BAB IV PEMBAHASAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa keperawatan isolasi sosial di ruang P3 (Wisma Drupada) di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, maka penulis pada bab ini akan membahas beberapa kesenjangan antara tinjauan teori dengan tinjauan kasus. Pembahasannya meliputi: A. Pengkajian Dalam melakukan pengkajian penulis sedikit menemukan kesulitan, karena klien kurang berminat dalam memberikan keterangan-keterangan yang penulis butuhkan. Penulis menggunakan teknik wawancara langsung ke pasien, tidak menggunakan dengan teknik wawancara kepada keluarga klien dikarenakan dalam waktu satu minggu (selama penulis melakukan studi kasus) keluarga klien tidak ada yang mengunjungi klien.Penulis juga memperoleh data dari hasil observasi-partisipatif (melakukan pengamatan secara langsung dan turut serta dalam melakukan tindakan pelayanan kesehatan. Selain itu, untuk mendukung data yang diperoleh, penulis menggunakan data dari hasil studi dokumentasi (rekam medik) klien yang ada di ruangan. Secara umum, pengkajian yang terdapat dalam tinjauan teori dengan pengkajian yang terdapat dalam tinjauan kasus terdapat banyak kesamaan, namun ada beberapa perbedaan yang timbul antara tinjauan teoripada fokus pengkajian menurut Kusumawati & Hartono (2011) dengan tinjauan kasus.
43
44
Perbedaan pertama yaitu ditemukan pada pada identitas sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa pubertas, sedangkan pada tinjauan kasus klien mengalami gangguan jiwa pertama kurang lebih saat umur 35 tahun. Perbedaan yang ke dua yaitu pada pengkajian persepsi, dimana dalam tinjauan teori menurut Kusumawati & Hartono (2011), pada persepsi tidak terdapat halusinasi atau waham, namun pada tinjauan kasus penulis menemukan adanya halusinasi pendengaran pada klien.Tetapi menurut teori Direja (2011) seseorang yang mengalami isolasi sosial bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan klien mengalami perubahan persepsi: halusinasi. Sehingga dapat di simpulkan bahwa halusinasi ini muncul sebagai akibat dari masalah isolasi sosial yang belum teratasi. Perbedaan yang ke tiga yaitu pada pengkajian proses berpikir, dimana dalam tinjauan teori menurut Kusumawati & Hartono (2011) gangguan proses berpikir jarang ditemukan, namun dalam tinjauan kasus penulis menemukan adanya proses berpikir yang lambat / lama (saat diajak bicara dan saat menjawab pertanyaan yang ditanyakan cukup lama) atau bisa disebut juga dengan flight of ideas. Selain ketiga perbedaan diatas, penulis tidak menemukan tingkat konsentrasi dan berhitung pada fokus pengkajian (Kusumawati & Hartono, 2011) dalam tinjauan teori, tetapi muncul pada tinjauan kasus. Penulis menemukan adanya gangguan pada tingkat konsentrasi dan berhitung klien
45
sulit berkonsentrasi dan saat diajukan hitungan sederhana klien tidak dapat menjawab. Perbedaan lain yang tidak ditemukan penulis dalam fokus pengkajian (Kusumawati & Hartono, 2011) dalam tinjauan teori, tetapi muncul pada tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus disebutkan adanya faktor presipitasi, yaitu klien mempunyai keinginan dalam hal materi tapi tidak tercapai. Faktor presipitasi ini mendukung terjadinya isolasi sosial, namun pada fokus pengkajian dalam tinjauan teori faktor presipitasi ini tidak termasuk dalam fokus pengkajian pada klien dengan isolasi sosial. Meskipun demikian, penulis tetap mencantumkan data pada faktor presipitassi tersebut sebagai data pencetus terjadinya isolasi sosial, karena telah disebutkan dalam tinjauan teori menurut Direja (2011) pada faktor penyebab terjadinya isolasi sosial bahwa faktor presipitasi merupakan salah satu penyebab terjadinya isolasi sosial. B. Implementasi Penulis dalam hal ini telah melakukan implementasi kepada klien dengan menggunakan SP dan yang baru dilakukan baru melatih SP I (Membina hubugan salaing percaya dengan klien, mengidentifikasi penyebab isolasi sosial, menjelaskan kerugian dan keuntungan bila berhubungan dengan orang lain, melatih berkenalan dengan orang lain, membuat jadwal kegiatan pasien), melatih SP II (Mengevaluasi SP 1, melatih berhubungan dengan orang lain secara bertahap, memasukan dalam jadwal harian), dan setiap hari mengobservasi kegiatan klien. Tindakan yang sudah dilakukan tetapi belum optimal yaitu SP II (Mengevaluasi SP 1, melatih berhubungan dengan orang
46
lain secara bertahap, memasukan dalam jadwal harian), hal ini disebabkan karena SP II baru satu kali diajarkan dan keterbatasan waktu. Dan dalam mengajarkan SP I penulis melakukannya dengan lima kali pertemuan ini dikarenakan klien belum menguasai SP I dan klien cenderung menyendiri, menutup diri dari lingkungan, berkomunikasi seperlunya, menarik diri, kontak mata kurang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa klien dengan isolasi sosial lebih suka menyendiri di ruangan, tidak berkomunikatif, menarik diri, tidak melakukan kontak mata (kontak mata kurang), berfikir sesuai pikiran sendiri, suka melamun, dan berdiam diri (Kusumawati dan Hartono, 2011). Dan strategi pelaksanaan (SP) ke keluarga belum dilakukan dikarenakan keluarga klien belum mengunjungi klien. C. Evaluasi Dalam melakukan evaluasi akhir pada tanggal 21 Juni 2014 pukul 14.00 WIB yaitu masalah pada klien belum teratasi/berhasil dan rencana tindak lanjut adalah mengoptimalkan SP II (Evaluasi SP 1, latih berhubungan dengan orang lain secara bertahap, masukan dalam jadwal harian), dan observasi kegiatan klien. Dalam hal ini penulis baru mencapai SP II ini
dikarenakan terbatasnya
waktu yang hanya satu minggu, klien belum mau berhubungan dengan orang lain karena klien merasa bingung dan tidak suka bercerita dengan orang lain (klien merasa orang-orang di sekitar klien semua sama saja dan tidak ada yang kenal dengan orang-orang di sekitar / Wisma Drupada), bicara seperlunya dan ekspresi saat berbicara tidak ada / kurang berseri, afek muka tumpul dan klien belum melakukan jadwal yang sudah dibuat karena klien lebih suka menyendiri
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks