BAB IV. PERKEMBANGAN SAYURAN DAN HORTIKULTURA INDONESIA 4.1.
Produlcsi Sayuran dan Hortiliultura
Pertanian di Indonesia merupakan sektor penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari besarnya kontribusi devisa sektor pertanian dalam Total Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2008, sektor pertanian berkontribusi sebanyak 13% terhadap nilai PDB nasional tahun 2006 dan meningkat pada catur w l a n I tahun 2007 menjadi 13,7%. Hortikultura sebagai saiah satu sektor pertanian memberikan peningkatan kontribusi pada nilai PDB nasional berdasarkan harga konstan sebesar Rp 35.334 juta pada tahun 2000 menjadi Rp 68.639 juta pada tahun 2006. Rata-rata pertumbuhan PDB hortikultura per tahun mencapai 4,6%. Trend permintaan produk hortikultura seperti sayuran, buah-buahan dan bunga juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Komoditi hortikultura terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat. Diantara komoditi hortikultura yang mengalami perkembangan baik adalah sayuran. Pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan sayuran dalam negeri dengan produksi dalarn negeri dan sebagian komoditi yang di impor dari luar negeri (Tabel 11). Tabel 11. Total Produksi, Impor dan Ekspor Sayuran di Indonesia Tahun 2002-2006 Tahun
Produksi (Ton)
Ekspor (Ton)
2006 9.527.463 236.225 Sumber : Departemen Pertanian dan BPS diolah, 2008
Impor (Ton)
550.437
Dari Tabel 11 dapat di ketahui jumlah produksi komoditi sayuran pada rentang tahun 2002-2006 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,8 % per tahun, sedangkan jumlah komoditi sayuran yang di ekspor mengalami trend kenaikan sebesar 20%, tetapi pada tahun 2004 mengalami penurunan yang cukup drastis. Untuk memenuhi pemenuhan kebutuhan dalam negeri pemerintah masih mengimpor sayuran dari negara-negara seperti China, Taiwan dan Jepang. 4.2.
Perkembangan Ekspor Impor Sayuran dan Hortikultura Volume serta nilai ekspor dan impor produk-produk hortikultura cenderung
berfluktuasi (Gambar 12 dan 13). Meskipun demikian, antara tahun 1999 hingga 2001 volume dan nilai ekspor cenderung menurun dengan tingkat perubahan secara berturut-turut adalal~-24.88% dan -28.48%. Sebaliknya, volume dan nilai impor justru semakin meningkat, yang ditandai dengan rata-rata perubahan sebesar 19.44% dan 34.32%. Perubahan volume dan nilai impor tersebut cukup tinggi, sehingga sangat mempengaruhi cadangan devisa negara. Pada tahun 2000 dan 2001, misalnya, impor buah segar nilainya masing-masing USD 138.4 juta dan USD 140.7 juta. Di lain pihak, pada kurun waktu yang sarna ekspor buah segar nilainya hanya USD 13.2 juta dan USD 9.4 juta. Data untuk sayuran segar impor pada tahun 2000 dan 2001 masing-masing adalah USD 84.6 juta dan USD 92.3 juta. Di lain pihak, nilai ekspomya masing-masing hanya mencapai USD 23.6 juta dan USD 28.9 juta. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai langkah perbaikan yang dapat mendukung peningkatan nilai dan volume ekspor produk-produk hortikultura serta menurunkan volume dan nilai impor produk-produk hortikultura, terutama yang secara potensi dapat ditumbuh kembangkan di Indonesia. Perkembangan volume ekspor dan impor komoditas hortikultura dari tahun 2000 - 2005 sangat fluktuatif. Sebelum krisis terjadi, ekspor lebih tinggi dari impor namun setelah itu impor harnpir selalu melebihi ekspor. Volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2000 dimana mencapai 500.000 ton, kemudian dari tahun 2001 sampai 2005 volume ekspor terus menurun, sedangkan volume impor dari tahun ke tahun semakin meningkat. Volume impor dari tahun 2000-2003 mencapai 600.000
ton, selanjutnya tahun 2004 mencapai 800.000 ton dan tahun 2005 mencapai 900.000 ton.
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Garnbar 12. Grafik volume ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 2000-2005 (Departemen Pertanian, 2007)
- . 2000
2001
2002
2003
Tahun
2004
2005
1 I
Gambar 13. Grafik nilai ekspor serta impor dari sub-sektor hortikultura 2000-2005 (Departemen Pertanian, 2007)
Perkembangan nilai ekspor produk sayuran segarlbeku Indonesia juga menunjukkan relatif konstan dari tal~un2003-2007 (Gambar 14). Berdasarkan data
UN Comtrade, nilai ekspor sayuran Indonesia pada tahun 2003 mencapai US$ 26,743,768. Nilai ini menurun pada tahun 2004 menjadi US$ 20,391,859. Nilai tersebut meningkat pada tahun 2005 dan 2006 menjadi US$ 28,343,627, kemudian turun kembali pada tahun 2007 menjadi US$ 24,558,504. Tiga kelompok sayuran yang berkontribusi paling besar pada total nilai ekspor dalam lima tahun terakhir yaitu kelompok kubis dan Brokoli (HS 0704), kelompok bawang-bawangan (HS 0703) dan kelompok kentang (HS 0701) (lihat Tabel 12).
2003
2604
2005 Tahun
2006
2007
I
Garnbar 14. Grafik nilai ekspor dan impor sayuran Indonesia 2003-2007 (UN Comtrade, 2009)
Tabel 12. Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007 (dalam US$) No
3
5 6 7
8
Komoditi
Kode HS 1996
2003
2004
Tahun 2005
4,241,115
3,556,129
3,576,134
5,951,906
2,868,068
HI-0702
234,094
3 17,687
433,245
92,024
730,784
HI-0703
2,832,824
1,973,150
1,660,094
7,191,395
3,590,275
HI-0704
11,401,593
7,802,338
9,130,463
9,436,914
10,436,634
HI-0705
69,502
233,643
254,500
209,856
345,950
HI-0706
341,977
107,339
69,016
145,775
402,605
H 1-0707
292,490
121,810
63,336
229,532
61,732
HI-0708
427,952
698,997
1,830,425
I ,0 17,434
1,683,329
HI-0709
6,902,221
5,580,766
7,009,752
4,068,791
4,439,127
26,743,768 20,391,859 24,026,965
28,343,627
24,558,504
Potatoes, fresh or chilled
HI-0701
Tomatoes' or chilled Onions, shallots, garlic, leeks, etc. fresh or chilled Cabbaee. - . cauliflower, kohlrabi & kale, fresh, chilled Lettuce and chicory, fresh or chilled Carrots, turnips, beetroot, etc. fresh or chilled Cucumbers and gherkins, fresh or chilled Leguminous vegetables, fresh or chilled
nes' fresh or chilled Jumlah
2006
2007
Sumber : UNComtrade, 2009, Diolah Sementara itu, perkembangan nilai impor produk sayuran segarbeku Indonesia menunjukkan trend peningkatan peningkatan dari tahun 2003-2007. Berdasarkan data UN Comtrade, nilai impor sayuran Indonesia pada tahun 2003 mencapai US$ 69,807,079. Nilai ini tersebut terus meningkat hingga tahun 2007 menjadi US$ 198,416,963. Tiga kelompok sayuran yang berkontribusi paling besar pada total nilai ekspor dalam lima tahun terakhir yaitu kelompok bawang-bawangan (HS 0703), kelompok wortel dan lobak (HS 0706) dan kelompok sayuran kacangkacangan (lihat Tabel 13).
Tabel 13. Nilai ekspor kelompok komoditas sayuran Indonesia tahun 2003-2007 (dalam US$) No
Komoditi
1
Potatoes. fresh or chilled Tomatoes, fresh or chilled Onions, shallots, garlic, leeks, etc. fresh or chilled Cabbage, cauliflower, kohlrabi & kale, fresh, chilled Lettuce and chicory, fresh or chilled Carrots, turnips, beetroot, etc fresh or chilled Cucumbers and gherkins, fresh or chilled Leguminous vegetables, fresh or chilled Vegetables nes, fresh or chilled Jumlah
2 3
4
5 6
7
8
9
Kode HS 1996 HI-0701
2003 1,342,899
2004 1,671,568
Tahun 2005 3,257,717
HI-0702
254,77 1
98,345
142,355
200,108
252,382
89,399,020
145,253,265
178,026,236
HI-0703
~
~
65,074,045 72,895,109
2006 3,073,695
2007 3,711,231
HI-0704
527,610
566,299
937,107
922,881
1,072,246
HI -0705
228,298
199,s I3
365,639
359,124
454,245
H 1-0706
71 8,542
1,759,606
3,108,960
3,617,071
9,297,800
HI-0707
6,927
6,991
14,429
34,220
39,864
H1-0708
991,477
1,156,797
1,346,972
2,800,490
4,132,839
HI-0709
662,510
642,894
1,809,013
1,014,659
1,430,120
100,381,212
157,275,513
198,416,963
69,807,079 78,997,122
Sumber : UNConztrade, 2009, Diolah Ekspor-Impor komoditas sayuran segarlbeku Indonesia kelompok HS 6-Digit berjurnlah 26 jenis. Nilai ekspor terbesar komoditas sayuran segarlbeku Indonesia ke dunia pada tahun 2007 berturut-turut dicatat oleh komoditas Brokoli (HS 070490) yang mencapai US$ 9.974.363, Kacang hijau (HS 071331) sebesar US$ 9.131.394, Bawang Merah (HS 070310) sebesar US$ 3.562.434, dan Kentang (HS 070190)
sebesar US$3.562.434. Sementara nilai impor terbesar komoditas sayuran segarlbeku dari dunia ke Indonesia pada tahun 2007 berturut-turnt dicatat oleh komoditas Bawang Putih (HS 070320) sebesar US$ 123.956.692, Bawang Merah (HS 070310) sebesar US$ 53.401.542, dan Kacang Hijau (HS 071331) sebesar US$ 15.190.246. Secara lengkap nilai ekspor-impor komoditas sayuran segarlbeku Indonesia (HS 1996 6-Digit) dapat dilihat pada Tabel 14 dan 15. 4.3.
Permasalahan Ekspor Sayuran dan Hortilcultura
4.3.1. Permasalahan Internal
Dalam usaha pengembangannya, sub sektor hortikultura masih menghadapi berbagai hambatan, tidak hanya berupa hambatan teknis di lahan (on-farm), tetapi juga terhadap masalah investasi yang sangat berpengaruh pada kontinuitas produksi, faktor keseragaman dan kesesuaian mutu produk yang berakibat langsung terhadap tingkat penerimaan konsumen global, aksesibilitas ke pasar serta upaya peningkatan nilai tambah produk-produk hortikultura yang masih belum dapat dikembangkan dengan baik. Selain itu, tingginya volume impor produk-produk hortikultura, terutama buah-buahan dan sayur-sayuran yang terjadi selama beberapa tahun terakhir merupakan hal sangat penting untuk ditemukan solusinya. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kinerja hortikultura Indonesia, perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, yang tidak hanya terbatas pada penanganan produktivitas saja, tetapi juga pada aspek kontinuitas serta pemanfaatan pangsa pasar yang tersedia di pasar global. Dengan demikian, proses perbaikan yang dilakukan hams dapat mengintegrasikan proses hulu, proses hilir, serta berbagai mekanisme dan faktor-faktor penunjangnya, termasuk didalamnya kebijakan-kebijakan pemerintah dan keterkaitan institusi-institusi penunjang lainnya, seperti perbankan, asuransi, standarisasi mutu, transportasi, penanganan rantai dingin, dan lain-lain.
Tabel 14. Nilai Ekspor Komoditas Sayuran segarlbeku Indonesia (Kelompok HS 1996 6-Digit) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Komoditi Kentang Tomat Bawang Merah Bawang Putih Daun Bawang Kernbang Kol Kubis Brokoli Lettuce dan Sawi Wortel dan Lobak Ubi bit (bit merah) Kelompok ketiniun Kacang Polong Buncis Kacang-kacangan Globe artichokes Asparagus Terung-terungan Seledri Jarnur Jamur kuping Paprika Bayam Kacang Hijau Sayuran lainnya
Sunzber : UN Corntrade, 2009, Diolah
Kode HS 1996 070190 070200 070310 070320 070390 070410 070420 070490 0705 070610 070690 070700 070810 070820 070890 070910 070920 070930 070940 07095 1 070952 070960 070970 071331 070990
Tahun
2003 4,101,450 234,094 2,478,493 268,309 86,022 450,602 137,835 10,813,156 69502 178,776 163,201 292,490 171,050 61,220 195,682 225,841 7,189 2,650,33 1 1,651 1,710,311 2,056 520,610
2,863,664 1,784,232 29,467,767
2004 3,546,995 3 17,687 1,952,237 12,255 8,658 475,755 59,551 7,267,032 233643 106,239 1,100 121,810 250,334 17,887 430,776 33,525 576 1,828,444 11 2,793,243 7,125 453,435 11,377 5,385,295 453,030 25,768,020
2005 3,526,484 433,245 1,620,977 7,308 31,809 927,175 52,994 8,150,294 25 1328 37,806 31,210 63,336 1,134,485 17,886 678,054 39,83 1 983 2,573,061 32 2,385,167 1,960 989,962 10,411 7,954,381 1,008,345 31,928,524
2006 5,917,154 92,024 7,141,274 11,182 38,939 437,736 6,958 8,992,220 209856 102,581 43,194 229,532 200,256 29,3 17 787,861 18,771
588,903 1,045 1,321,994 2,830 1,020,595 81,309 8,663,176 1,033,344 36,972,051
2007 2854742 730784 3562434 27092 749 335243 127028 9974363 345950 984 12 304193 6 1732 304726 34134 1344469 995 17 6004 106597 54947 6163 2316370 1085222 323 14 9131394 73 1993 33,676,572
Tabel 15. Nilai Impor Komoditas Sayuran segarheku Indonesia (Kelompok HS 1996 6-Digit) No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 I8 19 20 21 22 23 24 25
Komoditi
Kentang Tomat Bawang Merah Bawang Putih Daun Bawang Kembang Kol Kubis Brokoli Lenuce dan Sawi Wortel dan Lobak Ubi bit (bit merah) Kelompok ketimun Kacang Polong Buncis Kacang-kacangan Globe artichokes Asparagus Terung-terungan Seledri Jamur Jamur kuping Paprika Bayam Kacang Hijau Sayuran lainnya
Szrnzber : UN Corntrade, 2009, Diolah
Kode HS 1996 070190 070200 070310 070320 070390 070410 070420 070490 0705 0706 10 070690 070700 070810 070820 070890 070910 070920 070930 070940 07095 1 070952 070960 070970 071331 070990
2003 888,440 254,771 16,065,312 48,900,223 108,510 242,989 7,334 277,287 199156 690,832 27,710 6,927 905,532 19,152 66,793 94,959 11,882 48 253,243 223,851 6,768 38,541 2,240 3,174,467 30,978 72,497,945
2004 1,217,247 98,345 19,297,980 53,303,356 293,773 288,001 30,257 248,041 190030 1,707,481 52,125 6,991 678,008 526 478,263 3,891 57,685 6,798 185,255 208,646
54,322 4,070 6,499,563 122,227 85,032,881
Tahun 2005 2,248,048 142,355 22,162,921 66,665,279 570,820 567,739 23,505 345,863 353913 3,042,549 66,4 1 1 14,429 1,301,654 40,594 4,724 67,932 89,786 63,971 721,805 309,450 1,100 210,530 3,152 5,547,897 341,287 104,907,714
2006 1,958,52 1 200,108 37,467,936 107,194,272 591,057 557,546 17,153 348,182 356055 3,550,266 66,805 34,220 1,433,177 1,334,572 32,741 17,804 80,220 1,510 23 1,773 323,959 954 137,649 504 8,636,775 220,286 164,794,045
2007 2,686,559 252,382 53,401,542 123,956,692 668,002 611,117 16,095 445,034 453170 9,175,718 122,082 39,864 2,578,263 812,177 742,399 2,128 82,332 174 263,985 257,398 244,539 245,245 9,232 15,190,246 325,087 212,581,462
a. Mutu Produk Pengembangan produk-produk hortikultura di Indonesia masih mengalami hambatan dala~nha1 konsistensi mutu yang baik. Manuwoto (1998) menjelaskan bahwa ha1 tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor, mulai dari saat proses produksi secara on-jarm, penanganan produk, transportasi-distribusi
maupun
pada
proses
pengolahan
untuk
menghasilkan nilai tambah produk yang lebih tinggi. Rendahnya mutu produk hortikultura, dalam ha1 ini terutama buahbuahan dan sayur-sayuran, memerlukan perhatian yang lebih besar untuk membentuk sistem agribisnis hortikultura dan manajemen rantai pasokan (supply chain nzanagenzent) dengan mengutamakan kualitas produknya.
Dengan demikian, yang perlu dilakukan untuk menghasilkan mutu produk yang baik, diantaranya adalah penggunaan benih yang berkualitas tinggi, perbaikan proses budidaya tanaman di lahan, baik dari segi penggunaan peralatan budidaya, perbaikan proses peineliharaan tanaman, proses pemanenan, proses penanganan pasca panen, proses pengolahan bahan untuk meningkatkan nilai tambahnya, serta sistem manajenlen yang lebih baik, diantaranya dengan meningkatkan jaminan mutu produk (transportasi rantai dingin dan lain-lain) hingga tiba di tangan konsumen. b. Kompetisi deugan Produk Impor
Produk-produk
hortikultura
tidak
hanya
dihadapkan
pada
persaingan yang cukup ketat di pasar domestik, tetapi juga di pasar intemasional. Di pasar domestik, misalnya, produk-produk hortikultura impor, terutama buah-buahan semakin banyak ditemukan di pasar. Seperti telah diperlihatkan pada Gambar 14, dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah terjadi peningkatan jumlah produk sayuran impor yang cukup besar, dengan didominasi oleh produk sayuran segarheku dan buah-buahan segarlbeku. Pada periode 1998-2001, setidaknya terjadi peningkatan volume impor buah segar dari 71.6 ribu ton ~nenjadi241.4 ribu ton, dengan
persentase perubahan volume 25.6%/tahun dan rata-rata kontribusinya terhadap total volume impor produk hortikultura adalah 35.33%. Selain itu, pada periode yang sama, sayuran segarlbeku merupakan komoditi hortikultura dengan volume impor terbesar, yaitu sekitar 288 ribu ton, atau 62.77% dari total volume impor produk-produk hortikultura. Akan tetapi, perubahannya hanya mencapai 11.56%/tahun. Dengan demikian, kedua kelompok komoditi tersebut tidak hanya perlu diwaspadai volume impornya saja, tetapi juga tingkat pertumbuhan dan cadangan devisa yang terkuras. Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat Indonesia memiliki daya dukung yang sangat baik bagi pengembangan produk-produk hortikultura, terutama sayur dan buah (Effendy, 2002). Kondisi di atas diperlihatkan tidak hanya dari kondisi alam (biodiversitas, kondisi lahan dan iklim) yang memadai, tetapi juga teknologi yang cukup mendukung serta potensi tenaga kerja yang tinggi. Usaha perbaikan untuk mengembangkan produk hortikultura (buah dan sayur) domestik pada sudah cukup banyak, walaupun secara nasional citranya belum memberikan hasil yang memuaskan, karena penggalakkan komitmen nasional yang kurang kuat.
c. Dulcungan Peraturan Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh sub sektor hortikultura
adalah
keseragaman
mutu
produk serta
lemahnya
standarisasi mutu. Standarisasi mutu menjadi sangat penting, mengingat para produsen di dalam negeri masih sulit menerapkan faktor tersebut sebagai elemen yang sangat vital di dalam produksi on-far~t~nya, sehingga ha1 tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses off-farnz maupun pemasarannya ke konsumen. Salah satu peraturan yang diharapkan dapat mendukung standarisasi dan peningkatan mutu produkproduk
hortikultura
adalah
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.
481/KptslOT.210/5/98 mengenai Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk komoditi hasil pertanian. Di dalam keputusan tersebut
ditetapkan bahwa Standar Nasional Indonesia telah disetujui oleh Badan Standarisasi Nasional untuk diterapkan pada beberapa produk pertanian yang potensial, sehingga jika di dalam pelaksanaannya terdapat penyimpangan, maka ha1 tersebut akan ditindaklanjuti dengan sanksi yang disesuaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan
tetapi,
keputusan
tersebut
diharapkan
dapat
lebih
mengakomodasi penerapan standarisasi mutu terhadap produk-produk hortikultura, karena standar mutu yang ditetapkan baru mencakup beberapa komoditi saja (Tabel 16). Di lain pihak, komoditi unggulan Indonesia cukup beragam, serta industrinya pun akan sernakin berkembang, sehingga untuk dapat diterima sebagai produk yang aman di pasar dunia, perlu diterapkan standarisasi mutu yang lebih ketat dan lebih luas cakupannya.
Tabel 16. Dafiar beberapa judul SNI untuk produk-produk hortikultura
1.
Kubis Segar
SNI 01-3174-1991
2.
Kentang Segar
SN101-3175-1991
3.
Petsai Segar
SNI 01-3161-1992
4.
Buah Manggis Segar
SNI 01-3211-1991
5.
Jeruk dalam Kaleng
SNI 01-4680-1998
6.
Persik dalam Kaleng
SNI 01-4861-1998
7.
Salak dalam Kaleng
SNl01-4471-1998
8.
Kolang-Kaling dalam Kaleng
SNI 01-4472-1998
9.
Buah-Buahan dalam Kaleng
SNI 01-3834-1995
10.
Buah Kering
SNI 01-3710-1995
11.
Anyelir Bunga Potong
SNI 01-6152-1999
12.
Bunga Krisan Potong Segar
SNI 01-4478-1998
13.
Bunga Gladiol Potong
SNI 01-4479-1998
14.
Mawar Bunga Potong
SNI 01-4492-1998
15.
Bunga Potong Helikonia
SNJ 01-4231-1996
16.
Bunga Potong Anthurium
SNJ 01-4232-1996
17.
Bunga Anggrek Potong
SNI 01-3171-1995
Sumber: BSN) Pemerintah daerah seharusnya memanfaatkan otonomi daerah sebagai peluang strategis tersebut seyogianya dimanfaatkan sebaik mungkin melalui pengembangan dan peningkatan nilai tambah produk yang berorientasi pada keuntungan (market driven). Oleh karena itu, parameter mutu (quality), penghantaran produk (deliveiy), persediaan (inventory), pengelolaan bahan baku serta pemeliharaan mesin dan peralatan, baik pada aktivitas on-farnz maupun off-farnz harus dilakukan sebaik mungkin. Dengan demikian, pengembangan sub-sektor hortikultura harus mempertimbangkan aspek teknologisnya, baik dalam ha1 kemampuan teknologi benih dalam menghasilkan benih yang sesuai dengan permintaan pasar, teknologi proses hilir dalam berbagai skala usaha, teknologi pengemasan, penyimpanan dan
distribusi yang sangat menentukan kualitas produk pasca pengolahan hingga tiba di tangan konsumen maupun teknologi pengembangan komoditikomoditi unggulan sub-sektor hortikultura (Gumbira-Sa'id, 2000).
4.3.2. Permasalahan Eksternal
Indonesia juga dihadapkan pada masalah hambatan pasar (trade barriers) karena beberapa negara tujuan ekspor produk-produk hortikultura
Indonesia memberlakukan persyaratan yang sangat ketat terhadap berbagai produk pertanian yang masuk. Salah satu diantara faktor penghambat tersebut adalah pemberlakuan HACCP (Hazard Analytic Critical Control Point) di Amerika Serikat; Food Safety Law, Plant Protection Law dan Food Control Lmv di Jepang, standardisasi mutu Europe Good Agriculture
Practice (GAP) terhadap komoditas buah impor serta produk olahannya di Eropa. Jika HACCP inerupakan peraturan yang mengatur berbagai persyaratan pengawasan mutu di setiap' tingkat produksi hingga distribusi produk ke konsumen, maka Food Safety Lrnv berisi tentang peraturan batas maksimum kandungan bahan kimia pada produk, dalam ha1 ini termasuk juga kadar maksimum residu pestisida pada produk-produk hortikultura. Permasalahan juga muncul dengan diberlakukannya Plant Protection Lmv (Sanitary and Phytosanitary Measures) pada tanaman, selain ancaman
pelarangan impor akibat dari kecurigaan bioterorisme. Akibatnya, banyak komoditas agribisnis Indonesia, seperti mangga, tomat, okra, selada, Paprika, pepaya, jahe, maupun komoditas sayur-sayuran yang ditolak masuk ke negara tujuan ekspor karena terinfeksi berbagai hama penyakit (GumbiraSa'id, 2003).