BAB IV PEMBAHASAN
IV.1
Pendekatan Pembahasan Bab
ini
akan
menguraikan
tentang pengungkapan-pengungkapan yang
dilaporkan oleh perusahaan perusahaan properti yang terdafar di Bursa Efek Indonesia, Bursa Efek Singapura dan Bursa Efek Australia. Pengungkapan yang akan diteliti merupakan pengungkapan yang berkaitan dengan properti investasi baik yang diterapkan untuk kedua metode antara fair value model dan cost model ataupun untuk metode masing-masing. Dalam membahas pengungkapan yang dilakukan perusahaan properti, tahun yang digunakan adalah tahun yang terakhir, yaitu tahun 2010 karena diasumsikan lebih mencerminkan kondisi yang riil dan pengungkapan terkait akun properti investasi setiap tahun pun selalu sama, yang berbeda hanyalah angka terkait akun tersebut. Penelitian ini memiliki objek penelitian sebanyak 172 perusahaan, terdiri dari 21 perusahaan properti yang terdatar di BEI, 71 perusahaan properti yang terdaftar di ASX dan 80 perusahaan properti yang terdaftar di SGX. Hal pertama yang harus dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisis metode apa yang digunakan dalam pengukuran lanjutan, apakah cost model atau fair value model. Tentunya pengungkapan properti investasi harus konsisten dengan pemilihan kedua model yang ada, dimana jika perusahaan memilih untuk melakukan pengukuran lanjutan menggunakan cost model maka perusahaan tersebut harus konsisten mengungkapkan properti investasinya dengan cost model juga. Hal ini pun berlaku juga bagi perusahaan yang memilih pengukuran lanjutan dengan fair value model. Berikut ini
65
merupakan tabel mengenai rincian item pengungkapan properti investasi sebagaimana yang dijelaskan di pembahasan teori sebelumnya. Tabel IV.1 Tabel Item Pengungkapan Properti Investasi Kedua Model: Biaya Perolehan dan Fair Value Item 1 Apakah entitas mengungkapkan model nilai wajar atau model biaya Item 2 Nilai wajar: dalam keadaan bagaimana diklasifikasikan sebagai properti investasi Item 3 Kriteria yg digunakan dalam membedakan properti investasi dan properti yang dijual dalam kegiatan sehari-hari Item 4 Metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar dari properti investasi Item 5 Penentuan nilai wajar properti investasi didasarkan penilaian independen Item 6 Jumlah yang diakui untuk penghasilan rental dari properti investasi Item 7 Jumlah yang diakui untuk beban operasi langsung(berpengaruh ke penghasilan rental) Item 8 Jumlah yang diakui untuk beban operasi langsung(tidak berpengaruh ke penghasilan rental) Item 9 Jumlah yang diakui untuk perubahan kumulatif dalam nilai wajar atas penjualan aset dengan model biaya digunakan ke kelompok nilai wajar Item 10 Eksistensi dan jumlah pembatasan atas realisasi dari properti investasi atas pembayaran penghasilan dan hasil pelepasan Item 11 Kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau mengembangkan properti Model Fair Value Item 12 Penambahan, pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari akuisisi dan penambahan pengeluaran setelah perolehan yang diakui sebagai aset Item 13 Penambahan yang dihasilkan dari akuisisi melalui penggabungan usaha Item 14 Aset yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau masuk dalam kelompok yang akan dilepaskan yang diklasifikasi sebagai dimiliki untuk dijual yang dinilai dengan jumlah tercatat atau nilai jual yang dinilai dengan jumlah tercatat atau nilai jual dikurangi beban penjualan, mana yang lebih rendah dan pelepasan lain Item 15 Laba atau rugi neto dari penyesuaian terhadap nilai wajar Item 16 Perbedaan nilai tukar neto yang timbul pada penjabaran laporan keuangan dari mata uang fungsional menjadi mata uang penyajian yang berbeda, termasuk penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari entitas pelapor Item 17 Transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri Item 18 Jika tak bisa mengungkapkan nilai wajar, entitas mengungkapkan uraian
66
properti investasi Item 19 Jika tak bisa mengungkapkan nilai wajar, entitas mengungkapkan penjelasan nilai wajar tidak dapat ditentukan Item 20 Jika tak bisa mengungkapkan nilai wajar, entitas mengungkapkan kisaran estimasi nilai wajar Model Biaya Perolehan Item 21 Metode penyusutan Item 22 Masa manfaat atau tarif penyusutan Item 23 Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan Item 24 Rekonsiliasi properti investasi menunjukkan penambahan ,pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari akuisisi dan penambahan pengeluaran Item 25 Rekonsiliasi properti investasi menunjukkan penambahan yang dihasilkan akuisisi Item 26 Rekonsiliasi properti investasi menunjukkan aset yang diklasifikasikan :dimiliki untuk dijual atau dilepaskan yang diklasifikasi sebagai untuk dijual Item 27 Rekonsiliasi properti investasi menunjukkan penyusutan Item 28 Rekonsiliasi properti investasi menunjukkan jumlah dan rugi penurunan nilai yang diakui Item 29 Rekonsiliasi properti investasi menunjukkan perbedaan nilai tukar neto karena mata uang penyajian berbeda Item 30 Rekonsiliasi properti investasi menunjukkan transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri Item 31 Nilai wajar properti investasi Item 32 Jika tak bisa mengungkapkan nilai wajar, entitas mengungkapkan uraian properti investasi Item 33 Jika tak bisa mengungkapkan nilai wajar, entitas mengungkapkan penjelasan nilai wajar tidak dapat ditentukan Item 34 Jika tak bisa mengungkapkan nilai wajar, entitas mengungkapkan kisaran estimasi nilai wajar Sumber: IAS 40 (2005): Investment Property Jika keseluruhan item tersebut diungkapkan, maka diberi keterangan angka 1 dan jika tak diungkapkan maka diberi nilai nol. Angka 1 yang diberikan pada setiap item yang diungkapkan akan dijumlahkan sehingga dapat diketahui seberapa besar tingkat pengungkapan per perusahaan properti dan dapat diperoleh rata-ratanya.
67
IV.2
Pengukuran dan pengakuan properti investasi oleh perusahaan properti yang terdaftar di BEI
IV.2.1 Pengukuran properti investasi Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi pengukuran yang dilakukan terhadap properti investasi. Pengukuran awal biasanya dilakukan dengan menggunakan model biaya perolehan yaitu sebesar biaya transaksi untuk memperoleh properti investasi. Dalam pengukuran lanjutan, entitas perusahaan dapat memilih untuk menggunakan cost model atau fair value model. Penelitian ini selanjutnya mengidentifikasi satu per satu perusahaan properti terdaftar di BEI dan ditemukan bahwa seluruh perusahaan properti terdaftar di BEI memilih untuk menggunakan cost model sebagai model pengukuran lanjutannya. Tak ada satupun perusahaan di Indonesia yang menggunakan pengukuran model nilai wajar.
IV.2.2 Pengungkapan properti investasi Tabel IV.2 Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di BEI
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 21 Item 22
APLN
BIPP
BSDE
CTRA
CTRP
DART
DILD
DGIK
DUTI
ELTY
1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
68
Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di BEI (Lanjutan)
1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
16
6
14
15
13
8
17
4
16
11
64%
24%
56%
60%
52%
32%
68%
16%
64%
44%
1
Item 23 Item 24 Item 25 Item 26 Item 27 Item 28 Item 29 Item 30 Item 31 Item 32 Item 33 Item 34
1 1 1 1 1 1
Jumlah Item Persentase Pengungkapan
Tabel IV.2 (Lanjutan) Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di BEI
EMDE
JIHD
JRPT
KIJA
LPKR
MKPI OMRE PWON RDTX SCBD SMRA Total
Item 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
21
Item 2
0
Item 3
1
1
1
1
1
1
1
16
Item 4
1
1
1
1
6
Item 5
1
1
1
1
1
1
1
1
15
Item 6
1
1
1
1
1
1
1
1
1
16
Item 7
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
16
Item 8
1
1
Item 9
1
4
Item 10
1
1
1
1
1
1
1
14
Item 11
1
3
Item 21
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
19
Item 22
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
18
Item 23
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
19
Item 24
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
19
Item 25
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
19
Item 26
1
1
2
Item 27
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
19
69
Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di BEI (Lanjutan) Item 28
1
1
1
1
1
1
12
Item 29
0
Item 30
1
1
1
1
1
1
11
Item 31
1
1
1
1
1
1
1
1
15
Item 32
0
Item 33
0
Item 34
0
14
13
15
12
10
12
14
13
12
12
17
56%
52%
60%
48%
40%
48%
56%
52%
48%
48%
68%
AVERAGE
49,60%
A. Pengungkapan properti investasi item 1-6 Item 1 diungkapkan sebanyak 21 perusahaan properti investasi yang terdaftar di BEI. Semua perusahaan properti ini mengungkapkan bahwa entitas menggunakan model nilai wajar setelah pengukuran awal. Item 2 tidak diungkapkan oleh satupun perusahaan properti di Indonesia sehingga tak perlu dibahas lebih lanjut. Item 3 diungkapkan oleh 16 perusahaan properti yang telah mengungkapkan secara rinci bagaimana suatu properti itu dianggap sebagai properti investasi dan bukanlah persediaan ataupun properti biasa, dimana perusahaan mengganggap suatu aset itu merupakan properti investasi jika merupakan bangunan atau tanah yang akan disewakan ke pihak ketiga. Selanjutnya, terdapat 5 perusahaan lainnya yaitu Duta Anggada Realty Tbk, Lippo Karawaci Tbk, Metropolitan Kentjana Tbk, Pakuwon Jati Tbk dan Danayasa Arthatama Tbk yang tidak mengungkapkan detail apa yang menjadi properti investasinya. Item 4 mengenai metode dan asumsi signifikan dalam menilai nilai wajar tak terlalu banyak diungkapkan, hanya sebanyak 6 perusahaan properti. Metode dan asumsi yang diungkapkan tersebut adalah adalah metode berdasarkan harga pasar, metode biaya
70
dan pendapatan, nilai jual objek pajak (NJOP) Kantor Pajak dan pendekatan arus kas yang didiskontokan. Arus kas yang didiskontokan dihitung berdasarkan estimasi yang dapat diandalkan atas arus kas-bersih masa depan berdasarkan jangka waktu sewa yang masih berjalan, dengan menggunakan tingkat diskonto yang mencerminkan kondisi pasar saat ini. Item 5 diungkapkan 15 perusahaan properti yang menjelaskan adanya penentuan nilai wajar oleh penilai independen. Pengukuran nilai wajar ini dilakukan oleh berbagai pihak dan tentunya setiap perusahaan itu berbeda-beda. Dengan melihat secara rinci disclosure properti investasi setiap perusahaan, hanya 7 perusahaan yang menyebutkan secara jelas siapa penilai independen yang terkait langsung dengan penilaian nilai wajar, yaitu KJPP Maulana, Andesta & Rekan, KJPP Toto Suharto dan Rekan, PT Penilai, KJP Rengganis, Hamid dan PT Wilson Properti Advisindo, dan PT Nilai Konsulesia. Maka perusahaan properti lainnya tidak menyebutkan siapa penilai independennya dan berarti ada 8 perusahaan yang belum menyatakan nilai wajar properti investasinya dan bahkan tidak melakukan pengungkapan mengenai alasan mengapa nilai wajar tak bisa diperoleh. Item 6 diungkapkan sebanyak 16 perusahaan sebagai pendapatan hasil sewa dari properti investasi. B. Pengungkapan properti investasi item 7-11 Item 7 juga diungkapkan sebanyak 16 perusahaan sebagai beban operasi langsung yang mempengaruhi hasil sewa dimana beban penyusutan dikategorikan sebagai beban yang berpengaruh ke penghasilan rental. Item 8 diungkapkan hanya diungkapkan 1 perusahaan yaitu Metropolitan Kentjana. Perusahaan ini mengakui adanya beban tidak mempengaruhi penghasilan
71
rental, yaitu beban penyusutan yang tidak dialokasikan ke beban langsung yang mempengaruhi penghasilan sewa. Item 9 mengenai jumlah yang diakui untuk perubahan kumulatif dalam nilai wajar diungkapkan sebanyak 4 perusahaan properti. Perusahaan yang mengungkapkan item ini menjelaskan tidak adanya perubahan nilai pasar atau tidak adanya perubahan nilai wajar. Item 10 mengenai eksistensi dan jumlah pembatasan atas realisasi dari properti investasi atas pembayaran penghasilan dan hasil pelepasan diungkapkan sebanyak 14 perusahaan. Seluruh perusahaan ini mengungkapkan bahwa ada sebagian properti investasinya yang dijadikan sebagai jaminan bank. Satu-satunya perusahaan yaitu Duta Pertiwi Tbk mengungkapkan bahwa properti investasi yang dimilikinya tak lagi dijaminkan bank karena hutang bank telah lunas seluruhnya. Item 11 diungkapkan 3 perusahaan properti dimana item ini menjelaskan tentang kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau mengembangkan properti. Pengungkapan oleh ketiga perusahaan tersebut terkait dengan studi kelayakan dan perencanaan yang dibuat dalam rangka pengembangan tanah oleh perusahaan Bhuwanatala Indah Permai Tbk, Roda Vivatex Tbk yang masih mencari penyewa potensial untuk properti investasinya dan Intiland Development Tbk yang memiliki perjanjian kerjasama dengan berbagai pihak dalam mengembangkan properti investasinya. C. Pengungkapan properti investasi item 21-25 Item 21 mengenai metode penyusutan diungkapkan sebanyak 19 perusahaan properti. Semua perusahaan properti menggunakan metode penyusutan garis lurus.
72
Item 22 mengenai masa manfaat atau tarif penyusutan diungkapkan oleh 18 perusahaan properti. Umur manfaat bangunan biasanya 20 tahun dan diungkapkan oleh 10 perusahaan yang ada serta kebanyakan perusahaan mengungkapkan tarif penyusutan mesin dan peralatan sekitar 25-50%. Item 23 mengenai jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyuustan diungkapkan sebanyak 19 perusahaan properti. Item ini biasanya disajikan dalam rekonsiliasi properti investasi. Item 24 dan item 25 diungkapkan dalam jumlah perusahaan yang sama yaitu sebanyak 19 perusahaan. Penambahan yang dinyatakan dalam item ini berasal dari penambahan pengeluaran dan akuisisi. Semua perusahaan kecuali Bhuwanatala Indah Permai dan Duta Graha Indah Tbk juga mengungkapkan adanya penambahan yang dihasilkan akuisisi terkait dengan properti investasi. Kecenderungan perusahaan properti di Indonesia dalam mengungkapkan item ini adalah menyatakan adanya penambahan atau pengurangan. D. Pengungkapan properti investasi item 26-30 Item 26 merupakan rekonsiliasi properti investasi yang menunjukkan aset yang diklasifikasikan untuk dijual atau dilepaskan dimana item ini diungkapkan 2 perusahaan yaitu Jaya Real Property Tbk dan Summarecon Agung Tbk. Kedua perusahaan ini samasama mengungkapkan terjadi pengurangan properti investasi diakibatkan penghapusan dan penjualan properti investasi. Item 27 diungkapkan oleh 19 perusahaan, dimana item ini mejelaskan tentang adanya penyusutan. Penyusutan diakui dalam beban penyusutan yang diperhitungkan dalam melakukan rekonsiliasi properti investasi.
73
Item 28 diungkapkan sebanyak 12 perusahaan properti dimana item ini mengungkapkan jumlah dan nilai penurunan yang diakui. Terdapat 11 perusahaan properti yang mengungkapkan tidak terjadi penurunan nilai didasarkan penelaahan manajemen yang memastikan tidak terdapat kejadian atau perubahan yang mengindikasikan adanya penurunan nilai aset. Bhuwanatala Indah Permai merupakan satu-satunya perusahaan yang mengungkapkan adanya kerugian atas penurunan nilai investasi dalam properti. Item 29 tidak perlu dibahas lanjut karena tidak ada satupun perusahaan properti mengungkapkan item ini. Item 30 diungkapkan sebanyak 11 perusahaan dimana terdapat 8 perusahaan yang mengungkapkan reklasifikasi aset tetap ke properti investasi, perusahaan lainnya mengungkapkan adanya transfer aset penyelesaian ke properti investasi, transfer properti investasi ke persediaan, reklasifikasi uang muka menjadi properti investasi dan reklasifikasi yang tak dijelaskan secara spesifik. E. Pengungkapan properti investasi item 31-34 Item 31 mengenai pengungkapan nilai wajar properti investasi diungkapkan 15 perusahaan dimana ini sebanding dengan jumlah perusahaan yang melakukan penilaian independen. Dari 15 perusahaan ini, terdapat 4 perusahaan yang menganggap adanya kesamaan nilai pasar dengan nilai wajar sehingga mengungkapkan nilai pasar dan bukan nilai wajarnya. Item 32, 33 dan 34 tidak diungkapkan satupun oleh perusahaan properti terdaftar di BEI sehingga tak perlu analisa lebih lanjut.
74
IV.2.3 Diskusi mengenai pengukuran dan pengungkapan properti investasi A. Pengukuran properti investasi Hasil penelitian ini menunjukkan keseluruhan perusahaan properti yang terdaftar di BEI menggunakan metode biaya perolehan / cost model. Tentunya hal ini berdampak pada pengungkapan properti investasi yang juga konsisten dengan cost model dan cenderung tidak bervariasi. Kecenderungan perusahaan properti di Indonesia yang sama sekali tidak memilih fair value model sebagai pengukuran properti investasinya, cukup banyak dipertanyakan oleh banyak pihak.
Permasalahannya
di
Indonesia
adalah
sistem perpajakan yang tidak mendukung standar ini. Hasil ini yang kemudian dianalisis dan memunculkan argumen dasar dimana perusahaan tidak ingin menggunakan fair value model dikarenakan selisih akibat revaluasi yang dilakukan akan menimbulkan beban pajak yang semakin tinggi yaitu tarif pajak final 10% dan tentunya ini akan dihindari oleh perusahaan. Properti investasi dalam peraturan perpajakan tidak diakui sebagai properti investasi, namun diakui sebagai aset tetap. Dan pengukuran lanjutan yang diperkenankan perpajakan adalah cost model. Hal ini tertuang dalam UU 36 tahun 2008 dan PMK No 79/PMK03/08. Di dalam peraturan perpajakan, pajak final sebesar 10% harus dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan tidak menghasilkan hutang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya bila nilai aktiva turun. Dapat dibayangkan apabila perusahaan memutuskan memakai revalution model dan setiap tahun harga asetnya meningkat, maka setiap tahun harus membayar pajak final. Padahal kenaikan harga aset tersebut tidaklah membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan. Bila aturan perpajakan tidak mendukung, maka dapat dipastikan perusahaan akan enggan menerapkan fair value model.
75
Selain
itu,
perusahaan
cenderung
ingin
memiliki
kemudahan
dalam
mengungkapkan properti investasinya sehingga tetap meneruskan penggunaan cost model meskipun di tanggal 1 Januari 2008 mulai berlaku standar baru tentang properti investasi yang memperbolehkan pengukuran berdasarkan fair value model. Bukan sistem pajak saja yang memberatkan, namun perusahaan dengan fair value harus mengalokasikan uang yang lebih banyak untuk menyewa jasa penilai. Kebanyakan perusahaan properti yang terdaftar di BEI menganggap perubahan metode cost model ke fair value model akan menimbulkan biaya yang semakin tinggi karena perlunya penilaian properti oleh apppraisal dibanding dengan keuntungan yang diperoleh. Hal ini dikarenakan banyaknya properti investasi yang tidak memiliki nilai pasar sehingga ketergantungan kepada jasa penilai (assessor) akan besar untuk menilai properti investasi tersebut. Dan pengukuran lanjutan menggunakan fair value dianggap merupakan pengukuran yang memerlukan banyak perhitungan dibanding dengan cost model yang cukup simpel. Meskipun tak selalu argumen dasar ini benar adanya, namun kondisi ini memang nyata terjadi dan kemungkinan besar keseluruhan perusahaan properti di BEI akan menggunakan fair value jika memang telah terjadi kesepakatan akan pengurangan pajak yang terkait selisih lebih pengukuran fair value. B. Pengungkapan properti investasi Item 1 diungkapkan seluruhnya oleh perusahaan properti karena perusahaan properti harus menyatakan secara jelas mengenai kebijakan yang dimilikinya, apakah memilih mengukur lanjutan dengan model nilai wajar atau nilai biaya sehingga pihak berkepentingan, terutama investor tidak salah menafsirkan informasi yang berkaitan dengan properti investasi. Item 2 tidak diungkapkan oleh satupun perusahaan properti
76
karena semua perusahaan terdaftar di BEI menggunakan cost model, sedangkan item ini terkait dengan metode nilai wajar. Item 3 diungkapkan bervariasi oleh perusahaan properti karena pada dasarnya properti investasi merupakan investasi yang dilakukan terhadap aset properti dengan berbagai macam bentuknya. Jenis properti investasi memang sangat beragam karena yang paling penting adalah aset diklasifikasikan sebagai properti investasi jika memenuhi 2 syarat yaitu ditujukan untuk disewakan dan untuk mendapatkan kenaikan modal dan bukan digunakan dalam produksi atau dijual dalam kegiatan utama perusahaan. Sedangkan jenis properti investasinya dan bagaimana bentuknya tak menjadi permasalahan. Bagi perusahaan yang tidak mengungkapkan item ketiga ini, akan memberikan kesulitan bagi pihak investor dalam memahami perbedaan properti investasi dengan aset lainnya. Item 4 sedikit diungkapkan oleh perusahaan properti di Indonesia karena seeiring dengan tak banyak perusahaan properti yang melakukan penilaian nilai wajar maka tak banyak metode dan asumsi yang diungkapkan. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa perusahaan properti di Indonesia menggunakan NJOP sebagai salah satu metode untuk menilai nilai wajar. Bukan rahasia lagi bahwa sering terjadi konflik dalam proses ganti rugi pembebasan lahan di Indonesia. Salah satu alasan yang paling besar mungkin karena nilai ganti ruginya tidak sepadan. Karena selama ini pemerintah selalu menggunakan NJOP sebagai landasan besarnya nilai ganti rugi dan mungkin kita akan menganggap bahwa NJOP tidak mewakili harga properti. Menurut Ariwibowo (2011), NJOP merupakan nilai jual objek pajak tanah dan bangunan yang merupakan hasil dari proses penilaian yang dilakukan penilai di Direktorat Jenderal Pajak yang tujuan sebenarnya adalah untuk perpajakan bukan untuk jual beli atau bahkan untuk ganti rugi.
77
Dalam ilmu penilaian, tujuan penilaian sangatlah mempengaruhi nilai yang dihasilkan, nilai yang dihasilkan untuk pajak sangat berbeda dengan nilai untuk ganti rugi, karena itulah mengapa NJOP yang digunakan sebagai landasan besarnnya jumlah ganti rugi tidaklah tepat. Seorang penilai independen dituntut untuk menilai nilai wajar tanah dan bangunan yang dijadikan objek penilaian yang jumlahnya sepadan dengan metode dan perhitungan tertentu yang tentunya nilai yang dihasilkan lebih besar dari NJOP. Item 5 diungkapkan secara bervariasi oleh perusahaan properti. Hal ini dikarenakan perusahaan properti boleh memilih siapapun yang akan menjadi penilai independennya sepanjang penilai independen yang dipakai merupakan penilai yang berkompeten dan sudah memiliki pengalaman serta reputasi yang baik. Banyaknya penilai yang bermunculan saat ini di Indonesia memang dilatarbelakangi adanya konvergensi IFRS yang mensyaratkan adanya penilaian nilai wajar tehadap aset atau properti investasi yang dimiliki. Selain itu, terdapat beberapa perusahaan yang tidak mengungkapkan penilai independennya karena kemungkinan besar penilai independen yang dipakai perusahaan tersebut hanyalah penilai aset biasa dan memiliki track record yang belum banyak. Jika tidak terdapat keterangan mengenai siapa penilai independen perusahaan properti, hal ini akan dipertanyakan investor. Investor akan mempertanyakan independensi penilai karena keterangan mengenai sumber penilai tidak jelas, apakah berasal dari penilai internal atau eksternal. Item 6 dan item 7 cukup banyak diungkapkan oleh perusahaan properti karena manajemen ingin menyatakan seberapa besar arus kas yang dihasilkan dan dikeluarkan atas sewa properti investasi tersebut. Item 6 harus diungkapkan karena investor dapat menelaah seberapa besar jumlah yang diterima karena properti investasi disewakan ke
78
pihak ketiga sehingga mengetahui tingkat pengembalian properti investasi tersebut. Dalam catatan atas laporan keuangan, beban penyusutan dialokasikan sebagai beban yang berpengaruh ke penghasilan rental karena sewa properti investasi selalu memperhitungkan penyusutan yang akan mengurangi nilai sewa itu sendiri. Item 8 diungkapkan hanya satu perusahaan karena perusahaan jarang mengidentifikasi beban yang tidak berkaitan langsung dengan penghasilan sewa, kemungkinan besar perusahaan menganggap beban langsung terkait penghasilan sewa lebih material dibandingkan yang tidak terkait penghasilan sewa. Terdapat satu perusahaan yang menganggap beban penyusutan sebagai item 8 dikarenakan perusahaan tidak memperhitungkan penyusutan sebagai pengurang dalam penghasilan sewanya. Item 9 diungkapkan sedikit oleh perusahaan properti di BEI karena tidak ada satupun yang menggunakan model nilai wajar sehingga item ini tak terlalu luas diungkapkan. Perusahaan mengungkapkan tidak adanya perubahan nilai wajar karena perusahaan properti menggunakan cost model dan tidak mengakui perubahan apapun jika dinilai dalam nilai wajar. Di lain sisi, perusahaan memang melakukan penilaian nilai wajar dan diketahui bahwa terdapat kenaikan nilai apabila nilai wajar dibandingkan dengan nilai buku properti investasi yang dimiliki. Item 10 banyak diungkapkan oleh perusahaan properti karena hampir semua properti investasi menjadi jaminan bank sehingga properti investasi tak dapat dijual karena masih berada di pihak ketiga. Banyaknya perusahaan properti yang menjaminkan properti investasinya untuk mendapat pinjaman dikarenakan bank sangat menyukai properti, dimana pinjaman investasi di bank dengan jaminan properti akan diberikan bunga yang rendah.
79
Item 11 tidak banyak diungkapkan oleh perusahaan properti di BEI karena perusahaan properti jarang mengembangkan properti investasinya, kemungkinan besar karena dana yang masih terbatas dan keadaan ekonomi di Indonesia yang belum stabil sehingga tidak menjamin meningkatnya permintaan pasar dan pengembangan properti investasi akan berjalan lancar. Item 21
banyak diungkapkan oleh perusahaan properti karena metode
penyusutan wajib untuk dijelaskan jika perusahaan memilih menggunakan cost model. Model penyusutan yang selalu dipakai perusahaan properti adalah metode garis lurus, kemungkinan besar karena paling mudah diaplikasikan dalam akuntansi. Dalam metode penyusutan garis lurus, beban penyusutan untuk tiap tahun nilainya sama besar dan tidak dipengaruhi dengan hasil/output yang diproduksi. Kencenderungan perusahaan dalam menggunakan metode garis lurus juga dikarenakan adanya penerapan “Matching Cost Principle” sehingga metode ini dipergunakan menyusutkan aktiva-aktiva yang fungsionalnya tidak terpengaruh oleh besar kecilnya volume produk/jasa yang dihasilkan. Misalnya: bangunan, peralatan kantor. Metode garis lurus lebih melihat aspek waktu daripada aspek kegunaan. Selain itu, dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus, beban penyusutan adalah sama besar tiap tahun. Hal ini berarti jika semua komponen variabel perhitungan beban pokok penjualan tidak berubah, maka laba yang diperoleh akan konstan dan tentunya ini akan menguntungkan perusahaan properti. Item 22 banyak diungkapkan oleh perusahaan properti karena masa manfaat penting untuk diestimasi dari awal agar tidak terjadi kekeliruan dalam mengalokasikan beban penyusutan tiap tahun. Umur ekonomis memang bervariasi setiap perusahaan
80
karena umur manfaat diestimasi menurut kebijakan perusahaan dan dikaitkan dengan kontribusi aktiva tersebut dalam penggunaanya. Item 23 banyak diungkapkan oleh perusahaan properti terdaftar di BEI karena perusahaan dengan cost model memang wajib mengungkapkan jumlah tercatat bruto dan penyusutannya. Hal ini karena cost model merupakan metode pengukuran lanjutan yang dilakukan dengan menentukan nilai buku aset tetap. Nilai buku tersebut diperoleh dari total nilai perolehan dikurangi dengan total beban depresiasi yang dikumpulkan dalam perkiraan akumulasi depresiasi. Item 24 dan 25 diungkapkan sejumlah perusahaan yang sama karena tak ada satupun perusahaan yang mengungkapkan secara rinci apa saja penambahan properti investasi. Kemungkinan besar karena perusahaan tidak mengklasifikasikan secara khusus sumber penambahan properti yang ada apakah berasal dari akuisisi atau pengeluaran modal. Item 26 sangat sedikit diungkapkan perusahaan properti karena tak banyak perusahaan properti yang melakukan klasifikasi ke aset yang akan dijual atau dilepaskan. Berarti dapat disimpulkan item ini sedikit diungkapkan karena tidak adanya keinginan perusahaan properti di Indonesia untuk menjual properti investasi yang dimilikinya. Item 27 diungkapkan oleh hampir seluruh perusahaan properti karena penyusutan merupakan salah satu item spesifik yang disyaratkan dalam perhitungan rekonsiliasi nilai properti investasi. Item 28 cukup banyak diungkapkan oleh perusahaan properti dengan menyatakan tidak terjadi penurunan nilai yang didasarkan penilaian atas manajemen. Perusahaan properti menyatakan tidak terjadi penurunan nilai karena nilai properti investasi tidak mengalami penurunan namun mengalami kenaikan jika dinilai
81
nilai wajarnya. Namun perusahaan properti tetap tidak mengakui keuntungan dan kerugian karena kenaikan atau penurunan nilai wajar karena penggunaan cost model. Item 30 diungkapkan cukup banyak perusahaan dengan mengungkapkan transfer golongan berbeda-beda. Hal ini karena tidak adanya larangan yang membahas ketentuan mengenai transfer golongan. Tentunya transfer golongan ini haruslah berkaitan dengan properti investasi. Item 31 diungkapkan secara luas oleh perusahaan properti di Indonesia. Luasnya pengungkapan item ini dikarenakan nilai wajar memang wajib ditentukan untuk perusahaan properti dengan metode apapun. Terdapat 4 perusahaan yang menyamakan nilai wajar dengan nilai pasar karena bila dilihat dari pemahamannya, nilai pasar memiliki konsep berpikir hipotesis yang lebih mendekati exit price seperti apa yang dimaksud SFAS 157 Fair Value Measurement.
IV.3
Pengukuran dan pengungkapan properti investasi oleh perusahaan properti yang terdaftar di ASX
IV.3.1 Pengukuran properti investasi Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi pengukuran yang dilakukan terhadap properti investasi. Pengukuran awal biasanya dilakukan dengan menggunakan model biaya perolehan yaitu sebesar biaya transaksi untuk memperoleh properti investasi. Dalam pengukuran lanjutan, entitas perusahaan dapat memilih untuk menggunakan cost model atau fair value model. Penelitian ini selanjutnya mengidentifikasi satu per satu perusahaan properti terdaftar di ASX. Berdasarkan tabel diatas, dapat dianalisis bahwa terdapat 94,36% persen perusahaan properti yang menggunakan fair value. Persentase ini didapat dari total perusahaan yang menggunakan
82
fair value model sebagai pengukuran lanjutan berjumlah 67 perusahaan dibandingkan dengan total perusahaan yang memiliki akun properti investasi berjumlah 71 perusahaan. Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat 4 perusahaan properti terdaftar di ASX yang menggunakan cost model yaitu Axiom Properties Ltd, PPK Group Ltd, Cedar Woods Properties Ltd dan Sietel Ltd. Berarti dapat disimpulkan bahwa hampir seluruhnya perusahaan properti terdaftar di ASX menggunakan fair value model dan sedikit yang menggunakan cost model sebagai pengukuran lanjutannya.
Gambar IV.1 Metode Pengukuran oleh Perusahaan Properti Terdaftar di ASX
83
IV.3.2 Pengungkapan properti investasi Tabel IV.3 Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di ASX (Fair Value Model)
ABP
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14 Item 15 Item 16 Item 17 Item 18 Item 19 Item 20 20
AGJ
1
AHC
1
1 1 1
1
1 1 1 1 1
AEZ
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
AAD
ARA
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
ARJ
1
APZ
1
1 1
1 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1
1 1
AJA
AKP
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
ALZ
1
1 1
1
AEU
BEC
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
BPA
1
1 1 1 1 1 1 1
1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
10
9
8
12
11
9
8
12
12
4
12
8
9
9
50%
45%
40%
60%
55%
45%
40%
60%
60%
20%
60%
40%
45%
45%
Tabel IV.3 (Lanjutan) Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di ASX (Fair Value Model)
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5
BWP
CDP
CER
CFX
1
1
1
1
1
CDI
CHC
CQR
CXH
CMW
1
1
1
1
1
1
1
1
1
CJT
1
DGH
1
DXS
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
EDT
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
84
Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di ASX (Fair Value Model) Lanjutan Item 6 1 1 Item 7 1 1 1 Item 8 Item 9 1 1 1 1 1 1 1 Item 10 1 1 1 1 Item 11 1 1 1 1 Item 12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Item 13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Item 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Item 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Item 16 1 1 1 1 1 Item 17 1 1 1 1 1 Item 18 Item 19 Item 20 20
8
7
12
10
11
12
11
7
12
7
9
10
13
40%
35%
60%
50%
55%
60%
55%
35%
60%
35%
45%
50%
65%
Tabel IV.3 (Lanjutan) Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di ASX (Fair Value Model) Item 1
FRI
FKP
1
Item 2 Item 3
1
Item 4
1
Item 5
1
Item 6 Item 7
Item 8 Item 9
1
Item 10 Item 11 Item 12
1
Item 13
1
Item 14 Item 15 Item 16
FPG
GJT
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
GPM
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
GMG
GPT
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
GOZ
1 1 1 1
HGL
ILF
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
IEF
1
IHF
1
1 1 1
1 1 1
1
1 1 1 1
1
IOF
LLC
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
85
Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di ASX (Fair Value Model) Lanjutan 1 1 1 1 1 1 1 Item 17 1 Item 18 Item 19 Item 20 11 7 10 8 11 9 12 12 10 5 9 5 13 20 8 40%
55%
35%
50%
40%
55%
45%
60%
60%
50%
25%
45%
25%
65%
Tabel IV.3 (Lanjutan) Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di ASX (Fair Value Model) Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14 Item 15 Item 16 Item 17 Item 18 Item 19 Item 20 20
LIC
LLA
1
MGR
MIX
1
1
1
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 60%
MTD
1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 9 8
45%
40%
MUE
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 11 65%
55%
MXU
OAK
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 7
1
45%
35%
1 1 1 1 1 1 1 1 9 45%
PAY
PBD
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 5 50%
25%
PTN
RBV
1
1 1 1 1 1
1 1 1
1
1
1 1 1
1 1 1
8 40%
9 45%
RCU
RNY
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 50%
1 1 1 1 1
1
1 1
1
9
45%
86
Tabel IV.3 (Lanjutan) Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di ASX (Fair Value Model) SGP
Item 1 Item 2
TYS
1
1
Item 19
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Item 20
Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Item 11
Item 12 Item 13 Item 14 Item 15 Item 16 Item 17 Item 18
20
THG
TSO
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
TGP
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
TCQ
UOS
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1
VPG
1 1 1 1
1
1 1 1 1 1 1
VEL
VCL
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
WDC
WRT
1
1
1 1 1 1 1 1 1 1 1
11
8
13
10
10
10
12
14
4
7
10
55%
40%
65%
50%
50%
50%
60%
70%
20%
35%
50%
AVERAGE
1 1 1
1
Total
67 27 60 63 67 25 19 0 26 22 10 58 50 45 40 26 30 0 0 0
5 25%
47,39%
Tabel IV.4 Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di ASX (Cost Model)
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6
AXI 1 1 1
PPK CWP 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
SSL 1 1
Total 4 2 3 0 2 4
87
Pengungkapan Perusahaan Properti Terdaftar di ASX (Cost Model) Lanjutan 1 1 Item 7 2 1 1 Item 8 2 Item 9 0 1 1 1 Item 10 3 Item 11 0 1 1 Item 21 2 1 1 Item 22 2 1 1 1 1 Item 23 4 1 1 Item 24 2 1 Item 25 1 1 Item 26 1 1 1 1 1 Item 27 4 Item 28 0 Item 29 0 1 1 1 Item 30 3 1 1 Item 31 2 Item 32 0 Item 33 0 Item 34 0 7 16 13 7 Total 20 35% 80% 65% 35% AVERAGE 53,75%
A. Pengungkapan properti investasi item 1-6 Item 1 diungkapkan oleh semua perusahaan properti terdaftar di ASX. Item 1 diungkapkan dengan menyatakan apakah perusahaan menggunakan fair value model atau cost model. Item 1 sering diungkapkan dalam kebijakan perusahaan mengenai properti investasi atau di dalam catatan atas laporan keuangan bagian akun properti investasi. Item 2 yaitu hak atas properti yang dikuasai dengan sewa operasi (operating lease) diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti investasi diungkapkan oleh 29 perusahaan. Dari 29 perusahaan tersebut, terdapat 27 perusahaan yang menggunakan
88
fair value model dan 2 perusahaan lainnya yaitu PPK Group Ltd dan Cedar Woods Properties Ltd yang menggunakan cost model. Berarti hanya 40,84% perusahaan yang mengungkapkan item ini, dimana jumlah ini tidak terlalu signifikan terhadap total perusahaan yang menggunakan metode fair value. Item kedua ini diungkapkan jika perusahaan menyewakan properti investasinya melalui sewa operasi, dimana perusahaan tersebut mengungkapkan item kedua ini dengan memberikan keterangan tentang leasing arrangement atau pengaturan sewa. Dalam pengaturan sewa ini, diungkapkan bahwa terdapat pembayaran sewa minimum atas sewa operasi yang tidak dapat dibatalkan dari properti investasi yang tidak diakui di laporan keuangan sebagai piutang dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun, jangka waktu 1-5 tahun ataupun lebih dari 5 tahun. Item 3 mengenai kriteria dalam membedakan properti investasi dengan properti yang digunakan sendiri atau yang untuk dijual diungkapkan hampir keseluruhan perusahaan terdaftar di ASX. Terdapat 63 perusahaan yang mengungkapkan item ketiga ini atau sekitar 88,73% dan diantaranya terdapat 3 perusahaan yang menggunakan cost model yaitu Axiom Properties Ltd, PPK Group Ltd, dan Cedar Woods Properties Ltd. Perusahaan properti mengungkapkan item ketiga ini dengan membuat secara rinci apa saja jenis properti investasi yang dimilikinya baik itu current ataupun noncurrent yang dikuasai untuk menghasilkan pendapatan sewa atau kenaikan nilai ataupun keduakeduanya. Dengan demikian, properti investasi menghasilkan arus kas yang sebagian besar tidak tergantung aset lain yang dimiliki perusahaan. Item 4 diungkapkan 63 perusahaan yang menggunakan fair value model dan tidak ada satupun perusahaan yang menggunakan cost model mengungkapkan item ini. Hal ini menunjukkan terdapat 88,7% perusahaan yang mengungkapkan metode dan asumsi yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar properti investasi. Nilai wajar
89
properti investasi didasarkan pada harga sekarang dalam pasar yang aktif untuk properti yang sama dalam kondisi dan lokasi yang memiliki sewa yang sama. Perusahaanperusahaan properti menerapkan metode dan asumsi yang tidak jauh berbeda satu sama lain, dimana metode yang biasa digunakan adalah weighted average capitalization / capitalization of net income approach, discounted cash flow / expected cash flow method, dan market sales / direct comparison. Dalam menentukan nilai wajar, arus kas bersih properti investasi yang diharapkan didiskontokan ke nilai sekarang menggunakan tingkat diskonto ataupun penentuan pasar dan resiko. Metode diskonto arus kas dilakukan dengan menjumlahkan piutang sewa properti investasi tahunan, kemudian hasil yang menunjukkan risiko bawaan yang spesifik dalam arus kas diaplikasikan ke sewa tahunan dan dijadikan sebagai penilaian properti. Terkait dengan beberapa metode yang diungkapkan diatas, maka dibutuhkan beberapa asumsi yang diwajibkan dalam pendekatan diatas sehubungan dengan penerimaan sewa kontraktual pada masa yang akan datang. Adapun asumsi yang dimaksud merupakan discount rate, terminal yield, capitalisation rate, expected vacancy period dan rental growth rate. Item 5 yang menjelaskan secara rinci sejauh mana penilaian properti investasi didasarkan atas penilaian independen diungkapkan sebanyak 69 perusahaan. Dan terdapat 2 perusahaan yang menggunakan cost model yaitu PPK Group Ltd dan Cedar Woods Properties Ltd. Penilaian independen setiap perusahaan properti sangatlah beraneka ragam seperti misalnya CB Richard Ellis, Jones Lang LaSalles, Landmark White (NSW), Savills Japan K K, Cushman & Wakefield, DTZ International Property Advisors dan lain-lain. Dari 69 perusahaan tersebut, terdapat 8 perusahaan yang mengungkapkan penilaian independennya secara lebih detail. Penilaian independen
90
biasanya dilakukan oleh penilai yang berkualitas dengan pengalaman yang relevan. Sedikitnya ada 5 perusahaan yaitu Becton Property Group, Compass Hotel Group, Hudson Investment Group Ltd, Payce Consolidated Ltd dan Rabinov Property Trust yang mengungkapkan bahwa penilai independennya merupakan anggota Australian Property Institute (API) dan juga menyatakan bahwa penilaian nilai wajar dilakukan oleh penilaian director. Australian Property Institute (API) mewakilkan 8.600 profesional properti baik di Australia maupun di luar negeri, dimana anggotanya meliputi penilai perumahan, mesin, dan aset komersial, penasihat properti, analis properti, manajer keuangan, pengacara properti, peneliti properti dan akademisi. Item 6 mengenai penghasilan rental properti diungkapkan oleh 29 perusahaan properti atau sekitar 40,84%. Jumlah tersebut berasal dari
25 perusahaan yang
menggunakan fair value model dan sisanya merupakan perusahaan dengan cost model yang semuanya mengungkapkan item ini. Tak semua perusahaan mengungkapkan penghasilan dalam pengungkapan properti investasi, hampir 50% perusahaan mengungkapkan penghasilan sewanya tidak di bagian akun properti investasi tetapi disajikan langsung di catatan atas laporan keuangan terkait pendapatan. B. Pengungkapan properti investasi item 7-11 Item 7 merupakan pengungkapan tentang beban operasi langsung yang diungkapkan sebanyak 21 perusahaan yang mengungkapkan secara eksplisit jumlah beban yang mempunyai kontribusi terhadap penghasilan sewa properti investasi perusahaan.
Tak
semua
perusahaan
mengungkapkan
beban
sewanya
dalam
pengungkapan properti investasi, hampir 50% perusahaan mengungkapkan beban sewanya tidak di bagian akun properti investasi tetapi disajikan langsung di catatan atas laporan keuangan terkait dengan beban. Namun tidak ada satupun perusahaan properti
91
yang mengungkapkan secara rinci beban operasi langsung yang berdampak pada penghasilan rental. Item 8 diungkapkan 2 perusahaan properti yang menggunakan cost model yaitu PPK Group Ltd dan Cedar Woods Properties Ltd. Tidak ada satupun perusahaan properti yang menggunakan fair value model di Australia yang mengungkapkan tentang beban operasi langsung yang tidak menghasilkan penghasilan rental. Item 9 diungkapkan oleh 26 perusahaan atau sekitar 36,66% yang menyatakan adanya perubahan kumulatif dalam nilai wajar atas penjualan properti investasi dari cost model dan fair value model. Perusahaan properti yang mengungkapkan item ini semuanya menggunakan fair value model dan tidak ada satupun perusahaan dengan cost model yang mengungkapkan item ini. Sebanyak 16 perusahaan mengungkapkan item ini sebagai
kenaikan
atau
penurunan
karena revaluasi dan perusahaan lainnya
mengungkapkan adanya perubahan nilai wajar. Item ini tak selalu ada di dalam rekonsiliasi properti investasi, namun terkadang disajikan dalam catatan atas laporan keuangan bagian pendapatan. Dan ada satu perusahaan yaitu Living Leisure Australia Group yang mengungkapkan adanya fair value uplift. Item 10 mengenai eksistensi atau jumlah pembatasan realiasasi properti investasi atau pembayaran hasil pelepasan diungkapkan 25 perusahaan atau sekitar 35,21%. Dari jumlah perusahaan tersebut, terdapat 3 perusahaan dengan model biaya mengungkapkan item ini yaitu Axiom Properties Ltd, PPK Group Ltd dan Cedar Woods Properties Ltd. Pembatasan realisasi properti investasi yang dimaksud adalah adanya pembatasan dalam merealisasikan properti investasi karena properti investasi dijadikan sebagai jaminan dari bank. Memang tidak semua jumlah properti investasi dijadikan sebagai jaminan, hanya sebagian jumlahnya dan nilai sebesar itulah yang diungkapkan.
92
Item 11 diungkapkan oleh 10 perusahaan dengan menyatakan adanya kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau mengembangkan properti investasi. Tidak satupun perusahaan properti yang mengungkapkan item ini berasal dari perusahaan yang menggunakan cost model. Setiap perusahaan memiliki pendekatan yang tidak selalu sama dalam mengungkapkan kewajiban kontraktualnya, walaupun begitu isinya tetap sama. Dari kesepuluh perusahaan, hanya ada satu perusahaan yang mengungkapkan tidak adanya kewajiban kontraktual yaitu perusahaan Ark Fund Ltd. Perusahaan properti lainnya mengungkapkan bahwa ada kewajiban kontraktual dimana hal ini tertuang dalam akun tersendiri yaitu capital commitment. Capital commitment yang dimaksud adalah penjelasan tentang pengeluaran modal tentang properti investasi yang tidak diakui sebagai kewajiban. Selain itu ada satu perusahaan yaitu Trafalgar Corporate Group yang mengungkapkan bahwa tidak ada komitmen untuk memperbaharui pengungkapan properti investasinya. Dan perusahaan lain seperti Lifestyle Communities Ltd mengungkapkan bahwa properti investasinya akan terus dikembangkan. C. Pengungkapan properti investasi item 12-15 Item 12 terkait dengan terkait dengan penambahan, pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari akuisisi dan penambahan pengeluaran setelah perolehan yang diakui sebagai aset, diungkapkan 58 perusahaan properti yang seluruhnya menggunakan nilai wajar atau sekitar 86,56%. Item 13 mengenai penambahan yang berasal dari akuisisi melalui penggabungan usaha diungkapkan oleh 50 perusahaan atau sekitar 74,62%. Item 12 dan 13 biasanya diungkapkan perusahaan secara tidak rinci, hanya mengungkapkan adanya penambahan dalam penyajian rekonsiliasi properti investasi.
93
Item 14 diungkapkan sebanyak 45 perusahaan properti atau sekitar 67,16%. Item ini menjelaskan tentang aset yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau masuk dalam kelompok yang akan dilepaskan yang diklasifikasi sebagai dimiliki untuk dijual. Analisis terhadap item ini menyimpulkan bahwa terdapat 25 perusahaan yang mengungkapkan adanya disposal, 16 perusahaan yang mengungkapkan transfer properti ke kelompok untuk dijual, dan 4 perusahaan yaitu Ardent Leisure Group, Ariadne Australia Ltd, GEO Property Group dan Goodman Group yang mengungkapkan tentang kedua-duanya. Item 15 yang membahas tentang keuntungan atau kerugian bersih hasil penyesuaian nilai wajar diungkapkan oleh 40 perusahaan properti. Dari keseluruhan perusahaan properti tersebut, terdapat 16 perusahaan yang mengungkapkan item ini sebagai fair value adjustment, 18 perusahaan yang mengungkapkan adanya penurunan karena penyesuaian nilai wajar, 2 perusahaan yaitu Desane Group Holdings Ltd dan Galileo Japan Trust mengungkapkan kerugian karena revaluasi dan 2 perusahaan lainnya yaitu Forest Place Group Ltd dan Lifestyle Communities Ltd mengungkapkan adanya keuntungan karena penyesuaian nilai wajar. Selain itu hanya terdapat satu perusahaan yaitu Brookfield Prime Property Fund yang mengungkapkan adanya keuntungan revaluasi dan Charter Hall Retail REIT yang mengungkapkan adanya penyesuaian revaluasi. D. Pengungkapan properti investasi item 16-20 Item 16 mengenai perbedaan yang timbul dari translasi laporan keuangan ke mata uang yang berbeda atau translasi mata uang lain ke mata uang penyajian perusahaan diungkapkan sebanyak 26 perusahaan properti di Australia. Dari seluruh jumlah tersebut, hanya terdapat 6 perusahaan yang mengungkapkan item ini sebagai
94
dampak perubahan dalam pertukaran mata uang yaitu APN European Retail Property Group, Goodman Group, Goodman Group, Thakral Holdings Group dan Valad Property Group. Perusahaan properti lainnya mengungkapkan item ini sebagai perbedaan karena translasi mata uang asing. Item 17 yaitu pengungkapan tentang adanya transfer dari atau ke persediaan dan properti yang digunakan sendiri diungkapkan oleh 30 perusahaan. Berdasarkan analisa yang dilakukan, terdapat 14 perusahaan properti yang mengungkapkan adanya transfer dari property, plant and equipment ke properti investasi dan 6 perusahaan lainnya mengungkapkan adanya transfer ke aset tetap. Selain itu, 4 perusahaan properti lainnya yaitu APN European Retail Property Group, Challenger Diversified Property Group, Becton Property Group dan Lend Lease Group mengungkapkan item ini sebagai transfer dari persediaan dan hanya ada satu perusahaan yang mengungkapkan transfer ke persediaan yaitu Lifestyle Communities Ltd. Selanjutnya, hanya ada satu perusahaan yaitu Ariadne Australia Ltd yang mengungkapkan item ini dengan tidak lengkap, hanya mengungkapkan adanya transfer dan tidak menjelaskan secara lebih rinci golongan transfer tersebut. Hal lainnya yang berbeda adalah terdapat satu perusahaan yaitu EDT Retail Trust yang mengungkapkan item ini sebagai transfer ke properti investasi berdasarkan konsolidasi atas investasi di perusahaan yang dikuasai joint venture. Dan terdapat 3 perusahaan yang mengungkapkan adanya transfer kedua-duanya, berasal dari aset tetap dan persediaan yaitu Mirvac Group, Stockland dan United Overseas Australia Ltd. Item 18, 19 dan item 20 tak diungkapkan oleh satupun perusahaan properti di Australia sehingga item ini tidak dianalisis lebih lanjut.
95
E. Pengungkapan properti investasi item 21-25 Item 21 merupakan item yang spesifik dari penggunaan cost model yang mangharuskan adanya pengungkapan mengenai metode penyusutan. Item 21 diungkapkan oleh 2 perusahaan yaitu PPK Group Ltd dan Cedar Woods Properties Ltd. Kedua perusahaan properti ini mengungkapkan bahwa metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus. Item 22 mengenai masa manfaat atau tarif penyusutan diungkapkan oleh 2 perusahaan yang sama seperti diatas. PPK Group Ltd mengungkapkan bahwa umur aset yang dimilikinya diestimasikan memiliki umur 50 tahun dan tanah tidak disusutkan. Sedangkan Cedar Woods Properties Ltd menyatakan bahwa umur manfaat asetnya adalah 40 tahun dan tidak memberi keterangan mengenai tanah. Item 23 tentang jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan diungkapkan oleh seluruh perusahaan properti yang menggunakan cost model. Hal ini menunjukkan 100% perusahaan properti dengan cost model mengungkapkan item ini tanpa terkecuali. Item 24 diungkapkan oleh 2 perusahaan properti yaitu PPK Group Ltd dan Sietel Ltd dan item 25 hanya diungkapkan oleh 1 perusahaan properti yaitu Sietel Ltd. Kedua item ini merupakan penambahan properti investasi baik melalui penambahan pengeluaran dan akuisisi. F. Pengungkapan properti investasi item 26-30 Item 26 merupakan rekonsiliasi properti investasi yang menunjukkan klasifikasi aset untuk dijual atau dilepaskan dan diungkapkan hanya satu perusahaan, yaitu PPK Group Ltd yang mengungkapkan properti investasi yang akan dijual. Item 27 diungkapkan oleh seluruh perusahaan properti yang menggunakan cost model. Item ini merupakan penyusutan yang dihitung untuk menghasilkan rekonsiliasi
96
properti investasi. Item 28 dan item 29 tidak diungkapkan oleh satupun perusahaan properti yang menggunakan cost model. Sehingga kedua item ini tak perlu dibahas lebih lanjut. Item 30 mengenai transfer ke dan dari persediaan atau properti yang digunakan sendiri diungkapkan oleh 3 perusahaan properti dengan cost model. Axiom Properties Ltd mengungkapkan bahwa terdapat transfer properti yang baru selesai dikembangkan ke properti investasi, PPK Group Ltd dan Sietel Ltd mengungkapkan adanya transfer dari aset tetap ke properti investasi. G. Pengungkapan properti investasi item 31-34 Item 31 mengenai nilai wajar properti investasi diungkapkan 2 perusahaan saja yaitu PPK Group dan Cedar Woods Properties Ltd. PPK Group mengungkapkan bahwa nilai wajarnya merupakan nilai yang dinilai penilai independen dan Cedar Woods Properties Ltd mengungkapkan nilai wajarnya berdasarkan penilaian manajemen. Item 32, 33 dan 34 tidak diungkapkan oleh perusahaan properti di Australia sehingga tak perlu dibahas lebih lanjut.
IV.3.3 Diskusi mengenai pengukuran dan pengungkapan properti investasi A. Pengukuran properti investasi Kencenderungan perusahaan properti di Australia lebih banyak menggunakan fair value model dikarenakan adanya standar baru yaitu International Accounting Standard 40 (IAS 40): Investment Property dimana pemberlakuan standar ini mengharuskan perusahaan untuk menggunakan metode pengukuran yang lebih mencerminkan transaksi sebenarnya sehingga dapat dikatakan lebih reliable. Semua perusahaan properti terdaftar di ASX seluruhnya menggunakan fair value model karena
97
pemilihan fair value model dianggap sebagai metode pengukuran lanjutan yang lebih mencerminkan transaksi sebenarnya. Kencenderungan perusahaan properti Australia dalam menggunakan fair value model dikarenakan fair value dinilai sebagai konsep yang paling sesuai dan relevan untuk penyusunan laporan keuangan sebuah perusahaan atau entitas bisnis sebab bisa menggambarkan nilai pasar yang sebenarnya terjadi. Selain itu, kemungkinan besar pemilihan fair value model dikarenaka perusahaan properti di Australia banyak berbentuk property trust. Property Trust memiliki ketentuan pajak yang cukup istimewa karena tak perlu membayar pajak dan tak mengakui adanya pajak tertangguh sehingga penggunaan kedua model pengukuran lanjutan tak berpengaruh secara signifikan terhadap perusahaan di Australia. Dalam peraturan perpajakan Australia, diatur bahwa selisih nilai wajar tidak dikenai pajak karena dianggap sebagai unrealized changes. Jika properti investasi tersebut dijual, baru akan dikenakan pajak dan diperhitungkan pajak tertangguhnya. Maka lebih baik perusahaan properti di Australia memilih menggunakan fair value model karena tidak ada pajak yang memberatkan entitas itu sendiri dan lebih mencerminkan transaksi yang reliabel. B. Pengungkapan properti investasi Item 1 diungkapkan oleh semua perusahaan terdaftar di ASX karena metode pengukuran lanjutan harus jelas dinyatakan oleh perusahaan properti, agar tidak ada kesalahan atas interpretasi atas laporan keuangan yang dimiliki perusahaan. Tentunya metode pengukuran yang jelas akan mempermudah investor dalam membaca hasil laporan keuangan perusahaan dan mengindentifikasi hal-hal sepesifik di dalamnya. Item 2 tak banyak diungkapkan perusahaan properti karena perusahaan properti tak banyak yang menyewakan properti investasinya melalui sewa operasi dan
98
keterangan dalam item 2 tentunya berkisar tentang pengaturan sewa. Hal ini karena dalam pengaturan sewa, dinyatakan dalam keadaan bagaimana properti yang disewa operasi dapat diklasifikasikan sebagai properti investasi. Item 3 sangat banyak diungkapkan perusahaan properti terdaftar di ASX karena perusahaan properti di Australia sangat teliti dalam membedakan jenis propertinya, mana yang merupakan aset tetap ataupun properti investasinya. Kecenderungan ini sesungguhnya berdampak baik bagi investor karena mereka dapat melihat secara jelas perbedaan properti investasi dengan aset lain dan memahami bahwa properti investasi yang dimiliki perusahaan sangat beraneka ragam. Item 4 sangat banyak diungkapkan perusahaan properti yang menggunakan fair value model. Banyaknya perusahaan properti yang menggunakan metode diatas dikarenakan penilaian tersebut sudah sesuai seperti yang disyaratkan dalam standar akuntansi di Australia yaitu Australia Equivalents to International Financial Reporting Standards (AIFRS) dimana penilaian diatas mengacu pada bukti penjualan pasar. Nilai wajar yang diperoleh tidak diragukan akurasinya karena telah menggunakan metode dan asumsi yang biasa digunakan penilai profesional. Metode dan asumsi yang disebutkan diatas dipergunakan dalam menilai nilai wajar karena tidak tersedianya harga pasar atas properti investasi tersebut yang bisa ditentukan sehingga harus menggunakan pendekatan mark to model. Item 5 diungkapkan banyak perusahaan properti karena semua penilaian nilai wajar memang harus dilakukan oleh penilai yang independen agar nilai wajar mencerminkan transaksi yang reliabel. Penilai independen yang dipakai perusahaan properti di ASX sangat beraneka ragam karena profesi penilai cukup diminati saat ini dan semakin meluas semenjak adanya konvergensi IFRS yang mengharuskan segala
99
sesuatunya dinilai dalam nilai yang wajar. Adanya API yang menjadi penilai independen perusahaan properti dikarenakan API bertujuan untuk menetapkan dan mempertahankan standar tertinggi untuk pelaksanaan profesional, pendidikan, dan kode etik bagi anggotanya dan profesi properti lainnya. Secara garis besar, penilaian independen memang dilakukan oleh pihak eksternal dimana pihak ini memang berkompeten dalam menilai nilai wajar suatu aset dan penilaian ini dilakukan minimal dalam jangka waktu satu, dua atau tiga tahun. Item 6 diungkapkan sebagian perusahaan properti karena tak banyak perusahaan properti di ASX yang mengungkapkan adanya penghasilan sewa dikarenakan tak banyak properti investasi yang benar-benar disewakan. Item ini terkadang ditempatkan di catatan atas laporan keuangan bagian pendapatan karena perusahaan menempatkan segala jenis pendapatan dalam akun pendapatan, bukan berdasarkan sumbernya. Item 7 diungkapkan lebih sedikit dibandingkan dengan item 6 karena perusahaan cenderung tidak mau menampilkan beban langsung terkait penghasilan sewanya karena hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi penilaian investor. Tentunya investor akan lebih menyukai pendapatan sewa yang tinggi, namun tidak menyukai adanya beban operasi langsung terkait dengan penghasilan sewa yang tinggi juga. Item 8 sangat diungkapkan sedikit oleh perusahaan terdaftar di ASX karena perusahaan properti menganggap item ini tidak material dan tidak berhubungan langsung dengan penghasilan sewa. Item 9 diungkapkan bervariasi oleh perusahaan properti karena perubahan kumualatif nilai wajar tetap terkandung dalam kenaikan atau penurunan karena revaluasi serta fair value uplift. Perbedaan hal ini mungkin dikarenakan terdapat kebijakan
100
perusahaan yang berbeda dalam mengalokasikan perubahan nilai wajar, walaupun sebenarnya mengandung arti yang sama. Item 10 diungkapkan kurang dari sebagian perusahaan properti terdaftar di ASX karena kecenderungan perusahaan properti di ASX tidak menggunakan properti investasinya sebagai jaminan bank. Hal ini kemungkinan besar karena perusahaan properti di Australia sudah memiliki dana yang cukup bahkan lebih dalam mengembangkan usaha properti. Diketahui pula negara Australia memang memiliki yang memiliki standar kehidupan lebih tinggi dibanding di Asia karena tingginya nilai tukar akan mata uang Australia. Item 11 diungkapkan sedikit perusahaan karena tak banyak perusahaan properti Australia yang mengembangkan properti investasinya. Hal ini mungkin dikarenakan perusahaan di Australia menganggap pengembangan properti investasi belum perlu dilakukan untuk saat ini. Item 12 diungkapkan lebih dari setengah perusahaan terdaftar karena perusahaan properti di Australia tidak memiliki pertumbuhan yang stagnan atas properti investasi yang sudah dimilikinya. Mereka terus berusaha menambah penghasilan sewa dengan memperbanyak properti investasi melalui penambahan akuisisi. Item 13 diungkapkan lebih sedikit dibandingkan item 12 karena perusahaan properti enggan untuk mendapatkan properti investasi melalui penggabungan usaha yang memerlukan perjanjian dan persyaratan yang lebih banyak dibanding perolehan properti investasi dengan pembelian. Item 14 diungkapkan lebih dari setengah jumlah perusahaan properti terdaftar di ASX. Hal ini dikarenakan perusahaan properti di Australia sangat dinamis dalam memperlakukan properti investasinya. Kebanyakan perusahaan mengungkapkan adanya
101
disposal karena properti investasi dianggap tak lagi memberi arus kas yang tinggi bagi laba perusahaan. Item 15 diungkapkan bervariasi oleh perusahaan properti karena akun atas keuntungan atau kerugian nilai wajar dapat dijelaskan dengan item lain dengan interpretasi yang tetap sama. Kebanyakan perusahaan mengungkapkan sebagai fair value adjustment karena hal ini sama seperti yang diminta dalam IAS 40. Item 16 diungkapkan tidak banyak perusahaan properti investasi di ASX karena perusahaan properti disana tidak banyak menggunakan transaksi dengan dunia internasional sehingga tak mebutuhkan translasi mata uang asing. Item 17 lebih banyak mengenai transfer ke aset tetap dikarenakan pada awalnya properti yang dimiliki perusahaan di ASX lebih banyak dijadikan aset dibandingkan untuk disewakan. Item ini diungkapkan sangat bervariasi karena perusahaan properti Australia lebih dinamis dalam melakukan transfer asetnya. Jika suatu aset dianggap menghasilkan lebih banyak keuntungan jika disewakan maka perusahaan akan melakukan transfer aset tetap ke properti investasi, begitupun juga ketika perusahaan menganggap properti yang merupakan persediaannya mampu menghasilkan arus kas lebih jika disewakan, maka properti yang merupakan persediaan akan ditransfer ke properti investasi. Item 21 setengahnya diungkapkan oleh perusahaan properti dengan cost model. Hal ini dikarenakan perusahaan properti yang tidak mengungkapkan item ini menganggap bahwa berdasarkan rekonsiliasi properti investasi dapat diketahui bahwa perusahaan pasti menggunakan model biaya perolehan. Item 22 diungkapkan dengan jumlah perusahaan yang sama dengan item 21.
102
Item 23 diungkapkan oleh seluruh perusahaan karena hal ini diwajibkan oleh perusahaan properti yang menggunakan cost model. Jika hal ini tak diungkapkan, maka rekonsiliasi tersebut tidak mencerminkan adanya penggunaan cost model. Item 24 dan item 25 sangat sedikit diungkapkan oleh perusahaan properti terdaftar di ASX dikarenakan kemungkinan besar perusahaan properti di ASX tidak banyak menambah properti investasinya, namun hanya melakukan transfer antar golongan. Item 26 hanya diungkapkan satu perusahaan
properti karena besar
kemungkinan properti investasi masih menghasilkan arus kas atau kenaikan harga di masa yang akan datang. Item 27 selalu harus diungkapkan karena cost model mensyaratkan pengungkapan ini sehingga diungkapkan keseluruhan perusahaan properti. Item 30 diungkapkan tidak terlalu bervariasi karena perusahaan dengan cost model tidak banyak melakukan transfer antar golongan. Item 31 sedikit diungkapkan karena tidak ada kesadaran perusahaan properti untuk mengungkapkan nilai wajarnya. Kemungkinan mereka berpikir bahwa ini bukan kewajiban perusahaan dengan cost model untuk mengungkapkannya.
IV.4
Pengukuran dan pengungkapan properti investasi oleh perusahaan properti yang terdaftar di SGX
IV.4.1 Pengukuran properti investasi Pembahasan awal dilakukan dengan mengidentifikasi berapa banyak perusahaan properti yang memiliki akun properti investasi di Singapura, setelah dianalisa satu per satu perusahaan yang terdaftar di SGX maka disimpulkan terdapat 80 perusahaan yang memiliki akun tersebut. Dan seluruh perusahaan properti tersebut selalu mengungkapkan
103
dan menjelaskan kebijakan yang terkait dengan properti investasi baik secara rinci ataupun dengan singkat. Penelitian ini selanjutnya dilakukan dengan mengidentifikasi pengukuran yang dilakukan terhadap properti investasi. Pengukuran awal biasanya dilakukan dengan menggunakan model biaya perolehan yaitu sebesar biaya transaksi untuk memperoleh properti investasi. Dalam pengukuran lanjutan, entitas perusahaan dapat memilih untuk menggunakan cost model atau fair value model. Penelitian ini selanjutnya mengidentifikasi satu per satu perusahaan properti terdaftar di SGX. Berdasarkan tabel diatas, dapat dianalisis bahwa terdapat 86,25%
persen perusahaan properti yang
menggunakan fair value. Persentase ini didapat dari total perusahaan yang menggunakan fair value model sebagai pengukuran lanjutan berjumlah 69 perusahaan dibandingkan dengan total perusahaan yang memiliki akun properti investasi berjumlah 80 perusahaan. Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa terdapat 11 perusahaan properti terdaftar di SGX yang menggunakan cost model yaitu Bukit Sembawang Estates Ltd, Bund Center Investment Ltd, Centraland Ltd, Gallant Venture Ltd, Hongkong Land Holdings Ltd, San Teh Ltd, HLH Group Ltd, Singapore Press Holding, Stamford Land Corporation Ltd, Superbowl Holdings Ltd dan Wee Hur Holdings Ltd. Berarti dapat disimpulkan bahwa hampir seluruhnya perusahaan properti terdaftar di SGX menggunakan fair value model dan sedikit yang menggunakan cost model sebagai pengukuran lanjutannya.
104
Gambar IV.2 Metode Pengukuran Oleh Perusahaan Properti Terdaftar di SGX
IV.4.2 Pengungkapan properti investasi Tabel IV.5 Pengungkapan Properti Investasi Terdaftar di SGX (Fair Value Model)
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14 Item 15
APL
AGP
ARE
AHL
AIT
BTH
BVH
CLT
CIT
CAL
CRC
CHT
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
105
Pengungkapan Properti Investasi Terdaftar di SGX (Fair Value Model) Lanjutan Item 16 Item 17 Item 18 Item 19 Item 20 20
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
11
13
9
8
10
8
11
7
8
10
7
9
55%
65%
45%
40%
50%
40%
55%
35%
40%
50%
35%
45%
Tabel IV.5 (Lanjutan) Pengungkapan Properti Investasi Terdaftar di SGX (Fair Value Model)
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14 Item 15 Item 16 Item 17 Item 18 Item 19
CES
CYP
CPL
CMT
CNT
DPD
FCT
FNL
FCP
FRE
GCL
GGL
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 20 20
10
7
11
8
9
11
11
11
6
9
8
9
50%
35%
55%
40%
45%
55%
55%
55%
30%
45%
40%
45%
106
Tabel IV.5 (Lanjutan) Pengungkapan Properti Investasi Terdaftar di SGX (Fair Value Model)
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14 Item 15 Item 16 Item 17 Item 18 Item 19 Item 20 20
GGT
HPH
HBI
HFC
HGC
HRL
HGE
HHL
IPL
IPI
JMH
KBG
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1 1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
11
9
8
9
7
13
5
8
11
7
12
10
55%
45%
40%
45%
35%
65%
25%
40%
55%
35%
60%
50%
Tabel IV.5 (Lanjutan) Pengungkapan Properti Investasi Terdaftar di SGX (Fair Value Model)
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8
KLL
KHL
LKT
LPI
LTC
LCH
MIR
MLT
NGI
OPH
PPH
PHP
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
107
Pengungkapan Properti Investasi Terdaftar di SGX (Fair Value Model) Lanjutan Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14 Item 15 Item 16 Item 17 Item 18 Item 19 Item 20
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
20
8
11
8
9
9
9
8
9
9
10
10
10
40%
55%
40%
45%
45%
45%
40%
45%
45%
50%
50%
50%
Tabel IV.5 (Lanjutan) Pengungkapan Properti Investasi Terdaftar di SGX (Fair Value Model)
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14 Item 15 Item 16 Item 17 Item 18 Item 19 Item 20 20
PWR
RPH
SRI
SGD
SCP
SAL
SLG
SLL
SGH
SGR
SHL
SRT
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1 1
1
1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 1
1 1 1 1 1
1
1 1 1
1 1 1 1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1 1
1 1 1 1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1 1
1
1
1 1
` 1
1
1 1
1 1
1 1
1
1
1 1
1 1 1
1
1 1 1
1 1
1 1
1 1 1
1
1 1 1
1
1
8
9
6
7
11
9
9
9
13
8
11
7
40%
45%
30%
35%
55%
45%
45%
45%
65%
40%
55%
35%
108
Tabel IV.5 (Lanjutan) Pengungkapan Properti Investasi Terdaftar di SGX (Fair Value Model)
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14 Item 15 Item 16 Item 17 Item 18 Item 19 Item 20
TCT 1
TSH 1
1 1 1
1 1 1 1 1
1 1
UOA 1
1 1
1
UIC 1 1 1 1 1
1
UGL 1 1 1 1 1 1 1 1
WPL 1
YLG 1
YLI 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
YPC 1 1 1 1 1 1 1 1
1
1
1 1 1 1
1
1 1
1 1
1 1
1 1
1 1 1
1 1 1 1
1 1 1 1 1 1
1 1
1 1 1
1
1 1 1
1
1 1
1 1 1
1 1
1
Total 69 14 51 66 69 39 35 10 33 53 3 44 35 30 34 30 30 0 0 0
20
9
12
10
8
14
10
9
11
14
45%
60%
50%
40%
70%
50%
45%
55%
70%
Average
46,74%
Tabel IV.6 Pengungkapan Properti Investasi Terdaftar di SGX (Cost Model)
BSE
BCI
CLL
GVL
HLH
STL
SLC
HLG
SBH
SPH
WHH
Total
Item 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 2
1
1
Item 3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 4
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 6
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
11 2 10 9 9 10 109
Pengungkapan Properti Investasi Terdaftar di SGX (Cost Model) Lanjutan Item 7
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 8
Item 9
Item 10
1
1
1
1
1
1
1
Item 11
Item 21
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 22
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 23
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 24
1
1
1
1
1
1
Item 25
1
1
1
1
1
1
Item 26
1
1
1
Item 27
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 28
Item 29
1
1
1
Item 30
1
1
1
1
1
Item 31
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Item 32
Item 33
1
Item 34
11
13
10
12
14
13
12
14
13
15
14
44%
52%
40%
48%
56%
52%
48%
56%
52%
60%
56%
25
Average
51,27%
9 0 0 7 0 10 9 11 6 6 3 11 0 3 5 9 0 1 0
A. Pengungkapan properti investasi item 1-6 Item 1 diungkapkan oleh semua perusahaan properti di SGX, tergantung dari apakah model pengukuran lanjutan yang menjadi pilihan dan kebijakan perusahaan. Tentunya jika perusahaan properti mengukur lanjutan properti investasinya berdasarkan fair value model maka perusahaan harus juga mengungkapkan adanya metode fair value model. Ketentuan hal ini sama dengan perusahaan properti yang juga menggunakan cost model. Item 2 tentang keadaan hak atas properti karena operating lease dapat diklasifikasikan sebagai properti investasi diungkapkan oleh 16 perusahaan properti,
110
dimana terdapat 2 perusahaan properti dengan cost model yaitu Hongkong Land Holdings Ltd dan Wee Hur Holdings Ltd. yang mengungkapkannya. Perusahaan properti mengungkapkan item ini sebagai pengaturan sewa (leasing arrangement) atau keterangan dimana properti investasi disewakan ke bukan pihak ketiga yang dikuasai melalui operating lease dan klasifikasi diatur dalam catatan yang berbeda dengan properti investasi. Item 3 diungkapkan sebanyak 61 perusahaan atau sekitar 76,25%. Dari analisis terhadap 61 perusahaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjadi perbedaan dalam mengungkapkan kriteria yang membedakan properti investasi dengan aset lainnya. Setiap perusahaan mempunyai jenis properti investasi yang berbeda dengan perusahaan lain, meskipun keseluruhan perusahaan berada dalam industri yang sama. Item ketiga yang diungkapkan oleh perusahaan tersebut terdiri dari: •
Freehold properties dan leasehold properties (diungkapkan oleh 3 perusahaan yaitu All Green Properties, Saizen Real Estate Investment Trust dan Second Chance Properties Ltd)
•
Tanah yang dikuasai melalui sewa operasi (diungkapkan oleh Agile Property Holdings Ltd)
•
Rincian properti investasi dalam portofolio (diungkapkan oleh 5 perusahaan yaitu Ascendas REIT, Lippo Mapletree Indoretail Trust, Mapletree Logistic Trust, Parkwaylife REIT, Shangri-La Asia Ltd, Hongkong Land Holdings Ltd dan Superbowl Holdings Ltd)
•
Commercial properties
111
Properti komersial terdiri dari properti investasi yang sudah selesai ataupun properti investasi dalam konstruksi dimana ini diungkapkan 2 perusahaan yaitu China New Town Dev. Co Ltd dan Soilbuild Group Holdings Ltd. Selain itu, properti komersial juga mencakup bagian bangunan yang disewakan, hotel yang diperuntukkan untuk urusan bisnis, kesatuan mesin, unit toko dan tempat komersial lainnya. Sebanyak 8 perusahaan mengungkapkan commercial properties yang telah disebutkan diatas. •
Properti investasi disajikan secara rinci Properti investasi disajikan secara menyeluruh mengenai jenis, fungsi, lokasinya, dan tenure yang dimiliki properti investasi tersebut dimana hal inilah yang paling banyak diungkapkan perusahaan properti lainnya. Item 4 mengenai metode dan asumsi signifikan dalam menentukan nilai wajar
properti investasi diungkapkan sebanyak 75 perusahaan atau sekitar 93,75% perusahaan yang mengungkapkannya. Dalam menentukan nilai wajar, penilai menggunakan teknik penilaian yang melibatkan beberapa estimasi tertentu. Dan asumsi yang dipakai untuk menentukan nilai wajar properti investasi adalah market corroborated capitalisation rates, discount rate, terminal yields dan average growth rate. Berdasarkan analisis keseluruhan terhadap pengungkapan ini, maka dapat disimpulkan bahwa metode yang paling banyak digunakan adalah metode discounted cash flow, metode kapitalisasi, metode perbandingan langsung dan penilaian berdasarkan open market value, dimana metode ini diungkapkan lebih dari 50% perusahaan properti yang mengungkapkan item ini. Item 5 diungkapkan sebanyak 78 perusahaan yang menyatakan adanya penilaian independen yang menilai nilai wajar properti investasi yang dimiliki. Dari jumlah
112
perusahaan tersebut, terdapat 9 perusahaan properti dengan cost model yang mengungkapkannya. Penilaian independen ini dilakukan oleh pihak eksternal yang memiliki kualifikasi profesional yang tepat dan pengalaman sebelumnya terhadap lokasi dan kategori properti yang dinilai. Dan setiap perusahaan properti mempunyai kebijakan berbeda dalam menentukan jangka waktu penilaian independennya, dalam setahun ataupun lebih dari setahun. Penilai independen yang biasanya dipakai oleh perusahaan properti di Singapura terdiri dari:
•
Colliers International Consultancy and Valuation
•
Vigers Appraisal & Consulting Limited
•
Chesterton Suntec International Pte Ltd
•
Knight Frank Chartered Co., Ltd
•
DTZ Debenham Tie Leung (SEA) Pte Ltd
•
CB Richard Ellis
•
Trust Deed
•
Savills Valuation dan Knight Frank
•
Raine dan Horne International Zaki & Partners
•
Henry Butcher Malaysia
•
Jones Lang LaSalle Sallmanns Limited (“JLLSS”)
•
KJPP Rengganis, Hamid & Rekan
•
Henan Huatong Asset Appraisal Pte Ltd
•
PA International Property Consultants (KL) Sdn Bhd
•
Greater China Appraisal Limited
•
Bower Valuations Limited 113
•
PT. Willson Properti Advisindo dan PT. Piesta Penilai Berdasarkan analisis terhadap item ini, dapat disimpulkan ada beberapa penilai
independen yang sering dipakai yaitu Jones Lang LaSalle Sallmanns Limited, Knight Frank Chartered, CB Richard Ellis, DTZ Debenham Tie Leung dan Colliers International Consultancy and Valuation. Dari penilai independen tersebut, yang paling diminati adalah CB Richard Ellis, Knight Frank Chartered dan Jones Lang LaSalle yang diungkapkan lebih dari 6 perusahaan. Selain itu, ada pula 5 perusahaan properti yang memakai lebih dari satu pihak jasa penilai independen, artinya setiap properti investasi yang berbeda dinilai nilai wajarnya oleh penilai independen yang berbeda-beda. Dari kelima perusahaan properti tersebut, yang paling banyak mengungkapkan penilai independen yang berbeda untuk setiap properti investasinya adalah Frasers Commercial Trust. Kecenderungan lainnya dalam item ini adalah sebanyak 38 perusahaan properti tidak mengungkapkan secara rinci tentang penilai independennya, hanya menyebutkan bahwa nilai wajar properti investasi dinilai oleh penilai independen profesional
dan ahli di bidangnya. Dan
kebanyakan perusahaan dengan cost model mengungkapkan item ini tidak secara lengkap, hanya menyebutkan adanya penilai independen. Item 6
mengenai penghasilan sewa yang diperoleh diungkapkan oleh 49
perusahaan properti atau sekitar 61,25%. Terdapat 10 perusahaan dengan cost model yang mengungkapkan item ini sehingga dinilai cukup signifikan. B. Pengungkapan properti investasi item 7-11 Item 7 juga diungkapkan sebanyak 44 perusahaan properti yang menyatakan adanya beban langsung terkait dengan penghasilan sewa. Sebenarnya, angka ini tidak seimbang dengan penghasilan sewa itu sendiri. Item ini diungkapkan sebanyak 9
114
perusahaan properti yang menggunakan cost model, hanya terdapat 2 perusahaan yaitu Centraland Ltd dan Gallant Venture yang tidak mengungkapkan item ini. Item 8 diungkapkan oleh 10 perusahaan properti yang menjelaskan adanya beban langsung yang tidak terkait dengan penghasilan sewa. Item ini tak terlalu luas diungkapkan sehingga persentasenya kecil dan tidak ada satupun perusahaan properti yang menjelaskan secara rinci beban yang tidak terkait penghasilan sewa. Selain itu, tidak ada satupun perusahaan dengan cost model yang mengungkapkan item ini. Item 9 diungkapkan 33 perusahaan properti terdaftar di SGX dengan menjelaskan adanya perubahan kumulatif dalam nilai wajar. Setelah dianalisis lebih mendalam, ditemukan 22 perusahaan yang mengungkapkan item ini sebagai change in fair value (perubahan nilai wajar) dan perusahaan lainnya mengungkapkan pernyataan yang berbeda, diantaranya kenaikan atau penurunan revaluasi yang diungkapkan 4 perusahaan yaitu Cambridge Industrial Trust, CDL Hospitality Trust, Orchard Parade Holdings Trust dan Parkwaylife REIT, kenaikan atau penurunan fair value yang diungkapkan 6 perusahaan, dan loss fair value yang diungkapkan 1 perusahaan yaitu KOH Brother Group Ltd. Hal ini pun didukung oleh kebijakan perusahaan yang memasukkan kenaikan atau kerugian revaluasi langsung ke laporan laba rugi. Item 10 mengenai pembatasan realisasi properti investasi diungkapkan oleh 60 perusahaan properti terdaftar di SGX atau sekitar 75%. Terdapat 7 perusahaan properti dengan cost model yang mengungkapkan item ini. Banyaknya perusahaan yang mengungkapkan item ini tentunya menunjukkan perusahaan memiliki keterbatasan dalam merealisasikan properti investasinya baik dikarenakan properti investasi yang dijadikan agunan, hak atas properti yang dikuasai operating lease diklasifikasikan menjadi properti investasi, dan properti investasi tanpa nilai wajar yang reliabel. Seluruh
115
perusahaan properti menjelaskan hal yang sama tentang item ini, dimana perusahaan mengungkapkan jenis properti investasi mana saja yang menjadi jaminan bank. Item 11 diungkapkan oleh 3 perusahaan yang menggunakan fair value model dan tidak ada satupun perusahaan dengan cost model yang mengungkapkannya. Item ini menjelaskan kewajiban kontraktual dalam pengembangan properti investasi. Perusahaan properti yang dimaksud adalah Hotel Royal yang mengungkapkan adanya perjanjian dengan perusahaan pihak ketiga untuk secara bersama-sama mengembangkan tanah kosong menjadi perumahan yang diklasifikasikan sebagai properti investasi dan United Industrial Corp Ltd yang mengungkapkan adanya
pembangunan kembali properti
investasi. C. Pengungkapan properti investasi item 12-15 Item 12 mengenai penambahan yang dihasilkan dari akuisisi dan pengeluaran, diungkapkan oleh 44 perusahaan properti yang seluruhnya menggunakan fair value model. Hampir seluruh perusahaan mengungkapkan adanya kapitalisasi pengeluaran modal yang mempengaruhi pencatatan rekonsiliasi properti investasi awal ke akhir periode. Item 13 diungkapkan sebanyak 35 perusahaan properti dimana item ini menjelaskan adanya penambahan yang dihasilkan melalui penggabungan usaha. Jumlah perusahaan properti yang mengungkapkan item ini memang lebih sedikit dibandingkan pada item 12. Item 14 mengenai aset yang diklasifikasikan untuk dijual atau masuk dalam kelompok aset yang akan dilepaskan diungkapkan oleh 30 perusahaan. Perusahaan properti yang terdaftar di SGX banyak mengungkapkan tentang adanya pelepasan properti investasi, dimana hal ini diungkapkan oleh 21 perusahaan. Selanjutnya, terdapat
116
5 perusahaan properti yaitu Frasers Commercial Trust, Lum Chang Holdings Ltd, Mapletree Logistics Trust, Sim Lian Group Ltd dan Ying Li International Real Estate yang mengungkapkan adanya asset classsifed as held for sale dan 4 perusahaan lainnya yaitu Debao Property Development Ltd, Keppel Land Ltd, Second Chance Properties dan Tuan Sing Holdings Ltd yang mengungkapkan asset classsifed as held for sale dan disposal. Item 15 diungkapkan sebanyak 34 perusahaan yang mengungkapkan keuntungan atau kerugian karena penyesuaian nilai wajar. Terdapat 25 perusahaan yang mengungkapkan keuntungan dari penyesuaian nilai wajar dimana satu dari perusahaan yang mengalami keuntungan menyatakan adanya penyesuaian nilai wajar tanpa mengungkapkan gain. Sebaliknya, hanya terdapat 7 perusahaan yang mengungkapkan kerugian penyesuaian nilai wajar, dimana terdapat 1 perusahaan properti yang tidak mengakui adanya loss tetapi hanya mengungkapkan penyesuaian nilai wajar saja. Terdapat satu-satunya perusahaan yang memiliki keunikan dalam mengungkapkan item ini yaitu China New Town Development dengan menyatakan adanya kerugian karena penurunan nilai wajar. Selain itu terdapat 1 perusahaan properti yaitu Bonvest Holding yang mengungkapkan adanya keuntungan atau kerugian karena adanya revaluasi. D. Pengungkapan properti investasi item 16-20 Item 16 diungkapkan sebanyak 30 perusahaan dengan pembahasan mengenai perbedaan akibat translasi mata uang. Penelusuran lebih lanjut terhadap perusahaan tersebut mengindentifikasi 19 perusahaan yang menyatakan item ini sebagai perbedaan translasi dan 8 perusahaan cenderung mengungkapkan adanya perbedaan nilai tukar. Perusahaan properti lainnya yaitu Frasers Commercial Trust dan United Overseas Australia Ltd mengungkapkan item ini sebagai perbedaan nilai tukar mata uang asing
117
dan terdapat satu perusahaan yaitu Fraser&Neave Ltd yang mengungkapkan adanya penyusunan kembali mata uang atau currency realignment. Item 17 mengenai transfer antar golongan diungkapkan sebanyak 30 perusahaan properti terdaftar di ASX. Diketahui bahwa terdapat 9 perusahaan yang mengungkapkan adanya transfer dari property, plant and equipment dan 3 perusahaan yaitu Hiap Hoe Ltd, Roxy Pacific Holdings dan SC Global Developments Ltd yang mengungkapkan transfer ke property, plant and equipment. Selanjutnya, terdapat 12 perusahaan yang menjelaskan adanya transfer dari properti pengembangan atau development properties dan satu-satunya perusahaan yaitu Hong Fok Corporation mengungkapkan hal yang sebaliknya yaitu transfer ke properti pengembangan, serta hanya terdapat dua perusahaan yang mengungkapkan transfer dari persediaan yaitu United Overseas Australia dan Sunshine Holding Limited. Selain yang sudah dijabarkan, sisa perusahaan lainnya mengungkapkan adanya transfer dari properti dalam konstruksi. Item 18, 19, dan 20 tidak diungkapkan oleh satupun perusahaan properti di ASX sehingga tak perlu dibahas lebih mendalam. E. Pengungkapan properti investasi item 21-25 Item 21 diungkapkan oleh 10 perusahaan properti dengan cost model. Item ini membahas metode penyusutan yang digunakan dan kesepuluh perusahaan properti terdaftar di SGX menggunakan metode penyusutan garis lurus. Item 22 mengenai masa manfaat dan tarif penyusutan diungkapkan sebanyak 9 perusahaan properti. Hampir seluruh perusahaan properti memiliki estimasi masa manfaat yang berbeda-beda, dimana perusahaan lebih cenderung mengestimasikan umur bangunan sekitar 10- 30 tahun dan umur tanah sekitar 50 tahun.
118
Item 23 diungkapkan oleh keseluruhan perusahaan properti dengan cost model. Perusahaan properti terdaftar di SGX selalu mencantumkan jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutannya agar mendapatkan nilai rekonsiliasi properti investasi. Item 24 dan item 25 sama-sama diungkapkan 6 perusahaan properti, dimana pengungkapan ini menjelaskan tentang adanya penambahan properti investasi baik melalui
penambahan
pengeluaran
dan
akuisisi.
Perusahaan
properti
yang
mengungkapkan kedua item ini juga sama dan cenderung tak bervariasi. F. Pengungkapan properti investasi item 26-30 Item 26 mengenai aset yang diklasifikasikan untuk dijual atau dilepas diungkapkan sebanyak 3 perusahaan yaitu Bund Center Investment Ltd, Gallant Venture dan Singapore Press Holding. Kedua perusahaan tersebut mengungkapkan adanya disposal dan Gallant Venture menyatakan bahwa terdapat properti investasi yang written off. Item 27 diungkapkan seluruhnya oleh perusahaan properti dengan cost model. Pengungkapan item ini dapat dilihat di bagian rekonsiliasi properti investasi yang menunjukkan adanya jumlah penyusutan. Item 28 yang menunjukkan adanya penurunan nilai tidak diungkapkan oleh satupun perusahaan properti, sehingga hal ini tak perlu didiskusikan lebih lanjut. Item 29 diungkapkan 3 perusahaan properti yaitu Bund Center Investment yang mengungkapkan adanya currency realignment, San Teh Ltd yang mengungkapkan adanya currency translation differences, dan Stamford Land Corp. Ltd yang mengungkapkan adanya currency translation. Item 30 mengenai transfer golongan diungkapkan 5 perusahaan properti. Keempat perusahaan mengungkapkan adanya transfer dari property, plant and
119
equipment. Hanya satu perusahaan yaitu San Teh Ltd yang mengungkapkan adanya reklasifikasi. G. Pengungkapan properti investasi item 31-34 Item 31 cukup banyak diungkapkan yaitu sebanyak 9 perusahaan. Item ini membahas nilai wajar yang harus diungkapkan perusahaan meskipun perusahaan memilih menggunakan cost model. Item 32 dan item 34 tidak diungkapkan satupun perusahaan properti di Singapura. Hal mengenai kedua item ini tak dibahas lebih lanjut. Item 33 mengenai alasan nilai wajar tak dapat ditentukan diungkapkan hanya 1 perusahaan yaitu Centraland Ltd. Centraland Ltd mengungkapkan nilai wajar tidak dapat ditentukan karena bangunan terkait berada diatas tanah dimana sertifikat kepemilikannya belum dimiliki sepenuhnya oleh perusahaan.
IV.4.3 Diskusi mengenai pengukuran dan pengungkapan properti investasi A. Pengukuran Properti Investasi Perusahaan properti di Singapura hampir seluruhnya menggunakan fair value model karena penggunaan fair value model sangat membantu perusahaan dalam untuk mendapatkan nilai transaksi yang sebenarnya. Penggunaan fair value model akan membuat laporan keuangan menjadi lebih relevan sebagai dasar pengambilan keputusan, meningkatkan keterbandingan laporan keuangan; dan informasi lebih dekat dengan apa yang diinginkan oleh pemakai laporan keuangan. Dengan demikian, potensi laba/rugi sebuah perusahaan properti sudah bisa diprediksikan. B. Pengungkapan Properti Investasi Item 1 seluruhnya diungkapkan perusahaan terdaftar di SGX karena semua perusahaan menyatakan metode pengukuran apa yang digunakan sehingga pembaca
120
laporan keuangan terutama investor dapat membedakan mana pengukuran dengan cost model atau fair value model. Item 2 diungkapkan sebagai pengaturan sewa karena dinyatakan dalam pengaturan tersebut segala keadaan yang menjadi dasar mengapa hak atas properti dengan sewa operasi dianggap properti investasi. Pengungkapan ini penting karena perusahaan harus dapat menjelaskan secara rinci apakah alasan properti dengan sewa operasi dapat diklasifikasikan sebagai properti investasi. Item 3 diungkapkan oleh hampir seluruh perusahaan properti terdaftar di SGX karena seluruh perusahaan properti mengungkapkan secara rinci apa saja yang menjadi properti investasinya sehingga dapat dibedakan dengan aset ataupun persediaan lain. Item ketiga memang bervariasi diungkapkan perusahaan properti di SGX karena yang terpenting bukanlah jenis properti investasinya namun konsep mengapa aset tersebut dijadikan sebagai properti investasi yaitu digunakan untuk menghasilkan sewa atau kenaikan modal. Item 4 diungkapkan oleh hampir seluruh perusahaan properti di SGX karena perusahaan properti menggunakan nilai wajar sebagai metode pengukuran lanjutannya. Konsekuen dengan hal tersebut, maka perusahaan properti wajib mengungkapkan metode dan asumsi apa yang dipakai dalam menghasilkan nilai wajar properti investasi yang dimiliki. Tidak mungkin nilai wajar muncul begitu saja tanpa ada dasar yang menjelaskan mengapa nilai wajar diperoleh dengan penilaian tertentu. Banyaknya perusahaan properti yang menggunakan metode discounted cash flow, metode kapitalisasi, metode perbandingan langsung dan penilaian berdasarkan open market value dikarenakan metode ini sangat terstandarisasi di dunia global dan dikenal akurat dalam penilaian properti. Kebanyakan penilai yang profesional memakai metode dan
121
asumsi diatas sehingga metode dan asumsi ini tak diragukan lagi. Banyaknya metode dan asumsi ini memang bervariasi karena setiap negara memiliki kecenderungan pendekatan penilaian properti investasi yang berbeda-beda. Item 5 diungkapkan oleh hampir semua perusahaan properti terdaftar di SGX. Penilai independen yang diungkapkan sangat bervariasi karena profesi penilai memang sangat diminati saat ini dan menjadi profesi yang cukup dibutuhkan sekarang ini. CB Richard Ellis, Knight Frank Chartered dan Jones Lang LaSalle merupakan penilai independen yang paling diminati karena mereka dianggap sebagai penilai yang sudah profesional dan memiliki banyak klien di seluruh dunia. Selain itu, kecenderungan perusahaan yang mengungkapkan lebih dari satu pihak penilai independen dikarenakan adanya properti investasi yang berbeda-beda sehingga mengharuskan penilai independen yang berbeda-beda agar properti investasi dinilai oleh orang yang ahli di bidangnya masing- masing. Kecenderungan perusahaan tidak mengungkapkan secara rinci penilai independennya karena kemungkinan besar penilai tersebut merupakan penilai yang biasa dengan memiliki track record yang tidak begitu banyak. Item 6 diungkapkan sebagian perusahaan properti dengan menjelaskan adanya penghasilan sewa. Item 6 harus diungkapkan karena dengan mengetahui jumlah penghasilan sewa atas properti investasi, investor dapat mengetahui seberapa besar pengembalian yang dihasilkan properti investasi perusahaan. Item 7 diungkapkan lebih sedikit dibandingkan dengan item sebelumnya. Angka ini tidak seimbang karena perusahaan properti lebih cenderung mengungkapkan penghasilan yang dihasilkan dari sewa dibandingkan beban langsung yang mempengaruhi penghasilan sewa karena pengungkapan tentang penghasilan sewa akan lebih menarik minat investor. Jika perusahaan properti lebih banyak mengungkapkan
122
beban langsung terkait penghasilan sewa, kemungkinan besar akan mempengaruhi penilaian investor dalam menilai kinerja dan tingkat pengembalian properti investasi. Item 8 sangat sedikit diungkapkan perusahaan properti karena biaya langsung yang tidak berkaitan dengan penghasilan sewa dianggap tak terlalu material dan tak berhubungan dengan penghasilan sewa atas properti investasi sehingga perusahaan properti mengganggap item ini tak terlalu penting untuk diidentifikasi. Item 9 diungkapkan hampir sebagian perusahaan properti terdaftar di SGX. Item ini penting diungkapkan karena perusahaan properti terdaftar di SGX kebanyakan menggunakan fair value model sehingga wajib untuk mengungkapkan adanya perubahan nilai wajar. Item ini diungkapkan berbeda karena perubahan nilai wajar dapat juga diungkapkan sebagai kenaikan atau penurunan revaluasi serta kenaikan atau penurunan nilai wajar. Meskipun berbeda, namun pengungkapan diatas tetap menunjukkan maksud yang sama, yaitu tetap menunjukkan adanya selisih nilai wajar. Item 10 cukup banyak diungkapkan perusahaan properti terdaftar karena hampir sebagian besar properti investasi dijadikan jaminan bank. Jika properti investasi dijaminkan ke bank maka perusahaan properti tentunya akan mendapatkan pinjaman dari bank namun kepemilikan properti investasinya akan dialihkan ke bank sehingga properti investasi tidak dapat dijual. Item 11 sangat sedikit diungkapkan perusahaan properti karena tak banyak perusahaan properti di SGX yang mau mengembangkan properti investasinya. Kemungkinan besar hal ini dikarenakan lahan di Singapura yang semakin sempit dan masyarakat Singapura cenderung tinggal di hunian yang bertingkat. Item 12 diungkapkan hampir setengah perusahaan properti karena penambahan properti investasi biasanya dihasilkan dari akuisisi dan pengeluaran modal. Penambahan
123
properti berasal dari akuisisi penting untuk diungkapkan agar pihak investor mengetahui mana saja properti investasi yang diperoleh dengan mengakusisi properti perusahaan lain. Item 13 diungkapkan lebih sedikit dibanding item sebelumnya karena penambahan melalui penggabungan usaha tidak terlalu signifikan dibanding penambahan melalui akusisi atau pengeluaran modal karena penggabungan usaha lebih memerlukan persyaratan dan ketentuan yang lebih banyak. Item 14 mengenai adanya pelepasan properti investasi lebih banyak diungkapkan karena properti investasi cenderung untuk dilepaskan dibandingkan properti investasi yang akan dijual. Kencederungan properti investasi dilepaskan dimungkinkan karena properti investasi dianggap tidak memberikan arus kas sewa masuk yang signfikan terhadap perusahaan atau karena properti investasi dianggap tidak memiliki kontribusi terhadap peningkatan laba perusahaan. Properti investasi cenderung dimasukkan ke aset yang akan dijual dimungkinkan karena atas penjualan properti investasi akan memberikan
keuntungan
yang
lebih
daripada
perusahaan
harus
terus
mempertahankannya. Item 15 mengenai keuntungan atau kerugian karena penyesuaian nilai wajar harus diungkapkan karena investor ingin mengetahui apa dampak dari penyesuaian nilai wajar yang dilakukan. Item 15 memang diungkapkan secara bervariasi, namun tetap menunjukkan hal yang sama yaitu apakah terdapat keuntungan atau kerugian karena selisih nilai wajar. Keuntungan nilai wajar diungkapkan perusahaan properti karena nilai wajar yang diperhitungkan atas properti investasi lebih tinggi dibandingkan nilai properti investasi pada saat perolehan. Begitupun dengan kerugian nilai wajar yang
124
diungkapkan karena nilai wajar yang diperhitungkan atas properti investasi lebih rendah dibandingkan nilai properti investasi pada saat perolehan. Item 16 mengenai translasi mata uang cukup banyak diungkapkan perusahaan properti di SGX, hal ini dikarenakan perusahaan properti di SGX kebanyakan merupakan perusahaan yang multinasional dan tidak hanya bergerak dalam bidang properti di satu negara saja. Perbedaan akibat translasi mata uang penting diungkapkan karena pencatatan dengan mata uang yang berbeda akan menghasilkan yang cukup material yang akan mempengaruhi nilai rekonsiliasi properti investasi. Item 17 mengenai transfer antar golongan cukup banyak diungkapkan oleh perusahaan properti terdaftar di SGX karena properti investasi di Singapura cukup dinamis dimana banyak perusahaan properti yang mengungkapkan transfer golongan properti yang berbeda-beda. Properti pengembangan termasuk dalam pengungkapan item ini dikarenakan properti pengembangan yang dimaksud diatas didefinisikan sebagai properti yang ditujukan untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa development properties merupakan bagian dari persediaan karena persediaan meliputi aset yang ditujukan untuk dijual dalam kegiatan usaha bisnis. Item 21 diungkapkan seluruhnya oleh perusahaan properti yang menggunakan cost model karena perusahaan dengan metode biaya perolehan mengharuskan adanya pengungkapan metode penyusutan. Semua perusahaan properti terdaftar di SGX yang menggunakan cost model mengungkapkan metode penyusutan garis lurus. Metode penyusutan garis lurus banyak dipakai perusahaan karena lebih mudah dalam perhitungannya dan cenderung membuat laba perusahaan tidak naik turun.
125
Item 22 tentunya juga harus diungkapkan oleh perusahaan properti dengan cost model karena estimasi umur manfaat penting untuk dijelaskan di bagian kebijakan perusahaan. Dengan adanya umur manfaat yang jelas akan memudahkan perusahaan properti dalam menghitung besarnya penyusutan setiap tahunnya dan perusahaan juga dapat mengetahui saat kapan properti investasi tidak dapat digunakan lagi akibat umur manfaat yang habis. Sehingga perusahaan dapat mencadangkan penambahan properti investasi yang akan menggantikan properti investasi yang sudah habis umur manfaatnya. Item 23 diungkapkan seluruh perusahaan properti terdaftar di SGX karena item ini merupakan komponen penting dalam penggunaan model biaya perolehan. Rumus dari cost model adalah biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan. Tentunya hal yang sama harus diungkapkan perusahaan properti sebagai konsekuensi karena memilih menggunakan cost model. Item ini disusun dalam perhitungan rekonsiliasi nilai properti investasi sehingga dapat dihasilkan nilai properti investasi berdasarkan cost model. Item 24 dan 25 diungkapkan dalam jumlah perusahaan properti yang sama karena item ini cenderung tidak memiliki variasi dan hanya mengungkapkan adanya penambahan dalam rekonsiliasi properti investasi tanpa menjelaskan penambahan bersumber darimana. Hal ini karena perusahaan properti cenderung menyamakan setiap penambahan yang ada sehingga tak mengklasifikasikan lebih lanjut penambahan bersumber darimana. Item 26 sedikit diungkapkan perusahaan karena perusahaan properti dengan cost model tak banyak yang melakukan pelepasan properti investasi. Tak banyaknya item ini diungkapkan dimungkinkan karena perusahaan tetap menganggap properti investasi sebagai aset yang memberi arus kas signifikan terhadap perusahaan. Item ini sama sekali tidak mengungkapkan adanya properti investasi yang akan dijual karena
126
perusahaan properti menganggap nilai penjualan tidak lebih baik daripada nilai yang diterima ketika perusahaan menggunakannya untuk mendapatkan penghasilan sewa atau kenaikan modal. Item 27 harus diungkapkan oleh seluruh perusahaan properti karena penyusutan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam cost model. Tentunya penyusutan merupakan bagian yang harus diperhitungkan dalam setiap rekonsiliasi properti investasi. Item 29 diungkapkan sedikit oleh perusahaan properti dengan cost model. Hal ini karena perusahaan dengan cost model kemungkinan jarang bertransaksi secara global yang cenderung membutuhkan translasi mata uang asing. Item ini diungkapkan berbedabeda karena tergantung dari kebijakan perusahaan dalam mengakui perbedaan translasi mata uang, apakah dinamakan currency realignment, currency translation differences, dan currency translation. Namun perbedaan itu tidaklah material karena tetap mengindikasikan hal yang sama yaitu adanya perbedaan karena adanya penyesuaian nilai mata uang. Item 30 mengenai transfer golongan diungkapkan hanya satu perusahaan properti, kemungkinan besar karena perusahaan dengan cost model cenderung tidak memiliki kedinamisan dalam perlakuan properti investasi yang dimilikinya. Transfer golongan sangat jarang terjadi dalam perusahaan dengan cost model karena perusahaan dengan cost model jarang memindahkan bagian aset-aset yang dimilikinya. Item 31 cukup banyak diungkapkan perusahaan properti. Item ini harus diungkapkan karena standar IAS 40: Investment Property mengharuskan nilai wajar harus diungkapkan meskipun perusahaan menggunakan cost model. Nilai wajar harus diungkapkan karena investor mempunyai hak untuk mengetahui berapa besar nilai wajar
127
properti investasi yang dimiliki sehingga menjadi feedback bagi perusahaan dan investor itu sendiri. Item 33 hanya diungkapkan satu perusahaan properti karena tak banyak perusahaan properti yang mengungkapkan alasan nilai wajar tak dapat ditentukan. Item ini penting diungkapkan karena nilai wajar yang tak bisa ditentukan bersumber dari banyak hal yang bervariasi sehingga harus diungkapkan alasan yang jelas agar pihak berkepentingan terutama investor dapat memahami keadaan tersebut.
IV.5
Diskusi mengenai pengukuran dan pengungkapan properti investasi dari perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Australia dan Singapura
IV.5.1 Perbandingan pengukuran properti investasi ketiga negara Perbandingan ketiga negara menunjukkan bahwa Australia dan Singapura paling banyak mengungkapkan fair value model sebagai pengukurannya. Sedangkan Indonesia tidak satupun mengungkapkan adanya fair value model, melainkan semua perusahaan properti di Indonesia memilih menggunakan cost model. Dapat dilihat di chart bahwa pengukuran dengan fair value model di Australia mendominasi sebesar 94,37% dan di Singapura mendominasi sebesar 86,25%. Berdasarkan perbandingan masing-masing negara maka penggunaan fair value model paling banyak diungkapkan oleh perusahaan properti di Australia dibandingkan di Singapura. Namun jika dilihat berdasarkan jumlah perusahaan yang mengungkapkan fair value model, lebih didominasi oleh perusahaan properti di Singapura sekitar 50,74%.
128
Gambar IV.3 Perbandingan Metode Pengukuran Fair Value Australia dan Singapura
IV.5.2 Perbandingan pengungkapan properti investasi ketiga negara
Gambar IV.4 Grafik Perbandingan Item Fair Value dan Cost Model Item 1 selalu diungkapkan oleh perusahaan properti investasi yang berada di ketiga negara. Item 2 diungkapkan lebih banyak oleh perusahaan properti di Australia dibandingkan di Singapura, dimana perbandingannya 1,81 : 1. Tidak ada satupun
129
perusahaan properti di Indonesia yang mengungkapkan item kedua karena item kedua lebih mengarah spesifik kepada metode nilai wajar sedangkan perusahaan properti di Indonesia menggunakan metode biaya perolehan. Perbandingan yang cukup signifikan ini menunjukkan tak banyak perusahaan properti di Singapura yang mengungkapkan tentang keberadaan dan keadaan properti dikuasai melalui sewa operasi yang diklasifikasi sebagai properti investasi. Perbandingan item 3 oleh oleh perusahaan perusahaan properti Indonesia, Singapura dan Australia adalah 1,00 : 3,94 : 3,81. Perbandingan ini menunjukkan bahwa Indonesia memang sangat sedikit mengungkapkan item ini dibandingkan kedua negara lainnya yang tak jauh berbeda. Kecenderungan ini dapat dikarenakan perusahaan properti tak biasa mengungkapkan secara rinci apa saja properti investasinya, tentunya hanya memberikan secara luas bahwa properti investasi berbentuk bangunan dan tanah tanpa menyebutkan kriteria bangunan dan tanah yang dimaksud. Item 4 diungkapkan sedikit perusahaan properti di Indonesia hanya 6 perusahaan dan sangat berbeda jauh dengan perusahaan properti Australia dan Singapura. Item ini diungkapkan oleh hampir semua perusahaan properti di Australia dan Singapura dikarenakan mereka selalu mengungkapkan apa yang mendasari penilaian nilai wajar yang tercatat dalam laporan keuangan. Metode dan asumsi signifikan yang paling banyak dipakai adalah discounted cash flow, capitalization net income, dan direct comparison. Metode ini paling banyak digunakan karena merupakan metode yang biasa digunakan dalam menilai properti investasi dan diakui dapat mencerminkan nilai wajar yang lebih akurat. Dan metode yang digunakan setiap perusahaan properti relatif bervariasi antar negara karena setiap negara memiliki perbedaan budaya dan pengalaman yang akan menentukan metode mana yang akan diadopsi.
130
Item 5 diungkapkan paling tinggi oleh perusahaan properti di Singapura, hanya berbeda sedikit dengan Australia dan berbeda signifikan dengan perusahaan properti di Indonesia hanya sebanyak 15 perusahaan. Lebih lanjut, keseluruhan perusahaan properti di Singapura dan Australia mengungkapkan item ini tanpa terkecuali satupun. Perbandingan ketiga negara ini menunjukkan bahwa ada beberapa penilai independen yang sering diminta untuk menilai properti investasi perusahaan tersebut, yaitu CB Richard Ellis dan Jones Lang LaSalle. CB Richard Ellis merupakan perusahaan properti multinasional berbasiskan di Los Angeles yang memberikan jasa manajemen untuk properti retail, commercial dan industrial, serta memberikan jasa penilaian atau akusisi aset properti dan jasa yang lebih spesifik seperti konsultasi investasi, proyek manajemen. Jones Lang LaSalle merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa profesional dalam industri properti. Perusahaan ini menawarkan jasa terintegrasi yang dilakukan oleh tim ahli di dunia dalam mencari peningkatan nilai dengan memiliki, menempati dan berinvestasi dalam industri properti. Terbukti perusahaan ini sudah melayani klien dari 60 negara dari 750 lokasi di dunia yang berbeda. Dan tak sedikit perusahaan properti yang memiliki kecenderungan menyatakan penilaian nilai wajar dilakukan oleh penilai independen tanpa menyatakan secara spesifik siapa pihak independen tersebut, sehingga menimbulkan pertanyaan bagi banyak pihak apakah nilai wajar memang mencerminkan nilai yang akurat dan sebenarnya. Disamping itu, ditemukan penilaian nilai wajar yang berasal dari kombinasi penilaian eksternal dan internal. Sebenarnya properti investasi dinilai setiap tanggal pelaporan secara internal. Perusahaan memiliki kebijakan dimana penilaian independen atau eksternal dilakukan ketika penilaian internal yang telah dilakukan menunjukkan nilai properti tersebut berubah lebih dari 5% atau ketika dipercaya nilai wajar properti
131
berbeda signifikan dengan nilai bukunya, berdasarkan perubahan material dari asumsi dan kondisi pasar atas penilaian tersebut. Namun perusahaan properti akan tetap menggunakan penilaian internal jika penilaian internal menunjukkan perubahan nilai buku sekitar 2-5%. Item 6 paling banyak diungkapkan di Singapura, namun item ini memang tak terlalu banyak diungkapkan di ketiga negara tersebut. Perbandingan item ini di Indonesia, Australia dan Singapura yaitu 1,00 :1,81: 3,06. Angka ini menunjukkan selisih yang sama antara ketiganya dan tak banyaknya pengungkapan item ini dikarenakan tak semua perusahaan properti menyatakan adanya penghasilan sewa dari properti investasinya. Item 7 yang diperbandingkan adalah 1,00 : 1,31: 2,75 antara perusahaan properti di Indonesia, Australia dan Singapura. Angka ini mengindikasikan sedikitnya perusahaan properti yang mengungkapkan beban langsung berkaitan dengan penghasilan sewa jika dibandingkan dengan angka perbandingan pada item sebelumnya. Disamping itu, perusahaan properti di Australia dan Singapura cenderung mengungkapkan kedua item diatas bukan hanya di dalam catatan atas laporan keuangan tetapi juga di dalam laporan laba rugi. Item 8 sangat jarang diungkapkan, dimana Singapura merupakan perusahaan yang paling banyak mengungkapkan item ini, yaitu sebanyak 10 perusahaan dan yang paling sedikit mengungkapkannya adalah perusahaan properti di Indonesia, yaitu 1 perusahaan saja. Item 9 lebih banyak diungkapkan perusahaan properti Singapura dibandingkan Australia dan sedikit yang diungkapkan oleh perusahaan properti di Indonesia. Perusahaan properti di Indonesia memang mengungkapkan tidak ada perubahan nilai
132
wajar yang diakui karena menggunakan cost model, walaupun sebenarnya terdapat penilaian nilai wajar yang tentunya berbeda dengan nilai buku properti tersebut. Kebanyakan perusahaan properti di Australia dan Singapura mengungkapkan item ini sebagai perubahan nilai wajar ataupun kenaikan / penurunan revaluasi. Kenaikan atau penurunan revaluasi ini dimasukkan dalam item perubahan nilai wajar karena menunjukkan adanya perubahan nilai wajar dari awal hingga akhir periode. Item 10 mengenai keberadaan dan jumlah pembatasan realisasi properti investasi diungkapkan paling banyak di Singapura dan tak jauh berbeda dengan jumlah yang diungkapkan di Australia dan tentunya sedikit diungkapkan oleh perusahaan properti di Indonesia. Hampir semua perusahaan properti di Singapura mengungkapkan adanya properti investasi yang dijaminkan ke bank, begitupun juga dengan sebagian perusahaan properti di Australia. Item ini memang diungkapkan secara rinci mengenai apa saja jenis properti investasi yang dijaminkan untuk pinjaman bank. Item 11 mengenai kewajiban kontraktual dalam mengembangkan properti investasi paling tidak banyak diungkapkan oleh perusahaan properti di ketiga negara ini. Item ini paling banyak diungkapkan oleh perusahaan properti Australia dibandingkan kedua negara lainnya, dimana Singapura sangat rendah mengungkapkan item ini. Ketiga negara ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam mengungkapkan item ini, keseluruhan perusahaan properti di Australia mengungkapkan adanya capital commitment dan perusahaan properti di Indonesia serta Singapura mengungkapkan adanya pengembangan tanah ataupun bangunan properti investasi atau adanya kerjasama dengan pihak lain dalam pengembangan properti investasi.
133
Gambar IV.5 Grafik Perbandingan Item Fair Value Item 12 mengenai penambahan berasal dari akuisisi dan penambahan pengeluaran lebih banyak diungkapkan oleh perusahaan properti di Australia. Kondisi ini juga sama dengan item 13 mengenai penambahan akuisisi berasal dari kombinasi usaha. Dapat disimpulkan bahwa penambahan berasal dari pengeluaran modal lebih banyak dibandingkan dengan penambahan dari penggabungan usaha tercermin dari jumlah perusahaan yang mengungkapkan kedua item tersebut. Item 14 diungkapkan lebih banyak oleh perusahaan properti di Australia, perbandingan yang dihitung sekitar 1,5 : 1. Selanjutnya, dapat disimpulkan bahwa perusahaan properti cenderung mengungkapkan item ini sebagai pelepasan properti investasi terbukti 50 perusahaan mengungkapkannya. Selain itu perusahaan lainnya sebanyak 21 perusahaan mengungkapkan adanya transfer ke aset yang akan dijual dan 10 perusahaan mengungkapkan kedua-duanya. Item 15 mengenai laba atau rugi karena penyesuaian nilai wajar diungkapkan cukup banyak di Australia dibandingkan Singapura. Perbandingan keduanya tak terlalu berbeda jauh karena kedua negara ini memang selalu melakukan penilaian independen
134
terhadap nilai wajarnya, hanya saja ada beberapa perusahaan di Singapura yang lebih cenderung mengungkapkan perubahan nilai wajarnya dibanding mengungkapkan keuntungan dan kerugiannya. Item 16 diungkapkan cukup banyak oleh perusahaan properti di Singapura dibanding di Australia yang memiliki selisih sekitar 13%. Berdasarkan tabel diatas, terdapat sebagian perusahaan yang mengungkapkan adanya perbedaan nilai tukar karena penjabaran mata uang dan tak semua perusahaan mengungkapkan item ini karena tak semua perusahaan melakukan penjabaran mata uang ke mata uang asing atau fungsional serta tak semua perusahaan mau mengakui adanya selisih akibat nilai tukar. Item 17 diungkapkan oleh jumlah perusahaan properti yang sama, yaitu sebanyak 30 perusahaan properti dan kedua negara memiliki ciri khas masing-masing dalam mengungkapkan item ini. Item ini dapat diungkapkan sebagai transfer ke/ dari properti pengembangan atau persediaan atau aset tetap.
Gambar IV.6 Grafik Perbandingan Item Cost Model
135
Pembahasan
selanjutnya
adalah
mengenai
perusahaan
properti
yang
menggunakan cost model, dimana perbandingan ketiga negara meperlihatkan hanya Australia yang memiliki perusahaan properti dengan cost model yang paling sedikit yaitu sekitar 4 perusahaan. Perusahaan properti di Australia mengungkapkan item 21 dan 22 lebih rendah yaitu hanya sekitar 50% dibanding perusahaan properti di Indonesia dan Singapura diatas sekitar 80%. Analisa lebih lanjut memperlihatkan perusahaan properti di Indonesia dan Singapura mengungkapkan kedua item dalam jumlah yang sama. Item 23 diungkapkan oleh keseluruhan perusahaan properti di ketiga negara. Item 24 dan 25 diungkapkan hanya sekitar 50% oleh perusahaan properti di Australia dan Singapura, dimana perusahaan properti di Australia cukup rendah mengungkapkan item 25 hanya sekitar 25%, namun perusahaan properti di Indonesia cukup banyak yang mengungkapkannya sekitar 94%. Item 28 dan 29 sangat jarang diungkapkan oleh perusahaan properti di kedua negara ini, dimana item 28 diungkapkan sekitar 57% di Indonesia dan item 29 hanya diungkapkan sekitar 27% oleh perusahaan properti di Singapura. Item 30 banyak diungkapkan oleh perusahaan properti di Australia sekitar 75%, sebaliknya item 31 mengenai nilai wajar banyak diungkapkan di Singapura sekitar 82%. Dan item 33 hanya diungkapkan oleh perusahaan properti di Singapura dan tidak ada negara lain yang mengungkapkan item ini. Selain pengungkapan diatas yang merupakan pengungkapan wajib menurut IAS 40, pengungkapan sukarela juga diungkapkan oleh kebanyakan perusahaan properti di Indonesia. Hampir seluruh perusahaan properti di Indonesia mengungkapkan secara rinci adanya asuransi secara spesifik yang menjamin properti investasi dari risiko
136
kebakaran, kerusakan dan risiko lainnya berserta nilai pertanggungannya. Dan terdapat 4 perusahaan properti di Indonesia yang mengungkapkan secara rinci bukti kepemilikan properti investasi oleh perusahaan tersebut sehingga manajemen mengungkapkan tidak ada masalah berkaitan dengan hak milik karena properti investasi diperoleh dengan cara yang sah dan bukti yang memadai. Jika pengungkapan sukarela diatas dibandingkan dengan perusahaan properti di Australia dan Singapura, maka disimpulkan tidak ada satupun perusahaan di kedua negara tersebut yang mengungkapkan mengenai asuransi dan bukti kepemilikan.
IV.5.3 Diskusi hasil perbandingan pengukuran dan pengungkapan properti investasi Kecenderungan perusahaan properti di Indonesia menggunakan cost model memang patut dipertanyakan karena perusahaan sebenarnya dapat memilih metode pengukuran lanjutan sesuai dengan kebijakan perusahaan. Hal ini dipertanyakan banyak pihak, apakah cost model memang memberikan insentif lebih kepada perusahaan tersebut atau karena kemudahan metode ini. Alasan pertama dikarenakan perusahaan properti cenderung ingin memudahkan pengungkapan properti investasinya karena sebelum adanya revisi ini, perusahaan properti menggunakan cost model dan perhitungan metode ini dianggap lebih gampang daripada fair value model yang membutuhkan appraisal. Di dalam catatan atas laporan keuangan pun, kebanyakan perusahaan mengungkapkan bahwa mereka tetap menerapkan cost model seperti tahun sebelumnya dimana metode ini tak terpengaruh oleh adanya revisi pada PSAK 13. Alasan kedua adalah mengenai ketiadaan informasi nilai wajar yang bisa dijadikan sebagai acuan standar oleh perusahaan properti di Indonesia. Hal ini
137
dikarenakan tidak adanya lembaga resmi dan kompeten yang mencatat semua transaksi atas aset dan properti seperti yang terjadi di negara Malaysia. Di Malaysia, setiap orang yang melakukan transaksi terkait properti harus melaporkan dan mencatat transaksi mereka di lembaga tersebut lengkap dengan nilai transaksinya dan sanksi berupa hukuman pidana. Hal ini berbanding terbalik dengan Indonesia, dimana tidak terdapat lembaga demikian dan kewajiban bagi setiap orang untuk melaporkan transaksi terkait propertinya. Sehingga kebanyakan transaksi dilakukan secara diam-diam untuk menghindari pajak dan jika dilaporkan pun biasanya jauh dibawah harga sesungguhnya untuk menghindari beban pajak tinggi. Hal ini berbeda dengan Malaysia dimana transaksi terkait properti memang wajib dilaporkan tetapi tarif pajaknya ringan. Akibat tak adanya pencatatan resmi, pergerakan harga pasar properti di Indonesia sering tak terkendali dan memicu harga properti dijual lebih rendah dari nilai sesungguhnya atau sebaliknya. Kesulitan ini dapat diatasi dengan belajar dari negara lain untuk mendirikan lembaga tersebut dan tentunya ini harus dibicarakan lebih lanjut oleh pemerintah. Alasan ketiga adalah ketidakjelasan tata ruang. Tata ruang yang tidak jelas dikarenakan tidak ada sertifikat yang jelas dalam mencantumkan peruntukkan tanah atau properti
yang
dimaksud.
Misalnya,
dikembangkan,
kemudian
terjadi
ketika
perumahan
penggusuran
untuk
sudah
dibangun
membangun
jalan
dan tol.
Ketidakjelasan tata ruang dapat mengacaukan dasar penilaian terhadap nilai wajar properti. Tentunya penilai akan mengalami kesulitan dalam menilai nilai wajar properti investasi jika properti seperti bangunan hotel, rumah, bengkel, dan toko berdiri secara berhimpitan. Agar masalah ini dapat diatasi, perlu adanya pembenahan tata ruang dan law enforcement dari pihak-pihak yang memiliki wewenang atas transaksi properti. Dengan langkah pembenahan atas masalah diatas, diharapkan tersedia informasi pasar
138
sehingga nilai wajar memiliki acuan yang jelas dan pergerakan nilai wajar akan lebih terukur dan dapat diprediksi. Alasan terakhir bersumber dari aspek perpajakan. Aspek pajak ini berperan penting karena dengan menggunakan cost model, berarti perusahaan properti di Indonesia tak perlu mengakui adanya selisih nilai akibat nilai wajar yang dapat dikenai pajak. Hal ini dikarenakan peraturan perpajakan di Indonesia mengakui properti investasi sebagai aset tetap. Jika perusahaan properti di Indonesia tetap menggunakan model nilai wajar, maka implikasi perpajakannya mengacu pada pengenaan pajak final dengan tarif pajak sebesar 10% yang dikenakan terhadap selisih antara nilai pasar dengan nilai sisa buku fiskal aktiva tetap dikurangi dengan kompensasi kerugian yang masih diperkenankan. Tentunya ketentuan pajak ini memberatkan perusahaan properti di Indonesia karena akan menambah beban yang mengurangi laba berjalan perusahaan dan tentunya tak disetujui para investor. Memang dalam peraturan perpajakan, diatur satu kondisi yang dapat meringankan pembayaran pajak final yaitu dalam rekstrukturisasi usaha. Dijelaskan dalam peraturan perpajakan, bahwa dalam rangka restrukturisasi usaha, PPh Final tersebut dapat dibayar secara cicilan dalam jangka waktu 5 tahun (tiap tahun minimal 20% dari PPh yang terutang, kecuali pelunasan terakhir). Kondisi ini hanya berlaku untuk setiap perusahaan properti di Indonesia yang mengalami rekstrukturisasi dan tidak berlaku bagi perusahaan properti lainnya yang berada dalam kondisi normal. Selain itu, saat ini insentif yang masih diberikan DJP terkait pembayaran pajak final adalah pengangsuran pembayaran pajak final jika perusahaan berada dalam keadaan yang tak memungkinkan adanya pembayaran pajak final sekaligus. Ketentuan demikian belum dapat dianggap sebagai insentif sehingga tak ada satupun perusahaan properti di
139
Indonesia yang menggunakan model nilai wajar. Sebenarnya pemilihan model nilai wajar akan dilakukan setelah ada kebijakan yang baru mengenai tarif pajak final yang dapat memberikan keringanan tarif pajak dan insentif yang cukup menguntungkan perusahaan properti di Indonesia. Implikasi perpajakan atas revaluasi yang dilakukan adalah terdapat perbedaan antara jumlah tercatat aset terevaluasi dengan dasar pengenaan pajak yang merupakan perbedaan temporer dan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan. Dalam hal revaluasi atau penyajian kembali aset pada nilai wajarnya mempengaruhi laba kena pajak (rugi pajak) untuk periode kini, dasar pengenaan pajak aset disesuaikan sehingga tidak ada perbedaan temporer. Apabila revaluasi aset tidak mempengaruhi laba kena pajak pada periode revaluasi, dasar pengenaan pajak aset tidak disesuaikan sehingga terdapat perbedaan temporer. Pemulihan jumlah tercatat di masa depan akan menghasilkan aliran manfaat ekonomi kena pajak bagi entitas dan jumlah yang dapat dikurangkan untuk tujuan pajak akan berbeda dari jumlah manfaat ekonomi tersebut. Perbedaan antara jumlah tercatat aset yang telah dinilai kembali dan dasar pengenaan pajak merupakan perbedaan temporer sehingga menimbulkan liabilitas pajak tangguhan atau aset pajak tangguhan. Selain itu dalam peraturan perpajakan, beban penyusutan atas properti investasi juga diperkenankan untuk dikurangkan sebagai beban dengan dasar penyusutan adalah nilai setelah dilakukan revaluasi aset tersebut. Dan untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud harus disesuaikan dengan ketentuan perpajakan. Persentase yang diungkapkan diatas menunjukkan bahwa Australia merupakan negara yang cukup banyak menggunakan metode nilai wajar dalam properti investasinya
140
dibandingkan dengan Singapura. Tentu saja hal ini juga berbanding terbalik dengan kencederungan perusahaan properti di Indonesia yang mengungkapkan penggunaan cost model. Penelitian akan pemilihan metode fair value oleh perusahaan properti di Australia terus dikembangkan dan disimpulkan alasan yang mendasari adalah sebagai berikut: •
Fair value membuat laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar pengambilan keputusan
•
Pemilihan model fair value meningkatkan keterbandingan laporan keuangan
•
Dengan menggunakan model nilai wajar, informasi lebih dekat dengan apa yang diinginkan oleh pemakai laporan keuangan. Dengan demikian, potensi laba/rugi sebuah perusahaan jauh jauh hari sudah bisa diprediksikan. Pembahasan terus dikembangkan mengingat adanya faktor lain yang
mempengaruhi perusahaan properti di Australia dan Singapura dalam pemilihan metode nilai wajar, dalam hal ini dapat dikaitkan dengan peraturan perpajakan yang berlaku di negara masing-masing. Australia sangat mendukung adanya penerapan metode nilai wajar terutama dalam hal perpajakan. Penilaian suatu properti investasi yang menggunakan nilai wajar akan menghasilkan kenaikan atau penurunan nilai wajar yang diakui dalam profit or loss. Di Australia, kenaikan yang mengindikasikan adanya keuntungan nilai wajar tidak dikenakan pajak karena perubahan nilai wajar ditentukan sebagai keuntungan yang belum direalisasikan sehingga tidak ada aspek pajak yang dikenakan. Pemberlakuan pajak hanya akan dikenakan terhadap properti investasi tersebut, jika suatu saat properti investasi tersebut dijual karena harga jual mencerminkan nilai wajar dan sudah terdapat
141
keuntungan yang dapat direalisasi. Pajak yang dikenakan akan dihitung berdasarkan selisih dari nilai buku properti investasi dengan nilai saat penjualan properti investasi yang mencerminkan nilai wajar dikalikan tarif pajaknya. Pengenaan pajak karena penjualan properti investasi yang dilakukan perusahaan properti yang menggunakan metode nilai wajar berdampak signifikan bagi perubahan perhitungan deferred tax asset / liability
di Australia. Pengukuran deferred tax asset / liability
akan tergantung
kebijakan perusahaan apakah akan menggunakan atau menjual properti investasi. Jika perusahaan properti memilih untuk menjual properti investasinya, maka perhitungan pajak tertangguh harus memperhatikan apakah properti investasi dijual lebih dari harga perolehannya dan jika kondisi ini terpenuhi maka akumulasi depresiasi menurut pajak harus diperhitungkan kembali dalam perhitungan laba kena pajak. Dan jika perusahaan properti di Australia memilih terus menggunakan properti investasi, maka pajak tertangguh dapat diperoleh dari selisih nilai buku dan nilai menurut pajak dan dikalikan tarif pajak. Peraturan perpajakan yang berkaitan dengan properti investasi tentunya berbeda-beda setiap negara, namun beberapa negara memang sengaja tidak mengenakan pajak tertentu pada perubahan terkait dengan konvergensi IFRS agar memotivasi perusahaan di negaranya menggunakan metode nilai wajar. Singapura tak jauh berbeda dengan Australia dalam memperlakukan dampak pajak akibat selisih nilai wajar. Keuntungan dan kerugian karena nilai wajar akan diakui di laporan laba rugi dan akan dikenakan pajak jika keuntungan telah terjadi akibat penjualan properti investasi. Namun jika perusahaan properti masih menggunakan properti investasi tersebut maka selisih nilai hanya diakui saja dan tidak dikenakan pajak. Dan implementasi standar ini cukup berdampak besar bagi perubahan perhitungan pajak tangguhan di Singapura. Financial Reporting Standard (FRS) 12 mensyaratkan
142
kewajiban pajak tangguhan harus diakui akibat keuntungan nilai wajar pada properti investasi karena kenaikan nilai properti menunjukkan kenaikan yang diharapkan di arus sewa masa depan dan atau keuntungan dari pelepasan properti yang dapat dikenakan pajak. Di singapura dimana keuntungan karena penjualan properti investasi tidak dikenakan pajak, maka kewajiban pajak tangguhan tidak akan muncul jika properti yang direvaluasi akan dijual dimana terdapat pertimbangan mengenai waktu penjualannya. Jika manajemen memilih untuk menyewakan properti maka kewajiban pajak tangguhan akan dihitung berdasarkan keuntungan nilai wajar dikali dengan tarif pajak. Kecenderungan
perusahaan properti di Indonesia mengungkapkan tentang
asuransi dan bukti kepemilikan dapat diasumsikan karena keseluruhan perusahaan properti terdaftar di BEI menggunakan metode biaya perolehan dimana tingkat pengungkapannya tidak bervariasi seperti metode nilai wajar, hal ini memicu adanya pengungkapan lain-lain yang tak disyaratkan agar perusahaan terkesan menjadi kredibel di mata investor. Adanya pengungkapan asuransi yang dilakukan kebanyakan perusahaan properti di Indonesia dikarenakan iklim Indonesia yang memungkinkan bencana alam sering terjadi dan akan menjadi penghalang investor untuk berinvestasi di Indonesia. Maka dari itu, asuransi yang menjamin properti investasi dapat memberikan kepercayaan pada investor bahwa semua aset yang dimiliki akan diproteksi dengan aman. Selain itu, bukti kepemilikan diungkapkan perusahaan properti yang terdaftar di BEI karena ingin memberikan kepercayaan kepada investor bahwa properti investasi pada perusahaan tersebut sangat aman karena mempunyai kepemilikan yang jelas. Salah satu alasan perusahaan properti di Indonesia tidak menggunakan fair value model dikarenakan masalah ketidakpastian hak atas tanah. Persoalan tanah masih menjadi
143
masalah terbesar bangsa Indonesia dikarenakan banyak tanah dan lahan yang tidak memiliki sertifikat sehingga hak dan kepemilikannya tidak jelas dan sangat banyak orang dapat memiliki tanah/lahan dengan sertifikat yang bukan haknya. Sehingga kasus sengketa kepemilikan tanah sering terjadi di Indonesia, ditambah lagi dengan sebagian besar properti atau tanah milik negara juga belum bersertifikat. Masalah atas ketidakjelasan kepemilikan tanah tentunya mengacaukan dasar penilaian aset. Maka, perusahaan properti di Indonesia banyak mengungkapkan bahwa kepemilikan atas tanah atau propertinya sudah jelas agar tidak terjadi masalah sengketa kepemilikan di masa yang akan datang. Sedangkan hal demikian tak diungkapkan di Australia dan Singapura karena masalah seperti ini sudah selesai di negara maju sehingga semua aset dan nilainya sudah tercatat dan diukur dengan baik.
144