IV. METODE PENELITIAN
4.1. Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi 4.1.1. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003 Studi ini menggunakan data SNSE Indonesia tahun 2003 yang dicirikan dengan adanya beberapa komoditi pertanian yang didisagregasi, dengan tujuan untuk menggambarkan lebih jelas bagaimana peranan sektor pertanian itu terhadap perekonomian Indonesia jika diamati lebih detail dalam aktivitas subsektor (komoditi pertanian). Oleh karena itu SNSE yang digunakan kali ini diberi nama SNSE Komoditi Pertanian. Secara garis besar SNSE komoditi pertanian 2003 terdiri dari kelompok neraca (accounts) endogen yang terbagi dalam 3 blok yaitu: blok neraca faktor produksi sejumlah 5 neraca, blok neraca institusi sebanyak 7 neraca, blok neraca sektor produksi sebanyak 27 neraca. Sedangkan neraca eksogen terbagi dalam 5 (lima) neraca yaitu kapital, pajak tidak langsung, pengeluaran pemerintah, subsidi, dan luar negeri atau rest of world (ROW). Selengkapnya struktur SNSE yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 5. Dalam rangka untuk memudahkan dalam pengelompokan sektor perekonomian
dalam
Sistem
Neraca
Sosial
Ekonomi
Indonesia
ini,
dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok sektor perekonomian, yang meliputi: (1) sektor pertanian primer, (2) sektor pertambangan, (3) sektor agroindustri, (4) sektor manufaktur, dan (5) sektor jasa. Dalam disertasi ini perlu dijelaskan pengertian dari sektor pertanian
dan sektor agroindustri. Sektor pertanian
mempunyai pengertian kumpulan sub sektor perekonomian yang terdiri dari
73
Tabel 5. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Komoditi Pertanian Indonesia Tahun 2003 (44x44) Faktor Produksi
Aktifitas Pertanian Tenaga kerja Bukan Pertanian
1
Kota
2
Desa
3
Kota
4
Buruh Tani dan Penggarap Golongan Rendah
6
Pengusaha
7
Kapital
5 Pertanian
Pedesaan
Institusi
Kode
Desa
Pengusaha Golongan Rendah : Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar. Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha Golongan Atas : Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas
Rumah tangga Bukan Pertanian
Perkotaan
Pengusaha Golongan Rendah : Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar. Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha Golongan Atas : Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas
Perusahaan
Sektor Produksi
Pertanian
Pertambangan
Agro industri
8
9
10
11
12 Padi
13
Jagung
14
Pertanian tanaman pangan di luar 16 dan 17
15
Tebu
16
Kelapa sawit
17
Pertanian perkebunan di luar 19 dan 20
18
Industri pemotongan ternak
19
Peternakan dan hasil-hasilnya
20
Kehutanan dan perburuan
21
Perikanan
22
Pertambangan batubara, bijih logam, minyak dan gas bumi
23
Pertambangan dan penggalian lainnya
24
Industri makanan, minuman dan tembakau
25
Industri minyak dan lemak
26
Industri penggilingan padi
27
Industri tepung segala jenis
28
Industri gula
29
Industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit
30
74
Tabel 5. Lanjutan Aktifitas
Manufaktur
Jasa
Kode
Industri kayu, barang-bnarang dari kayu
31
Industri kertas, percetakan; alat angkutan, barang dari logam & industri lainnya
32
Industri kimia, pupuk, hasil-hasil dari tanah liat & semen, dan ligam dasar
33
Konstruksi/bangunan
34
Listrik, gas dan air minum
35
Perdagangan, hotel dan restoran
36
Pengangkutan dan komunikasi
37
Keuangan, jasa perusahaan, real estate
38
Jasa-jasa
39
Neraca Kapital
40
Pajak Tidak Langsung
41
Pemerintahan
42
Subsidi
43
Luar Negeri
44
aktivitas ekonomi yang pada intinya menghasilkan produk-produk pertanian dalam bentuk bahan baku atau belum diolah. Dalam hal ini terdiri dari sub sektor padi (13), sub sektor jagung (14), subsektor pertanian tanaman pangan lainnya (15), subsektor tebu (16), sub sektor kelapa sawit (17), sub sektor pertanian perkebunan lainnya (18) sub sektor industri pemotongan ternak (19) sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya (20) sub sektor kehutanan dan perburuan (21) sub sektor perikanan (22). Sektor pertambangan terdiri dari sub sektor pertambangan batubara, biji logam, minyak dan gas bumi (23) dan sektor pertambangan dan penggalian lainnya (24). Sektor ini pada intinya adalah sektor yang bergerak di dalam aktivitas ekonomi di bidang tambang, penggalian dan eksplorasi minyak. Sektor agroindustri adalah kumpulan dari aktivitas perekonomian yang pada intinya merupakan proses pengolahan bahan baku yang sebagian atau seluruhnya berasal dari hasil-hasil pertanian, atau dengan kata lain yang memproses bahan mentah yang berasal dari produk pertanian menjadi bahan setengah jadi atau menjadi barang jadi. Agroindustri pada SNSE 2003 ini terdiri
75
dari subsektor industri makanan, minuman dan tembakau (25), subsektor industri minyak dan lemak (26), subsektor industri penggilingan padi (27), industri tepung segala jenis (28), sub sektor industri gula (29), sub sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit (30), dan sub sektor industri kayu, barang-barang dari kayu (31). 4.1.2. Tahapan Penyusunan Sistem Neraca Sosial Ekonomi 2003 Pada dasarnya, keseluruhan rancangan (design) sistem matrik. Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) dalam penelitian ini mengikuti design yang sudah terbangun dari SNSE Indonesia yang sudah dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Publikasi SNSE Indonesia pertama kali diterbitkan pada tahun 1975 dan publikasi terakhir yaitu SNSE Indonesia tahun 2003. Selanjutnya SNSE Indonesia tahun 2003 digunakan sebagai dasar penelitian ini. Namun untuk ketajaman analisis dari penelitian ini dilakukan beberapa modifikasi terutama terhadap klasifikasi dari beberapa neraca dalam kerangka SNSE Indonesia Beberapa perubahan yang dilakukan terhadap klasifikasi neraca-neraca dalam sistem ini, utamanya adalah yang berkaitan dengan: 1. Neraca faktor produksi. Dalam penelitian ini Neraca faktor produksi dibedakan menjadi dua neraca pokok yaitu faktor produksi tenaga kerja dan faktor produksi bukan tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja dibedakan lagi menjadi yaitu tenaga kerja pertanian dan bukan pertanian yang selanjutnya dibedakan atas desa dan kota. Sementara faktor produksi bukan tenaga kerja dibedakan atas faktor produksi dari lahan yang diusahakan dan faktor produksi bukan dari lahan lainnya atau kapital lainnya.
76
2. Rincian neraca institusi menggunakan klasifikasi rumahtangga SNSE Indonesia dengan melakukan agregasi seperti rumahtangga pertanian hanya dirinci menjadi rumahtangga buruh tani dan rumahtangga petani atau pengusaha pertanian. 3. Kegiatan produksi atau sektor diarahkan kepada disagregasi sektor pertanian dan pengelompokan untuk industri yang berbasis pada pertanian atau agro industri. Ada beberapa tahapan dalam menentukan isian dan sumber data yang dibutuhkan dalam menyusun kerangka SNSE ini, antara lain: 1. SNSE Indonesia tahun 2003 digunakan sebagai kerangka kerja dalam menyusun SNSE yang akan digunakan dalam penelitian ini. Seperti halnya penyusunan matriks SNSE Indonesia terdahulu, SNSE Indonesia tahun 2003 menggunakan tabel I-O Indonesia sebagai dasar (benchmark) untuk menyusun kerangka SNSE. Tabel I-O yang digunakan adalah tabel I-O Indonesia tahun 2003 yang di up-date. Dengan demikian maka neraca-neraca yang diturunkan dari kerangka SNSE akan konsisten dengan table I-O. Dengan kata lain, agregat-agregat makro yang diperoleh dari kerangka SNSE Indonesia akan sama dengan yang diperoleh dari tabel I-O Indonesia 2003 up-dated. 2. Agregat makro yang terdapat dalam tabel I-O selanjutnya dipasangkan ke dalam isian di masing-masing submatrik dalam SNSE yang diagragasi menjadi matriks 12x12 untuk memperoleh gambaran umum (agregat) perekonomian. Alokasi nilai tambah ke faktor produksi merupakan nilai input primer yang terdapat pada tabel I-O. Demikian pula, isian di masing-masing sub-matriks pada baris di neraca sektor produksi seperti permintaan akhir
77
(kuadran III pada tabel I-O), permintaan antara (kuadran I), serta ekspor dan investasi (kuadran III), sehingga total baris pada neraca sektor produksi merupakan total output pada tabel I-O. Demikian pula isian di masing-masing sub-matriks pada kolom sektor produksi bila dijumlahkan adalah merupakan total input suatu perekonomian. 3. Selanjutnya isi sel sub-matriks yang tidak terdapat dalam tabel I-O diperoleh dari berbagai sumber, baik yang diperoleh dari berbagai survey maupun data sekunder dari berbagai instansi maupun hasil penelitian lainnya. Neraca luar negeri diperoleh terutama dari data Balance of Payment (BOP). Untuk isian pada neraca kapital yang berhubungan dengan luar negeri seperti balas jasa faktor produksi non residen baik tenagakerja maupun balas jasa modal antara lain juga bersumber dari data BOP dan survei terkait. Transfer antarinstitusi, khususnya transfer yang berkaitan dengan rumahtangga, sebagaian besar datanya diperoleh dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumahtangga (SKTIR) serta informasi atau survei lain yang menggali tentang perekonomian rumahtangga. Transfer dalam SNSE dirinci atas penerimaan dan pengeluaran transfer dari atau kepada rumahtangga, perusahaan dan luar negeri. Transfer dari rumahtangga dikeluarkan hanya untuk rumahtnagga dan untuk pemerintah. Transfer dari perusahaan dikeluarkan untuk rumahtangga, perusahaan, pemerintah dan luar negeri. Selanjutnya transfer dari pemerintah hanya dikeluarkan untuk rumahtangga, pemerintah dan luar negeri. Selanjutnya neraca pemerintah berasal dari data yang bersumber dari statistik keuangan pemerintah (APBN). Dari statistik keuangan pemerintah (K1; K2; K3) juga dapat diperoleh
78
informasi tentang transfer. Tabungan dalam neraca kapital merupakan residual dari keseluruhan sistem. Hal ini dilakukan karena keterbatasan data mengenai tabungan secara lengkap. Namun demikian, harus tetap memperhatikan pula beberapa sumber yang tersedia seperti tabungan rumahtangga (SKTIR), survey industri untuk laba/keuntungan yang ditahan perusahan, neraca keuangan pemerintah untuk tabungan pemerintah. 4. Selanjutnya dari kerangka matriks SNSE agregat yang sudah terbentuk, dilakukan disagregasi terhadap masing-masing sub-matriks sesuai dengan klasifikasi yang telah ditentukan sebelumnya. Disagregasi dilakukan terhadap antara lain nilai tambah setiap kegiatan sektor menurut klasifikasi tenaga kerja dan modal/kapital serta mengkaitkan dengan institusi penerima balas jasa faktor produksi atau pemilik faktor produksi. Informasi yang berkaitan dengan balas jasa yang diteriima oleh faktor produksi, maupun institusi penerima balas jasa faktor produksi menggunakan berbagai informasi seperti survey industri, survey pertambangan survey konstruksi, SUSENAS, SKTIR dan sebagainya untuk memperkirakan surplus usaha masing-masing sektor atau dari masing-masing institusi rumahtangga, swasta dan pemerintah dan luar negeri Total balas jasa faktor produksi tenaga kerja serta total balas jasa faktor produksi bukan tenaga kerja atau modal yang diduga berdasarkan hasil survey-survei tersebut harus sama dengan total kode 201 (balas jasa faktor produksi tenaga kerja) dan 205 minus 201 untuk faktor produksi bukan tenaga kerja. Disagregasi konsumsi akhir untuk setiap komoditi menurut klasifikai rumahtangga diperkirakan dengan menggunakan informasi dari SUSENAS
79
dan SKTIR. Total konsumsi per komoditi pada konsumsi akhir rumahtangga juga harus sama dengan rincian per komoditi pada tabel I-O (isian kode 301) 5. Data cleaning dan error correction. Hal ini dilakukan terhadap kesalahan pendugaan antara lain yang bersifat absolut seperti jumlah jam kerja maksimum yang dapat dilakukan oleh seorang pekerja atau pendapatan serta pengeluaran minimum atau maksimum yang dilakukan oleh seseorang atau rumahtangga. Kesalahan bersifat relatif seperti jumlah jam kerja utama relatif lebih besar dari jam kerja dari pekerjaan tambahan. Serta kesalahan komparatif seperti rumahtangga petani harus memiliki pendatapatan dari pertanian atau pengusaha harus memiliki pendapatan dari usaha. Mengingat isian masing masing sel menggunakan berbagai informasi dengan konsep dan metodologi pengumpulan data yang berbeda maka informasi yang diperoleh menghasilkan tingkat akurasi yang berbeda. Informasi dari survey-survei yang bersifat nasional adalah lebih reliable dibandingkan dengan survey-survei kecil atau study-studi kecil lainnya. Sumber data yang telah terintegrasi dan detail (seperti tabel I-O) lebih kredibel dibandingkan data yang bersifat agregat dan sebagainya. 6. Rekonsiliasi akhir. Setelah semua sel diisi maka penyusunan SNSE pada putaran pertama yang menggunakan informasi yang berbeda dan dari sumber yang berbeda selanjutnya dilakukan rekonsiliasi. Rekonsiliasi dilakukan terhadap masing-masing sel mengingat isian jumlah kolom dan baris suatu neraca, pada putaran pertama, nilainya belum tentu sama. Karena SNSE merupakan matriks bujur sangkar dimana jumlah pengeluaran (baris) harus sama dengan jumlah penerimaan (kolom) di masing-masing neracanya, maka,
80
untuk itu, diperlukan adjustment untuk menyamakan total kolom dan baris di masing-masing neraca tersebut. Adjustment dilakukan terhadap sel-sel yang diperkirakan/diduga secara terpisah dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan data dasar yang digunakan serta parameter yang ada dan hubungan antar variabel dalam kerangka SNSE yang digunakan dalam penelitian ini. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang ada kaitannya dengan materi penelitian ini, seperti : 1. Tabel Input-Output Indonesia 2003. 2. Tabel SNSE Indonesia 2003. 3. PDB Indonesia 1993-2003 baik atas dasar harga konstan 1993 maupun atas dasar harga berlaku. 4. PDB Indonesia 2000-2006 baik atas dasar harga konstan 2000 maupun atas dasar harga berlaku. 5. Data Jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja (1993-2006). 6. Data Jumlah Penduduk Indonesia (1993-2006). 7. Data Ekspor-Impor 1993-2003. 8. Data Statistik Pertanian tahun 2002. 9. Sensus Pertanian tahun 2003. 4.3. Analisis Kuantitatif dalam Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi 4.3.1. Analisis Angka Pengganda Analisis pengganda (multiplier) di dalam model SAM dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu: pengganda neraca (accounting multiplier) dan pengganda harga tetap (fixed price multiplier). Analisis accounting multiplier
81
pada prinsipnya sama dengan multiplier dari Leontief Inverse Matrix yang diuraikan dalam model I-O. Ini berarti semua analisis multiplier yang terungkap pada model I-O seperti own multiplier, other linkage multiplier, dan total multiplier dapat juga diterapkan dalam analisis SAM. Sedangkan analisis fixed price multiplier menjurus pada analisis respon rumahtangga terhadap perubahan neraca eksogen yang memperhitungkan expenditure propensity. Untuk memahami model SAM secara lebih baik, terlebih dahulu disajikan sebuah skema sederhana sebagaimana terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Skema Sederhana Sistem Neraca Sosial Ekonomi Pengeluaran Penerimaan
Faktor Produksi
Institusi
Sektor Produksi
Neraca Eksogen
1
2
3
4
Sektor
Neraca
Institusi
Produksi
Eksogen
Total
1
2
3
4
5
T11
T12
T13
X14
Y1
0
0
T21
T22
Alokasi pendapatan faktor ke institusi
Transfer antarinstitusi
T31
T32
0
Perminaan domestic
T41
T42
Faktor Produksi
Alokasi Tabungan pendapatan pemerintah, factor ke luar swasta dan negeri rumahtangga
Alokasi nilai Pendapatan Distribusi tambah ke factor pendapatan produksi dan factor faktorial luar negeri produksi T23
0
T33
Permintaan antara
T43
Impor dan pajak tidak langsung
X24
Trasfer dari luar negeri X34
Ekspor dan investasi
X44
Trasfer lainnya
Y2
Distribusi pendapatan institusional Y3
Total output menurut sektor produksi Y4
Total Penerimaan neraca lainnya
Berdasarkan skema sederhana model SAM tersebut dapat dirumuskan persamaan matrix umum sebagai berikut:
82
Y = T + X dimana, ⎛0 ⎜ T = ⎜ T21 ⎜0 ⎝
…………………………………………… (1) 0
T22 T32
T12 ⎞ ⎟ 0 ⎟ T33 ⎟⎠
Matrix transaksi T menunjukkan adanya transaksi antar neraca seperti T13, T21, T32 dan transaksi dalam neraca sendiri yaitu: T22 dan T33. Selanjutnya jika besarnya kecenderungan rata-rata pengeluaran, Aij, dianggap sebagai perbandingan antara pengeluaran sector j untuk sektor ke i dengan total pengeluaran ke j (Yj), maka : Aij = Tij / Yj ............................................................................................ (2) Atau dalam bentuk matrix adalah : ⎛0 ⎜ A = ⎜ A21 ⎜0 ⎝
0 A22 A32
A13 ⎞ ⎟ 0 ⎟ A33 ⎟⎠
Jika persamaan (1) dibagi dengan Y, maka diperoleh : Y/Y = T/Y + X/Y ................................................................................... (3) Selanjutnya persamaan (2) disubsitusikan ke persamaan (3) sehingga kita memperoleh persamaan 7 berikut ini: I = A + X/Y ............. ……………………………………………………..(4) I – A = X/Y ..................………………………………………………….(5) (I – A)Y = X ................ ………………………….……………………… (6) Y = (I – A)-1 X ..............………………………..………………………..(7) Jika, Ma = (I – A)-1………………………..……………………….. ....... (8) maka, Y = Ma X .........………………………..………………………..(9) dimana Ma adalah accounting multiplier. Pyatt and Round (1985) melakukan dekomposisi terhadap accounting multiplier Ma tersebut, dimana hasilnya dalam bentuk multiplikatif :
83
Ma = Ma3Ma2Ma1 .............................................................................................................................(10) atau secara aditif dapat ditulis : Ma = I + Ma1 - I + (Ma2 -I) Ma1 + (Ma3 - I) Ma2 Ma1 ... …………………(11) Secara berurutan matrix Ma1, Ma2, dan Ma3 dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, Ma1 disebut sebagai multiplier transfer yang menunjukkan pengaruh dari satu blok neraca pada dirinya sendiri, yang dirumuskan sebagai berikut: Ma1 = (I – A0 ) –1 .................................................................................... (12) dimana,
⎛0 ⎜ A = ⎜0 ⎜ ⎝0 o
A13 ⎞ ⎟ 0 ⎟ ⎟ A33 ⎠
0 A22 A32
sehingga, M a1
⎛0 ⎜ = ⎜0 ⎜ ⎜0 ⎝
0
(I − A22 )
⎞ ⎟ ⎟ 0 ⎟ (I − A33 )−1 ⎟⎠ 0
−1
0
Kedua, Ma2 adalah multiplier open loop atau cross effect yang menunjukkan pengaruh langsung dari satu blok ke blok lain. Dalam hal ini Ma2 dapat dirumuskan : Ma2 = (I + A* + A*2) ............................................................................. (13) dimana, A* = (I – A0)-1 (A – A0) Oleh karena, A*13 = A13 A*21 = (I – A22)-1 A21 A*32 = (I – A33)-1 A32
maka Ma2 dapat ditulis sebagai berikut:
84
⎛I ⎜ = ⎜ A* 21 ⎜ * * ⎜ A32 A21 ⎝
M a2
⎞ ⎟ A A ⎟ ....................................................... (14) ⎟ ⎟ I ⎠
* A13* A32
A13*
* 21
I * A32
* 13
Ketiga, Ma3 merupakan closed loop yang menunjukkan pengaruh dari satu blok ke blok lain, kemudian kembali pada blok semula. Dalam bentuk matrix Ma3 dapat ditulis sebagai berikut : M a 3 = ( I − A3* ) −1
(
⎛ I − A* A* A* 13 32 21 ⎜ ⎜ =⎜ 0 ⎜⎜ 0 ⎝
Dekomposisi
)
−1
0
(I − A
* 21
* A13* A32
0
account
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ .............. (15) 1 − * * I − A32 A21 A13* ⎟⎟ ⎠
0
multiplier
)
−1
(
tidak
)
hanya
dilakukan
dengan
menggunakan pendekatan rata-rata, melainkan juga dengan pendekatan marjinal. Untuk hal ini dibutuhkan sebuah matrix yang disebut marginal expenditure propensities yang dinotasikan dengan C. Matrix C dibentuk berdasarkan asumsi harga konstan (fixed price), sehingga multiplier yang diperoleh dengan cara ini seringkali disebut fixed price multiplier. Pada dasarnya antara matrix C dan matrix A tidak jauh berbeda. Kalau matrix A diperoleh dari rata-rata pengeluaran, sedangkan matrix C diperoleh dari marjinalnya, atau : C = ∂T/∂Y ............................................................................................ (16) ⎛ 0 ⎜ C = ⎜ C 21 ⎜ 0 ⎝
0
C 22 C 32
0 ⎞ ⎟ 0 ⎟ C 33 ⎟⎠
karena Y = T + X, maka : ∂Y = ∂T + ∂X ...... ……………………………………………………(17) ∂Y = C∂T + ∂X
85
∂Y = (I – C)-1 ∂X ........…………..……………………………………..(18) atau, ∂Y = Mc ∂X ............................................................................................ (19) Dimana Mc disebut fixed price multiplier, yang selanjutnya dapat di dekomposisi ke dalam Mc1 (multiplier transfer), Mc2 (open loop mutiplier), dan Mc3 (closed loop multiplier), sehingga : Mc = Mc3Mc2Mc1 ..................................................................................... (20) Bentuk matrix Mc3, Mc2, Mc1 sama seperti pada matrix dekomposisi sebelumnya, hanya saja yang digunakan disini adalah adalah marjinal pengeluaran. 4.3.2. Structural Path Analysis
Structural Path Analysis (SPA) adalah suatu metode analisis yang dapat digunakan untuk dapat melacak interaksi penting yang berasal dari suatu sektor yang spesifik dan berakhir dengan sektor spesifik yang lain di dalam suatu perekonomian. Metode SPA ini juga menunjukkan bagaimana suatu pengaruh ditransmisikan dari suatu sektor ke sektor lainnya melalui suatu konstruksi grapikal pengaruh. Di dalam metode ini setiap unsur dari neraca penggandaan SAM bisa diuraikan ke dalam pengaruh langsung, total dan global. Pengaruh langsung atau Direct Influence (ID) direpresentasikan sebagai bentangan atau jalur awal yang tidak melewati titik yang sama. Di dalam Gambar 5 terlihat jalur awal diukur sepanjang bentangan garis ij, yang menunjukkan petani (sektor j) bisa membeli minyak secara langsung dari produsen minyak (sektor i). Pada kasus ini, jalur awal juga disebut jalur sepanjang I sebab jalur ini hanya mempunyai satu bentangan. Tiap average expenditure propensity, aji, bisa diinterpretasikan sebagai penyedot (magnitude) dari pengaruh transmisi dari sektor i ke sektor j. Matriks An di dalam model SAM menangkap pengaruh
86
langsung jejaring kerja dari jalur awal, oleh karenanya matriks An disebut juga sebagai matriks pengaruh langsung yang diformulasikan sebagai berikut :
ayx Chemicals Industry axi
Wholescale/retail y service sector
x
axz
axy
ajy
azy
z
Oil producer i (energy sector)
j
avi avi
s
Farmers
ajs ayx
Refinery v
ayv Sumber : Defourney dan Thorbecke (1984) dalam Daryanto (2001) Gambar 10. Contoh Kemungkinan Keterkaitan antara Dua Sektor ID (i Æ j) = aij ................................................................................ (21) Pengaruh langsung bisa diukur sepanjang jalur awal yang mengandung lebih dari satu bentangan . Dalam gambar 2 jalur awal antara i dan j berisikan 2 bentangan (i Æ sÆ j), disebabkan ada 2 bentangan disebut juga dengan jalur sepanjang 2. Petani (j) membeli minyak dari penyedia gas (s) yang menerima minyak dari
87
produsen minyak. Hubungan ini secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut : ID (i,s,j) = asi ajs ........................................................................... (22) Pengaruh total atau total influence (IT) adalah jalur awal yang sudah given (iÆj) merupakan pengaruh yang ditransmisikan dari i ke j meliputi pengaruh langsung (ID) sepanjang jalur dan pengaruh tidak langsung yang timbul dari adjacent circuits kepada jalur tersebut. Transmisi efek tidak langsung sebagai hasil efek umpan balik yang diperoleh sebagai jalur Pengganda (Mp). Pengaruh total (IT) dihitung dapat diperoleh melalui perkalian pengaruh langsung oleh jalur pengganda, Mp, yang ditangkap melalui perluasan pengaruh langsung (ID) sepanjang jalur yang diperkeras melewati efek adjacent circuit arus balik.Secara matematis dapat dihitung sebagai berikut : IT(i → j)p = ID(i → j)Mp ............................................................... (23) Jika IT bergerak sepanjang jalur dengan panjang 3, i → x→ y → j pada Gambar 5, selanjutnya : IT (i, x, y, z ) p = axi ayx a jy [I - ayx (axy + azy axz)]-1 .......................... (24) Dimana di bagian pertama merupakan representasi Pengaruh langsung , ID(i → j)p = axiayxajy , dan bagian ke dua merupakan jalur pengganda Mp = [I - ayx (axy + azy axz )]-1...........................................………... .. (25) Pada gambar10 terlihat pengaruh total ada pada jalur sepanjang 3 (i→x→y→j) , petani membeli input kimia dari sektor jasa retail (y) yang menggunakan input dari industri kimia. Industri kimia membeli input bahan bakar e.g. dari produsen minyak (i). Pengaruh arus balik langsung dan tidak langsung pada kasus kita tergambar oleh bentangan langsung dari y ke x. Pengaruh arus balik langsung dan
88
tidak langsung mengindikasikan bahwa sektor jasa retail (y) membeli input secara langsung dari industri kimia (x). Pengaruh arus balik tidak langsung (azy dan axz) mengindikasikan bahwa sektor jasa retail (y) membeli output dari lembaga perusahaan yang bergerak di pengembangan dan penelitian (R&D). (z) yang memperoleh input dari sektor industri kimia (x). Pengaruh global (IG) dari simpul i ke simpul j merupakan ukuran sederhana dari pengaruh total pada pendapatan atau output dari simpul j didorong oleh perubahan i unit output atau pendapatan di simpul i. Pengaruh global bisa dianggap memiliki sama dengan jumlah pengaruh total sepanjang jalur dasar yang menghubungkan simpul idan simpul j. Pengganda harga, tetap (Ma) dapat dipandang sebagai matriks pengaruh global. Dekomposisi dari pengaruh global dapat diekspresikan sebagai berikut : n
IG(i → j) = maji =
∑ IT
(i → j) p =
P =1
∑ ID (i → j) Mp ........................(26)
dimana :
IG(i → j)
= Pengaruh global dari kolom ke i ke baris kej di dalam matriks SNSE.
maji
= Elemen kej,i dari matriks pengganda neraca Ma
IT (i→ j)
= Pengaruh total dari i ke j
ID(i → j)
= Pengaruh langsung dari i ke j
Mp
= Pengganda jalur sepanjang jalur p
Pada Gambar 5 terdapat 3 (tiga) jalur utama yang mempunyai asal dari i dan tujuan j yang sama., yaitu (i,x,y,j),(i,s,j) dan (i,v,j). Untuk menyederhanakan, dengan mengacu pada jalur awal dengan notasi 1, dan yang ke dua serta terakhir dengan notasi 2 dan 3., dengan menggunakan persamaan (26), pengaruh global dapat dituliskan lebih lengkap sebagai berikut :
89
IG(i→ j) = IT (i, x, y, j) + IT(i, s, j) + IT(i, v, j) = IT (i → j)1 + IT(i → j)2 +IT(i → j)3 = ID (i → j)1 M1 + asi ajs + (avi ajs)(I - avy)-1 = ID (i → j)1 M1 + ID(i → j)2 + ID(i → j)3 M3 ................... (27)
Structural Path Analysis (SPA) telah terbukti sebagai alat berharga untuk mengidentifikasi keterkaitan penting di dalam model SNSE yang kompleks. Akan tetapi ada suatu problem besar dalam pendekatan ini yaitu banyaknya jalur yang harus diidentifikasi dalam perekonomian secara keseluruhan, dan merupakan suatu hal yang sulit untuk meringkas suatu penemuan (Sonis, Hewings dan Lee, 1994). 4.4. Aplikasi Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi 4.4.1. Analisis Struktur Ekonomi
Berdasarkan data SNSE dapat dilakukan analisis mengenai struktur ekonomi Indonesia, bagaimana perubahan yang terjadi dilihat dari sisi nilai tambah (value added) masing-masing sektor dan sektor mana yang mempunyai nilai tambah tertinggi dibandingkan dengan sektor lain, dan bagaimana arus perdagangan luar negeri yang terlihat, sektor mana penghasil devisa utama dan sebaliknya sektor mana yang banyak menghabiskan devisa. Disamping itu melalui analisis struktur ekonomi Berdasarkan data SNSE ini, akan terlihat sejauhmana peran tenaga kerja terhadap pembentukan PDB, terutama dalam memberikan nilai tambah dibandingkan dengan kapital (rente). 4.4.2. Pengganda Sistem Neraca Sosial Ekonomi
Pengganda SNSE pada prinsipnya hampir sama dengan pengganda InputOutput yang terbagi dalam, pengganda terhadap dirinya sendiri (own multiplier),
90
pengganda terhadap sektor lain (other sector income multiplier) dan pengaruh terhadap pendapatan rumah tangga (household induced income multiplier) . Dalam pengganda SNSE ini akan tergambarkan seberapa besar pengaruh sektor pertanian jika terjadi peningkatan
permintaan akhir (final demand)
terhadap produk di sektor pertanian. Peningkatan permintaan di sektor pertanian akan mempengaruhi kenaikan produksi semua sektor, termasuk sektor pertanian itu sendiri, yang biasa disebut own multiplier (pengganda terhadap dirinya sendiri). Pengganda SNSE pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan pengganda Input-Output, dikarenakan penghitungan pengganda SNSE tidak hanya pada sektor produksi saja akan tetapi melibatkan semua neraca endogen (faktor produksi dan Institusi). Dalam Peningkatan permintan sektor pertanian, akan terlihat pengaruh ke seluruh neraca endogen, seberapa besar pengaruh peningkatan permintaan sektor pertanian terhadap sektor-sektor yang lain, dan neraca endogen yang lain seperti ke rumah tangga dan tenaga kerja. Perbandingan pengganda SNSE sangat penting dilakukan karena diharapkan bisa menunjukkan
arah dan strategi suatu kebijakan dalam
pembangunan sektor pertanian. Berdasarkan besaran pengganda SAM ini dapat dipilih sektor mana yang sebaiknya dilakukan penguatan alokasi pendanaan dan dukungan lainnya (diinjeksi) agar dapat memberikan peningkatan total produksi yang paling besar atau pada sektor mana, injeksi (shock) dilakukan agar diperoleh peningkatan pendapatan masyarakat (untuk seluruh jenis rumah tangga) yang paling optimum, dan jika kebijakan yang dipilih adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan, injeksi diarahkan pada sektor yang
91
mempunyai besaran pengganda paling tinggi bagi peningkatan pendapatan seluruh kelompok rumah tangga. 4.4.3. Transfer terhadap Kelompok Rumahtangga
Suatu kebijakan dapat diterapkan dengan maksud dan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan kelompok penduduk (rumahtangga) tertentu dengan pertimbangan
pada
kelompok
tersebut
terpusat
kelompok
golongan
berpenghasilan rendah. Salah satu simulasi yang akan dilakukan adalah suatu kebijakan berupa transfer secara langsung kepada suatu kelompok rumahtangga. Melalui simulasi ini, diharapkan dapat diketahui seberapa besar respon suatu kelompok rumahtangga terhadap suatu kebijakan tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan rumahtangga itu sendiri, dan kaitannya dengan peningkatan produksi dari suatu sektor tertentu maupun terhadap perekonomian secara keseluruhan. 4.4.4. Analisis Jalur Struktural
Analisis Jalur Struktural atau SPA adalah suatu metode analisis yang dapat mengidentifikasi
transaksi-transaksi yang terjadi dengan melacak jalur
keterkaitan dari suatu sektor asal
ke sektor-sektor tujuan. Metode ini
menunjukkan bagaimana pengaruh transmisi satu sektor ke sektor lainnya melalui penelusuran jalur
struktur perekonomian. Dalam model ini setiap unsur dari
pengganda SNSE dapat didekomposisi menjadi pengaruh langsung, total dan global. 4.4.5. Simulasi Kebijakan
Simulasi kebijakan dilakukan melalui kebijakan yang dapat mempengaruhi neraca eksogen di dalam SNSE, yang selanjutnya akan berdampak pada indikator
92
perekonomian Indonesia lainnya, seperti tingkat pendapatan, produksi nasional, neraca perdagangan dan lain-lain. Dengan kata lain simulasi kebijakan ditujukan untuk mengetahui seberapa besar dampak dari suatu peningkatan atau penurunan atas suatu permintaan terhadap suatu sektor sebagai akibat perubahan faktor eksogen (misal : pengeluaran pemerintah, tarif, pajak, kenaikan upah dan sebagainya), sehingga terlihat kebijakan seperti apa yang paling optimal dan efektif untuk mencapai sasaran atau target yang ditetapkan. Simulasi ini dilatar belakangi asumsi adanya pertumbuhan di sektor produksi pertanian baik untuk kebutuhan domestik maupun pasar ekspor terkait dengan prediksi meningkatnya harga komoditas pertanian seiring dengan meningkatnya permintaan atas komoditas tersebut, dikaitkan
dengan adanya
pertumbuhan pendapatan yang pesat di negara-negara Asia khususnya negara Asia dengan sumberdaya tanah dan air yang terbatas dapat mengakibatkan gelombang besar impor makanan dibarengi dengan meningkatnya harga energi dan harga pupuk serta kompetisi antara pangan, pakan ternak dan bio fuel (World Development Report, 2008). Skenario kebijakan yang akan disimulasikan dalam model SNSE ditujukan untuk dapat melihat dampak pengaruh dan peranan sektor pertanian seandainya sektor tersebut dalam kondisi meningkat produksinya atau permintaan produksi pertanian dari luar negeri mengalami peningkatan dalam jumlah tertentu dan bagimana dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga, upah tenaga kerja, penyerapan tenaga kerja, total produksi, Produk Domestik Bruto serta
bagi
perekonomian nasional. Skenario juga dilakukan terhadap sektor agroindustri dan non pertanian dengan tujuan sebagai pembanding terhadap kebijakan di bidang
93
pertanian dilihat dari sisi output, distribusi income dan keterkaitan antar sektor. Skenario ini dilakukan dengan asumsi pemerintah dengan berbagai program kebijakan yang dilakukan dapat melakukan peningkatan produksi atau ekspor di sektor tersebut. Adapun skenario-skenario simulasi kebijakan yang akan disimulasikan terdiri dari 9 (sembilan) kebijakan sebagaimana berikut ini: Simulasi 1
: Peningkatan produksi sektor pertanian primer sebesar 10 triliun rupiah dengan peningkatan secara proporsional ke seluruh sub sektor dalam sektor pertanian primer.
Simulasi 2
: Peningkatan produksi sektor agroindustri
sebesar 10 triliun
rupiah dengan peningkatan secara proporsional ke seluruh sub sektor dalam sektor agroindustri. Simulasi 3
: Peningkatan produksi sektor pertanian primer dan agroindustri sebesar 10 triliun yang terbagi secara proporsional ke sektor agroindustri dan sektor pertanian primer
Simulasi 4
: Peningkatan produksi sektor non pertanian sebesar 10 triliun rupiah yang terbagi secara proporsional ke sektor non pertanian.
Simulasi 5
: Bantuan tunai ke RT buruh tani dan Rumahtangga golongan rendah di desa sebesar 10 triliun secara merata
Simulasi 6
: Dukungan terhadap harga gabah sebesar 10 triliun melalui transfer pendapatan untuk menambah keuntungan sektor padi yang kemudian terdistribusi kepada 2 kelompok RT buruh tani dan RT pengusaha tani.
Simulasi 7
: Kenaikan ekspor pertanian primer sebesar 10 triliun rupiah
94
Simulasi 8
: Kenaikan ekspor pertanian primer dan agroindustri sebesar 10 triliun rupiah
Simulasi 9
: Kenaikan ekspor sektor non pertanian 10 triliun rupiah
Peningkatan produk pertanian dalam simulasi di atas berbeda dengan peningkatan besaran ekspor, dengan asumsi peningkatan produksi sektor pertanian adalah peningkatan semua subsektor pertanian berdasarkan angka proporsional dari masing-masing subsektor, sedangkan pada ekspor angka diperoleh dari angka proporsional terhadap ekspor dari sub sektor yang bersangkutan. Agar selaras dengan tujuan penelitian ini, dan terhadap data sekunder yang diperoleh tersebut dilakukan pengolahan dengan rekapitulasi, penguraian lebih lanjut untuk memperoleh penajaman interpretasi. Untuk mendapat validitas dan ketepatan pengolahan presisinya tinggi, akan digunakan beberapa perangkat lunak, seperti MATS, Gams, dan Microsoft Office Excel.