BAB IV PEMBAHASAN
IV.1 Pemilihan Sampel Pada penelitian ini akan menggunakan populasi perusahaan industri nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode pengamatan tahun 2009-2011. Sampel diseleksi dengan menggunakan metode purposive sampling. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan penulis pada bab sebelumnya, maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 69 perusahaan.
IV.2 Analisis Statistik Deskriptif Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan statistik deskriptif yang paling umum digunakan, yaitu nilai maksimum, nilai minimum, dan rata-rata serta standar deviasi untuk mendeskripsikan data pada masing-masing variabel dalam penelitian. Statistik deskriptif dari 69 observasi pada perusahaan yang dijadikan sampel pada tahun 2009 sampai dengan 2011 dapat dilihat pada tabel 4.1 dan selengkapnya pada lampiran 2 dan lampiran 3. Tabel 4.1 menjelaskan statistik deskriptif sampel sebelum data-data yang bersifat outlier dihilangkan. Dari tabel tersebut dapat dilihat nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata serta standar deviasi setiap variabel yang akan dipergunakan pada penelitian ini. Penulis akan berfokus pada dua variabel dalam statistik deskriptif ini, yaitu pada variabel BOARD, INDEP, GETR, dan CETR.
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Maximum Median Minimum Rata-rata Std. Deviasi GETR 0,4718 0,2379 0,0650 0,2395 0,0692 GETR_T1 0,6147 0,2513 0,0650 0,2546 0,0781 CETR 0,4402 0,2390 0,0648 0,2413 0,0625 CETR_T1 0,6939 0,2624 0,0648 0,2720 0,0904 BOARD 10,0000 5,0000 1,0000 4,7536 1,8982 INDEP 1,0000 0,4000 0,0000 0,3972 0,1245 COMP 1,9992 1,4719 1,1126 1,4771 0,2394 SIZE 8,0131 6,2272 4,8623 6,3204 0,6667 ROA 34,0500 11,0200 0,0000 11,8188 6,8287 LEV 5,1724 0,7044 0,1041 0,9079 0,7678 Sumber : Output Eviews 6, 2012
Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A Huruf G.7 disebutkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik, perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional dengan ketentuan jumlah saham yang dimiliki oleh buka pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah selutuh anggota komisaris. Melihat rata-rata jumlah komisaris independen perusahaan sampel adalah sebesar 39,72%, dapat dikatakan bahwa secara umum perusahaan sampel telah dapat mematuhi peraturan yang ada. Namun, ada beberapa perusahaan sampel yang masih belum memenuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh BEI seperti BRAM (2009), DILD (2009), dan VOKS (2009 & 2010). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas
mensyaratkan adanya komisaris bagi sebuah badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Lebih lanjut dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, mensyaratkan juga adanya komisaris bagi perusahaan yang tercatat di Bursa Efek. Melihat jumlah minimal dewan komisaris dalam perusahaan sampel yaitu sebanyak dua
orang, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan sampel telah sepenuhnya mematuhi kedua peraturan yang berlaku.
Gambar 4.1 Tren rata-rata GAAP ETR
Sumber : Output Excel, 2012
Gambar 4.1 menunjukkan pergerakan nilai rata-rata GETR pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2009 perusahaan sampel memiliki rata-rata tarif pajak efektif sebesar 28,75%. Pada tahun tersebut sesuai dengan Pasal 17 UU Nomor 36 Tahun 2008, tarif pajak penghasilan badan pada tahun 2009 adalah 28%. Pada tahun 2010 perusahaan sampel memiliki rata-rata tarif pajak efektif sebesar 24,15%. Pada tahun tersebut tarif pajak penghasilan badan sebesar 25%. Pada tahun 2010 secara umum perusahaan sampel memiliki tarif pajak efektif yang relatif tinggi. Fenomena tingginya GETR yang terjadi selama tahun ini bisa terjadi karena dua hal. Pertama karena perusahaan tidak melakukan tax planning secara efektif. Kedua, perusahaan sampel
berusaha untuk patuh terhadap peraturan yang berlaku karena khawatir akan terjadi pemeriksaan yang dilakukan oleh otoritas perpajakan. Pada tahun 2011, perusahaan sampel memiliki rata-rata tarif pajak efektif sebesar 23,73%. Pada tahun ini perusahaan sampel masih memiliki tarif pajak efektif yang cukup tinggi. Berdasarkan tabel 4.1, nilai GETR tertinggi adalah sebesar 47,18%. Nilai GETR tertinggi ini dimiliki oleh TMPO pada tahun 2011. Tarif pajak efektif yang tinggi pada TMPO bukan terjadi karena adanya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau karena adanya koreksi oleh otoritas perpajakan. Jika beban pajak dibandingkan dengan sales perusahaan, tarif pajak hanya sekitar lima persen dari sales. Tingginya tarif pajak efektif ini karena pretax income perusahaan rendah. Rendahnya pretax income ini dipicu oleh tingginya beban umum dan administrasi perusahaan. Berdasarkan tabel 4.1, nilai GETR terendah adalah sebesar 6,49%. Nilai GETR terendah ini dimiliki oleh BUDI pada tahun 2010. Rendahnya tarif pajak efektif ini terjadi karena perusahaan mengalami kerugian fiskal pada tahun sebelumnya dan dikompensasikan pada tahun berjalan. Selain itu, perusahaan juga mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang dikompensasikan pada tahun berjalan.
Gambar 4.2 Tren Rata-Rata Current ETR
Sumber : Output Excel, 2012
Gambar 4.2 menunjukkan pergerakan nilai rata-rata CETR pada tahun 2009 sampai 2011. Pada tahun 2009 perusahaan sampel memiliki rata-rata tarif pajak efektif sebesar 29,12% . Sedangkan pada tahun 2009 sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tarif pajak penghasilan badan adalah sebesar 28%. Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada tahun 2009 secara umum perusahaan sampel memiliki tarif pajak efektif yang lebih tinggi dibandingkan dengan tarif statutori. Pada tahun 2010 perusahaan sampel memiliki rata-rata tarif pajak efektif sebesar 26,36%. Pada tahun tersebut tarif pajak statutori badan sebesar 25%. Seperti pada tahun 2009, pada tahun 2010 pun perusahaan sampel secara umum memiliki tarif pajak efektif yang tinggi. Sama seperti fenomena tingginya GETR, fenomena tingginya CETR yang terjadi selama tiga tahun ini bisa terjadi karena dua hal. Pertama karena perusahaan tidak melakukan tax planning secara efektif. Kedua, perusahaan berusaha untuk patuh
terhadap peraturan karena khawatir dengan proses pemeriksaan oleh otoritas perpajakan di Indonesia. Berdasarkan tabel 4.1, nilai CETR tertinggi adalah sebesar 44.02%. Nilai CETR tertinggi ini dimiliki oleh ADHI pada tahun 2011. Tingginya nilai tarif pajak efektif berdasarkan pajak yang dibayarkan ini diakibatkan karena otoritas perpajakan melakukan koreksi atas kerugian fiskal perusahaan pada tahun 2008. Koreksi ini mengakibatkan perusahaan menjadi kurang bayar dan menjadi beban pada tahun pajak 2010. Penghasilan kena pajak perusahaan pun dikoreksi oleh otoritas perpajakan sehingga nilainya lebih tinggi daripada yang tercatat di laporan keuangan perusahaan. Berdasarkan tabel 4.1, nilai CETR terendah adalah sebesar 6.48%. Nilai CETR terendah ini dimiliki oleh MDRN pada tahun 2010. Rendahnya tarif pajak efektif ini dipicu karena adanya perbedaan temporer yang bernilai cukup signifikan. Perbedaan temporer yang dimaksud adalah cadangan atas penurunan nilai perusahaan.
Tabel 4.2 Tren COMP, SIZE, ROA, dan LEV Variabel 2010 2011 COMP 0.0114 0.0122 SIZE 12.2462 12.3122 ROA 0.0833 0.0897 LEV 1.0463 1.0236 Sumber : Output Excel, 2012
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa secara rata-rata terjadi kenaikan pada variabel COMP dari 0.0114 pada 2010 menjadi 0.0122. Variabel ini diukur dengan cara membagi jumlah kompensasi dewan komisaris dan direksi terhadap sales perusahaan. Kenaikan pada
variabel
COMP
dimungkinkan
terjadi
karena
beberapa
kemungkinan.
Kemungkinan pertama adalah terjadi kenaikan pada jumlah kompensasi dan jumlah sales. Namun, persentase kenaikan pada jumlah kompensasi lebih besar daripada persentase kenaikan sales. Kemungkinan kedua adalah terjadi kenaikan kompensasi, tetapi sales perusahaan konstan. Kemungkinan ketiga adalah kompensasi konstan, tetapi terjadi penurunan pada sales. Kemungkinan terakhir adalah terjadi adalah terjadi penurunan baik pada kompensasi maupun sales, tetapi persentase penurunan sales lebih besar daripada penurunan kompensasi. Keempat kemungkinan ini mengindikasikan satu hal yang sama yaitu sistem kompensasi perusahaan secara rata-rata semakin tidak efisien dari tahun 2010 ke 2011. Pada 4.2 dapat terlihat bahwa terjadi kenaikan pada rata-rata ukuran perusahaan dari 12.2462 di 2010 menjadi 12.3122 pada tahun 2011. Karena variabel ini dihitung dengan logaritma total aset perusahaan, dapat disimpulkan bahwa peningkatan ukuran perusahaan ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah aset perusahaan. Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa variabel ROA yang merupakan representasi dari profitabilitas perusahaan naik dari 0.0833 di tahun 2010 menjadi 0.0897 di tahun 2011. Variabel ROA dihitung denga membagi net income terhadap total aset perusahaan. Kenaikan pada variabel ROA ini terjadi karena beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah terjadi kenaikan pada jumlah net income dan total aset. Namun, persentase kenaikan net income lebih besar daripada persentase kenaikan total aset. Kemungkinan kedua adalah terjadi kenaikan net income, tetapi total aset perusahaan konstan. Kemungkinan ketiga adalah net income konstan, tetapi terjadi penurunan pada total aset. Kemungkinan terakhir adalah terjadi penurunan baik pada net income maupun total aset, tetapi persentase penurunan total aset lebih besar daripada penurunan net income. Keempat kemungkinan ini mengindikasikan satu hal yang sama yaitu operasi
perusahaan dari tahun 2010 ke tahun 2011 semakin efisien sehingga kinerja dan profitabilitas semakin tinggi. Dari tabel 4.2 dapat terlihat bahwa rata-rata leverage perusahaan turun dari 1.0463 pada tahun 2010 menjadi 1.0236 pada tahun 2011. Penurunan leverage ini mengindikasikan bahwa pembiayaan perusahaan mulai bergeser dari pembiayaan lewat penerbitan hutang menjadi pembiayaan lewat penerbitan saham. Implikasi lainnya adalah perusahaan tidak menerbitkan saham baru, tetapi perusahaan memakai keuntungan tahun-tahun sebelumnya atau tahun berjalan untuk melunasi hutang perusahaan sehingga rasio hutang terhadap modal semakin rendah. Jika dilihat lebih lanjut, nilai leverage diatas 1 berarti secara rata-rata perusahaan sampel lebih menyukai pembiayaan lewat hutang dibandingkan dengan cara menerbitkan saham baru.
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Setelah Winsorize Variabel Maximum Median Minimum Rata-rata Std. Deviasi GETR 0.4718 0.237924 0.064995 0.2395 0.0692 GETR_T1 0.6147 0.2513 0.0650 0.2546 0.0781 CETR 0.440245 0.2390 0.0648 0.2413 0.0625 CETR_T1 0.6939 0.2624 0.064849 0.2720 0.0904 BOARD 10.0000 5.0000 1.0000 4.753623 1.898180 INDEP 1.0000 0.4000 0.0000 0.3972 0.1245 COMP 1.9992 1.4719 1.112596 1.4771 0.2394 SIZE 8.0131 6.2272 4.8623 6.3204 0.6667 ROA 34.0500 11.0200 0.0000 11.8188 6.8287 LEV 5.1724 0.7044 0.104144 0.9079 0.7678 Sumber : Output Eviews 6, 2012
Untuk data yang tidak terdistribusi secara normal, dapat dilakukan dengan empat hal yaitu dengan mengeluarkan data tersebut dari sampel penelitian, menghilangkan variabel tersebut dari model penelitian, melakukan winsorize, dan tidak melakukan apaapa. Langkah yang akan dipilih adalah langkah ketiga dengan harapan hasil penelitian nantinya tidak menjadi bias karena data yang bersifat oulier. Namun, winsorize hanya dilakukan pada variabel COMP, LEV, dan ROA. Tabel 4.3 menunjukkan statistik deskriptif setelah dilakukan winsorize. Tabel ini selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4 dan lampiran 5.
IV.3 Pemilihan Metode Estimasi Pemodelan dalam menggunakan teknik regresi panel data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan alternatif metode dalam pengelolahannya. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah Metode Common-Constant (The Pooled OLS Method). Metode Fixed Effect dan yang terakhir adalah Metode Random Effect. Dalam memilih satu diantara ketiga metode tersebut, ada tiga tes yang digunakan, yaitu Chow Test, The Breusch – Pagan LM Test dan Hausman Spesification Test. Chow Test merupakan tes yang menguji apakah model sebaiknya menggunakan metode common-constant atau metode fixed effect. The Breusch-Pagan LM Test adalah tes untuk menentukan apakah model sebaiknya menggunakan metode random effect atau metode common-constant. Sedangkan Hausman Specification test adalah tes untuk menentukan apakah model sebaiknya menggunakan metode random effect atau metode fixed effect, Dalam karya ilmiah ini, penulis hanya akan menggunakan Chow Test dan Hausman Spesification Test.
Lampiran 6 menunjukan hasil uji Chow untuk kedua model. Keputusan yang diperoleh adalah lebih memilih menggunakan model fixed effect dibandingkan menggunakan metode common-constant. Lampiran 19 menunjukan uji Hausman untuk kedua model yang ada. Keputusan yang diperoleh adalah lebih memilih menggunakan metode fixed effect dibandingkan menggunakan metode random effect. Kesimpulan yang diambil dari kedua uji ini adalah baik model pertama maupun model kedua menggunakan metode fixed effect.
IV.4 Pengujian Asumsi Dalam melakukan regresi, penting untuk melakukan pengujian untuk memastikan hasil persamaan regresi sudah terbebas dan masalah multikolinearitas. Heterokedastisitas dan autokorelasi yang dapat membuta persamaan regresi menjadi tidak BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Apabila ini terjadi maka estimasi parameter dari masing-masing variabel tidak lagi menjadi efesien. Lampiran 7 menunjukan bahwa baik pada model pertama maupun model kedua memilki masalah hesteroskedastisitas. Lampiran 8 menunjukan bahwa autokorelasi dapat diabaikan. Lampiran 9 menunjukan bahwa kedua model yang ada tidak memiliki masalah multikolinearitas.
IV.5 Pengujian Model Pertama Pada model pertama penelitian ini ingin diketahui apakah terdapat pengaruh signifikan dan karakteristik corporate governace perusahan dan karakteristik perusahaan itu sendiri sebagai variabel kontrol terhadap tarif pajak efektif perusahan standar
akuntansi keuangan yang berlaku. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.4 dan selengkapnya pada lampiran 10. Hasil regresi ini akan dianalisis dengan menggunakan tiga kriteria statistik, yaitu (1) Nilai adjusted R2 atau koefisien determinasi, (2) Nilai F-statistik untuk melihat pengaruh variabel bebas secar bersama-sama terhadap variabel terikat, dan (3) Nilai tstatistik untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secra individu.
Tablel 4.4 Hasil Regresi – GETR Uji Uji Overall (F_statistics) Uji Partial (t-statistic)
Variabel
Statistik Uji 50.08372
Tabel
Probability
Keterangan
2.64
0.0000
GETR_T1
-37.64181
2.998
0.0000
BOARD
2.595772
2.998
0.0024
INDEP
-2.212988
2.998
0.0073
COMP
-21.49955
2.998
0.0000
SIZE
-56.82344
2.998
0.0000
ROA
-4.725684
2.998
0.0000
LEV
2.062422
2.998
0.0029
Signifikan dalam 1% Signifikan dalam 1% Signifikan dalam 1% Signifikan dalam 1% Signifikan dalam 1% Signifikan dalam 1% Signifikan dalam 1% Signifikan dalam 1%
Sumber : Eviews6, 2012
Nilai R2 atau nilai koefisien determinasi mencerminkan seberapa besar variabel terkait dijelaskan oleh sebuah model estimasi. Namun, untuk mengukur sebuah model baik atau tidak, digunakan nilai adjusted R2. Nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan ini mengukur lebih rill berapa persen variabel terkait dapat dijelaskan oleh sebuah model. Hasil regresi untuk model pertama menunjukan bahwa nilai adjusted R2 adalah sebesar 0.72497. Hal ini menandakan bahwa tarif pajak efektif sebagai variabel terkait didalam model ini, dapat dijelaskan 72.49% oleh model pertama. Uji persamaan regresi secara keseluruhan dilakukan dengan melakukan uji Fstatistik. Tabel 4.4 menunjukan nilai distribusi F sebesar 50.08372 dengan nilai probabilitas 0,0000 dengan tingkat keyakinan (significan level) 1%. Hal ini menunjukan bahwa probabilitas lebih kecil dari tingkat keyakinan sehingga H0, yaitu variabel bebas secara bersama-sama tidak mampu mempengaruhi variabel terikat, ditolak. Ini menunjukan bahwa jumlah dewan komisaris dan direksi, ukuran perusahaan, profitabilitas dan tingkat hutang secara bersama-sama mampu mempengaruhi tarif pajak efektif.
IV.5.1 Pengujian Hipotesis IV.5.1.1 Jumlah dewan komisaris (BOARD) Variabel BOARD mempresentasikan jumlah dewan komisaris perusahaan. Variabel ini memiiki nilai koefisien sebesar 2.595772. Tanda positif menunjukan hubungan positif antara BOARD dan GETR. Setiap adanya penambahan satu orang pada dewan komisaris, maka tarif pajak efektif akan naik sebesar 0.000684 atau 0.07%. Variabel BOARD memilki nilai 0,0000 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut
berada dibawah 0,01 sehingga H0 ditolak, atau variabel BOARD signifikan pada tingkat α = 1% dan α = 5%. Dari penjelasan yang sudah disampaikan, maka hipotesis penelitian H1 yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif antara jumlah dewan komisaris terhadap manajemen pajak yang ditandai dengan semakin rendahnya tarif pajak efektif yang ditolak. Hasil ini seperti dengan argumen Minnick dan Noga (2010) yang menyatakan bahwa jumlah dewan komisaris yang lebih sedikit akan membuat dewan komisaris lebih fokus untuk meyakinkan manajemen untuk berinvestasi dalam manajemen pajak. Hal ini juga dapat dijelaskan dengan teori trade off antara pajak akuntansi dan tarif pajak efektif. Seperti yang dijelaskan oleh Shackelford et al. (2007), pengguna laporan keuangan memiliki kecenderungan tidak bisa membedakan antara rendahnya laba karena profitabilitas yang buruk dengan rendahnya laba karena perusahaan menerapkan manajemen pajak. Dengan menerapkan manajemen pajak, perusahaan mengorbankan laba akuntansi sehingga pembayaran pajak secara kas dapat lebih rendah. Namun pengorbanan atas laba akuntansi ini akan memberikan dampak buruk kepada perusahaan akan sulit mendapatkan modal, atau setidak-tidaknya perusahaan mendapatkan modal dengan biaya yang tinggi. Selain itu karena kontrak kompensasi kepada dewan komisaris dimungkinkan terpengaruh pula oleh laba akuntansi, maka dewan komisaris memiliki kecenderungan untuk tidak menerapkan manajemen pajak sehingga laba akuntansinya tetap tinggi.
IV.5.1.2 Presentase Komisaris Independen (INDEP) Variabel INDEP mempresentasikan komisaris independen dalam dewan komisaris. Variabel ini memiliki nilai koefisien sebesar -2.212988. Tanda negatif menunjukan hubungan terbalik antara INDEP dan GETR. Setiap ada kenaikan komposisi komisaris independen dalam dewan komisaris sebesar 1%, maka tarif pajak efektif akan turun sebesar 0.56%. Variabel INDEP memiliki nilai 0,0073 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada di bawah 0,01 sehingga H0 ditolak, atau variabel BOARD signifikan pada tingkat α = 5%. Dari penjelasan yang sudah disampaikan, maka hipotesis penelitian H2 yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif antara presentase komisaris independen terhadap manajemen pajak yang ditandai dengan semakin rendahnya tarif pajak efektif diterima. Hasil yang didapat dalam penelitian ini sejalan dengan Bhagat dan Black (1999) yang menyatakan bahwa jumlah komisaris independen yang lebih banyak akan menghasilkan fungsi pengawasan yang lebih baik. Salah satu perwujudan dari fungsi pengawasan yang lebih baik. Salah satu perwujudan dari fungsi pengawasan yang lebih baik ini adalah pengawasan dalam bidang perpajakan. Semakin banyak komisaris independen, akan semakin tinggi tekanan kepada pihak manajemen agar pajak mencapai titik yang paling rendah tanpa melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Minnick dan Noga (2010) menyatakan dengan kehadiran komisaris independen juga akan membuat perusahaan berada dalam posisi bukan lagi fokus pada top-line perfomance measure tetapi berfokus pada overall perfomance. Ketika perusahaan berfokus pada top line performance, maka komisaris independen akan mengawasi manajemen dengan tujuan memaksimalkan penjualan tanpa memperdulikan besaran
pajak. Ketika perusahaan berfokus pada overall performane, komisaris independen akan mengawasi manajemen agar memaksimalkan net income dimana penurunan jumlah beban pajak memainkan peranan yang cukup signifikan.
IV.5.1.3 Kompensasi Dewan Komisaris dan Direksi (COMP) Variabel COMP mempresentasikan rasio jumlah kompensasi dewan komisaris dan direksi. Variabel ini memiliki nilai uji t-statistic sebesar -21.49955. Tanda negatif menunjukan hubungan terbalik antara COMP dan GETR. Variabel COMP memiliki nilai 0.0000 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada di bawah 0,01 sehingga H0 diterima, atau variabel COMP signifikan pada tingkat α = 1% dan α = 5%. Dari penjelasan yang sudah disampaikan, maka hipotesis penelitian H3 yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif antara jumlah kompensasi terhadap komisaris dan direksi dengan manajemen pajak yang ditandai dengan semakin rendahnya tarif pajak efektif diterima. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan Minnick dan Noga (2010) yang menemukan bahwa bahwa baik kompensasi dewan komisaris maupun kompensasi direksi berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif perusahaan. Hasil ini juga sejalan dengan Rego dan Wilson (2009) yang menyatakan bahwa ada pengaruh negatif antara tarif pajak efektif terhadap jumlah kompensasi direksi. Tujuan dasar dari kompensasi adalah untuk menyamakan antara kepentingan pemegang saham dengan kepentingan pengelolahan aset. Tujuan dari pemegang saham adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham semakin nyata. Jensen dan Murphy (1990) menemukan bahwa adanya pengaruh positif antara remunerasi CEO dengan kinerja perusahaan. Salah satu ukuran
kinerja perusahaan asalah jumlah arus net income yang dipengaruhi oleh beban pajak penghasilan badan pada tahun berjalan.
IV.5.2 Variabel Kontrol IV.5.2.1 Tarif Pajak Efektif Tahun Sebelumnya (GETR_T1) Variabel GETR_T1 mempresentasikan besaran tarif pajak efektif perusahaan pada tahun sebelumnya. Variabel ini memilki nilai uji t-statistic sebesar -37.64181. Tanda negatif menunjukan hubungan negatif antara GETR_T1 dan GETR. Setiap kenaikan GETR_T1 sebesar 1, maka nilai GETR akan turun sebesar 0.547988, atau dengan kata lain semakin tinggi GETR_T1, maka GETR akan semakin rendah. Variabel GETR_T1 memiliki nilai 0,0000 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada dibawah 0,01 sehingga variabel GETR_T1 signifikan pada tingkat α = 1% dan α= 5%.
IV.5.2.2 Ukuran Perusahaan (SIZE) Variabel SIZE mempresentasikan ukuran perusahaan yang diwakili dengan logaritma total aset. Variabel ini memilki nilai koefisien sebesar -56.82344. Tanda negatif menunjukan hubungan terbalik antara SIZE dan GETR. Setiap ada kenaikan 1 poin pada ukuran perusahaan, maka tarif pajak efektif akan turun sebesar 0.008861. Variabel SIZE memiliki nilai 0,0000 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada di bawah 0,01 sehingga H0 diterima, atau variabel SIZE signifikan pada tingkat α = 1% dan α = 5%. Dyreng et al. (2007). Sari dan Martini (2010). Richardson dan Lanis (2007) serta Derashid dan Zhang (2003) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap tarif pajak efektif. Sigfried (1972) seperti yang dikutip Richardson dan Lanis (2007) menyatakan bahwa dalam political power theory semakin besar perusahaan, maka tarif pajak efektifnya akan semakin rendah, hal ini terjadi karena semakin besar perusahaan, semakin besar pula sumber saya yang dimiliki guna melakukan tax planning sehingga tax saving menjadi optimal. Kim dan Limpaphayom (1998) yang meneliti di Asia Tenggara dan Asia Timur menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif di wilayah tersebut.
VI.5.2.3 Profitabilitas Perusahaan (ROA) Variabel ROA mempresentasikan profitabilitas perusahaan. Variabel ini memilki nilai koefisien sebesar -4.725684. Tanda negarif menunjukan hubungan terbalik antara ROA dan GETR. Setiap ada keniakan 1 poin pada ROA, maka tarif pajak efektif akan turun sebesar 0.000108. Variabel ROA memiliki nilai 0,0000 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada dibawah 0,01 sehingga H0 diterima, atau variabel ROA signifikan pada tingkat α = 1% dan α = 5%. Derashid dan Zhang (2003) menemukan bahwa ROA memilki pengaruh negatif dengan tarif pajak efektif. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang beroperasi dengan efesien akan mendapatkan tax subsidy berupa tarif pajak efektif yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi dengan efesiensi rendah.
IV.5.2.4 Tingkat Hutang Perusahaan (LEV) Variabel LEV mempresentasikan tingkat hutang perusahaan. Variabel ini memiliki koefisien sebesar 2.062422 . Tanda positif menunjukan hubungan lurus antara
LEV dan GETR. Setiap ada kenaiakan 1 poin pada LEV, maka tarif pajak efektif akan naik sebesar 0.0001031. Variabel LEV memiliki nilai 0,0000 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada dibawah 0,01 sehinggan H0 diterima, atau variabel LEV signifikan pada tingkat α = 1 % dan α = 5%. Gupta dan Newberry (1997) menemukan adanya pengaruh positif antara leverage terhadap tarif pajak efektif. Fenomena ini terjadi karena perusahaan dengan tarif pajak efektif yang tinggi akan lebih menyukai penggunaan pembiayaan lewat penerbitan hutang (Gupta dan Newberry, 1997). Pengaruh positif ini juga mungkin terjadi karena keterbatasan sampel.
IV.6 Pengujian Model Kedua Pada model kedua penelitian ini ingin diketahui apakah terdapat pengaruh signifikan dari karakteristik corporate governance perusahaan dan karakteristik perusahaan itu sendiri sebagai variabel kontrol terhadap tarif pajak efektif perusahaan berdasarkan pajak penghasilan yang diabayarkan. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.8 dan selengkapnya pada lampiran 11. Seperti pada model pertama, hasil regresi ini model kedua ini pun akan dianalisis dengan menggunakan tiga kriteria statistik, yaitu (1) Nilai adjusted R2 atau koefisien determinasi. (2) Nilai F-statistik untuk melihat pengaruh variabel bebas secara bersamasama terhadap variabel terikat, dan (3) Nilai t-statistik untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secar individu. Nilai R2 atau nilai koefisien determinasi mencerminkan seberapa besar variabel terkait dijelaskan oleh sebuah model estimasi. Namun, untuk mengukur sebuah model
baik atau tidak, digunakan nilai adjusted R2. Nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan ini mengukur lebih rill berapa persen variabel terikat dapat dijelaskan oleh sebuah model. Hasil regresi untuk model kedua menunjukan bahwa nilai adjusted R2 adalah sebesar 0.555676 . Hal ini menandakan bahwa tarif pajak efektif sebagai variabel terikat didalam model ini, dapat dijelaskan 55.56% oleh model kedua.
Tabel 4.5 Regresi Dengan Estimasi GLS-CETR Uji
Variabel
Uji Overall (F_statistics)
23.22563 CETR_T1 BOARD INDEP
Uji Partial (t-statistic)
Statistik Uji
COMP SIZE ROA LEV
6.346158 -3.866898 -2.431816 -44.87429 -5.474884 -350.3876 15.37428
Tabel Probability
Keterangan Signifikan dalam 1% Signifikan dalam 1% Signifikan dalam 1%
2.64
0.0000
2.998
0.0000
2.998
0.0000
2.998
0.0002
Signifikan dalam 1%
2.998
0.0006
Signifikan dalam 1%
2.998
0.0000
Signifikan dalam 1%
2.998
0.0000
Signifikan dalam 1%
2.998
0.0000
Signifikan dalam 1%
Sumber : Eviews 6, 2012
Uji persamaan regresi secara keseluruhan dilakukan dengan melakukan uji Fstatistik. Tabel 4.5 menunjukan nilai distribusi F sebesar 23.22563 dengan nilai probabilitas 0,0000 dengan tingkat keyakinan (significance level) 5%. Hal ini menunjukan bahwa probabilitas lebih kecil dari tingkat keyakinan sehingga H0, yaitu
variabel bebas secara bersama-sama tidak mampu mempengaruhi variabel terikat, ditolak. Hal ini menunjukan jumlah dewan komisaris, presentase komisaris independen, jumlah kompensasi dewan komisaris dan direksi, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan tingkat hutang secra bersama-sama mampu mempengaruhi tarif pajak efektif.
IV.6.1 Pengujian Hipotesis IV.6.1.1 Besaran Dewan Komisaris (BOARD) Variabel BOARD merepresentasikan jumlah dewan komisaris perusahaan. Variabel ini memiliki nilai uji t-statistic sebesar -3.866898. Tanda negarif menunjukan hubungan terbalik antar BOARD dan CETR. Setiap adanya penambahan satu orang pada dewan komisaris, maka tarif pajak efektif akan turun sebesar 0.001637 atau 16%. Variabel BOARD memiliki nilai 0,0000 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada di bawah 0,01 sehingga H0 ditolak, atau variabel BOARD signifikan pada tingkat α = 1% dan α = 5%. Dari penjelasan yang sudah disampikan, maka hipotesis penelitian H1 yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif antar jumlah dewan komisaris terhadap manajemen pajak yang ditandai dengan semakin rendahnya tarif pajak efektif yang diterima. Hasil yang ditemukan ini sejalan dengan Coles et al. (2008) yang menemukan bahwa jumlah dewan komisaris semakin banyak akan membuat performa perusahaan semakin tinggi. Coles et al. (2008) menyatakan bahwa hasil ini berlaku bagi perusahaan yang memiliki ukuran besar dengan tingkat kompleksitas yang tinggi, Hal ini terjadi karena semakin besar perusahaan, akan semakin banyak membutuhkan penasihat.
Hal ini yang juga bisa menjelaskan pengaruh negatif ini adalah dewan komisaris cenderung peduli terhadap jumlah pajak yang benar-benar dibayarkan perusahaan. Berbeda dengan GETR, CETR didapatkan dengan penyesuaian pajak terhadap laba akuntansi. GETR menggambarkan besarnya pajak penghasilan perusahaan sesuai dengan laba akuntansinya, sedangkan CETR menggambarkan besaran pajak penghasilan sesuai dengan laba fiskal sehingga nilai CETR adalah besaran pajak penghasilan sesuai dengan laba fiskal sehingga nilai CETR adalah besarnya pajak yang benar-benar diabayarkan oleh perusahaan. Semakin tinggi jumlah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan akan semakin tinggi arus kas keluar perusahaan. Tingginya arus kas keluar ini dapat menganggu kesehatan keuangan perusahaan. Adapun fungsi komisaris adalah sebagai wakil pemegang saham untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi. Dalam hal ini, dewan komisaris harus bertindak melindungi kepentingan pemegang saham, yaitu menjaga kesehatan keuangan perusahaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah semakin besar ukuran dewan komisaris, semakin banyak nasihat yang akan didapatkan oleh manajemen terkait dengan manajemen pajak guna melindungi kepentingan pemegang saham sehingga nilai tarif pajak efektif semakin rendah.
IV.6.1.2 Presentase Komisaris Independen (INDEP) Variabel INDEP merepresentasikan presentase komisaris independen dalam dewan komisaris. Variabel ini memiliki nilai koefisien sebesar -2.431816. Tanda negatif menunjukan hubungan positif antar INDEP dan CETR. Setiap ada kenaikan komposisi komisaris independen dalam dewan komisaris sebesar 1%, maka tarif pajak efektif akan turun sebesar 0.002223. Variabel INDEP memiliki nilai 0,0002 pada kolom
prob/probability. Nilai tersebut berada di bawah 0,01 sehingga H0 ditolak, atau variabel INDEP signifikan pada tingkat α = 1% dan α = 5%. Dari penjelasan yang sudah disampaikan, maka hipotesiss penelitian H2 yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif antar presentase komisaris independen terhadap manajemen pajak yang ditandai dengan semakin rendahnya tarif pajak efektif diterima. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini sejalan dengan Bhagat dan Black (1999) yang menyatakan bahwa jumlah komisaris independen yang lebih banyak akan menghasilkan fungsi pengawasan yang lebih baik. Salah satu perwujudan dari fungsi pengawasan yang lebih baik ini adalah pengawasan dalam bidang perpajakan. Semakin banyak komisaris independen, akan semakin tinggi tekanan kepada pihak manajemen agar pajak mencapai titik yang paling rendah tanpa melanggar ketentuan perundangundangan yang berlaku. Minnick dan Noga (2010) menyatakan dengan kehadiran komisaris independen juga akan membuat perusahaan berada dalam posisi bukan lagi fokus pada top-line performance measure tetapi berfokus pada overall performance. Ketika perusahaan berfokus pada top-line performance, maka komisaris independen akan mengawasi manajemen dengan tujuan memaksimalkan penjualan. Ketika perusahaan berfokus pada overall performance, yang salah satunya dapat diukur dengan cash flow perusahaan, komisaris independen akan mengawasi manajemen agar memaksimalkan cash flow dimana penurunan jumlah pajak dibayarkan memaikan peranan yang cukup signifikan.
IV.6.1.3 Kompensasi Dewan Komisaris dan Direksi (COMP) Variabel COMP merepresentasikan rasio jumlah kompensasi dewan komisaris dan direksi terhadap penjualan. Variabel ini memiliki nilai uji t-statistic sebesar -44.87429. Tanda negatif menunjukan hubungan terbalik antara COMP dan CETR. Variabel COMP memiliki nilai 0,0006 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada di bawah 0,01 sehingga H0 diterima, atau variabel COMP signifikan pada tingkat α = 1% dan α=5%. Dari penjelasan yang sudah disampaikan, maka hipotesis penelitian H3 yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif antara jumlah kompensasi dewan komisaris dan direksi terhadap manajemen pajak yang ditandai dengan semakin rendahnya tarif pajak efektif diterima. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan Minnick dan Noga (2010) yang menemukan bahwa baik kompensasi dewan komisaris maupun kompensasi direksi berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif perusahaan. Hasil ini juga sejalan dengan Rego dan Wilson (2009) yang menyatakan bahwa ada pengaruh negatif antara tarif pajak efektif terhadap jumlah kompensasi direksi. Tujuan dasar dari kompensasi adalah untuk menyamakan antara kepentingan pemegang saham dengan kepentingan pengelolah aset. Tujuan dari pemegang saham adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham semakin nyata. Jensen dan Murphy (1990) menemukan bahwa adanya pengaruh positif antara remunerasi CEO dengan kinerja perusahaan. Salah satu ukuran kinerja perusahaan adalah jumlah arus kas perusahaan yang dipengaruhi oleh pajak yang dibayarkan pada tahun berjalan (Dechow et al. 1998).
IV.6.2 Variabel Kontrol IV.6.2.1 Tarif Pajak Efektif Tahun Sebelumnya (CETR_T1) Variabel CETR_T1 merepresentasikan besaran tarif pajak efektif perusahaan pada tahun sebelumnya. Variabel ini memiliki nilai uji t-statistic sebesar -6.346158. Tanda negatif menunjukan hubungan negatif antara CETR_T1 dan CETR. Setiap kenaikan CETR_T1 sebesar 1, maka nilai CETR akan turun sebesar 0.233677, atau dengan kata lain semakin tinggi CETR_T1, maka CETR akan semakin rendah. Variabel CETR_T1 memiliki 0,0000 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada di bawah 0,01 sehingga variabel GETR_T1 signifikan pada tingkat α = 1% dan α = 5%.
IV.6.2.2 Ukuran Perusahaan (SIZE) Variabel SIZE merepresentasikan ukuran perusahaan yang diwakili dengan logaritma total aset. Variabel ini memilki nilai koefisien sebesar -5.474884. Tanda negatif menunjukan hubungan terbalik antara SIZE dan CETR. Setiap ada kenaikan 1 poin pada ukuran perusahaan, maka tarif pajak efektif akan turun sebesar 0.007498. Variabel SIZE memiliki nilai 0,0000 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada diabawah 0,01 sehingga H0 diterima, atau variabel SIZE signifikan pada tingkat α = 1% dan α = 5%. Dyreng et al. (2007). Sari dan Martini (2010). Richardson dan Lanis (2007) serta Derashid dan Zhang (2003) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif. Sigfried (1972) seperti yang dikutip Richardson dan Lanis (2007) menyatakan bahwa dalam political power theory semakin besar perusahaan, maka tarif pajak efektifnya akan semakin rendah. Hal ini terjadi karena semakin besar
perusahaan, semakin besar pula sumber daya yang dimiliki guna melakukan tax planning sehingga tax saving menjadi optimal. Kim dam Limpaphayom (1998) yang meneliti di Asia Tenggara dan Asia Timur menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap tarif pajak efektif diwilayah tersebut.
IV.6.2.3 Profitabilitas Perusahaan (ROA) Variabel ROA merepresentasikan profitabilitas perusahaan. Variabel ini memiliki nilai uji t-statistic sebesar -350.3876. Tanda negatif menunjukan hubungan terbalik antar ROA dan CETR. Setiap ada kenaikan 1 poin pada ROA, maka tarif pajak efektif akan turun sebesar 0.000666. Variabel ROA memilki nilai 0,0000 pada kolom prob/probability. Nilai tersebut berada di bawah 0,01 sehingga H0 diterima, atau variabel ROA signifikan pada tingkat α = 1% dan α = 5%. Derashid dan Zhang (2003) menemukan bahwa ROA memiliki pengaruh negatif dengan tarif pajak efektif. Hal ini mengidentifikasikan bahwa perusahaan yang beroperasi dengan efesien akan mendapatkan tax subsidy berupa tarif pajak efektif yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi dengan efesien rendah.
IV.6.2.4 Tingkat Hutang Perusahaan (LEV) Variabel LEV merepresentasikan tingkat hutang perusahaan. Variabel ini memilki nilai uji t-statistic sebesar 15.37428 . Tanda positif menunjukan hubungan lurus antara LEV dan CETR. Setiap ada kenaikan 1 poin pada LEV, maka tarif pajak efektif akan naik sebesar 0,1. Variabel LEV memiliki nilai 0,0000 pada kolom prob/probability.
Nilai tersebut diatas 0,1 sehingga H0 ditolak atau variabel ROA tidak signifikan pada tingkat α = 10%. Gupta dan Newberry (1997) menemukan adanya pengaruh positif antara leverage terhadap tarif pajak efektif. Fenomena ini terjadi karena adanya perushaan dengan tarif pajak efektif yang tinggi akan lebih menyukai penggunaan pembiayaan lewat penerbitan hutang (Gupta dan Newberry. 1997). Pengaruh positif ini juga mungkin terjadi karena keterbatasan sampel.