BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca, SPT, Faktur Pajak, Surat Setoran Pajak (SSP) dan dokumen lain. Ketika melakukan pengecekan, ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu dengan meneliti apakah Faktur Pajak Standar tersebut penulisannya sudah benar atau belum, sudah lengkap atau tidak, seperti penulisan Kode dan Nomer Seri Faktur Pajak, tanggal transaksi, jenis transaksi, nama Pengusaha Kena Pajak, nama penerima Jasa Kena Pajak. Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh penjualan Jasa Kena Pajak telah dilakukan pemungutan Pajak pertambahan Nilai secara benar.
IV.1
Evaluasi Pajak Keluaran Tahun 2008, 2009 dan 2010 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan transaksi penjualan maupun penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak, karena atas transaksi tersebut Pengusaha Kena Pajak wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai yang disebut sebagai Pajak Keluaran atau Pajak Pertambahan Nilai Keluaran, yang harus disetorkan kepada negara. Berdasarkan dari data-data yang telah ada, terdapat beberapa masalah dalam Pajak Keluaran PT SMR, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan Faktur Pajak Standar yang tidak tepat waktu
41
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jendaral Pajak Nomor PER-549/PJ./2000 sebagaimana telah diubah menjadi PER-159/PJ./2006 Pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat :
a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran, atau b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, atau c. Pada saat penerimaan pembayaran terjamin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, atau d. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Dan kini setelah perubahan terakhir pada Peraturan Jendaral Pajak No.13/PJ./2010 pada Pasal 2 ayat (1) sama dengan Undang-undang No.42 Tahun 2009 sesuai Pasal 13 ayat (1a), yang mulai diberlakukan pada Tanggal 10 April 2010 memiliki ketentuan pada saat pembuatan Faktur Pajak sebagai berikut: a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.
Penjelasan dalam hal pembuatan paling lambat Faktur Pajak diatur dalam Undangundang Nomor 42 Tahun 2009 pada Pasal 13 ayat (2a) menurut Ikantan Akunta Indonesia (2012:214) yaitu:
42
Faktur Pajak harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan. Penjelasan ayat ini dimaksudkan untuk meringankan beban administrasi, maka Pengusaha Kena Pajak diperkenankan membuat Faktur Pajak gabungan paling lama pada akhir bulan penyerahan Jasa Kena Pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya.
Pada Pasal 14 ayat 4 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP menyatakan bahwa “Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat Faktur Pajak tetapi tidak melaksanakannya, tidak selengkapnya mengisi Faktur Pajak, atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)”. Berdasakan hasil evaluasi dan kondisi yang terdapat dalam perusahaan PT SMR Tahun 2008 - 2009, dimana pada tahun ini belum terjadi dan diberlakukannya perubahan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, penulis menemukan beberapa hal yang belum benar dimana terdapat jenis transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak atas Faktur Pajak Standar Keluaran yang dibuat lewat dari masa berlaku pembuatan Faktur Pajak. Penyerahan untuk pelaporan Faktur Pajak Standar yang tidak tepat waktu terjadi pada beberapa bulan. (Lihat tabel IV.2 dan IV.3) Dalam perubahan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 yang mulai diberlakukan mulai Tanggal 1 April 2010, penulis melakukan evaluasi terhadap penyerahan Jasa Kena Pajak pada Tahun 2010 dimulai pada bulan April, penulis menemukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku yang telah dilakukan PT SMR berupa transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak atas Faktur Pajak Keluaran yang dibuat lewat dari masa berlaku pembuatan Faktur Pajak yang harus sesuai dengan peraturan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 pada pasal 13 ayat 43
(2a). Penyerahan untuk pelaporan Faktur Pajak Standar yang tidak tepat waktu terjadi pada beberapa bulan seperti tabel dihalaman berikutnya. (Lihat Tabel IV.4) Penulis telah melakukan pemilihan data sampling berdasarkan Masa Faktur Pajaknya terhadap Tanggal Pembuatan Faktur Pajak yang terjadi pada Tahun 20082010 sebagai berikut: a. Tahun 2008 Penulis memilih sampling yang terjadi sejak Masa Faktur Pajak bulan November dan Desember pada tahun 2007 yang terkait dengan pembuatan Faktur Pajak Standar di tahun 2008, kemudian dilanjutkan pada beberapa bulan Masa Pajak kecuali bulan Februari, Maret, dan Mei b. Tahun 2009 Penulis melakukan sampling pada Masa Faktur Pajak bulan Desember pada tahun 2008 karena pembuatan Faktur Pajak Standar di tahun 2009, dan dilanjutkan pada beberapa bulan Masa Pajak kecuali bulan April, Oktober, dan Desember. c. Tahun 2010 Penulis melakukan sampling pada Masa Faktur Pajak November dan Oktober pada tahun 2009 karena pembuatan Faktur Pajak Standar di tahun 2009, dan dilanjutkan pada beberapa bulam Masa Pajak kecuali bulan Februari, Urutan bulan sesuai pada Tanggal Pembuatan Faktur Pajaknya. Penulis membuat sampling pada bulan yang memiliki keterlambatan paling lama dan jumlah Dasar Pengenaan Pajak yang besar, dengan 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) Faktur Pajak.
44
Tabel IV.1 Jumlah Faktur Pajak Keluaran Tahun 2008-2010 No
Bulan
2008
2009
2010
1
Januari
8
7
9
2
Februari
10
14
18
3
Maret
3
19
20
4
April
13
3
17
5
Mei
1
10
6
6
Juni
19
10
11
7
Juli
18
11
12
8
Agustus
15
21
8
9
September
4
9
4
10
Oktober
6
6
5
11
November
11
12
19
12
Desember
17
19
18
125
141
147
TOTAL
45
Gambar IV.1 Jumlah Pajak Keluaran Tahun 2008-2010
Sumber: Faktur Pajak Keluaran Tahun 2008-2010 PT SMR
46
Tabel IV.2 Sampel Klasifikasi Faktur Standar Keluaran Tahun 2008
No
nama pembeli BKP / Penerima JKP
Nomor Seri Faktur Pajak
Masa Faktur Pajak
Tanggal Pembuatan Faktur Pajak
Jumlah DPP
PPN
1
PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000001
November
09 Januari 2008
2.509.909
250.991
2
PT PLN (PERSERO)
010.000.08.00000005
November
21 Januari 2008
9.195.455
919.545
3
PT PLN (PERSERO)
010.000.08.00000008
November
21 Januari 2008
18.079.091
1.807.909
4
PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000025
Februari
21 April 2008
1.094.545
109.455
5
PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000045
Maret
13 Juni 2008
1.376.364
137.636
6
PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000059
Mei
11 Juli 2008
5.531.818
553.182
7 8
PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000084 010.000.08.00000088
Juni Juni
26 Agustus 2008 06 Agustus 2008
2.176.282 10.140.692
217.628 1.014.069
9
PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000089
Juli
22 September 2008
1.245.000
124.500
10
PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000095
Agustus
28 Oktober 2008
5.198.818
519.882
11
PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000106
Agustus
25 November 2008
5.759.939
575.994
12
PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000107
Agustus
27 November 2008
17.072.364
1.707.236
13
PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000112
Oktober
02 Desember 2008
75.270.909
7.527.091
14
PT. PLN (PERSERO)
010.000.08.00000114
September
05 Desember 2008
4.298.182
429.818
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008 PT SMR
47
Tabel IV.3 Sampel Klasifikasi Faktur Standar Keluaran Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama pembeli BKP / Penerima JKP PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO)
Nomor Seri Faktur Pajak 010.000.09.00000005 010.000.09.00000018 010.000.09.00000024 010.000.09.00000032 010.000.09.00000047 010.000.09.00000056 010.000.09.00000059 010.000.09.00000070 010.000.09.00000071 010.000.09.00000092 010.000.09.00000096 010.000.09.00000102
Masa Faktur Pajak November Desember Januari Januari Februari April April Mei Mei Juni Juli Juli
Tanggal Pembuatan Faktur Pajak 23 Januari 2009 26 Februari 2009 06 Maret 2009 12 Maret 2009 20 Mei 2009 02 Juni 2009 05 Juni 2009 13 Juli 2009 13 Juli 2009 25 Agustus 2009 08 September 2009 10 September 2009
Jumlah DPP 2.546.250 990.000 5.561.818 9.688.100 3.602.182 2.178.182 1.254.545 1.593.636 1.767.273 1.063.636 3.271.818 3.037.273
PPN 245.625 99.000 556.182 968.810 360.218 217.818 125.455 159.364 176.727 106.364 327.182 303.727
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008 PT SMR
48
Tabel IV.4 Sampel Klasifikasi Faktur Standar Keluaran Tahun 2010
No
nama pembeli BKP / Penerima JKP
Nomor Seri Faktur Pajak
Masa Faktur Pajak
Jumlah
Tanggal Pembuatan Faktur Pajak DPP
PPN
1
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000004
November
26 Januari 2010
6.103.636
610.364
2
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000018
Januari
04 Maret 2010
17.198.182
1.719.818
3
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000019
Januari
02 Maret 2010
5.717.000
571.700
4
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000030
Januari
13 April 2010
1.204.110
120.411
5
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000038
Februari
30 April 2010
7.989.969
798.997
6
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000042
Februari
05 Mei 2010
12.617.076
1.261.708
7
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000045
April
12 Mei 2010
16.291.202
1.629.120
8
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000050
Mei
04 Juni 2010
6.899.280
689.928
9
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000066
Mei
20 Juli 2010
15.267.152
1.526.715
10
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000069
Mei
27 Juli 2010
22.353.456
2.235.346
11
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000070
Juni
03 Agustus 2010
5.939.818
593.982
12
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000079
Juni
03 September 2010
7.640.254
764.025
13
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000080
Agustus
03 September 2010
3.439.042
343.904
14
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000086
September
22 Oktober 2010
3.091.860
309.186
16
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000090
September
3 November 2010
5.056.181
505.618
15
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000106
Oktober
01 Desember 2010
21.487.000
2.148.700
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008 PT SMR 49
Gambar IV.2 Perbandingan Jumlah Keterlambatan Faktur Pajak Keluaran Tahun 2008-2010
50
Pada Tabel IV.1 diatas menerangkan jumlah keseluruhan dari Faktur Pajak Keluaran Tahun 2008-2010, dan pada Gambar IV.1 dapat terlihat jumlah aktivitas dari penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh PT SMR paling banyak adalah pada Tahun 2010. Dalam perbandingan jumlah keterlambatan Faktur Pajak keluaran pada Tahun 2008-2010 yang terkait dengan perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009 pada Gambar IV.2 diatas menerangkan jumlah keterlambatan pada Tahun 2008 sebanyak 33 lembar, Tahun 2009 sebanyak 24 lembar, Tahun 2010 sebanyak 82 lembar. Pada Tahun 2010 dimana tahun ini mulai diberlakukannya perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai pada bulan April PT SMR memiliki jumlah keterlambatan Faktur Pajak paling tinggi hal ini terjadi akibat PT SMR masih belum mengikuti perubahan peraturan Undang-undang No.42 Tahun 2009. 2. Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan. Pada Peraturan Direktur Jendral Pajak No.159/PJ./2006 pada Pasal 13 ayat (1) menjelaskan bahwa “Faktur Pajak Standar yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak Standar seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (dua), adalah bukan merupakan Faktur Pajak Standar”. Serta pada Pasal 13 ayat (2) menjelaskan bahwa “Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar”.
51
Dan kini setelah mengalami perubahan Peraturan Direktur Jendral Pajak yang terbaru yaitu No.13/PJ/2010 Pasal 14 ayat (1) menjelaskan bahwa “Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (dua) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak”. Dalam hal ini, PT SMR memiliki beberapa Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan. Mengacu kepada Peraturan Direktur Jendral Pajak tersebut, dalam hal Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan tidak dianggap sebagai Faktur Pajak, yang mengartikan bahwa Faktur Pajak tersebut adalah cacat atau tidak dapat dikreditkan. Sehingga bagi pihak penerbit Faktur Pajak Standar dan faktur Pajak yaitu PT SMR akan dikenakan sanksi 2% dari Dasar Pengenaan Pajakn dan pihak penerimanya tidak dapat mengkreditkan Faktur Pajak tersebut. Penulis telah membuat keterangan pada Tabel IV.5 mengenai Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan.
52
Tabel IV.5 Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat Tahun 2008-2010 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nama Pembeli BKP / Penerima JKP PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO) PT. PLN (PERSERO)
Nomor Seri Faktur Pajak 010.000.08.00000044 010.000.08.00000094 010.000.08.00000097 010.000.09.00000054 010.000.09.00000067 010.000.09.00000073 010.000.09.00000085 010.000.09.00000088 010.000.09.00000095 010.000.09.00000095 010.000.09.00000098 010.000.09.00000100 010.000.09.00000116 010.000.10.00000013 010.000.10.00000026 010.000.10.00000039 010.000.10.00000044 010.000.10.00000050 010.000.10.00000051
Masa Faktur Pajak Februari Mei Mei Januari Februari Januari April April April Mei April Maret Januari Oktober Oktober Oktober Januari Oktober Februari
Tanggal Pembuatan Faktur Pajak 13 Juni 2008 24 Oktober 2008 30 Oktober 2008 29 Mei 2009 07 Juli 2009 21 Juli 2009 19 Agustus 2009 13 Agustus 2009 08 September 2009 09 September 2009 03 September 2009 09 September 2009 09 November 09 08 Februari 2010 18 Maret 2010 30 April 2010 06 Mei 2010 30 April 2010 07 Juni 2010
Jumlah DPP 1.376.364 14.093.091 34.188.182 1.397.273 9.210.364 657.250 11.931.818 11.467.211 21.511.818 11.090.000 3.602.182 1.479.091 2.501.400 3.143.652 8.149.592 928.342 6.740.400 570.989 17.098.438
PPN 137.636 1.409.309 3.418.818 139.727 921.036 65.725 1.193.182 1.146.721 2.151.182 1.109.000 360.218 147.909 250.140 314.365 814.959 92.834 674.040 57.099 1.709.844
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008-2010 PT SMR 53
Lanjutan Tabel IV.5 Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat Tahun 2008-2010 No
Nama Pembeli BKP / Penerima JKP
Nomor Seri Faktur Pajak
Masa Faktur Pajak
Tanggal Pembuatan Faktur Pajak
Jumlah DPP
PPN
20
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000056
Januari
18 Juni 2010
3.560.126
356.013
21
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000057
Januari
22 Juni 2010
7.734.432
773.443
22
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000059
Februari
04 Februari 2010
3.056.746
305.675
23
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000061
Februari
02 Juli 2010
3.460.933
346.093
24
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000071
April
03 Agustus 2010
6.182.413
618.241
25
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000087
Januari
22 Oktober 2010
3.549.000
354.900
26
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000098
Juli
12 November 2010
6.849.063
684.906
27
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000103
Juli
26 November 2010
2.478.492
247.849
28
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000111
Mei
06 Desember 2010
33.767.782
3.376.778
29
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000116
Agustus
10 Desember 2010
8.263.200
826.320
30
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000119
Agustus
15 Desember 2010
59.557.072
5.955.707
31
PT. PLN (PERSERO)
010.000.10.00000123
Juli
31 Desember 2010
16.448.050
1.644.805
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008-2010 PT SMR
54
3. Faktur Pajak Standar yang dibuat atas transaksi penjualan diklasifikasikan sebagai Faktur Pajak yang tidak sesuai aturan (cacat) Kondisi yang ditemukan sehubungan dengan Faktur Pajak Standar yang tidak sesuai dengan aturan dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Diisi dengan data yang tidak benar, berupa: • Terdapat beberapa pengisian Nomor Seri Faktur Pajak yang sejenis pada bulan yang yang sama pada Tahun 2009 dan 2010. Tabel IV.6 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2009 Faktur Pajak Ganda 1 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 010.000.09.00000082 010.000.09.00000082
Tanggal Transaksi 27 Juli 02 Oktober
Tanggal Pembuatan Faktur 13 Agustus 15 Oktober
DPP 2.360.000 2.360.000
PPN 236.000 236.000
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2009 PT SMR
Tabel IV.7 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2009
Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 010.000.09.00000095 010.000.09.00000095
Tanggal Transaksi 20 April 20 April
Tanggal Pembuatan Faktur 08 September 08 September
DPP 21.511.818 11.090.000
PPN 2.151.182 1.109.000
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2009 PT SMR
55
Tabel IV.8 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 2 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 010.000.10.00000020 010.000.10.00000020
Tanggal Transaksi 25 Januari 25 Januari
Tanggal Pembuatan Faktur 02 Maret 02-Mar-10
DPP 1.271.204 1.271.182
PPN 127.120 127.118
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR
Tabel IV.9 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 3 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 010.000.10.00000030 010.000.10.00000030
Tanggal Transaksi 12 Januari 12 Januari
Tanggal Pembuatan Faktur 13 April 13 April
DPP 1.204.110 1.203.636
PPN 120.411 120.364
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR
Tabel IV.10 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 4 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 010.000.10.00000033 010.000.10.00000033
Tanggal Transaksi 10 Maret 10 Maret
Tanggal Pembuatan Faktur 21 April 21 April
DPP 3.089.291 3.089.273
PPN 308.929 308.927
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR 56
Tabel IV.11 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 5 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 010.000.10.00000067 010.000.10.00000067
Tanggal Transaksi
Tanggal Pembuatan Faktur
24 Mei 18 Mei
20 Juli 20 Juli
DPP 22.601.360 44.664.816
PPN 2.260.136 4.466.482
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR
Tabel IV.12 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Ganda 6 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 010.000.09.00000095 010.000.09.00000095
Tanggal Transaksi 20 April 20 April
Tanggal Pembuatan Faktur 8 Sepetember 8 September
DPP 21.511.818 11.090.000
PPN 2.151.182 1.109.000
Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR
• Terdapat pembetulan Nomor Seri Faktur Pajak dengan menggunakan coretan sendiri pada Tanggal 12 November 2010. b. Diisi dengan tidak lengkap, berupa: • Pada kolom (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) tidak dicoret pada bagian kata yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan bagian bawah sebelah kiri.
57
Menurut Wiston Manihuruk pada buku Pajak Pertambahan Nilai (2010:56) yaitu “Berdasarkan ketentuan lama, penegasan bahwa Faktur Pajak harus memenuhi Syarat Formal dan Meterial terdapat pada Penjelasan Pasal 13 ayat (5). Setelah dilakukan perubahan, kewajiban untuk memenuhi syarat formal dan material diatur dalam batang tubuh yaitu Pasal 13 ayat (9) Undang-undang No.42 Tahun 2009”. Berdasarkan Pasal 13 ayat (5) menjelaskan bahwa : Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; b. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; c. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; d. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; e. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan f. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Dari keterangan kelengkapan tersebut, diantaranya ialah termasuk memberikan coretan pada bagian yang tidak perlu dari (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) sesuai dengan keadaan pada saat pembuatan Faktur Pajak Standar. Jika penyerahan Jasa Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Harga Jual, maka baris yang bukan Harga Jual harus dicoret seperti : (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*)
XXX
*) Coret yang tidak perlu 4. Pembuatan jenis Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Berdasarkan Undang-undang No.42 Tahun 2009 menurut Wiston Manihuruk (2010), jenis Faktur Pajak yang sebelumnya adalah Faktur Pajak Sederhana, dan 58
Faktur Pajak Standar, kini hanya ada istilah Faktur Pajak. Sehingga pada bulan April 2010 PT SMR masih menggunakan jenis Faktur Pajak Standar yang seharusnya telah berubah menjadi Faktur Standar.
IV.2
Evaluasi Pajak Masukan Pengertian Pajak Masukan menurut Waluyo (2009:83) adalah:
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.
Pajak masukan terdiri dari dua 1. Pajak Masukan yang dapat di kreditkan. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan menurut Undang-undang No.42 Tahun 2009 pasal 16B ayat 2 adalah “Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan”. 2. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan Didalam Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah atas:
a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; 59
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; e. dihapus; f. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; g. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); h. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; i. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan j. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).
Setiap melakukan transaksi yang berkaitan dengan pembelian, perusahaan harus menerima lembar asli Faktur Pajak Standar dari perusahaan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Faktur Pajak Standar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi perusahaan, dimana jumlah Pajak Masukan akan sangat mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung perusahaan. Dalam hal ini, PT SMR merupakan sub konstruksi, artinya perusahaan merupakan pihak ke tiga dalam pelaksanaan kegiatan. Selama Tahun 2008 sampai dengan 2010 PT SMR sebagian besar melakukan penyerahan Jasa Kena Pajaknya kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN). Penulis telah melakukan pengecekan mengenai Faktur Pajak Masukan pada perusahaan, dan hasil yang didapatkan perusahaan tidak membuat faktur Pajak Masukan yang terkait dengan pembelian Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak karena 60
keseluruhan pembelian Barang Kena Pajak tersebut ditanggung pihak perusahaan yang bekerja sama dengan PT SMR. Penyerahan Jasa Kena Pajak dalam negeri dibuat dengan Faktur Pajak Standar. Dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PT SMR menggunakan formulir 1771. Dalam hal ini, perusahaan tidak membuat Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Untuk itu, peneliti akan membantu memberikan saran dan masukan dalam pembuatan SPT Masa PPN guna pelaporan perpajakan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) walaupun jumlah Pajak Masuknnya adalah Nihil. Berdasarkan hasil penelitian dari dokumen-dokumen yang telah didapatkan penulis menemukan bahwa: 1. PT SMR tidak memiliki Pajak Masukan PT SMR selama Tahun 2008 sampai dengan 2010 memiliki kerjasama dengan PLN. PT SMR hanya memberikan Jasa Konstruksi dalam bidang kelistrikan, oleh sebab itu seluruh perlengkapan seperti Trafo Listrik, Kabel yang sesuai standart PLN, KWH Meter Listrik, Tiang Listrik/Tiang Sutet ( Tegangan Tinggi) di supply oleh PLN. PT SMR tidak mencatat Pajak Masukan karena seluruh bahan-bahan produksi di supply langsung oleh pihak PLN. Hal ini disebabkan karena konsumennya berasal dari PLN. Jika ada pembelian perlengkapan, pembelian tersebut tidak memiliki Faktur Pajak Standar dan pembelian tersebut bukan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. 2. PT SMR melakukan pembelian bahan/barang Tahun 2008, 2009, dan 2010
61
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan dokumen SPT Tahunan serta Laporan Rugi/Laba PT SMR telah mencatat dan melaporkan pembelian bahan/barang dagangan sebagai berikut: a. Tahun 2008 Pembelian Barang
: Rp 1.824.961.500
b. Tahun 2009 Pembelian Material (Lapangan)
: Rp 320.191.500
c. Tahun 2010 Pembelian Material (Lapangan)
: Rp 379.709.500
Pada Tahun 2008 Pembelian Bahan / Barang Dagangan tercatat didalam SPT Tahunan formulir 1771 – II. Untuk Tahun 2009, dan 2010 Pembelian Material tidak tercantum di dalam SPT Tahunan PT SMR, hanya tercatat di dalam Laporan Rugi/Laba. Melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan cara mengajukan pertanyaan atas pengawasan terhadap pembelian barang, PT SMR tidak melakukan pengawasan khusus untuk pembelian barang, PT SMR membeli barang bila ada pekerjaan atau proyek yang di luar dari pekerjaan kepada PLN, karena PT SMR hanya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dan semua alat-alatnya merupakan Pengadaan dari PLN. Untuk Pembelian barang PT SMR langsung memesan dari distributor yang sudah menjadi langganan tetap dengan cara PT SMR mengirimkan daftar Purchase Order (PO) saja kemudian barang yang dibutuhkan akan diantar.
62
3. PT SMR tidak mengkreditkan biaya telepon dan listrik sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dari hasil penelitian PT SMR tidak mengreditkan biaya telepon dan listrik sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak
Nomor
KEP-312/PJ/2001
tentang
dokumen-dokumen
tertentu
yang
kedudukannya diperlaukan sebagai Faktur Pajak Standar pada Pasal 2 huruf (e) dan (i) menyatakan bahwa tanda pembayaran atau kuitansi untuk jasa telekomunikasi dan tanda pembayaran atau kuitansi listrik dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar spanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 KEP522/PJ/2000 yaitu: Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat: a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen; b. Nama dan alamat penerima dokumen; c. Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal penerima dokumen adalah sebagai Wajib Pajak dalam negeri; d. Jumlah satuan barang apabila ada; e. Dasar Pengenaan Pajak; f. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
Dan kini setelah mengalami perubahan atas Keputusan Direktur Jendral Pajak tersebut maka pada Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 10/PJ/2010 tentang dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak Pasal 1 (satu) huruf (d) dan (g) yang menyatakan bahwa tanda pembayaran atau kuitansi untuk jasa telekomunikasi dan tanda pembayaran atau kuitansi listrik merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang dokumen tertentu tersebut memenuhi persyaratan formal 63
apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yaitu: Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 paling sedikit harus memuat a. Nama, almat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan, b. Nama pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak, c. Jumlah satuan brang apabila ada, d. Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
Hal ini terjadi karena kuitansi rekening telepon dan listrik PT SMR masih atas nama pribadi pemilik perusahaan yaitu Ir. Sukrudin, perusahaan belum mengajukan penggantian nama kuitansi telepon dan listrik atas nama PT SMR. Akibatnya, Pajak Masukan yang seharusnya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran menjadi tidak dapat dikreditkan. Sehingga, perusahaan tidak dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan tiap bulannya atas pembayaran telepon dan listrik. Jika biaya telepon dan listrik dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan, maka pajak yang ditanggung oleh PT SMR menjadi lebih ringan atau lebih kecil jumlahnya. Rekomendasi kepada perusahaan adalah agar pihak perusahaan segera mengajukan pengantian nama untuk kuitansi rekening telepon dan listrik atas nama PT SMR yang awalnya adalah atas nama pribadi pemilik perusahaan yaitu Ir. Sukrudin. Sehingga dapat meringankan beban biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan terutama beban pajak. Berikut ini adalah Laporan Rugi/Laba yang terkait dengan telepon dan listrik pada tahun 2008-2010. a. Tahun 2008 : 64
Listrik : Rp 4.539.270 Telepon : Rp 8.281.635 + Jumlah : Rp 12.820.905 DPP
: Rp 11.655.368
b. Tahun 2009: Listrik : Rp 3.269.185 Telepon : Rp 2.736.450 + Jumlah : Rp 6.005.635 DPP
: Rp 5.459.668
c. Tahun 2010: Listrik : Rp 2.762.465 Telepon : Rp 2.145.380 + Jumlah : Rp 4.907.845 DPP
: Rp 4.461.677
Tabel IV.13 Evaluasi Pajak Masukan 2008-2010 Jika Telekomunikasi dan Listrik Dijadikan Pajak Masukan yang dapat Dikreditkan Tahun Pajak
Perolehan Sebelum Evaluasi
Perolehan Setelah Evaluasi Selisih
DPP
PPN 10%
DPP
PPN 10%
2008
0
0
11.655.368
1.165.537
1.165.537
2009
0
0
5.459.668
545.967
545.967
2010
0
0
4.461.677
446.168
446.168
65
Jika PT SMR menjadikan biaya Telepon dan Listrik sebagai Pajak Masukan maka pada tiga tahun berturut-turut perusahaan dapat mengurangi Pajak Masukan tersebut dengan Pajak Keluaran. Tabel diatas menerangkan kolom Perolehan Sebelum Evaluasi tersebut adalah perolehan Pajak Masukan PT SMR selama tahun 2008-2010, sesuai dengan keterangan sebelumnya bahwa PT SMR tidak memilik Pajak Masukan selama taun tersebut maka kolom tersbut kosong, dan pada kolom Perolehan Setelah Evaluasi merupakan jumlah dari biaya telepon dan listrik yang seharusya bisa dijadikan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sehigga kolom Perolehan Sebelum Evaluasi dan kolom Perolehan Setelah Evaluasi tersebut dikurangkan maka dimasukan kedalam kolom selisih yaitu jumlah PPN 10% dari kolom Perolehan Setelah Evaluasi. Maka, dalam perhitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan perusahan yaitu: 1. Tahun 2008 sebesar Rp 1.165.537 2. Tahun 2009 sebesar Rp 545.967 3. Tahun 2010 sebesar Rp 446.168 Maka dalam pelaporan SPT Masa PPN, PT SMR dapat mengurangi biaya telepon dan listrik perbulannya sebagai Pajak Masukan dikurangi dengan Pajak Keluaran. Maka perusahaan dapat lebih menghemat biaya. 4. PT SMR tidak menyampaikan SPT Masa PPN Dalam hal pelaporan Pajak Pertambahan Nilai PT SMR tidak melaporkan SPT Masa PPN nya kepada Kantor Pajak hal ini disebabkan karena Pajak Masukan yang
66
nihil sehingga PT SMR tidak melakukan Pelaporan SPT Masa PPN. Saat pembuatan Faktur Pajak menurut Wiston Manihuruk (2010) mengenai: “ketentuan lama yang mengatur saat penyetoran PPN dilakukan paling lama pada Tanggal 15 setelah berakhirnya Masa Pajak dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan paling lama pada Tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak”. Didalam Undang-undang KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 3 ayat (3) huruf a dijelaskan mengenai Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. Dan pada Pasal 3 ayat (4) menjelaskan batas waktu perpanjangan penyampaian surat Pemberitahuan Tahunan yaitu: Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Berdasarkan Pasal 7 Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 yang menjelaskan bahwa: Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam Pasal ini menyebutkan Pasal 3 ayat (4) yang dikhususkan untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan saja, tidak disebutkan untuk SPT Masa
67
PPN, sehingga dapat diartikan untuk SPT Masa PPN mengacu kepada Pasal 3 ayat (3) dimana hanya kepada batas waktu penyampaian. Saat penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan keterangan Wiston Manihuruk (2010:63) yang mengacu kepada Perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009 pada pasal 15A ayat (1) dan (2) adalah sebagai berikut: “Penyetoran dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan, dan pelaporan dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berkahirnya Masa Pajak”. Akibatnya karena tidak membuat dan menyampaikan SPT Masa PPN, PT SMR dapat dikenakan denda administrasi sebesar Rp 500.000 untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Dan atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPN maka PT SMR dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 pada Pasal 9 ayat (2a) yaitu: Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Kemungkinan perhitungan atas denda atau sanksi yang meliputi: 1. Pembuatan Faktur Pajak Standar tidak tepat waktu dikenakan sanksi 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. 2. Faktur Pajak yang cacat pengenaan sanksi 2% dari Dasar Pengenaan Pajak 3. Keterlambatan atas penyampaian SPT Masa PPN pengenaan sanksi 2% perbulan 68
4. Tidak menyampaikan SPT Masa PPN dikenakan denda Rp 500.000. Sehingga atas denda-denda tersebut itu penulis melakukan perhitungan atas kemungkinan total keseluruhan dari denda atau sanksi tersebut. 1. Pembuatan Faktur Pajak tidak tepat waktu Tahun 2008 : Rp 344.639.679 x 2% = Rp 6.892.794 Tahun 2009 : Rp 107.736.757 x 2% = Rp 2.154.735 Tahun 2010 : Rp 581.330.323 x 2% = Rp 11.626.606 + Total
Rp 20.647.135
Pembuatan Faktur Pajak yang tidak tepat waktu didapatkan dari total keterlambatan waktu setiap bulannya selama tahun 2008-2010 yang dikali dengan sanksi 2% dari Total Dasar Pengenaan Pajak tersebut selama pertahunnya. 2. Faktur Pajak cacat Tahun 2008 : Rp 759.739.337 x 2% = Rp 15.194.786 Tahun 2009 : Rp 600.010.966 x 2% = Rp 12.000.219 Tahun 2010 : Rp 916.765.070 x 2% = Rp 18.335.301 + Total
Rp 45.530.306
Atas Faktur Pajak tersebut selama Tahun 2008-2010 keseluruhannya mengalami Faktur Pajak Standar yang cacat karena menerbitkan Faktur Pajak yang telah melewati jangka waktu 3 bulan, mencatat dan mencantumkan Nomor Seri Faktur Pajak yang sejenis, dan Pada kolom (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) tidak dicoret pada bagian kata yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan
69
bagian bawah sebelah kiri, dan pada Tahun 2010 masih menerbitkan Faktur Pajak Standar. 3. Keterlambatan atas penyampaian SPT Masa PPN 2% x 36 x Rp 227.651.538 = Rp 163.909.107 Keterlambatan atas penyampaian SPT Masa PPN dikenakan sanksi 2% dan dikalikan dengan bulan yang terlambat dikalikan lagi dengan jumlah Pajak yang harus dibayar, dalam hal ini Jumalh Pajak yang harus dibayar adalah total keseluruhan Pajak yang harus dibayar PT SMR selama Tahun 2008-2010, kemudian 36 bulan adalah jumlah bulan selama 3 tahun. Untuk ketentuan ini menurut Pasal 13 ayat (2) Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut: Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Keterangan untuk ayat 1 huruf (a) adalah “apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar” dan huruf (e) adalah “ apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a)”. Ketentuan maksimal 24 bulan tersebut apabila telah dilakukan pemeriksaan dari Direktur Jendral Pajak, tetapi jika PT SMR melakukan perhitungannya dengan cara
70
self assesment maka perhitungan dilakukan dengan mengalikan dengan 36 bulan atau selama 3 (tiga) Tahun. 4. Tidak menyampaikan SPT Masa PPN 36 x Rp 500.000 = 18.000.000 SPT Masa PPN tidak disampaikan selama tiga tahun maka selama 36 bulan tersebut dikalikan dengan Rp 500.000 menjadi Rp 18.000.000 Karena tidak adanya sumber data yang medukung berupa SPT Masa PPN maka penulis membuat kemungkinan yang terjadi dari penelitian yang telah dilakukan kepada perusahaan bahwa PT SMR telah menghitung jumlah Dasar Pengenaan Pajak setiap tahunnya, kemudian perusahaan menulis kedalam SPT Tahunan formulir 1771IV pada kolom imbalan jasa konstruksi bagian 8.a yaitu Pelaksanaan Konstruksi sebesar Dasar Pengenaan Pajak yang telah dihitung selama setahun kemudian dikalikan dengan tarif pajak untuk pelaksanaan konstruksi sebesar 2%. Hal tersebut tentulah berbeda dengan peraturan yang berlaku bahwa SPT Tahunan merupakan jumlah penghasilan perusahaan yang harus dilaporkan, sementara SPT Masa PPN adalah jumlah pungutan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dilaporkan atas pungutan yang telah dilakuakan PT SMR kepada PLN. Sehingga pungutan pajak ini harus dipisahkan dari penghasilan perusahaan. Rekomendasi kepada perusahaan adalah PT SMR harus tetap melakukan penyampaian SPT Masa PPN walaupun Pajak Masukannya yang nihil, karena SPT Masa PPN berbeda dengan SPT Tahunan.
71
IV.3
Proses Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan pasal 16A ayat (1) Undang-undang No.42 Tahun 2009 yang
menjelaskan bahwa Pajak yang terutang atas penyerahaan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Sehingga, dalam
penjelasan ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pemungut Pajak Pertambahan Nilai berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang dipungutnya. Meskipun demikian, pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tetap berkewajiban untuk melaporkan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Contoh transkasi-transaksi yang dikenakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak PT SMR, yaitu: Berikut ini adalah penyerahan dan perolehan yang di dapat PT SMR setiap tahunnya yaitu Tahun 2008, 2009, dan 2010.
72
Tabel IV.14 Evaluasi Penyerahan dan Perolehan Selama Tahun 2008 Pada PT SMR
Masa Pajak
Pajak Keluaran yang Dipungut
PPN Masukan
Kurang Bayar / (Lebih Bayar)
DPP
PPN
Januari
51.995.456
5.199.546
5.199.546
Februari
51.742.513
5.174.251
5.174.251
Maret
19.983.114
1.998.311
1.998.311
April
77.078.031
7.707.803
7.707.803
Mei
11.229.570
1.122.957
1.122.957
Juni
73.906.145
7.390.615
7.390.615
Juli
58.617.654
5.861.765
5.861.765
Agustus
52.913.740
5.291.374
5.291.374
September
20.014.693
2.001.469
2.001.469
Oktober
61.193.728
6.119.373
6.119.373
November
55.436.161
5.543.616
5.543.616
Desember
225.628.532
22.562.853
22.562.853
Jumlah
759.739.337
75.973.934
.
73
Tabel IV.15 Evaluasi Penyerahan dan Perolehan Selama Tahun 2009 Pada PT SMR Masa Pajak
Pajak Keluaran yang Dipungut
PPN Masukan
Kurang Bayar / (Lebih Bayar)
DPP
PPN
Januari
26.276.433
2.627.643
2.627.643
Februari
63.405.291
6.340.529
6.340.529
Maret
78.498.507
7.849.851
7.849.851
April
12.020.545
1.202.055
1.202.055
Mei
42.641.364
4.264.136
4.264.136
Juni
35.983.906
3.598.391
3.598.391
Juli
49.050.160
4.905.016
4.905.016
Agustus
85.244.478
8.524.448
8.524.448
September
60.090.356
6.009.036
6.009.036
Oktober
12.240.854
1.224.085
1.224.085
November
48.359.606
4.835.961
4.835.961
Desember
86.199.466
8.619.947
8.619.947
600.010.966
60.001.097
Jumlah
74
Tabel IV.16 Evaluasi Penyerahan dan Perolehan Selama Tahun 2010 Pada PT SMR Masa Pajak
Pajak Keluaran yang Dipungut
PPN Masukan
Kurang Bayar / (Lebih Bayar)
DPP
PPN
Januari
46.291.709
4.629.171
4.629.171
Februari
119.250.189
11.925.019
11.925.019
Maret
101.735.050
10.173.505
10.173.505
April
45.973.556
4.597.356
4.597.356
Mei
41.751.476
4.175.148
4.175.148
Juni
61.233.829
6.123.383
6.123.383
Juli
149.339.706
14.933.971
14.933.971
Agustus
30.946.148
3.094.615
3.094.615
September
15.495.931
1.549.593
1.549.593
Oktober
12.034.565
1.203.457
1.203.457
November
108.218.962
10.821.896
10.821.896
Desember
184.493.949
18.449.395
18.449.395
Jumlah
916.765.070
91.676.507
75
IV.4
Evaluasi Perbandingan Jumlah Pajak Keluaran dengan Penjualan Bersih Tabel diatas menjelaskan tentang Jumlah Pajak Keluaran PT SMR dari setiap
tahunnya selama Tahun 2008-2010. Penulis melakukan perbandingan Pajak Keluaran tersebut dengan Penjualan Bersih perusahaan yang tertera di Laporan Laba/Rugi dan SPT Tahunan sebagai berikut Tabel IV.17 Evaluasi Perbandingan Jumlah Pajak Keluaran dengan Penjualan Bersih Tahun Pajak
Penjualan Bersih
Pajak Keluaran
Selisih
2008
2.665.058.593
759.739.337
1.905.319.256
2009
532.229.893
600.010.966
-67.781.073
2010
542.442.137
916.765.070
-374.322.933
Dari hasil perbandingan tersebut terdapat jumlah selisih antara Pajak Keluaran dan Penjualan bersih sebesar : 1. Tahun 2008 sebesar Rp 1.905.319.256 2. Tahun 2009 sebesar Rp 67.781.073 3. Tahun 2010 sebesar Rp 374.322.933 Pada Tahun 2009 dan 2010 terdapat selisih antara Penjualan Bersih dan Pajak Keluaran, dimana Penjualan bersih nilainya lebih besar dari pajak keluaran. Karena perbedaan nilai tersebut maka rekomendasi kepada PT SMR agar melakukan pembetulan atas SPT Tahunan atas Tahun 2009 dan 2010. Pada Tahun 2008 terdapat perbedaan jumlah Penjualan Bersih dan Pajak Keluaran yang cukup besar. Karena keterbatasan informasi yang didapatkan maka 76
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi terhadap perbedaan tiga tahun tersebut adalah karena ada sebagian pendapatan perusahaan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga memiliki perbedaan yang cukup besar, dan kemungkinan berikutnya adalah terjadi pembayaran pajak yang dilakukan oleh PT SMR atas pekerjaan kepada PT PLN, dalam hal ini PLN belum melakukan pembayaran, sehingga PT SMR harus membayar terlebih dahulu pajak yang terhutangnya, setelah itu menunggu pelunasan dari PLN.
77