BAB IV PEMBAHASAN
IV.I
Penerapan Insentif Pajak pasal 17 ayat 2b
IV.1.1 Peraturan dan Syarat yang Berlaku Pemberian insentif sebesar 5% kepada perusahaan go public diatur dalam PP No 81 Tahun 2007 dan diatur kembali di Peraturan Menteri Keuangan No.238/PMK.03/2008 yang mengatur tata cara pelaksanaan dan pengawasan pemberian insentif pajak tersebut. Peraturan ini mulai diimplementasikan pada tahun 2008. Sehingga WP Badan yang merupakan perusahan terbuka bisa mendapatkan kesempatan untuk menerima insentif pajak untuk tahun pajak 2008. Dalam PP No 81 Tahun 2007 ditetapkan syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan go public yang ingin mendapatkan insentif pajak tersebut, yaitu : 1. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka dapat memperoleh penurunan tarif Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari tarif tertinggi Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang. 2. Penurunan Tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka apabila jumlah kepemilikan saham publiknya 40% (empat puluh persen) atau lebih dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 (tiga ratus) Pihak
1
3. Masing-masing Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang disetor. 4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus dipenuhi oleh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka dalam waktu paling singkat 6 (enam) bulan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun pajak. Pada Peraturan Menteri Keuangan No.238/PMK.03/2008 di tambahkan 1 peraturan yang menjelaskan bahwa 6 bulan yang dimaksud pada syarat tersebut adalah seratus delapan puluh tiga (183) hari kalender.
IV.1.2 Tujuan di Berlakukannya Insentif Pajak pasal 17 ayat 2b Terdapat beberapa tujuan diterapkannya pemberian insentif pajak ini kepada perusahaan terbuka, yaitu : 1. meningkatkan peranan pasar modal sebagai sumber pembiayaan dunia usaha. Pasar modal saat ini menjadi salah satu langkah yang harus dijalani oleh perusahaan-perusahaan perusahaannya
untuk
tertutup
untuk
melebarkan
mendapatkan usahanya.
dana
Dengan
lebih
bagi
mendaftarkan
perusahaannya menjadi perusahaan terbuka dan melakukan penjualan saham di bursa saham maka perusahaan akan dengan mudah mendapatkan tambahan modal untuk membangun perusahaannnya.
Bagi perusahaan yang bisa
mendapatkan modal untuk melakukan ekspansi, maka perusahaan tersebut dapat diharapkan mendapatkan modal untuk membuat lapangan kera lebih besar bagi masyarakat di Indonesia.
2
2. untuk mendorong peningkatan jumlah perseroan terbuka. Semakin banyaknya perusahaan yang go public maka semakin banyak perusahaan yang membuka perusahaannya bagi masyrakat. Perusahaan terbuka akan mengmumkan laporan finansialnya kepada publik setiap 3 bulan sekali tanpa harus ada yang di tutuptutupi. Bagi Ditjen pajak, hal ini juga sangat membantu dalam pemeriksaan laporan keuangannya untuk menghitung pelaporan pajaknya. 3. mendorong kepemilikan publik pada perseroaan terbuka. Insentif pajak ini hanya diberikan kepada perusahaan terbuka yang melempar sahamnya ke publik minimal 40% dari total keseluruhan sahamnya. Dengan begitu semakin banyak saham yang beredar di bursa saham sehingga dapat meningkatkan kapitalisasi pasar saham di Indonesia. Serta menambah keterlibatan masyarakat untuk ikut menanamkan modalnya ke perusahaan-perusahaan terbuka yang ada di Indonesia dan sebagai timbal baliknya akan mendapatkan return dari hasil penanaman modal tersebut. Sehingga masyarakat dan perusahaan terbuka saling membantu dan berkesinambungan.
IV.1.3 Prosedur Pengusulan Perusahaan Pengguna Insentif Terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui oelh perusahaan go public untuk mendapatkan
izin
menggunakan
dan
melaporkan
SPT
Tahunannya
dengan
menggunakan tarif 17 ayat 2b (tarif menggunakan insentif pajak sebesar 5%). Tahapannya sebagai berikut : 1. Setiap 1 bulan Emiten yang bersangkutan akan membuat laporan kepemilikan saham dan rekapitulasi yang telah di laporkan kepada
3
Bapepam dan Lembaga Keuangan (LK). Rekapitulasi yang dimaksud adalah : •
Laporan Kegiatan Operasional bulanan
•
Laporan Kegiatan Operasional tahunan yang telah di periksa oleh Akuntan yang terdaftar di Bapepam dan LK
•
Laporan Keuangan tahunan Biro Administrasi Efek
•
Laporan peristiwa, seperti : Laporan perubahan kepemilikan saham dan Laporan penyelenggaran Rapat Umum Pemegang Saham
•
Laporan bulanan kepemilikan saham Emiten atau Perusahaan Publik
2. Pada saat melaporkan SPT Tahunan PPh, WP melampirkan formulir X.H.1-6 sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor X.H.1 untuk setiap tahun pajak terkait serta Surat Keterangan yang menyatakan bahwa dalam waktu paling singkat 6 bulan dalam jangka waktu 1 tahun pajak memenuhi syarat sebagai berikut : •
Saham Wajib Pajak dimiliki oleh publik paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan saham yang disetor.
•
Saham Wajib Pajak yang dimiliki oleh publik dimiliki paling sedikit oleh 300 (tiga ratus) pihak dan masing-masing pihak hanya memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang disetor.
4
3. Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan menyampaikan daftar Wajib Pajak yang memenuhi syarat-syarat yang berlaku kepada Direktur Jenderal Pajak. 4. Daftar Wajib Pajak disampaikan oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama setiap akhir bulan setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
IV.1.4 Penerapan Insentif Pajak Pada Tarif PPh Tahun 2008 – 2010 Insentif pajak penghasilan badan pada pasal 17 ayat 2b merupakan suatu kebijakan pemerintah Indonesia untuk memberikan keringanan pajak bagi perusahaan terbuka yang memenuhi syarat – syarat yang di ataur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.238/PMK.03/2008. Jika WP berhak mendapatkan insentif pajak tersebut maka tarif yang dipakai dalam menghitung PPh nya adalah sebagai berikut :
Tahun
Tarif pasal 17 ayat 2a
Tarif pasal 17 ayat 2b
2008
Maksimal 30%
Maksimal 25%
2009
28%
23%
2010
25%
20%
5
Untuk tahun pajak 2008, PPh masih menggunakan tarif progresif yaitu sebagai berikut : Penghasilan Kena Pajak
Tarif
S.d. Rp 50.000.000
10%
Di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp100.000.000
15%
Di atas Rp 100.000.000
30%
Dengan adanya insentif pajak sebesar 5% maka tarif yang di gunakan oleh pengguna insentif pajak adalah sebagai berikut :
Penghasilan Kena Pajak
Tarif
S.d. Rp 50.000.000
10%
Di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp100.000.000
15%
Di atas Rp 100.000.000
25%
IV.1.5 Analisa Kelebihan dan Kekurangan Fasilitas Pajak pasal 17 ayat 2b Fasilitas pajak 17 ayat 2b yang diterapkan bagi perusahaan terbuka yang ada di Indonesia membawa banyak manfaat dan kelebihan. Penulis dalam hal ini melihat beberapa kelebihan dan manfaat yang didapat dari adanya penerapan fasilitas pajak ini : 1. Menjadi stimulus perusahaan swasta untuk menjadi perusahaan terbuka. Perusahaan-perusahaan swasta yang saat ini berada di Indonesia bisa mengembangkan usahanya dengan mendapatkan modal lebih melalui pasar
6
modal. Pemberian insentif pajak sebesar 5% bagi perusahaan terbuka bisa menjadi pendorong persuahaan swasta tersebut untuk masuk ke pasar bursa. 2. Memberikan keringanan pajak bagi perusahaan terbuka. Insentif pajak yang didapat sebesar 5%. Perusahaan yang menerima insentif pajak tersebut akan lebih menghemat pengeluaran pajaknya. Dengan begitu perusahaan mendapatkan laba setelah pajak lebih besar dari pada sebelum menggunakan insentif pajak yang diterapkan fasilitas pasal 17 ayat 2b tersebut. 3. Menjadi salah satu bukti perhatian pemerintah Indonesia pada perusahaanperusahaan terbuka di Indonesia. Dikeluarkannya peraturan pemberian fasilitas pajak pasal 17 ayat 2b ini memberikan pandangan positif bagi perusahaan-perusahaan terbuka maupun perusahaan-perusahaan tertutup terhadap pemerintah Indonesia. Perhatian pemerintah dari segi perpajakan membuat perusahaan – perusahaan menjadi lebih percaya bahwa pemerintah Indonesia akan selalu mendukung kemajuan perusahaanperusahaan terbuka di Indonesia. 4. Fasilitas pajak ini dilaksanakan dengan cara self assesment. Dengan cara ini, pihak WP dapat dengan sendirinya menghitung terhutang pajaknya dengan tarif yang sudah dikurangi dengan insentif pajak yang diterima. Perhitungan dengan cara self assesment WP akan memperoleh waktu yang lebih efisien dalam memproses perhitungan pajaknya, tanpa harus menunggu pihak fiskus untuk menghitung kembali pajak terhutangnya.
7
Walaupun fasilitas pajak 17 ayat 2b ini memiliki kelebihan dan manfaat yang dapat di rasakan, namun fasilitas pajak ini masih memiliki beberapa kekurangan, yaitu : 1. Perusahaan yang baru menjadi perusahaan terbuka mendapatkan kendala dalam memenuhi syarat minimal 40% saham yang dimiliki oleh publik. Jika perusahaan tersebut mengeluarkan sahamnya ke publik sebanyak 40% namun tidak semuanya laku atau terdapat saham yang berada dalam posisi idle (tidak dimiliki oleh siapapun), maka perusahaan tersebut akan melakukan buyback saham yang ada dan akan mengurangi presentase saham publik yang ada di pasaran. Hal tersebut harus dilakukan karena apabila saham berada diposisi idle dalam beberapa waktu tertentu, maka jumlah modal yang disetor bisa terkoreksi dimana lembar saham yang menganggur tersebut akan dicoret oleh otoritas bursa dan dianggap tidak pernah diterbitkan. 2. Fasilitas pajak ini tidak mengena pada seluruh perusahaan terbuka di Indonesia. Penerima fasilitas pajak ini dbatasi pada perusahaan yang bisa memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pengguna fasilitas pajak ini tidak lebih dari setengah jumlah perusahaan terbuka yang seharusnya bisa menjadi pengguna fasilitas pajak ini.
IV.2
Analisa Penerimaan PPh Badan Pada KPP PMB Data yang digunakan adalah data penerimaan pajak selama 5 tahun yaitu
periode tahun 2007 sampai tahun 2011. Dari periode selama 5 tahun tersebut terdapat
8
perubahan penerimaan setiap tahunnya. Perubahan penerimaan tersebut menyebabkan penurunan dan kenaikan yang berbeda-beda setiap tahunnya.
Tabel IV.1 Analisa Jumlah Pemasukan Pajak Penghasilan Badan pada KPP PMB tahun 2007 sampai dengan 2010 Tahun Kalender 2007 2008 2009 2010
Jumlah Pemasukan Rp1.172.204.425.759 USD 22.560.379 Rp1.897.053.672.614 USD 6.158.098 2.246.686.772.885 USD 19.998.876 Rp1.297.519.556.871 USD 34.372.356
Dikarenakan data yang didapat untuk pemasukan pajak penhasilan badan pada KPP PMB terdiri dari 2 jenis mata uang yaitu Rupiah dan Dollar AS, maka penulis terlebih dahulu mengkonversi pendapatan dalam bentuk mata uang Dollar AS ke Rupiah dengan menggunakan asumsi rate mata uang rupiah pada alhir bulan april masingmasing periode tahun pajak. Berikut adalah Pemasukan pajak penghasilan badan yang di konversi
ke
dalam bentuk Rupiah :
9
Tabel IV.2 Analisa Konversi Penerimaan PPh Badan Dalam Dollar ke Rupiah Tahun Kelander 2007 2008 2009 2010
USD USD 22.560.379 USD 6.158.098 USD 19.998.876 USD 34.372.356
Kurs Mata Uang Rp 9086,5 Rp 9.201 Rp 10.836 Rp 9.021
Rupiah Rp204.994.883.784 Rp56.660.659.698 Rp216.707.820.336 Rp310.073.023.476
Berikut adalah tabel yang menggambarkan perubahan penerimaan pajak penghasilan badan pada tahun 2007 sampai 2010 : Tabel 4.3 Analisa Pertumbuhan Penerimaan Pajak Penghasilan Badan di KPP PMB Tahun 2008 sampai dengan 2010 Tahun Kelander 2007
Pemasukan pajak dalam Rupiah Rp1.377.199.309.543
2008
Rp1.953.714.332.312
Rp576.515.022.770
41,86%
2009
Rp2.463.394.593.221
Rp509.680.260.909
26,09%
2010
Rp1.607.592.580.347
Rp855.802.012.874
-34,74%
Perbedaan
%
-
Dengan dikonverisnya penerimaan pajak dalam USD ke Rupiah, maka didapatkan hasil total penerimaan pajak dalam Rupiah. Dapat dilihat pada tabel 4.3, penerimaaan pajak pada tahun 2008 dapat naik sebesar 41,86% dari tahun 2007, pada tahun 2009 penerimaan pajak yang diterima sebesar 26,09%, dan pada tahun 2010 turun sebsar 34,74%. Pada tahun 2010 penerimaan pajak dalam Rupiah lebih sedikit dari tahun 2009, namun penerimaan dalam bentuk USD lebih besar dari tahun 2009. Terjadinya penurunan disebabkan karena kurs Rupiah pada tahun 2010 sudah menguat
10
terhadap USD sehingga ketika penerimaan pajak dalam USD dikonversikan ke Rupiah hasil yang didapat menjadi lebih sedikit. Gambar IV.1 Grafik Pertumbuhan Pemasukan Pajak Penghasilan Badan tahun 2007-2010 Pemasukan PPh Badan dalam Rupiah Rp3.000.000.000.000 Rp2.500.000.000.000 Rp2.000.000.000.000 Pemasukan pajak dalam Rupiah
Rp1.500.000.000.000 Rp1.000.000.000.000 Rp500.000.000.000 Rp0 2007
2008
2009
2010
Naik turunnya pemasukan pajak penghasilan badan pada KPP Perusahaan Masuk Bursa setiap tahunnya di pengaruhi oleh beberapa faktor. Terdapat faktor internal (dari peraturan pajak yang ada) ataupun faktor di luar pajak ( perubahan dan perkembangan ekonomi di Indonesia). Faktor-faktor tersebut mempunyai dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP Perusahaan Masuk Bursa. Faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak KPP PMB yang berasal dari internal adalah penambahan atau perubahan peraturan pajak. Peraturan pajak tersebut umumnya adalah peraturan pajak yang mengatur badan dan perusahaan – perusahaan masuk yang sudah go public. Contohnya adalah penambahan peraturan pajak yang mengenakan pajak PPh Final pada setiap transaksi penjualan saham yang terjadi di pasar bursa dan pemberian fasilitas pajak berupa insentif pajak sebesar 5% bagi 11
perusahaan go public yang menjual sahamnya ke publik minimal sebesar 40%. Serta ada juga perubahan peraturan tarif pajak PPh badan yang semula pada tahun 2007 mengenakan tarif progresif berubah menjadi tarif non progresif sebesar 28% pada tahun 2008 dan berubah lagi menjadi 25% pada tahun 2009. Pada tahun 2009 di terapkan tarif pajak penghasilan untuk badan yang baru, yang sebelumnya merupakan tarif progresif dengan tarif maksimal sebesar 30% (untuk penghasilan di atas Rp 100.000.000) di ubah menjadi tarif tunggal sebesar 28%. Dengan adanya perubahan tarif tersebut tentu berdampak pada penerimaan PPh pada KPP PMB yang WP nya merupakan perusahaan-perusahaaan badan yang sudah masuk bursa. Pada tahun pajak 2008 diterapkan peraturan yang mengatur pemberian insentif pajak sebesar 5% bagi perusahaan go public yang menjual sahamnya ke public sebanyak 40% dan di miliki oleh minimal 300 pihak. Peraturan tersebut diatur sebelumnya pada PP No 81 Tahun 2007 dan diatur kembali di Peraturan Menteri Keuangan No.238/PMK.03/2008 yang mengatur tata cara pelaksanaan dan pengawasan pemberian insentif pajak tersebut. Peraturan ini diterapkan mulai pada tahun pajak 2008 dan diimplikasikan pada tahun 2009. Sehingga peraturan ini dapat dimanfaatkan oleh WP KPP PMB yang merupakan perusahaan yang sudah masuk ke bursa dan memenuhi syarat yang seperti diatur dalam PP No 81 Tahun 2007 tersebut untuk pelaporan SPT Tahunan pajak 2008. Pihak perusahaan dapat mengusulkan perusahannya agar mendapatkan insentif pajak tersebut dengan cara mengajukan nama perusahaannya ke Bapepam untuk diperiksa kepenuhan syaratnya. Setelah diverifikasi oleh Bapepam maka nama perusahaan
12
tersebut akan diteruskan ke Direktorat Jenderal Pajak untuk pemberian ijin menggunakan laporan SPT Tahunan dengan insentif pajak tersebut. Faktor di luar pajak yang mempengaruhi penerimaan pajak pada KPP PMB bisa berasal dari faktor keadaan ekonomi di Indonesia khususnya perkembangan ekonomi pada pasar bursa pada periode pajak bersangkutan. Naik dan turunnya minat pasar dalam transaksi pada bursa saham sangat mempengaruhi pemasukan pajak penghasilan pada KPP PMB. Untuk itu penulis akan membuat analisis dari segi naik turunnya perkembangan pasar di bursa efek Indonesia melalui analisis kapitalisasi pasar di bursa efek Indonesia Penerimaan pajak PPh KPP PMB tentu juga di pengaruhi oleh naik turunnya perkembangan ekonomi di perusahaan-perusahaan terbuka yang ada. Apabila perusahaan terbuka yang ada mengalami kenaikan dalam penerimaan labanya, maka tentu saja PPh yang diterima akan semakin tinggi, namun apabila perekonomian perusahaan terbuka yang ada sedang lesu dan mengalami penurunan laba ataupun rugi, maka penerimaan PPh yang diterimapun semakin kecil. Jadi perkembangan ekonomi di perusahaan-perusahaan masuk bursa sangat mempengaruhi penerimaan PPh KPP PMB pada tahun pajak bersangkutan. IV.3
Analisa Jumlah Pengguna Fasilitas Pajak Penulis akan menganalisis perubahan yang terjadi pada jumlah pengguna
fasilitas pajak yang ada untuk melihat efektifitas penerapan fasilitas pajak tersebut terhadap minat Emiten untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Analisis tersebut akan dilakukan dengan menggunakan data sesudah diberlakukannya fasilitas pasal 17 ayat 2b yaitu data pada tahun 2008-200
13
Tabel IV.4 Analisa Kontribusi Pengguna Fasilitas Pajak Terhadap Perusahaan Terbuka Yang Ada di Bursa Saham Indonesia Tahun
Perusahaan Masuk Bursa
Jumlah Pengguna Fasilitas Pajak
%
2008
407
60
2009
414
64
15,46
2010
425
59
13,88
14,74
Dapat dilihat pada tahun 2008 jumlah penerima insentif pajak adalah sebanyak 60 Wajib Pajak atau sebesar 14,74% dari jumlah perusahaan terbuka pada tahun 2008. Tahun 2008 merupakan tahun pajak dimana mulai diterapkannya fasilitas pajak pasal 17 ayat 2b. Tidak terlalu banyaknya penerima insentif pajak yang hanya sebesar 14,74% pada awal tahun pajak penerapan insentif pajak tersebut menurut penulis dikarenakannya syarat – syarat yang di keluarkan oleh pemerintah cukup memberatkan para Emiten.
Gambar IV.2 Kontribusi Pengguna Fasilitas Pajak Terhadap Jumlah Perusahaan Terbuka Yang Masuk Bursa Pengguna Fasilitas Pajak
500
Jumlah Perusahaan Terbuka Jumlah Pengguna Fasilitas Pajak
0 2008
2009
2010
14
Pada tahun 2009 jumlah penerima insentif pajak menjadi sebanyak 64 WP atau sebesar 15,46% dari jumlah perusahaan terbuka pada tahun 2009. Jumlah penerima insentif pajak mengalami kenaikan yaitu sebesar 4 WP saja. Walaupun hanya mengalami kenaikan sebesar 4 WP saja, hal tersebut merupakan suatu kemajuan karena Emiten yang bisa memenuhi syarat – syarat untuk mendapatkan insentif pajak tersebut bertambah. Untuk para Emiten yang sebelumnya belum mendapatkan insentif pajak karena tidak terpenuhinya syarat – syarat yang ada mulai melakukan usaha-usaha untuk memenuhi syarat- syarat tersebut. Seperti syarat minimal 40% saham harus di serahkan ke publik. Para Emiten menggencarkan secondary offering nya untuk menaikan presentase peredaran sahamnya di publik. Untuk perusahaan yang baru go public bisa melepaskan saham perdananya (IPO) hingga 40% untuk mendapatkan insentif pajak 5% tersebut. Untuk Emiten yang mempunyai anak perusahaan dapat memanfaatkan anak perusahaan tersebut untuk menjadi pembeli saham yang di lemparkan ke publik tersebut. Untuk menghindari dikoreksinya saham publik yang ditawarkan ke pasar melalui IPO, Emiten dapat memanfaatkan anak perusahaannya untuk membeli saham publik tersebut terlebih dahulu, sehingga dapat membantu
kemungkinan untuk memenuhi syarat
minimal saham publik sebesar 40% terpenuhi. Pada tahun 2010 penerima insentif pajak turun menjadi 59 WP saja atau sebesar 13,88% dari perusahaan terbuka 2010. Berkurang serta tidak bertambahnya penerima
insentif pajak tersebut bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
15
1. Perusahaan – perusahaan tidak terbuka yang sebelumnya bisa diharapkan untuk mendaftarkan menjadi perusahaan terbuka karena adanya insentif pajak sebesar 5% kurang berminat karena untuk mendaftarkan perusahaannya ke bursa saham dan melepaskan saham perdananya (IPO) memerlukan dana lebih. Serta peraturan untuk melaporkan laporan keuangannya yang telah di periksa oleh akuntan publik ke bursa saham 3 bulan sekali dan ke pemegang saham membuat perusahaan-perusahaan swasta mengurungkan niatnya. 2. Bagi perusahaan terbuka tahun sebelumnya mendapatkan insentif pajak sebesar 5%, bisa tidak mendapatkan lagi di tahun selanjutnya. Hal tersebut dikarenakan semua penerima insentif pajak tersebut akan di kaji ulang setiap tahunnya apakah masih terpenuhi atau tidak syarat-syarat yang ada. 3. Bagi perusahaan yang tidak menerima insentif pajak pada tahun 2010 padahal pada tahun 2009 perusahaan tersebut menerima insentif pajak bisa disebabkan karena adanya aksi buyback saham oleh para Emiten. Buyback merupakan aksi Emiten untuk membeli kembali saham publiknya. Jika buyback dilakukan maka hal tersebut akan membuat presentase saham yang beredar di publik akan menurun. Apabila penurunan tersebut melebihi batas minimal syarat pengguna fasilitas pajak yaitu sebesar 40%, maka perusahaan tersebut tidak dapat lagi mengguanakan fasilitas pajak untuk tahun pajak bersangkutan. 4. Pelepasan saham kepada publik sebesar 40% kepada 300 pihak menjadi salah satu hambatan tersendiri. Perusahaan penyebar saham publik tersebut tidak bisa mengatur kemana saham itu akan dijual dan dibeli. Terlebih lagi 300 pihak tersebut tidak boleh memiliki saham di atas 5% dari keseluruhan saham.
16
5. Terdapat pemegang-pemegang saham yang menaruh sahamnya di bank kustodian sehingga pihak Ditjen pajak tidak bisa mendeteksi langsung kepemilikan sahamnya.
IV.4
Analisis Potensi Penerimaan Pajak Yang Hilang Terhadap Kapitalisasi Pasar dan PDB Indonesia
IV.4.1
Potensi Kehilangan PPh Badan Penerapan fasilitas pajak ini tentunya akan mengakibatkan penerimaan pajak
dari beberapa WP yang menggunakan fasilitas pajak tersebut mengalami pengurangan. Namun pemerintah tentunya sudah memperkirakan akan adanya kehilangan ini dan sudah memprediksikan dengan adanya fasilitas pajak ini pemerintah bisa memenuhi target tujuan diadakannya fasilitas pajak ini. Potensi-potensi kehilangan penerimaan pajak yang di sebabkan oleh adanya fasilitas pajak tersebut dapat dibandingkan dengan kemajuan pasar di bursa saham dengan melihat kapitalisasi pasar dan jumlah saham yang beredar pada periode pajak tahun bersangkutan.
Data yang digunakan adalah data periode tahun pajak 2008 sampai 2009. Berikut adalah jumlah potensi kehilangan pajak yang diterima oleh KPP PMB pada tahun 2008 dan 2009 :
17
Tabel IV.5 Analisis Presentase Kehilangan Pajak Pengahasilan Badan Pada Tahun 2008 sampai dengan 2009 di KPP PMB Tahun
Penerimaan PPh Badan x
2008 2009
Rp2.463.394.593.221 Rp1.607.592.580.347
Potensi Kehilangan y Rp 49 Miliyar Rp 73 Miliyar
Prosentase Kehilangan [y/(x+y)]*100% 1,95% 4,34%
Pada tahun 2008 dengan pengguna fasilitas pajak sebanyak 60 WP, potensi penerimaan pajak yang hilang adalah sebesar Rp 49 Miliyar. Pada tahun selanjutnya dengan pengguna fasilitas pajak sebanyak 64 WP, di perkirakan banyaknya penerimaan pajak yang hilang adalah sekitar Rp 73 Miliyar. Hal tersebut menggambarkan bahwa walau kenaikan pengguna wajib pajak hanya sebesar 4 WP saja, namun potensi kehilangan pajak yang diterima dapat naik hingga sekitar Rp 24 Miliyar. Hal tersebut menandakan bahwa setiap WP yang menggunakan fasilitas pajak ini mempunyai kemungkinan untuk menghemat pengeluaran pajaknya sampai miliyaran rupiah. Pada tahun 2008, jika potensi kehilangan pajak dihitung kontribusinya pada jumlah pemasukan PPh badan di KPP PMB, maka potensi kehilangan yang terjadi adalah 1,95% dari jumlah pemasukan PPh Badan. Pada tahun 2009 konstibusi potensi kehilangan pajak terhadap pemasukan PPh Badan adalah sebesar 4,34%.
Jika potensi kehilangan pajaknya dirata-rata dengan jumlah pengguna fasilitas pajaknya, pada tahun 2008 setiap perusahaan yang menggunakan fasilitas pajak ini mendapat keringanan pajak sampai Rp816.666.666. Pada tahun 2009 jika dirata-rata, setaip WP memiliki kemungkinan untuk mendapatkan keringanan pajak sampai sebesar
18
Rp1.140.625.000. Dengan penghematan sebesar itu tentu saja dapat membantu perusahaan terbuka pengguna fasilitas pajak tersebut dengan menghemat beban pajak dan memperbesar laba di akhir tahun.
IV.4.2 Jumlah Perusahaan Masuk Bursa dan Kapitalisasi Pasar Berikut adalah data besarnya kapitalisasi pasar, bayaknya saham yang beredar dan jumlah perusahaan baru yang masuk bursa pada tahun 2007- 2010 :
Tabel IV.6 Analisa Pertumbuhan Jumlah Saham Yang Beredar di Bursa Saham Indonesia Tahun 2007 sampai 2010
Tahun
Saham Yang Beredar
Perubahan
Perubahan (%)
2007 2008 2009 2010
1.128.173.554.108 1.374.411.626.346 1.465.654.987.417 1.894.828.442.341
246.238.072.238 91.243.361.071 429.173.454.924
21,83% 6,64% 29,28%
Tabel IV.7 Analisa Pertumbuhan Kapitalisasi Pasar di Bursa Saham Indonesia Tahun 2007-2010 Tahun
Kapitalisasi Pasar (dalam jutaan)
Perubahan
Perubahan (%)
2007 2008 2009 2010
Rp1.988.326.205 Rp 1.076.490.532 Rp2.019.375.130 Rp3.247.096.780
(911.835.673) 942.884.598 1.227.721.650
-45,86% 87,59% 60,80%
19
Pada tahun 2008 jumlah perusahaan baru yang masuk menjadi perusahaan terbuka di bursa sebanyak 19 perusahaan. Jauh lebih banyak dari pada tahun 2007 yang hanya sebanyak 8 perusahaan saja. Hal tersebut bisa dikarenakan pemerintah sudah mulai mengeluarkan PP No 81 Tahun 2007 dan disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhiyono pada bulan Januari tahun 2008. Perusahaan yang baru saja listing tersebut dapat menjual saham perdananya ke publik dengan harapan dapat memenuhi syarat agar kepemilikan saham di publik sebesar 40% dari saham yang diedarkan. Gambar 4.3 Grafik Pertumbuhan Kapitalisasi Pasar Pada Bursa Efek Indonesia dari Tahun 2007 sampai 2010 Kapitalisasi Pasar Rp3.500.000.000 Rp3.000.000.000 Rp2.500.000.000 Rp2.000.000.000 Kapitalisasi Pasar Rp1.500.000.000 Rp1.000.000.000 Rp500.000.000 Rp0 2007
2008
2009
2010
Dengan bertambahnya perusahaan yang masuk ke bursa mengakibatkan saham yang beredar mengalami penambahan juga. Penambahan saham yang beredar di bursa sebanyak 246.238.072.238 lembar saham atau naik sebesar 21,83% dari total saham beredar tahun sebelumnya.
20
Tabel IV.8 Jumlah Perusahaan di BEI dan Perusahaan Baru yang Listing
Tahun
Jumlah Perusahaan
2007
378
New Listing Company 8
2008
407
19
2009
414
13
2010
425
23
Dengan bertambahnya saham yang beredar di publik seharusnya kapitalisasi pasar pada bursa saham Indonesia mengalami kenaikan juga. Namun pada tahun 2008 dapat dilihat bahwa anka pada kapitalisasi pasar mengalami penurunan dari tahun sebelumnya tahun 2007. Pada tahun 2007 kapitalisasi pasar pada bursa saham di Indonesia adalah sebesar Rp1.988.326.205.000.000. Sedangkan pada tahun 2008, kapitalisasi pasar di bursa saham di Indonesia jatuh ke Rp 1.076.490.532.000.000 atau turun sebesar 45,86% Penurunan ini tentu saja berlawanan dengan apa yang diharapakan oleh pemerintah Indonesia dengan di terapkannya fasilitas pajak ini. Besarnya kapitalisasi pasar pada suatu bursa di tentukan oleh banyaknya lembar saham dan harga saham itu sendiri. Pada tahun 2008 saham yang beredar sebanyak 1.374.411.626.346 lembar atau naik sebesar 21,83% dari tahun 2007, namun tetap saja kapitaslisasi yang seharusnya naik apabila lembar saham yang beredar semakin banyak. Jadi penurunan kapitalisasi pasar ini dipengaruhi oleh turunnya harga saham di bursa efek Indonesia pada tahun 2008.
21
Penurunan kapitalisasi pasar ini dapat dipengaruhi oleh menurunnya harga saham perusahaan masuk bursa dikarenakan terseret sentimen negatif krisis finansial global pada tahun 2008. Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 membuat para pembeli saham di bursa menjadi lesu. Para pemain saham kurang berminat menanamkan modalnya karena stabilitas pasar yang kurang mendukung pada saat itu. Pada tahun 2009 perusahaan baru yang masuk ke bursa sebanyak 13 perusahaan. Namun masuknya 13 perusahaan baru ini diikuti dengan 11 perusahaan yang melakukan delisting. Minat perusahaan untuk masuk ke pasar modal tampak kurang membaik dari tahun sebelumnya yang lebih banyak jumlah perusahaan baru yang masuk ke bursa saham. Dengan masuknya 13 perusahaan baru yang listing dan 11 perusahaan yang melakukan delisting, bursa efek Indonesia mencatat terdapat 1.465.654.987.417 lembar saham yang beredar. Kenaikan jumlah saham yang beredar hanya 91.243.361.071 lembar saham saja atau hanya naik sebesar 6,64% saja dari jumlah lembah saham yang beredar tahun lalu. Kapitalisasi pasar pada tahun 2009 mengalami lonjakan yang signifikan. Pada tahun 2008 kapitalisasi pasar hanya berada di angka Rp1.076.490.532, namun pada tahun 2009 kapitaslisasi pasar naik ke angka Rp2.019.375.130. Kenaikan sebesar 87,59% ini menggambarkan perekonomian di bursa saham Indonesia yang semakin baik pada tahun 2009 dibanding tahun 2008 yang kapitalisasinya malah menurun sebesar 45,86%. Pada tahun 2010 perusahaan baru yang masuk ke bursa saham Indonesia sebanyak 23 perusahaan. Penigkatan ini cukup signifikan serta membuat jumlah
22
perusahaan yang tercatat di bursa efek Indonesia sebanyak 425 perusahaan. Fasilitas pajak yang memberikan insentif pajak sebesar 5% mungkin merupakan salah satu penarik minat perusahaan non terbuka untuk memasukan perusahaannya ke bursa saham. Pengaruh ekonomi yang membaik pada tahun 2009 juga bisa menjadi salah satu sebab perusahaan-perusahaan tertutup mulai memberanikan diri untuk membuka sahamnya agar mendapatkan modal ekspansi mereka. IV.4.3 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Produk Domestik Bruto) Berikut ini adalah tabel pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari tahun 2008 sampai 2010 : Tabel IV.9 Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Tahun 2008-2010 Laju Pertumbuhan (%) No
Lapangan Usaha 2008
2009
2010
4,8 %
4,1%
2,9%
2.
Pertanian, Perternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Pergalian
0,5%
4,4%
3,5%
3.
Industri Pengolahan
3,7%
2,1%
4,5%
4.
Listrik, gas, dan air bersih
10,9%
13,8%
5,3%
5.
Konstruksi
7,3%
7,1%
7,0%
6.
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
7,2%
1,1%
8,7%
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
16,7%
15,5%
13,5%
8.
Keuangan, Real Estate, dan Jasa Pers.
8,2%
5,0%
5,7%
9.
Jasa – jasa
6,4%
6,4%
6,0%
1.
23
Produk Domestik Bruto
6,1%
4,5%
6,1%
PDB Tanpa Migas
6,5%
4,9%
6,6%
Data di atas menunjukan bahwa PDB di Indonesia dari tahun 2008-2009 mengalami peningkatan terus menerus setiap tahunnya. Dengan laju pertumbuhan pada tahun 2008-2010 sebesar 6,5%, 4,9%, dan 6,6% setiap tahunnya, PDB di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 16,7% selama 3 tahun tersebut. Hal ini cukup membanggakan karena pada tahun 2008 dunia di landa oleh krisis global, namun Indonesia masih dapat mempertahankan laju pertumbuhan PDBnya. Laju pertumbuhan yang naik secara terus menerus selama 3 tahun tersebut menggambarkan perkembanagan ekonomi di Indonesia yang stabil dan bergerak maju terus.
IV.4.4 Analisis Perbandingan Potensi Kehilangan Pajak, Kapitalisasi Pasar, dan PDB Di Indonesia Tabel IV.10 Analisa Perbandingan Potensi Kehilangan Pajak, Kapitalisasi Pasa, dan PDB Pada Tahun 2008 sampai dengan 2009
Tahun
Potensi Kehilangan Pajak
2008 2009
Kapitalisasi Pasar
PDB
1,95%
(%) -45,86%
6,1%
4,34%
87,59%
4,5%
Pada tahun 2008 presentase kontribusi potensi kehilangan pajak adalah sebesar 1,95%. Namun kapitalisasi pasar di bursa efek Indonesia turun sebesar 45,86%.
24
Menurut analisa penulis hal tersebut disebabkan oleh lemahnya perekonomian global yang menyebabkan lesunya transaksi di bursa saham di Indonesia. Fasilitas pajak yang diterapkan tidak berpengaruh secara maksimal pada tahun 2008 karena dampak krisis global yang tidak dapat di bendung oleh perusahaan-perusahaan bursa di Indonesia. Namun pada tahun 2008 jika kita bandingkan potensi kehilangan pajak dengan laju pertumbuhan PDB Indonesia saat itu, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan Indonesia naik sebesar 6,1% di bandingkan dengan kehilangan pajak yang sebesar 1,95%. Tampaknya laju pertumbuhan PDB Indonesia dapat terus meningkat walaupun pada saat itu dunia sedang dilanda krisis global. Pada tahun 2009 potensi kehilangan pajak yang naik menjadi sebesar 4,34% jika di bandingkan dengan kenaikan kapitalisasi pasar yang naik sebesar 87,59% menggambarkan bahwa potensi kehilangan yang meningkat mendapatkan timbal balik yang setimpal dengan naiknya kapitalisasi pasar hampir 2 kali lipat dari tahun lalu. Sedangkan untuk PDB di Indonesia mengalami laju pertuumbuhan sebesar 4,5%. Jadi walaupun potensi kehilangan penerimaan pajak naik menjadi sebesar 4,34% masih mempunyai efek yang positif terhadap perekonomian di Indonesia.
25