jenis kelamin dan pola kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 18. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa baik pemanfaat peluang usaha dan kerja yang berpola kegiatan setiap hari maupun berpola kegiatan akhir pekan didominasi oleh laki-laki dengan proporsi lebih banyak di pola kegiatan setiap hari. Terdapat 58 persen responden laki-laki yang berusaha atau kerja dengan pola setiap hari dan 16 persen responden laki-laki yang berusaha atau kerja pada akhir pekan. Selain itu, terdapat 21 persen responden perempuan yang berusaha atau kerja setiap hari dan 4,9 persen responden yang berusaha atau bekerja di akhir pekan. Usaha dan kerja pariwisata di Pulau Pramuka umumnya dilakukan setiap hari,
79
meskipun pada hari-hari biasa kunjungan wisatawan relatif sepi dan hanya di akhir pekan kunjungan wisatawan meningkat.
5.2.4 Umur Bila melihat karakteristik pemanfaat peluang usaha dan kerja berdasarkan kategori umur, dapat dilihat bahwa setiap jenis kegiatan memiliki kategori umur yang beragam. Dari 81 responden yang diwawancarai, sebanyak 38,3 persen responden tergolong ke dalam umur lebih dari 40 tahun, 38,3 persen responden tergolong ke dalam rentang umur 31-40 tahun, 21 persen responden tergolong ke dalam rentang umur 21-30 tahun, dan 2,4 persen responden tergolong ke dalam umur kurang dari sama dengan 20 tahun.
18.0 16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
16.0 13.6 8.6 6.2 2.5
Pedagang
9.9 4.9 1.2 R. Makan
8.6 7.4
7.4 6.2 2.5
2.5
2.5
> 40 31 – 40 21 – 30
Transportasi
Jasa
Homestay
< 20
Jenis Kegiatan
Gambar 19. Grafik Persentase Responden Menurut Umur dan Jenis Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011 Data persentase responden menurut umur dan jenis kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka pada Gambar 19, menunjukkan bahwa sektor jasa menyerap semua kategori umur, dimana terdapat pemanfaat peluang usaha dan kerja yang berumur kurang dari sama dengan 20 tahun. Selebihnya hampir semua sektor usaha dan kerja dimanfaatkan oleh mereka yang telah berumur lebih dari 20 tahun. Sektor jasa yang dimanfaatkan oleh mereka yang berumur kurang dari 20 tahun adalah pemandu wisata. Di Pulau Pramuka cukup banyak anak-anak pada tingkat SMA yang direkrut atau magang menjadi pemandu snorkeling. Hal ini karena banyak dari mereka yang sudah cukup ahli dalam berenang, serta adanya beberapa upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat
80
seperti Elang Ekowisata dan Nemo Divers. Bagi masyarakat pulau, menjadi orang pulau haruslah pandai dalam berenang, sehingga hampir semua anak-anak di pulau ini sudah pandai berenang di laut sejak kecil. Pada jenis kegiatan pedagang, umur pemanfaat peluang usaha dan kerja beragam dari rentang 21 hingga lebih dari 40 tahun. Namun yang cukup mencolok adalah pada usia lebih dari 40 tahun. Pada jenis kegiatan rumah makan dan homestay juga cukup banyak pemanfaat peluang usaha dan kerja yang berumur lebih dari 40 tahun. Hal dimungkinkan karena usaha-usaha pada sektor tersebut tidak memerlukan kekuatan fisik dan mampu dimasuki bagi mereka yang telah pensiun. Sebaliknya pada usaha transportasi dan jasa pemanfaat peluang usaha dan kerja lebih banyak pada rentang usia 31-40 tahun. Hal ini dimungkinkan karena beberapa usaha tersebut membutuhkan kekuatan fisik (otot) dan pertimbangan yang matang contohnya seperti mengendarai kapal.
30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
28.4 24.7 18.5 9.9
13.6
> 40 2.5
1.2
1.2
31 – 40 21 – 30
Formal
Informal
< 20
Sifat Kegiatan
Gambar 20. Grafik Persentase Responden Menurut Umur dan Sifat Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011 Persentase responden menurut umur dan sifat kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan dalam Gambar 20. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa di sektor formal cukup banyak yang memanfaatkan peluang usaha dan kerja pada rentang umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 13,6 persen responden, sedangkan dalam sektor informal cukup banyak yang memanfaatkan peluang usaha dan kerja pada umur lebih dari 40 tahun yaitu sebanyak 28,4 persen responden. Sebaliknya pada usia kurang dari sama dengan 20 tahun persentase berimbang yaitu 1,2 persen responden.
81
Bila melihat data persentase responden menurut umur dan pola kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka, seperti yang disajikan dalam Gambar 21 terlihat bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja yang berpola kegiatan setiap hari mencakup mereka yang berada pada rentang umur 21-30 tahun, 31-40 tahun dan lebih dari 40 tahun. Jumlah terbanyak yang berpola kegiatan setiap hari terlihat pada kategori umur lebih dari 40 tahun yaitu sebesar 34,6 persen responden.
40.0 30.0
34.6 28.4 16.0
20.0
9.9
10.0
0.0
0.0
3.7
> 40 4.9
2.5
31 – 40 21 – 30
Tiap Hari
Weekend
< 20
Pola Kegiatan
Gambar 21. Grafik Persentase Responden Menurut Umur dan Pola Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011 Pada pola kegiatan akhir pekan, pemanfaat peluang usaha dan kerja tersebar pada semua rentang umur, dengan umur pemanfaat peluang usaha dan kerja yang cukup banyak pada rentang umur 31-40 tahun yaitu sebesar 9,9 persen responden. Pada rentang umur kurang dari sama dengan 20 tahun hanya terdapat pemanfaat usaha dan kerja dengan pola kegiatan di akhir pekan yaitu sebanyak 2,5 persen responden.
5.2.5 Status Perkawinan Bila melihat karakteristik pemanfaat peluang usaha dan kerja pariwisata di Pulau Pramuka berdasarkan status perkawinan, mereka yang memanfaatkan usaha dan kerja umumnya telah berstatus kawin. Dari 81 responden yang diwawancarai, terdapat 85,2 persen responden yang berstatus kawin dan 14,8 persen responden yang berstatus belum kawin. Data persentase responden menurut status perkawinan dan jenis kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 22. Berdasarkan gambar tersebut menunjukkan bahwa proporsi
82
pemanfaat peluang usaha dan kerja di setiap jenis kegiatan jauh lebih banyak pemanfaat yang sudah berstatus kawin. Hal ini karena usaha dan kerja di pariwisata mampu menambah pendapatan keluarga mereka. Bahkan banyak pula yang mengandalkan usaha di pariwisata sebagai pendapatan utama mereka.
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
32.1 16.0
17.3
13.6 6.2 1.2
Pedagang
0.0
9.9 2.5
R. Makan Transportasi
1.2 Jasa
Kawin Belum Kawin
Homestay
Jenis Kegiatan
Gambar 22. Grafik Persentase Responden Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011 Beberapa yang memanfaatkan usaha di pariwisata adalah para pensiunan pegawai negeri dan juga mereka yang dulunya sempat berprofesi sebagai nelayan. Beberapa nelayan mulai beralih mencari pekerjaan yang menghasilkan pendapatan yang lebih pasti semenjak kelimpahan ikan di laut mulai berkurang dan semakin sulit dicari belakangan ini. Kegiatan nelayan juga tergolong cukup beresiko dan melelahkan, seperti masih adanya pemanfaatan kompresor ban sebagai alat bantuan pernafasan serta kegiatan melaut yang dilakukan dari pagi hingga sore. Dalam kegiatan usaha rumah makan terlihat bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja seluruhnya telah berstatus kawin. Kegiatan berdagang dan warung nasi umumnya dilakukan oleh wanita yang telah bersuami, beberapa diantaranya adalah mereka yang memiliki suami sebagai nelayan. Kegiatan berdagang dan membuka warung nasi yang dilakukan istri tersebut dapat menambah pendapatan keluarga terutama di saat sang suami tidak dapat pergi melaut (misal : kondisi cuaca yang tidak memungkinkan).
83
80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
61.7 23.5
11.1
3.7
Kawin Belum Kawin
Formal
Informal
Sifat Kegiatan
Gambar 23. Grafik Persentase Responden Menurut Status Perkawinan dan Sifat Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011 Data persentase responden menurut status perkawinan dan sifat kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 23. Berdasarkan Gambar 23 tersebut dapat dilihat bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja yang telah berstatus kawin cukup dominan baik pada sektor formal maupun informal. Pemanfaat peluang usaha dan kerja yang telah berstatus kawin pada usaha formal adalah sebesar 23,5 persen dan pada usaha informal sebanyak 61,7 persen. Sebaliknya persentase responden yang berstatus belum kawin pada sektor usaha formal adalah sebanyak 3,7 persen dan pada sektor usaha informal sebanyak 11,1 persen.
80.0
67.9
60.0 40.0 20.0
17.3
11.1
3.7
0.0
Kawin Belum Kawin
Tiap Hari
Weekend Pola Kegiatan
Gambar 24. Grafik Persentase Responden Menurut Status Perkawinan dan Pola Kegiatan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011
Data persentase responden menurut status perkawinan dan pola kegiatan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan dalam Gambar 24. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa pemanfaat usaha dan kerja pada pola kegiatan setiap
84
hari maupun akhir pekan juga cukup dominan dilakukan bagi mereka yang telah berstatus kawin. Pada usaha dan kerja dengan pola kegiatan setiap hari terdapat 67,9 persen responden yang berstatus kawin dan 11,1 persen responden yang berstatus belum kawin. Pada usaha atau kerja yang berpola akhir pekan, terdapat 17,3 persen responden yang berstatus kawin dan 3,7 persen responden yang berstatus belum kawin.