BAB IV TELAAH SURAT AN-NISA’ AYAT 36 TENTANG KEPRIBADIAN MUSLIM DALAM PERSPEKTIF KONSELING ISLAM
4.1. Telaah terhadap Pesan yang Terkandung dalam Surat an-Nisa’ Ayat 36 Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan yang paripurna dengan berpedoman pada dasar hukum yang absolut ketetapannya yaitu pada alQur'an dan al-Hadits, yang didalamnya mentendensikan pada tiga aspek ajaran, yaitu ajaran aqidah, ajaran syari’ah dan ajaran akhlak (El-Jazairi, 1993: v). Dari ketiga aspek tidak dapat difungsikan secara berat sebelah sebagai wujud ke-kaaffah-an agama Islam sebagaiamana yang tersirat QS. Al-Baqarah: 208, yaitu : “Hai orangorang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya (kaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (Depag RI, 1989: 50). Meskipun memang diakui bahwa aspek pertama amat menentukan, tanpa integritas kedua aspek berikutnya dalam perilaku kehidupan muslim, maka makna realitas kesempurnaan Islam menjadi kurang utuh dan bersamaan dengan itu bahwa eksistensi perilaku lahiriyah manusia adalah perlambang hatinya. Dari sini penulis mencoba mengamati secara mendalam makna atau pesan yang terkandung dalam al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 36 kaitannya dengan realisasi
75
76
ajaran Islam yang mencakup aspek ajaran aqidah, syari’ah dan akhlak mengenai pembentukan kepribadian muslim. Berdasarkan tafsir al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 36 yang telah diterangkan secara rinci dalam bab III, dapat penulis simpulkan sebagai berikut: Pertama, munasabah surat dan ayat sebagai bentuk hubungan antara surat dan ayat baik sebelum dan sesudahnya. Adapun munasabah surat An-Nisa’ dengan surah sebelumnya, yaitu surat Ali Imran diketahui bahwa pada bagian akhir surat Ali Imran disebutkan perintah untuk bertakwa, perintah yang sama juga disebutkan pada permulaan surat an-Nisa’. Dan munasabah surat An-Nisa’ dengan surat sesudahnya, yaitu surat Al-Maidah. Surat An-Nisa’ dimulai dengan perintah bertakwa dan menyatakan bahwa asal itu adalah satu, kemudian menerangkan hukum-hukum yang berhubungan dengan anak yatim, rumah tangga, warisan, wanita yang haram dinikahi serta hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Pengutaraan hukum perang dan hukum keluarga dalam surat ini, merupakan hujjah-hujjah yang dikemukakan kepada ahli kitab, yang mana hujjah-hujjah ini ditegaskan pada bagian terakhir dari surat ini. Akhirnya surat ini ditutup dengan perintah kepada para mukmin supaya mereka bersabar, mengeratkan hubungan sesama manusia dan bertakwa kepada Allah, agar mendapat keberuntungan dunia dan akhirat (Depag RI, 1989: 154). Selain itu juga dijelaskan dalam surat An-Nisa’ ini tentang beberapa macam akad, baik akad perkawinan, perceraian, warisan, dan perjanjian. Sedangkan surat Al-Maidah pada bagian awal surat agar hamba-hamba Allah memenuhi segala macam aqad yang telah dilakukan baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia.
77
Sedangkan Surat an-Nisa’ ayat 36 menggambarkan bahwa ayat ini memberi peringatan kepada masyarakat muslim supaya waspada dan berhati-hati terhadap ahli kitab yaitu kaum Yahudi dan Nasrani dengan segala keburukan dan kemurkaannya, dalam upaya merombak tatanan sosial dan kehidupan manusia yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Keterkaitan surat an-Nisa’ ayat 36 dengan ayat sebelum dan sesudahnya, di dalamnya mengandung peraturan-peraturan yang wajib dipelihara dan dijalankan di dalam menegakkan tatanan kehidupan manusia menjadi muslim yang berkepribadian baik (akhlakul karimah) terhadap tatanan keluarga, masyarakat dan umat manusia, juga terkandung peraturan tanggung jawab suami dan ketaatan istri dan sikap keluarga luar (masyarakat sosial) jika terjadi perselisihan, termasuk juga peraturan pembagian harta waris. Peraturan yang terkandung dalam ajaran Islam ini memberikan tatanan kehidupan yang membawa rahmat bagi yang menjalankan, supaya terbentuk suatu keluarga, masyarakat dan umat yang baik, harmonis dan memiliki integritas yang kuat. Kedua, sebab musabab turunnya (asbabun nuzul) al-Qur'an khususnya dalam surat an-Nisa’ ayat 36 tidak diketahui secara pasti tentang sebab turunnya ayat ini, sehingga menunjukkan bahwa eksistensi ayat ini berdiri sendiri dan bersifat universal (absolut). Namun keberadaan ayat ini terdapat keterkaitan yang menghubungkan antara ayat sebelum dan sesudahnya, yaitu pelajaran yang merupakan permulaan proses perjalanan pengaturan kehidupan muslim dari konteks jahiliyah menuju konteks ajaran Rasulullah SAW. Di mana korelasi dan relevansi aktual ayat ini dengan era kekinian merupakan produk identitas Islam mengenai “moslem ideal”, khususnya mengenai aturan dan hukum sebagai kewajiban manusia terhadap Allah
78
SWT dan sesama manusia dalam tatanan masyarakat sosial yang selama ini perlu dilestarikan, dijaga secara berkesinambungan sehingga terbentuk tatanan kehidupan muslim yang kaffah dari zaman Rasulullah SAW sampai akhir zaman. Dari sini dapat diketahui bahwa kandungan Al-Quran surat an-Nisa’ ayat 36 memberikan petunjuk-petunjuk dan nasehat-nasehat dalam pembinaan kepribadian umat manusia. Hal ini dapat dicermati sebagaimana yang telah ditafsirkan oleh para mufasir yang menegaskan bahwa substansi ayat tersebut dapat dijadikan sebagai cerminan, pelajaran dan contoh dalam membimbing dan mengarahkan umat manusia agar tercipta kepribadian yang berakhlak mulia (Depag RI, 1985: 166). Sebagimana yang dikutip Shihab (2000: 414-415) dalam al-Biqa’i yang menilai bahwa ayat ini sebagai penekanan terhadap tuntunan dan bimbingan ayat-ayat sebelumnya, di dalamnya menjelaskan bahwa cukup banyak nasehat yang dikandung, yang kesemuanya mengarahkan kepada nasehat tentang ketaqwaan, keutamaan serta anjuran “meraih” dan ancaman “mengabaikan”. Nasehat tersebut tidak hanya ditujukan kepada orang-orang mukmin melainkan juga kepada semua manusia dengan meyebutkan pada ayat pertama dalam surat an-Nisa’ “Hai sekalian manusia, sembahlah Allah yang Maha Esa dan menciptakan kamu serta pasanganmu, dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun selain-Nya. Dan dengan dua orang ibu-bapak persembahkanlah kebajikan yang sempurna, dan jangan abai berbuat baik dengan karib kerabat, dan anak-anak yatim serta orang-orang miskin hingga …. diterangkan sampai akhir ayat”. Surat an-Nisa’ ayat 36 menggambarkan bahwa ayat ini memberi peringatan kepada masyarakat muslim supaya waspada dan berhati-hati terhadap ahli kitab yaitu
79
kaum Yahudi dan Nashrani dengan segala keburukan dan kemurkaannya, dalam upaya merombak tatanan sosial umat manusia yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Keterkaitan surat an-Nisa’ ayat 36 dengan ayat sebelum dan sesudahnya, telah dijelaskan oleh Hamka (1984: 60) di dalamnya mengandung peraturan-peraturan yang wajib dipelihara dan dijalankan di dalam menegakkan rumah tangga, peraturan tanggung jawab suami dan ketaatan istri dan sikap keluarga luar jika terjadi perselisihan, termasuk juga peraturan pembagian harta waris. Peraturan yang terkandung dalam ajaran Islam ini memberikan tatanan kehidupan yang membawa rahmat bagi yang menjalankan, supaya terbentuk suatu keluarga, masyarakat dan umat manusia yang berakhlak mulia. Berkaitan dengan pendapat para mufasir mengenai surat an-Nisa’ ayat 36, maka eksistensi ayat tersebut bila ditinjau dari munasabah dan asbabun nuzul, dapat ketahui bahwa terdapat nilai-nilai dan pesan yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai berikut: 1. Kewajiban manusia kepada Allah SWT ialah dengan menyembah-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan khusu’ dan ta’at. 2. Tidak boleh mempersekutukan Allah SWT dengan sesuatu. 3. Hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak, karena keduanya itu adalah manusia yang berjasa. 4. Termasuk kewajiban sesama manusia, ialah berbuat baik kepada kerabat karib, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya.
80
5. Hendaknya jangan menjadi orang yang sombong dan takabur, suka membanggkan diri, sebab sifat ini sangat dibenci oleh Allah SWT (Depag RI, 1985: 178). Dari tafsiran ayat di atas dapat penulis ketahui bahwa pesan dari kandungan surat an-Nisa’ ayat 36 secara eksplisit menjelaskan tentang perintah Allah SWT yang mengarah kepada ajakan kepada seluruh alam termasuk di dalamnya manusia untuk menciptakan tatanan kehidupan yang selaras, seimbang, dan harmonis (rahmatan lil ‘alamin) dalam mencapai petunjuk dan ridha-Nya. Namun secara implisit ayat tersebut dapat diketahui bahwa dalam mengaplikasikan konsep yang terkandung dalam al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 36 tersebut mengarah pada kerangka pembentukan kepribadian muslim. Di mana manusia “moslem ideal” berkedudukan sebagai pelaku ajaran agama yang diwajibkan untuk melaksanakan “perintah Allah SWT”
guna menselaraskan, menyeimbangkan dan mengharmoniskan serta
melestarikan tatanan kehidupan manusia di muka bumi (dunia), yang berlanjut kepada kebahagiaan akhirat. Dari sini penulis dengan mengutip (Hasyimi: 2001) dapat menyimpulkan dan menggarisbawahi secara rinci bahwa nilai-nilai atau pesan yang termaktub dalam alQur'an surat an-Nisa’ ayat 36 mengenai pembentukan kepribadian muslim mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Pribadi muslim kepada Allah SWT Beberapa hal yang menjadi point penting dalam pembentukan kepribadian muslim khususnya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Kepribadian atau akhlak muslim kepada Allah SWT dan Rasul-Nya adalah sebagai berikut:
81
a. Orang Mukmin selalu waspada dan mengingat Allah SWT Islam menyerukan kepada umatnya agar benar-benar beriman dan bersikap tulus kepada Allah SWT, berhubungan akrab dengan-Nya, selalu mengingat-Nya dan tawakal kepada-Nya. Seorang muslim harus merasakan di kedalaman jiwanya bahwa ia senantiasa memerlukan pertolongan dan dukungan Allah SWT. Dia menyadari bahwa Allah lah yang mengontrol segala urusan dunia dan kehidupan manusia, mengenal tanda-tanda kekuasaan-Nya yang tidak terbatas pada setiap aspek ciptaan-Nya, sehingga dengan demikian keimanannya kepada Allah SWT akan semakin meningkat. Hal ini dipertegas dalam firman-Nya:
() ﺏ ِ ﺎﺖ ِﻷُﻭﻟِﻰ ﹾﺍ ﹶﻻﹾﻟﺒ ٍ ﻳﺎ ِﺭ َ ﹶﻻﻨﻬﺍﻟﻴ ِﻞ ﻭﻑ ﺍﻟﱠ ِ ﻼ ﺧِﺘ ﹶ ﺍﺽ ﻭ ِ ﺭ ﻭﹾﺍ ﹶﻻ ﺕ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ِﺍ ﱠﻥ ﻓِﻰ ﺕ ِ ﺍﻤﻮ ﺴ ﺧ ﹾﻠ ِﻖ ﺍﻟ ﻭ ﹶﻥ ﻓِﻰ ﺘ ﹶﻔﻜﱠﺮﻳﻭ ﻢ ﻮِﺑ ِﻬ ﻨﻋﻠﹶﻰ ﺟ ﻭ ﺍﻮﺩ ﻌ ﻭﹸﻗ ﺎﻴﻤﷲ ِﻗ َ ﻭ ﹶﻥ ﺍ ﻳ ﹾﺬﻛﹸﺮ ﻦ ﻳﹶﺍﻟﱠ ِﺬ -190 :ﺎ ِﺭ )ﺍﻝ ﺍﻣﺮﺍﻥﺏ ﺍﻟﻨ ﻋﺬﹶﺍ ﺎﻚ ﹶﻓ ِﻘﻨ ﻧﺎﺒﺤﺳ ﻼ ﺎ ِﻃ ﹰﻫﺬﹶﺍ ﺑ ﺖ ﺧﹶﻠ ﹾﻘ ﺎﺎ ﻣﺑﻨﺭ ﺽ ِ ﺭ ﻭﹾﺍ ﹶﻻ (191 “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiada Engkau menciptaan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Ali Imran: 190-191). b. Memahami perintah Tuhan Seorang muslim yang tulus harus patuh kepada Allah SWT dalam keadaam bagaimanapun. Ujian keimanan seorang muslim terletak dalam mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya dalam segala keadaan baik persoalan besar maupun kecil tanpa ragu dan tanpa syarat. Tanpa kepatuhan
82
mutlak kepada keduanya, tidak ada yang disebut iman, demikian juga Islam. Oleh karena itu, seorang muslim yang tulus tidak boleh menyimpang dari bimbingan Allah dan mengabaikan ajaran Rasul-Nya. c. Menerima kehendak dan ketentuan Allah SWT Seorang muslim yang sejati bahwa iman kepada kehendak dan ketentuan Allah merupakan salah satu rukun iman. Apapun yang menimpa dirinyadalam hidup tidak bisa dihindarinya karena Allah SWT telah memutuskannya. Sikap menerima kehendak dan ketentuan Allah akan membuatnya menerima pahala dari sisi Allah SWT. d. Bersegera taubat kepada Allah SWT Seorang muslim boleh jadi lalai dan menyimpang dari jalan yang lurus, sehingga ia berbuat dosa yang tidak sesuai dengan jiwanya sebagai berikut seorang mukmin yang rendah hati. Namun jika telah berbuat demikian ia akan segera ingat kepada Allah SWT, menghentikan segala kesalahannya dan mohon ampunan atas kesalahan itu.
:ﻭ ﹶﻥ )ﺍﻻﻋﺮﺍﻑ ﺼﺮ ِ ﺒﻢ ﻣ ﻫ ﻭﺍ ﹶﻓِﺎﺫﹶﺍﺗ ﹶﺬﻛﱠﺮ ﻴﻄﹶﺎ ِﻥﺸ ﻦ ﺍﻟ ﻒ ِﻣ ﻢ ﹶﻃِﺌ ﻬ ﻣﺴ ﺍ ِﺍﺫﹶﺍﺗ ﹶﻘﻮﻦ ﺍ ﻳِﺍ ﱠﻥ ﺍﻟﱠ ِﺬ (201 “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila dalam dirinya timbul perasaan was-was dari setan, mereka segera ingat kepada Allah. Maka seketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya” (QS. alA’raf: 201). Hati yang dipenuhi dengan cinta dan ketakwaan kepada Allah SWT tidak akan dirasuki kelalaian. Bagi seorang muslim selalu berhasrat untuk menyesal dan mohon ampunan, serta berusaha dalam kepatuhan, bimbingan dan ridha Allah SWT.
83
e. Perhatian utamanya adalah ridha Allah SWT Seorang muslim selalu mencari ridha Allah SWT dalam setiap apa yang dilakukannya, dan tidak berusaha untuk mencari persetujuan selain-Nya, dan sungguh ia boleh jadi akan dimarahi atau dibenci orang dalam upayanya untuk mengutamakan Tuhan. f. Taat dalam melaksanakan kewajiban dan amal shalih yang diajarkan Islam Kewajiban muslim kepada Tuhannya adalah melaksanakan seluruh kewajiban dan rukun Islam secara sempurna dan tekun. Ia tidak menundanundanya dan tidak mencari alasan untuk meninggalkannya. Kewajiban melaksanakan shalat lima waktu pada waktunya, karena shalat merupakan salah satu pokok keimanan, siapapun yang menegakkan shalat berarti menegakkan agama. 2. Pribadi muslim terhadap diri sendiri Seorang muslim yang berkepribadian muslim berkeyakinan bahwa kebahagiaan di dunia dan akhirat bergantung pada sikap, perbuatan dan akhlak terhadap dirinya sendiri; bagaimana ia menyucikan dan membersihkan pribadinya, demikian pula penderitaannya bergantung pada kerusakan dirinya. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:
(10-9 :ﺎ )ﺍﻟﺸﻤﺶﺎﻫﺩﺳ ﻦ ﻣ ﺏ ﺎﺪ ﺧ ﻭﹶﻗ ﺎﺯﻛﱠﺎﻫ ﻦ ﻣ ﺢ ﺪ ﹶﺍ ﹾﻓﹶﻠ ﹶﻗ “Sesungguhnya berbahagialah orang yang menyucikan dirinya dan celakalah orang yang mengotorinya” (QS. asy-Syams: 9-10) Dengan menjaga dirinya sendiri, seorang muslim berarti berusaha menanamkan kepribadaian (akhlak) muslim yang ditujukan kepada dirinya
84
sendiri adalah meliputi: pemenuhan kebutuhan jasmani (lahiriyah), berupa sikap dalam makan dan minum, kesehatan terjaga dengan baik, olahraga dan istirahat teratur serta penampilan yang baik; pemenuhan kebutuhan rohani, seperti beribadah dengan tekun, berdzikir dan berdoa secara istiqomah; dan pemenuhan kebutuhan ilmu pengetahuan, dengan cara belajar yang sungguh dan mendalami bidang kajiannya. 3. Pribadi muslim terhadap sesama makhluk Islam menganjurkan agar kaum muslimin bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain. Keberadaan mereka dapat dibedakan dengan mudah dari kepribadian dan akhlaknya sehari-hari, penampilan, pakaiannya, sehingga menjadi teladan dan berguna bagi orang lain. Adapun pribadi muslim terhadap sesama makhluk, meliputi berbuat baik dan berakhlak luhur kepada : a. Pribadi muslim terhadap kedua orang tua Salah satu karakteristik utama dari seorang muslim sejati adalah perlakuannya yang bijak dan baik kepada kedua orang tuanya. Seorang muslim yang benar-benar mengikuti perintah ini merupakan tema tetap dalam kitab Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya, yang dengan tegas mengenai tingginya kedudukan orang tua, sehingga sepatutnya memperlakukan dengan bijaksana sejak usia senja sampai mencapai masa uzur. Firman Allah SWT:
ﺎﻫﻤ ﺪ ﺣ ﺮ ﹶﺍ ﺒﻙ ﺍﹾﻟ ِﻜ ﺪ ﻨﻦ ِﻋ ﻐ ﺒﻠﹸﻳ ﺎﺎ ِﺍﻣﺎﻧﺣﺴ ﻳ ِﻦ ِﺍﺪ ﺍِﻟﻭﺑِﺎﹾﻟﻮ ﻩ ﺎﻭﺍ ِﺍﻻﱠ ِﺍﻳﺪﻌﺒ ﺗ ﻚ ﹶﺍﻻﱠ ﺑﺭ ﻰﻭﹶﻗﻀ ﺎﻬﻤ ﺾ ﹶﻟ ﺧ ِﻔ ﺍﺎ )( ﻭﻳﻤﻮ ﹰﻻ ﹶﻛ ِﺮ ﺎ ﹶﻗﻬﻤ ﻭﹸﻗ ﹾﻞ ﹶﻟ ﺎﻫﻤ ﺮ ﻬ ﻨﺗﻭ ﹶﻻ ﻤﹶﺎ ﹸﺍﻑﺗ ﹸﻘ ﹾﻞ ﹶﻟﻬ ﻼ ﺎ ﹶﻓ ﹶﻫﻤ ﻼ ﻭ ِﻛ ﹶ ﹶﺍ
85
ﺎﻧِﻰﺑﻴﺭ ﺎﺎ ﹶﻛﻤﻬﻤ ﻤ ﺣ ﺭ ﺏ ﺍ ﺭ ﻭﹸﻗ ﹾﻞ ﻤ ِﺔ ﺣ ﺮ ﻦ ﺍﻟ ﺡ ﺍﻟﺬﱡ ﱢﻝ ِﻣ ﺎﺟﻨ 24-23 :ﺍ )ﺍﻻﺳﺮﺃﻴﺮﺻ ِﻐ ( “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada bapak ibumu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka janganlah kamu sekali-kali mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka ucapan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu masih kecil” (QS. Al-Isra’: 23-24). Dari keterangan ayat di atas mengenai “Berbuat baik kepada bapak ibumu” menujukkan adanya sikap dan perilaku muslim yang mulia, di antaranya: memperlakukan orang tua dengan bijak dan baik, menyadari status orang tua dan mengerti tanggung jawabnya kepada mereka. b. Pribadi muslim terhadap tetangga Seorang muslim yang benar-benar paham akan ajaran agamanya biasanya menjadi orang yang terbaik dalam berhubungan dengan tetangganya. Tetangga dekat adalah orang yang dengannya mempunyai ikatan keluarga atau agama, sedangkan tetangga jauh adalah seorang dengan seseorang yang lain tidak memiliki ikatan agama. Perlakuan yang baik kepada tetangga dan penghindaran diri dari perilaku yang membahayakan dan merisaukan tetangga demikian penting sehingga nabi mensabdakan sebagai satu dari tanda-tanda keimanan yang benar kepada Allah SWT dan hari akhir. Dalam sabdanya disebutkan:
86
ﻴ ﹶﻔﻪﺿ ﻡ ﻴ ﹾﻜ ِﺮﻮ ِﻡ ﹾﺍ ﹶﻻ ِﺧ ِﺮ ﹶﻓ ﹾﻠ ﻴﺍﹾﻟﷲ ﻭ ِ ﻦ ﺑِﺎ ﻣ ﻦ ﹶﺍ ﻣ ﻭ ﺭﻩ ﺎﻡ ﺟ ﻴ ﹾﻜ ِﺮﻮ ِﻡ ﹾﺍ ﹶﻻ ِﺧ ِﺮ ﹶﻓ ﹾﻠ ﻴﺍﹾﻟﷲ ﻭ ِ ﻦ ﺑِﺎ ﻣ ﻦ ﹶﺍ ﻣ (ﺖ )ﺭﻭﺍﻩ ﲞﺎﺭﻯ ﻭﻣﺴﻠﻢ ﻤ ﺼ ﻴﻭِﻟ ﺍ ﹶﺍﻴﺮﺧ ﻴ ﹸﻘ ﹾﻞﻮ ِﻡ ﹾﺍ ﹶﻻ ِﺧ ِﺮ ﹶﻓ ﹾﻠ ﻴﺍﹾﻟﷲ ﻭ ِ ﻦ ﺑِﺎ ﻣ ﻦ ﹶﺍ ﻣ “Barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, hendaknya dia memperlakukan tetangganya dengan baik; barang siapa beriman kepada Allah SWT dan hari akhir hendaknya dia memuliakan tamunya; barang siapa beriman kepada Allah SWT dan hari akhir hendaknya dia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam” (Mutafaq ‘alaih). c. Pribadi muslim terhadap saudara Sifat muslim terpuji yang menonjolkan kepribadian atau akhlak mulia salah satunya adalah terhadap saudaranya, baik saudara sekandung maupun saudara seagama. Batas-batas yang menghubungkan seorang muslim dengan saudaranya melampaui batas ras, warna kulit atau bahasa, yang mendasar adalah batas keimanan kepada Allah SWT. Persaudaraan seiman merupakan ikatan paling kuat di antara hati dan pikiran. Tidak mengherankan, persaudaraan yang unik ini melahirkan buah cinta yang benar-benar mulia, suci, mendalam dan abadi. Dalam al-Qur'an diterangkan: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara” (QS. al-Hujurat: 10). d. Pribadi muslim terhadap masyarakat Seorang muslim yang menyadari ajaran-ajaran agamanya akan menjadi pribadi yang berjiwa sosial, karena dia memiliki misi dalam hidupnya. Orang yang memiliki misi dalam hidupnya tidak akan mempunyai pilihan lain kecuali harus berhubungan dengan orang lain, bergaul dan barbaur dengan mereka serta terlibat dalam kegiatan memberi dan menerima.
87
Seorang muslim akan bergaul dalam kehidupan sosial dengan cara yang terbaik sesuai pemahamannya atas agama yang benar dan memiliki kemanusiaan yang mulian yang dianjurkan dalam bidang interaksi sosial. Kepribadian sosial seorang muslim yang diwarnai tuntunan al-Qur'an dan asSunnah merupakan kepribadian yang unik yang tidak bisa dibandingkan dengan kepribadian sosial lain yang dibangun oleh sistem buatan manusia atau oleh hukum-hukum terdahulu maupun yang dikemukakan oleh para pemikir. Kepribadian muslim adalah kepribadian sosial yang berkualitas tertinggi yang terdiri dari sejumlah karakter mulia yang disebutkan dalam alQur'an dan as-Sunnah. Dengan demikian makna dari konsep al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 36 menujukkan adanya korelasi yang erat antara manusia dengan Khaliqnya dan manusia terhadap sesama dalam rangka beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Di mana ayat “perintah” tersebut berkaitan dengan materi keimanan dan ibadah sebagaimana yang dijelaskan di dalamnya mengenai hal ihwal hidup manusia dalam menata kehidupannya secara dinamis, yang berujung pada tatanan kehidupan keluarga, masyarakat, negara dan umat manusia yang rahmatan lil ‘alamin. Maka hal yang paling mendasar dari ayat “perintah” ini adalah diisyaratkan untuk berupaya menata dan memelihara eksistensi manusia dalam mengembangkan potensi hidup yang memiliki kepribadian muslim yang berakhlak mulia (Depag RI, 1984: 166). Dalam rangka merubah, membangun, menata dan membimbing umat manusia kepada kebenaran dan akhlak mulia perlu adanya pemahaman dan penerapan konsep yang
88
ditawarkan al-Qur'an dalam surat an-Nisa’ ayat 36, kemudian dikembangkan secara sistematis dalam perilaku dan kepribadian manusia secara harmonis, maka dari sini dapat diharapkan suatu tatanan kehidupan manusia yang beradab (beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT) sekaligus menjaga harkat, martabat, dan hak asasi manusia sehingga terwujud masyarakat madani. Ajaran yang terkandung dalam alQur'an surat an-Nisa’ ayat 36 menujukkan adanya korelasi erat dengan proses pembentukan kepribadian umat manusia yang beradab (moralitas umat), dalam hal ini memiliki akhlak mulia dan beradab sehingga tercermin dalam pribadi muslim. Dari keseluruhan aspek nilai-nilai dan pesan yang terkandung dalam surat anNisa’ ayat 36 dapat penulis simpulkan bahwa ayat tersebut memberikan petunjuk dan nasehat dengan kandungan “perintah” yang perlu dipegang teguh dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam urusan beribadah kepada Allah SWT dengan tanpa menyekutukannya dengan sesuatu apapun, berbuat baik terhadap kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Langkah ini sebagai aktualisasi ajaran agama yang tercermin dalam al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 36 dalam membentuk tatanan sosial yang memiliki peradaban “kepribadian muslim”.
4.2. Implementasi Al-Qur'an Surat An-Nisa’ Ayat 36 tentang Pembentukan Kepribadian Muslim dalam Perpektif Konseling Merujuk pada sebagian besar definisi konseling Islam menunjukkan bahwa pengaruh dan hasil konseling adalah peningkatan atau perubahan tingkah laku, sebagimana yang dirumuskan oleh para pemikir muslim, seperti Ainur Rahim Faqih, Hallen dan Adz-Dzaky, yang menyebutkan bahwa orientasi konseling Islam adalah:
89
“Suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta (klien) yang mengalami penyimpangan perkembangan fitrah beragama, dengan mengembangkan potensi akal pikirannya, kepribadiannya, keimanan dan keyakinan yang dimilikinya sehingga klien dapat menanggulangi problematika hidup secara mandiri yang berpandangan pada al-Quran dan as-Sunnah Rasulullah SAW demi tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat”. Surat an-Nisa’ ayat 36 menujukkan bahwa seorang yang memiliki pribadi yang muslim perlu mengembangkan etika berinteraksi yang bersifat hirarkis, gradual (bertingkat) terdapat tahapan-tahapan yang perlu dikembangkan dalam berinteraksi dengan sesama, yang dimulai dengan pengembangan interaksi yang baik dengan berbakti kepada orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya, dan tidak boleh berbuat sombong dan membanggakan diri. Prinsip etika interaksi yang diarahkan terhadap diri sendiri pada dasarnya merupakan implementasi dari konsep munasabatun ‘ala nafs, seorang pribadi muslim senantiasa mengembangkan budaya untuk introspeksi diri dengan cara menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela. Konsep pengembangan pribadi yang seperti ini akan menimbulkan efek yang positif dan teratur. Gambaran tentang konsep pribadi muslim dalam surat an-Nisa’ ayat 36 dapat dikembangkan dalam sebuah skema berikut ini. Allah SWT
Lingkungan
Diri
Pribadi
Manusia
Konselor
90
Keterangan : 1. Berdasarkan orientasi Konseling Islam di atas, maka dapat disebutkan bahwa pelaksanaan konseling Islam selalu diarahkan kepada penjagaan fitrah manusia sebagai makhluk yang religius, aspek seperti ini bila dicermati sesuai dengan nilai kandungan surat an-Nisa’ ayat 36, yaitu aspek interaksi yang bersifat vertikal. 2. Mengembangkan potensi diri. Dalam pengembangan potensi diri ini bila ditinjau dari kandungan surat an-Nisa’ ayat 36 dapat disimpulkan bahwa apapun pengembangan potensi seseorang harus selalu dalam frime tauhid. Dengan kata lain pengembangan pribadi seorang pribadi muslim harus merupakan perwujudan diri sebagai ‘abdullah dan khalifah Allah SWT. Berdasarkan surat an-Nisa’ ayat 36 sebenarnya masih terdapat orientasi konseling Islam lain yang terkait dengan orientasi etik. Ini diarahkan pada pengembangan pribadi muslim dalam kerangka interaksinya dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri. Berdasarkan pada keterangan skema di atas, konsep al-Qur'an dalam surat anNisa’ ayat 36 menjelaskan tentang perintah Allah SWT kepada hambanya untuk berbuat baik kepada semua ciptaan-Nya, hal ini wujud dari akhlak atau kepribadian muslim yang diridhai Allah SWT. Berkaitan dengan pengertian konseling Islam sebagai ilmu terapan dakwah Islam (al-Irsyad) yang bertujuan membantu muslim untuk mengaplikasikan ajaran agama Islam dengan baik yang mendasar pada alQur'an dan as-Sunnah dengan cara membentuk akhlak atau kepribadian yang baik terhadap Allah SWT, terhadap sesama makhluk, berbuat baik kepada seisi alam. Dari sini dapat penulis ketahui bahwa konseling Islam berperan penting dan memberi kontribusi bagi pelaksanaan ajaran agama Islam sebagaimana yang ditegaskan dalam al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 36 mengenai pembentukan
91
kepribadian muslim. Peran konselor Islam dalam membimbing dan mengarahkan umat manusia kepada akhlakul karimah (kepribadian muslim) merupakan suatu bentuk kewajiban bersama dan tanggung jawab yang diemban dalam menjalankan misi dakwah Islam. Adapun bila ditinjau dari fungsi konseling Islam, menurut penulis usaha membimbing yang dilakukan konselor Islam kepada klien dalam hal ini umat Islam tentang pembentukan kepribadian muslim berakhlakul karimah ditempuh dengan berbagai fungsi konseling Islam, yang meliputi: Pertama, usaha preventif, yaitu menjaga dan mencegah pribadi muslim yang telah melanggar aturan agama untuk kembali pada ketentuan yang digambarkan dalam surat an-Nisa’ ayat 36. Kedua, usaha kuratif, yaitu membantu individu muslim agar dapat memecahkan dan menyelesaikan masalah yang sedang dialami. Ketiga, usaha preservatif, yaitu membantu pribadi muslim menjaga agar situasi dn kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama. Keempat, developmental, yaitu memelihara pribadi muslim yang telah baik tidak menjadi buruk kembali serta mengembangkan pribadi muslim yang sudah baik menjadi lebih baik. Usaha konseling Islam ini dijadikan sebagai rumusan guna membantu pribadi dalam merubah dan membentuk kepribadian muslim yang mardhatillah, sehingga memungkinkan tatanan kehidupan umat manusia menjadi selaras dengan apa yang termaktub dalam surat an-Nisa’ ayat 36. Dari keempat fungsi konseling tersebut, penulis lebih menekankan pada usaha developmental. Dengan penekanan upaya pengembangan (developmental) pada pribadi muslim, hal ini mengarah pada status atau eksistensi manusia yang jelas
92
sekali berperan sebagai makhluk individu, makhluk beragama, makhluk sosial dan makhluk berbudaya, di mana status tersebut mengacu pada hubungan yang siginifikan, berkesinambungan, dan interaktif antara manusia dengan Tuhan-Nya dan manusia dengan sesama makhluk yang harus dibarengi oleh sikap, perilaku, kepribadian dan akhlak mulia guna tercapainya kehidupan yang selaras dan harmonis menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Adapun penekanan usaha developmental ini sebagaimana yang dirumuskan oleh Marimba, ada tiga taraf dalam pembentukan kepribadian seseorang, yaitu: a. Pembiasaan. Pembiasan dilakukan dengan cara dengan mengontrol dan mempergunakan tenaga-tenaga kejasmanian dan dengan bantuan kejiwaan. Seorang konselor Islam membiasakan klien dengan amalan-amalan yang dikerjakan dan diucapkan sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, seperti bertutur kata dan memperlakukan baik kepada kedua orang tuanya, berbuat baik kepada kerabat, tetangga, mengasihi anak yatim dan orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan pertolongan (ibnu sabil). Dengan sikap pembiasaan atau tauladan yang terus menerus tercipta usaha kerjasama yang baik yang mengarah pada kepribadian muslim. b. Pembentukan pengertian, minat dan sikap. Dalam taraf ini perlu ditanamkan dasar-dasar kesusilaan yang rapat hubungannya dengan kepercayaan. Dalam hal ini konselor Islam menggunakan tenaga-tenaga kejiwaan, karsa, rasa, dan cipta dalam mendeteksi dan mengukur semangat individu dalam merealisasikan akhlak yang baik dalam perilaku hidupnya seharihari. c. Pembentukan keruhanian yang luhur. Pembentukan ini dengan menanamkan kepercayaan yang terdiri atas, iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat, iman kepada kitab Allah SWT, iman kepada Rasul-Nya, iman kepada qadha’ dan qodar dan hari kesudahan. Usaha konselor dalam pembentukan keruhanian kepada klien (umat manusia) dalam membentuk akhlak luhur yang mana lebih diprioritaskan pada kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.
93
Berdasarkan konsep pengertian Konseling Islam sebagai “proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam keagamaannya senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat”, maka upaya yang dilakukan oleh konselor Islam dalam pembentukan kepribadian muslim menekankan pada proses untuk membantu individu (personality) agar tertanam kepribadian, yaitu: a. Memahami bagaimana ketentuan dan petunjuk Allah SWT tentang kehidupan beragama b. Menghayati ketentuan Allah SWT dan petunjuk tersebut c. Mampu menjalankan ketentuan dan petunjuk Allah SWT untuk beragama dengan benar (beragama Islam) (Faqih, 2001: 61). Ketiga pokok tersebut oleh konselor dapat refleksikan dalam kandungan al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 36 dalam konteks sekarang berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Beberapa hal yang harus dijadikan rumusan teoritis dalam kajian Konseling Islam oleh konselor dalam membentuk kepribadian muslim, sebagaimana diungkapkan Rusli Amin (2005) antara lain : a. Konselor membentuk pribadi muslim pada aspek aqidah (tauhid) Manusia tidaklah terjadi dengan sendirinya, melainkan diciptakan oleh Allah SWT dan ada tujuan hidup yang digariskannya untuk manusia (QS. adzDzariyat: 56). Ada beberapa “perencanaan Allah” untuk kehidupan manusia di bumi tempat persinggahan sementara dalam rentang waktu yang ditentukan, yaitu meliputi:
94
1). 2). 3). 4).
Iman kepada Allah SWT (QS. al-Baqarah: 21) Hidup selamat berpedoman al-Qur'an (QS. Ali Imraan: 164) Hidup sesuai ukuran yang ditetapkan Allah SWT (QS. al-Qamar: 49,53) Berakhlak mulia (QS. al-Qalam: 4) Pencapaian integritas pribadi muslim dilandasi keimanan yang kuat akan
mampu mengapresiasi diri secara baik dan dinamis, apapun kondisi fisik, materialnya serta apapun status sosialnya. b. Konselor membentuk pribadi muslim pada aspek syari’ah dan akhlak 1). Membentuk pribadi muslim terhadap dirinya sendiri -
Mulailah suatu perbuatan dan pekerjaan dengan membaca “basmalah” Memiliki sifat malu terhadap suatu kemaksiatan Selalu menampakkan wajah yang berseri Mempunyai pola hidup dalam meraih kesuksesan Mengutamakan hal-hal yang bermanfaat (QS. al-Mukminun: 3) Selalu memperbaharui diri dengan sifat terpuji (QS. ar-Rad: 11) Menjaga keseimbangan urusan dunia dan akhirat Satu kata dan perbuatan dalam menggali kehidupan (QS. ash-Shaaf: 2-3) Melihat kekurangan diri dan jangan mencari kesalahan orang lain (QS. al-Hujurat: 12) Pandai bersyukur dan berterima kasih.
2). Membentuk pribadi muslim terhadap makhluk lain -
Selalu ingin berbuat baik dan menolong orang lain (QS. al-Qashash: 77) Kerjasama yang dilandasi iman (QS. al-Hujurat: 10). Beri’tikad baik dibalik kesulitan (QS. al-Ankabut: 2) Tidak mudah percayaa desas-desus atau gossip Mudah melupakan kesalahan orang lain dan memaafkannya Tidak suka mencela orang lain Bersilaturrahim tanpa pandang bulu Beramal dengan ketulusan (ikhlas).
Beberapa hal tersebut perlu mendapatkan perhatian, karena dilihat secara dimensi psikologis, dimensi spiritual keagamaan dan dimensi sosiologis dari aspek aqidah, syari’ah dan akhlak tersebut merupakan sebagai langkah Konseling Islam dalam mengembangkan dan membentuk kepribadian muslim yang ideal (Latipun, 2001: 201).
95
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan mulai dari bab I sampai bab IV, maka skripsi dengan judul “Konsep Al-Qur’an tentang Pembentukan Kepribadian Muslim (Telaah Surat An-Nisa’ ayat 36 dalam Perspektif Konseling Islam) dapat penulis simpulkan sebagai berikut: Berdasarkan tafsir al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 36 yang telah diterangkan secara rinci di atas, dapat diketahui bahwa ayat tersebut mengandung petunjuk dan perintah dari Allah SWT yang mencakup: Kewajiban manusia kepada Allah SWT ialah dengan menyembah-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan khusu’ dan ta’at, tidak boleh mempersekutukan Allah SWT dengan sesuatu, hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak, karena keduanya itu adalah manusia yang berjasa, termasuk kewajiban sesama manusia, ialah berbuat baik kepada kerabat karib, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya, hendaknya jangan menjadi orang yang sombong dan takabur, suka membanggakan diri, sebab sifat ini sangat dibenci oleh Allah SWT. Nasehat dan petunjuk tersebut merupakan manifestasi dari kepribadian muslim dalam menjunjung tinggi ajaran agama yang diemban Rasulullah SAW, dimana peraturan yang terkandung dalam ajaran Islam ini memberikan tatanan kehidupan yang membawa rahmat bagi yang
96
menjalankan, supaya terbentuk suatu keluarga, masyarakat dan umat yang baik, harmonis dan memiliki integritas yang kuat. Implementasi konsep al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 36 tentang pembentukan kepribadian muslim dalam perspektif Konseling Islam merupakan sebagai ilmu terapan dakwah (al-Irsyad) yang berperan penting dan memberi kontribusi bagi pelaksanaan ajaran agama Islam dalam menyeru, menasehati, mengajak manusia kepada jalan kebenaran. Peran konselor Islam dalam membimbing dan mengarahkan umat manusia kepada pembentukan kepribadian muslim merupakan suatu bentuk kewajiban bersama dan tanggung jawab yang diemban dalam menjalankan misi dakwah Islam. Usaha pemberian bantuan yang dilakukan konselor mengarah pada fungsi konseling Islam, yang meliputi: Pertama, usaha preventif, yaitu menjaga dan mencegah pribadi muslim yang telah melanggar aturan agama untuk kembali pada ketentuan yang digambarkan dalam surat an-Nisa’ ayat 36. Kedua, usaha kuratif, yaitu membantu individu muslim agar dapat memecahkan dan menyelesaikan masalah yang sedang dialami. Ketiga, usaha preservatif, yaitu membantu pribadi muslim menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama. Keempat, developmental, yaitu memelihara pribadi muslim yang telah baik tidak menjadi buruk kembali serta mengembangkan pribadi muslim yang sudah baik menjadi lebih baik. Usaha konseling Islam ini dijadikan sebagai rumusan guna membantu pribadi dalam merubah dan membentuk kepribadian muslim yang mardhatillah, sehingga memungkinkan tatanan kehidupan umat manusia menjadi selaras dengan apa yang termaktub dalam surat an-Nisa’ ayat 36. Dari keempat fungsi konseling tersebut,
97
mengacu pada tiga taraf dalam pembentukan kepribadian seseorang, yaitu: pembiasaan atau keteladanan, pembentukan pengertian, minat dan sikap, pembentukan keruhanian yang luhur. Ketiga taraf pembentukan kepribadian tersebut merupakan sebagai upaya yang dilakukan oleh konselor Islam dalam pembentukan kepribadian muslim, yang substansinya menekankan pada proses untuk membantu individu (personality) agar tertanam kepribadian, yaitu: memahami bagaimana ketentuan daan petunjuk Allah SWT tentang kehidupan beragama; menghayati ketentuan Allah SWT dan petunjuk tersebut, dan mampu menjalankan ketentuan dan petunjuk Allah SWT untuk beragama dengan benar (beragama Islam).
5.2. Saran-saran Yang menjadi bahan pertimbangan penulis serta beberapa persoalan yang muncul dari penelitian penulis, maka ada beberapa hal yang dapat penulis kemukakan sebagai saran, yaitu sebagai berikut: 1. Sebagaimana yang terkandung dalam al-Qur'an surat an-Nisa’ ayat 36 yang menjelaskan tentang perintah Allah SWT mengenai pembentukan kepribadian muslim, perlu sekali direalisasikan secara optimal khususnya oleh konselor Islam, mubaligh, da’i, para juru penerang sebagai bentuk keteladanan dalam membimbing umat kepada langkah yang lebih progresif guna mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. 2. Perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak komponen umat Islam secara sadar dan menyeluruh memahami ajaran agama Islam tentang pentingnya hidup yang harmonis, saling mendukung dan saling melengkapi kemaslahatan umat guna
98
tercapai tatanan kehidupan umat yang selaras, merata, madani (mawaddah wa rahmah) sesuai dengan tuntunan ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW. Kerja sama ini diterapkan dalam segi kehidupan, misalnya penegakan zakat untuk membantu anak yatim dan fakir miskin, fasilitas dan mutu pendidikan agama ditingkatkan dan lain sebagainya.
5.3. Penutup Dengan terselesaikannya penulisan skripsi dari bab pertama hingga bab kelima, berarti terselesaikan sudah kewajiban bagi penulis untuk membuat skripsi sebagai syarat kelulusan. Atas itu semua penulis memanjatkan syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan jalan kemudahan bagi penulis. Harapan penulis, semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, di balik segala kekurangan dan kelebihan di dalamnya. Menyadari akan hal ini, maka penulis tidak menutup diri atas segala masukan dalam bentuk kritik dan saran. Kesemuanya itu akan penulis jadikan sebagai bahan pertimbangan dalam perbaikan kelak di kemudian hari. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan khasanah keilmuan Islam, khususnya kepada penulis dan umumnya kepada pembaca budiman. Amin ya Rabbal ‘Alamin.