34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PEMBAHASAN
A. Struktur Cerita Anak Karya Dyah Saptorini Struktur merupakan unsur struktural yang membangun sebuah karya sastra. Dalam sajian data penelitian cerita anak karya Dyah Saptorini ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Robert Stanton dalam bukunya berjudul teori fiksi (2007) yang meliputi: fakta-fakta cerita (karakter/penokohan, alur, latar, tema), sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang gaya dan tone, simbolisme dan ironi). 1. Fakta – Fakta Cerita Fakta cerita atau struktur faktual merupakan bagian dari cerita yang tak terpisahkan. Fakta cerita terdiri dari Tahap Alur, Karakter/ penokohan, dan Latar. a. Tahap Alur Tahap alur merupakan rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur terdiri dari lima bagian yakni : Tahap awal, tengah, konflik, klimaks dan akhir. Berdasarkan sumber data dari 11 cerita anak karya Dyah Saptorini terdapat 2 jenis alur yaitu yang dominan adalah alur progresif atau maju dan satu cerita yang memiliki alur campuran, yaitu pada cerita Klambi Bakdha. Diceritakan tokoh utama Siska yang memikirkan kejadian saat di sekolah, dia memikirkan kejadian yang telah terjadi dan berarti terjadi alur mundur dan setelah itu alur menjadi maju sampai akhir cerita. Tahap awal dalam cerita anak karya Dyah Saptorini ini secara keseluruhan to user dari 11 cerita merupakan gerbangcommit awal dalam menuju jalannya cerita. Tahap awal
34
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut digambarkan melalui pelukisan karakter-karakter tokoh dalam tiap cerita. Bukan hanya karakter namun ada juga pelukisan tentang keadaan latar waktu maupun deskripsi tokoh yang menjadi tokoh utama dalam cerita anak tersebut. Dari tahap awal tersebut akan berkesinambungan dengan tahap-tahap berikutnya. Dengan begitu maka akan memudahkan pembaca dalam mengikuti alur cerita, dan yang diharapakan dari pengarang akan tersampaikan dengan baik kepada pembaca. Pada tahap tengah ini hampir keseluruhan atau dominan pengarang menggambarkan tentang asal dari masalah yang akan terjadi, tentang apa yang dilakukan tokoh yang mereka belum tahu akibat yang akan terjadi tindakan mereka. Tahap yang merupakan jalan menuju ke permasalahan. Untuk tahap konflik ini merupakan munculnya permasalahan dalam cerita. Tokoh-tokoh yang mulai mendapatkan masalah dan harus dihadapi dengan berbagai cara. Dari cara tersebut akan muncul rasa takut, melatih kesabaran serta belajar mandiri. Selain itu, tahap konflik ini juga memunculkan sikap-sikap karakter dalam menghadapi masalah. Untuk tahap klimaks muncul dalam cerita yaitu masalah yang ada dan sudah mencapai puncaknya. Dari tahap klimaks ini terlihat sikap tokoh-tokoh dalam mengambil keputusan serta tindakan dalm menghadapi masalh mereka tersebut. Penutup adalah tahap akhir. Tahap yang menjelaskan tentang akhir dari cerita. Hasil dari tindakan yang diambil oleh tokoh-tokoh di setiap masalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
mereka. Pengarang dengan jelas menggambarkan cara mereka dalam menghadapi konflik dan menyelesaikannya. Cerita anak karya Dyah Saptorini yang berjumlah sebelas judul ini yang sepuluh judul menggunakan alur progresif atau alur maju. Dan hanya satu sisanya yang menggunakan alur campuran, yaitu menggunakan alur progresif dan regresif. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Nanging awan kuwi beda, dheweke kelingan nalika awan mau didhawuhi gurune mampir omahe Reni nakokake keneng apa wis rong dina ora mlebu sekolah. (KB, hal. 125 paragraf 1) Terjemahan: Tapi siang itu berbeda, dia teringat ketika tadi siang disuruh gurunya mampir ke rumah Reni menanyakan kenapa sudah dua hari tidak masuk sekolah. Alur campuran dapat dibuktikan dengan kutipan di atas, dimulai dengan tokoh Sari yang teringat dengan perintah dari gurunya untuk ke rumah Reni sepulang sekolah (Alur regresif atau flashback atau mundur. Kemudian tokoh Sari yang mengambil tindakan yaitu membantu Reni dan adiknya, disini terjadilah alur progresif atau alur maju.
b. Karakter Karakter menurut Robert Stanton dibagi menjadi dua yakni karakter utama (mayor) dan karakter bawahan (minor). Pembaca dapat mengetahui penokohan atau karakter dari tokoh dalam cerita dengan berbagai cara yakni bukti deskripsi commit to usertokoh lain dalam cerita. Secara eksplisit, komentar pengarang dan komentar
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keseluruhan cerita anak karya Dyah Saptorini ini memiliki tokoh mayor dan minor, tidak ada sentralisasi yang menceritakan satu tokoh saja. Pengarang menggambarkan pembentukan karakter tokoh dengan jelas, mulai dari sifatnya kemudian hal-hal dalam kesehariannya dengan orang-orang di sekitarnya. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Jeprik ki klebu bocah bodho amarga dheweke ora gelem sekolah, saben kancakanca mlebu sekolah dheweke pilih golek jangkrik apa iwak neng kalen. (ABG, hal. 121 paragraf 1) Terjemahan: Jeprik termasuk anak bodoh karena dia tidak mau sekolah, setiap temantemannya masuk sekolah dia memilih mencari jangkrik atau ikan di sungai. Jeprik merupakan tokoh utama dalam cerita anak berjudul Amarga Bodho Gampang Diapusi. Jeprik digambaarkan sebagai anak bodoh dan sering dicurangi teman-temannya pada saat bermain. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Amarga Jeprik ora gelem sekolah mula dheweke dadi bocah bodho, saben dolanan karo kancane kerep diapusi, embuh dolanan nekeran, gambar, benthik apa bal-balan dheweke mesti dinggo kalahan. (ABG, hal. 121 paragraf 1) Terjemahan: Karena Jeprik tidak mau sekolah maka dia menjadi anak yang bodoh, setiap bermain dengan temannya sering dibohongi, entah itu bermain nekeran, gambar, benthik atau bola dia selalu yang kalah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
Uraian di atas merupakan penggambaran tokoh yang memiiliki sifat yang bodoh, pengarang juga menggambarkan perkenalan karakter tokoh dengan tokoh dengan deskripsi berdasarkan sekolahnya. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Bayu karo Ari kuwi kakang adhi. Bayu kelas lima dene Ari kelas siji. (LP, hal. 131 paragraf 1) Terjemahan: Bayu dan Ari itu kakak beradik. Bayu kelas lima sedangkan Ari kelas satu. Dua contoh karakter yang penulis berikan diatas, masih banyak lagi karena setiap cerita memang berbeda-beda karakter dari masing-masing tokoh dalam sebelas cerita anak karya Dyah Saptorini tersebut. Dari keseluruhan cerita anak karya Dyah Saptorini, pengarang kurang dalam menonjolkan deskripsi fisik dari masing-masing tokoh. Pengarang hanya mengenalkan karakter dengan nama tokoh, sekolah dan lingkungan sekitar saja. Pengarang tidak mendeksripsikan tentang umur, tinggi badan, ataupun ciri fisik yang lainnya. Namun pembaca dapat mengira-ira sendiri deksripsi tokoh tersebut berdasar dari visualisasi yang ditampilkan dalam media massa dimana tulisan tersebut diterbitkan. Dalam setiap judul akan diberi gambar dari tokoh yang ada di dalamnya. Berdasarkan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa karakter dalam sebelas cerita anak karya Dyah Saptorini terbagi menjadi dua karakter yaitu mayor dan minor. Penggambaran karakter tokohtoyang commit usermenonjol hanya berdasarkan sifat
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan berdasar sekolahnya, sedangkan untuk penggambaran karakter fisik tidak terdapat dalam sebelas cerita anak karya Dyah Saptorini. c. Latar Latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, tempat terjadi cerita, waktu dan juga suasana dan cerita.
1. Latar Tempat/ Dekor Latar tempat merupakan tempat terjadinya peristiwa – peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Latar tempat yang diceritakan dalam cerita anak karya Dyah Saptorini ini beragam, seperti hutan, rumah masingmasing tokoh, sungai, pepohonan, pasar, sekolah, warung, balaidesa, sawah, dan masih banyak lagi. Latar yang terdapat dalam cerita anak tersebut oleh pengarang memang sengaja dibuat sesuai dengan lingkungan sehari-hari, tempat tinggal dimana anak-anak tumbuh dan berkembang. Dalam kehidupan sehari-hari mereka di lingkungan rumah, sekolah maupun tempat bermain mereka. Selain latar tersebut, tidak terdapat latar yang tidak sesuai dengan dunia anak-anak. Hal itu dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut: Kutipan: Sore kuwi Sari lan kanca-kancane, Reni, Putri, Santi, Lina lan Ira dolanan bareng, bocah-bocah mau dolanan neng kebon suwung pinggir desa. (ANK, hal. 119 paragraf 1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: Sore itu Sari dan teman-temannya, Reni, Putri, Santi, Lina dan Ira bermain bersama, anak-anak tadi bermain di kebun kosong pinggir desa. Bukan hanya saat bermain, pengarang juga menampilkan latar dimana kegiatan anak-anak tidak hanya bermain, ada kegiatan lain juga. Misalnya mereka saat berada dirumah melakukan aktifitas yang lain. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Kutipan Pertama: Ari sajak mathuk tenan dhasare ya wis luwe tenan, kabeh panganan mau banjur digawa neng ngarep TV, dimaem karo nonton gambar corek. (LP, hal. 131 paragraf 2) Terjemahan: Ari terlihat cocok karena pada dasarnya ya sudah lapar sekali, semua makanan tadi kemudian dibawa ke depan TV, dimakan sambil menonton film kartun. Kutipan Kedua: Didik nuruti pakone mak’e dheweke terus wisuh banjur turon neng kamar, bengine dheweke wis ora mumet meneh, mendemi wis mari. (MJ, hal. 126 paragraf terakhir) Terjemahan: Didik menuruti perintah ibunya dia kemudian cuci tangan lalu tidur di kamar, malamnya dia sudah tidak pusing lagi, mabuknya sudah sembuh. Dunia anak yang dalam kesehariannya bermain telah dicontohkan dalam kutipan diatas, bukan hanya dalam bermain saja, namun ada juga latar dimana commit to user anak-anak tidak hanya dirumah dan ditempat bermain. Pengarang dengan leluasa
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
menggambarkan dunia anak tidak hanya terpaku pada area bermain, digambarkan juga anak yang mandiri dan berusaha mencari uang sendiri di tempat yang tidak biasa mereka kunjungi. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Tenan, bengine sak durunge gamelane muni Supri wis nggawa dagangane neng pinggir balai desa. (NW, hal. 124 paragraf 7) Terjemahan: Benar, malamnya sebelum gamelannya berbunyi Supri sudah membawa dagangannya ke pinggir balai desa. Dunia pendidikan juga dimunculkan melalui latar dalam cerita karya Dyah Saptorini ini. Dengan latar di sekolah maka akan menggambarkan dunia anak yang memang kesehariannya mereka bermain dan belajar. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Kutipan pertama: Esuk kuwi nalika tekan ngarep sekolahan, Andi weruh bapak-bapak sing nggawa kresek gedhe lagi golek rosokan neng tong sampah ngarep sekolahane. (BTR, hal. 128 paragraf 1) Terjemahan: Pagi itu ketika sampai depan sekolah, Andi melihat bapak-bapak yang membawa kantong besar sedang mencari barang bekas di tong sampah depan sekolahanya. Kutipan Kedua: Pak Narmo, tukang jaga sekolahan, katon nang ngarep Regol Sekolahan, lagi userhal. 129 paragraf 4) milang-miling sajake nggoleki commit uwong. to (BTR,
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Pak Narmo, tukang jaga sekolah, terlihat di depan pintu gerbang sekolah, sedang melihat-melihat sepertinya mencari seseorang. Sedangkan latar untuk cerita yang menceritakan non manusia yaitu hewan menggunakan latar yang berbeda pula. Pengarang juga menggunakan kata yang memang di khususkan untuk hewan. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Awan kuwi Mbok Truwelu lagi ngajak anake sing isih cilik cacah telu dolanan ning njaban ronge. (MTSAA, hal. 127 paragraf 1) Terjemahan: Siang itu Mbok Truwelu sedang mengajak anaknya yang masih kecil berjumlah tiga bermain di luar lubang persembunyiannya. Latar tempat cerita anak ini ditemukan saat tokoh Mbok Truwelu yang berada di bawah pohon untuk menjaga anak-anaknya. Hal ini memang tepat karena hewan-hewan memang tinggal dan hidup dalam lingkungan terbuka seperti hutan yang penuh dengan pepohonan. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Mbok Truwelu banjur ndekem neng ngisor wit gedhe karo ngawat-awati anakanake. (MTSAA, hal. 127 paragraf 3) Terjemahan: Ibu Truwelu kemudian diam di bawah pohon besar sambil mengamati anakanaknya. commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan sumber dan analisis data penulis menyimpulkan bahwa dari sebelas judul cerita anak karya Dyah Saptorini menunjukkan setting atau latar yang menyesuaikan kehidupan dan perkembangan anak-anak. Pengarang memberikan gambaran yang ditunjukkan dengan setting atau latar yang berbedabeda ditiap judul cerita anak tersebut. Latar yang brebeda-beda mulai dari dalam rumah, kebun atau hutan tempat anak-anak bermain sampai sekolah mereka. Dan bukan hanya itu, pengarang juga menunjukkan latar tempat hewan tinggal. Bukan hanya manusia namun hewan juga yang tentu saja latarnya juga berbeda yaitu tempat tinggal hewan tersebut disebutkan dengan kata khusus dalam menyebut tempat tinggal mereka. Hal ini menjadikan setting semakin beragam dengan menyesuaikan tempat tinggal tokoh fabel. 2. Latar Waktu Latar waktu adalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam cerita fiksi. Latar waktu bisa meliputi jam, hari, minggu atau bulan. Dalam sebelas judul cerita anak karya Dyah Saptorini ditemukan latar waktu yang menunjukkan pergantian hari, jam, mingguan, serta waktu yang menunjukkan saat suasana puasa. Untuk latar waktu yang menunjukkan hari dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Amarga saksuwene ini Andi ora pati seneng karo gaweyane bapake amarga dianggep ora resikan, Saben Dina mung dolanan regedan. (BTR, hal. 129 paragraf 11) commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Karena selama ini Andi tidak begitu suka dengan pekerjaan bapaknya karena dianggap tidak bersih, setiap hari bermain kotoran. Selain latar waktu yang menunjukkan hari, latar waktu yang menunjukkan jam juga terdapat dalam cerita anak karya Dyah Saptorini ini. Pengarang dengan jelas menggambarkan latar waktu yang menunjukkan jam ini. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Sorene udakara jam papat nalika tangi turu Ari mau katon molat-mulet kaya lara weteng. (LP, hal. 131 paragraf 5) Terjemahan: Sorenya sekitar jam empat ketika bangun tidur Ari terlihat belingsatan seperti sakit perut. Dalam cerita anak karya Dyah Saptorini ini mungkin agak berbeda dari cerita yang lain karena dari 11 judul cerita anak tersebut ternyata pengarang menyisipkan 2 cerita yang menggunakan latar waktu menjelang dan saat suasana Ramadhan. Yaitu dalam cerita Latiyan Pasa dan Klambi Bakdha. Dari judulnya sudah dengan jelas mampu menggambarkan setting atau latar waktu di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Kutipan Pertama: Wulan pasa taun iki Ari kepengin melu pasa kaya kakange, lan dening ibuke diparengke idhep-idhep latiyan pasa. (LP, hal. 131 paragraf 1) commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Bulan Puasa tahun ini Ari ingin ikut puasa seperti kakaknya, dan oleh ibunya diperbolehkan anggap saja latihan puasa. Kutipan Kedua: Dheweke seneng wae merga saben ngarepi bakdha dheweke mesti oleh tugas ater-ater menyang omahe Budhe-Budhene. (KB, hal. 125 paragraf 10) Terjemahan: Dia senang karena setiap akan lebaran dia pasti mendapat tugas untuk mengantar
bingkisan
lebaran
ke
rumah
Bibi-Bibinya.
Yang
paling
menyenangkan lagi biasanya dia pasti mendapat uang saku untuk liburan besok. Selain menggunakan setting atau latar waktu bernuansa Ramadhan, pengarang juga memberi latar waktu yang menunjukkan minggguan. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Wis seminggu sakwise kedadeyan kuwi, Andi ora tau weruh meneh bapake golek rosokan neng cedhak sekolahane mulane dheweke rumangsa lega ora kuwatir meneh yen nganti konangan kanca-kancane. (BTR, hal. 129 paragraf 3) Terjemahan: Sudah satu minggu setelah kejadian itu, Andi tidak pernah melihat lagi baaknya mencari barang bekas di dekat sekolahnya dan karena itu dia merasa lega tidak khawatir lagi kalau sampai ketahuan teman-temannya. commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan sumber data dan analisis data di atas, latar waktu yang diciptakan oleh pengarang cerita anak karya Dyah Saptorini ini menunjukkan keberagaman, hal ini akan membuat pembaca merasa tidak bosan dengan setting yang beragam di tiap ceritanya. Sebagai contoh sebagian kecil yang peneliti berikan diatas adalah setting hari, mingguan, jam, serta nuansa Ramadhan. Meskipun sebenarnya dalam 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini tersebut masih memiliki setting waktu yang masih banyak, namun beberapa contoh di atas peneliti rasa sudah cukup untuk mewakili. 3. Latar Suasana/ Atmosfir Latar suasana merupakan suasana lingkungan yang mempengaruhi atau merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa atau karakter dalam cerita. Ragam susasana muncul mulai dari bahagia/ senang, rukun, kaget, jengkel, marah, kecewa, bangga, gelisah, malu, khawatir dll. Meskipun menggunakan latar suasana yang beragam, namun pengarang tetap bisa memposisikan latar tersebut sesuai dengan keadaan dunia anak sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: a. Suasana Senang/ Bangga Suasana senang dan bangga tampak pada tokoh Kang Parno dan tokoh Aku. Kang Parno yang merasa senang karena tidak jadi mengeluarkan uang untuk membayar sepatunya Aku. Dan tokoh Aku yang merasa bangga karena sepatunya baru dengan hasil jerih payahnya sendiri. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan: Kang Parno ya seneng wong ora sida nomboki. Tekan ngomah sepatu anyarku mau tak tuduhke Make. (KTS, hal. 130 paragraf 23) Terjemahan: Kang Parno ya senang karena tidak jadi memberi tambahan. Sampai rumah sepatu baruku tadi kuperlihatkan pada Ibu. b. Suasana Minder/ Malu Suasana minder / malu terlihat dalam cerita yaitu dialami oleh tokoh Andi yang merasa malu kalau sampai ketahuan teman-temannya bahwa ayahnya hanya seorang pemulung. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Andi ora pangling bapak-bapak kuwi ora liya bapake dhewe, nanging dheweke isin yen nganti kanca-kancane ngerti yen bapake mung tukang rosokan. (BTR, hal. 128 paragraf 1) Terjemahan: Andi tidak merasa asing bapak-bapak itu tidak lain bapaknya sendiri, tapi dia malu kalau sampai teman-temannya tahu bahwa ayahnya hanya seorang pemulung. c. Suasana Ramai Suasana ramai terlihat pada saat orang-orang yang semakin banyak untuk menonton wayang di balaidesa. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Saya wengi wayange tambah gayeng, sing nonton ya tambah akeh, Supri nyawang dagangane karo mesam-mesem, laris-laris batine ora suwe kacange mau entek ditukoni wong sing padha nonton. (NW, hal. 124 paragraf terakhir) Terjemahan: Semakin malam wayangnya semakin meriah, yang menonton juga tambah banyak, Supri melihat dagangannya sambil senyam-senyum, laku-laku dalam hatinya tidak lama kacangnya tadi habis dibeli orang yang menonton wayang. d. Suasana Rukun Suasana rukun terlihat dalam cerita setelah Ibu yang memberi pengertian pada Bayu dan Ari. Mereka berdua kembali rukun. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Bocah loro banjur rukun maneh, sabanjure Bayu ngajak adus adhine terus dijak neng mejid sinau ngaji karo nunggu wayah buka. (LP, hal. 132 paragraf terakhir) Terjemahan: Dua anak tadi kemudian rukun lagi, setelah itu Bayu mengajak mandi adiknya kemudian diajak ke masjid belajar mengaji sambil menunggu saat berbuka. e. Suasana Takut Suasana takut terlihat saat teman-teman Nuri merasa takut karena pohon di dekat mereka bergerak-gerak sendiri padahal tidak ada angin. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
Kutipan: Bocah-bocah mau rumangsa wedi banjur arep mlayu nutui Nuri menyang ngomahe, nanging Nuri wis teka banjur takon. (PM, hal. 123 paragraf 17) Terjemahan: Anak-anak tadi merasa takut kemudian akan berlari menyusul Nuri kerumahnya, tapi Nuri sudah datang kemudian bertanya. Latar suasana atau atmosfir dalam cerita ini sangat membantu pembaca dalam mengamati karakter para tokoh dalam cerita, dan bukan hanya itu saja. Latar suasana tersebut mampu menuntun pada jalannya cerita, ada yang menuntun pada konflik ada juga yang menuntun pada penyelesaian. Dengan adanya latar suasana tersebut maka akan memberi nyawa tersendiri dalam setiap cerita dan tentu saja memudahkan pembaca untuk memahami cerita serta karakter tokoh dalam cerita tersebut.
2. Sarana Sastra a. Judul Secara keseluruhan judul-judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini memang berhubungan dan terlihat jelas sesuai dengan isi ceritanya. Sehingga untuk para pembaca dari membaca judulnya sudah tahu isi dari cerita tersebut. Pengarang membuat judul seperti itu karena untuk mempermudah pemahaman bagi anak. Dari membaca judulnya, anak akan tahu seperti apa gambaran cerita di dalamnya. Karena judul merupakan perwajahan dari cerita-cerita yang ditulis pengarang. Dalam 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini terdapat beberapa judul yang sangat relevan dengan isi ceritanya. Beberapa judul tersebut adalah commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Amarga Ngoyak Kupu, Marga Bodho Gampang Diapusi, Golek Manuk Dientup Tawon, Mendem Jarak, Manuk Thilang Sing Apik Atine. Hal itu dapat dilihat dari ulasan berikut ini: 1. Amarga Ngoyak Kupu (Solopos, 4 Februari 2010) Dyah Saptorini selaku pengarang cerita anak mengambil judul Amarga Ngoyak Kupu yang artinya akibat mengejar kupu. Judul cerita ini diambil karena disesuaikan dengan cerita di dalamnya, yaitu tokoh Sari yang akhirnya tersesat di hutan karena mengejar kupu-kupu padahal sebenarnya dia sedang bermain dengan teman-temannya dan dia bertugas untuk jaga. Namun karena tertarik dengan kupu-kupu tersebut dia jadi melupak teman-temannya dan dia tersesat hingga
dia
bertemu
dengan
seorang
nenek-nenek
yang
akhirnya
mengantarkannya pulang sampai rumah.
2. Amarga Bodho Gampang Diapusi (Solopos, 4 Maret 2010) Amarga Bodho Gapang Diapusi merupakan salah satu judul cerita anak dalam penelitian skripsi ini yang menceritakan tentang seoarng anak yang tidak mau sekolah dan menjadikan dirinya bodoh. Dan karena kebodohannya tersebut dia kerap kali menjadi sasaran teman-temannya. Dia selalu dibohongi temantemannya sendiri, namun pada akhirnya dia sadar dan mau bersekolah kembali agar menjadi pintar dan tidak dibohongi teman-temannya lagi.
3. Golek Manuk dientup Tawon (Solopos, 1 April 2010) Judul cerita anak penelitian ini adalah Golek Manuk dientup Tawon, yang user anak ini menceritakan tentang artinya mencari burung disengatcommit lebah.toCerita
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sepasang sahabat yaitu Joko dan Totok yang berniat mencari sarang burung diatas pohon dibelakang rumah Joko, namun pada saat Joko memanjat pohon dan hampir bisa mengambil sarang burung tersebut tangannya malah mengenai sarang lebah hingga akhirnya lebah-lebah tersebut marah dan keluar dari sarangnya hingga menyengat kepala Joko. Dan karena kejadian tersebut Joko dan Totok menjadi jera dan berniat untuk tidak mencari sarang burung lagi.
4. Mendem Jarak (Solopos, 4 November 2010) Mendem Jarak merupakan judul cerita anak dalam penelitian ini, sesuai dengan judulnya, cerita anak ini menceritakan tentang sepasang sahabat yaitu Totok dan Didik yang berniat mencari rumput. Saat selesai mencari rumput, mereka berdua melihat ada pohon jarak yang kemudia membuat mereka penasaran akan bijinya. Mereka berdua akhirnya memakan biji jarak terrsebut, dan sampai dirumah mereka berdua muntah-muntah dan merasa pusing. Mereka mabuk karena tumbuhan jarak tersebut, dan setelah mereka meminum kelapa muda, mereka baikan dan bisa tiduran dikamar. Karya Dyah Saptorini memang relevan dengan cerita di dalamnya. Bukan hanya berdasar judul saja pembaca bisa mengetahui isi ceritanya, namun ada 2 cerita ketika kita membaca judul akan tahu siapa tokoh utama maupun tokoh yang berpengaruh pada tokoh utama dalam cerita tersebut, seperti Manuk Thilang Sing Apik Atine, Bapakku Tulang Rosok. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
1. Manuk Thilang Sing Apik Atine (Solopos, 25 November 2010) Manuk Thilang Sing Apik Atine merupakan salah satu judul cerita anak dalam penelitian skripsi ini. Sesuai dengan judulnya yang berarti burung Kutilang yang baik hatinya. Manuk Thilang diambil dari nama tokoh dalam cerita ini, yang mana tokoh Thilang tersebut mempunyai sifat baik hati, yaitu menolong saat anak-anak Truwelu dalam bahaya yaitu pada saat akan dimangsa oleh Kucing hutan. Manuk Thilang tersebut menolong Mbok Truwelu hingga anak-anak Truwelu tersebut selamat.
2. Bapakku Tukang Rosok (Solopos, 17 Februari 2011) Judul cerita anak ini adalah Bapakku Tukang Rosok, yang berarti bapakku pemulung. Cerita anak ini mengisahkan tentang seorang anak bernama Andi yang merasa malu akan profesi ayahnya yang seorang pemulung. Konflik terjadi pada saat tokoh Andi melarang ayahnya untuk mencari barang bekas disekitar sekolahnya. Dan setelah kejadian itu, sekolah Andi malah menjadi kotor dan jorok karena tidak ada yang mengambil barang-barang bekas disana. Setelah Andi bertemu Pak Narmo yaitu penjaga sekolahnya, dia jujur akan ayahnya dan Pak Narmo memberi pengertian pada Andi hingga akhirnya Andi tersadar dan meminta maaf pada ayahnya serta tidak melarang ayahnya untuk mencari barang bekas disekolahnya lagi. Berdasarkan beberapa ulasan diatas, pembaca dapat mengetahui bagaimana bentuk judul yang relevan dengan isinya serta bagaimana bentuk judul yang berdasar nama tokoh dalam cerita. Dari keseluruhan 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini sebagian besar menggunakan judul yang relevan dengan commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
isinya dan hanya 2 judul cerita saja yang menggunakan judul yang berdasar nama tokoh dalam cerita. b. Sudut Pandang Cerita anak karya Dyah Saptorini, menggunakan sudut pandang orang ketiga – tidak terbatas artinya pengarang mengacu pada setiap karakter dan memposisikan sebagai orang ketiga. Pengarang seakan melihat apa yang sedang berlangsung. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Kutipan Pertama: Awan kuwi nalika wayah ngaso, Nuri karo kanca-kancane, Siti, Puji, Rini, Ambar lan Wiwit padha lungguhan bareng karo jagongan. “Eh, mengko bengi lak padhang mbulan ta? Piye yen mengko bengi dolan wae mesti rame,” Nuri miwiti omongan. (PM, hal. 123 paragraf 1) Terjemahan: Siang itu waktu istirahat, Nuri dengan teman-temannya, Siti, Puji, Rini, Ambar dan Wiwit sedang duduk santai sambil mengobrol. “Eh, nanti malam bulan purnama kan? Bagaimana kalau nanti malam bermain saja pasti rame,” Nuri memulai pembicaraan. Kutipan Kedua: Awan kuwi mulih sekolah Siska ora bisa turu, kamangka biasane dheweke langsung turu apa maneh wulan Pasa iki dheweke mulih sekolah mesti kesele, merga bubar saur ora turu maneh. (KB, hal. 125 paragraf 1)
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: Siang itu pulang sekolah Siska tidak bisa tidur, padahal biasanya dia langsung tidur apalagi bulan puasa ini dia pulang sekolah pasti capeknya, karena usai sahur tidak tidur lagi. Dua contoh diatas peneliti berikan untuk memberikan gambaran tentang pengarang sebagai orang ketiga dalam cerita. Namun dari 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini terdapat 1 judul cerita yang menggunakan pengarang sebagai orang pertama dalam cerita. Yaitu dalam cerita Kepengin Tuku Sepatu. Kutipan: Kawitan arep preinan kae aku wis mikir, kepriye carane mengko yen wis mlebu sekolah maneh bisa nganggo sepatu anyar, amarga sepatuku sing saiki wis jebol. (KTS, hal. 130 paragraf 1) Terjemahan: Sejak akan liburan aku sudah berfikir, bagaimana caranya besok saat masuk sekolah aku bisa memakai sepatu baru, karena sepatuku yang sekarang sudah rusak. Berdasarkan tiga kutipan diatas, pembaca dapat mengetahui bagaimana bentuk pengarang sebagai orang ketiga dan sebagai orang pertama yang tentu saja berbeda peranannya. Dari keseluruhan 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini sebagian besar menggunakan sudut pandang pengarang sebagai orang ketiga dan hanya 1 judul cerita saja yang menggunakan sudut pandang pengarang sebagai orang pertama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
c. Gaya dan Tone Gaya merupakan cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Ciri khas yang dimiliki seorang pengarang berbeda – beda satu sama lain. Kekhasan yang ditampilkan oleh Dyah Saptorini, selaku pengarang cerita anak gaya yang digunakan Dyah sederhana dan mudah dipahami anak – anak selaku peminat sastra.. Sedangkan Tone merupakan sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Cerita anak karya Dyah Saptorini menceritakan dunia anak yang penuh keteladanan berikut dengan contoh bagaimana anak-anak dalam mengambil sikap dalam setiap permasalahan mereka. Hal itu dapat dilihat dari ulasan berikut:
1. Padhang Mbulan (Solopos, 15 Juli 2010) hal. 123 Gaya yang ditunjukkan pengarang terlihat dalam cerita anak Padhang Mbulan, yaitu sesuai dengan dunia anak dunia bermain. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Kutipan Pertama: “Dolanan apa ya, jamuran wae ya?” Rini sing mangsuli. (paragraf 9) Terjemahan: “Bermain apa ya, jamuran saja ya?” Rini yang menjawab. Kutipan Kedua: “Bethekan wae,” usule Puji. (paragraf 10) Terjemahan: “Bethekan saja,” usulnya Puji. Setelah gaya yang ditunjukkan oleh pengarang, tone juga terlihat. Dalam cerita anak berjudul Padhang Mbulan ini pengarang berusaha menyampaikan commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa dunia anak penuh dengan suasana bermain seperti yang disampaikan dalam cerita disebutkan bermacam-macam permainan. Selain itu, pengarang juga ingin menyampaikan bahwa agar tidak menjadi anak yang usil karena akan kena batunya sendiri seperti yang dialami oleh Joko dan Sigit.
2. Kepengin Tuku Sepatu (Solopos, 21 Juli 2011) hal. 130 Setelah gaya yang ditunjukkan oleh pengarang, tone juga terlihat. Dalam cerita anak berjudul Kepengin Tuku Sepatu ini, pengarang ingin menyampaikan agar menjadi anak yang mandiri dan tidak tergantung pada orang tua. Seperti tokoh Aku dalam cerita berusaha mencari uang sendiri untuk membeli sepatu. Kutipan: Diwangsuli kaya ngono kuwi aku ya gela tenan, nanging kepriye maneh, aku dhewe ya ora duwe celengan amarga saben disangoni mesthi tak entekke kanggo jajan. (paragraf 2) Terjemahan: Dijawab seperti itu aku kecewa, tapi mau bagaimana lagi, aku sendiri ya tidak punya tabungan karena setiap diberi uang saku pasti aku habiskan untuk jajan.
3. Latiyan Pasa (Solopos, 18 Agustus 2011) hal. 131 Setelah gaya yang ditunjukkan oleh pengarang, tone juga terlihat. Dalam cerita anak berjudul Latiyan Pasa ini, pengarang ingin menyampaikan agar membiasakan diri belajar berpuasa sedari dini karena akan melatih agar terbiasa sampai dewasa nanti. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bocah loro banjur rukun maneh, sabanjure Bayu ngajak adus adhine terus dijak neng mejid sinau ngaji karo nunggu wayah buka. (paragraf terakhir) Terjemahan: Dua anak kemudian rukun lagi, kemudian Bayu mengajak adiknya mandi lalu diajak ke masjid belajar mengaji sambil menunggu waktu berbuka. Berdasarkan tiga kutipan diatas, pembaca dapat mengetahui bagaimana bentuk gaya dan tone dalam suatu cerita. Dari keseluruhan 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini memiliki gaya dan tone. Namun, peneliti hanya mengambil 3 judul saja sebagai contoh. Gaya dan tone tersebut terlihat jelas dari perbuatan-perbuatan tokoh. Cerita-cerita tokoh yang digambarkan seputar dunia bermain, belajar, kenakalan anak.
d. Simbolisme Simbol merupakan sesuatu yang memiliki kemampuan memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Sehingga sesuatu yang tidak nampak akan lebih terlihat. Beberapa simbol tersebut dapat dilihat dari ulasan berikut: 1. Amarga Ngoyak Kupu (Solopos, 4 Februari 2010) hal. 119 Dalam cerita anak berjudul Amarga Ngoyak Kupu ada simbol yang menonjol yaitu sesuai dengan judulnya yaitu Kupu. Kupu tersebut melambangkan sebagai suatu keindahan, dalam dunia nyatapun nyata keindahannya hingga bisa membuat orang lupa akan alam sadarnya, seperti contoh Sari yang jadi melupakan tugasnya karena telah terlena oleh keindahan kupu yang melewatinya.
commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Golek Manuk Dientup Tawon (Solopos, 1 April 2010) hal. 122 Dalam cerita anak Golek Manuk Dientup Tawon terdapat simbol yang menonjol yaitu Tawon. Yang berarti lebah, dalam hal ini hewan lebah bisa disimbolkan sebagai sesuatu yang berbahaya. Karena dalam kenyataannya hewan lebah memang banyak ditakuti dan dijauhi manusia karena sengatannya yang berbahaya. Dan terbukti dalam cerita juga terklihat bahwa tokoh Joko disengat lebah hingga dia kesakitan. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut: Kutipan: Tibake tawon-tawon mau ya wedi tenan banjur mabur bali nyang omahe, ninggalke Joko sing kelaran nyekeli sirahe sing dientup tawon karo sambat kelaran. (paragraf 13) Terjemahan: Ternyata lebah-lebah tadi benar takut kemudian terbang kembali ke sarangnya, meninggalkan Joko yang kesakitan memegangi kepalanya yang disengat lebah sambil merintih kesakitan.
3. Manuk Thilang Sing Apik Atine (Solopos, 25 November 2010) hal. 127 Dalam cerita anak berjudul Manuk Thilang Sing Apik Atine ini terdapat simbol yang menonjol yaitu tokoh utama itu sendiri Manuk Thilang. Burung Kutilang bisa dilambangkan sebagai keindahan dan cerewet. Dalam dunia nyata burung kutilang cantik, cerewet, dan indah. Maka dalam cerita bisa diluaskan dengan menggambarkan bahwa burung kutilang tersebut baik hati dengan menolong sesama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan tiga kutipan diatas, pembaca dapat mengetahui bagaimana bentuk bentuk simbol-simbol tersebut. Dari keseluruhan 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini sebagian besar terdpat simbol dalam cerita dan hanya 3 judul cerita saja yang tidak tredapat simbol di dalamnya, yaitu Mendem Jarak, Bapakku Tukang Rosok, Kepengin Tuku Sepatu.
e. Ironi Ironi merupakan cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu berlawanan dnegan apa yang telah diduga. Ironi ada dua jenis yaitu „Ironi Dramatis‟ dan „Tone Ironi‟. Ironi dramatis muncul melalui kontrak diametrik antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dalam cerita anak berjudul Amarga Ngoyak Kupu (hal. 120) ini, muncul ironi dramatis. Dilukiskan melalui tokoh Sari yang sebenarnya bertugas jaga dalam permainan tapi dia malah pergi mengejar kupu-kupu dan meninggalkan teman-temannya. Kutipan: “Sari ki, piye ta, giliran jaga kok malah ngilang menyang ngendi bocah mau,” dheweke banjur nyeluk kancane kon metu kabeh. (paragraf 12) Terjemahan: “Sari bagaimana to, giliran jaga kok malah menghilang kemana anak tadi,” dia kemudian memanggil temannya disuruh keluar semua. Tone Ironi atau ironi verbal digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan. Dalam cerita anak bejudul Amarga Ngoyak Kupu ini ironi verbal dilukiskan melalui tokoh Lina yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
berkata mengajak teman-temannya untuk pulang tapi kenyataannya dia bersamasama ke rumah Sari untuk melihat Sari sudah pulang atau belum. Kutipan: “Ngapa? Wis tinggal mulih wae yo,” jawabe Lina. “Yo wis ayo, selak sore iki,” sambunge Putri, bocah-bocah mau padha gembruduk menyang omahe Sari. (paragraf 13) Terjemahan: “Kenapa? Sudah tinggal pulang saja ya,” jawab Lina. “Ya sudah ayo, keburu sore ini,” sambung Putri, anak-anak tadi beramai-ramai ke rumah Sari. Melalui ironi dalam cerita maka menunjukkan bahwa cerita anak karya Dyah Saptorini ini menghindari monoton. Pengarang berusaha memberi nuasansa tersendiri. Karena melalui ironi ini bisa menjadi daya suspense (tarik) karena ironi tersebut menunjukkan pertentangan sehingga menjadikan pembaca penasaran. Secara keseluruhan dari 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini terdapat 1 judul cerita yaitu Amarga Ngoyak Kupu yang memiliki Ironi Dramatis dan Tone Ironi. Sedangkan 4 judul yaitu Amarga Bodho Gampang Diapusi, Golek Manuk Dientup Tawon, Mendem Jarak dan Manuk Thilang Sing Atine hanya terdapat 1 jenis ironi saja Ironi Dramatis. Lalu sisanya yang berjumlah 6 yaitu Padhang Mbulan, Nonton Wayang, Klambi Bakdha, Bapakku Tukang Rosok, Kepengin Tuku Sepatu dan Latiyan Pasa tidak terdapat Ironi Dramatis maupun Tone Ironi. 3. Tema Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam‟ pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, rasa takut, kedewasaan, keyakinan dan lainnya. Dari 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini memiliki tema yang beragam, mulai dari kenakalan, kelalaian, baik hati sampai pekerja keras. Hal itu dimaksudkan agar pembaca bagi anak khususnya untuk dapat memberikan gambaran pada mereka contoh yang baik dan buruk agar bisa dijadikan pelajaran dan pemahaman bagi mereka. Dari sekian ragam tema yang ada dalam 11 cerita tersebut, peneliti akan memberikan contoh tema tentang tolong-menolong. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut: 1. Klambi Bakdha (Solopos, 9 September 2010) hal. 125 Cerita anak berjudul Klambi Bakdha ini bertemakan tentang Tolongmenolong dan Dermawan. Tokoh utama yaitu Siska yang dermawan karena membelikan baju untuk teman dan adik temannya itu. Dia menolong dengan ikhlas. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: Tenan sesuke mulih sekolah Siska diterake menyang toko, dheweke kon milihake klambi kanggo adhine Reni. Ora mung adhine, Reni sisan ditumbasake. (paragraf terakhir) Terjemahan: Benar besoknya pulang sekolah Siska diantar ke toko, dia disuruh memilihkan baju untuk adiknya Reni. Tidak hanya adiknya, Reni sekalian dibelikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
2. Manuk Thilang Sing Apik Atine (Solopos, 25 November 2010) hal. 127 Cerita anak berjudul Manuk Thilang Sing Apik Atine bertemakan tentang Tolong-menolong. Membantu sesama yang membutuhkan, merupakan kewajiban. Seperti yang dilakukan tokoh Manuk Thilang, menolong Mbok Truwelu yang anaknya hampir dimangsa Kucing Alas. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut: Kutipan: “Ya ra papa, wis kuwajibane awake dhewe kudu tulung-tinulung. Sapa ngerti liya dina aku genti sing kok tulungi,” wangsulane Manuk Thilang mau. (paragraf 17) Terjemahan: “Ya tidak apa-apa, sudah kewajiban kita harus tolong-menolong. Siapa tahu lain hari aku yang kamu tolong,” jawab Manuk Thilang tadi. Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, pengarang memberikan contoh tentang kebaikan dan agar bisa dijadikan bahan pelajara untuk anak-anak agar selalu bertindak baik salah satunya dengan tolong-menolong. Namun, pengarang juga memberikan kesan agar tidak monoton karena dalam tiap judul cerita beragam temanya, selain itu di setiap akhir cerita pengarang memberikan amanat meski hanya tersirat. Berdasarkan struktur 11 cerita anak karya Dyah Saptorini di atas dapat diambil kesimpulan mengenai analisis struktural yaitu sebagai berikut, bahwa ada keterkaitan yang membangun dari karya sastra itu sendiri. Unsur struktural atau yang sering disebut dengan unsur intrinsik yang meliputi karakter, alur, latar, commit user tema, judul, sudut pandang, gaya dan tone,tosimbolisme serta ironi.
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
Dari sebelas judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini dilihat dari aspek strukturalnya, memperlihatkan bahwa antar unsur satu dengan yang lain terdapat kepaduan internal. Pengarang dalam menyajikannya dengan rapi sehingga dapat dinikmati oleh pembaca tanpa merasa bingung karena unsur satu dengan lain tidak terpisahkan. Mulai dari tahap awal hingga akhir yang memudahkan pembaca dalam mendapatkan ringkasan mengenai isi cerita sampai pada latar yang memberikan pembaca gambaran keadaan dalam cerita, sehingga pembaca dapat dengan leluasa memainkan imajinasi mereka masing-masing. Latar yang digunakan juga tidak menyimpang dari dunia anak. Latar yang digunakan seputar lingkungan anak-anak tumbuh dan berkembang serta sekolah. Hal ini menunjukkan kepada pembaca agar pembaca lebih bisa masuk dan mendalami isi cerita tersebut. Pengarang dalam menyajikan 11 judul cerita anak tersebut juga beragam. Karakter yang ditampilkan bermacam-macam dan tindakan serta cara berpikir para tokoh dalam cerita berbeda-beda. Cara mereka mengambil sikap dalam memecahkan setiap masalah mereka. Para tokoh utama dalam cerita juga tidak lepas dari peranan tokoh-tokoh pembantu. Mereka saling berinteraksi, mulai dari yang akhirnya menimbulkan konflik hingga yang membantu dalam penyelesaian masalah mereka. Cara penyelesaian mereka pun berbeda-beda bergantung pada watak dan karakter masing-masing tokoh tersebut. Berdasarkan hasil analisis dari 11 judul cerita karya Dyah Saptorini terdapat 1 judul cerita yang menggunakan tokoh hewan (fabel). Hal ini bisa digunakan pengarang untuk membuat pembaca agar tidak merasa monoton. commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Meskipun menggunakan tokoh hewan yang latarnya otomatis berbeda juga, namun isinya tetap sama. Pada intinya mengajarkan budi pekerti pada pembaca khusunya anak-anak. Pada cerita yang tokohnya menggunakan hewan tersebut terdapat dua tokoh yaitu protagonis (tokoh baik) dan antagonis (tokoh jahat). Hal ini dimaksudkan agar para pembaca bisa membedakan mana yang baik dan jahat. Dengan adanya gambaran tersebut sangat berguna bagi pembaca khusunya untuk anak-anak yang akan lebih masuk jika diberi pemahaman dan langsung dengan contohnya. 1 judul cerita yang menggunakan tokoh hewan adalah Manuk Thilang Sing Apik Atine. Isi cerita tersebut adalah mengajarkan tentang tolong-menolong tanpa memandang siapa yang ditolong. Tema yang diangkat pengarang juga bermacam-macam dari setiap judulnya. Tema tersebut diangkat oleh pengarang melalui tokoh dalam cerita yang berhubungan dengan dunia anak-anak, sehingga otomatis akan mempengaruhi gaya bahasanya juga. Dunia anak dunia yang penuh dengan keceriaan, bermain dan belajar. Oleh karena itu pangarang menggunakan tema yang sangat relevan dengan dunia anak, dan untuk mempertegas isi cerita tersebut pengarang memberikan nyawa tersendiri yang apabila dianalisis akan masuk pada Gaya dan Tone. Melalui gaya dan tone, peneliti memberikan gambaran kepada pembaca agar maksud dari pengarang tersampaikan, dengan memberikan contoh dalam bentuk kutipan maupun penjelasan. Tone itu sendiri merupakan sikap emosional dari pengarang yang dengan sudut pandang, pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga maupun orang pertama yang tidak terbatas. Pengarang seolah-olah ada dan hidup serta merasakan kejadian-kejadian dalam cerita itu sendiri.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bukan hanya itu saja, dalam menyampaikan maksud dalam cerita, pengarang menggunakan nama-nama hewan yang bisa dijadikan simbol. Menurut analisis Robert Stanton ada analisis simbolisme. Dalam 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini terdapat beberapa simbol yang berdasar judul sudah bisa dijadikan simbol. Dan simbol tersebut diambil dari hewan, seperti kupu-kupu, tawon, dll. Melalui analisis simbolisme maka cerita anak tersbut juga menjadi lebih hidup karena akan memberikan imajinasi yang lebih pada pembaca khususnya anakanak. Hewan yang disimbolkan sebagai keindahan atau kebaikan akan memberi mereka rasa penasaran dan akan membaca lebih lanjut sampai mereka menemukan maksud dari pengarang, dengan begitu maksud dari pengarang yang diungkapkan melalui cerita anak tersebut akan tersampaikan dengan baik. Secara keseluruhan berdasarkan 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini yang dianalisis unsur strukturalnya yaitu meliputi karakter, alur, latar, tema, judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme dan ironi memiliki keterkaitan serta hubungan antara satu unsur dengan unsur yang lainnya. Keterkaitan antar-antar unsur tersebut sangat mempengaruhi jalannya cerita serta menarik tidaknya cerita. Hal itu bisa dimaksudkan untuk menghindari kesan monoton. Untuk itu keterkaitan antar unsur tersebut menjadikan suatu kesatuan yang utuh dan menjadikan cerita tersebut menarik untuk anak-anak.
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. ASPEK PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA CERITA ANAK KARYA DYAH SAPTORINI
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan,baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2010: 177). Tokoh utama sangat menonjol dan menarik perhatian para penikmat sastra, tokoh utama tersebut bisa dibilang sebagai nyawa dari karya sastra itu sendiri. Dari semua tokoh dalam karya sastra memiliki psikologis yang berbeda-beda yang digambarkan dengan indah oleh pengarang. Pembahasan dalam bab ini adalah tokoh utamanya. Aspek psikologis tokoh utama, tidak termasuk tokoh-tokoh yang lain yang juga berperan dalam cerita anak tersebut. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 177) tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan,baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama sangat menonjol dan menarik perhatian para penikmat sastra, tokoh utama tersebut bisa dibilang sebagai nyawa dari karya sastra itu sendiri. Dari semua tokoh dalam karya sastra memiliki psikologis yang berbeda-beda yang digambarkan dengan indah oleh pengarang. Penelitian aspek psikologis tokoh utama dalam 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini ini berkaitan dengan masa perkembangan anak. Menurut Siti Rahayu Haditono (1993: 2) perkembangan seseorang terjadi atas dasar interkasi saling pengaruh mempengaruhi antara faktor-faktor bawaan dan pengaruhpengaruh lingkungan.
commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam menganalisa kepribadian tokoh penelitian ini akan menggunakan teori psikologi perkembangan. (Piaget dalam Fudyartanta, 2012: 88-90), membagi masa perkembangan kognitif anak menjadi tiga masa, yakni: 1. Masa Sensorimotor Masa Sensorimotor yaitu dari lahir sampai umur dua tahun. Hasil analisis dalam 11 cerita anak karya Dyah Saptorini tidak terdapat masa sensorimotor pada tokoh utama. 2. Masa Praoperasional Masa Praoperasional yaitu umur dua tahum sampai tujuh tahun. Hasil analisis dalam 11 cerita anak karya Dyah Saptorini terdapat lima masa praoperasional, yaitu sebagai berikut: a. Tokoh Sari dalam cerita Amarga Ngoyak Kupu (hal. 119) termasuk dalam masa praperasional (berpikir masih bersifat egosentris. Anakanak mempunyai kesukaran menerima pandangan orang lain). Bisa dikatakan seperti itu karena berdasar inti cerita tersebut tokoh Sari yang diceritakan sedang bermain petak umpet dengan teman-temannya dan dia yang bertugas jaga seharusnya memang berjaga dan kemudian mencari teman-temannya yang bersembunyi, namun tidak seperti itu. Kenyataannya tokoh Sari tertarik melihat kupu yang melewatinya dan pada saat itu juga tokoh Sari malah mengejar kupu tersebut dan lupa dengan teman-teman yang bermain dengannya. Tokoh Sari dikatakan bersifat egosentris karena dia melakukan apa yang ada dipikirannya saat itu juga dan lupa dengan apa yang seharusnya dilakukan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
b. Tokoh Joko dalam cerita Golek Manuk Dientup Tawon (hal. 122) termasuk dalam masa praperasional (berpikir masih bersifat egosentris. Anak-anak mempunyai kesukaran menerima pandangan orang lain). Bisa dikatakan seperti itu karena berdasar inti cerita tersebut tokoh Joko yang dalam cerita ini terdapat dua masa praoperasional yaitu bersifat egosentris. Yang pertama, tokoh Joko yang sebenarnya selalu dilarang oleh ibunya untuk mengambil dan membawa pulang anak burung karena pada akhirnya akan mati, larangan ibunya tersebut tidak diindahkan oleh Joko, hal ini sejalan dengan sifat egosentris karena egoentris tersebut anak-anak mempunyai kesukaran menerima pandangan orang lain. Yaitu pendapat ibunya yang tidak diindahkan oleh Joko. Kemudian masa praoperasional yang ada pada tokoh Joko yang kedua adalah saat dia dan temannya Totok berusaha mengambil anak burung diatas pohon, Totok telah mengingatkan kalau bahaya disana karena ada sarang lebah. Namun hal itu tidak diindahkan oleh Joko, Joko tetap naik ke atas pohon dan akhirnya dia diserang olehj sekumpulan lebah karena merasa terganggu oleh Joko yang menyenggol sarang lebah tersebut. c. Tokoh Didik dalam cerita Mendem Jarak (hal. 126) termasuk dalam masa praperasional (berpikir masih bersifat egosentris. Anak-anak mempunyai kesukaran menerima pandangan orang lain). Bisa dikatakan seperti itu karena berdasar inti cerita tersebut tokoh Didik yang diceritakan tersebut dengan temannya Totok sedang mencari rumput untuk makan ternak, sesudah itu sebelum mereka pulang, commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mereka melihat ada tumbuhan yang menarik perhatian, yang kemudian Didik ingin memakan tumbunhan tersebut namun dilarang oleh Totok karena Totok pikir tumbuhan itu berbahaya. Namun Didik dengan sifat egosentris,
tidak
mengindahkan
kata-kata
Totok,
dia
tetap
memakannya dan ternyata rasanya gurih lalu dia menawarkan pada Totok dan mereka berdua asyik memakan tumbuhan tersebut. Hingga akhirnya sampai dirumah Didik pun merasa mual seperti mabuk dan ternyata tumbuhan Jarak tadi memang memabukkan. d. Tokoh Andi dalam cerita Bapakku Tukang Rosok (hal. 128) termasuk dalam masa praperasional (mengklasifikasi objek menurut tanda-tanda: menegelompokkan balok merah tanpa memerhatikan bentuknya; atau semua balok persegi tanpa memerhatikan warnanya). Bisa dikatakan seperti itu karena berdasar inti cerita tersebut tokoh Andi yang ayahnya berprofesi sebagai tukang rongsok merasa malu karena pada saat itu ayahnya menari rongsokan di dean sekolahan Andi. Andi yang melihat ayahnya langsung pergi dengan pura-pura tidak melihat ayahnya, dan karena dia malu dengan teman-temannya maka Andi menyuruh ayahnya untuk tidak mencari rongsok disekitar sekolahnnya lagi. Disinilah timbul yang diperumpakan di atas tadi mengklasifikasi objek menurut tanda saja tanpa memerhatikan bentuknya, Andi hanya berfikir dia malu dengan profesi ayahnya tanpa berfikir ayahnya tersebut bekerja juga untuk menghidupi dirinya.
commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Tokoh Ari dalam cerita Latiyan Pasa (hal. 131) termasuk dalam masa praperasional
(mengklasifikasi
objek
menurut
tanda-tanda:
mengelompokkan balok merah tanpa memerhatikan bentuknya; atau semua balok persegi tanpa memerhatikan warnanya). Bisa dikatakan seperti itu karena berdasar inti cerita tersebut tokoh Ari disini yang sedang belajar berpuasa telah dibohongi kakaknya hingga dia menangis. Dia dibohongi kakaknya karena kakaknya merasa sebal dengan Ari yang telah berbuka setengah hari dengan makan dan minum di depan TV, padahal dibelakangya ada Bayu, yaitu kakak Ari yang sedang berpuasa satu hari. Disini bisa dikatakan Ari termasuk masa praperasional sebagai perumpamaan mengklasifikasi objek menurut
tanda-tanda:
menegelompokkan
balok
merah
tanpa
memerhatikan bentuknya, adalah Ari yang hanya dia berpuasa dan saat berbuka dia makan seperti hari-hari biasa tanpa memikirkan ada kakaknya di belakangnya sedang berpuasa satu hari. 3. Masa Operasional Konkret Masa Operasional Konkret yaitu umur tujuh tahun sampai 12 tahun. Hasil analisis dalam 11 cerita anak karya Dyah Saptorini terdapat satu masa operasional konkret, yaitu sebagai berikut: a. Tokoh Jeprik dalam cerita Amarga Bodho Gampang Diapusi (hal. 121) termasuk dalam masa operasional konkret (mampu berpikir logis mengenai objek dan kejadian-kejadian). Bisa dikatakan seperti itu karena berdasar inti cerita tersebut tokoh Jeprik yang bodoh dan selalu dibohongi teman-temannya tidak pernah sadar bahwa dia hanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
dipermainkan oleh teman-temannya. Seperti dalan cerita, tokoh Jeprik yang menurut saja saat dia disuruh ibunya membeli korek batang kemudian bertemu dengan teman-temannya, Jeprik dibohongi. Temantemannya menyuruh Jeprik mencoba semua korek tersebut saat dinyalakan dan bisa menyala kemudian batangnya dimasukkan lagi dalam kotak korek. Hal itu sejalan dengan berpikir logis mengenai objek dan kejadian-kejadian. Tokoh Jeprik hanya berpikir apa yang dianggapnya benar sesuai dengan apa yang dilihatnya tanpa berpikir itu benar atau salah. 4. Masa Operasional Formal Masa Operasional Formal yaitu umur 12 tahun ke atas. Hasil analisis dalam 11 cerita anak karya Dyah Saptorini terdapat empat masa operasional formal, yaitu sebagai berikut: a. Tokoh Nuri dalam cerita Padhang Mbulan (hal. 123) termasuk dalam masa operasional formal (dapat berpikir logis mengenai soal abstrak dan menguji hipotesis secara sistematis). Bisa dikatakan seerti itu karena berdasar inti cerita tersebut tokoh Nuri yang tidak langsung percaya dengan perkataan dan yang dirasakan teman-temannya tentang pohon yang ada hantunya hanya karena pohon itu bergerak-gerak sendiri. Tokoh Nuri dalam cerita tersebut pemberani dan berpikir logis mengenai suatu keadaan, yaitu pohon yang dianggap berhantu. Nuri tidak berpikir demikian dan malah menjadikan dia penasaran hingga dia mengecek pohon tersebut sampai terbukti bahwa yang menggerak-gerakkan pohon tersebut adalah temannya sendiri yang berniat jail. Tokoh Nuri berpikir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
logis mengenai soal abstrak dan menguji hipotesis secara sistematis, pikiran yang bertolak belakang dengan pikiran teman-temannya dan dia berusaha mencari kebenaran dengan menguji kebenaran tersebut hingga dia mendapatkan bukti yang sesungguhnya. b. Tokoh Supri dalam cerita Nonton Wayang (hal. 124) termasuk dalam masa operasional formal (menaruh perhatian terhadap masalah hipotesis, masa depan dan masa ideologis). Bisa dikatakan seperti itu karena berdasar inti cerita tersebut tokoh Supri yang tergolong masih anak-anak mampu menaruh perhatian terhadap masalah yaitu ketika dia berjualan kacang dan dia melihat ada seorang anak yang menangis padahal anak tersebut sudah bersama neneknya dan dilihatnya nenek tersebut berusaha menenangkan anak tersebut tapi tetap menangis hingga akhirnya tokoh Supri menanyakan kenapa anak tersebut menangis. Setelah reaksi tersebut munculah pemikiran yaitu reaksi yang berdampak pada masa depan yang ditujukan pada reaksinya ketika dia memberikan satu bungkus kacang untuk diberikan pada anak kecil tersebut. Tokoh Supri berpikir bahwa jika dia memberikan kacang maka anak kecil tersebut akan berhenti menangis. Dan ternyata reaksi tersebut sesuai dengan harapan dan anak kecil itu berhenti menangis. c. Tokoh Siska dalam cerita Klambi Bakdha (hal. 125) termasuk dalam masa operasional formal (menaruh perhatian terhadap masalah hipotesis, masa depan dan masa ideologis). Bisa dikatakan seperti itu karena berdasar inti cerita tersebut tokoh Siska yang menaruh perhatian terhadap temannya yaitu Reni. Reni yang sudah beberapa hari tidak masuk sekolah ternyata commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena menunggui adiknya yang sedang sakit. Sakit karena ingin punya baju baru tapi tidak bisa karena ibunya tidak punya uang. Setelah perhatian terhadap masalah tersebut, muncullah reaksi yang merujuk pada masa depan yaitu ketika Tokoh Siska mengumpulkan uang pemberian dari bibibibinya yang kemudian digunakan untuk membelikan baju untuk adik Reni dan untuk Reni sekalian. Dalam hal ini Tokoh Siska dapat memikirkan jauh ke depan dan tindakannya tersebut dapat berguna bagi orang lain. d. Tokoh Aku (Ndon) dalam cerita Kepengin Tuku Sepatu (hal. 130) termasuk dalam masa operasional formal (menaruh perhatian terhadap masalah hipotesis, masa depan dan masa ideologis). Bisa dikatakan seperti itu karena berdasar inti cerita tersebut tokoh Aku (Ndon) menaruh perhatian terhadap masalah yaitu ketika dia ingin sepatu baru namun orang tuanya tidak bisa membelikan karena sedang tidak punya uang, tokoh Aku (Ndon) tidak memaksakan keinginannya dan dia mengerti dengan keadaan orang tuanya. Dan karena keinginannya yang sangat besar tersebut dan orang tua yang nyatanya tidak bisa memberikan, dia melakukan tindakan yang merujuk masa depan yaitu dengan cara dia mencari uang sendiri dengan ikut saudaranya untuk mencari telur semut untuk bisa mendapatkan uang. Dan dengan usahanya tersebut, dia benarbenar mendapatkan uang dan akhirnya bisa dia gunakan untuk membeli sepatu tanpa merepotkan orang tuanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
Dari hasil analisis 11 cerita anak karya Dyah Saptorini, ada satu cerita yang tidak masuk dalam ke empat masa perkembangan anak. Yaitu pada cerita Manuk Thilang sing Apik Atine. Hal ini karena dalam cerita tersebut yang menjadi tokoh utama adalah manuk thilang yang mana sudah ibu-ibu. Yaitu Ibu Thilang yang menolong Ibu Truwelu. Dan tokoh Ibu Thilang tersebut tidak bisa masuk dalam ke empat masa perkembangan anak karena Ibu Thilang tersebut sudah masuk tahap dewasa dan teori psikologi perkembangan hanya mencakup dari lahir sampai anak usia 12 tahun ke atas, tidak sampai dewasa. Untuk cerita Manuk Thilang Sing Apik Atine itu sendiri tetap bisa dijadikan pembelajaran untuk anak. Meskipun tokoh-tokoh dalam cerita tersebut bukanlah anak-anak, namun anak-anak bisa belajar dari aspek yang menonjol dari cerita tersebut yaitu kebaikan hati yang dilakukan oleh tokoh Ibu Thilang. Anakanak bisa menjadikan tokoh Ibu Thilang sebagai contoh dalam membentuk karakter mereka kedepannya namun tentu saja tidak lepas dari peran orangtua. Terutama untuk anak-anak yang belum menginjak usia SD sangat perlu bimbingan serta arahan dari orangtua dalam memahami cerita anak tersebut. Hasil analisis 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini menunjukkan bahwa tidak terdapat masa sensorimotor pada tokoh utama. Yaitu masa dari lahir sampai umur dua tahun. Hal ini berarti dalam cerita anak karya Dyah Saptorini menunjukkan cerita tentang anak usia dua tahun ke atas. 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini menunjukkan bahwa pengarang lebih banyak dalam menggunakan masa praoperasional, yaitu dari usia dua tahun sampai tujuh tahun. Dalam hal ini sepertinya pengarang berusaha menunjukkan bagaimana reaksi anak-anak dalam menghadapi masalah yaitu dalam masa commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
praoperasional yang bisa disebut sebagai masa peralihan dari bayi hingga menjadi anak usia dini dan anak yang sudah bisa memikirkan dan membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Jadi secara psikologis tokoh utama dalam 11 judul cerita anak karya Dyah Saptorini dapat memberi gambaran bagaimana sikap dan reaksi anak dari usia dua sampai yang dua belas tahun ke atas dalam menentukan sikap untuk menghadapi setiap masalah serta bagaimana mereka bisa bersosialisasi dengan keadaaan sekitar. Dengan ketiga masa psikologi perkembangan yang ada dalam cerita anak tersebut dapat menambah variasi serta menghindari hal-hal yang bersifat monoton yang dapat
membuat
pembaca bosan.
Karena
telah peneliti
jelaskan
perkembangan anak-anak tersebut dalam tiap cerita itu berbeda-beda. Dan dari cerita tersebut akan menghasilkan nilai didik yang sangat bermanfaat bagi para pembaca terutama untuk anak-anak yang dalam masa perkembangan yaitu dari masa lahir sampai 12 tahun ke atas. Dari masa lahir sampai 12 tahun tersebut tetap dibedakan untuk masa pembacanya. Yaitu usia pra sekolah dan usia sekolah. Dalam hal ini agar cerita tetap bisa berpengaruh pada anak-anak maka cara penyampaiannya juga berbeda. Untuk anak usia pra sekolah maka cara pembelajarannya adalah dengan peran orangtua yang utama, orangtua yang memberi pengarahan tentang maksud dan isi dari cerita tersebut. Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan membacakannya sebelum tidur atau saat waktu luang, anak-anak juga merasa nyaman dengan dibacakan dan anak juga lebih mudah dalam menangkap arahan tersebut. Sedangkan untuk anak usia sekolah, tentu saja sudah bisa membaca sendiri. commit to user Namun orangtua juga tetap harus mengarahkan, dalam hal ini bukan berarti
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
orangtua harus membacakan cerita tersebut, namun orangtua mendorong anak agar mau dan terbiasa dengan membaca. Karena dengan membaca maka mereka akan memahami dengan cara pikir mereka sendiri maka akan lebih mudah untuk mereka ingat dan mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. NILAI EDUKASI CERITA ANAK KARYA DYAH SAPTORINI
Sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra sebagai produk kehidupan., mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang mempeunyai penyodoran konsep baru (Suyitno, 1986: 3). Sastra tidak hanya memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai kehidupan manusia dalam arti total. Lasyo dalam (Setiadi 2006:117) menyatakan, nilai manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya. Sedangkan Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai-nilai merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Pada hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu menyangkut tentang hal-hal yang bersifat hakiki. Peneliti berpendapat nilai pendidikan merupakan segala
sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang digunakan dalam tujuan mendewasakan diri manusia tersebut yaitu dengan melalui upaya pengajaran.
1. Nilai Pendidikan Religius Nilai religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan Tuhan pencipta alam dan seisinya. Berbicara tentang hubungan manusia dan Tuhan tidak terlepas dari pembahasan commit toagama. user Agama merupakan pegangan
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hidup bagi manusia. Agama dapat pula bertindak sebagai pemacu faktor kreatif, kedinamisan hidup, dan perangsang atau pemberi makna kehidupan. Melalui agama, manusia pun dapat mempertahankan keutuhan masyarakat agar hidup dalam pola kemasyarakatan yang telah tetap sekaligus menuntun untuk meraih masa depan yang lebih baik. Seperti dalam kutipan di bawah ini: Sikap selalu berdoa dan mendoakan orang lain terdapat dalam cerita Nonton Wayang, tokoh Nenek yang mendoakan Supri karena telah berbuat baik dan tokoh Supri yang mengamini doa dari nenek tersebut. Kutipan Pertama: “Matur nuwun ya, Le, muga—muga daganganmu mengko laris ya,” wangsulane simbah mau karo nampani kacang sing diulungke Supri. (NW, hal. 124 paragraf 26) Terjemahan: “Terima kasih ya, Nak, semoga kamu nanti laku keras ya.” jawab nenek tadi sambil menerima kacang yang diberikan Supri. Kutipan Kedua: “Amin Mbah, mugi-mugi dongane manjur,” wangsulane Supri karo mesem. (NW, hal. 124 paragraf 27) Terjemahan: “Amin Nek, semoga doanya manjur,” jawab Supri sambil tersenyum. Nilai religius yang dimiliki seorang anak kecil tergambar dalam cerita Latiyan Pasa. Ari yang masih kecil yaitu baru kelas satu SD ingin berpuasa commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seperti orangtua dan kakaknya. Dan ternyata oleh ibunya diperbolehkan anggap saja untuk latihan dulu karena masih kecil. Kutipan: Ari kepengin melu-melu pasa kaya kakange, lan dening ibuke diparengke idhep-idhep latiyan pasa. (LP, hal. 131 paragraf 1) Terjemahan: Ari yang ingin ikut-ikutan berpuasa seperti kakaknya, dan oleh ibunya diperbolehkan anggap saja untuk latihan puasa. Nilai religius juga muncul saat ibunya Ari memberi tahu mana yang benar tentang penyebab batalnya puasa. Hal ini sangat penting di sini karena peran orang tua memang sangat dibutuhkan dalam memberikan pengertian dan pengarahan kepada anaknya terlebih di bawah umur. Kutipan: “Mesthi wae ora, sing marahi batal kuwi yen kowe maem karo ngombe sakdurunge wayah buka.” (LP, hal. 132 paragraf 21) Terjemahan: “Pasti saja tidak, yang menyebabkan batal itu kalau kamu makan dan minum sebelum waktunya berbuka.” Nilai religius juga muncul ketika keluarga Siska telah membelikan baju untuk Reni dan adiknya. Siska mengucap syukur kepada Tuhan atas rejeki yang telah diberi hingga dia bisa membantu orang lain. Hal itu dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
Neng batin Siska ngucapke syukur marang Allah AWT merga bisa mbantu nyenengke kancane mau. (KB, hal. 125 paragraf terakhir) Terjemahan: Dalam batin Siska mengucap syukur kepada Allah SWT karena bisa membantu menyenangkan temannya tadi. Dari kutipan-kutipan diatas bisa disimpulkan bahwa nilai religius memang sangat penting dalam kehidupan sehari-sehari, terutama untuk anak-anak. Sedari dini atau kecil kita memang harus membiasakan diri dengan akhlak yang baik salah satunya dengan mempelajari nilai religius untuk menentukan tindakan di kemudian hari. Nilai religius yang nyatanya tidak terpisahkan dengan kehidupan sehari-hari memang ikut ambil dalam pembentukan karakter kepribadian seseorang.
2. Nilai Pendidikan Moral Nilai moral sering disamakan dengan nilai etika, yaitu suatu nilai yang menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan bermasyarakat. Moral merupakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang dipandang dari nilai individu itu berada. Seperti pada kutipan berikut mengandung nilai moral yang sangat penting. Nilai moral ada yang baik dan buruk. Tokoh Ira disini digambarkan mempunyai ego dan berpikir buruk dengan memprovokasi temantemannya. Seperti dalam kutipan di bawah ini : “Mosok ra ngomong awake dhewe, yen mulih tenan sesuk rasah diwanuhi wae, ben dolanan dhewe,” sambunge Ira mangkel. (ANK, hal. 120 paragraf 14) commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: “Masak tidak bilang kita, kalau benar-benar pulang besok tidak usah disapa saja, biar bermain sendiri,” sambung Ira jengkel. Sikap dari Ira yang kurang baik tersebut ternyata mendapat tanggapan dan respon dari Lina. Lina yang memiliki sikap berbeda dari Ira justru berpikir positif tentang Sari yang menghilang saat mereka bermain bersama. Sikap Lina disini berpikir positif dan tidak menjelekkan Sari. Dilihat dari kutipan berikut ini: Kutipan: “Ya aja ngono, sapa ngerti dheweke loro weteng apa ngapa, wis apike awake dhewe rono wae,” kandhane Lina. (ANK, hal. 120 paragraf 15) Terjemahan: “Ya jangan begitu, siapa tahu dia sakit perut atau apa, sudah baiknya kita kesana saja,” kata Lina. Sikap jail juga ada dalam cerita Amarga Bodho Gampang Diapusi, tokoh Joko yang menjaili Jeprik. Jeprik yang bodoh menjadi bahan untuk kejailan teman-temannya. Seperti dalam kutipan di bawah ini: Kutipan: “Ngene lho tak warahi,” wangsulane Joko karo njaluk rek sak adah, banjur njupuk siji terus dijresake, bareng murup terus disebul, terus dilebokake maneh, ngono bola-bali, Jeprik sing nyawang terus ngomong. (ABGD, hal. 121 paragraf 8)
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: “Begini lho aku ajari,” jawab Joko sambil meminta korek satu bungkus, kemudian mengambil satu kemudian dinyalakan, setelah nyala kemudian ditiup, kemudian dimasukkan lagi, begitu bolak-balik, Jeprik yang melihat kemudian berkata. Sikap jail dari joko ternyata mendapat respon dari Parno yang juga ikut menjaili Jeprik. Mereka berdua kompak untuk menjaili Jeprik. Kutipan: Semono uga Parno dheweke ya melu ngelungake rek sing dicekel karo mesammesem, cah loro mau seneng banget iso nggarapi Jeprik. (ABGD, hal. 121 paragraf 10) Terjemahan: Saat itu juga Parno dia juga ikut memberikan korek yang dipegang sambil tersenyum, dua anak tadi senang sekali bisa menjaili Jeprik. Sikap moral yang baik dapat dilihat dalam cerita Golek Manuk Dientup Tawon, yaitu sikap yang mau mengakui kesalahannya. Tokoh Joko dan Totok sepasang sahabat yang nekat memanjat pohon dan akhirnya disengat lebah akhirnya mau mengakui kesalahan mereka yang tidak menurut perkataan orang tuanya. Kutipan Pertama: Bocah loro mau mung meneng merga ngrumangsani salah. (GMDT, hal 122 paragraf 18) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: Dua anak tadi hanya diam karena merasa salah. Kutipan Kedua: “Nggih Bu, kula kalih Joko pancen salah, boten ajeng golek-golek susuh manuk malih,” jawabe Totok makili Joko, sing isih nyekeli sirahe. (GMDT, hal. 122 paragraf 19) Terjemahan: “Ya Bu, saya dan Joko memang salah, tidak akan cari-cari sarang burung lagi,” jawab Totok mewakili Joko, yang masih memegangi kepalanya. Sikap moral yang baik yaitu mau memaafkan dan tetap berbuat baik pada orang yang telah berlaku jail pada teman-temannya ditunjukkan dalam tokoh Nuri dalam cerita Padhang Mbulan. Nuri yang malah menolong Sigit setelah Sigit berbuat jail pada teman-temannya. Kutipan: “Wis ya nyang omahku wae mengko tak wenehi taleg ben ora gatel meneh. (PM, hal. 123 paragraf 33) Terjemahan: “Sudah ya ke rumahku saja nanti aku kasih bedak biar tidak gatal lagi. Selain sikap berbuat baik, dalam cerita Padhang Mbulan ini juga terdapat sikap yang mau berjanji untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi. Seperti yang ditunjukkan pada tokoh Sigit. Kutipan: “Iya, aku janji ra arep nakali kowe kabeh, kapok aku yen ngene iki,” to user wangsulane Sigit. (PM, hal. 123commit paragraf 36)
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: “Iya, aku janji tidak akan berbuat nakal ke kamu semua, kapok aku kalau seperti ini,” jawab Sigit. Berbuat baik dengan cara memberi dengan ikhlas muncul dalam cerita Nonton Wayang. Tokoh Supri yang sedang berjualan kacang melihat ada anak kecil yang menangis karena ingin membeli kacangnya namun neneknya tidak membawa uang, rela dan ikhlas memberikan kacang dagangannya pada anak kecil itu agar tidak menangis lagi. Seperti dalam kutipan-kutipan berikut ini: Kutipan Pertama “Nggih pun Mbah, niki jenengan sukake putune, kajenge mboten nangis melih,” kandhane Supri karo ngelungke sak conthong kacange marang simbah mau. (NW, hal. 124 paragraf 23) Terjemahan: “Ya sudah Nek, ini nenek berikan ke cucunya, biar tidak menangis lagi,” kata Supri sambil memberikan satu bungkus kacangnya pada nenek tadi. Kutipan Kedua: “Mboten napa-napa Mbah naming setunggal mawon, niki tasih kathah,” wangsulane Supri. (NW, hal. 124 paragraf 25) Terjemahan: “Tidak apa-apa Nek hanya satu saja, ini masih banyak,” jawab Supri. Sikap memberi menolong orang lain dengan cara memberikan barang dengan ikhlas juga terdapat dalam cerita Klambi Bakdha. Tokoh Siska dan ibunya yang dengan ikhlas ingin membelikan baju lebaran untuk adiknya Reni yaitu temannya Siska terdapat dalam kutipan-kutipan berikut ini: commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan Pertama: “Niki kangge numbaske adhine Reni.” (KB, hal. 125 paragraf 30) Terjemahan: “Ini untuk membelikan adiknya Reni.” Kutipan Kedua “Ooo, ngono ta, yo wis sesuk mulih sekolah menyang toko karo ibu mengko numbaske klambi, adhine Reni.” (KB, hal. 125 paragraf 33) Terjemahan: “Ooo, begitu to, ya sudah besuk pulang sekolah ke toko sama ibu nanti belikan baju, adiknya Reni.” Pelajaran moral berikutnya muncul dari tokoh Ibunya Didik dalam cerita Mendem Jarak. Tokoh Ibunya Didik memberikan masihat pada Didik karena telah berbuat gegabah hingga akhirnya dia sakit. Digambarkan dalam kutipan berikut ini: “Mulane ya Le, liya dina ki yen arep mangan apa-apa aja sembrana, yen durung ngerti tenan mbok rasah dipangan, kaya ra enek woh-wohan liya, coba yen ngene iki piye?” (MJ, hal. 126 paragraf 45) Terjemahan: “Makanya ya Nak, lain hari kalau mau makan apa-apa jangan sembarangan, kalau belum tau betul itu jangan dimakan, seperti tidak ada tumbuhan lain, coba kalau seperti ini bagaimana?” Sikap malu mengakui orang tua tergambar dalam cerita Bapakku Tukang Rosok. Tokoh Andi yang malu mengakui ayahnya hanya karena pfosei ayahnya, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
dia merasa malu pada teman-temannya di sekolah sampai-sampai dia menyuruh ayahnya untuk tidak mencari rongsokan di sekitar sekolahnya lagi. Kutipan: Awane nalika mulih sekolah Andi ngomong karo bapake yen wiwit dina kuwi bapake yen golek rosokan ora oleh cedhak-cedhak sekolahane amarga dheweke isin yen nganti weruh kanca-kancane. (BTR, hal. 128 paragraf 2) Terjemahan: Siangnya ketika pulang sekolah Andi bilang pada ayahnya kalau mulai hari itu ayahnya kalau mencari rongsokan tidak boleh dekat-dekat sekolahannya karena dia malu kalau ketahuan teman-temannya. Meringankan dan menghormati orang tua juga muncul dalam cerita anak Kepingin Tuku Sepatu. Tokoh Aku (Ndon) yang berusaha mencari uang dengan mencari telur semut untuk membeli sepatu baru. Orang tuanya yang sedangtidak punya uang tidak membuatnya putus asa. Dia berusaha sendiri untuk mendapatkan uang tanpa membebani orang tuanya. Terdapat dalam kutipan berikut: “Aku pengin tuku sepatu Kang, gek Pake karo Make lagi ra duwe dhuwit, yen bisa golek sekilo lak kena dinggo tuku sepatu ta. Yen mung dicokot semut wae aku wani Kang, aku melu ya,” tembungku rada melas. (KTS, hal. 130 paragraf 10) Terjemahan: “Aku ingin beli sepatu Kak, Bapak dan Ibu sedang tidak punya uang, kalau bisa cari satu kilo kan bisa dipakai beli sepatu kan. Kalau Cuma digigit semut saja aku berani Kak, aku ikut ya,” pintaku agak sedih. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, peneliti memberikan gambaran atau contoh-contoh dari moral yang ada disekitar kita. Ada moral baik dan buruk yang bisa digunakan sebagai acuan pembaca khususnya anak-anak. Agar dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Yang baik bisa untuk contoh dan yang buruk sebagai pelajaran agar tidak melakukan hal buruk tersebut.
3. Nilai Pendidikan Sosial Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Nilai sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Sifat sosial dalam cerita Amarga Ngoyak Kupu berikut muncul dan ada sifat simpati. Simpati merupakan suatu bentuk interaksi yang melibatkan adanya ketertarikan individu tehadap individu lainnya. Simpati timbul tidak berdasarkan pada pertimbangan yang logis dan rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan. Teman-teman Sari yang bingung kemana Sari menghilang saat bermain. Kutipan: “Yo wis ayo, selak sore iki,” sambunge Putri, bocah-bocah mau banjur gembruduk menyang omahe Sari, tibake bocahe ora ana, sing enek mung ibune, ibune malah bingung merga ngertine Sari dolanan karo bocah-bocah mau. (ANK, hal. 119 paragraf 15) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: “Ya sudah ayo, keburu sore ini,” lanjut Putri, anak-anak tadi lalu bergerombol ke rumahnya Sari, ternyata anaknya tidak ada, yang ada hanya ibunya, ibunya malah bingung karena tahunya Sari bermain dengan anak-anak tadi. Sifat simpati juga muncul dalam cerita Manuk Thilang Sing Apik Atine. Tokoh Manuk Thilang yang bersimpati pada Truwelu karena anak-anak Truwelu yang hampir dimangsa Kucing hutan. Kutipan: “Wah, sajake Kucing kuwi duwe karep sing ora apik karo anak Truwelu telu kae, wah mesakake banget yen nganti dipangan, mendah susahe Mboke mengko, pikire Manuk Thilang. “Wah piye nggonku nulung, Mboke kae kok malah enak-enak turu ki piye, apa ora ngerti yen anak-anake lagi didhedhepi Kucing. Manuk Thilang mau banjur mikir piye carane nggugah Mbok Truwelu mau. (MTSAA, hal. 127 paragraf 6) Terjemahan: “Wah, sepertinya Kucing itu punya niat yang tidak baik terhadap tiga anak kelinci, wah kasihan sekali kalau sampai dimakan, akan susah Ibunya nanti, pikir Manuk Thilang. “Wah bagaimana caraku menolong, Ibunya itu kenapa malah enak-enakan tidur, apa tidak tahu kalau anak-anaknya sedang diamati Kucing. Manuk Thilang kemudian berpikir bagaimana caranya untuk membangunkan Mbok Truwelu tadi. Sikap sosial juga terdapat dalam cerita Amarga Bodho Gampang Diapusi. Interaksi sosial yang muncul dalam cerita ini adalah imitasi. Imitasi merupakan suatu proses peniruan terhadap sesuatu yang berasal dari luar dirinya. Tokoh jeprik yang bodoh hanya asal meniru tindakan temannya yang sebenarnya telah membohonginya. Kutipan: “Oooo, ngono ta, aku ya isoh,” kandhane karo njupuk sak adah terus melucommit to user melu Joko, dijreske dileboke meneh, sing sak adhah dijaluk Parno, trus melu-
perpustakaan.uns.ac.id
89 digilib.uns.ac.id
melu kanca-kancane mau, bareng telung adhah wis dicoba kabeh terus diwenehake Jeprik. (ABGD, hal. 121 paragraf 9) Terjemahan: “Oooo, begitu to, aku juga bisa,” katanya sambil mengambil satu bungkus kemudian ikut-ikutan Joko, dinyalakan dimasukkan lagi, yang satu bungkus diminta Parno kemudian ikut-ikutan teman-temannya tadi, setelah tiga bungkus sudah dicoba semua lalu diberikan ke Jeprik. Sifat imitasi kembali muncul dalam cerita Latiyan Pasa. Tokoh Ari yang masih kecil dan baru kelas satu SD ini berniat ingin puasa, dia ingin meniru orang tua serta kakanya yang menjalankan puasa. “Wulan Pasa taun iki Ari kepingin melu-melu pasa kaya kakange, lan dening Ibuke diparengake idhep-idhep latiyan pasa. (LP, hal. 131 paragraf 1) Terjemahan: Bulan puasa tahun ini Ari ingin berpuasa seperti kakaknya, dan oleh Ibunya diperbolehkan anggap saja latihan puasa. Interaksi sosial kembali muncul dalam cerita Padhang Mbulan. Interaksi sosial yang muncul adalah sugesti. Sugesti merupakan suatu proses pemberian pandangan atau sikap dari diri seseorang kepada orang lain di luar dirinya. Artinya sugesti dapat dilakukan dan diterima oleh individu lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu. Terdapat dalam kutipan-kutipan berikut: Kutipan Pertama: “Kae coba sawangen yen ra ngandel,” Ambar sing mangsuli karo nduding wit jambu sing obah meneh. (PM, hal. 123 paragraf 21) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
Terjemahan: “Itu coba lihatlah kalau tidak percaya,” Ambar yang menjawab sambil menunjuk pohon jambu yang bergerak lagi. Kutipan Kedua: “Wis ya rasah dolanan wae, ayo nyang njero omahmu wae Nur,” Rini ajakajak. (PM, hal. 123 paragraf 22) Terjemahan: “Sudah ya tidak usah bermain saja, ayo ke dalam rumahmu saja Nur,” Rini mengajak. Sifat sosial lain juga muncul dalam cerita Nonton Wayang. Supri sebagai seorang anak – anak dia sudah menunjukan sikap yang dermawan dan suka memberi dengan ikhlas. Kutipan Pertama: “Nggih pun Mbah, niki jenengan sukake putune, kajenge mboten nangis melih,” kandhane Supri karo ngelungke sak conthong kacange marang simbah mau. (NW, hal. 124 paragraf 23) Terjemahan: “Ya sudah Nek, ini nenek berikan ke cucunya, biar tidak menangis lagi,” kata Supri sambil memberikan satu bungkus kacangnya pada nenek tadi. Kutipan Kedua: “Mboten napa-napa Mbah naming setunggal mawon, niki tasih kathah,” wangsulane Supri. (NW, hal. 124 paragraf 25) Terjemahan: commit to masih user banyak,” jawab Supri. “Tidak apa-apa Nek hanya satu saja, ini
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sifat sosial yang tinggi juga muncul dalam tokoh Siska dalam cerita Klambi Bakdha. Siska yang mengumpulkan uang pemberian dari bibinya yang kemudian digunakan untuk membelikan baju untuk Reni dan adiknya. Kutipan Pertama: “Niki kangge numbaske adhine Reni.” (KB, hal. 125 paragraf 30) Terjemahan: “Ini untuk membelikan adiknya Reni.” Kutipan Kedua: “Ooo, ngono ta, yo wis sesuk mulih sekolah menyang toko karo ibu mengko numbaske klambi, adhine Reni.” (KB, hal. 125 paragraf 33) Terjemahan: “Ooo, begitu to, ya sudah besuk pulang sekolah ke toko sama ibu nanti belikan baju, adiknya Reni.” Nilai sosial lain ditemukan dalam cerita anak berjudul Kepengin Tuku Sepatu, Aku (Ndon) merupakan tokoh anak – anak yang masih polos dan mempunyai keingian membeli sepatu. Aku (Ndon) walaupun masih kecil namun dia berusaha mencari uang sendiri untuk membeli sepatu tanpa mereptkan orang tuanya. Hal itu dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut : Kutipan: “Aku pengin tuku sepatu Kang, gek Pake karo Make lagi ra duwe dhuwit, yen bisa golek sekilo lak kena dinggo tuku sepatu ta. Yen mung dicokot semut wae aku wani Kang, aku melu ya,” tembungku rada melas. (KTS, hal. 130 paragraf 10) commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terjemahan: “Aku ingin beli sepatu Kak, Bapak dan Ibu sedang tidak punya uang, kalau bisa cari satu kilo kan bisa dipakai beli sepatu kan. Kalau Cuma digigit semut saja aku berani Kak, aku ikut ya,” pintaku agak sedih.
4. Nilai Pendidikan Budaya
Nilai pendidikan budaya merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai., berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakatnya. Contohnya adalah mempersilakan tamu untuk masuk ke dalam rumah. Kutipan: “Yowis sing penting kowe wis tekan ngomah, ayo mbahe diaturi mlebu,” kandhane ibuke ngakon Sari ngejak mbah putri mau mlebu omah. (ANK, hal. 119 paragraf 23) Terjemahan: “Yasudah yang penting kamu sudah sapai rumah, ayo neneknya dipersilahkan masuk,” kata ibunya menyuruh Sari mengajak nenek putri masuk rumah. Hal lain yang telah membudaya dalam masyarakat adalah memanggil nama seseorang dengan nama panggilan atau nama akrab, meskipun dengan nama yang aneh dan unik. Dapat digambarkan dalam cerita Amarga Bodho Gampang Diapusi. commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jeneng asline Supri ning kanca-kancane yen ngundang Jeprik, mung Ibuke sing isih ngundang Supri. (ABGD, hal. 121 paragraf 1) Terjemahan: Nama aslinya Supri tapi teman-temannya kalau memanggil Jeprik, hanya Ibunya yang masih memanggil Supri. Nilai pendidikan yang telah membudaya dan memang harus senantiasa dilestrikan adalah mengakui kesalahan ketika salah dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Nampaknya hal ini sepele namun hal ini harus senantiasa membudaya
dalam
kehidupan
masyarakat
karena
sebagai
perwujudan
penghormatan dan mengahargai orang lain. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut: Kutipan Pertama: “Nggih Bu, kula kalih Joko pancen salah, boten ajeng golek-golek susuh manuk malih,” jawabe Totok makili Joko sing isih nyekeli sirahe. (GMDT, hal. 122 paragraf 19) Terjemahan: “Ya Bu, saya dan Joko memang salah, tidak akan cari-cari sarang burung lagi,” jawab Totok mewakili Joko yang masih memegangi kepalanya. Kutipan Kedua: “Iya, aku janji ra arep nakali kowe kabeh, kapok aku yen ngene iki,” wangsulane Sigit. (PM, hal. 123 paragraf 38) Terjemahan: “Iya, aku janji tidak akan berbuat nakal ke kamu semua, kapok aku kalau seperti ini,” jawab Sigit.
commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai budaya yang lain adalah mengadakan syukuran kampung karena telah berhasil panen. Daerah pedesaan masih ada yang rutin mengadakan acara syukuran untuk merayakan sesuatu. Kutipan: Wis suwe neng kampunge Supri ora enek wayang, kepeneran kampunge mau bubar panen lan asile lumayan, banjur padha ngeneke syukuran kanthi nanggap wayang. (NW, hal. 124 paragraf 1) Terjemahan: Sudah lama di kampungnya Supri tidak ada wayang, kebetulan kampungnya tadi selesai panen dan hasilnya lumayan, lalu mereka mengadakan syukuran dengan pertunjukan wayang. Nilai pendidikan yang telah membudaya dan memang harus senantiasa dilestrikan adalah berucap terima kasih ketika menerima bantuan. Nampaknya hal ini sepele namun hal ini harus senantiasa membudaya dalam kehidupan masyrakat karena sebagai perwujudan penghormatan dan mengahargai orang lain. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut : Kutipan Pertama: “Matur nuwun ya, Le, muga—muga daganganmu mengko laris ya,” wangsulane simbah mau karo nampani kacang sing diulungke Supri. (NW, hal. 124 paragraf 26) Terjemahan: “Terima kasih ya, Nak, semoga kamu nanti laku keras ya.” jawab nenek tadi sambil menerima kacang yang diberikan Supri. commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kutipan Kedua: “Eh, Manuk Thilang aku matur nuwun banget lho ya. Yen ora kok tulungi mesthi aku wis kelangan anak-anakku.” (MTSAA, hal. 127 paragraf 16) Terjemahan: “Eh, Burung Kutilang aku berterimakasih sekali lho ya. Kalau tidak kamu tolong pasti aku sudah kehilangan anak-anakku.” Nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa para individu yang menjadi warga dari kebudayaan bersangkutan, dan nilai budaya tersebut sudah ada dan tertanam sedari kecil. Oleh karena itu, nilai budaya sangat melekat erat pada kebiasaan warga masyarakatnya. Kebiasaan dalam daerah tertentu berbeda-beda yang tentu saja mempengaruhi tata cara dalam kehidupan sehari-hari mereka. Jadi dalam sebelas cerita anak karya Dyah Saptorini diatas terdapat empat nilai pendidikan yang dapat diambil sebagai pelajaran dan pemahaman bagi anak-anak. Empat nilai tersebut jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sedari kecil maka akan membantu dalam pembinaan karakter serta pembinaan kepribadian anak-anak. Nilai religius, nilai moral, nilai sosial, serta nilai budaya selalu ada dalam keseharian anak-anak. Namun, jika tidak ada yang memberi pemahaman mereka tidak akan tahu. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting untuk mendampingi dan memberi arahan pada mereka, dan dengan adanya cerita anak yang di dalamnya terkandung nilai-nilai akan dengan mudah dijadikan sebagai contoh dalam memberi arahan pada anak-anak tersebut. commit to user