BAB IV PEMBAHASAN
Tahap-tahap pembahasan pada bab ini akan mengikuti metode Process Quality Model (PQM). Tahap pertama dimulai dengan identifikasi proses bongkar muat (transfer cycle), teknologi dan peralatan yang digunakan, serta personil yang terlibat beserta tugastugasnya. Tahap kedua membahas tentang pelanggan, dan ekspektasi serta persepsi mereka terhadap kualitas pelayanan di TPK Koja. Kemudian disusul dengan pendefinisian kualitas, produktivitas, dan kinerja operasional. Tahap selanjutnya kami akan menganalisa data operasional tahun 2003, beserta indikator-indikator kinerjanya. Kemudian kami juga mengevaluasi kinerja dan standar sasaran mutu sesuai dengan ISO 9001. Dan terakhir kami membahas rencana peningkatan dan perbaikan kinerja operasional. Penelitian ini tidak mencakup tahapan implementasi, monitor dan pengendalian, karena di luar dari ruang lingkup Group Field Project ini.
4.1. Proses, Teknologi, dan Peralatan Bongkar Muat Bongkar muat peti kemas merupakan bagian dari proses transfer cycle. Transfer cycle diawali dengan kapal yang mulai dipandu untuk bersandar di TPK. Setelah sandar dilaksanakan proses bongkar muat sampai selesai, kemudian kapal lepas sandar dan dipandu keluar terminal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.
PANDU MASUK
SANDAR
BONGKAR
MUAT
LEPAS
PANDU KELUAR
Gambar 4.1. Alur Proses Transfer Cycle di Terminal Peti Kemas.
Proses transfer cycle melibatkan kendaraan dan peralatan, yaitu: !
Tug boat yang memandu kapal untuk sandar dan keluar dari sandar.
!
Quay crane (container crane = CC) adalah peralatan yang mengangkat peti kemas dari dan ke kapal. TPK Koja memiliki 6 buah quay crane, yaitu 3 di antaranya berjenis Panamax; 2 jenis Post Panamax; dan 1 jenis Super Post Panamax.
!
Head truck yaitu truk yang mengangkut peti kemas dari dari quay crane ke lapangan penumpukan dan sebaliknya.
!
Handheld terminal (HHT) yang digunakan oleh petugas lapangan (Whiskey dan Solo) untuk memperbarui data proses bongkar muat di bagian pengendalian.
!
Handy talky untuk komunikasi petugas lapangan dan pembaruan data ke bagian pengendalian.
Seluruh proses transfer cycle dimonitor dan dikendalikan oleh bagian pengendalian. Komunikasi petugas lapangan yang membawa HHT dengan bagian pengendalian melalui sistem atau teknologi gelombang radio. Teknologi informasi juga digunakan untuk mencatat, memproses, dan menyimpan seluruh kegiatan pada transfer cycle. TPK Koja menggunakan perangkat lunak SPARC dan Express dari NAVIS untuk bagian ini. Adapun personil yang terlibat pada proses transfer cycle adalah: !
Manajer Operasi: o
Memonitor proses seluruh operasi dan laporan, serta mengatur dan mengelola sistem kerja operasi.
!
Supervisor Operasi: o
Mengelola dan mengkoordinir serta bertanggung jawab terhadap seluruh operasi, mulai dari gate sampai dengan bongkar muat dan lapangan penumpukan, serta penyelesaian laporan dan administrasi.
o !
Tidak mengikuti shift.
Kepala Operasi Lapangan (KOL): o
Bersama dengan Supervisor Operasi, menyiapkan personil dan alat untuk bongkar muat, dan melapor ke bagian Pengendalian.
!
o
Mengawasi langsung proses bongkar muat di lapangan.
o
Bekerja mengikuti shift.
Staf operasi: o
Membuat HKO (hasil kegiatan operasi) bongkar dan muat.
o
Membuat RBM (rekapitulasi bongkar muat).
!
Chief officer kapal: Memberikan persetujuan bayplan muat yang dibuat bagian perencanaan.
o !
!
!
Solo: o
Memberikan perintah bongkar dan pemanduan bongkar kepada operator CC.
o
Bersama dengan operator CC melaksanakan pemuatan ke atas kapal.
o
Update posisi petikemas dengan HHT sesuai posisi aktual di atas kapal.
Whiskey: o
Mengecek segel dan kondisi petikemas.
o
Memandu sopir truk ke lapangan penumpukan dan ke CC.
o
Update informasi bongkar-petikemas via HHT ke pengendalian.
o
Membuat CDR bila ada kerusakan.
Operator quay crane: o
Melaksanakan pemuatan/pembongkaran ke/dari atas kapal sesuai bayplan bongkar/muat koordinasi dengan Solo/Whiskey.
!
Operator RTG ( Rubber Tyre Gantry Crane) o
Melaksanakan pemuatan/pembongkaran ke/dari atas truk dari/ke lapangan penumpukan sesuai job list VMT lapangan penumpukan dan koordinasi dengan Whiskey.
!
Operator head truck: o mengangkut peti kemas dari lapangan penumpukan ke kapal dan sebaliknya. Selain itu juga terdapat pihak-pihak yang terlibat pada proses transfer cycle ini,
yaitu bea cukai, shiping line, Kopegmar (Koperasi Pegawai Maritim), penyedia jasa kapal
pandu, dan pihak TPK sendiri. Tugas Kopegmar dalam hal ini adalah menyediakan pengemudi head truck.
4.2. Identifikasi, Ekspektasi dan Persepsi Pelanggan Survei terhadap pelanggan TPK Koja telah dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner. Survei ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang telah diberikan.
4.2.1. Profil Responden Responden (pelanggan) yang dituju untuk mengisi kuesioner adalah manajemen tingkat atas, operasional, dan keuangan. Profil responden ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Profil Responden TMS 5%
Tingkat Pengembalian Kuesioner
Profil Posisi Responden CMA-CGM 20%
SAMUDERA INDONESIA 28%
TOP MANAGEMENT 17%
HANJIN 5%
80.0% FINANCE 12%
60.0% %
OOCL 10%
NYK 7%
MSC 0%
LARSEN 10%
40.0% 20.0%
HYUNDAI 15%
0.0% RETURN RATE
OPERATION 71%
TOP MANAGEMENT
FINANCE
OPERATION
43.8%
50.0%
69.0%
SHIPPING LINES
Gambar 4.2. Profil Responden Survei Pelanggan TPK Koja dan Tingkat Pengembalian Kuesioner. Proses penyebaran kuesioner dilakukan pada periode Maret 2004 – Mei 2004 dengan distribusi seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4-1. Perusahaan yang Mendapatkan Kuesioner Survei Pelanggan TPK Koja.
DAFTAR DISTRIBUSI KUESIONER SKP No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Perusahaan SI-KMTC Samudera Indonesia OOCL NYK NYK Cabang MSC HYUNDAI APOL CMA-CGM LARSEN TMS MITRA SJ K LINE HANJIN APL SI-TSK Samudera Indonesia Pusat BARWIL NORASIA CONTSHIP P&O
Alamat Gd. Samudera Indonesia Lt.2 Yos Sudarso Wisma GKBI Lt 35 Plaza BII Menara 2 Lt.17 Priok Bidakara Lt.3 Wisma BSG, Lt.5 Yos Sudarso 47A Graha Kirana Lt.8 Jl. Majapahit No. 34 Rukan Sunter Permai Plaza Kelapa Gading Summitmas II Lt 14 Harmoni Plaza Jl. Enggano Tj. Priok Plaza BII Menara 2 Lt.17 Gd. Samudera Indonesia Lt.8 S. Wijoyo Center 10 S. Wijoyo Center 7 Hayam Wuruk Plaza Lt.18 Wisma Danamon Lt.10 Total
Kuesioner 4 14 10 5 3 10 9 4 9 6 6 2 10 7 1 3 2 1 5 3 2 116
Survei kepuasan pelanggan yang dilakukan oleh TPK Koja adalah untuk mendapatkan informasi tentang persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap pelayanan TPK Koja yang meliputi beberapa aspek yaitu: 1.
Pelayanan Pelanggan (Customer Service), yang terdiri dari: a. Cara menghubungi dan kesulitan yang dihadapi. b. Jenis informasi yang ingin didapat, respon petugas, dan kualitas jawaban yang diberikan. c. Akurasi informasi yang diberikan d. Persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap kinerja pelayanan pelanggan.
2.
Pelayanan Nota Bongkar Muat (Invoicing Service), yang terdiri dari:
a. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk menerima Nota Bongkar Muat dan penandatanganan Realisasi Bongkar Muat b. Permasalahan yang dihadapi, tingkat akurasi invoice, serta ekspektasi pelanggan terhadap akurasi dan pelayanan invoice. 3.
Pelayanan di Pintu Masuk /Keluar (Gate Service), yang terdiri dari: a. Masalah yang timbul pada proses di pintu masuk / keluar TPK dan tingkat kemampuan petugas dalam menyelesaikan masalah tersebut. b. Tingkat kecepatan pelayanan, kinerja pelayanan dan ekspektasi pelanggan terhadap kinerjanya
4.
Penanganan Klaim (Claim Handling), yang terdiri dari: a. Kinerja penanganan klaim yang dilakukan TPK b. Tingkat besaran penggantian klaim yang diberikan c. Persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap penanganan klaim
5.
Keamanan (Security), yang terdiri dari: a. Masalah yang pernah dihadapi terhadap keamanan peti kemas b. Persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap kinerja keamanan TPK Koja
6.
Pelayanan Kapal (Vessel Service), yang dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: a. Persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap Rapat Penyandaran Kapal b. Persepsi dan ekspektasi terhadap Perencanaan Kapal c. Persepsi dan ekspektasi terhadap kecepatan Pelayanan Kapal, permintaan pelanggan untuk mempercepat pelayanan kapal
7.
Peralatan (Equipment)
a. Frekwensi yang dihadapi oleh pelanggan akibat ketidaksiapan alat dan jenis alat apa saja yang menjadi penghambat. b. Persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap tingkat kinerja penanganan kerusakan peralatan pada saat melakukan proses bongkar muat. 8.
Sistem Informasi a. Jenis informasi yang dicari pada saat mengakses website b. Tingkat akurasi, tingkat pemenuhan kebutuhan informasi, jenis informasi yang perlu juga disajikan. c. Persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap keberadaan Sistem Informasi yang dibangun di TPK Koja
9.
Indikator Umum Pelayanan a. Persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap kemampuan karyawan dalam menangani permasalahan pelanggan (assurance). b. Persepsi dan ekspektasi pelanggan terhadap tingkat perhatian karyawan dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan (empathy). c. Persepsi dan ekpektasi pelanggan terhadap akurasi dan ketelitian pembuatan dokumen (error free) yang diberikan oleh TPK Koja.
10. Benchmarking a. Tingkat kelebihan dan kekurangan TPK Koja dibandingkan dengan terminal lain b. Tingkat kelebihan terminal lain yang merupakan kekurangan TPK Koja
c. Tingkat penilaian pelanggan terhadap kinerja TPK Koja dan terminal lain seperti JICT-Tanjung Priok, MTI-Tanjung Priok, Segoro-Tanjung Priok, PSA-Singapura, Port Klang-Malaysia, Hongkong Port, Laem ChabangThailand, Manila-Filipina. Dari hasil analisa kuesioner yang dikembalikan oleh pelanggan didapatkan kesimpulan antara lain seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2. Dari Tabel 4.2 tersebut tampak bahwa antara kinerja dan ekspektasi pelanggan memiliki gap yang negatif, bahkan beberapa bagian memiliki gap yang relatif cukup besar yang meliputi pelayanan pelanggan, penanganan klaim, tingkat keamanan terhadap peti kemas, tingkat kesiapan alat, dan keberadaan sistem informasi. Kinerja rata-rata komponen bagian TPK Koja adalah di atas cukup memuaskan kecuali untuk penanganan klaim yang dianggap mengarah tidak memuaskan. Ekspektasi pelanggan terhadap komponen pelayanan TPK Koja adalah mendekati tingkat pelayanan prima (sangat memuaskan / skor 5).
Tabel 4.2. Kesenjangan antara Kinerja dan Ekspektasi Pelanggan TPK Koja.
Bagian Pelayanan Pelanggan Pelayanan Nota Bongkar Muat Pelayanan di Pintu Masuk Penanganan Klaim Tingkat Keamanan Peti Kemas Pelayanan Kapal Rapat Penyandaran Kapal Perencanaan Kapal Kecepatan Pelayanan Kapal Peralatan Tingkat Kesiapan Alat Tingkat Kecanggihan Alat Sistem Informasi Indikator Umum Pelayanan Assurance Empathy Error free Document
Kinerja 3.57 3.76 3.50 2.89 3.55
Ekspektasi 4.86 4.81 4.64 4.87 4.92
P-E (1.30) (1.05) (1.14) (1.97) (1.37)
3.92 3.76 3.69
4.92 4.87 4.82
(1.00) (1.11) (1.13)
3.49 3.73 3.47
4.78 4.84 4.79
(1.30) (1.11) (1.32)
3.36 3.42 3.50
4.41 4.35 4.69
(1.05) (0.93) (1.19)
Kinerja pelayanan pelanggan (customer service) dianggap masih belum memenuhi harapan yang ditunjukkan oleh jawaban responden sebagai berikut: 1.
sebanyak 32% pelanggan dari total 41 responden yang menjawab menganggap bahwa tanggapan petugas dalam memberikan respon adalah lambat.
2.
13% pelanggan tersebut menganggap bahwa kualitas jawaban petugas adalah jelek.
3.
16% pelanggan menganggap bahwa informasi yang diberikan tidak akurat.
Kinerja TPK Koja dalam penanganan klaim memiliki gap yang cukup besar dibandingkan dengan ekspektasi pelanggan. Hal ini ditunjukkan dari hasil tanggapan responden sebagai berikut: 1.
sebanyak 95% dari total 41 responden mengaku pernah mengajukan klaim ke TPK Koja.
2.
22% pelanggan tersebut menganggap bahwa TPK Koja tidak responsif dalam mananggapi klaim. Sementara sebanyak 66% menganggap bahwa TPK Koja secara responsif menanggapi klaim namun dalam proses pembayarannya dianggap lama.
3.
Sebanyak 27% pelanggan menganggap bahwa besaran penggantian klaim adalah kecil atau sangat kecil.
Tingkat keamanan dan keselamatan terhadap peti kemas pelanggan dianggap masih belum memuaskan sesuai dengan yang diperlihatkan jawaban pelanggan terhadap kuesioner yaitu:
1.
Sebanyak 56% pelanggan dari totak 41 responden mengaku pernah mengalami masalah keamanan dan keselamatan peti kemasnya di TPK Koja.
2.
Dari pelanggan yang pernah mengalami masalah tersebut terdapat 19% mengaku bahwa telah kehilangan isi peti kemas, 32% peti kemas mengalami kerusakan segel, 5% mengalami kehilangan peti kemas, dan sebanyak 12% mengalami kecelakaan kerja.
4.2.2. Tingkat Kesiapan Alat Bagian yang terkait langsung dengan proses bongkar muat peti kemas dari dan ke kapal dan memiliki kesenjangan (gap) yang cukup signifikan adalah Peralatan dan Sistem Informasi. Tingkat kesiapan alat adalah indikator yang menunjukkan bahwa alat tidak menjadi hambatan pada saat proses bongkar muat peti kemas pada jam operasional bongkar muat. Ketidaksiapan alat antara lain disebabkan oleh alat yang rusak pada saat akan atau sedang digunakan. Selain itu ketidaksiapan alat juga disebabkan alat sedang dalam masa perbaikan sehingga tidak mampu dioperasikan secara maksimal. Respon dari pelanggan mengenai kesiapan alat ditunjukkan sebagai berikut: 1.
Sebanyak 41% dari pelanggan dari total 41 responden menyatakan bahwa pernah mengalami hambatan pelayanan yang disebabkan oleh ketidaksiapan alat (alat rusak, sedang dalam perawatan). Bahkan sebanyak 23% responden pernah mengalami hambatan alat lebih dari sekali.
2.
Dari pelanggan yang mengalami hambatan pelayanan, sebanyak 66% menyatakan bahwa Container Crane (Quay Crane) adalah penyebabnya, 24%
hambatan disebabkan oleh Rubber Tyre Gantry Crane (RTG), dan 7% menganggap hambatan terjadi karena masalah Head Truck.
Jenis alat apa yang sering m enim bulkan ham batan dalam pelayanan? FREQ
40 35 30 25 20 15 10 5 0 p44
CC
RTG
H.TRUCK
LAINNYA
27
10
3
0
a ns we r
Gambar 4.3. Frekuensi Hambatan yang Disebabkan oleh Jenis Peralatan.
Tampak bahwa Quay Crane / Container Crane (CC) adalah merupakan alat yang paling sering menyebabkan hambatan operasional. Hal ini terutama disebabkan jumlah CC yang dimiliki oleh TPK Koja adalah minimal, artinya pada saat kedua dermaga yang dimiliki oleh terminal digunakan pada saat yang bersamaan untuk melayani 2 kapal maka apabila ada salah satu CC yang bermasalah maka tidak dimungkinkan untuk dapat digantikan oleh CC lainnya. Sementara tingkat persiapan alat di TPK Koja dinilai masih belum memuaskan oleh sebanyak 8% responden, 41% responden menilai cukup memuaskan, dan sisanya sebesar 51% menganggap tingkat persiapan alat sudah memuaskan .
Tingkat Persiapan Alat 30
FREQ
25 20 15 10 5 p46
1
2
3
4
5
MEAN
-
3
15
17
2
3.49
a ns we r
Gambar 4.4. Penilaian Responden terhadap Tingkat Persiapan Alat.
Skor hasil survei kesiapan alat adalah 3,49 (skor tertinggi 5 = sangat memuaskan). Responden berharap tingkat kesiapan alat sangatlah penting (dengan skor 4,78).
Mengenai kecepatan TPK Koja mengatasi masalah saat proses bongkar muat masih belum “sangat memuaskan” (responden menilai 3,49 dari skor tertinggi 5).
Kecepatan dalam mengatasi masalah Peralatan 30
FRE Q
25 20 15 10 5 p45
1
2
3
4
5
MEAN
-
2
17
16
2
3.49
answer
Gambar 4.5. Tingkat Kecepatan Mengatasi Hambatan Peralatan.
4.2.3. Pelayanan Kapal
KEC EPA T A N PELA Y A N A N KA PA L
40
FREQ
35 30 25 20 15 10 5 p38
1
2
3
4
5
MEAN
-
4
9
21
5
3.69
a ns we r
Gambar 4.6. Tingkat Kepuasan Responden terhadap Kecepatan Pelayanan Kapal.
Tingkat pelayanan kapal, oleh responden juga dinilai belum “sangat memuaskan”. Dari ekspektasi pelanggan dengan skor 4,82, responden menilai tingkat kecepatan pelayanan kapal di TPK Koja dengan skor 3,69. Sebanyak 10% responden menilai bahwa kecepatan pelayanan kapal belum memuaskan. Sementara sebanyak 23% responden menilai bahwa kecepatan pelayanan sudah cukup memuaskan. Sedangkan sebanyak 54% mnilai bahwa kecepatan pelayanan kapal sudah memuaskan pelanggan. Terdapat kesenjangan skor antara penilaian kecepatan pelayanan kapal oleh pelanggan dengan harapan pelanggan sebesar 1,13. Sebagian besar responden (73%) pernah meminta pelayanan kapal untuk dipercepat, dimana sebanyak 58% melalui pengajuan surat non stop working dan 21% dengan cara menghubungi petugas.
PERMINTAAN RESPONDEN UNTUK MEMPERCEPAT PELAYANAN TIDAK 27%
YA 73%
Gambar 4.7. Prosentasi Permintaan Pelanggan untuk Mempercepat Pelayanan Kapal.
4.2.4. Sistem Informasi/Situs Web Keberadaan sistem informasi yang dibangun oleh TPK Koja juga dianggap masih belum cukup memuaskan oleh pelanggan seperti yang ditunjukkan dari jawaban responden berikut: 1.
Sebanyak 95% responden pernah mengakses website TPK Koja, namun sebanyak 34% menganggap bahwa informasi yang disediakan tidak akurat dan sebanyak 10% tidak memberikan penilaiannya.
2.
Sebanyak 78% mengakses website untuk mendapatkan informasi tentang peti kemas, 49% memerlukan informasi tentang kapal, dan 41% mencari informasi tentang peti kemas di lapangan penumpukkan.
3.
Sebanyak 5% responden menganggap kinerja sistem informasi adalah tidak memuaskan, sedangkan 46% menganggap cukup memuaskan , 34% memuaskan, dan 7% responden menganggap telah sangat memuaskan.
Tingkat Akurasi Inform asi yang disajikan oleh Website FREQ
30 25 20 15 10 5 0
p53
YA
TIDAK
TIDAK TAHU
23
14
4
a n swe r
Gambar 4.8. Respon Responden terhadap Akurasi Informasi Situs Web TPK Koja.
Tingkat Pem enuhan Kebutuhan Inform asi
FREQ 30
25 20 15 10 5 0
p54
YA
TIDAK
TIDAK TAHU
21
14
6
a n swe r
Gambar 4.9. Tingkat Terpenuhinya Kebutuhan Responden akan Informasi.
Sebagian besar responden (51%) menilai bahwa mereka telah terpenuhi kebutuhannya tentang informasi yang tersedia melalui situs Web TPK Koja. Sedangkan sekitar 34% responden merasa belum terpenuhi kebutuhannya. Informasi yan perlu ditambahkan oleh situs TPK Koja yang saat ini belum tersedia di antaranya adalah: 1.
Transaksi bayplan (bayplan transaction).
2.
Rencana berthing (berthing plan)
3.
Realisasi Bongkar dan muat, sisa yang belum direalisasikan untuk bongkar dan muat.
4.
Daftar peti kemas impor maupun ekspor per shipping line /operator.
5.
Daftar throughput untuk masing-masing shipping line.
6.
Data hasil rapat penyandaran kapal.
7.
Data historis peti kemas dalam satu tampilan
8.
Informasi overbrengen (OB)
9.
Informasi rencana dan realisasi kapal (kedatangan, sandar, berangkat)
10. Kondisi peti kemas, dan 11. Kondisi bongkar muat secara online.
Penilaian terhadap Sistem Inform asi di TPK Koja 40
FREQ
35 30 25 20 15 10 5 -
p56
1
2
3
-
2
19
4
5
M EAN
14
3
3.47
a nswe r
Gambar 4.10. Penilaian Responden terhadap Keberadaan Sistem Informasi.
Masih terdapat kesenjangan antara harapan pelanggan dengan kenyataannya terhadap sistem informasi di TPK Koja. Pelanggan menilai sistem informasi di TPK Koja dengan skor 3,47. Harapannya adalah 4,79.
4.2.5. Bagian yang Perlu Ditingkatkan
Menurut para responden sebagian besar kinerja bagian (departemen) di TPK Koja perlu ditingkatkan. Bagian yang paling mendapat sorotan adalah Operasi Terminal. Sebagian besar responden (32%) menganggap bagian ini perlu diperbaiki. Bagian TI (teknologi informasi), menurut 27% responden, juga perlu diperbaiki. Bagian lainnya yang mendapat cukup perhatian responden untuk diperbaiki adalah bagian Gate (oleh 24% responden), Front Office/FO (23%), Controlling (23%), dan Planning (23%). Lihat Gambar 4.11.
B A G IA N Y A N G P E R LU D IT IN G KA T KA N FRE Q
30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 0 FO
p78
18
MK
MG
HUK
T
T
IM
4
7
6
IT
T EK
P &A
NI K 21
7
4
SE C OP T GA T CON P LA OT H URI
ER
E
12
25
19
T RO NNE E RS 18
18
1
answer
Gambar 4.11. Penilaian Responden Terhadap Perbaikan Beberapa Departemen.
4.2.6. Tingkat Kepuasan dan Kepentingan Penilaian responden terhadap kualitas pelayanan peti kemas di TPK Koja, bila dipetakan ke dalam sebuah diagram yang memperhitungkan tingkat kepuasan dan tingkat kepentingannya akan seperti terlihat pada Gambar 4.12.
TINGKAT KEPUASAN DAN TINGKAT KEPENTINGAN PELAYANAN PETI KEMAS TPK KOJA 4.90 E Q .R E A D IN E S S
TINGKAT KEPENTINGAN
4.85
S E C UR E
4.80 C LA IM S
M OD ER N
CS
GA T E
4.75
2.50
2.70
2.90
3.10
3.30
3.50
3.70 4.70
4.65
4.60
3.90
4.10
4.30
I N V O IC E
ER R OR -F R EE
A S S UR A N C E EM P A T H Y
4.55
TINGKAT KEPUASAN
Gambar 4.12. Tingkat Kepuasan Pelanggan dan Tingkat Kepentingan Pelayanan Peti Kemas TPK Koja.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa tingkat kesiapan alat (equipment readiness) berada di tingkat kepentingan yang tinggi dan pada tingkat kepuasan yang rendah. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pelanggan menilai kesiapan alat merupakan hal yang sangat penting, tetapi di TPK Koja, kesiapan alat ini masih belum memberikan kepuasan. Tingkat kesiapan alat dalam proses transfer cycle meliputi alat-alat quay crane, HHT, HT, head truck, dan perangkat TI. Dalam hal ini pelanggan berharap tidak ada kerusakan alat pada saat proses bongkar muat, seperti cc trouble, head truck mogok, komputer mati, dan lain-lain.
Hal lainnya yang masih satu kuadran dengan tingkat kesiapan alat yang masih perlu mendapatkan perhatian adalah klaim dan gate. “Posisi” klaim yang berada tingkat kepuasan relatif rendah dan tingkat kepentingan tinggi, menunjukkan bahwa pelanggan menginginkan pelayanan yang lebih baik. Pelanggan menuntut kecepatan dan kualitas layanan yang lebih tinggi. (Untuk gate dan faktor selain di atas tidak dibahas lebih lanjut karena di luar lingkup penelitian ini).
4.2.7. Perbandingan dengan Kompetitor Pesaing TPK Koja secara lokal di wilayah pelabuhan Tanjung Priok adalah terdiri dari JICT, PT Multimoda Transport Indonesia (MTI), dan PT Segoro. Dari para pesaingnya tersebut, menurut responden, tingkat pelayanan TPK Koja masih memberikan tingkat kepuasan pelanggan tertinggi. Sementara tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan TPK Koja secara regional yang terdiri dari PSA Singapura, Port Klang Malaysia, Hongkong, Laem Chabang Thailand, dan Manila Filipina menduduki urutan keempat di bawah Hongkong, PSA, dan Port Klang seperti ditunjukkan dalam gambar 4.13.
Benchmarking Tingkat Kepuasan Pelanggan 5.00
Satisfaction Score
4.00
3.00
2.00
1.00
Sco re
TP K KOJA
JICT
M TI
SEGORO
P SA
P KL
HKG
LCH
M NL
3.63
3.52
2.79
2.87
4.59
4.27
4.82
3.55
3.44
Container Terminals
Gambar 4.13. Perbandingan Tingkat Kepuasan Pelanggan di Antara TPK.
4.3. Operasional Terminal Tahun 2003 4.3.1. Karakteristik TPK Koja TPK Koja pada awalnya memiliki panjang darmaga 450 meter, dan pada tahun 2004 ditambah 200 meter, dengan lebar 14 meter. Kedalamannya sudah mencapai 14 meter. Karakteristik TPK Koja selengkapnya, yakni mengenai dermaga, peralatan yang dimiliki, dan luasan lapangan penumpukan, dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Karakteristik TPK Koja. FASILITAS
TOTAL
DERMAGA (BERTH) Panjang
450 meter + 200 m*
Lebar
40 meter
Kedalaman (LWS)
14 meter
PERALATAN Container Crane (CC)
6 unit
Panamax
3 unit
Post Panamax
2 unit
Super Post Panamax**
1 unit
Rubber Tyre Gantry Crane (RTG)
21 unit
Head Truck
40 unit
Chassis
45 unit
LAPANGAN PENUMPUKAN Luas
20.7 Ha
Kapasitas untuk PK impor
7,560 TEU
Kapasitas untuk PK ekspor
7,696 TEU
Kapasitas untuk PK Reefer
100 plug
* Desember 2004 ** Oktober 2003
4.3.2. Produktivitas Terminal Tingkat produktivitas TPK Koja tahun 2003 ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Tingkat Produktivitas TPK Koja Tahun 2003. Total Shipping Line
12
563
Total Vessel Total Box
366,440
Total TEU (Throughput)
547,280
Kapal
Berth Time
10,380
Jam
Total CC Time
13,579
jam
BCH rata-rata
26.99
PK/jam
BSH rata-rata
35.30
PK/jam
1,833
jam
Rata rata per Vessel
3.26
jam
Total
667
jam
Rata rata per Vessel
1.19
jam
1,011
jam
Rata rata per Vessel
1.80
jam
Total
609
jam
Rata rata per Vessel
1.08
jam
Total
414
jam
Rata rata per Vessel
0.73
jam
15,260.33
jam
27.11
jam
Total Operational Problem Time
No Operating Time (NOT)
Total Waiting Time (WT)
Approaching Time (AT)
Leaving Time (LT)
Total Turn Round Time (TRT) Rata rata per Vessel Berth Occupancy Ratio
59.2%
(BOR)
4.3.2.1. Box Crane per Hour (BCH) Tabel 4.5. Hook Cycle Teoritis dengan Bobot Peti Kemas 40.000 Lb dan 70.000 Lb. Bobot 40,000 lb
Bobot 70,000 lb
Kapal ke
Darat ke
Kapal ke
Darat ke
darat
Kapal
darat
Kapal
detik
detik
detik
detik
Pengaitan Peti kemas
4
0
20
0
Akselerasi
3
2
3
2
Angkat
28
7
39
7
Selang (dwell)
1
1
1
1
Akselerasi (pindah)
3
2
3
2
Gerak (pindah)
25
25
37
25
Pengereman
4
2
5
2
Selang (dwell)
1
1
1
1
Akselerasi (menurunkan)
1
1
1
1
Menurunkan
26
9
35
9
Pengereman
2
0
3
0
Pelepasan peti kemas
1
0
8
0
99
50
156
50
OPERASI
60 x 60 Hook Cycle =
60 x 60 Hook Cycle =
(99 + 50) =
24 PK / jam
(156 + 50) =
17 PK / jam
Secara teoritis BCH ditunjukkan oleh besarnya hook cycle yaitu besarnya waktu yang diperlukan oleh sebuah quay crane untuk melakukan proses pengambilan peti kemas di kapal dan memindahkannya ke darat dalam satu siklus (Rath, 1990). Hook cycle teoritis (yang dibedakan antara peti kemas dengan bobot 40.000 lb dan 70.000 lb) ditunjukkan pada Tabel 4.5. Rekapitulasi indikator BCH TPK Koja pada tahun 2003 ditunjukkan pada Tabel 4.6
Tabel 4.6. Rekapitulasi Indikator BCH TPK Koja pada Tahun 2003. Bongkar Moves
Jam
Muat BCH
Moves
Jam
Total BCH
Moves
Jam
BCH
Crane I
42,200
1,459.30
28.92
43,451
1,708.93
25.43
85,651
3,168.23
27.03
Crane II
44,227
1,527.50
28.95
41,919
1,646.93
25.45
86,146
3,174.43
27.14
Crane III
32,421
1,080.40
30.01
29,935
1,176.30
25.45
62,356
2,256.70
27.63
Crane IV
33,450
1,198.20
27.92
34,515
1,392.90
24.78
67,965
2,591.10
26.23
Crane V
30,401
1,076.50
28.24
30,762
1,185.70
25.94
61,163
2,262.20
27.04
Crane VI
1,252
42.40
29.53
1,907
84.00
22.70
3,159
126.40
24.99
Total
183,951
6,384
28.81
182,489
7,195
25.36
366,440
13,579
26.99
Dari data operasional tahun 2003 ditunjukkan bahwa nilai BCH TPK Koja lebih tinggi dari hook cycle teoritis. Nilai ini juga masih di atas nilai yang ditetapkan sasaran mutu TPK Koja sebesar minimal 24 PK/jam. Sementara diagram frekuensi untuk nilai BCH pada setiap kedatangan kapal menunjukkan bahwa tidak semua nilai BCH lebih tinggi daripada nilai hook cycle-nya seperti ditunjukkan pada Gambar 4.14, 4.15, dan 4.16.
48.4 - 52.5
44.4 - 48.4
40.3 - 44.4
36.2 - 40.3
32.2 - 36.2
28.1 - 32.2
24.0 - 28.1
20.0 - 24.0
15.9 - 20.0
11.8 - 15.9
55.5 - 60.0
51.0 - 55.5
46.5 - 51.0
42.0 - 46.5
37.5 - 42.0
33.0 - 37.5
28.5 - 33.0
24.0 - 28.5
19.5 - 24.0
15.0 - 19.5
10.5 - 15.0
6.0 - 10.5
Frequency
5 5 .5 - 6 0 .0
5 1 .0 - 5 5 .5
4 6 .5 - 5 1 .0
4 2 .0 - 4 6 .5
3 7 .5 - 4 2 .0
3 3 .0 - 3 7 .5
2 8 .5 - 3 3 .0
2 4 .0 - 2 8 .5
1 9 .5 - 2 4 .0
1 5 .0 - 1 9 .5
1 0 .5 - 1 5 .0
6 .0 - 1 0 .5
0
7.8 - 11.8
3.7 - 7.8
Frequency
F req u e nc y 300
BCH BONGKAR
200
100 S td . D e v = 4 .9 5
M e a n = 2 8 .8
0
0
N = 5 5 8 .0 0
Gambar 4.14. Diagram Frekuensi Indikator BCH Bongkar pada Tahun 2003.
300
BCH MUAT
200
100 Std. Dev = 4.56
Mean = 25.6
N = 548.00
Gambar 4.15. Diagram Frekuensi Indikator BCH Muat pada Tahun 2003.
400
BCH TOTAL
300
200
100
Std. Dev = 3.19
Mean = 27.1
N = 563.00
Gambar 4.16. Diagram Frekuensi Nilai Indikator BCH Rata-Rata Total TPK Koja.
Nilai indikator BCH dipengaruhi oleh banyak hal seperti ditunjukkan oleh diagram Ishikawa pada Gambar 4.17.
Gambar 4.17. Diagram Ishikawa dan Nilai Indikator BCH.
Dari diagram Ishikawa tersebut di atas tampak bahwa nilai BCH banyak dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut baik yang dapat dikendalikan (controllable) maupun yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable). Faktor alam (hujan, angin), Faktor peti kemas (non standar, banyak tipe, tidak beraturan), dan tipe kapal adalah faktor yang tidak dapat dikontrol (uncontrollable). Pihak terminal tidak memiliki kemampuan untuk mengurangi hal tersebut. Selain itu juga pihak terminal tidak dapat membatasi kapal yang dapat bersandar menurut spesifikasi kapal atau peti kemas tertentu.
Faktor yang sepenuhnya controllable dan dapat diatasi menggunakan prosedur, instruksi kerja, maupun pemasangan alat bantu operasional adalah Quay Crane / Container Crane (CC) Trouble, CC Clash, Tunggu Head Truck, disiplin dan skills personil, Sistem Administrasi, Sistem IT, dan Penyiapan Bayplan. Faktor yang dianggap sebagai controllable namun tidak sepenuhnya adalah boom up down, pasang twist lock, buka / ikat lashing, buka / tutup palka, tipe crane, kapal miring / dongak, dan approval chief kapal. Faktor tersebut bersifat given yang akan berbeda beda antara satu kapal dengan yang lainnya. Perbedaannya juga sangat spesifik.
4.3.2.2. Box Ship per Hour (BSH) Indikator terminal yang diperlukan oleh pihak shipping line atau cargo owner adalah Box Ship per Hour (BSH) yaitu banyaknya peti kemas yang mampu ditangani oleh terminal selama kapal melakukan sandar di dermaga. Indikator ini berbeda dengan BCH yang lebih menekankan pada produktivitas quay crane, BSH lebih menekankan agar penanganan bongkar muat peti kemas dilakukan secepat mungkin (kalau perlu menggunakan quay crane sebanyak-banyaknya). Rekapitulasi nilai BSH TPK Koja pada tahun 2003 dengan kategori per shipping line ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Nilai BSH TPK Koja Tahun 2003 dengan Kategori per Shipping Line.
SHIPPING LINE
TOTAL
TOTAL
MOVE
BT
BSH Min
Maks
Std Dev
Rata2
CMA CGM
24,376
970.23
7.59
36.38
4.72
25.12
GOLDSTAR
12,677
509.90
13.77
39.38
6.03
24.86
HANJIN
34,230
1034.07
21.61
43.63
4.14
33.10
HYUNDAI
69,959
1669.30
29.33
54.88
5.73
41.91
K-LINE
9,841
297.10
19.94
43.03
5.40
33.12
KMTC
39,692
987.70
26.95
65.04
8.33
40.19
MSC
34,138
1231.87
13.71
46.44
6.24
27.71
NYK
62,607
1604.97
20.45
58.59
10.64
39.01
OOCL
57,652
1337.85
27.57
55.71
6.82
43.09
765
34.20
18.59
28.20
5.13
22.37
TMS
4,865
296.48
8.60
26.67
3.59
16.41
TSK
15,638
388.40
24.43
52.87
9.80
40.26
366,440
10362.07
7.59
65.04
10.64
35.36
SAMUDERA SHIPPING
Total
Sedangkan nilai BSH untuk masing-masing kedatangan kapal (vessel) ditunjukkan pada Gambar 4.18.
30 BSH RATA-RATA
NILAI BSH RATA PER KAPAL TAHUN 2003 60
ACX MARIGOLD ACX LILAC ACX SAKURA 013 ACX MARGUERITE
PERTH BRIDGE
juga ada faktor lain di luar itu seperti tampak pada diagram Ishikawa Gambar 4.19.
ACX VIOLET
CONTI BARCELONA
HYUNDAI BRIDGE
HYUNDAI VLADIVOSTOK
SINAR BATAM
HYUNDAI PROGRESS KMTC SINGAPORE KMTC JAKARTA KMTC PUSAN MSC SAKURA
FREMANTLE BRIDGE
HANJIN KWANGYANG
CAPE NORTH
HANJIN POHANG
COLOMBO STAR
MSC THAILAND MSC MALAYSIA
FAST SEMARANG
MSC DON GIOVANI
NAMA KAPAL (VESSEL / VOYAGE)
HANJIN BUSAN AVEIRO HANJIN SEOUL MSC INSA TIGER PEARL MSC PEGGY MSC SUMATERA
MASOVIA MSC NAMIBIA MSC MARIA SHIMANAMI KAIDO MSC DENISSE MSC ALICE MSC VIETNAM MSC CLAUDIA JAKARTA STAR CAPE HENRY
MSC CANBERRA
MSC PERTH MSC JESSICA MSC JAVA MSC CORINA MSC SONIA
MSC BRUXELLES
FAST PORTKLANG
SHENG HE
MSC THERESIA MSC FEDERICA MSC BEIJING MSC PAOLA MSC SAMIA CMA CGM LEA MSC NURIA MERCUR BRIDGE SURABAYA STAR ER DURBAN TMS JADE TMS EXPRESS
0
BCH Sasaran mutu BCH Rata-rata
50
40
20
10
Gambar 4.18. Nilai BSH per Kapal.
Dari data di atas tampak bahwa nilai BSH yang ditetapkan oleh sasaran mutu,
yaitu 38, masih belum dicapai. Sasaran mutu tersebut hanya dapat dicapai untuk 5
shipping line yaitu Hyundai, KMTC, NYK, OOCL, dan TSK. Bahkan nilai tersebut
hanya dicapai kurang dari 25% masing-masing vessel.
Nilai indikator BSH selain disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi nilai BCH
Gambar 4.19. Faktor yang Mempengaruhi Nilai BSH (sama dengan faktor BCH ditambah faktor dalam cetakan italic)
4.3.2.3. Berth Occupancy Ratio Indikator pemanfaatan 2 dermaga (berth) yang dimiliki oleh TPK Koja diukur menggunakan Berth Occupancy Ratio (BOR). Namun demikian karena tidak ada data mengenai panjang masing-masing kapal, maka perhitungannya menggunakan asumsi bahwa kapal memanfaatkan 1 dermaga. Oleh karena itu BOR dihitung sebagai berikut:
Jumlah Berthing Time
x 100%
BOR = 2 x 365 x 24 jam 2 x 10,362.07
x 100% = 59.2%
BOR = 2 x 365 x 24
Nilai BOR yang dimiliki oleh TPK Koja ini masih dapat dimungkinkan untuk ditingkatkan lagi. Menurut Haralambides (2002), nilai BOR dapat ditingkatkan hingga kisaran 65 – 70%. Nilai BOR di atas kisaran itu akan menyebabkan antrian kapal menjadi
sangat serius khususnya terhadap kedatangan kapal yang tidak memiliki berthing contract. Terminal yang memiliki nilai BOR di atas 70% harus sudah mampu menerapkan lean port agile system yang memungkinkan integrasi antarmoda (Marlow et al, 2001).
4.3.3. Kualitas Produktivitas Produktivitas operasional bongkar muat TPK Koja sangat dipengaruhi beberapa hal. Namun demikian secara umum dapat dikatakan bahwa produktivitas terminal peti kemas dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan untuk operasional bongkar muat dan prosedur operasinya. Tingkat variabilitas indikator produktivitas yang rendah menunjukkan konsistensi yang lebih baik dari operasional bongkar muat tersebut. Indikator BSH dapat ditingkatkan lebih tinggi dengan cara menambah peralatan (quay crane, head truck, dan RTG), memperpanjang dermaga, dan memperluas lapangan penumpukan. Namun akibatnya yang dikorbankan adalah indikator BCH yang akan menjadi lebih rendah. Selain itu variabilitas indikator menjadi meningkat dan menurunkan tingkat konsistensi operasional. Oleh karena itu untuk meningkatkan nilai BCH dan BSH sekaligus tidak dapat mengandalkan kapasitas fisik terminal saja, namun hal yang perlu diperhatikan adalah meminimalkan waktu yang terbuang selama operasional bongkar muat. Untuk melakukan upaya minimalisasi waktu yang terbuang, maka perlu dianalisa kinerja waktu selama operasional bongkar muat. Terminologi idle time, non operating time, approaching/leaving time, dan waiting time menjadi hal yang sangat penting di sini.
4.3.4. Indikator Waktu Operasional Bongkar Muat Indikator waktu operasional bongkar muat secara umum dibagi menjadi 4 kategori yaitu Berth Working Time (BWT), Berthing Time (BT), Service Time (ST) dan Turn Round Time (TRT). Kategori waktu operasional bongkar muat dapat dilihat pada Gambar 4.20. BWT merupakan waktu yang dipakai oleh kapal selama sandar di dermaga untuk melakukan kegiatan bongkar muat yang dihitung sejak perintah bongkar (commenced discharge) hingga perintah selesai muat (completed loading). Komponen waktu BWT terdiri dari Effective Time (ET) dan Idle Time (IT). ET adalah waktu sesungguhnya yang dipakai oleh kapal selama sandar di dermaga yang digunakan secara sepenuhnya untuk proses kegiatan bongkar muat secara kontinyu tanpa berhenti hingga proses bongkar muat selesai. Oleh karena itu secara ideal BWT seharusnya sama dengan ET. Namun demikian pada prakteknya proses kegiatan bongkar muat tidak dapat dilakukan secara terus-menerus tanpa henti. Banyak hal yang menyebabkan kegiatan tersebut berhenti yang disebabkan oleh quay crane rusak, operator istirahat, pergantian shift kerja dan sebagainya. Waktu yang menyebabkan proses kegiatan bongkar muat tersebut tidak produktif disebut sebagai Idle Time (IT). BWT = ET + IT
IT
ET
NOT
AT
WT
BWT BT ST TRT Keterangan IT ET NOT AT WT
= = = = =
Idle Time Effective Time Non Operating Time Approaching / Leaving Time Waiting Time
BWT BT ST TRT
= = = =
Berth Working Time Berthing Time Service Time Turn Round Time
Gambar 4.20. Pembagian Waktu dalam Rentang Turn Round Time (TRT).
4.3.4.1. Idle Time Idle time (IT) adalah waktu yang tidak produktif yang digunakan oleh kapal selama sandar dermaga selama jam operasional bongkar muat (Rath, 1990). Besarnya IT di TPK Koja yang tercatat dalam dokumen operasional dan memiliki frekuensi kejadian yang relatif banyak meliputi: 1. Quay Crane/Container Crane (CC) Trouble, yaitu quay crane mengalami masalah seperti rusak, spreader tidak berfungsi atau spreader yang digunakan tidak sesuai dengan peti kemas. 2. Quay Crane/Container Crane (CC) Clash, yaitu quay crane mengalami clash dengan quay crane di sebelahnya yang diakibatkan kecepatan gerak quay crane secara horisontal sepanjang dermaga tidak sama dengan quay crane berikutnya sehingga quay crane tersebut harus berhenti beroperasi sampai quay crane sebelahnya bergerak menjauhi quay crane tersebut.
3. Boom up/down, yaitu tidak bekerjanya quay crane karena harus menaikkan dan menurunkan lengan crane supaya dapat melewati halangan seperti cerobong asap kapal, crane di kapal, dan lain-lain. 4. Tunggu Bayplan Muat, yaitu quay crane belum dapat bekerja karena bayplan muat harus direvisi dan disetujui oleh Chief Kapal. 5. Tunggu Muat, yaitu quay crane tidak bekerja karena peti kemas yang harus dimuat masih belum siap atau belum tersedia. 6. Tunggu Head Truck, yaitu quay crane tidak bekerja karena masih menunggu datangnya head truck. Salah satunya disebabkan oleh head truck yang antri menunggu di lapangan penumpukan atau jumlah head truck yang digunakan memang tidak mencukupi. Selain itu juga terdapat IT yang terjadi di TPK Koja yang tidak tercatat yaitu waktu yang terbuang akibat operator istirahat (makan, sholat, dan lain-lain) dan pergantian shift. a. CC Trouble CC trouble rata-rata menyebabkan idle time (IT) selama 1 jam dan terjadi sebanyak 301 kali dari total 563 kali atau 53% (lihat Gambar 4.21). Dengan demikian cc trouble perlu diatasi untuk mengurangi IT. Penyebab utama cc trouble berdadarkan pengamatan di lapangan, wawancara dengan bagian operasional lapangan dan bagian perencanaan dan pengendalian operasional dapat dilihat pada diagram Ishikawa di Gambar 4.22.
Gambar 4.21. Rata-Rata CC Trouble Terjadi 1 Jam per Kapal dari 301 Kejadian.
Gambar 4.22. Diagram Ishikawa Penyebab CC Trouble.
b. CC Clash
CC clash terjadi 141 kali dengan durasi rata-rata 0,89 jam. Dilihat dari frekuensi dan durasinya, cc clash menjadi penyebab dari nilai IT yang cukup tinggi. Lihat Gambar 4.23 untuk frekuensi kejadiannya, dan Gambar 4.24 untuk diagram Ishikawanya.
Gambar 4.23. Rata-Rata CC Clash Terjadi Selama 0,89 Jam per Kapal.
Gambar 4.24. Berbagai Penyebab CC Clash.
c. Boom up/down Idle time yang disebabkan boom up/down rata-rata selama 0,49 jam dan terjadi sebanyak 194 kali. Penyebab boom up/down adalah posisi peti kemas yang ditangani oleh sebuah
quay crane terpisah oleh halangan di kapal, seperti cerobong kapal. Problem ini tidak dapat dihindari, namun tingkat variasinya dapat dikurangi.
Gambar 4.25. Boom Up/Down Menghabiskan Waktu Rata-Rata 0,49 Jam per kapal.
Peti kemas Posisi terpisah/ terhalang
Boom up/down
Gambar 4.26. Penyebab Terjadinya Boom up/down.
d. Tunggu Bayplan Muat Idle time yang disebabkan oleh tunggu bayplan muat rata-rata 1,7 jam dengan kejadian 189 kali (lihat Gambar 4.27). Berbagai penyebab tunggu bayplan muat dapat dilihat pada Gambar 4.28. Salah satu penyebab yang paling perlu mendapat perhatian adalah closing time yang terlambat, atau tidak sesuai dengan kesepakatan selama 9 jam sebelum proses bongkar muat.
Gambar 4.27. Proses Menunggu Bayplan Muat Rata-Rata 1,7 Jam dari 189 Kejadian.
bayplan
Sistem kapal
Tidak memiliki sistem pemeriksa b/p yang otomatis
b/p menyimpang jauh dari susunan peti kemas yang ada di kapal
Tidak dapat segera dibuat karena menunggu closing time
Bagian perencanaan salah membuat b/p
TUNGGU B/P MUAT
Tidak segera memeriksa b/p muat
Terdapat perubahan susunan dari perencanaan
Chief kapal
Peti kemas
Gambar 4.28. Diagram Ishikawa Penyebab Waktu Tunggu Bayplan Muat.
e. Tunggu Muatan Idle time karena menunggu muatan rata-rata 1,6 jam dan paling sering dibandingkan dengan faktor lain, yaitu 487 kali atau 86.5%. Tunggu muatan tidak hanya disebabkan
oleh faktor internal TPK Koja tetapi juga faktor eksternal seperti jalanan macet dan cargo owner atau shipping line yang terlambat mengirim peti kemas.
Gambar 4.29. Waktu Yang Terbuang untuk Tunggu Muatan Rata-Rata 1,6 Jam.
Gambar 4.30. Berbagai Penyebab Waktu yang Terbuang karena Tunggu Muatan. f. Tunggu Head Truck Idle time karena menunggu head truck rata-rata 0,64 jam dari 198 kejadian. Berbagai penyebabnya dapat dilihat pada Gambar 4.32.
Gambar 4.31. Waktu yang Terbuang untuk Tunggu Head Truck Rata-Rata 0,64 Jam per Kapal.
Gambar 4.32. Berbagai Penyebab Waktu yang Terbuang untuk Tunggu Head Truck.
Total Idle Time
Gambar 4.33. Idle Time Dipengaruhi oleh Cc Clash, Cc Trouble, Tunggu Head Truck, Boom Up/Down, Tunggu Bayplan Muat, dan Tunggu Muatan.
Total idle time yang disebabkan oleh cc clash, cc trouble, tunggu head truck, boom up/down, tunggu muatan, dan tunggu bayplan muat, adalah 2,9 jam, dengan frekuensi kejadian 511 kali atau 91%.dari semua kapal yang bersandar di TPK Koja.
4.3.4.2. Berthing Time (BT) Berthing Time (BT) adalah waktu yang digunakan oleh kapal selama sandar di dermaga yang dihitung sejak tali pertama terikat di dermaga hingga lepasnya tali tambatan terakhir dari dermaga. BT merupakan indikator waktu yang sama dengan BWT namun ditambah indikator waktu di luar jam kegiatan bongkar muat. Waktu ini disebut sebagai non
operating time (NOT). Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya NOT adalah belum adanya perintah untuk bongkar sementara kapal sudah sandar di dermaga. BT = BWT + NOT Data operasional TPK Koja tahun 2003 mencatat bahwa besarnya NOT cukup signifikan yaitu rata-rata sebesar 1,2 jam seperti tampak pada diagram frekuensi berikut ini:
Gambar 4.34. Problem NOT (Non Operating Time) Rata-Rata 1,2 Jam per Kapal.
opter
Perintah bongkar atau muat terlambat
Non Operating Time
Bayplan blm siap
administrasi
Gambar 4.35. Diagram Ishikawa Penyebab Munculnya Non Operating Time (NOT).
NOT juga disebabkan oleh bayplan yang belum siap. Bayplan muat yang belum siap disebabkan juga oleh closing time yang kurang dari waktu standar yaitu 9 jam sebelum kapal sandar.
4.3.4.3. Approaching Time/Leaving Time (AT/LT) Sebelum kapal memasuki wilayah perairan pelabuhan, maka kapal harus ditarik menggunakan kapal pandu (tug boat) hingga sandar ke dermaga. Demikian pula pada saat kapal keluar dari dermaga dan meninggalkan perairan pelabuhan. Waktu yang diperlukan oleh kapal untuk melakukan kegiatan tersebut disebut dengan approaching time (AT). Sebenarnya indikator waktu ini di luar dari domain pengelola terminal dan menjadi tanggung jawab jasa pelayanan kepanduan, namun demikian kegiatan ini menjadi satu kesatuan dan dikoordinasikan oleh pihak terminal melalui rapat kapal.
Gambar 4.36. Waktu Merapat (Approaching Time) Rata-Rata 1,08 Jam per kapal. Data indikator AT di TPK Koja dibagi menjadi 2 (dua) yaitu waktu pada saat akan sandar ke dermaga (approaching) dan pada saat lepas sandar dan meninggalkan
dermaga (leaving). Kinerja waktu tersebut untuk tahun 2003 yang dicatat oleh pihak TPK Koja ditunjukkan pada Gambar 4.36 dan Gambar 4.37.
Gambar 4.37. Waktu Lepas Sandar (Leaving Time) Rata-Rata 0,73 Jam per kapal.
Faktor yang mempengaruhi proses pemanduan kapal antara lain: 1. Dermaga belum siap digunakan untuk sandar 2. Cuaca buruk (hujan, angin, gelombang) 3. Kepadatan lalu-lintas di sekitar perairan pelabuhan 4. Terjadi salah koordinasi antara pihak terminal dengan kapal pandu.
4.3.4.4. Waiting Time (WT) Waiting time atau waktu tunggu merupakan waktu yang dipakai oleh kapal untuk menunggu pelayanan masuk atau keluar dari pelabuhan. Waktu tunggu ini digunakan untuk mengukur tingkat kesiapan dermaga bagi pelayanan kapal di pelabuhan. Terdapat dua macam waktu tunggu yaitu Waiting Time Net (WT Net) dan Postpone Time (PT).
WT Net adalah selisih waktu antara saat kapal meminta pelayanan Pandu dengan saat kapal mulai bergerak memasuki perairan pelabuhan atau selisih waktu yang telah ditetapkan untuk kapal untuk memasuki pelabuhan sampai kapal bergerak masuk kepelabuhan. Sementara PT adalah selisih waktu antara saat kapal melepas jangkar hingga saat kapal meminta pelayanan pemanduan. Dari gambaran di atas, maka WT Net adalah indikator yang tepat untuk menggambarkan tingkat pelayanan yang sebenarnya. Selanjutnya terminologi yang digunakan sebagai indikator waktu tunggu adalah WT Net. Untuk data Waiting Time