3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958). 3.3.3 Analisis Data Analisis dilakukan dengan dengan cara mengkorelasikan profitabilitas dengan faktor agroiklimtologi pada daerah kajian.
IV. PEMBAHASAN 4.1 Neraca Air Lahan 4.1.1 Curah Hujan Curah hujan merupakan sumber air utama untuk perkebunan kentang di daerah Cikajang-Garut. Curah hujan bulanan di daerah Cikajang-Garut memiliki variabilitas yang cukup besar. Variabilitas curah hujan pada daerah ini terlihat pada perbedaan antara curah hujan minimum bulanan dan curah hujan rata-rata bulanan yang cukup besar (Gambar 1). Data curah hujan ini akan digunakan untuk menentukan neraca air lahan untuk mengetahui produktifitas kentang di Cikajang-Garut. Berdasarkan data curah hujan periode tahun 1998 sampai tahun 2008 yang diperoleh dari BMKG. curah hujan rata rata
tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan curah hujan rata-rata sebesar 394 mm, dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dengan rata rata 19 mm (Tabel 2) Variabilitas hujan terbesar besar terjadi selama musim hujan yaitu pada bulan Maret dan November. Pada musim kering variabilitas hujan tidak terlalu besar. Variabilitas hujan pada bulan Maret tercatat dengan curah hujan minimum sebesar 149 mm dan curah hujan maksimum sebesar 677 mm, rata-rata curah hujan pada bulan tersebut sebesar 394 mm. Variabilitas hujan pada bulan November dengan curah hujan minimum sebesar 29.8 mm, curah hujan maksimum sebesar 713 mm dan curah hujan rata-rata sebesar 318 mm. Jumlah hari hujan rata-rata pada bulan Maret 22 hari dan pada bulan November 17 hari (Tabel 2) sehingga pada bulan tersebut kelembaban sangat besar. Variabilitas curah hujan terkecil terjadi pada musim kering yaitu pada bulan Agustus dengan curah hujan minimum 0 mm atau tidak terjadi hujan, curah hujan maksimum 83 mm dan dengan curah hujan rata-rata sebebsar 19 mm. Jumlah hari hujan rata-rata pada bulan Agustus adalah 2 hari dalam sebulan. Pada beberapa tahun data bulan Agustus tercatat tidak terjadi hujan seperti pada tahun 2003, 2006, 2007, dan tahun 2008 (Tabel 1) sehingga pada bulan tersebut kelembaban sangat rendah.
Tabel 1. Tabel jumlah hari hujan periode tahun 1998-2008 di Cikajang-Garut 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
Jan 16 23 23 16 21 19 25 20 28 16 24 21
Feb 20 14 15 20 15 18 17 21 22 20 23 19
Mar 28 24 24 28 21 18 21 22 12 22 23 22
Apr 23 16 16 23 13 8 12 15 23 23 17 17
May 11 7 7 11 3 7 9 3 15 12 6 8
Jun 14 3 3 14 0 0 5 10 1 17 0 6
Jul 12 2 2 12 4 0 3 4 0 0 0 4
Aug 8 2 2 8 0 0 0 2 0 0 0 2
Sep 3 1 1 3 0 2 2 7 0 0 2 2
Okt 11 12 17 11 1 5 2 8 0 8 14 8
Nov 20 25 28 20 10 14 15 6 10 17 26 17
Des 18 23 17 18 19 20 18 22 23 20 22 20
Sumber : BMKG Pusat (2010)
3
Tabel 2. Tabel curah hujan (mm) bulanan Cikajang periode 1998-2008 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agus Sept 1998 213 725 677 217 67 249 106 83 48 1999 408 296 437 340 67 42 10 18 3 2000 408 346 437 340 67 42 10 18 3 2001 213 725 677 217 67 249 107 83 48 2002 375 148 382 210 38 0 81 0 0 2003 267 222 300 94 141 0 0 0 8 2004 355 268 347 132 118 13 19 0 42 2005 432 310 317 295 38 65 29 7 58 2006 391 501 150 289 228 6 0 0 0 2007 264 239 316 365 197 122 0 0 0 2008 238 121 295 268 59 0 0 0 7 minimum 213 121 150 94 38 0 0 0 0 maksimum 432 725 677 365 228 249 107 83 58 rata-rata 324 355 394 251 99 72 33 19 20
Okt 210 205 270 210 6 66 5 78 0 95 317 0 317 133
Nov 713 337 412 713 88 355 133 106 30 175 440 30 713 318
Des 320 255 222 320 279 272 205 197 229 223 515 197 515 276
800
Ch rata rata
Curah Hujan (mm)
700 600 500 400 300 200 100 0
1
2
3
4
5
6
7 Bulan
8
9
10
11
12
Gambar 1. Rata-rata dan simpangan baku curah hujan bulanan Cikajang Periode 1998- 2008 4.1.2
Suhu dan Evaporasi Potensial Rata-Rata Suhu mempengaruhi evapotranspirasi melalui empat cara sebagai berikut. Pertama, jumlah uap air yang dapat dikandung udara (atmosfer) meningkat secara eksponensial dengan kenaikan suhu udara. Kedua, udara yang panas dan kering dapat mensuplai energi ke permukaan. Ketiga, akan dibutuhkan lebih sedikit energi untuk menguapkan air yang lebih hangat sehingga dengan masukan energi yang sama akan lebih banyak uap air yang dapat diuapkan pada air yang lebih hangat. Keempat, Suhu juga dapat mempengaruhi penguapan melalui pengaruhnya pada celah (lubang) stomata daun (Rosenberg et, al, dalam Usman 2004). Data suhu rata rata yang digunakan adalah data suhu rata rata bulanan daerah Bandung. Penggunaan Data suhu daerah Bandung dikarenakan tidak terdapat pengukuran suhu di wilayah kajian sehingga
digunakan data daerah Bandung yang memiliki jarak terdekat dengan lokasi. Menduga suhu di Cikajang-Garut menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997). Berdasarkan data dapat diketahui suhu rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan suhu rata-rata 20.5°C dan terendah pada bulan Juli dengan suhu rata-rata 19.4°C (Tabel. 3). Evaporasi merupakan gabungan antara evaporasi tanah dan transpirasi tanaman. Evaporasi potensial (ETp) adalah penguapan terbesar dari suatu komunitas tanaman (Handoko, 1994a). Evapotranspirasi dihitung berdasarkan suhu pada daerah Cikajang dengan menggunakan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958). Evapotranspirasi potensial terbesar terjadi pada bulan Oktober dengan evapotranspirasi potensial sebesar 74 mm, dan ETp terkecil pada bulan Juli dengan evapotranspirasi 64 mm (Tabel 6).
4
Tabel 3. Estimasi suhu rata-rata (°C) di daerah Cikajang Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Januari 21.4 20.5 20.0 20.0 20.6 20.9 20.7 Februari 20.8 20.2 20.2 20.1 20.3 20.5 21.2 Maret 20.8 20.5 20.5 20.5 20.8 19.1 20.3 April 21.0 20.7 20.4 20.7 21.1 20.1 19.2 Mei 21.6 20.0 21.0 20.9 21.3 20.8 20.2 Juni 19.8 20.0 20.2 20.5 20.8 19.9 19.7 Juli 19.8 19.6 20.3 19.8 20.5 18.2 18.6 Agustus 20.8 19.8 20.4 20.6 20.3 20.6 20.7 September 21.0 20.8 21.4 21.1 21.1 21.3 19.9 Oktober 20.8 20.5 21.0 20.1 22.3 21.3 20.7 November 20.8 20.4 20.7 20.5 21.7 21.3 20.2 Desember 20.9 20.3 21.2 21.4 20.9 20.4 19.6
2005 20.7 20.5 18.2 18.2 18.2 18.2 17.0 17.3 18.3 18.0 18.0 18.4
2006 19.7 19.7 19.9 20.2 20.7 20.1 19.5 19.9 19.9 19.8 19.9 20.3
2007 19.9 19.9 19.8 20.2 20.9 20.4 20.4 20.3 20.6 21.2 21.0 20.6
2008 rata-rata 20.0 20.4 20.3 20.3 20.2 20.1 20.3 20.2 20.1 20.5 19.9 20.0 19.2 19.4 19.5 20.0 20.4 20.5 21.2 20.6 21.1 20.5 20.8 20.4
* Berdasarkan data suhu rata-rata bulanan Bandung diolah dengan persamaan Braak (Djaenuddin et al. 2003) (Sumber : BMKG Pusat , 2010) 21.0
suhu (°C)
20.5 20.0 19.5 19.0 18.5
Bulan Gambar 2. Suhu rata-rata bulanan Cikajang 4.1.3 Kelembaban Nisbi Berdasarkan Tabel 4, kelembaban nisbi rata-rata meningkat pada bulan November hingga bulan April dan mulai turun padan bulan Mei hingga Oktober. Kelembaban nisbi tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Februari, dengan kelembaban nisbi sebesar 83 % sedangkan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus, dengan kelembaban nisbi sebesar 71 %.
Data kelembaban nisbi yang dipakai adalah data kelembaban nisbi daerah Bandung. Hal ini disebabkan tidak ada data kelembaban nisbi di daerah Cikajang. Data kelembaban nisbi daerah Bandung dipakai karena daerah Bandung merupakan daerah terdekat dari Cikajang sehingga diprediksi memiliki kelembaban yang relatif sama.
Tabel 4. Kelembaban nisbi rata-rata di Bandung (%) Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun 2004 84 82 81 80 76 72 2003 84 81 82 83 80 81 2002 85 85 82 78 82 77 2001 79 82 83 79 71 75 Rata-rata 83 83 82 80 77 76
Jul 68 74 70 71 71
Aug 67 74 76 72 72
Sep 67 70 76 73 71
Okt 67 71 84 76 75
Nov 79 78 84 76 79
Des 80 82 81 80 81
Sumber : BMKG Pusat (2010)
5
4.1.4
Lama penyinaran matahari
Tabel 5. Lama penyinaran matahari di Bandung (%) antara pukul 08.00-16.00 Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep OKt 1994 36 46 48 53 50 63 55 59 45 52 1995 56 52 59 57 59 58 65 75 65 54 1996 23 46 55 55 69 59 71 64 47 57 1997 41 59 57 62 69 67 75 85 72 73 1998 48 59 45 68 54 67 72 68 78 48 1999 44 46 66 70 55 64 71 72 79 55 2000 37 49 57 64 55 60 76 70 77 74 2001 58 47 49 57 63 81 79 88 79 75 2002 48 41 49 61 58 69 73 63 53 37 2003 40 67 65 60 68 73 83 74 83 74 2004 42 55 47 56 76 83 90 91 90 72 Rata-rata 43 52 54 60 61 68 74 73 70 61
Nov 53 58 45 52 47 58 63 37 43 48 63 52
Des 47 57 58 43 60 47 52 35 56 52 51 51
Sumber : BMKG Pusat (2010)
Lama penyinaran matahari yang ditangkap klorofil pada tanaman yang mempunyai hijau daun merupakan energi dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Selain meningkatkan laju fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasanya mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya, penurunan intensitas lama penyinaran matahari matahari akan memperpanjang masa pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan dan produksi padi hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan lama penyinaran matahari matahari (Stark dan Wright, 1985). Berdasarkan Tabel 5, lama penyinaran matahari rendah pada bulan Januari dengan lama penyinaran rata rata sebesar 43 % dan terus naik sehingga mencapai puncak tertinggi pada bulan Juli dengan lama penyinaran sebesar 74 %, pada bulan Agustus sampai Desember lama penyinaran terus menurun. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada bulan Januari hingga April, sedangkan pada bulan Mei hingga Agustus curah hujan rendah dan mulai meningkat pada bulan September hingga Desember. 4.1.5
Kadar Air Tanah Berdasarkan Tabel 6, kadar air tanah, pada bulan Januari hingga bulan Juni dengan kadar air tanah tidak berubah sebesar 300 mm. Pada bulan tersebut, curah hujan lebih besar dibandingkan evapotranspirasi sehingga kadar air tanah mengalami surplus. Kadar air tanah mulai berkurang pada bulan
Juli dan mencapai titik terendah pada bulan September sebesar 197 mm. Hal ini terjadi karena pada bulan-bulan tersebut curah hujan lebih kecil dibandingkan dengan evapotranspirasi potensial yang terjadi dan menyebabkan air tanah yang tersedia berkurang untuk evapotransiprasi sehingga mengalami defisit. Kadar air tanah mulai meningkat pada bulan Oktober dan mulai mengalami surplus pada bulan November. Pada bulan Oktober air tanah tidak mengalami surplus walaupun pada bulan tersebut curah hujan lebih tinggi dibandingkan evapotranspirasi. Runoff terjadi karena air tanah mengalami surplus sehingga terjadi limpasan sebagai kelebihan air tanah. Berdasarkan Tabel 5, runoff terjadi pada bulan Januari sampai Juni dan bulan November sampai Desember. Pada bulan tersebut, curah hujan sebagai input setelah dikurangi dengan evapotranspirasi yang terjadi lebih besar dari kapasitas lapang tanah, sehingga jumlah air yang tidak dapat ditampung oleh tanah tersebut akan menjadi runoff. Runoff terbesar terjadi pada bulan Maret sebesar 264 mm. Hal ini terjadi karena pada bulan tersebut merupakan bulan dengan curah hujan tertinggi. Bulan Juli sampai September, tidak terjadi runoff karena curah hujan lebih kecil dibandingkan dengan evapotranspirasi tanah yang tersimpan pada bulan sebelumnya. Pada bulan Oktober curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan evapotranspirasi tapi tidak terjadi runoff. Hal ini terjadi karena curah hujan tersebut masih terserap oleh tanah untuk menutup kekurangan air pada bulan sebelumnya.
6
4.2. Pengaruh Waktu Tanam terhadap Biaya Produksi Kentang Faktor-faktor biaya produksi seperti biaya pupuk organik dan anorganik, biaya obat, dan biaya tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh waktu tanam. Faktor biaya produksi inilah yang nantinya akan mempengaruhi profitabilitas yang didapatkan oleh petani kentang. Pemilihan waktu tanam yang paling baik dapat memaksimalkan produksi yang dihasilkan dan meminimalkan biaya yang dikeluarkan. Petani di Cikajang Garut menanam kentang sepanjang tahun dan dibagi dalam tiga musim tanam yaitu musim tanam bulan Januari sampai April, Mei sampai Agustus dan September sampai Desember. Analisis usahatani secara umum dapat dilihat pada Tabel 7. Musim tanam Januari-April menghasilkan produksi rata-rata terbesar yaitu 21 ton/ha, sedangkan pada musim
tanam Mei-Agustus mengalami penurunan yang cukup tajam dengan produksi rata-rata 20.2 ton/ha. Musim tanam SeptemberDesember petani menghasilkan produksi rata-rata sebesar 15.7 ton/ha. Hal ini berkaitan erat dengan kadar air tanah hasil analisis neraca air (Gambar 3). Penanaman pada musim tanam Januari akan dipanen pada bulan April, sedangkan pada bulan ini kadar air tanahnya masih tinggi. Penanaman pada musim tanam bulan Mei akan dipanen pada bulan Agustus. Pada pertengahan musim tanam ini mulai terjadi penurunan kadar air tanah tetapi kadar air tanah masih mencukupi untuk proses pertumbuhan kentang selama musim tanam. Pada musim tanam September yang akan dipanen pada bulan Desember mengalami kekurangan air dari awal musim tanam hingga bulan November sehingga hasil panen pada musim tanam ini sangat menurun drastis.
Tinggi air (mm)
Tabel 6. Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikajang Bulan CH ETP CH-ETP APWL KAT dKAT Jan 324 72 252 300 0 Feb 355 72 283 300 0 Mar 394 70 324 300 0 Apr 251 70 181 300 0 May 99 73 26 300 0 Jun 72 69 3 300 0 Jul 33 64 -31 -31 272 -28 Aug 19 69 -50 -81 232 -40 Sep 20 73 -53 -134 197 -35 Okt 133 74 59 256 59 Nov 318 73 245 300 4 Des 276 72 204 300 0
ETA 72 72 70 70 73 69 61 59 55 74 73 72
Defisit Surplus Run-off 0 252 126 0 283 205 0 324 264 0 181 253 0 26 223 0 3 124 3 0 10 0 18 0 0 0 0 0 241 121 0 204 162
400 350 300 250 200 150 100 50 0
CH KAT ETP
Jan
Feb Mar Apr
Mei
Jun Jul bulan
Aug
Sep
Okt
Nov Des
Gambar 3. Neraca air bulanan di daerah Cikajang
7
Tabel 7. Analisis usaha tani tanaman kentang di Cikajang-Garut produksi rata-rata waktu tanam (Ton/Ha) harga jual (Rp/Kg) hasil (Rp) Jan-Apr 21.0 2,000 42,066,667 Mei-Agus 20.2 2,000 40,416,667 Sep-Des 17.5 2,000 34,944,444 4.2.1 Biaya Pupuk Berdasarkan survei yang dilakukan di Cikajang, pupuk organik yang digunakan oleh petani kentang di daerah tersebut adalah pupuk kandang, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea, TSP, dan ZA. Berdasarkan Gambar 4, pada ketiga musim tanam yaitu periode bulan Januari sampai April, Mei sampai Agustus, dan bulan September hingga Desember, terlihat bahwa biaya pupuk organik yang tertinggi terjadi pada periode waktu tanam bulan September sampai Desember sebesar 5.05 juta rupiah dan terendah pada periode Mei sampai Agustus sebesar 3.7 juta rupiah. Penggunaan pupuk organik dilakukan pada awal musim tanam. Pada periode ini, pada awal musim tanam memiliki curah hujan yang besar sehingga dibutuhkan pupuk yang banyak karena pupuk yang diberikan banyak yang terbawa bersama runoff, sedangkan pada periode Mei sampai Agustus, pada awal waktu tanam curah hujan kecil sehingga tidak terjadi runoff. Jumlah pupuk yang digunakan lebih sedikit karena pupuk yang digunakan tidak terbawa bersama runoff. Biaya pupuk anorganik tertinggi pada periode waktu tanam Januari-April sebesar 2.7 juta rupiah dan terendah pada periode waktu tanam Mei-Agustus sebesar 2.4 juta rupiah. Pemberian pupuk anorganik dilakukan pada pertengahan periode tanam. Pada periode tanam bulan Januari hingga April, curah hujan pada pertengahan waktu tanam sangat tinggi sehingga pupuk anorganik yang diberikan sebagian besar akan terbawa bersama runoff, sedangkan pada periode tanam Mei hingga Agustus, pada pertengahan waktu tanam curah hujan sangat kecil bahkan tidak ada curah hujan, sehingga pupuk yang diberikan tidak terbawa bersama runoff. Jumlah pupuk yang digunakan dipengaruhi oleh curah hujan dan runoff yang terjadi di daerah tersebut. Semakin besar curah hujan yang terjadi menyebabkan runoff semakin tinggi dan akan membawa sebagian besar pupuk organik bersama aliran runoff tersebut. (Snyder, 1998)
total biaya(Rp) 20,716,667 21,960,417 21,748,611
Profit(Rp) 21,350,000 18,456,250 13,195,833
4.2.2 Biaya Obat Pengobatan oleh petani kentang bertujuan untuk meminimalkan resiko gagal panen yang disebabkan oleh serangan organisme pengganggu tanaman yang berjangkit selama musim tanam. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska. Penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman, disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, viroid, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi. (Wiyono, 2007) Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Penyakit tanaman lebih banyak menyerang pada saat musim hujan dibandingkan dengan musim kering (Wiyono, 2007). Berdasarkan Gambar 4, biaya obat yang dikeluarkan petani terbesar terjadi pada periode waktu tanam Januari sampai April dan biaya terendah terjadi pada periode waktu tanam Mei sampai Agustus. Pada periode waktu tanam Januari samapai April dan September sampai Desember biaya obat yang dikeluarkan petani lebih tinggi dibanding biaya pada periode waktu tanam Mei sampai Agustus, hal ini disebabkan karena curah hujan dan kelembaban nisbi yang tinggi pada priode waktu tanam tersebut, sehingga kondisi lingkungan tanaman pada waktu tersebut lebih lembab dan dapat mempercepat laju pertumbuhan penyakit. Berdasarkan survey yang dilakukan, jenis penyakit yang sering menyerang tanaman kentang di Cikajang seperti arok atau penyakit busuk daun, hama bereng yang menyerang daun, penyakit kresek yang menyerang umbi ulat dan gulma yang menjadi kompetitor kentang. Untuk antisipasi serangan hama dan penyakit tersebut petani biasanya menggunakan obat seperti Bemolish, Draconil, dan Antracol.
8
biaya(Rp/ha)
8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 0
biaya pupuk organik biaya pupuk anorganik biaya obat biaya tenaga kerja
waktu tanam Gambar 4. Biaya rata-rata pada setiap musim tanam 4.2.3 Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan selama priode musim tanam antara lain biaya tenaga kerja untuk pengolahan lahan, biaya tenaga kerja untuk pemupukan, biaya tenaga kerja untuk perawatan gulma dan penyakit, biaya tenaga kerja untuk panen dan biaya tenaga kerja untuk distrtibusi hasil panen dari perkebunan kepada distributor atau agen pengumpul. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dihitung berdasarkan banyaknya jumlah pekerja dan jumlah hari kerja. Upah tenaga kerja di Cikajang-Garut berkisar antara Rp.10,000 sampai Rp.15,000 per hari untuk satu orang pekerja. Berdasarkan survey, biaya tenaga kerja tertinggi terjadi pada priode waktu tanam Januari, sampai April dan terendah pada priode waktu tanam Mei sampai Agustus (Gambar 4). Pada waktu tanam Januari sampai April, biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dikarenakan pada waktu tanam tersebut curah hujan tinggi sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk pemupukan dan pemberian obat. Selain itu, pada saat musim hujan upah tenaga kerja menjadi lebih tinggi karena para pekerja bekerja dengan kondisi hujan. Pada periode waktu tanam Mei sampai Agustus biaya tenaga kerja terbesar dikeluarkan untuk pengairan. Biaya pemupukan dan pengobatan lebih kecil pada waktu tanam Mei sampai Agustus, hal ini disebabkan karena pada waktu tanam tersebut kondisi perkebunan kentang lebih kering sehingga pemupukan dan pengobatan lebih jarang dilakukan.
4.3 Pengaruh Musim Tanam Terhadap Produksi dan Profitabilitas Kentang Kentang dibandingkan dengan tanaman lain, lebih berakar dangkal dan lebih sensitif terhadap kekurangan air (Van Loon, 1981). Penurunan kadar air tanah mengakibatkan penurunan jumlah produksi kentang (Van Loon, 1981). Penurunan kadar air tanah selama proses pembentukan umbi akan menyebabkan ukuran umbi kentang tersebut menjadi lebih kecil (Fabeiro et, al, 2001). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, produksi kentang di Cikajang-Garut tertinggi pada waktu tanam Januari sampai April kemudian pada waktu tanam Mei sampai Agustus dan terendah pada waktu tanam September sampai Desember (Gambar 5). Produksi kentang sangat berkaitan dengan kadar air tanah yang tersedia selama waktu tanam. Selama waktu tanam Januari sampai April air yang dibutuhkan oleh tanaman kentang selama pertumbuhan tercukupi oleh kadar air tanah yang tersedia, pada musim tanam April sampai Agustus, kebutuhan air tanaman kentang mulai berkurang karena pada waktu tanam tersebut merupakan musim kering sehingga curah hujan rendah. Bulan-bulan sebelumnya merupakan musim hujan sehingga kebutuhan air tanaman kentang masih dapat dipenuhi oleh ketersediaan kadar air tanah. Pada musim tanam September sampai Desember, kondisi tanah kering karena kadar air tanah sangat sedikit akibat musim kering yang terjadi pada bulan sebelumnya dan kdaar air tanah yang ada telah diserap untuk pertumbuhan kentang pada periode musim tanam sebelumnya, sehingga produksi kentang pada musim
9
paling kecil diantara ketiga periode waktu tanam.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Waktu tanam di daerah Cikajang secara umum dibagi menjadi tiga yaitu: musim tanam Januari-April, Mei-Agustus dan September-Desember. Ketersediaan kadar air tanah pada setiap periode tanam berbeda karena perbedaan jumlah curah hujan yang terjadi selama periode tanam. Curah hujan juga berpengaruh pada runoff yang akan mempengaruhi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Semakin tinggi runoff maka semakin banyak pupuk yang digunakan oleh petani karena sebagian besar pupuk tersebut hanyut bersama runoff. Semakin besar curah hujan juga akan memacu pertumbuhan penyakit sehingga akan meningkatkan jumlah pemakaian obat. Profitabilitas kentang di sentra produksi kentang Cikajang-Garut tertinggi terjadi pada periode waktu tanam bulan Januari sampai April sebesar Rp.21,350,000 kemudian bulan Mei sampai Agustus sebesar Rp.18,456,250 dan terendah pada bulan September hingga Desember sebesar Rp.13,195,833. Perbedaan tersebut berhubungan dengan kadar air tanah yang disebabkan oleh curah hujan pada masingmasing musim tanam.
25,000,000
25.0
20,000,000
20.0
15,000,000
15.0
10,000,000
10.0
5,000,000
5.0
0
0.0
produksi (Ton/Ha)
profitabilitas (Rp/Ha)
tanam bulan September sampai Desember yang merupakan awal musim hujan sangat menurun akibat dari kondisi tanah yang cukup kering dan curah hujan sebagai masukan air untuk tanaman akan terjadi pada pertengahan musim tanam. Profitabilitas kentang di CikajangGarut dapat diketahui dengan cara mengurangkan jumlah produksi kentang rata rata dengan semua faktor biaya produksi yang dikeluarkan petani selama waktu tanam. Berdasarkan survei yang dilakukan, profitabilitas tertinggi terjadi pada priode waktu tanam bulan Januari sampai April dan terendah pada priode waktu tanam September sampai Desember (Gambar. 5). Hal ini disebabkan oleh produksi kentang tertinggi terjadi pada priode waktu tanam bulan Januari sampai April dan terus menurun pada priode waktu tanam berikutnya. Walaupun biaya produksi yang dikeluarkan selama waktu tanam pada bulan Mei sampai Agustus paling sedikit dibandingkan dengan periode waktu tanam yang lain (Gambar 4) akan tetapi produksi pada waktu tanam ini juga lebih kecil dibandingkan produksi pada periode tanam bulan Januari sampai April, sehingga profitabilitas yang dihasilkan lebih kecil. Pada periode waktu tanam bulan September sampai Desember, biaya prduksi yang dikeluarkan cukup besar sedangkan produksi yang dihasilkan paling kecil dibandingkan dengan periode waktu tanam lainnya sehingga profitabilitas yang dihasilkan
profitabilitas produksi musim tanam Gambar 5. Produksi dan profitabilitas kentang
10