ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT. RAFINDO IRON STEEL
Iman Akbar Arrifandi , Heri Sukendar W Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon Jeruk Raya No.27,(021) 53696969,
[email protected]
ABSTRACT
This research is a qualitative research and the structure of this research is in the form of a case study. This research discusses the analysis on the application of Income Tax Article 23 and Article 4 paragraph (2) on PT Rafindo Iron Steel from the year 2011 until 2013. This research was done to figure out whether the company has complied with tax procedure in the calculation, payment, and reporting of their payable tax. This research uses primary data in the form of Tax Payment Slip (locally known as Surat Setoran Pajak/SSP), Periodic Tax Return (locally known as Surat Pemberitahuan Masa/SPM), withholding tax slip and collection tax slip of the company. The result of this research shows that the application of Income Tax Article 23 and Article 4 paragraph (2) had went well and all is in order on the calculation, payment, and the reporting. However, the company still has to improve their compliance of their tax obligations on the calculation, payment and reporting of the Income ax Article 23 and Article 4 paragraph (2). Key words: Income Tax Article 23, Article 4 paragraph (2), Tax Payment Slip (locally known as Surat Setoran Pajak/SSP), Periodic Tax Return (locally known as Surat Pemberitahuan Masa/SPM), withholding tax slip, collection tax slip. ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan rancangan penelitiannya berupa studi kasus. Penelitian ini membahas mengenai analisis penerapan Pajak penghasilan pasal 23 dan pasal 4 ayat (2) pada PT. Rafindo Iron Steel tahun 2011 sampai dengan tahun 2013. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan telah sesuai dengan prosedur perpajakan dalam hal menghitung, menyetorkan, dan melaporkan pajak terhutangnya. Data yang digunakan adalah data primer yaitu berupa Surat Setoran Pajak (SSP), Surat pemberitahuan masa (SPM), serta bukti potong dan bukti pungut yang ada di perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pajak penghasilan pasal 23 dan pasal 4 ayat (2) sudah berjalan dengan benar, baik penghitungan, penyetoran maupun pelaporan. Namun perusahaan harus terus meningkatkan ketaatan dalam kewajiban perpajakannya baik dalam hal penghitungan, penyetoran ataupun pelaporan pajak penghasilan pasal 23 dan pasal 4 ayat (2). Kata kunci : Pajak penghasilan pasal 23, pasal 4 ayat (2), Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Pemberitahuan Masa (SPM), bukti potong, bukti pungut.
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang berkembang di dunia. Sebagai negara yang berkembang, suatu negara akan melaksanakan pembangunan terus menerus dalam upaya memajukan negara dalam persaingan global. Pembangunan nasional di negara-negara berkembang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pemerintah melakukan pendanaan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional. Pemerintah melakukan pendanaan untuk membiayai pembangunan nasional dengan menggunakan dana yang diperoleh dari luar negeri dan dalam negeri. Dana yang berasal dari luar negeri dapat berupa pinjaman yang diberikan oleh negara lain. Sedangkan dana pembangunan yang diperoleh dari dalam negeri salah satunya adalah penerimaan pajak dari masyarakat. Pajak merupakan salah satu pendapatan yang sangat potensial dari dalam negeri dan merupakan sumber utama penerimaan negara. Tujuan utama pajak adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual melalui pembangunan nasional. Mengingat betapa pentingnya pajak bagi negara, maka pajak merupakan elemen sangat penting dalam penerimaan dalam rangka membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Pajak mempunyai fungsi yaitu kegunaan pokok pajak sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian. Di Indonesia terdapat dua fungsi utama pajak, yaitu fungsi budgetair, dan fungsi regulerend. Fungsi budgetair, pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sedangkan fungsi regulerend adalah pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Penerimaan pajak merupakan gambaran partisipasi masyarakat dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan negara. Penerimaan pajak baik yang terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai, Bea Masuk dan Cukai, diharapkan dapat menggantikan peranan pinjaman luar negeri agar dapat mengurangi hutang dan ketergantungan dari negara lain. Setiap wajib pajak, baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang mempunyai partisipasi dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintah meliputi pajak melalui penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak, mempunyai kewajiban melunasi pajak terhutangnya. Bagi suatu perusahaan, pajak merupakan salah satu biaya yang mengurangi penghasilan sedangkan bagi pemerintah pajak merupakan pendapatan. Besarnya pajak penghasilan terhutang yang ditanggung wajib pajak badan tergantung pada besarnya penghasilan kena pajak yang dilaporkan dalam pembukuan yang disusun oleh wajib pajak di akhir periode. Sesuai dengan sistem self assessment, penentuan/besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak ditentukan sepenuhnya oleh wajib pajak itu sendiri karena sistem self assessment memberikan wewenang kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar, dan Dirjen Pajak diberikan wewenang untuk melakukan pengawasan atas kepatuhan formal dan material wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Dengan menerapkan self assessment system, perusahaan memiliki wewenang melakukan penyusunan laporan keuangan sendiri untuk menghitung besarnya laba rugi perusahaan. Namun terdapat beberapa perbedaan pengakuan dalam penyusunan laporan keuangan menurut perusahaan dengan laporan keuangan menurut fiskal. Salah satu perbedaan dalam penyusunan laporan keuangan, yaitu laporan keuangan menurut perusahaan (laporan keuangan komersial) disusun berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sedangkan laporan keuangan menurut fiskal (laporan keuangan fiskal) disusun berdasarkan Undang–Undang Perpajakan. Akibatnya dalam penghitungan laba rugi perusahaan terdapat perbedaan. Oleh karena itu perlu dilakukan rekonsiliasi fiskal dalam
menghitung besarnya jumlah penghasilan dan besarnya jumlah pajak yang terhutang perusahaan. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian laporan keuangan komersial menjadi laporan keuangan menurut fiskal untuk menghitung jumlah pajak terhutang. Dalam melakukan rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi terhadap perbedaan pengakuan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal. Koreksi tersebut bisa bersifat positif dan bersifat negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang dilakukan atas laba komersial yang menghasilkan laba fiskal lebih besar dari pada laba komersial (atau rugi fiskal lebih kecil dari pada rugi komersial). Koreksi negatif adalah koreksi yang dilakukan atas laba rugi komersial yang menghasilkan laba fiskal lebih kecil daripada laba komersial (atau rugi fiskal lebih besar daripada rugi komersial). PT.SP merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia peralatan pengeboran, peralatan pengangkatan buatan/artificial lifthing tool, peralatan bawah permukaan/downhole, pompa dan kompresor, bejana bertekanan, pipa dan aksesoris dan lainnya yang menunjang perusahaan minyak dan gas. Untuk setiap wajib pajak badan khususnya akan membuat laporan keuangan secara komersial yang berbeda dengan laporan laba rugi yang diolah sesuai ketentuan Undang-Undang Perpajakan (laporan keuangan fiskal), maka dari itu perlu dilakukannya rekonsiliasi fiskal antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal.
METODE PENELITIAN Dalam melakukan penelitian data yang dapat mendukung dan membantu penulisan skripsi menggunakan 2 (dua) jenis cara menganalisa data, yaitu : (1)Analisa kualitatif adalah analisa data yang berbentuk kata – kata atau pernyataan – pernyataan, bukan dalam bentuk angka. Analisa kualitatif bertujuan memberi gambaran secara jelas mengenai teori – teori yang menunjang pembahasan penelitian. Data kualitatif dapat diperoleh dengan melakukan wawancara, dokumentasi, dan observasi. (2)Analisa kuantitatif adalah analisa data yang berbentuk angka – angka. Metode pengumpulan data berperan penting dalam melakukan penelitian terhadap suatu objek penelitian. Dengan menggunakan metode pengumpulan data yang tepat menghasilkan data yang sesuai dalam penyelesaian suatu masalah. Metode yang digunakan penulis adalah : (1) Wawancara adalah metode yang digunakan penulis untuk mendapatkan data dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada karyawan yang berwenang di PT. Rafindo Iron Steel. (2) Observasi adalah metode yang digunakan penulis untuk mengetahui gambaran nyata atas permasalahan yang sedang diteliti. (3) Perhitungan kembali adalah metode yang digunakan penulis untuk melakukan penghitungan kembali atas data yang telah didapat dari perusahaan. (4) Dokumentasi adalah metode yang digunakan penulis untuk mendapatkan data dari perusahaan seperti laporan keuangan tahun 2011, 2012 dan 2013 serta Surat Pemberutahuan Tahunan Badan. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam Penerapan PPh 2 PT. Rafindo Iron Steel sudah benar yaitu mengenakan tariff sebesar 2% atas sewa yang dilakukan perusahaan yaitu dengan memotong dari nilai transaksi dengan klien. Dan dalam penerapan pph final atau pasal 4 ayat (2) perusahaan juga sudah benar yaitu mengenakan tarif sesuai dengan UU PPH NO 36 TAHUN 2008 DAN PP Nomor 51 tahun 2008 junto PP Nomor 40 tahun 2008. Sedangkan Dalam pelaporan dan penyetorannya masih ada kewajiban perpajakan yang belum ditepatinya yaitu masih ada keterlambatan dalam penyetoran PPH 23 dan terlambat melaporkan dalam PPH pasal 4 ayat (2).
Bulan
Feb 2011 Jun 2011 Des 2011 Mar 2012 Apr 2012 Jun 2012 Jul 2012 Feb 2013
PPh terutang Jumlah (Rp) bulan terlambat setor 1.005.200 1 bulan 2.496.270 3 bulan 4.358.660 802.040 7 bulan 1.579.490 5 bulan 1.282.000 2 bulan 2.697.000 3 bulan 8.074.000 1 bulan
Sanksi penyetoran 2%/bulan
Sanksi pelaporan (Rp)
Jumlah (Rp)
20.104 149.776 112.285 157.949 51.280 161.820 161.480
100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
1.125.304 2.746.046 4.458.660 1.014.325 1.837.439 1.433.280 2.958.820 8.335.480
PPh Pasal 23 atas sanksi yang dikenakan atas keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporan pada tahun 2011 - 2013 Bulan PPh terutang Sanksi Pelaporan PPh yang dibayar 28.026.332 100.000 28.126.332 Nov 2012 61.242.124 100.000 61.342.124 Jun 2013 54.048.826 100.000 54.148.826 Okt 2013 PPh Pasal 4 ayat (2) atas sanksi yang dikenakan karena terlambat melaporkan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian, pembahasan dan analisis yang dilakukan oleh penulis atas penghitungan, penyetoran dan pelaporan serta sistem atas Pajak Penghasilan pasal 23 dan pasal 4 ayat (2) yang diterapkan oleh PT. Rafindo Iron Steel pada tahun 2011, 2012, dan 2013 yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam penerapan penghitungan pajak penghasilan pasal 23, PT. Rafindo Iron Steel tahun 2011, 2012, dan 2013 sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2. Dalam penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 23, PT. Rafindo Iron Steel tahun 2011, 2012, dan 2013 masih ada keterlambatan dalam penyetoran dan pelaporannya khususnya terjadi pada bulan feb februari,juni, desember pada 2011. Pada 2012 terjadi pada bulan Maret, April, Juni, Juli dan 2013 terjadi pada bulan februari. 3. Dalam Penerapan penghitungan pajak penghasilan pasal 4 ayat (2), PT. Rafindo Iron Steel tahun 2011, 2012, dan 2013 sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 serta PP nomor 40 tahun 2009 dan PMK nomor 187/PMK.03/2009 atas jasa konstruksi. 4. Dalam pelaporan pajak penghasilan pasal 4 ayat (2), PT. Rafindo Iron Steel tahun 2011,2012, dan 2013 masih adanya keterlambatan dalam pelaporan atas pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) yang dipungut. Khususnya terjadi pada bulan November 2012 dan bulan juni dan oktober 2013.
Saran Berdasarkan analisis dan simpulan tersebut. Penulis ingin memberikan beberapa saran kepada PT. Rafindo Iron Steel sebagai masukan agar perusahaan dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya lebih baik lagi. Saran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan harus tetap konsisten dalam perhitungan dan harus lebih meningkatkan ketaatan perpajakannya agar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku serta perusahaan harus lebih kritis dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya yaitu menggunakan hak dan kewajibannya dengan tepat dalam penghitungan, penyetoran, pelaporan dan pemotongan. 2. PT. Rafindo Iron Steel harus lebih meningkatkan ketaatan dalam pelaporan dan penyetoran atas pajak penghasilan pasal 23 agar tidak terkena sanksi administratif sebesar 2% atas terlambat menyetorkan dan Rp. 100.000 untuk terlambat melaporkan SPT masa. 3. PT. Rafindo Iron Steel sebaiknya menyimpan setiap dokumen bukti potong pajak penghasilan pasal 23 dan pajak penghasilan pasal 4 ayat (2) dengan rapih sesuai dengan urutan waktu agar mudah pada saat dibutuhkan untuk keperluan perpajakan perusahaan. 4. Perusahaan sebaiknya melakukan penyetoran menggunakan internet banking, ATM, ataupun mobile banking agar bisa lebih mudah dalam pembayaran transaksi perpajakan, lebih cepat karena tidak perlu mengantri lama, dan lebih akurat karena menggunakan sistem validation rules/function/interface yang meminimalisasi kekeliruan. 5. Diharapkan perusahaan dapat melakukan pelaporan dengan e-filing yaitu menyampaikan atau melaporkan pajak secara elektronik dengan online dan real time melalui website Direktorat Jendral Pajak (www.pajak.go.id) agar lebih aman karena hanya bisa dilihat oleh pemilik SPT, hemat waktu dan lebih cepat diterima oleh pihak DJP. 6. Tambahan saran untuk penelitian selanjutnya supaya mencantumkan SPT dan melihat laporan keuangan perusahaan agar semua transaksi yang bersangkutan dengan PPh 23 dan PPh pasal 4 ayat (2) bisa dilihat lebih rinci dan lebih jelas.