BAB IV PEMBAHASAN
4.1
Perbandingan Struktur Neraca
Struktur neraca Bumi, PTBA, dan Antam memiliki perbedaan dengan struktur neraca rata-rata industri tambang Indonesia. Perbedaan tersebut terjadi pada struktur aktiva dan struktur kewajiban dalam neraca. Struktur aktiva yang paling mendekati struktur aktiva rata-rata industri tambang Indonesia adalah struktur aktiva Bumi. Struktur kewajiban yang paling mendekati struktur kewajiban rata-rata industri tambang Indonesia adalah struktur kewajiban Antam. Struktur aktiva dan struktur kewajiban PTBA memiliki perbedaan yang signifikan terhadap struktur aktiva dan struktur kewajiban rata-rata industri tambang Indonesia. Total aktiva pada setiap perusahaan selalu meningkat. Karenanya kewajiban ikut meningkat. Namun peningkatan struktur aktiva maupun struktur kewajiban pada setiap perusahaan berbeda. Secara umum seluruh komponen dalam neraca mengalami peningkatan jumlah, tetapi tidak dengan peningkatan persentase dalam struktur neraca. Disini akan dibahas komponen yang secara persentase meningkat dalam struktur neraca pada setiap periode. Karena keterbatasan data laporan tahunan perusahaan, maka yang dibahas adalah antara 2003 sampai 2006. Penyebab peningkatan tersebut terdapat dalam akun-akun didalamnya.
IV‐1
4.1.1
Struktur Neraca Bumi
Secara umum, struktur aktiva rata-rata Bumi mendekati rata-rata industri tambang Indonesia. Namun terdapat perbedaan yang signifikan pada struktur kewajiban. Pada struktur kewajiban, kewajiban atau hutang rata-rata Bumi mencapai 90%, jauh lebih besar dibandingkan hutang rata-rata industri tambang Indonesia sebesar 49,5%, yang berdampak pada peningkatan kewajiban lancar Bumi hingga rata-rata mencapai 39%. Hal tersebut mempengaruhi likuiditas Bumi karena aktiva lancar Bumi rata-rata hanya 28,6% yang tidak jauh berbeda dengan aktiva lancar rata-rata industri tambang Indonesia sebesar 23,7%.
4.1.1.1 Peningkatan Persentase Komponen Dalam Struktur Neraca Bumi Peningkatan persentase komponen dalam struktur aktiva Bumi lebih banyak terjadi pada peningkatan aktiva lancar. Sedangkan peningkatan persentase komponen dalam struktur kewajiban Bumi banyak terjadi pada kewajiban tak lancar dan modal ekuitas.
Tabel 4.1
Peningkatan Struktur Neraca Bumi PT. Bumi Resources Tbk
2003 Current assets
• Kas dan setara kas
-
• Rekening yang dibatasi penggunaannya
2004
• Piutang usaha • Persediaan • Tagihan PPN Current Equity
liabilities
dan • Hutang usaha • Hutang lain-lain • Biaya yang masih harus dibayar • Hutang pajak
IV‐2
• Saldo laba
2004 Current assets
• Piutang usaha
-
• Persediaan
2005
• Tagihan PPN • Pajak dibayar dimuka Equity
• Saldo laba
2005 Current assets
• Rekening bank yang dibatasi penggunaannya
-
• Piutang lain-lain
2006
• Persediaan • Biaya dibayar dimuka dan jaminan • Pajak dibayar dimuka Non-current liabilities dan • Hutang pihak hubungan istimewa Equity • Pinjaman jangka panjang • Hutang sewa guna usaha • Saldo laba
Periode 2003-2004 Komponen pada struktur aktiva yang meningkat lebih tinggi adalah aktiva lancar. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Kas dan setara kas Kas meningkat pada beberapa bank, diantaranya peningkatan rekening Rupiah pada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk dan peningkatan rekening Dollar Amerika Serikat pada Standard Chartered Bank dan Credit Suisse First Boston Limited.
IV‐3
•
Rekening yang dibatasi penggunaannya Peningkatan rekening yang dibatasi penggunaannya terjadi diantaranya pada PT Bank Mandiri Tbk dan UFJ Bank Limited sehubungan dengan fasilitas kredit yang diperoleh.
•
Piutang usaha Secara persentase jumlah piutang usaha yang berasal dari pelanggan dalam negeri meningkat lebih pesat dibandingkan luar negeri. Tetapi secara jumlah piutang usaha pelanggan luar negeri jauh lebih besar daripada pelanggan dalam negeri.
•
Persediaan Persediaan dalam bentuk batubara, suku cadang, bahan pembantu dan bahan bakar mengalami peningkatan yang berarti terdapat pula peningkatan jaminan atas hutang jangka panjang pada bank dan lembaga keuangan.
•
Tagihan PPN Tagihan PPN kepada pemerintah meningkat seiring dengan pengembalian wilayah yang tidak komersial kepada pemerintah.
Komponen pada struktur kewajiban yang meningkat lebih tinggi adalah kewajiban lancar dan modal ekuitas. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Hutang usaha Hutang usaha meningkat cukup tinggi diantaranya kepada PT Thiess Contractor Indonesia dan PT Cipta Kridatama Mining.
IV‐4
•
Hutang lain-lain Hutang lain-lain berupa hutang pada Pemerintah Indonesia meningkat sehubungan dengan meningkatnya bagian Pemerintah Indonesia atas penjualan batubara anak perusahaan.
•
Biaya yang masih harus dibayar Biaya yang masih harus dibayar seperti beban pemeliharaan dan beban jasa meningkat.
•
Hutang pajak Peningkatan hutang pajak yaitu pada Pajak Penghasilan. Sedangkan pada hutang pada Pajak Pertambahan Nilai mengalami penurunan
•
Saldo laba Jumlah laba ditahan meningkat, artinya terjadi peningkatan pada jumlah laba yang dipilih untuk diinvestasikan kembali ke dalam kegiatan perusahaan.
Periode 2004-2005 Komponen pada struktur aktiva yang meningkat lebih tinggi adalah aktiva lancar. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Piutang usaha Piutang usaha meningkat baik dari dalam dan luar negeri dengan jumlah piutang usaha dari pelanggan luar negeri yang jauh lebih banyak dari pelanggan dalam negeri.
•
Persediaan Persediaan meningkat, baik persediaan suku cadang, bahan pembantu, dan bahan bakar serta persediaan batubara.
IV‐5
•
Tagihan PPN Tagihan PPN kepada pemerintah meningkat seiring dengan pengembalian wilayah yang tidak komersial kepada pemerintah.
•
Pajak dibayar dimuka Pajak dibayar dimuka diadakan untuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan. sedangkan dari tahun kemarin tidak ada pembayaran pajak dimuka.
Komponen pada struktur kewajiban yang meningkat lebih tinggi adalah modal ekuitas. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Saldo laba Jumlah laba ditahan meningkat, artinya terjadi peningkatan pada jumlah laba yang dipilih untuk diinvestasikan kembali ke dalam kegiatan perusahaan
Periode 2005-2006 Komponen pada struktur aktiva yang meningkat lebih tinggi adalah aktiva lancar. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Rekening bank yang dibatasi penggunaannya Perseroan menandatangani Perjanjian Kredit dengan Credit Suisse First Boston (“CSFB”) Singapura dalam rangka pinjaman baru yang diterima oleh Perseroan. Pinjaman tersebut digunakan untuk menambah modal kerja Perseroan dan pembiayaan kembali sebagian hutang Perseroan. Pinjaman tersebut didepositokan sehubungan dengan perjanjian fasilitas hutang yang tergolong dalam rekening bank yang dibatasi penggunaannya
IV‐6
•
Piutang lain-lain Sehubungan dengan pembelian kembali saham, perusahaan telah menunjuk Danatama untuk melaksanakan pembelian dan memberikan uang muka kepada Danatama. Dengan demikian transaksi ini mempengaruhi peningkatan piutang lain-lain.
•
Persediaan Peningkatan persediaan batubara pada tahun 2006 meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2005. Persediaan suku cadang dan bahan bakar meningkat pula walaupun tidak sebesar kenaikan batubara.
•
Biaya dibayar dimuka dan jaminan Biaya dibayar dimuka dan setoran jaminan merupakan dana untuk penjaminan kewajiban bea cukai/PIB (import taxes), Performance Bonds dan pembayaran sewa kantor untuk Jakarta dan Balikpapan. Biaya ini mengalami peningkatan sebagai kepastian atas kelangsungan usaha yang dijalankan oleh perusahaan di masa mendatang.
•
Pajak dibayar dimuka Pajak yang telah dibayar dimuka adalah pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai yang nilainya lebih besar dari tahun sebelumnya.
Komponen pada struktur kewajiban yang meningkat lebih tinggi adalah kewajiban tak lancar dan modal ekuitas. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Hutang pihak hubungan istimewa Hutang kepada Enercorp merupakan tagihan Enercorp atas penggantian biaya yang dibayar Enercorp untuk kepentingan perusahaan yaitu jasa pemasaran.
IV‐7
•
Pinjaman jangka panjang Pinjaman jangka panjang oleh IndoCoal Exports (Cayman) Ltd dari Credit Suisse diambil untuk memenuhi kebutuhan perusahaan, yaitu pengiriman batubara di masa yang akan datang oleh pihak penjual (KPC dan Arutmin) berdasarkan perjanjian pengadaan jangka panjang. Selain itu pinjaman ini juga diperuntukkan untuk menutup hutang terdahulu.
•
Hutang sewa guna usaha Pembayaran minimum atas sewa guna usaha di masa datang dan nilai sekarang atas pembayaran minimum sewa guna usaha mengalami peningkatan hampir 500% dikarenakan banyaknya pembayaran minimal atas aktiva sewa guna usaha yang akan jatuh tempo pada tahun-tahun berikut.
•
Saldo laba Jumlah laba ditahan meningkat, artinya terjadi peningkatan pada jumlah laba yang dipilih untuk diinvestasikan kembali ke dalam kegiatan perusahaan.
4.1.1.2 Struktur Neraca Bumi Rata-rata Tahun 2002-2006 Struktur aktiva tetap Bumi selalu turun mencapai rata-rata 71,4%, walaupun Bumi sebenarnya mengalami kenaikan jumlah aktiva tetap seperti peningkatan kapasitas belt conveyor dan peningkatan infrastruktur yang berkaitan dengan pengangkutan batubara pada KPC dan Arutmin. Namun kenaikan aktiva lancar seperti peningkatan persediaan, piutang usaha, kas dan setara kas lebih besar sehingga peningkatan aktiva lancar rata-rata Bumi pertahun mencapai 6,3%. Strategi Bumi untuk memperbesar struktur aktiva lancar adalah guna mengamankan modal kerja. Bumi juga sudah memiliki aktiva tetap yang cukup besar mendekati rata-rata industri tambang Indonesia yaitu besarnya nilai aktiva mesin, peralatan, dan sewa guna usaha baik pada anak perusahaan pertambangan, minyak, dan gas bumi.
IV‐8
Gambar 4.1
Struktur Neraca Bumi Rata-rata Terhadap Rata-rata Industri Tambang
Indonesia
CA
CL
CA
28.57%
39.02%
23.65%
FA
NCL
71.43%
50.98%
CL 15.74% NCL
FA 33.77% 76.35%
E
E 10.00%
Rata-rata Bumi
50.49%
Rata-rata Industri Tambang Indonesia
Bumi dengan struktur hutang yang sangat besar disebabkan besarnya kepercayaan para kreditur dalam memberikan pinjaman karena keberhasilan operasi yang berhasil dicapai Bumi. Hal tersebut tercermin dari peningkatan penjualan rata-rata Bumi paling besar yaitu mencapai 74,5% pertahun dibandingkan dengan peningkatan penjualan rata-rata PTBA dan Antam yang hanya 13,1% dan 36,4% pertahun. Hal tersebut membuat Bumi tidak mengalami kesulitan dalam melunasi hutang dan memperoleh pinjaman baru diantaranya perolehan pinjaman dari Credit Suisse First Boston. Bumi sebenarnya sedang memperbesar modal ekuitasnya dengan cara meningkatkan jumlah laba yang dimasukkan kembali dalam kegiatan usaha setiap tahunnya. Sehingga pada tahun 2006 modal ekuitas Bumi mencapai 14,3% sebagai upaya memperkecil resiko kegagalan melunasi hutang apabila terjadi inflasi.
IV‐9
4.1.2
Struktur Neraca PTBA
Struktur neraca PTBA memiliki perbedaan terhadap struktur neraca rata-rata industri tambang Indonesia baik pada struktur aktiva maupun struktur kewajibannya. Aktiva lancar rata-rata PTBA mencapai 68,7% dibandingkan dengan aktiva lancar rata-rata industri tambang Indonesia yang hanya 23,65%. Modal ekuitas PTBA rata-rata mencapai 70,8% sedangkan modal ekuitas rata-rata industri tambang Indonesia hanya 50,5%. Hanya kewajiban lancar rata-rata PTBA yaitu 17,9% yang paling mendekati kewajiban lancar rata-rata industri tambang Indonesia yaitu 15,7%.
4.1.2.1 Peningkatan Persentase Komponen Dalam Struktur Neraca PTBA Peningkatan persentase komponen dalam struktur aktiva PTBA lebih banyak terjadi pada peningkatan aktiva lancar. Sedangkan peningkatan persentase komponen dalam struktur kewajiban Bumi banyak terjadi pada kewajiban tak lancar dan modal ekuitas.
Tabel 4.2
Peningkatan Struktur Neraca PTBA
PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 2003
Current assets
• Kas dan setara kas
-
• Piutang usaha
2004
• Current assets lain-lain Current liabilities dan • Hutang pajak Equity • Penyisihan untuk pengelolaan lingkungan hidup yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun • Penyisihan untuk penutupan tambang Ombilin • Penyisihan untuk program restrukturisasi karyawan • Saldo laba IV‐10
2004
Current assets
• Kas dan setara kas
-
• Piutang usaha
2005
• Persediaan Non-current
• Penyisihan untuk pengelolaan lingkungan hidup
liabilities dan Equity
• Penyisihan
untuk
manfaat
pensiun
dan
kesejahteraan karyawan • Saldo laba • Tambahan modal disetor
2005
Current assets
• Kas dan setara kas
-
• Piutang usaha
2006
• Persediaan Non-current
• Penyisihan untuk pengelolaan lingkungan hidup
liabilities dan Equity
• Penyisihan
untuk
manfaat
pensiun
dan
kesejahteraan karyawan • Saldo laba
Periode 2003-2004 Komponen pada struktur aktiva yang meningkat lebih tinggi adalah aktiva lancar. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Kas dan setara kas Kas pada rekening dan deposito pada PT Bank Mandiri Tbk mengalami peningkatan baik pada mata uang Rupiah maupun Dolar Amerika Serikat. Selain itu terjadi peningkatan pada rekening bank lain seperti pada PT Bank Negara Indonesia Tbk.
IV‐11
•
Piutang usaha Piutang usaha yang meningkat adalah piutang usaha dari pelanggan luar negeri seperti pada Taiwan Power Company dan FDK Resources Sdn. Bhd. Sedangkan piutang usaha dari pelanggan dalam negeri relatif turun.
•
Current assets lain-lain Current assets lainnya yang meningkat adalah biaya, jaminan, dan pajak yang dibayar dimuka.
Komponen pada struktur kewajiban yang meningkat lebih tinggi adalah kewajiban lancar dan modal ekuitas. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Hutang pajak Hutang pajak, baik pajak penghasilan karyawan dan pajak pendapatan perusahaan meningkat. Peningkatan utama terjadi pada peningkatan jumlah pajak pendapat perusahaan.
•
Penyisihan untuk pengelolaan lingkungan hidup yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun Porsi penyisihan untuk pengelolaan lingkungan hidup membesar karena meningkatnya biaya pengelolaan lingkungan hidup yang akan jatuh tempo.
•
Penyisihan untuk penutupan tambang Ombilin Ongkos penutupan tambang Ombilin mengalami peningkatan yang merupakan hasil koreksi dari tahun sebelumnya.
•
Penyisihan untuk program restrukturisasi karyawan Program ini diadakan untuk restrukturisasi sekitar 100 orang karyawan tambang terbuka, antara lain di Ombilin.
IV‐12
•
Saldo laba Jumlah laba ditahan meningkat, artinya terjadi peningkatan pada jumlah laba yang dipilih untuk diinvestasikan kembali ke dalam kegiatan perusahaan. Saldo laba yang meningkat lebih tinggi adalah laba yang belum ditentukan penggunaannya.
Periode 2004-2005 Komponen pada struktur aktiva yang meningkat lebih tinggi adalah aktiva lancar. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Kas dan setara kas Kas dan setara kas meningkat karena adanya peningkatan pendapatan perusahaan. Sebagian dari peningkatan kas dan setara kas tahun 2005 yaitu sebesar Rp 114,6 niliar berasal dari pelaksanaan konversi waran seri 1 yang diberikan kepada pemegang saham.
•
Piutang usaha Peningkatan ekspor cukup besar sehingga banyak Letter of Credit yang belum cair dan adanya keterlambatan pelunasan piutang dari PT Indonesia Power mengakibatkan meningkatnya jumlah piutang usaha perusahaan.
•
Persediaan Peningkatan persediaan terjadi baik pada persediaan batubara, perlengkapan, dan suku cadang.
Komponen pada struktur kewajiban yang meningkat lebih tinggi adalah kewajiban tak lancar dan modal ekuitas. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah:
IV‐13
•
Penyisihan untuk pengelolaan lingkungan hidup Estimasi manajemen atas jumlah biaya restorasi, rehabilitasi, dan biaya penutupan tambang lainnya meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp 11,9 miliar.
•
Penyisihan untuk manfaat pensiun dan kesejahteraan karyawan Perusahaan mengadakan beberapa program seperti imbalan kesehatan pensiunan dan imbalan kerja jangka panjang lainnya untuk menjamin manfaat bagi karyawan, pensiunan, dan tanggungannya yang mengalami peningkatan sebesar Rp 48,3 milyar.
•
Tambahan modal disetor Tambahan modal disetor sebesar Rp 114,6 miliar berasal dari pelaksanaan eksekusi waran.
•
Saldo laba Jumlah laba ditahan meningkat, artinya terjadi peningkatan pada jumlah laba yang dipilih untuk diinvestasikan kembali ke dalam kegiatan perusahaan. Saldo laba yang meningkat lebih tinggi adalah laba yang telah ditentukan penggunaannya sebesar 201,5 miliar.
Periode 2005-2006 Komponen pada struktur aktiva yang meningkat lebih tinggi adalah aktiva lancar. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Kas dan setara kas Kas pada PT Bank Mandiri Tbk meningkat baik untuk rekening Rupiah maupun Dolar Amerika Serikat. Kenaikan kas dan setara kas sebesar Rp 65,74 miliar diperoleh dari hasil usaha tahun 2006.
IV‐14
•
Piutang usaha Piutang usaha secara umum meningkat walaupun piutang usaha dari pelanggan luar negeri sebenarnya turun. Peningkatan terjadi karena peningkatan jumlah piutang usaha dari pelanggan dalam negeri yang merupakan pihak yang memiliki hubungan istimewa, yaitu PT Indonesia Power.
•
Persediaan Persediaan yang meningkat adalah persediaan batubara, sedangkan persediaan perlengkapan dan suku cadang relatif tetap.
Komponen pada struktur kewajiban yang meningkat lebih tinggi adalah kewajiban tak lancar dan modal ekuitas. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Penyisihan untuk pengelolaan lingkungan hidup Estimasi manajemen atas jumlah biaya restorasi, rehabilitasi, dan biaya penutupan tambang lainnya meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 18,56 miliar.
•
Penyisihan untuk manfaat pensiun dan kesejahteraan karyawan Perusahaan mengadakan beberapa program seperti imbalan kesehatan pensiunan dan imbalan kerja jangka panjang lainnya untuk menjamin manfaat bagi karyawan, pensiunan, dan tanggungannya yang mengalami peningkatan. Selain itu terjadi pula peningkatan pada aktiva Dana Pensiun Bukit Asam seperti deposito berjangka dan surat berharga. Seluruh penyisihan tersebut naik sebesar 35,84 milyar.
IV‐15
•
Saldo laba Jumlah laba ditahan meningkat, artinya terjadi peningkatan pada jumlah laba yang dipilih untuk diinvestasikan kembali ke dalam kegiatan perusahaan. Saldo laba yang meningkat lebih tinggi adalah laba yang telah ditentukan penggunaannya sebesar 224,19 miliar.
4.1.2.2 Struktur Neraca PTBA Rata-rata Tahun 2002-2006 PTBA tidak bisa berbuat banyak dalam hal peningkatan aktiva tetap yang besarnya rata-rata hanya 31,3% jauh dibawah rata-rata industri tambang Indonesia sebesar 76,4% karena kurangnya pengembangan usaha. Kebijakan manajemen untuk mengutamakan peningkatan aktiva lancar hingga aktiva lancar rata-rata mencapai 68,7% yaitu dengan meningkatan persediaan, piutang usaha serta kas dan setara kas untuk menjamin kelangsungan pendapatan jangka pendek. Walaupun sebenarnya ada beberapa proyek yang sedang dikembangkan PTBA untuk memperbesar aktiva tetap seperti pengembangkan kapasitas produksi briket menjadi sebesar 1,5 juta ton/tahun dan peningkatan bisnis dengan mengembangkan liquefaction dan undeground gasification tetapi masih dalam proses pengembangan. Banyaknya kendala yang dihadapi seperti keterbatasan daya angkut kereta api serta seringnya kendala angkutan kereta api seperti kerusakan lokomotif dan terjadinya anjlokan menyebabkan kesulitan dalam meningkatkan penjualan dan keuntungan. Hal tersebut berdampak pada kesulitan dalam memperoleh investasi dan peningkatan aktiva tetap.
IV‐16
Gambar 4.2
Struktur Neraca PTBA Rata-rata Terhadap Rata-rata Industri
Tambang Indonesia
CL 17.86%
CA 68.69%
CA 23.65%
NCL 11.3%
CL 15.74% NCL
FA
E FA
70.84%
31.31%
33.77% 76.35%
E 50.49%
Rata-rata PTBA
Rata-rata Industri Tambang Indonesia
Hutang rata-rata PTBA yang kecil menunjukkan bahwa perusahaan lebih tergantung pada modal ekuitas daripada hutang. Tidak banyak pinjaman baru baik jangka pendek dan jangka panjang yang dapat dilakukan atau diperoleh PTBA. Kemampuan PTBA dalam mengkonversi aktiva lancar terutama kas untuk diinvestasikan menjadi aktiva tetap yang berguna bagi operasi perusahaan jangka panjang dinilai kurang oleh para kreditur. Hal tersebut diperlihatkan dengan terus meningkatkan aktiva lancar setiap tahunnya. Pada sisi lain, PTBA memiliki kemungkinan yang lebih kecil terhadap kekurangan kas jangka pendek atau kebutuhan pendanaan perusahaan jangka pendek lainnya karena aktiva lancar rata-rata PTBA sebesar 68,7% berada jauh diatas rata-rata industri tambang Indonesia yang hanya 23,7% sehingga PTBA tidak bermasalah dalam likuiditas. Hal tersebut juga ditunjang oleh kewajiban lancar rata-rata PTBA sebesar 17,9% yang mendekati kewajiban lancar rata-rata industri tambang Indonesia yaitu 15,7%.
IV‐17
4.1.3
Struktur Neraca Antam
Struktur kewajiban Antam mendekati struktur kewajiban rata-rata industri tambang Indonesia. Tetapi struktur aktiva Antam memiliki perbedaan terhadap struktur aktiva rata-rata industri tambang Indonesia. Aktiva lancar rata-rata Antam mencapai 47,2%. Nilai tersebut berada di tengah Bumi dan PTBA dengan aktiva lancar rata-rata 28,2% dan 68,7% tetapi berada diatas aktiva lancar rata-rata industri tambang Indonesia yaitu 23,7%. Struktur kewajiban Antam sangat dekat dengan struktur kewajiban ratarata industri tambang Indonesia. Modal ekuitas rata-rata Antam sebesar 50,9% mendekati modal ekuitas rata-rata industri tambang Indonesia yaitu 50,5%.
4.1.3.1 Peningkatan Persentase Komponen Dalam Struktur Neraca Antam Peningkatan persentase komponen dalam struktur aktiva Bumi lebih banyak terjadi pada peningkatan aktiva tetap. Sedangkan peningkatan persentase komponen dalam struktur kewajiban Bumi banyak terjadi pada kewajiban tak lancar.
Tabel 4.3
Peningkatan Struktur Neraca Antam PT. Aneka Tambang Tbk
2003 Fixed assets
• Aktiva tetap
-
• Aktiva pajak tangguhan
2004
• Biaya eksplorasi dan pengembangan tangguhan Current liabilities
• Hutang usaha • Beban yang masih harus dibayar • Hutang pajak • Hutang deviden
2004 Fixed assets
• Pinjaman ke perusahaan kontrak karya
-
• Aktiva tetap
IV‐18
• Biaya eksplorasi dan pengembangan tangguhan
2005
Equity
• Saldo laba
2005 Current assets
• Kas dan setara kas
-
• Piutang usaha
2006
• Persediaan Current liabilities dan • Hutang pajak Equity • Penyisihan kewajiban pengelolaan lingkungan dan reklamasi hidup • Pinjaman investasi • Saldo laba
Periode 2003-2004 Komponen pada struktur aktiva yang meningkat lebih tinggi adalah aktiva tetap. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Aktiva tetap Aktiva tetap mengalami penambahan seperti penambahan prasarana, bangunan, pabrik, mesin, peralatan, kendaraaan, dan peralatan kantor. Penambahan ini terkait dengan proyek FeNi III yang sedang dikembangkan.
•
Aktiva pajak tangguhan Aktiva pajak tangguhan yang mengalami peningkatan seperti biaya penyisihan untuk penutupan tambang dan penyisihan piutang ragu-ragu dan persediaan usang.
IV‐19
•
Biaya ekspolrasi dan pengembangan tangguhan Biaya untuk tahap eksplorasi yang meningkat yaitu eksplorasi Tayan, Kendari, dan Mornopo. Sedangkan untuk tahap pengembangan/produksi, yaitu Tanjung Buli dan Kijang.
Komponen pada struktur kewajiban yang meningkat lebih tinggi adalah kewajiban lancar. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Hutang usaha Hutang usaha yang meningkat, diantaranya kepada Pasific Showa, PT Sumber Setia Budi, dan PT Pertamina UPMS VII.
•
Beban yang masih harus dibayar Peningkatan beban yang masih harus dibayar cukup tinggi. Beban yang masih harus dibayar seperti pembangunan FeNi III, penutupan tambang, penyisihan pemutusan hubungan kerja, dan jasa penambangan dan pengangkutan.
•
Hutang pajak Hutang pajak berasal dari peningkatan Pajak Pertambahan Nilai dan terutama dari Peningkatan Pajak Penghasilan.
•
Hutang deviden Sebagian dari deviden yang menjadi bagian pemerintah RI telah dibayarkan. Namun sebagian lagi masih menjadi hutang yang belum dibayarkan.
Periode 2004-2005 Komponen pada struktur aktiva yang meningkat lebih tinggi adalah aktiva tetap. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah:
IV‐20
•
Pinjaman ke perusahaan kontrak karya Pinjaman diberikan kepada PT Nusa Halmahera Minerals untuk mendukung kegiatan pertambangan di perusahaan tesebut.
•
Aktiva tetap Peningkatan aktiva tetap terutama terjadi pada peningkatan pabrik, mesin, dan peralatan serta peningkatan peralatan kantor.
•
Biaya eksplorasi dan pengembangan tangguhan Biaya untuk tahap eksplorasi yang meningkat yaitu eksplorasi Tayan, Sangaji, dan Kendari. Sedangkan untuk tahap pengembangan/produksi, yaitu Tanjung Buli, Kijang, dan Mornopo.
Komponen pada struktur kewajiban yang meningkat lebih tinggi adalah modal ekuitas. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Laba ditahan Jumlah laba ditahan meningkat, artinya terjadi peningkatan pada jumlah laba yang dipilih untuk diinvestasikan kembali ke dalam kegiatan perusahaan. Laba yang mengalami peningkatan tertinggi adalah laba dicadangkan. Artinya investasi atas laba yang dihasilkan sudah ditentukan sebelumnya.
Periode 2005-2006 Komponen pada struktur aktiva yang meningkat lebih tinggi adalah aktiva lancar. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Kas dan setara kas Peningkatan kas terjadi pada rekening Rupiah seperti pada PT Bank Danamon Tbk dan PT Bank Central Asia Tbk. Sedangkan pada rekening
IV‐21
Dolar Amerika Serikat yaitu pada Citibank N.A. dan Deutsche Bank Mauritius. •
Piutang usaha Piutang usaha yang meningkat sebagian besar berasal dari pelanggan luar negeri. Pelanggan tersebut seperti Avarus AG, Raznoimport Limited, Nisshin Steel Co. Ltd., dan Marubeni Corporation.
•
Persediaan Persediaan meningkat untuk produk-produk seperti Feronikel, Bijih Nikel, Emas, dan Perak. Persediaan juga meningkat untuk barang dalam proses, suku cadang dan perlengkapan.
Komponen pada struktur kewajiban yang meningkat lebih tinggi adalah kewajiban lancar dan modal ekuitas. Akun pada bagian tersebut yang mengalami peningkatan signifikan adalah: •
Hutang pajak Hutang pajak meningkat, terutama pada Pajak Penghasilan. Hutang pajak lainnya yang meningkat adalah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Bumi dan Bangunan.
•
Penyisihan kewajiban pengelolaan lingkungan dan reklamasi hidup Penyisihan jangka pendek ini ditingkatkan dari tahun sebelumnya untuk mengurangi penyisihan kewajiban pengelolaan dan reklamasi lingkungan hidup jangka panjang.
•
Pinjaman investasi Pinjaman Investasi yang berasal dari PT Bank Central Asia Tbk dan PT Bank Mandiri Tbk ditingkatkan untuk mendanai Proyek FeNi III di Pomalaa dan untuk pembiayaan kembali obligasi yang telah diterbitkan perusahaan.
IV‐22
•
Laba ditahan Jumlah laba ditahan meningkat, artinya terjadi peningkatan pada jumlah laba yang dipilih untuk diinvestasikan kembali ke dalam kegiatan perusahaan. Laba yang mengalami peningkatan tertinggi adalah laba belum dicadangkan. Artinya investasi atas laba yang dihasilkan belum ditentukan.
4.1.3.2 Struktur Neraca Antam Rata-rata Tahun 2002-2006 Terjadi kenaikan aktiva tetap Antam pada tahun 2004 dan 2005 sehingga aktiva tetap menjadi 50,7% dan 67,4% setelah sebelumnya turun karena Antam sedang membangun Proyek FeNi III guna meningkatkan produksi Feronikel. Tetapi aktiva tetap Antam kembali turun tahun 2006 menjadi 54,5% sehingga rata-rata aktiva tetap Antam turun menjadi 52,8% yang berada dibawah rata-rata industri tambang Indonesia yaitu 76.4%. Penurunan aktiva tetap dilakukan dengan meningkatkan persediaan, piutang usaha, kas dan setara kas sehingga aktiva lancar meningkat menjadi rata-rata 47,2%. Hal ini merupakan kebijakan manajemen perusahaan untuk memiliki struktur keuangan baik struktur aktiva dan struktur kewajiban yang menengah. Gambar 4.3
Struktur Neraca Antam Rata-rata Terhadap Rata-rata Industri
Tambang Indonesia CL 14.16%
CA 47.21%
23.65%
CL 15.74% NCL
FA
34.98%
FA
E
52.79%
NCL
CA
50.86%
Rata-rata Antam
33.77% 76.35%
E 50.49%
Rata-rata Industri Tambang Indonesia
IV‐23
Antam
m maupun raata-rata Inddustri tamb bang Indonesia memilliki modal ekuitas
berimbangg dengan huutang yaituu pada kisarran 50% modal m ekuitaas dan 50% hutang. Struktur kewajiban k ini dipertaahankan den ngan menyyeimbangkaan proporsii hutang jangka peendek dan hutang h janggka panjang g serta prooporsional ddalam meny yertakan laba ditahhan dalam kegiatan ussaha. Apab bila dibandiingkan denngan Bumi maupun PTBA, Antam A mem miliki perbedaan nilaai pengembbalian terhaadap pemilik atau pemegangg saham yaang mengunntungkan naamun penggembalian tersebut tetaap stabil jika terjaddi kenaikan suku bungaa pinjaman. Antam dappat memperooleh pinjam man lebih banyak kaarena keberrhasilan opperasinya, teetapi perlu dipertimbaangkan resiiko akan pelunasann hutang jikaa jumlah huutang terlalu u besar.
4.1.4
Peerbandingaan Strukturr Neraca Menyeluruh M
Berikut inni grafik perrbandingan struktur ak ktiva setiap perusahaan p n dan grafik struktur aktiva rataa-rata industtri tambangg Indonesia tahun t 2002-2006. G Grafik 4.1
Perband dingan Current Assets
80.00% % 70.00% %
PT Bumi Resourcess Tbk
60.00% % 50.00% %
PT Tambaang Batubara Bukit Asam Tbkk
40.00% % 30.00% % 20.00% %
PT Aneka Tambang Tbk
10.00% % 0.00% % 2002 200 03 2004 2005 5 2006
IV‐24
Grafik 4.2
Perban ndingan Fixeed Assets
90.00% % 80.00% %
PT Bumi Resourcess Tbk
70.00% % 60.00% % 50.00% %
PT Tambaang Batubara Bukit Asam Tbkk
40.00% % 30.00% % 20.00% %
PT Aneka Tambang Tbk
10.00% % 0.00% % 2002 200 03 2004 2005 5 2006
a lancarr atau aktivva tetap dalaam strukturr neraca perrusahaan terrgantung Struktur aktiva pada sifatt bisnis itu sendiri. Paada industrri bidang perdagangann rasio aktiiva tetap terhadap total t aktivaa lebih keccil daripadaa industri manufaktur m (Annual Sttatement Studies, Philadelphia P a, PA, 19998). Sedan ngkan rasioo yang dim miliki oleh industri manufaktuur lebih keccil dari induustri tamban ng. Hal ini dikarenakaan perusahaaan yang memiliki banyak b aktiiva seperti perusahaan p tambang ceenderung m memiliki porrsi aktiva tetap yangg besar. Margin M labaa bersih yaang dimiliki lebih bessar dari peerputaran aktivanya,, maksudnyya pendapattan dari pen njualan yangg didapatkaan relatif leb bih kecil jika dilihaat dari totall aktiva yanng dimiliki. Tetapi keeuntungan yyang didapaat relatif lebih besaar jika dilihaat dari penjuualannya. Struktur aktiva a tetap yang lebihh besar darii aktiva lanncar juga m menunjukkan n bahwa perusahaaan tersebut memiliki leebih banyak k aktiva yaang manfaaat ekonomin nya baru akan dirassakan lebih dari satu taahun (Fraseer, Ormistonn, 2004) ataau beberapaa periode ke depan. Ini menunjjukkan bahw wa perusahaaan tersebuut memiliki komitmen terhadap t usaha janngka panjanng. Sebelum mnya perlu kita ketahhui urutan jjumlah totaal aktiva masing-m masing perussahaan dari tahun t ke tah hun yaitu: PT. Bumi Resources Tbk > PT. Aneka A Tam mbang Tbk > PT. Tambbang Batubaara Bukit Asam Tbkk
IV‐25
PTBA meemiliki totaal aktiva yaang paling rendah dibbandingkan dengan Bu umi dan Antam, deemikian pulla memilikii rasio aktiv va tetap terhhadap total aktiva yang g rendah yaitu 31.33%. Antam dengan tootal aktiva yang y beradda di tengahh Bumi dan n PTBA memiliki aktiva tetapp rata-rata sebesar s 52.8% mengunngguli aktivva lancar semenjak s B Bumi dengan n total aktiiva tertingggi memiliki struktur tahun 20004 hingga sekarang. aktiva tetaap mendekaati rata-rata industri i tam mbang Indonnesia yaitu 771.4%, paling besar dibandinggkan Antam m dan PTBA. P Perrlu diperhaatikan jugga bahwa dengan meningkattnya aktivaa tetap makka akan mengurangi m aktiva lanccar. Apabila aktiva lancar tidak dijaga dengan d baikk nilainya maka dapaat membaw wa perusahaaan pada masalah liikuiditas yaitu berkuranngnya modaal kerja peruusahaan. Terdapat kecenderun k ngan rata-raata industri tambang Inndonesia meemiliki aktiiva tetap yang mennurun. Hal tersebut seebenarnya tidak t menguuntungkan bagi kelan ngsungan usaha di masa m depann. Artinya, proyek yan ng sedang dikembangk d kan atau ek ksplorasi yang dilaakukan tiddak banyakk (PriceW WaterhouseC Coopers). Perusahaan n hanya meneruskaan kegiatann yang sudahh dimulai, tiidak memullai suatu pekkerjaan baru u. Berikut inni grafik perbandingann struktur kewajiban setiap peruusahaan dan grafik struktur keewajiban raata-rata induustri tamban ng Indonesiaa tahun 2002-2006. Grrafik 4.3
Perbandin ngan Currennt Liabilitiess
50.00% % 45.00% % 40.00% % 35.00% % 30.00% % 25.00% % 20.00% % 15.00% % 10.00% % 5.00% % 0.00% %
PT Bumi Resources Tbk PT Tambaang Batubara Bukit Asam Tbkk PT Aneka Tambang Tbk 2002 200 03 2004 2005 5 2006
IV‐26
Graffik 4.4
P Perbandinga an Non-currrent Liabilitties
70.00% % 60.00% %
PT Bumi Resources Tbk
50.00% % 40.00% %
PT Tambaang Batubara Bukit Asam Tbkk
30.00% % 20.00% %
PT Aneka Tambang Tbk
10.00% % 0.00% % 2002 200 03 2004 2005 5 2006
Grafik 4.5 4
Perb bandingan Equity E
80.00% % 70.00% %
PT Bumi Resourcess Tbk
60.00% % 50.00% %
PT Tambaang Batubara Bukit Asam Tbkk
40.00% % 30.00% % 20.00% %
PT Aneka Tambang Tbk
10.00% % 0.00% % 2002 200 03 2004 2005 5 2006
ndonesia Antam meemiliki struuktur kewajiiban mendeekati rata-raata industri tambang In yaitu kew wajiban lanccar 14.2%,, kewajiban n tidak lanncar 35%, dan modal ekuitas 50.9%. Hal tersebut sejalan denngan kebijaakan manajeemen untukk memiliki struktur keuangan yang meneengah baik pada strukttur aktiva dan d strukturr kewajiban n. PTBA memiliki modal ekuiitas sebesarr 70.8% diaatas rata-rata industri tambang In ndonesia sebesar 500.5%. Kewaajiban lancaar dan tak laancar perusaahaan cukupp kecil yaittu 17.9% dan 11.3% %. Sebalikknya, Bumii memiliki modal ekkuitas hanyya 10% sedangkan kewajibann lancar dann tak lancar sebesar 39% % dan 51%.
IV‐27
Secara umum struktur hutang yang lebih tinggi dari struktur modal ekuitas maka semakin besar beban bunga tetap dan pembayaran kembali hutang serta semakin besar kemungkinan gagal membayar hutang pada periode penurunan laba atau masa sulit (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005). Bumi adalah perusahaan dengan struktur hutang lebih besar dari modal ekuitas, sedangkan PTBA sebaliknya. Motivasi utama perusahaaan memperoleh pendanaan usaha melalui hutang adalah potensi biaya yang lebih rendah. Dari sudut pandang pemegang saham, hutang lebih murah dibandingkan dengan pendanaan ekuitas paling tidak karena dua alasan (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005), yaitu: 1.
Bunga sebagian besar hutang jumlah tetap dan jika bunga lebih kecil dari pengembalian yang diperoleh dari pendanaan hutang, selisih lebih atas pengembalian akan menjadi keuntungan bagi investor ekuitas.
2.
Bunga merupakan beban yang dapat mengurangi pajak sedangkan deviden tidak.
Gambaran struktur neraca untuk ketiga perusahaan tersebut dibuat dalam bentuk tabel di bawah ini: Tabel 4.4
Karakteristik Struktur Neraca
PT. Bumi Resources
PT. Tambang
PT Aneka Tambang
Tbk
Batubara Bukit
Tbk
Asam Tbk Karakteristik
Fixed
Assets
Current assets
Fixed assets
Karakteristik
Non-current
Equity
Liabilities Equity
assets
> Current
assets
> Fixed
assets
>
Current Assets > Equity
>
& liabilities > Current Current liabilities > Non-current liabilities > Equity
Non-current
liabilities
>
liabilities
Current liabilities
IV‐28
Dalam menganalisis suatu struktur neraca sesungguhnya dibutuhkan suatu rasio yang menbandingkan antara suatu komponen dengan komponen lainnya. Pembahasan mengenai rasio yang digunakan akan dijelaskan selanjutnya.
4.2
Analisis Terminologi Neraca
Analisis terminologi neraca dibuat dalam bentuk grafik berdasarkan perusahaan masing-masing. Grafik 4.6
Terminologi Neraca PT. Bumi Resources Tbk
3,000,000,000 2,500,000,000 2,000,000,000
Total Assets
1,500,000,000
Capital Employed
1,000,000,000
Net Worth Working Capital
500,000,000 0 ‐500,000,000
Grafik 4.7
2002 2003 2004 2005 2006
Terminologi Neraca PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
3,500,000 3,000,000 2,500,000 Total Assets
2,000,000
Capital Employed
1,500,000
Net Worth
1,000,000
Working Capital
500,000 0 2002 2003 2004 2005 2006
IV‐29
Grafik 4.8
Terminologi Neraca PT. Aneka Tambang Tbk
8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000
Total Assets
4,000,000
Capital Employed
3,000,000
Net Worth
2,000,000
Working Capital
1,000,000 0 2002 2003 2004 2005 2006
4.2.1
Total Assets
Dari tahun ke tahun nilai total aktiva pada ketiga perusahaan selalu mengalami peningkatan. Artinya tejadi pula peningkatan pada jumlah kewajiban dan modal ekuitas untuk menyeimbangkan. Pada dasarnya peningkatan jumlah aktiva perusahaan adalah untuk meningkatkan pendapatan berupa penjualan bagi perusahaan. Dari penjualan ini didapatkan keuntungan. Peningkatan aktiva lancar dilakukan dengan meningkatkan persediaan (Walsh, 2006) dalam hal ini peningkatan produksi. Dengan meningkatnya persediaan maka terjadi pula peningkatan pada piutang usaha yang akan meningkatkan kas dan setara kas pada perusahaan. Jumlah dana tunai yang dipegang perusahaan biasanya tidak terlalu besar karena dana tersebut lebih baik diinvestasikan sehingga menghasilkan keuntungan (Wild, Subramanyam,
Halsey,
2005).
Salah
satu
caranya
ialah
dengan
menginvestasikannya ke dalam aktiva tetap agar bisnis perusahaan di masa depan dapat tetap berjalan. Dengan demikian terjadi pula peningkatan pada aktiva tetap. Baik aktiva lancar maupun aktiva tetap keduanya berperan dalam peningkatan total aktiva secara keseluruhan.
IV‐30
Tabel 4.5
Peningkatan Total Aktiva Perusahaan
2002-2003 2003-2004 2004-2005 2005-2006 Bumi
247.40%
14.22%
12.86%
45.98%
PTBA
4.81%
14.64%
19.06%
9.44%
39.65%
5.96%
13.87%
Antam 71.36%
Peningkatan total aktiva Bumi secara rata-rata paling besar diantara lainnya. Sedangkan yang peningkatannya paling rendah adalah PTBA. Peningkatan total aktiva merupakan hasil dari peningkatan hutang dan modal ekuitas. Bumi memperbesar aktiva terkait akuisisi dan pengembangan anak perusahaannya, terutama KPC. Antam juga meningkatkan aktiva terkait proyek FeNi III. Sedangkan PTBA usahanya tersendat oleh kendala transportasi sehingga peningkatan aktiva tidak terlau besar. Analisis selanjutnya yang akan dilakukan yaitu mengetahui apakah peningkatan total aktiva ini berdampak pada kenaikan keuntungan pada perusahaan akan dibahas selanjutnya.
4.2.2
Capital Employed
Nilai capital employed naik seiring dengan kenaikan total aktiva. Trend kenaikan antar keduanya menunjukkan hubungan yang selaras ditunjukkan dengan bentuk kurva yang serupa. Hal ini berarti fondasi pendanaan jangka panjang pada ketiga perusahaan mengikuti kenaikan total aktiva. Meskipun begitu, struktur capital employed setiap perusahaan terhada total aktiva berbeda-beda. Pada grafik, gap antara total aktiva dengan capital employed menunjukkan selisih antar keduanya. Selisih tersebut adalah kewajiban lancar atau hutang jangka pendek yang digunakan untuk mendanai aktiva. Antam dengan capital employed sebesar 85.8% adalah yang terbesar dibanding Bumi dan PTBA menunjukkan capital employed perusahaan tersebut mendominasi IV‐31
dibandingkan kewajiban lancar. PTBA dengan capital employed sebesar 82.1% terpaut tipis terhadap Antam menunjukkan kondisi yang hampir serupa, hanya saja hutang jangka pendek PTBA sedikit lebih banyak. Bumi memiliki capital employed terkecil sebesar 60.98% berarti pendanaan menggunakan hutang jangka pendek Bumi lebih banyak dari perusahaan lainnya.
4.2.3
Net Worth
Nilai Net Worth atau modal ekuitas mengalami kenaikan sama halnya seperti kedua terminologi neraca sebelumnya. Trend kenaikan pada ketiga perusahaan berbeda, telihat pada grafik terminologi neraca masing-masing perusahaan. Pada Bumi kenaikan Capital Employed lebih cepat daripada Net Worth yang berarti kewajiban jangka panjang rata-rata naik lebih cepat yaitu 1.87% daripada modal ekuitas ratarata sebesar 1.09%. Pada PTBA kenaikan berlangsung hampir sama yaitu kewajiban jangka panjang rata-rata naik 1% dan modal ekuitas rata-rata naik 1.4%. Pada Antam rata-rata penurunan modal ekuitas adalah -1.96%, sedangkan rata-rata kenaikan kewajiban jangka panjang Antam adalah 2.07%.
4.3
Analisis Performa Perusahaan
Perbedaan utama dari ROA dan ROE yaitu ROA melihat efisiensi dari operasi perusahaan terhadap seluruh modal, sedangkan ROE lebih menfokuskan pada efisiensi dari operasi yang dapat menghasilkan keuntungan bagi pemilik (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005). Dengan kata lain perbedaan keduanya hanya terletak pada komponen apa yang dikeluarkan dari investasi modal. ROE tidak memasukkan aktiva yang didanai oleh kreditur. Kreditur biasanya memperoleh pengembalian yang tetap atas dana yang mereka berikan. Namun pemegang saham tidak dijanjikan memeproleh pengembalian yang tetap. Pemegang saham memiliki klaim terhadap laba perusahaan yang tersisa (residual) hanya setelah sumber pendanaan lain telah dilunasi.
IV‐32
Analisis pertama akan dilakukan pada ROA karena ROA akan mempengaruhi ROE (Walsh, 2006). ROE dipengaruhi oleh net sales margin dan total assets turnover. Untuk memperbesar ROA, komponen net profit margin atau total assets turnover harus diperbesar. Sesuai dengan persamaannya:
dapat diketahui bahwa penjualan akan saling menghilangkan pada kedua komponen tersebut. Untuk memperbesar net profit margin maka laba bersih terhadap penjualan harus ditingkatkan, sedangkan untuk memperbesar total assets turnover maka penjualan terhadap total aktiva harus ditingkatkan. Untuk mencapai performa perusahaan yang tepat maka setiap rasio harus diberi target. Cara lain untuk memperbesar total assets turnover adalah dengan memperkecil total aktiva dengan cara memperkecil aktiva tetap, persediaan atau piutang usaha (Walsh, 2006).
4.3.1
Return on Assets
Diantara ketiga perusahaan, PTBA memiliki nilai ROA tertinggi namun turun pada tahun 2006 menjadi 15.63% mendekati ROA rata-rata industri global yaitu 14,75%. Antam yang semula di bawah PTBA menyusul pada tahun 2006 menjadi 21.30%. Sedangkan Bumi selalu berada pada level dibawah rata-rata industri tambang global. Prestasi ROA Bumi terbaik di tahun 2004 ketika posisinya naik menjadi 7.83% dan hampir menyentuh rata-rata industri tambang global yang saat itu 8.83%. Berikut ini grafik perbandingan ROA antar perusahaan.
IV‐33
Grafik 4.9
Return on Asset Perusahaan
25.00%
PT Bumi Resources Tbk
20.00% 15.00%
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
10.00%
PT Aneka Tambang Tbk
5.00% 0.00% ‐5.00%
2002 2003 2004 2005 2006
Rasio Pembanding
‐10.00%
Hal yang perlu diperhatikan pada analisis ini adalah nilai total net profit margin dan ROA. Nilai margin laba bersih yang tinggi mengindikasikan perusahaan tersebut memiliki banyak aktiva tetap (Walsh, 2006). Nilai net profit margin pada Antam rata-rata yaitu 20.56% lebih tinggi dibandingkan ROAnya yaitu 12.02%. Pada Bumi, selisih perbedaannya serupa namun lebih kecil yaitu net profit margin rata-rata 4.56% dengan ROA rata-rata 3.87%. Pada mulanya, nilai ROA Bumi lebih tinggi dari nilai net profit margin misalnya tahun 2005 ROA Bumi 7.16% dengan net profit margin 7.04%. Sedangkan PTBA sebaliknya, nilai ROA rata-rata lebih besar yaitu 13.75%
dibanding net profit margin rata-rata 12.56%. Antam memang sedang
mengembangkan aktiva tetapnya sehingga margin laba bersih yang diperoleh cukup tinggi sedangkan perputaran aktiva menjadi rendah. Hal tersebut merupakan sifat perusahaan tambang. Bumi mirip dengan Antam, yang membedakan adalah selisihnya tidak terlalu besar karena bumi sedang mengurangi aktiva tetapnya. Yang paling berbeda adalah PTBA yang memiliki karakter berbeda dengan perusahaan tambang. Karakteristik seperti PTBA dengan ROA yang lebih besar dari net profit margin dapat kita dapatkan pada perusahaan distributor (Walsh, 2006). Berikut ini grafik net sales margin dan total asset turnover.
IV‐34
Grafik 4.10
Net Profit Margin Perusahaan
35.00%
PT Bumi Resources Tbk
30.00% 25.00%
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
20.00% 15.00%
PT Aneka Tambang Tbk
10.00% 5.00% 0.00% ‐5.00%
Rasio Pembanding 2002 2003 2004 2005 2006
‐10.00%
Grafik 4.11
Total Assets Turnover Perusahaan
1.20
PT Bumi Resources Tbk
1.00 0.80
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
0.60
PT Aneka Tambang Tbk
0.40 0.20
Rasio Pembanding
0.00 2002
2003
2004
2005
2006
Pada rasio total assets turnover, PTBA bernilai rata-rata 1.10 menunjukkan konsistensinya dengan selalu berada di atas rasio rata-rata industri tambang global sebesar 0.55. Bumi awalnya berada di bawah rasio rata-rata industri tambang global kemudian naik pada tahun 2005 menjadi 1.02 lalu turun di tahun 2006 menjadi 0.74. Antam relatif setara dengan rasio rata-rata industri tambang global dengan posisi di tahun 2004 dan 2005 sedikit di bawah kemudian naik di tahun 2006. Penjualan PTBA yang lebih mengutamakan pasar dalam negeri yaitu 78% adalah penyebabnya. Keuntungan yang diperoleh PTBA lebih kecil dari Bumi dan Antam. Orientasi pasar dalam negeri akan memudahkan penjualan namun harga jual akan lebih rendah. IV‐35
Antam dan Bumi memiliki pasar yang besar di luar negeri sehingga keuntungan yang didapatkan akan lebih besar namun karena penjualan ke luar negeri lebih lambat dari penjualan dalam negeri dikarenakan prosedur yang lebih sulit dan transportasi yang lebih lama sehingga perputaran aktiva menjadi lebih lambat. Terdapat kecenderungan untuk melihat margin keuntungan sebagai kualitas laba yang tinggi. Namun perlu ditekankan bahwa pengembalian atas investasi modal (ROI) atau ROA sebagai pengujian profitabilitas yang utama (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005). Dengan melihat secara keseluruhan terhadap nilai ROA, dapat diketahui bahwa ROA Bumi adalah yang paling rendah yaitu rata-rata 3.87%. Perbaikan nilai ROA Bumi dapat dilakukan dengan peningkatan margin laba bersih agar mendekati rasio rata-rata industri tambang global sebesar 18.64%. Caranya yaitu dengan mengefisienkan peralatan, metode produksi, mengurangi beban penjualan dan adminitrasi sehingga meningkatkan laba bersih dari setiap penjulan yang dilakukan. Perlu dipertimbangkan juga bahwa industri padat modal seperti industri tambang memiliki investasi aktiva yang tinggi dan perputaran aktiva yang rendah sehingga harus memperoleh margin laba yang tinggi agar dapat berhasil (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005).
4.3.2
Return on Equity
ROE sangat dipengaruhi oleh ROA dan financial leverage (perbandingan hutang terhadap struktur kewajiban) (Fraser, Ormiston, 2004). Dari grafik dapat diketahui bahwa PTBA dan Antam memiliki nilai ROE yang hampir setara dengan rasio ratarata industri tambang global yaitu rata-rata 0.20. Sedangkan ROE Bumi dari yang semula pada tahun 2002 dan 2003 rendah yaitu -62.65% dan -40.65% mengalami kenaikan pesat tahun 2004 menjadi 102.07%. Kemudian turun tahun 2005 namun penurunan tersebut tetap berada di atas level rasio rata-rata industri tambang global. Mekipun ROA Bumi lebih rendah dari perusahaan lain, tetapi nilai ROE lebih tinggi. Hal ini merupakan pengaruh dari financial leverage. Bumi pada tahun 2004 mendapatkan laba yang besar dari keuntungan yang dihasilkan KPC dan Arutmin karena kenaikan harga batubara sehingga ROE meningkat pesat. Modal ekuitas pada IV‐36
bumi memang kecil sehingga jika perusahaan mendapatkan laba maka pemegang saham akan sangat merasakan manfaatkannya. Kreditur tidak mendapatkan keuntungan dari kenaikan laba ini karena kreditur hanya mendapatkan bunga pinjaman yang jumlahnya tetap. Berikut ini grafik ROE ketiga perusahaan beserta rata-rata industri tambang global. Grafik 4.12
Retrun on Equity Perusahaan
120.00%
PT Bumi Resources Tbk
100.00% 80.00% 60.00%
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
40.00% 20.00%
PT Aneka Tambang Tbk
0.00% ‐20.00%
2002 2003 2004 2005 2006
‐40.00%
Rasio Pembanding
‐60.00% ‐80.00%
4.4
Analisis Likuiditas dan Solvabilitas Perusahaan
4.4.1
Analisis Likuiditas
Analisis likuiditas meliputi analisis rasio lancar (Current Ratio), rasio cepat (Quick Ratio), dan modal kerja (Working Capital). 4.4.1.1 Current Ratio Berikut ini grafik Current Ratio ketiga perusahaan yang dibandingkan dengan rasio rata-rata industri tambang global.
IV‐37
Grafik 4.13 Current Ratio Perusahaan 6.00
PT Bumi Resources Tbk
5.00 4.00
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
3.00
PT Aneka Tambang Tbk
2.00 1.00
Rasio Pembanding
0.00 2002
2003
2004
2005
2006
Dengan meningkatnya current ratio maka kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancar semakin meningkat. Semakin besar keyakinan bahwa kewajiban lancar akan dibayar. Penyangga kerugian semakin besar karena semakin besar penyangga, semakin kecil resikonya. Current ratio menunjukkan bahwa tingkat keamanan yang tersedia cukup untuk menutup penurunan nilai aktiva lancar pada saat aktiva tersebut dilepas atau dilikuidasi. Cadangan dana lancar tersedia sehingga tingkat keamanan terhadap ketidakpastian dan kejutan atas arus kas perusahaan seperti adanya pemogokan dan kerugian secara tiba-tiba dapat ditangani sementara (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005). Aturan yang biasa dipakai untuk meninjau perusahaan secara umum adalah jika rasio lancar sebesar 2,00 atau lebih baik lagi, maka perusahaan secara finansial cukup baik (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005). Sementara rasio dibawah 2,00 menunjukkan peningkatan risiko likuiditas. Angka ini jika dipandang dari sudut lain memiliki arti bahwa nilai aktiva lancar pada likuidasi dapat turun hampir sebesar 50% namun perusahaan masih dapat melunasi kewajiban lancar. Namun rasio lancar yang jauh lebih tinggi dibandingkan 2,00 yang menunjukkan penutupan likuiditas lancar yang lebih unggul memiliki kelemahan yaitu memperlihatkan bahwa penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan penurunan pada tingkat pengembalian.
IV‐38
PTBA dalam rasio ini memiliki nilai tertinggi yaitu rata-rata 4.00 yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancar dengan rasio rata-rata industri tambang global sebesar 1.56. Dapat dilihat bahwa peningkatan rasio lancar pada PTBA tidak selalu diikuti dengan peningkatan kewajiban lancar seperti pada periode 2004-2006, sedangkan aktiva lancar selalu meningkat. Hal tersebut menunjukkan peningkatan likuiditas yang mengabaikan efisiensi penggunaan sumberdaya yaitu peningkatan persediaan, piutang usaha, kas dan setara kas pembiayaannya berasal dari sumber jangka panjang (capital emlpoyed) dan bukan berasal dari sumber jangka pendek (hutang jangka pendek). Antam menunjukkan kenaikan rasio lancar secara pesat pada tahun 2003 menjadi 5.68 tetapi menurun pada tahun 2004 dan 2005 menjadi 3.26 dan 2.68. Penurunan ini dilakukan untuk menjaga posisi likuiditas yang rata-rata sebesar 3.47 agar tidak lebih jauh lagi dari rata-rata industri tambang global. Cara yang dilakukan yaitu dengan peningkatan aktiva tetap seperti peningkatan biaya eksplorasi dan pengembangan tangguhan dan pemberian pinjaman kepada perusahaan kontrak karya. Bumi memiliki rasio lancar terendah yaitu sebesar 0.76 dengan posisi di bawah rasio ratarata perusahaan tambang global dan kurang dari 2.00. Hal yang dilakukan Bumi adalah peningkatan aktiva lancar yang rata-rata pertahunnya sebesar 6.28% dengan cara membayar pajak dan biaya dimuka serta tagihan PPN kepada pemerintah. Cara lain yaitu mengurangi kewajiban lancar yang rata-rata pertahunnya sebesar -2.94% dengan memperbesar hutang jangka panjang daripada hutang jangka pendek serta memperbesar laba ditahan yaitu laba yang dimasukkan kembali untuk pendanaan usaha.
IV‐39
4.4.1.2 Quick Ratio Berikut ini grafik Quick Ratio ketiga perusahaan yang dibandingkan dengan rasio rata-rata industri tambang global. Grafik 4.14 Quick Ratio Perusahaan 6
PT Bumi Resources Tbk
5
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
4 3
PT Aneka Tambang Tbk
2 1
Rasio Pembanding
0 2002
2003
2004
2005
2006
Quick ratio atau rasio cepat menunjukkan trend yang sama dengan current ratio. Rasio ini menggunakan aktiva yang lebih cepat dikonversi menjadi kas. Persediaan sering kali merupakan aktiva lancar yang paling tidak likuid sehingga tidak dimasukkan dalam rasio cepat. Alasan lain untuk tidak memasukkan persediaan adalah nilainya seringkali melibatkan pertimbangan manajerial dibandingkan dengan aktiva lancar lainnya (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005). Pada setiap perusahaan, peningkatan aktiva tetap selalu diikuti dengan peningkatan persediaan. Alasannya yaitu untuk mempertahankan volume penjualan agar tidak turun di bawah tingkat yang dapat dicapai. Sebaliknya, setiap perusahaan tetap menjaga agar kenaikan persediaan tidak terlalu banyak untuk menghindarkan pada biaya penyimpanan, asuransi, pajak, keusangan, dan kerusakan fisik. Persediaan yang terlalu besar juga tidak menguntungkan karena pendanaan harus diinvestasikan dalam bentuk lainnya seperti aktiva tetap ataupun biaya eksplorasi dan pengembangan tambang.
IV‐40
4.4.1.3 Working Capital Modal kerja merupakan ukuran aktiva lancar yang penting yang mencerminkan pengaman bagi kreditur. Modal kerja juga penting untuk mengukur cadangan likuiditas yang tersedia untuk menghindari ketidakpastian yang terkait dengan keseimbangan antara arus kas masuk dan arus kas keluar perusahaan. Nilai dari working capital tidak bisa dibandingkan karena ini bukan merupakan rasio yang memiliki angka spesifik. Perjanjian
utang
dan
obligasi
seringkali
mencakup
persyaratan
untuk
mempertahankan tingkat modal kerja minimum. Analisis keuangan menilai besaran modal kerja untuk memberikan keputusan atau rekomendasi investasi. Namun besaran modal kerja menjadi lebih relevan jika dikaitkan dengan variabel inti lainnya seperti total aktiva, penjualan, dan perbandingan dari aktiva lancar tersebut dengan kewajiban lancar (Wild, Subramanyam, Halsey, 2005). Total aktiva dan penjualan yang dimaksud adalah peningkatan persentase yang terjadi. Berikut ini tabel rata-rata peningkatan keduanya selama lima tahun terakhir. Tabel 4.6
Peningkatan Total Aktiva dan Penjualan Rata-rata
Bumi Total
PTBA Penjualan
Aktiva 80.12%
Total
Antam Penjualan
Aktiva 74.53%
11.99%
Total
Penjualan
Aktiva 13.14%
32.71%
36.38%
Dari tabel diatas, baik total aktiva maupun penjualan menunjukkan hal yang serupa. Bumi memiliki persentase yang paling besar pada keduanya, PTBA dengan persentase terkecil, sedangkan Antam berada di tengah-tengah. Jadi, meskipun modal kerja Bumi yang terkecil tetapi lain halnya dengan perkembangan total aktiva dan penjualan yang meningkat pesat.
IV‐41
4.4.2
Analisis Solvabilitas
Analisis solvabilitas ini pada berfokus pada perbandingan struktur kewajiban perusahaan 4.4.2.1 Long-term Debt to Total Capitalization Ratio Berikut ini grafik Long-term Debt to Total Capitalization Ratio ketiga perusahaan yang dibandingkan satu sama lain. Grafik 4.15
Long-term Debt to Total Capitalization Ratio Perusahaan
120.00% 100.00%
PT Bumi Resources Tbk
80.00%
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
60.00% 40.00%
PT Aneka Tambang Tbk
20.00% 0.00% 2002 2003 2004 2005 2006
Rasio hutang jangka panjang terhadap total kapitalisasi mengungkapkan sejauh mana penggunaan hutang jangka panjang dipakai manajemen untuk membiayai perusahaan secara permanen (hutang jangka panjang dan modal ekuitas) (Fraser, Ormiston, 2004). Rasio ini bukan rasio umum yang biasa digunakan sehingga tidak ada data rata-rata industri tambang. Namun rasio ini berguna dalam meneliti pendanaan jangka panjang perusahaan. Dengan rasio ini dapat diketahui struktur dari Capital Employed perusahaan. Bumi memiliki rasio tertinggi yaitu rata-rata 83.71% artinya pembiayaan jangka panjang Bumi lebih disokong oleh hutang jangka panjang dibandingkan modal ekuitas. Sedangkan PTBA dengan rasio rata-rata 13.71% memiliki pembiayaan jangka panjang yang lebih didukung oleh modal ekuitas. Posisi Antam dengan rasio 40.45% berada di tengah-tengah.
IV‐42
Jika dihubungkan dengan struktur neraca masing-masing perusahaan dapat kita lihat bahwa Bumi memang menggunakan hutang jangka panjang yaitu rata-rata sebesar 50.98% dari struktur kewajiban untuk mendanai aktiva tetapnya sebesar 71.43% dari total aktiva. Sedangkan Antam menggunakan modal ekuitas dan hutang jangka panjang
rata-rata sebesar 50.86% dan 34.98% dari struktur kewajiban untuk
mendanai aktiva tetapnya rata-rata sebesar 52.79% total aktiva. Lain halnya dengan PTBA yang aktiva lancarnya terbesar, PTBA menggunakan modal ekuitas yaitu ratarata sebesar 70.84% dari struktur kewajiban untuk mendanai aktiva tetap sebesar 31.31% sedangkan sisanya dipakai untuk pendanaan aktiva lancar.
4.4.2.2 Debt to Equity Ratio Berikut ini grafik Debt to Equity Ratio (DER) ketiga perusahaan yang dibandingkan dengan rasio rata-rata industri tambang global. Grafik 4.16
Debt to Equity Ratio
40.00
PT Bumi Resources Tbk
35.00 30.00
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
25.00 20.00 15.00
PT Aneka Tambang Tbk
10.00 5.00
Rasio Pembanding
0.00 2002 2003 2004 2005 2006
Pada grafik ditunjukkan bahwa DER PTBA rata-rata yaitu 0.41 dan DER Antam yaitu 1.04 relatif berdekatan dengan rasio rata-rata industri tambang global yaitu 0.95. Lain halnya dengan Bumi yang mengalami perubahan DER yang besar yaitu bernilai 8.48 pada tahun 2002 kemudian naik hingga jauh melebihi rasio rata-rata IV‐43
industri tambang global pada tahun 2003 sebesar 37.38 akibat penurunan modal ekuitas yang drastis kemudian turun pada tahun selanjutnya namun tetap berada di atas rasio rata-rata industri tambang global seiring dengan peningkatan modal ekuitas. Perbandingan hutang dengan modal ekuitas yang dimiliki Bumi berada di atas ratarata yang artinya akan memperbesar beban bunga tetap dan pembayaran kembali hutang, dan semakin besar kemungkinan gagal bayar pada periode penurunan laba atau masa sulit (Fraser, Ormiston, 2004). Tetapi hal ini akan meningkatkan pengembalian pada pemegang saham yang dapat ditunjukkan dengan peningkatan ROE walaupun dengan risiko yang besar. Berikut ini ditunjukkan mengenai struktur hutang terhadap modal ekuitas masingmasing perusahaan untuk melihat hubungannya terhadap ROE. Dengan ini konsep financial leverage dapat dilihat. Dibuat beberapa asumsi untuk memudahkan. Setiap 1 % dari struktur baik hutang dan modal ekuitas dibuat menjadi $1 . Laba pemegang saham diasumsikan 15% ($15) dari total aktiva yang jumlahnya $100. Disini diperlihatkan pengaruh bunga pinjaman (interest) yang mengalami perubahan dengan besar bunga 10% dan 20% terhadap perubahan nilai ROE. Struktur neraca disesuaikan menurut struktur neraca asli setiap perusahaan tahun 2002-2006.
IV‐44
Tabel 4.7
Struktur Hutang Terhadap Modal Ekuitas Bumi
Ekuitas ($)
Hutang ($)
Bunga 10% ($)
Laba Pemegang Saham ($)
ROE
2002
10.55
89.45
8.95
6.06
57.39%
2003
2.61
97.39
9.74
5.26
201.57%
2004
7.76
92.24
9.22
5.78
74.43%
2005
14.33
85.67
8.57
6.43
44.89%
2006
14.73
85.27
8.53
6.47
43.94%
Ekuitas ($)
Hutang ($)
Bunga 20% ($)
Laba Pemegang Saham ($)
ROE
2002
10.55
89.45
17.89
-2.89
-27.39%
2003
2.61
97.39
19.48
-4.48
-171.57%
2004
7.76
92.24
18.45
-3.45
-44.43%
2005
14.33
85.67
17.13
-2.13
-14.89%
2006
14.73
85.27
17.05
-2.05
-13.94%
Tabel 4.8
Struktur Hutang Terhadap Modal Ekuitas PTBA
Ekuitas ($) Hutang ($) Bunga 10% ($) Laba Pemegang Saham ($) ROE 2002 68.69
31.31
3.13
11.87
17.28%
2003 67.37
32.63
3.26
11.74
17.42%
2004 71.21
28.79
2.88
12.12
17.02%
2005 72.65
27.35
2.74
12.26
16.88%
2006 74.25
25.75
2.57
12.43
16.73%
Ekuitas ($) Hutang ($) Bunga 20% ($) Laba Pemegang Saham ($) ROE 2002 68.69
31.31
6.26
8.74
12.72%
2003 67.37
32.63
6.53
8.47
12.58%
2004 71.21
28.79
5.76
9.24
12.98%
2005 72.65
27.35
5.47
9.53
13.12%
2006 74.25
25.75
5.15
9.85
13.27%
IV‐45
Tabel 4.9
Struktur Hutang Terhadap Modal Ekuitas Antam
Ekuitas ($) Hutang ($) Bunga 10% ($) Laba Pemegang Saham ($) ROE 2002 66.58
33.42
3.34
11.66
17.51%
2003 41.22
58.78
5.88
9.12
22.13%
2004 40.42
59.58
5.96
9.04
22.37%
2005 47.32
52.68
5.27
9.73
20.57%
2006 58.73
41.27
4.13
10.87
18.51%
Ekuitas ($) Hutang ($) Bunga 20% ($) Laba Pemegang Saham ($) ROE 2002 66.58
33.42
6.68
8.32
12.49%
2003 41.22
58.78
11.76
3.24
7.87%
2004 40.42
59.58
11.92
3.08
7.63%
2005 47.32
52.68
10.54
4.46
9.43%
2006 58.73
41.27
8.25
6.75
11.49%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa semakin besar struktur hutang terhadap modal ekuitas maka ROE yang didapatkan pada suku bunga 10% akan semakin meningkat. Contohnya yaitu struktur kewajiban Bumi tahun 2003 ketika modal ekuitas hanya 2.61% dengan suku bunga 10% mampu menghasilkan ROE hingga 201.57%. Tetapi hal tersebut akan berbalik jika suku bunga naik menjadi 20%. Pada kasus ini, Bumi pada tahun 2003 menghasilkan ROE hingga -171.57%. Pada suku bunga normal perusahaan mendapatkan pengembalian yag tinggi di atas rata-rata. Apabila terjadi inflasi yang mengakibatkan naiknya suku bunga maka tingkat pengembalian perusahaan tersebut dapat terancam. Lain halnya dengan PTBA dan Antam yang memiliki struktur hutang dengan struktur modal ekuitas yang konservatif atau berimbang sehingga relatif aman jika terjadi kenaikan suku bunga pinjaman. Struktur kewajiban paling konservatif adalah PTBA yang ditunjukkan dengan ROE hanya terpaut 3-5% pada suku bunga 10% dan 20%. ROE Antam terpaut 5-15% dengan suku bunga 10% dan 20%. Sedangkan Bumi dengan struktur kewajiban paling agresif, jika terjadi perubahan suku bunga 10% menjadi 20% mengalami perubahan ROE hingga selisih 370%.
IV‐46
Untuk mengetahui apakah suatu perusahaan sudah berhutang terlau banyak, dapat dibandingkan tingkat hutangnya berdasarkan peringkat kualitas obligasi berdasarkan Standard & Poor’s yaitu dengan melihat DER untuk berbagai peringkat kredit: Tabel 4.10
Peringkat DER Berdasarkan Standard & Poor’s
AAA AA
A
BBB
BB
B
4.5% 34.1% 42.9% 47.9% 59.8% 76%
Obligasi dengan peringkat AA memiliki kualifikasi obligasi tingkat tinggi dan secara umum hanya sedikit berbeda dengan obligasi AAA. Harga obligasi juga berubah sesuai dengan pasar uang jangka panjang. Dari tabel ini, tidak ada perusahaan sekalipun rasio rata-rata industri tambang global yang masuk dalam peringkat AAA. Peringkat paling bagus yaitu PTBA dengan DER 35% yang terpaut sedikit dengan kualifikasi AA tahun 2006 setelah sebelumnya berada pada peringkat A dan BBB. Obligasi dengan peringkat A memiliki kekuatan investasi yang layak tetapi tidak bebas dari dampak buruk perubahan ekonomi dan kondisi perdagangan. Bunga dan pembayaran pokok dianggap aman. Sedangkan obligasi dengan peringkat BBB merupakan pembatas antara obligasi yang aman dengan obligasi yang didominasi unsur spekulatif. Obligasi ini memiliki cakupan aktiva yang cukup dan umumnya dilindungi oleh tingkat laba yang cukup memuaskan. Antam hanya pernah masuk pada peringkat BB tahun 2002 dengan DER 50%, selanjutnya masuk peringkat B. Obligasi BB sendiri merupakan obligasi tingkat menengah ke bawah yang cukup spekulatif. Bumi berada pada level terendah yang jauh lebih rendah dari B. Sedangkan obligasi B sendiri merupakan obligasi yang sangat spekulatif. Obligasi ini mudah terkena dampak perubahan kondisi, terutama penurunan ekonomi dan membutuhkan pengawasan terus-menerus. Antisipasi dari resiko kredit ini adalah dengan mempertahankan peningkatan penjualan sehingga keuntungan yang didapatkan senantiasa cukup untuk menutup hutang.
IV‐47
4.4.2.3 Debt to Asset Ratio Berikut ini grafik Debt to Assets Ratio (DAR) ketiga perusahaan yang dibandingkan dengan rasio rata-rata industri tambang global. Grafik 4.17
Debt to Asset Ratio Perusahaan PT Bumi Resources Tbk
120.00% 100.00%
PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
80.00% 60.00%
PT Aneka Tambang Tbk
40.00% 20.00%
Rasio Pembanding
0.00% 2002 2003 2004 2005 2006
Fokus dari rasio ini adalah mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai dengan hutang (Fraser, Ormiston, 2004). Dari grafik dilihat bahwa DAR yang paling mendekati rasio rata-rata industri tambang global adalah Antam. Walaupun pergerakan tiap tahunnya berbeda, tetapi rata-ratanya sama yaitu sebesar 0.49. Porsi aktiva yang dibiayai oleh hutang berada pada level yang sama dengan rata-rata industri tambang global. Komitmen dalam bentuk bunga dan pelunasan hutang pokok berimbang dengan potensi perusahaan untuk memperbesar keuntungan bagi pemilik. Pada Bumi, struktur hutang sangat besar dengan DAR bernilai 0.90 sehingga memperbesar resiko dalam pelunasan hutang. Hal tersebut juga dapat mempersulit perusahaan dalam memperoleh pinjaman tambahan sewaktu dibutuhkan atau dengan kata lain kredit dapat diperoleh hanya dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi. Namun itu tidak berarti buruk karena perusahaan mengelola hutang dengan baik sehingga laba usaha lebih besar dan cukup untuk menutup beban hutang tingkat pengembalian dan memperbesar bagian pemegang saham. Sedangkan pada PTBA, rasio hutang terhadap total aktiva rendah yaitu 0.29 sehingga risiko akan pengembalian hutang tidak setinggi Antam dan Bumi. Tetapi pengembalian kepada pemegang saham lebih kecil sesuai dengan risiko hutang yang rendah yang IV‐48
ditunjukkan dengan ROE PTBA rata-rata terkecil dibandingkan Antam dan Bumi yaitu 0.19 dan juga berada dibawah rata-rata industri tambang global sebesar 0.20. Struktur modal yang sangat konservatif seperti PTBA dapat diubah menjadi lebih agresif untuk meningkatkan keuntungan bagi pemilik dengan konsekuensi negatif seperti peringkat kredit yang lebih rendah. Sedangkan Bumi dapat diubah lebih konservatif untuk mengurangi resiko terhadap hutang. Untuk Antam, struktur kewajiban antara hutang dengan modal ekuitas sudah berimbang dan sesuai dengan rata-rata industri tambang.
4.5
Analisis Strategi Dana Jangka Panjang Dan Jangka Pendek
Berikut ini tabel yang memperlihatkan aliran dana jangka panjang dan jangka pendek pada masing-masing perusahaan. Tabel 4.11
Analisis Strategi Pendanaan Bumi
2002-2003 Sumber Jangka panjang
Jangka pendek
616,595,487 340,371,917
2003-2004 Penggunaan 747,393,300
209,574,104
Sumber
83,618,495 152,523,908
Penggunaan 79,189,172
156,953,231
IV‐49
2004-2005
2005-2006
Sumber Jangka panjang
Jangka pendek
Penggunaan
197,564,323 0
Tabel 4.12
52,667,112
144,897,211
Jangka panjang
Jangka pendek
204,475 0
Jangka panjang
Jangka pendek
424,680 29,869
143,560,433
297,666,352
494,050,329
2003-2004 Penggunaan 57,188
147,287
2004-2005 Sumber
648,156,248
Penggunaan
Analisis Strategi Pendanaan PTBA
2002-2003 Sumber
Sumber
Sumber
335,119 72,970
Penggunaan 65,101
342,988
2005-2006 Penggunaan 4,249
450,300
Sumber
299,546 0
Penggunaan 9,240
290,306
IV‐50
Tabel 4.13
Analisis Strategi Pendanaan Antam
2002-2003 Sumber
2003-2004 Penggunaan
Sumber
Penggunaan
658,958 Jangka panjang
Jangka pendek
1,781,902 19,916
509,767
1,292,051
2004-2005 Sumber Jangka panjang
Jangka pendek
587,176 889,758
694,146
463,617
428,428
2005-2006 Penggunaan 1,344,004
132,930
Sumber
1,593,860 400,110
Penggunaan 763,878
1,230,091
IV‐51
Jumlah peenggunaan dana d jangkaa panjang untuk u investtasi jangka pendek pad da setiap perusahaaan mengalam mi fluktuasi seperti digaambarkan pada p grafik ddibawah inii: Grafik 4.18
Jumllah Dana Jaangka Panjan ng Untuk Innvestasi Janngka Pendek k Bumi
Jum mlah peenggunaaan dan na jangkka paanjang untuk in nvestasi jangkaa pendekk Bumi 350,48 89,896
400,000,000 0 144,897,211
200,000,000 0 323 4,429,3 0 ‐200,000,000 0
Grafik 4..19
2002‐200 03 2003‐2004 ‐130,797,813
2004‐20 005
2005‐2 2006
Jumlaah Dana Janngka Panjan ng Untuk Innvestasi Janggka Pendek k PTBA
Jum mlah peenggunaaan dan na jangkka paanjang untuk in nvestasi jangkaa pendekk PTBA 600,000 0
431 420,4
400,000 0 200,000 0
290,306
270,018 147,28 87
0 2002‐200 03
2003‐2004
2004‐20 005
2005‐2006
IV‐52
Grafik 4.20
Jumlaah Dana Janngka Panjan ng Untuk Innvestasi Janggka Pendek k Antam
Jum mlah peenggunaaan dan na jangkka paanjang untuk in nvestasi jangkaa p pendek Antam 2,000,000 0
1,272,1 135 829,981
1,000,000 0 0 2002‐200 03 ‐1,000,000 0
88 ‐35,18 2003‐2004
2004‐20 005 828 ‐756,8
2005‐2006
Penggunaaan sumber jangka pendek dan jangka j panj njang pada Bumi, PTB BA, dan Antam beerbeda untuuk setiap tahunnya. Kasus K yangg terjadi adda tiga jeniis, yaitu investasi jangka j panjjang yang dibiayai d oleeh dana janngka panjanng, investassi jangka pendek yaang dibiayaai oleh danna jangka pendek, p dann beberapa pendanaan n jangka panjang yang diinvesstasikan padda investasi jangka penndek (Walshh, 2006). Ketiganya berkaitan dengan straategi keuanggan jangka panjang p dann jangka penndek perusaahaan. Resiko finnansial terjaadi ketika investasi i jaangka panjaang dibiayaai oleh danaa jangka pendek kaarena dana jangka j penddek seharusnya tersediaa dan dapatt dikeluarkaan secara cepat ketiika ada penngeluaran yang y bersiffat jangka pendek p atauu tiba-tiba (Walsh, 2006). Daana jangka pendek sehharusnya digunakan d u untuk investasi jangkaa pendek agar danaa tersebut dapat d segerra kembali. Selain ituu perusahaaan juga tidaak dapat menghasillkan dana baru secaraa cepat kaarena investtasi jangkaa panjang memiliki m pengembaalian yang relatif r lebihh lama darii investasi jangka j penddek walaup pun nilai pengembaalian lebih besar. Peruusahaan meenjadi tidakk likuid karrena tidak memiliki m dana yangg siap pakai..
IV‐53
Strategi jangka panjang dan jangka pendek setiap perusahaan berbeda-beda. Bumi pada periode 2002-2003 menggunakan $130 juta dana jangka pendek untuk investasi jangka panjang. Kemudian terjadi perubahan strategi dengan menggunakan sebagian dana jangka panjang untuk investasi jangka pendek pada periode selanjutnya yang semakin lama semakin besar hingga pada periode 2005-2006 berjumlah $350 juta dari total dana jangka panjang $648 juta. PTBA selalu menggunakan sebagian dana jangka panjang untuk investasi jangka pendek yang nilainya membesar hingga pada periode 2004-2005 nilainya Rp 420 Miliar namun turun pada periode 2005-2006 menjadi Rp 290 Miliar. Lain halnya dengan Antam yang mengalami penurunan penggunaan dana jangka panjang untuk investasi jangka pendek hingga Rp -756 Miliar yang berarti penggunaan dana jangka pendek untuk investasi jangka panjang sejumlah Rp 756 Miliar yang puncaknya pada periode 2004-2005 tetapi dapat bangkit kembali hingga bernilai Rp 829 Miliar pada peiode 2005-2006. Struktur aktiva lancar pada Bumi secara konsisten naik yaitu rata-rata 6.28% pertahun. Dari analisis ini dapat diketahui bahwa sumber pendanaan aktiva lancar tersebut banyak yang berasal dari capital employed atau dana jangka panjang yaitu pinjaman jangka panjang dan modal ekuitas kecuali periode 2002-2003 dimana sumber pendanaan berasal dari kewajiban lancar. Struktur aktiva lancar PTBA yang rata-rata naik 3.05% pendanaannya juga berasal dari pinjaman jangka panjang dan modal ekuitas. Penyebab dari turunnya penggunaan dana jangka panjang untuk investasi jangka pendek Antam pada periode 2003-2004 dan 2004-2005 adalah meningkatnya aktiva tetap perusahaan pada periode tersebut sebesar 9.64% dan 16.67% sehingga pendanaan untuk aktiva jangka panjang tersebut meningkat. Pendanaan oleh dana jangka panjang kurang mencukupi sehingga digunakan sebagian pendanaan oleh dana jangka panjang. Aktiva tetap ini meningkat pada periode 2003-2005 karena perusahaan menambah prasarana, pabrik, dan peralatan serta meningkatkan biaya eksplorasi dan pengembangan.
IV‐54
4.6
Analisis Stuktur Neraca Berdasarkan Laporan Tahunan Perusahaan
Pada Analisis ini digunakan data tambahan yang berasal dari catatan atas laporan keuangan maupun penjelasan dari laporan tahunan perusahaan itu sendiri untuk memperjelas analisis struktur neraca yang telah dijelaskan sebelumnya.
4.6.1
PT. Bumi Resources Tbk
Permasalahan perusahaan yang utama yaitu likuiditas karena aktiva lancar yang kecil dan kewajiban lancar yang besar. Selain itu ROA Bumi
relatif kecil. Untuk
memperbaiki likuiditas perusahaan, langkah yang diambil yaitu dengan memperbesar struktur aktiva lancar dan memperkecil kewajiban lancar. Struktur aktiva lancar diperbesar dengan cara meningkatkan persediaan yaitu peningkatan produksi batubara melalui peningkatan daya angkut belt conveyor dan infrastruktur yang berkaitan dengan pengangkutan batubara karena adanya kendala keterbatasan pasokan alat berat dan suku cadangnya. Produksi juga ditingkatkan untuk mengoptimalkan pengapalan. Kapasitas produksi pertahun, terutama untuk thermal coal diusahakan meningkat pesat karena Cina sudah mengurangi ekspornya. Dengan begitu maka piutang perusahaan, kas dan rekening perusahaan meningkat. Cara lain untuk meningkatkan aktiva lancar yaitu dengan melakukan pembayaran biaya dan pajak yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari setahun dibayar dimuka. Efisiensi harus dilakukan untuk mengoptimalkan nilai ROA. Penurunan biaya produksi menunjukkan efisiensi dan produktivitas biaya. Tingginya permintaan batubara dan ketatnya pasokan batubara mendukung peningkatkan profitabilitas. Namun, biaya produksi meningkat di tahun 2005 karena tingginya SR di area tambang baru di Bengalon serta meningkatnya biaya penambangan akibat kenaikan harga BBM, suku cadang, dan ketersediaan ban baru untuk alat-alat berat. Hal tersebut menghambat peningkatan ROA. Upaya penurunan biaya bahan bakar dalam jangka pendek dengan mengoptimalkan proses pengadaan, mengendalikan konsumsi bahan bakar secara ketat, mengoptimalkan armada dan dalam jangka waktu
IV‐55
menengah dengan menambah conveyor belt dan merencanakan pembangunan pembangkit listrik sendiri berbahan bakar batubara. Meskipun likuiditas perusahaan ditingkatkan, aktiva tetap juga tetap diperhatikan untuk pengembangan usaha di masa depan. Hal tersebut sejalan dengan struktur aktiva rata-rata industri tambang Indonesia dimana aktiva tetap memiliki porsi yang lebih besar. Program pengeboran eksplorasi dilakukan lebih luas lagi untuk memberikan hasil yang baik serta dapat meningkatkan basis sumberdaya dan cadangan. Selain itu perusahaan juga memfokuskan pada pencarian berbagai berbagai potensi sumber energi alternatif yaitu sejalan dengan berbagai kebijakan yang telah dicanangkan pemerintah. Salah satunya dengan Pengambilalihan saham PT. Gorontalo Minerals dan PT. Citra Palu Minerals, yang keduanya sedang melakukan eksplorasi tembaga dan emas di gorontalo dan palu. Perusahaan mengembangkan portofolio usaha dan keragaman sumber pendapatan selain batubara. Bumi merupakan perusahaan dengan porsi hutang lebih besar dari modal ekuitas sehingga memiliki nilai ROE yang tinggi tetapi risiko terhadap pengembalian modal cukup besar. Perusahaan senantiasa secara perlahan memperbesar modal ekuitasnya terus menerus. Walaupun kondisi perekonomian bangsa sedang berada pada titik aman
sehingga
mempertimbangkan
fluktuasi
bunga
kemungkinan
tidak terburuk
besar, apabila
perusahaan terjadi
sebaiknya
inflasi
yang
mengakibatkan tingkat suku bunga pinjaman naik tajam. Perusahaan juga memiliki strategi lain untuk mengurangi beban bunga pinjaman perusahaan, yaitu dengan menerbitkan surat hutang ekspor yang dapat menjadikan batubara sebagai ganti pembayaran atas hutang.
IV‐56
4.6.2
PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk
Secara likuiditas dan profitabilitas PTBA menunjukkan nilai di atas rata-rata rasio industri tambang. Solvabilitas perusahaan pun berada di jalur yang paling aman dengan
struktur
hutang
terkecil
dibandingkan
Bumi
dan
Antam.
Yang
dipermasalahkan adalah peningkatan total aktiva dan penjualan yang berlangsung paling lambat. Dalam hal ini PTBA memiliki porsi hutang yang kecil dalam mendanai aktivanya sehingga pengembalian terhadap pemegang saham relatif lebih kecil dengan risiko pengembalian modal yang kecil pula. Selain itu likuiditas perusahaan terlalu tinggi ditandai dengan rata-rata aktiva lancar yang mencapai 68,69%. Perusahaan kurang memperhatikan pengembangan usahanya dan terfokus pada usaha pertambangan batubara yang dijalankan saat ini sehingga peningkatan banyak terjadi pada aktiva lancar yang rata-rata pertahunnya sebesar 3%. Walaupun total aktiva perusahaan yang relatif kecil, perusahaan kerap mendapatkan masalah. Permasalahan yang sering terjadi pada perusahaan yaitu keterbatasan daya angkut kereta api, menurunnya harga batubara, tingginya investasi dan biaya pengoperasian tambang dalam serta pemberlakuan pungutan ekspor batubara. Terkait hal tersebut maka kebijakan strategis perusahaan yaitu mengendalikan Harga Pokok Penjualan, memenuhi komitmen kotrak penjualan sesuai spesifikasi dan jadwal yang telah disepakati, sentralisasi pengelolaan dana, mengoptimalkan cadangan barubara, meningkatkan kompetensi pegawai, menata seluruh kegiatan perseroan agar mengacu pada pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik, mendorong investasi pengembangan PLTU mulut tambang, dan membuat alternatif transportasi batubara dari tambang ke pelabuhan. Peningkatan pendapatan seperti perusahaan lain karena adanya kenaikan harga batubara baik pasar domestik dan internasional. Di tahun 2006 Penjualan domestik turun 6% sedangkan penjualan ekspor naik 27%. Peningkatan ekspor ini dilakukan untuk mengatasi dampak kenaikan ongkos angkutan KA dan untuk mengoptimalkan volume penjualan akibat adanya pengurangan pasokan ke PLTU Suralaya. Hal tersebut dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan. Hal utama yang menyebabkan perusahaan mendapatkan profitabilitas yang tinggi ialah karena total aktiva IV‐57
perusahaan yang relatif kecil sehingga perputaran aktivanya relatif lebih mudah. Sedangkan pada ROE jika perusahaan mampu mengembangkan usahanya dan usaha tersebut berhasil maka perusahaan dapat meyakinkan kreditur untuk memperoleh pinjaman guna mendanai aktiva tetap perusahaan. Aktiva tetap yang diperbesar dengan memperbanyak struktur hutang dapat meningkatkan nilai ROE. Penjualan dan keuntungan akan ditingkatkan agar aktiva dapat meningkat pula. Pada masa mendatang perusahaan akan meningkatkan trading atau membeli batubara dari tempat lain dan melakukan penetrasi ke pasar inernasional dengan mencoba masuk ke beberapa Negara, baik di kawasan Asia maupun Eropa. Untuk kelangsungan usahanya dalam jangka panjang, perusahaan membentuk anak perusahaan yaitu PT Bukit Pembangkit Innovative bidang PLTU yang diharapkan beroperasi tahun 2010 yang akan meningkatkan aktiva tetap perusahaan. Pengembangan kapasitas produksi briket direncanakan menjadi 1,5 jt ton/tahun sejalan dengan kebijakan pemerintah RI untuk menjadikan batubara sebagai energi alternatif. Bisnis juga dikembangkan dengan memperbanyak penelitian mengenai coal liquefaction dan underground gasification.
4.6.3
PT. Aneka Tambang Tbk
Hal yang harus diperhatikan dari Antam adalah struktur kewajibannya yang seringkali dekat dengan rata-rata industri tambang Indonesia sehingga memiliki solvabilitas yang dekat dengan solvabilitas rata-rata industri tambang. Selain itu profitabilitas perusahaan juga dekat dengan rata-rata industri tambang. Hanya saja strategi pendanaan Antam yang relatif banyak menggunakan sumber jangka pendek untuk penggunaan jangka panjang dapat memperkecil likuiditas. Hal tersebut dikarenakan kenaikan aktiva tetap Antam yang cukup signifikan tanpa diimbangi oleh peningkatan kewajiban tak lancar dan modal ekuitas yang cukup. Struktur aktiva dan struktur kewajiban Antam berada di tengah-tengah Bumi dan PTBA. Antam merupakan perusahaan dengan porsi hutang terhadap modal ekuitas yang berimbang sehingga tingkat pengembalian berada pada posisi yang menguntungkan dengan keamanan terhadap pengembalian yang tetap terjaga apabila terjadi kenaikan IV‐58
suku bunga. Menurut PriceWaterhouseCoopers peningkatan net profit margin perusahaan di tahun 2004 sebesar 26 % merupakan terbesar dibandingkan 40 persahaan tambang di dunia. Antam juga mampu meraih ROA tertinggi tahun 2006 dibandingkan Bumi dan PTBA. Antam menjaga struktur aktivanya dengan menjaga porsi aktiva lancar dan aktiva tetap agar berimbang. Untuk mempertahankan struktur aktiva tetapnya, eksplorasi ditingkatkan dan dilakukan ekpansi ke hilir dengan pengolahan metal yang salah satunya adalah proyek FeNi III. Pengolahan dan smelter yang meningkatkan aktiva tetap banyak mengalami kendala. Untuk mengimbangi peningkatan aktiva tetap serta untuk menjamin pendapatan perusahaan maka dilakukan peningkatan volume penjualan bijih nikel sehingga meningkatkan persediaan, piutang usaha, dan kas yang akan meningkatkan aktiva lancar. Pada struktur kewajiban, peningkatan hutang akan dilakukan jika timbul keyakinan bahwa proyek yang sedang dikembangkan akan berlanjut dan menguntungkan. Proyek besar Antam selanjutnya yang dapat memperbesar aktiva tetap dan hutang adalah tambang bauksit dan Tayan Chemical Grade Alumina untuk pengolahan bauksit menjadi alumina.
IV‐59