BAB IV STRUKTUR GEOLOGI 4.1 STRUKTUR SESAR Struktur sesar pada daerah penelitian terdiri dari sesar-sesar anjak yang berarah relatif Barat-Timur (NE-SW) dan sesar geser yang berarah relatif Barat Daya - Timur Laut (NW-SE). Penamaan sesar-sesar yang ada di daerah penelitian didasarkan atas nama geografis dimana sesar-sesar tersebut dijumpai.
4.1.1 Sesar Naik Cisokan Sesar naik ini teramati dari adanya lapisan terbalik pada satuan batupasir – batulempung selain itu juga ditemukan adanya beberapa gejala - gejala sesar, seperti slicken side, gash fracture, shear fracture, serta adanya kenampakan air terjun (Foto 4.1). Sesar ini juga teramati dari kelurusan gawir dan juga lembah Sungai Cisokan pada Utara daerah penelitian. Sesar naik Cisokan dapat diklasifikasikan sebagai tipe sesar breaktrough fault propagation fold.
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D) didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N580E/350 dengan kedudukan net-slip yaitu 300 , N1150E dan pitch sebesar 700. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Naik Menganan Cisokan.
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Naik Menganan Cisokan ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Naik Menganan Cisokan ini memiliki orientasi 10 , N1240E.
34
a
b
c
d
e Foto 4.1 Indikasi keberadaan sesar; a. slicken side pada CSK - C6, b &c. gash fracture dan shear fracture pada CSK – C10, air terjun pada CPTR – 4, dan lapisan tegak di CSK-12
4.1.2 Sesar Naik Campaka Sesar ini ditafsirkan dari adanya urutan stratigrafi yang tidak normal, satuan batugamping yang berumur lebih tua berada di atas satuan batupasir – batulempung yang berumur lebih muda. Sesar ini diprediksikan menerus hingga ke bagian Timur yang tertutupi oleh satuan breksi. Di beberapa tempat ditemukan adanya gejala –
35
gejala sesar seperti keberadaan air terjun (Foto 4.2), gash fracture, dan shear fracture (Foto 4.3).
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N630E/400 dengan kedudukan net-slip yaitu 360 , N1230E dan pitch sebesar 670. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Naik Menganan Campaka.
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Naik Margaluyu ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Naik Citalahab ini memiliki orientasi 10, N1350E.
Foto 4.2 Air terjun di CKRG - 9
36
Foto 4.3 Gash fracture di CKRG – 8 dan shear fracture CKRG - 9
4.1.3 Sesar Naik Cicadas Sesar ini teramati dari kelurusan lembah pada Cibale dan kelurusan Gawir pada Pasir Jubleg. Selain itu juga ditemukan adanya gejala – gejala sesar berupa keberadaan air terjun (Foto 4.4) dan shear fracture (Foto 4.5).
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N680E/380 dengan kedudukan net-slip yaitu 360 , N1350E dan pitch sebesar 740. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Naik Menganan Citalahab.
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Naik Citalahab ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Naik Citalahab ini memiliki orientasi 10 , N1430E.
37
Foto 4.4 Air terjun di lokasi CBL - 3
Foto 4.5 Shear Fracture di CMPR – A9
38
4.1.4 Sesar Mendatar Campaka Sesar ini didapatkan dari adanye pergeseran (offset) dari satuan batugamping pada peta geologi (Lampiran III) selain itu sesar ini teramati dari kelurusan sungai yang tiba – tiba berbelok dan menghasilkan kelurusan lebih kurang 1 km berarah Barat Laut – Tenggara di Sungai Cisokan. Selain itu dijumpai juga adanya shear fracture dan gash fracture (Foto 4.6) yang dominan di lapangan.
Foto 4.6 gash fracture dan shear fracture di CMPR - 1
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N1540E/820 dengan kedudukan net-slip yaitu 120 , N1540E dan pitch sebesar 110. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Menganan Campaka.
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Campaka ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Campaka ini memiliki orientasi 00 , N200E
4.1.5 Sesar Mendatar Cinempel Sesar ini ditemui pada hulu sungai Cinempel. Kehadiran sesar ini ditunjukkan dengan adanya slicken side (Foto 4.7), breksiasi dan juga shear fracture (Foto 4.8) di lapangan.
39
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N3400E/820 dengan kedudukan net-slip yaitu 240 , N3340E dan pitch sebesar 270. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Menganan Naik Cinempel
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Menganan Naik Cinempel ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Naik Cinempel ini memiliki orientasi 190, N190E.
Foto 4.7 slicken side di CNPL – 3
40
Foto 4.8 Shear fracture di CNPL-4
4.1.6 Sesar Mendatar Cilawang Sesar ini dijumpai pada hulu sungai Cilawang yang kehadirannya ditunjukkan dengan adanya shear fracture (Foto 4.9) dan juga ditemukan adanya pembelokan sungai citali secara tiba-tiba.
Berdasarkan analisis kinematika dari data elemen struktur yang diperoleh di lapangan (Lampiran D), didapatkan kedudukan bidang sesar yaitu N3400E/680 dengan kedudukan net-slip yaitu 140 , N3450E dan pitch sebesar 140. Berdasarkan klasifikasi sesar oleh Rickard (1972) op. cit Ragan (1985), diperoleh penamaan sesar yaitu Sesar Menganan Naik Cilawang.
Analisis dinamik (Lampiran D) pada Sesar Geser Menganan Naik Cilawang ini dilakukan pada data pengukuran kekar geser berpasangan. Hasil analisis dinamik ini menunjukkan bahwa arah tegasan maksimum (σ1) yang mempengaruhi Sesar Menganan Naik Cilawang ini memiliki orientasi 110 , N2160E.
41
Foto 4.9 Shear fracture di CGT-4 dan shear fracture di CTL-11
4.2 STRUKTUR LIPATAN
4.2.1 Sinklin Girimulya Sinklin ini diinterpretasikan berada di perbatasan Desa Girimulya dan Desa Margaluyu yang sumbunya berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 320, N2300 E (Lampiran D).
4.2.2 Sinklin Cigintung Sntiklin ini berada di antara sungai Cigintung dan Sungai Cirangkuang dengan sumbu berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 200,N 2680 E (Lampiran D).
4.2.3 Sinklin Cihonje Sntiklin ini berada di antara Sungai Cihonje dengan Sungai Cipetir dengan sumbu berarah Barat – Timur. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian
42
(diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 110, N2460E (Lampiran D).
4.2.4 Sinklin Campaka Sinklin ini berada di antara Desa Campaka dengan sumbu berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 20 , N2550E beserta sumbu lipatan N750E/ 870 (Lampiran D). Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) op. cit. Harsulomakso (1997), lipatan ini termasuk kedalam upright horizontal fold.
4.2.5 Sinklin Citali Sinklin ini berada di antara sungai Citali dengan sumbu berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 170 , N2630E 0
0
N98 E/ 48
beserta sumbu lipatan
(Lampiran D). Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) op. cit.
Harsulomakso (1997), lipatan ini termasuk kedalam inclined horizontal fold.
4.2.6 Sinklin Bojongsalam Sinklin ini berada di antara sungai Cimahpar dan Sungai Cilawang dengan sumbu berarah Barat Daya-Timur Laut. Dari pengolahan data bidang perlapisan di daerah penelitian (diagram beta), didapatkan kedudukan sumbu lipatan yaitu 250 , N900E beserta sumbu lipatan N2700E/ 260 (Lampiran D). Berdasarkan klasifikasi Rickard (1971) op. cit. Harsulomakso (1997), lipatan ini termasuk kedalam inclined horizontal fold.
4.3 MEKANISME PEMBENTUKAN STRUKTUR Berdasarkan analisis struktur geologi tersebut di atas, daerah penelitian dapat diinterpretasikan berada pada zona foreland (Gambar 4.1) yang sangat berhubungan 43
dengan adanya pemendekan regional dari rezim tektonik kompresi yang membentuk suatu konfigurasi sesar naik yang dinamakan dengan jalur anjakan-lipatan (fold thrust belt). Zona foreland disebut juga dengan zona eksternal yang dicirikan oleh deformasi plastis yang kurang dominan, tidak dipengaruhi oleh kondisi metamorfisme dan strain yang bersifat non-penetratif (Marshak dan Mitra, 1988). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sesar anjak pada daerah penelitian berhubungan dengan tektonik thin-skinned yang bekerja pada suatu lapisan stratigrafi dengan besaran hanya mencapai puluhan kilometer serta tidak melibatkan adanya pergerakan dari batuan dasar (Mc Clay, 2000).
Gambar 4.1 Zona foreland (area biru) pada tektonik back arc, lokasi pembentukan jalur anjakan-lipatan (Mc Clay, 2000)
Sesar naik merupakan komponen struktur utama yang bekerja pada daerah penelitian, dengan komponen struktur penyerta terdiri dari sesar geser dan lipatan. Sesar geser merupakan compartmental faults (Brown, 1975 op. cit Davis, 1996) yang dihasilkan dari sesar sobekan (tear fault) yang diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan dari blok yang berbeda (Gambar 4.2), dengan kata lain sesar sobekan memisahkan segmen yang memiliki besaran strain berbeda yang juga meyebabkan perbedaan geometri dan frekuensi dari sesar dan lipatan.
44
Gambar 4.2 Tear fault, yang diakibatkan oleh perbedaan pengakomodasian gaya pemendekan (McClay, 2000)
Secara umum sesar anjak di daerah penelitian sangat berkesesuaian dengan adanya struktur lipatan yang ada, atau dinamakan dengan fault-related folds. Salah satunya pada lipatan yang bertipe fault propagation folds (Gambar 4.3), dimana terbentuknya suatu lipatan diakibatkan oleh pembengkokan yang bersifat lentur (flexular bending) dari suatu lapisan batuan yang kemudian memicu pecahnya batuan dan pada akhirnya membentuk suatu bidang pensesaran (Suppe dan Medwedeff, 1984; Suppe, 1985 op. cit McClay, 2000). Pada tahap perkembangan lipatan, sesar dapat memotong melalui fault propagation folds, dengan mengubah geometri dari strukturnya. Bentuk dari struktur ini dipengaruhi oleh jalur sesar yang sering memotong melalui forelimb atau bagian atas dari detachment. Struktur ini dikenal dengan istilah breaktrough fault propagation fold (Gambar 4.4) yang berkembang di daerah penelitian.
45
Gambar 4.3 Tipe lipatan yang berhubungan dengan fault propagation fold (gambar dari http://ic.ucsc.edu)
Gambar 4.4 Breakthrough fault propagation folds (Suppe, 1984 op cit., Tearpock dan Bischke, 1991)
Adanya urutan beberapa sesar anjak yang bersifat sejajar pada daerah penelitian merupakan manifestasi dari bekerjanya suatu sistem sesar anjak yang secara kinematik sangat berhubungan dan menghasilkan susunan sesar yang berkembang membentuk sekuen sesar (Marshak dan Mitra, 1988). Sistem sesar anjak pada daerah
46
penelitian diinterpretasikan berupa sistem imbrikasi yang didefinisikan sebagai sistem sesar yang terbentuk akibat pengakomodasian pergeseran sesar utama dimana besar pergeseran yang ada didistribusikan ke sesar-sesar yang lebih kecil sehingga besar dan arah pergeseran menjadi konsisiten (Dahlstrom, 1969 op. cit Marshak dan Mitra, 1988).
Sistem sesar anjakan imbikrasi di daerah penelitian dapat diklasifikasikan ke dalam sesar anjakan leading (Gambar 4.5), dengan pergerakan sesar maksimum berada pada bagian depan atau paling bawah dari urutan sesar yang ada (Boyer dan Elliott, 1982). Hal ini dibuktikan oleh besarnya nilai pergeseran Sesar Naik Cisokan yang berada paling utara daerah penelitian dan secara vertikal berada paling bawah diantara sesar anjak lainnya.
Gambar 4.5 Fault propagation fold imbrikasi tipe leading (Boyer & Elliot, 1982; Mitra, 1986; Woodward et.al., 1989 op. cit McClay, 2000)
Dari uraian diatas dan dari analisis struktur geologi dapat disimpulkan bahwa struktur geologi daerah penelitian berlangsung pada satu fasa deformasi dengan rezim kompresi yang membentuk suatu jalur anjakan lipatan dengan struktur penyerta berupa sesar sobekan (tear fault) dan lipatan. Umur struktur pembentukan geologi
47
diperkirakan berumur Pliosen yang dibuktikan dengan tidak terpengaruhnya lava andesit dan breksi
4.4 PENAMPANG SEIMBANG (BALANCED CROSS-SECTION) Rekonstruksi penampang seimbang merupakan prosedur yang sangat penting dalam pembuatan penampang geologi yang baik untuk memperoleh penampang yang mendekati keadaan sebenarnya. Metode ini sangat berguna untuk menyampaikan konfigurasi struktur geologi daerah terkait secara lebih informatif dan komunikatif.
Dalam pembuatan penampang seimbang, sangat dibutuhkan pemahaman mendalam mengenai stratigrafi, sekuen sesar anjak dan karakteristik dari sesar anjak (McClay, 2003). Penampang seimbang juga bermanfaat untuk menguji validitas geometri struktur yang dihasilkan, mencakup analisis model sesar, panjang lapisan batuan dan konsistensi area penampang (Marshak dan Mitra, 1988). Salah satu kunci utama dalam prosedur pembuatan penampang seimbang yaitu restorasi penampang, yang bertujuan untuk mengetahui keadaan geologi sebelum mengalami proses deformasi.
4.4.1 Metode Kink Metode kink merupakan metode rekontrusi penampang dengan menggunakan dip domain sebagai batas dimana suatu kemiringan lapisan berubah. Lipatan yang terbentuk pada jalur anjakan lipatan umumnya tidak membentuk suatu kurva halus namun justru membentuk beberapa dip domain sesuai dengan perubahan dip yang ada (Usdansky & Groshong, 1984; Fail, 1969 op. cit Marshak dan Mitra, 1988). Penggunaan metode kink dalam restorasi penampang seimbang sangat berperan penting karena memudahkan dalam perhitungan panjang lapisan dan luas area lapisan.
Langkah pertama dalam rekonstruksi penampang dengan menggunakan metode kink yaitu dengan penyajian data kedudukan lapisan dan data batas satuan stratigrafi sebagai data dasar (Gambar 4.6).
48
Gambar 4.6 Penyajian data kedudukan pada penampang (Wotjal, 1988 op cit Marshak dan Mitra, 1988)
Kemudian penentuan domain dip dilakukan dengan cara membuat garis bagi sudut antara dua kemiringan lapisan yang berbeda (Gambar 4.7).
Gambar 4.7 Penentuan domain dip diantara dua data kedudukan (Wotjal, 1988 op cit Marshak dan Mitra, 1988)
Setelah semua domain dip dibuat berdasarkan setiap adanya perubahan kemiringan lapisan kemudian tiap-tiap batas stratigrafi ditarik berdasarkan domain kemiringan lapisan tersebut sehingga terbentuk profil penampang akhir yang lengkap (Gambar 4.8).
49
Gambar 4.8 Profil lengkap struktur lipatan (Wotjal, 1988 op. cit Marshak dan Mitra, 1988)
4.4.2 Perhitungan Kedalaman Detachment Penghitungan kedalam detachment merupakan tahap penting dalam rekonstruksi penampang seimbang dalam restorasi penampang geologi. Batas dimana detachment berada berguna untuk penarikan elemen struktur maupun batas satuan batuan diatasnya.
Dahlstrom (1969) op. cit Marshak dan Mitra (1988) mengaplikasikan konsep pemendekan regional dalam penentuan kedalaman detachment (Gambar 4.9). Dari perhitungan tersebut terlihat bahwa besarnya nilai kedalam detachment berhubungan langsung dengan besarnya pemendekan yang ditunjukkan oleh morfologi kurvatur dari suatu perlipatan (Ax) atau yang dinamakan dengan excess area. Permasalahan yang ditemui yaitu jika ditemukan adanya sesar diantara satuan yang terlipat dengan detachment dikarenakan perhitungan kedalaman detachment akan menjadi tidak tepat (Marshak dan Mitra, 1988). Metode lain yang dapat dipergunakan dalam perhitungan detachment yaitu menggunakan data penampang seismik dan stratigrafi regional.
50
Gambar 4.9 Perhitungan kedalaman detachment (Marshak dan Mitra, 1988)
4.4.3 Restorasi Penampang Seimbang Berdasarkan hasil dari perhitungan kedalaman detachment kemudian dilakukan pembuatan tiga penampang-terdeformasi dengan menggunakan metode kink. Ketiga penampang tersebut yaitu penampang A-B dan penampang C-D.
Dari metode perhitungan ini, diperoleh detachment untuk penampang A-B pada kedalaman 1.875 m dan penampang C-D diperoleh detachment pada interval kedalaman 2.390 m.
Dari kedua penampang terdeformasi yang ada, yaitu penampang A-B, C-D (Gambar 4.10 dan 4.11), dilakukan proses restorasi penampang untuk menguji validitas penampang yang dihasilkan. Berdasarkan Marshak dan Mitra (1988), penampang dapat dikatakan seimbang jika telah memenuhi kriteria diantaranya:
Prinsip keseimbangan panjang lapisan
Prinsip keseimbangan luas, dan
51
Prinsip keseimbangan bentuk sesar
Tahapan akhir dari proses restorasi penampang yaitu tahap evaluasi penampang yang bertujuan untuk mengurangi adanya kesalahan yang muncul pada saat restorasi dilakukan.
Prinsip keseimbangan panjang lapisan dilakukan dengan menghubungkan titik-titik acuan yang diletakkan pada suatu level regional yang sama. Penampang yang sudah direstorasi dapat dikatakan seimbang jika panjang lapisan dimana titik acuan diletakkan berada pada satu level regional yang sama dan memiliki panjang lapisan yang sama dengan penampang terdeformasi.
Prinsip keseimbangan luas dapat digunakan jika terdapat adanya perubahan ketebalan pada suatu lapisan yang akan direstorasi. Akan tetapi pada daerah penelitian ketebalan satuan dianggap konstan.
Prinsip keseimbangan bentuk sesar merupakan salah satu faktor penting dalam rekonstruksi penampang seimbang. Interpretasi pola geometri ramp dan flat sangat berperan dalam rekonstruksi bentuk sesar pada keadaan sebelum terdeformasi, dikarenakan geometri dari suatu sesar sangat dipengaruhi oleh pergerakan sesar yang lebih muda.
52
Gambar 4.10 Penampang terdeformasi A-B
53
Gambar 4.11 Penampang terdeformasi C-D
54
Bagian akhir dari rekonstruksi penampang seimbang yaitu dilakukannya evaluasi penampang. Tahapan ini berguna untuk memastikan penampang berada dalam kondisi seimbang, dapat dipercaya, dan dapat mengilustrasikan keadaan bawah permukaan mendekati keadaan sebenarnya. Loose line dan pin line merupakan dua faktor utama yang dapat membantu untuk menguji validitas dari suatu penampang. Dari penampang terdeformasi, loose line diletakkan pada bagian paling Selatan (berhimpit dengan B dan D) sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian paling Utara (berhimpit dengan A dan C).
Loose line merupakan suatu titik-titik tidak tetap yang diletakkan pada bagian hanging-wall dari penampang terdeformasi dan berguna untuk mengetahui apakah penampang yang dihasilkan dapat dipercaya atau tidak. Secara ideal, loose line yang lurus menunjukkan bahwa penampang berada dalam kondisi seimbang. Namun dari restorasi penampang diperoleh garis loose line yang miring searah dengan arah kemiringan lapisan (Lampiran E-V). Loose line yang miring dapat diterima asalkan pada bagian bawah berlawanan dengan arah transport energi (Marshak dan Mitra, 1988). Penampang dapat dikategorikan tidak seimbang jika hasil dari restorasi loose line membentuk kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lapisan (Marshak dan Mitra, 1988). Permasalahan ini salah satunya dapat diatasi dengan melakukan perubahan besaran sudut ramp sesar pada penampang terdeformasi.
Pin line merupakan titik yang tidak mengalami pergerakan selama deformasi. Pin line dapat dibagi menjadi pin line lokal dan pin line regional, dimana pin line lokal diletakkan pada bagian penampang dengan satuan stratigrafi yang lengkap sedangkan pin line regional diletakkan pada bagian foot-wall ataupun pada bagian penampang yang tidak terdeformasi. Pin line merupakan titik-titik tetap yang dibuat tegak lurus terhadap bidang lapisan dan bertujuan untuk membantu penentuan lokasi sesar dan lokasi area tererosi (Lampiran E-V).
Dari hasil restorasi yang dilakukan pada penampang A-B dan C-D kemudian dilakukan perhitungan pemendekan dan rasio kontraksi. Untuk penampang A-B diperoleh nilai pemendekan sebesar 35.7 % dengan rasio konstraksi (L’/Lo) sebesar 0.64. Untuk penampang C-D diperoleh nilai pemendekan sebesar 52 % dengan rasio konstraksi (L’/Lo) sebesar 0.48. 55
Dari rekonstruksi forward-model didapatkan bahwa sistem sesar anjak di daerah penelitian diklasifikasikan kedalam sistem imbrikasi tipe leading dikarenakan keseimbangan penampang dapat terbentuk setelah dilakukan restorasi pada sesar blind thrust yang berada paling Selatan daerah penelitian terlebih dahulu dan kemudian berturut-turut sesar yang berada di Utaranya. Rekonstruksi forward-model bertujuan untuk mengetahui runutan sejarah pembentukan struktur geologi di daerah penelitian, dan pada akhirnya dihasilkan suatu keadaan restorasi yang menunjukkan kondisi stratigrafi daerah penelitian sebelum deformasi terjadi.
56