Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
BAB IV ISU DAN PERMASALAHAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN A. Pembangunan Kependudukan Pada Wilayah Perbatasan Kebijakan pembangunan pada masa lampau yang lebih diarahkan pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi menyebabkan pembangunan penduduk pada wilayah perbatasan yang pada umumnya memiliki karateristik
kepadatan
penduduk
yang
relatif
jarang
menjadi
termarjinalkan. Beberapa wilayah Provinsi Kepulauan Riau misalnya seperti Kabupaten Natuna, Anambas merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan negara tentangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Kaboja. Selain berbatasan dengan wilayah negara lain, beberapa wilayah di Provinsi Kepulauan Riau juga berbatasan dengan Provinsi tetangga, seperti Jambi, Riau dan Kalimantan Barat. Kondisi sosial ekonomi penduduk pada wilayah perbatasan baik secara langsung maupun tidak langsung akan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pada wilayah tetangganya. Paradigma pengelolaan kawasan perbatasan di masa lampau sebagai ”halaman belakang” membawa implikasi terhadap kondisi kawasan perbatasan saat ini yang tersolir dan tertinggal dari sisi sosial dan ekonomi. Bergulirnya otonomi daerah yang memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah untuk mengelola daerahnya telah membawa secercah harapan bagi daerahdaerah perbatasan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dengan wilayah tetangganya.
Laporan Akhir
4- 1
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Kinerja pembangunan manusia pada wilayah perbatasan di Provinsi Kepulauan Riau dapat
tercermin dari capaian indikator Indeks
Pembangunan Manusia pada kabupaten yang terdapat pada wilayah perbatasan seperti Kabupaten Natuna, Kepulauan Anambas dan Lingga. Capaian indeks pembangunan manusia pada wilayah perbatasan pada umumnya masih dibawah capaian Provinsi Kepulauan Riau (75,07 poin). Capaian indeks pembangunan manusia tahun 2010 pada Kabupaten Natuna sebesar 70,56 poin, Kepulauan Anambas sebesar 68,60 poin, dan Kabupaten Lingga sebesar 71,35 poin. Tabel 4.1 : Indeks Pembangunan Manusia Wilayah Perbatasan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010 RataRata Pengeluaran Lama Perkapita Sekolah Disesuaikan (Tahun)
Angka Harapan Hidup (Tahun)
Angka Melek Huruf (%)
Natuna
68,31
96,47
7,17
616,41
70,56
Kepulauan Anambas
67,40
90,00
5,98
627,54
68,60
Lingga
70,16
91,64
7,23
626,64
71,35
Kabupaten/Kota
IPM
Sumber : Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011
Dilihat dari aspek kesehatan yang diukur dari angka harapan hidup menunjukkan bahwa angka harapan hidup penduduk Kabupaten Lingga relatif lebih baik (70,16 tahun) daripada penduduk wilayah perbatasan Provinsi Kepulauan Riau pada Kabupaten Natuna (68,31 tahun), dan Kabupaten Kepulauan Anambas (67,40 tahun). Namun demikian dilihat dari aspek pendidikan angka buta huruf di Kabupaten Lingga lebih tinggi (8,36 persen) daripada Kabupaten Natuna (3,53 persen). Sedangkan dilihat dari pengeluaran perkapita, Kabupaten Kepulauan Anambas relatif lebih baik.
Laporan Akhir
4- 2
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
1. Kondisi Umum a. Kabupaten Natuna Geografis Secara geografis, Kabupaten Natuna terletak pada posisi 1016’ Lintang Utara sampai dengan 7019’ Lintang Utara dan 105000’ Bujur Timur 110000’ Bujur Timur. Kabupaten Natuna mempunyai luas 264.198,37 Km2. dimana sebagian besar terdiri dari perairan yakni seluas 262.197,07 km2 dan sisanya daratan yang berbentuk kepulauan seluas 2.001,3 km2. Kabupaten Natuna secara administrasi berbatasan dengan : Sebelah Utara
: Vietnam dan Kamboja;
Sebelah Selatan
: Kepulauan Bintan;
Sebelah Timur
: Malaysia Timur dan Kalimantan Barat;
Sebelah Barat
: Kabupaten Kepulauan Anambas.
Rentang kendali yang cukup jauh antar kecamatan menyulitkan upaya pemerataan pembangunan, pelayanan publik dan lambatnya proses pembangunan. Hal ini kemudian merupakan salah satu alasan pemekaran Kabupaten Natuna. Dengan pemekaran ini diharapkan pembangunan dapat dilakukan secara lebih fokus dan terarah sehingga pemerataan
pembangunan
dapat
terwujud
dan
pada
akhirnya
mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan kondisi fisiknya, Kabupaten Natuna merupakan tanah berbukit dan bergunung batu. Dataran rendah dan landai banyak ditemukan di pinggir pantai. Ketinggian wilayah antar kecamatan cukup beragam, yaitu berkisar antara 3 sampai 959 meter dari permukaan laut dengan kemiringan antara 2 sampai 5 meter. Pada umumnya struktur tanah terdiri dari podsolik merah kuning dari batuan yang tanah dasarnya mempunyai bagan granit, dan alluvial serta tanah organosol dan gley humus.
Laporan Akhir
4- 3
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Penduduk dan Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Natuna tahun 2006 berjumlah 61.337 jiwa, terdiri dari 31.463 laki-laki dan 29.874 perempuan. Jumlah penduduk pada tahun 2010 meningkat menjadi 69.003 jiwa, terdiri dari 35.741 laki-laki dan 33.262 perempuan. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2006-2010 per tahun sebesar 2,99%. Dilhat menurut kecamatan, jumlah penduduk terbanyak terjadi di Kecamatan Bunguran Timur, hal ini adalah wajar karena Ranai adalah ibukota kabupaten yang merupakan pusat pemerintahan, perekonomian, sarana dan prasarana yang tersedia lebih lengkap jika dibandingkan kecamatan lainnya di wilayah Natuna. Sementara Kecamatan Pulau Laut adalah wilayah dengan jumlah penduduk terendah. Tabel 4.2 : Jumlah Penduduk Kabupaten Natuna Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010 Kecamatan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Rasio
1. Midai
2.518
2.489
5.007
101,17
2. Bunguran Barat
5.642
5.251
10.893
107,45
3. Bunguran Utara
1.967
1.850
3.817
106,32
4. Pulau Laut
1.152
1.017
2.169
113,27
5. Pulau Tiga
2.577
2.249
4.826
114,58
11.878
10.922
22.800
108,75
7. Bunguran Timur Laut
2.227
2.079
4.306
107,12
8. Bunguran Tengah
1.482
1.352
2.834
109,62
9. Bunguran Selatan
1.307
1.230
2.537
106,26
10. Serasan
2.275
2.231
4.506
101,97
11. Subi
1.303
1.274
2.577
102,28
12. Serasan Timur
1.413
1.318
2.731
107,21
35.741
33.262
69.003
107,45
6. Bunguran Timur
Jumlah Total
Sumber : BPS, Natuna Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 4
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Sarana
dan
prasarana
infrastruktur
yang
relatif
terbatas
menjadikan penduduk di Kabupaten Natuna mempunyai keterbatasan dalam mengakses pendidikan. Kondisi ini, menyebabkan sebagian besar penduduk (59,13 persen) dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan yaitu sekolah dasar kebawah. Kesempatan untuk mengakses pendidikan menengah kebawah antara penduduk laki-laki dan perempuan relatif tidak menunjukkan perbedaan. Namun demikian, memasuki jenjang pendidikan Diploma IV/S1/S2/S3 menunjukkan bahwa penduduk lakilaki dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan lebih tinggi daripada penduduk perempuan. Kondisi ini diakibatkan untuk melanjutkan pendidikan tinggi harus melanjutkan ke daerah lainnya seperti Pekanbaru, Tanjungpinang, dan kota lainnya. Sementara paradigma keluarga dalam menyekolahkan anaknya masih berpandangan bahwa laki-laki lebih mendapat prioritas dibandingkan perempuan. Tabel 4.3 : Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, 2010 Keterangan 1. Tidak /Belum Pernah Sekolah
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
904
1.322
2.226
4.525
4.427
8.952
3. Sekolah Dasar
10.176
10.012
20.188
4. SMTP (Umum)
4.585
4.068
8.653
5. SMTA (Umum dan Kejuruan)
5.472
4.016
9.488
6. Diploma I/II
410
490
900
7. Akademi/Diploma III
308
433
741
8. Diploma IV/S1/S2/S3
1.133
761
1.894
27.513
25.529
53.042
2. Tidak /Belum Tamat SD
Jumlah Total Sumber : BPS, Natuna Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 5
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Penduduk merupakan faktor produksi yaitu sebagai tenaga kerja. Semakin tinggi tingkat penduduk yang bersedia untuk bekerja, maka harus diimbangi dengan peningkatan kemampuan perekonomian dalam menyediakan kesempatan kerja. Jika terjadi ketidakseimbangan antara penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja maka dapat menimbulkan
permasalahan
penggangguran.
Tingkat
Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) laki-laki (86,40 persen) lebih tinggi dibandingkan TPAK perempuan (43,79 persen). Hal ini dikarenakan perempuan pada umumnya menyandang peran ganda, yaitu selain aktif dalam kegiatan perekonomian mereka juga senantiasa berperan di dalam mengasuh anakanak mereka. Tabel 4.4 : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, Tahun 2010 Daerah Tempat Tinggal
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Perkotaan
86,28
47,11
67,35
Pedesaan
86,50
41,14
63,64
K+D
86,40
43,79
65,32
Sumber : BPS Kabupaten Natuna, Sakernas 2010
Dilihat menurut wilayah, TPAK di daerah perkotaan (67,35 persen) lebih tinggi dibandingkan di daerah pedesaan (63,64 persen). Berdasarkan jenis kelamin TPAK perempuan lebih tinggi di daerah perkotaan (47,11 persen) dibandingkan dengan TPAK perempuan pada wilayah pedesaan (41,14 persen). Hal yang sebaliknya terjadi pada laki-laki, di mana TPAK laki-laki di daerah perkotaan (86,28 persen) justru sedikit lebih rendah dibandingkan TPAK laki-laki di daerah pedesaan (86,5 persen).
Laporan Akhir
4- 6
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tenaga kerja merupakan penduduk usia 15 tahun ke atas yang terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk digolongkan kedalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja didasarkan pada ada tidaknya keinginan penduduk tersebut untuk bekerja. Jumlah tenaga kerja di Kabupaten Natuna pada tahun 2010 sebanyak 46.503 orang dengan tenaga kerja laki-laki lebih banyak (24.148 orang) daripada perempuan yaitu 22.355 orang. Dari jumlah angkatan kerja sebanyak 31.369 orang dengan status bekerja sebanyak 27.575 orang dan 3.794 orang dengan status mencari kerja. Jumlah pencari kerja perempuan lebih tinggi (2.805 orang) dibandingkan dengan pencari kerja laki-laki yaitu 989 orang. Sebagai wilayah yang terbuka, penawaran tenaga kerja bukan hanya berasal dari penduduk Kabupaten Natuna tapi juga berasal dari daerah lain. Tabel 4.5 : Jumlah Penduduk 15+ Yang Berkerja Menurut Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin. Keterangan
Laki-Laki
Perempuan
Total
Angkatan Kerja
20.460
10.909
31.369
1 Bekerja
19.471
8.104
27.575
989
2.805
3.794
Bukan Angkatan Kerja
3.688
11.446
15.134
1 Sekolah
2.515
2.223
4.738
2 Mengurus Rumahtangga
1.167
9.223
10.390
6
-
6
24.148
22.355
46.503
2 Mencari Kerja
3 Lainnya Jumlah Sumber : BPS, Natuna Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 7
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Komposisi penyebaran jumlah pekerja di suatu wilayah menurut lapangan pekerjanya menunjukkan pada sisi mana kegiatan ekonomi wilayah tersebut tertumpu. Dari sebanyak 27.575 orang yang bekerja di Kabupaten Natuna sebagian besar (40,96 persen) menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Selain sektor pertanian, lapangan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa (29,10 persen) dan sektor perdagangan (13,62 persen). Sebagai daerah otonom, Kabupaten Natuna terus berbenah melakukan pembangunan di berbagai bidang diantaranya
pembangunan
sarana
dan
prasarana
infrastruktur.
Pembangunan perkantoran, perumahan, jalan dan jembatan serta infrastruktur lainya telah menyediakan kesempatan kerja dan pada tahun 2010 mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2.016 orang. Tabel 4.6 : Penduduk Usia 15+ Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, Tahun 2010 Keterangan
Laki-Laki
Perempuan
9.361
1.933
11.294
2. Pertambangan dan Penggalian
164
48
212
3. Industri Pengolahan
280
653
933
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
106
3
109
5. Bangunan/Konstruksi
1.966
50
2.016
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
1.739
2.017
3.756
7. Pengangkutan dan Komunikasi
748
36
784
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
74
24
98
9. Jasa-Jasa
4.793
3.219
8.012
10. Lainnya
240
121
361
19.471
8.104
27.575
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
Jumlah
Jumlah
Sumber : BPS, Kabupaten Natuna Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 8
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Sarana dan prasarana Infrastruktur Kabupaten Natuna dilayani oleh 3 (tiga) jenis transportasi, yaitu transportasi darat, udara dan laut. Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas di darat. Lancarnya arus lalu lintas akan sangat menunjang perkembangan perekonomian suatu daerah. Di Kabupaten Natuna pada tahun 2010 tercatat panjang jalan 796,60 km, dengan kondisi yang baik sepanjang 231,237 km, sedang 440,818 km, dan rusak 149,545 km. Jika data panjang jalan dirinci menurut jenis permukaan, maka diperoleh 215,055 km diaspal, 234,961 km jalan beton, dan 346,584 jalan tanah. Dalam membuka keterisolasian Kabupaten Natuna dengan daerah lain,
sarana angkutan udara memiliki peranan yang sangat penting.
Sampai akhir Tahun 2010 digunakan bandara milik Angkatan Udara yang dapat di singgahi oleh penerbangan komersial, yaitu Bandara Ranai di Ranai kecamatan Bunguran Timur. Armada penerbangan umum yang melayani rute Natuna-Batam (PP) adalah Wings air dengan jadwal penerbangan senin-kamis-sabtu dan Sriwijaya air (carter) dengan jadwal penerbangan selasa-jumat, rute Natuna-Pontianak (PP) adalah Trigana dengan jadwal penerbangan selasa-jumat, serta rute Natuna-Tanjung Pinang (PP) adalah sky aviation dengan jadwal penerbangan senin-jumat. Wilayah Kabupaten Natuna yang sebagian besar (98,84 persen) berupa lautan menempatkan angkutan laut menjadi sarana utama untuk perhubungan penduduknya. Sarana perhubungan angkutan laut misalnya KM Bukit Raya (milik PELNI), KM. Gunung Bintan, dan KM. Trigas, yang berlabuh di dermaga selat lampa yang menghubungakan antar kabupaten dan pulau sedangkan kapal motor kecil (pompong) sebagai transportasi penghubung antar kecamatan di Kabupaten Natuna.
Laporan Akhir
4- 9
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Perekonomian Daerah Besarnya sumbangan sektor ekonomi terhadap Produk Domestik Regional Bruto menunjukkan besarnya peranan sektor tersebut terhadap perekonomian. Dilihat menurut sektor, sumbangan terbesar dalam struktur perekonomian Kabupaten Natuna adalah sektor pertanian yaitu 68,79 persen dan peranannya cenderung turun, dimana pada tahun 2010 peranannya turun menjadi sebesar 60,70 persen. Penurunan peranan sektor
pertanian
disebabkan
laju
pertumbuhan
sektor
industri,
perdagangan dan kontruksi tumbuh lebih cepat. Peranan sektor pertanian yang besar dan diikuti sektor perdagangan serta masih rendahnya (2,17 persen) peranan sektor industri pengolahan. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar produksi hasil pertanian penduduk di Kabupaten Natuna langsung dijual ke pasar. Akibatnya nilai tambah yang diperoleh masyarakat relatif rendah. Tabel 4.7 : Distribusi Persentase PDRB atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha tahun 2006-2010 (%) Lapangan Usaha
2006
2007
2008
2009*
2010**
1. Pertanian
68.79
66.03
63.62
62.04
60.70
2.Pertambangan & Penggalian
0.34
0.35
0.42
0.43
0.44
3. Industri Pengolahan
1.81
1.73
2.27
2.19
2.17
4. Listrik & Air Minum
0.08
0.08
0.10
0.10
0.10
5. Bangunan
2.89
3.08
4.44
5.16
5.76
6. Perdagangan, Htl & Rest.
13.90
15.21
15.20
16.13
16.90
7. Angkutan & Komunikasi
3.59
3.95
4.10
4.22
4.31
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
2.85
3.05
2.88
2.89
2.90
9. Jasa – Jasa
5.76
6.51
6.98
6.85
6.73
100
100
100
100
100
PDRB
2008** Pemekaran Kab. Anmbas Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna, 2011
Laporan Akhir
4- 10
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Natuna mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada setiap tahunnya. Pada tahun 2007 laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,04 persen, meningkat di tahun 2008 menjadi 6,05 persen, meningkat pada tahun 2009 menjadi 6,38 persen dan kembali turun pada tahun 2010 menjadi 6,25 persen, kondisi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Natuna lebih baik dari capaian Nasional yang pada tahun 2009 sebesar 6,2%. Pada tahun 2010 sektor yang tumbuh cepat adalah sektor konstruksi (22,91 persen), perdagangan (15,45 persen) dan pengangkutan (12,40 persen). Tabel 4.8 : Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Natuna Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 – 2009 Lapangan Usaha
2006
2007
2008
2009*
2010**
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
6,07
5,11
5,12
4,90
4,70
2. Pertambangan dan Penggalian
2,61
12,05
9,72
9,79
9,23
3. Industri Pengolahan
4,34
4,98
5,26
5,30
9,01
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
1,69
3,52
3,68
3,55
9,99
5. Konstruksi
5,52
16,69
20,79
22,02
22,91
6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran
3,70
7,18
7,40
9,11
15,45
7. Pengangkutan dan Komunikasi
6,46
9,08
9,19
9,77
12,40
8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
4,94
4,95
4,99
5,19
10,70
9. Jasa-jasa
6,03
8,54
5,23
5,43
8,28
5,62
6,04
6,05
6,38
6,25
Jumlah *)
Angka Perbaikan
**) Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Natuna, 2010
Laporan Akhir
4- 11
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
b. Kabupaten Kepulauan Anambas Geografis Secara geografis Kabupaten Kepulauan Anambas terletak antara 2010’ – 3040’ LU dan antara 105015’ – 106045’ BT. Secara
teritorial,
Kabupaten Kepulauan Anambas adalah merupakan salah satu Kabupaten yang berada pada posisi terdepan daripada wilayah Indonesia, dan khususnya Provinsi Kepulaun Riau. Batas-batas wilayah kabupaten Kepulauan Anambas meliputi : Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Vietnam
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Kabupaten Bintan
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Malaysia
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kabupaten Natuna.
Kabupaten Kepulauaan Anambas terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan, yaitu : Tabel 4.9 :
No.
Jumlah Penduduk Kabupaten Anambas Dirinci Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, tahun 2012
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
Penduduk (Jiwa)
Ratarata /Km2
Laki-laki
Perempuan
Total (Jiwa)
45,35
6.886
6.372
13.259
292,37
129,94
6.481
5.967
12.448
95,8
1
Siantan
2
Palmatak
3
Siantan Timur
88,92
2.086
1.959
4.045
45,5
4
Siantan Selatan
115,48
2.173
1.927
4.100
35,5
5
Jemaja Timur
154,24
1.259
1.124
2.383
15,45
6
Jemaja
78,26
3.441
3.215
6.656
85,05
7
Siantan Tengah
22,14
1.756
1.616
3.371
152,26
46.262
73,00
Jumlah
634,27
24.082
22.180
Sumber : BPS, Anambas Dalam Angka, 2012.
Laporan Akhir
4- 12
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa luas Kabupaten Kepulauan Anambas adalah 634,27 Km2, dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 berjumlah 46.262 jiwa meliputi 24.082 orang (52,05%) laki-laki dan 22.180 orang (47,94%)
penduduk perempuan, dengan rata-rata tingkat
kepadatan penduduk sebesar 73 jiwa per km2. Dari 7 kecamatan yang ada di kabupaten Kepulaun Anambas, terluas adalah kecamatan Jemaja Timur, namun dengan jumlah penduduk paling sedikit, yakni sebanyak 2.383 jiwa. Sementara kecamatan Siantan, dengan luas 45,35 km2 mempunyai penduduk terbesar, yakni sebanyak 13,259 jiwa, dengan ratarata 292,37 jiwa per km2 nya.
Kependudukan Pada tabel 2, dari jumlah penduduk wajib KTP sebanyak 31.378 orang, meliputi 16.478 orang laki-laki dan 14.900 orang perempuan, yang sudah melakukan perekaman e-KTP sebanyak 25.804
orang (82,23%),
terdiri dari 13.507 orang laki-laki dan 12.297 orang perempuan. Tingginya jumlah penduduk yang telah melakukan perekaman e-KTP tidak terlepas dari usaha pemerintah kabupatenKepulauan Anambas c.q. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang telah berhasil mendapatkan bantuan 1 unit kapal (speed boat) dengan bobot 80 pk dari pemerintah pusat, yang dipergunakan untuk mengunjungi daerah-daerah (pulau) yang letaknya jauh dari pusat pemerintahan.
Laporan Akhir
4- 13
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.10 : Jumlah Penduduk Kabupaten Anambas Wajib KTP dan yang Sudah Memilki KTP Tahun Sampai Dengan Agustus 2012 Wajib KTP No.
Kecamatan
Lakilaki
KTP Tercetak
Perempuan
Jumlah
Lakilaki
Perempuan
Jumlah
1
Siantan
4.840
4.365
9.205
4.052
3.614
7.666
2
Palmatak
4.329
3.905
8.234
3.546
3.215
6.761
3
Siantan Timur
1.384
1.260
2-644
1.035
955
1.990
4
Siantan Selatan
1.452
1.274
2.726
1.142
1.024
2.167
5
Jemaja Timur
858
760
1.618
738
669
1.407
6
Jemaja
2.427
2.229
4.656
2.012
1.897
3.909
7
Siantan Tengah
1.188
1.107
2.295
981
923
1.904
Jumlah
16.478
14.900
31.378
13.507
12.297
25.804
Sumber : Disduk – Capil Kabupaten Kepulauan Anambas, Laporan Penduduk SIAK Online, Bulan Agustus 2012.
Berdasarkan tabel diatas, dari 31.378 orang penduduk yang tersebar di 7 daerah kecamatan yang telah berhasil melakukan perekman e-KTP paling banyak adalah kecamatan Siantan dan kecamatan Palmatak, yakni sebanyak 7.666 orang dan 6.761 orang.
Laporan Akhir
4- 14
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
c. Kabupaten Lingga Geografis Kabupaten Lingga merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Kepulauan Riau. Kabupaten ini terbentuk pada tahun 2003, hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Riau. Secara geografis, Kabupaten Lingga terletak antara 0020” LU-0040” LS, dan antara 1040BT-1050 BT. Adapun batas-batas Kabupaten Lingga adalah sebagai berikut : -
Sebelah utara berbatasan dengan Kota Batam dan Laut Cina Selatan.
-
Sebelah selatan dengan Laut Bangka dan Selat Berhala
-
Sebelah barat dengan Laut Indragiri Hilir
-
Sebelah timur dengan Laut Cina Selatan. Dilihat dari topografinya, sebagian besar wilayah di Kabupaten
Lingga adalah berbukit-bukit, sehingga secara umum daerahnya memiliki tingkat kemiringan yang cukup tinggi. Dimana sekitar 76,92 persen adalah daerah dengan kemiringan lebih dari 15 persen. Jenis tanah di Kabupaten Lingga adalah podsolik merah kuning, litosol dan organosol. Lapisan tanahnya berstruktur remah dan gumpal. Jenis batuannya Pluton Asam yaitu sejenis granit, serta terdapat juga batuan endapan di seluruh pulau Lingga. Temperatur udara bervariasi, rata-rata minimumnya 26,20C dan ratarata maksimumnya 28,20C, Rata-rata kecepatan anginnya 3,0 knot. Ratarata tekanan udara mencapai 998,7 mb. Dan rata-rata kelembaban udaranya adalah 81,0 persen. Pada tahun 2011, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 400,6 mm, dan curah hujan terendahnya adalah 23,4 mm terjadi di bulan Februari. Jumlah hari hujan dalam satu tahun mencapai 196 hari. Laporan Akhir
4- 15
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Kependudukan dan Ketenagakerjaan Berdasarkan data penduduk yang dipublikasikan BPS, jumlah penduduk Kabupaten Lingga pada tahun 2000 sebanyak 79.451 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 40.675 jiwa dan penduduk perempuan 38.776 jiwa. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Lingga meningkat menjadi sebanyak 86.244 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 44.234 jiwa dan perempuan sebanyak 42.010 jiwa. Berdasarkan jumlah penduduk Kabupaten Lingga tahun 2000 dan 2010 tersebut berarti rata-rata pertumbuhan penduduk setiap tahunnya relatif rendah yaitu 0,82 persen. Dilihat menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk antara laki-laki (0,84 persen) dan perempuan (0,80 persen) relatif sama dengan sex ratio 105. Setiap terdapat 100 orang penduduk perempuan terdapat 105 orang penduduk laki-laki. Tabel 4.11 : Jumlah Penduduk Kabupaten Lingga Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010 Kecamatan
Laki-Laki
1. Singkep Barat
Perempuan
Jumlah
7.476
7.076
14.552
2. Singkep
13.473
13.174
26.647
3. Lingga
8.609
8.042
16.651
4. Lingga Utara
4.984
4.717
9.701
5. Senayang
9.692
9.001
18.693
Jumlah 2010
44.234
42.010
86.244
2000
40.675
38.776
79.451
Sumber : BPS, Lingga Dalam Angka 2011
Perkembangan penduduk Kabupaten Lingga menurut wilayah terkonsentrasi di Kecamatan Singkep yaitu 26.647 jiwa dan kecamatan dengan jumlah penduduk terendah adalah Kecamatan Lingga Utara sebanyak 9.701 jiwa.
Laporan Akhir
4- 16
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Penduduk berumur 15 tahun ke atas di Kabupaten Lingga pada umumnya (59,22 persen) memilih keputusan untuk bekerja dan selebihnya (40,78 persen) mengambil keputusan untuk melanjutkan pendidikan (5,77 persen), mengurus rumah tangga (32,21 persen) dan lainnya (2,80 persen). Penduduk usia 15 tahun keatas di Kabupaten Lingga yang memutuskan untuk bekerja dapat dikelompokkan kedalam mereka yang bekerja dan mencari pekerjaan. Penduduk 15 tahun keatas yang bekerja, sebagian besar (78,67 persen) merupakan penduduk lakilaki, sedangkan penduduk perempuan sebesar 29,31 persen. Rendahnya penduduk perempuan di Kabupaten Lingga yang memutuskan untuk bekerja dikarenakan sebagian besar (58,44 persen) penduduk perempuan yang berusia 15 tahun keatas di Kabupaten Lingga memutuskan untuk mengurus rumah tangga. Tabel 4.12 : Persentase Distribusi Penduduk 15+ Menurut Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin. Keterangan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Angkatan Kerja
83,30
34,09
59,22
1 Bekerja
78,67
29,31
54,52
4,63
4,78
4,70
16,70
65,91
40,78
1 Sekolah
5,78
5,76
5,77
2 Mengurus Rumahtangga
7,09
58,44
32,21
3 Lainnya
3,83
1,72
2,80
100,00
100,00
100,00
2 Mencari Kerja Bukan Angkatan Kerja
Total Sumber : BPS, Lingga Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 17
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Peranan lapangan usaha pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan dalam membuka kesempatan kerja di Kabupaten Lingga memiliki peranan yang sangat penting. Sebagian besar (39,12 persen) penduduk Kabupaten Lingga bekerja pada sektor tersebut. Selain sektor pertanian, lapangan usaha yang banyak menyerap kesempatan kerja adalah jasa kemasyarakatan (24,58 persen). Penyerapan tenaga kerja pada lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran lebih besar (15,30 persen) daripada penyerapan tenaga kerja sektor industri yaitu 6,66 persen. Dahulu Kabupaten Lingga terkenal dengan penambangan timahnya namun kini tinggal kenangan, peranan saat ini dalam penyerapan tenaga kerja relatif kecil yaitu 3,41 persen. Tabel 4.13 : Persentase Distribusi Penduduk Usia 15+ Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin, Tahun 2010 Keterangan 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
Jumlah 39,12
2. Pertambangan dan Penggalian
3,41
3. Industri Pengolahan
6,66
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
0,15
5. Bangunan/Konstruksi
6,32
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
15,30
7. Pengangkutan dan Komunikasi
4,30
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
0,17
9. Jasa Kemasyarakatan
24,58 Total
100,00
Sumber : BPS, Kabupaten Lingga Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 18
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Terkait dengan administrasi kependudukan di Kabupaten Lingga upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah Kabupaten Lingga telah menetapkan sebanyak 233 orang sebagai Mitra Kependudukan yang berada tersebar di seluruh desa. 2. Tugas Mitra Kependudukan adalah untuk membantu Kades dan Lurah untuk mengurus adminduk-Capil masyarakat. 3. Untuk pembinaan mengkoordinasikan kegiatan Adminduk-Capil, pemerintah daerah memprogramkan pertemuan rutin sekali 3 bulan dengan RT, RW, Kades/Lurah di masing-masing Kecamatan dengan Aparat Disdukcapil Kabupaten. Masalah yang sering muncul pada pertemuan tersebut adalah terkait dengan perebedaan nama penduduk antara di data Adminduk dengan nama aslinya, misalnya nama panggilang menjadi nama di Adminduk padahal yang bersangkutan memiliki nama asli, seperti "Buyung" sebagai nama panggilan, namun di KTP juga ditulis "BUYUNG" pada hal nama aslinya misalnya Safruddin. 4. RT dan RW diberikan honor setiap bulannya oleh Pemkab. 5. Tahapan kegiatan Adminduk yang pernah dilaksanakan adalah: 2007 Pendataan Penduduk 2008 Pencocokan dan Penelitian (Coklit) 2011 Finalisasi Coklit dengan menunjukkan dokumen yang sah. 6. Kurangnya kesadaran masyarakat dan perangkat RT/RW untuk melaporkan penduduk yang meninggal,sehingga
penduduk di
Lingga, jumlah penduduk yang terus bertambah.
Laporan Akhir
4- 19
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Perekonomian daerah
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lingga selama periode tahun 2009-2011 mengalami pertumbuhan yang meningkat meskipun tidak terlalu besar, namun masih tergolong cukup tinggi. Pada tahun 2011, laju pertumbuhannya mencapai 6,64 persen. Kontribusi sektor ekonomi menunjukkan besarnya peranan setiap sektor ekonomi dalam penciptaan nilai tambah. Pada tahun 2011, tiga kontributor terbesar di Kabupaten Lingga adalah sektor pertanian (34,60 %), sektor perdagangan, hotel dan restoran (23,64 %) dan sektor angkutan dan komunikasi (10,46%). Jika dilihat dari tiga sektor produksi utamanya, kontribusi terbesar dalam penciptaan nilai tambah perekonomian Kabupaten Lingga pada tahun 2011, didominasi oleh sektor tersier (43,79 persen), diikuti oleh sektor primer (36,51 persen) dan sekunder (19,70 persen).
Laporan Akhir
4- 20
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
2. Isu dan Permasalahan Pembangunan Kependudukan Pada Wilayah Perbatasan Isu dan permasalah pembangunan kependudukan pada wilayah perbatasan di Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut : a. Terjadinya kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga Kehidupan penduduk di kawasan perbatasan yang miskin infrastruktur dan tidak memiliki aksesibilitas yang baik, pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi di negara atau provinsi tetangga. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat, pada umumnya berkiblat ke wilayah negara tetangga atau provinsi tetangga misalnya penduduk di Kabupaten Natuna dan Anambas
orientasi
ekonomi lebih dipengaruhi negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam dan Kamboja, dan dengan provinsi tetangga ke Kalimantan Barat. Orientasi ekonomi penduduk Kabupaten Lingga ke Provinsi Jambi. Hal ini disebabkan adanya infrastruktur yang lebih baik atau pengaruh sosial ekonomi yang lebih kuat dari wilayah tetangga. b. Sarana dan prasarana masih minim. Ketersediaan prasarana dan sarana, baik sarana dan prasarana wilayah maupun fasilitas sosial ekonomi masih jauh dari memadai. Jaringan jalan dan angkutan perhubungan darat maupun laut masih sangat terbatas, yang menyebabkan sulit berkembangnya kawasan perbatasan, karena tidak memiliki keterkaitan sosial maupun ekonomi dengan wilayah lain. Kondisi prasarana dan sarana komunikasi seperti pemancar atau transmisi radio dan televisi serta sarana telepon di kawasan perbatasan umumnya masih relatif minim. Terbatasnya sarana
komunikasi
dan
informasi
menyebabkan
masyarakat
perbatasan lebih mengetahui informasi tentang wilayah tetangga. Laporan Akhir
4- 21
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
c. Tingginya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra-sejahtera. Kemiskinan menjadi permasalahan yang terjadi di setiap kawasan perbatasan baik laut maupun darat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya jumlah keluarga prasejahtera di kawasan perbatasan serta kesenjangan sosial ekonomi dengan masyarakat di wilayah perbatasan negara tetangga. Hal ini disebabkan oleh akumulasi berbagai faktor, seperti rendahnya mutu sumberdaya manusia, minimnya infrastruktur pendukung,
rendahnya
produktifitas
masyarakat
dan
belum
optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan perbatasan.
d. Terisolasinya kawasan perbatasan akibat rendahnya aksesibilitas menuju kawasan perbatasan. Kawasan perbatasan masih mengalami kesulitan aksesibilitas baik darat, laut, maupun udara menuju pusat-pusat pertumbuhan. Sulitnya aksesibilitas memunculkan kecenderungan masyarakat untuk berinteraksi dengan masyarakat di wilayah tetangga. Minimnya asksebilitas dari dan keluar kawasan perbatasan wilayah merupakan salah satu faktor yang turut mendorong orientasi masyarakat yang cenderung berkiblat pada aktivitas sosial ekonominya wilayah tetangga.
Laporan Akhir
4- 22
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Secara umum, sebagai daerah kepulauan yang berada diposisi terdepan dari wilayah Negara Republik Indonesia yang sekaligus juga merupakan wilayah perbatasan dengan Negara tetangga yaitu Malaysia, Singapura dan Vietnam. Sebagai daerah yang terletak di perbatasan, kabupaten Kepulauan Anambas dan kabupaten Natuna merupakan daerah yang “unik” karena kedua daerah ini secara geografis berada pada posisi terdepan dan terdiri dari pulau-pulau yang letaknya antara satu pulau dengan pulau lainnya saling berjauhan. Sehingga akses untuk mencapai suatu pulau dari pulau lainnya sangat tergantung pada ketersediaan sarana transportasi laut (kapal) yang kondisinya sangat dipengaruhi oleh alam/musim. Dimana pada musim-musim tertentu, seperti pada saat musim utara maka daerah yang terlertak di wilayah bagian utara (yang menghadap ke laut Cina Selatan) akses keluar pulau sangat terbatas, dan sebaliknya jika “musim selatan” maka pulau yang berada di wilayah bagian selatan yang akan mengalami hambatan (karena adanya gelombang laut yang tinggi). Hal ini bermakna bahwa jika musim utara, maka masyarakat yang bermukim dipulau-pulau yang terletak di bagian utara akan mengalami kendala dalam melakukan aktivitasnya. Sedang jika musim selatan, maka masyarakat yang bermukim dipulau-pulau yang terletak di wilayah bagian selatan yang mengalami
hambatan
dalam
melakukan
aktivitasnya
(karena
gelombang laut sangat besar).
Laporan Akhir
4- 23
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
e. Rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia Sebagai dampak dari minimnya sarana dan prasarana dibidang pendidikan dan kesehatan, kualitas SDM masyarakat di sebagian besar kawasan perbatasan masih rendah. Masyarakat belum memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan sebagaimana mestinya akibat jauhnya jarak dari permukiman dengan fasilitas yang ada. Optimalisasi potensi sumber daya alam dan pengembangan ekonomi di kawasan perbatasan akan sulit dilakukan. Rendahnya tingkat pendidikan, keterampilan, serta kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menghambat pengembangan ekonomi kawasan perbatasan untuk dapat bersaing dengan wilayah negara tetangga.
f. Pemanfaatan potensi Sumber Daya Alam belum optimal Potensi sumberdaya alam yang berada kawasan perbatasan, baik di wilayah darat maupun laut cukup besar, namun sejauh ini upaya pengelolaannya belum dilakukan secara optimal. Potensi sumberdaya alam yang memungkinkan dikelola di sepanjang kawasan perbatasan, antara lain sumber daya kehutanan, pertambangan, perkebunan, pariwisata, dan perikanan. Selain itu, devisa negara yang dapat digali dari kawasan perbatasan dapat diperoleh dari kegiatan perdagangan antarnegara.
Laporan Akhir
4- 24
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
g. Terjadinya eksploitasi pemanfaatan Sumber Daya Alam yang tak terkendali dan berkelanjutan. Di sebagian besar kawasan perbatasan, upaya pemanfaatan SDA dilakukan secara ilegal dan tak terkendali, sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan hidup. Berbagai dampak lingkungan seperti polusi asap lintas batas (hedge pollution), banjir, longsor, tenggelamnya pulau kecil, dan sebagainya pada umumnya
disebabkan
oleh
kegiatan-kegiatan
illegal,
seperti
penebangan liar di kawasan hutan dan pengerukan pasir di pulaupulau kecil yang tidak terkendali. Hal ini cukup sulit ditangani, karena keterbatasan pengawasan pemerintah di kawasan perbatasan dan belum ditegakkannya supremasi hukum secara adil dan tegas.
h. Perhatian pemerintah (pusat maupun daerah) juga “terkesan”masih sangat kurang dan bahkan seolah - olah terabaikan jika diliht dari kecilnya anggaran pembangunan yang dialokasikan bagi daerahdaerah terdepan yang letaknya relatif jauh dan susah dijangkau.
i. Terbatasnya akses penduduk pada pulau-pulau di Kabupaten Lingga yang berbatasan langsung dengan provinsi tentangga seperti Pulau Berhala dan Pulau Kajang. Pulau Berhala secara administrasi masuk kedalam wilayah Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga dengan jumlah penduduk sebanyak 668 jiwa (3 okt 2012). Infrastruktur pendidikan yang terdapat di pulau ini mulai dari SD, SMP, sampai dengan SMA.
Laporan Akhir
4- 25
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Orientasi ekonomi penduduk Pulau Berhala lebih dominan ke provinsi Jambi. Aksesibilitas ke Pulau Berhala dapat ditempuh dengan kapal laut 3 kali seminggu (minggu, selasa, kamis) dengan waktu tempuh 2-3 jam (boat) dari pelabuhan Dabo Singkep-BerhalaKampung Laut-Jambi. Sebelumnya dilayani oleh kapal barang KM Gunung Bintan dengan rute Kuala Tungkal (Jambi)-Belinyu (Babel)Dabo Singkep-Senayang dengan jarak tempuh 10 jam. Pulau Pekajang, masuk wilayah kecamatan Lingga dengan jumlah penduduk 522 jiwa (3 okt 2012). Infrastruktur pendidikan yang terdapat di pulau ini mulai dari tingkat SD, SMP sampai dengan SMA. Orentasi ekonomi penduduknya lebih dominan ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Aksesibilitas Kepulau Pekajang tidak dapat ditempuh secara reguler karena tidak ada kapal penumpang reguler yang ada hanya kapal ikan dengan waktu tempuh lebih kurang 2 hari karena singgah-singgah di pulau-pulau yang lain. Jika ditempuh dengan speedboat sekitar 9 jam dari pelabuhan Daik. Permasalahan kedua pulau perbatasan tersebut : 1. Transportasi reguler tidak ada 2. Posisi jauh dari pusat pemerintahan dan merupakan pulau terluar dari Provinsi Kepri dan Kab. Lingga sehingga rawan pencaplokan olah provinsi tetangga (Jambi dan Kep. Babel). 3. Orientasi ekonomi dan sosial ke daerah terdekat, sehingga cukup besar potensi ekonomi yang bocor ke luar tanpa di awasi 4. Pembangunan
infrastruktur
yang
terbatas
dan
upaya
pengembangan potensi ekonomi yang tidak maksimal oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Pemerintah Kabupaten Lingga sehingga menyebabkan kesenjangan yang semakin lebar di daerah perbatasan. 5. Ketergantungan pada kondisi cuaca untuk mengakses daerah terbatasan sangat tinggi. Laporan Akhir
4- 26
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
j. Masih terdapat Komunitas Adat Terpencil (KAT) /suku terasing (suku laut). Keberadaan suku laut pada umumnya terdapat di Kecamatan. Lingga (Desa Klumu, Desa Mentuda, Desa Penuba dan
Desa
Limbong). Bagi Komunitas Adat Terpencil yang telah direkam data kependudukannya pada umumnya yang telah menetap. Bagi KAT yang masih nomaden sulit dilakukan pendataan, dan pada umumnya mereka tidak memiliki identitas dan adminduk. k. Semakin meningkatnya “migrasi keluar” Permasalahan lain yang juga perlu mendapat perhatian pemerintah Indonesia terhadap daerah perbatasan adalah menyangkut bidang kependudukan, yakni semakin besarnya “migrasi keluar”, yang dilakukan oleh penduduk tempatan yang enggan untuk kembali dan menetap di daerah Kabupaen Anambas dan Kabupaten Natuna, terutama bagi mereka yang sudah berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi dan sudah berhasil memperoleh pekerjan di perantauan (sebagai PNS di tingkat Provinsi Riau dan di Kota Pekanbaru serta di Batam dan Tanjung Pinang maupun di kota-kota lainnya di Indonesia) sementara di lain pihak banyak juga masyarakat dari daerah lain yang datang ke daerah ini untuk mencari kerja karena mnurut pengakuan mereka, di daerah ini
“lapangan kerja masih
banyak terbuka” terutama sebagai PNS di Pemerintah daerah Kabupaten Natuna dan Anambas.
Laporan Akhir
4- 27
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
B. Pembangunan Kependudukan Pada Wilayah Perkotaan Sarana dan prasarana infrastruktur yang lebih memadai di wilayah perkotaan
dan
semakin
mudahnya
penduduk
dalam
mengakses
pelayanan pendidikan, kesehatan dan kegiatan ekonomi menjadikan kehidupan penduduk perkotaan relatif lebih baik dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Penduduk perkotaan di Provinsi Kepulauan Riau dalam mengakses pelayanan kesehatan relatif lebih baik, kondisi ini tercermin dari angka harapan hidup penduduk perkotaan pada Kota Batam mencapai 70,81 tahun dan Kota Tanjung Pinang mencapai 69,62 tahun. Tabel 4.14 : Indeks Pembangunan Manusia Wilayah Perkotaan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010 RataRata Pengeluaran Lama Perkapita Sekolah Disesuaikan (Tahun)
Angka Harapan Hidup (Tahun)
Angka Melek Huruf (%)
Kota Batam
70,81
98,94
10,77
650,60
77,8
Kota Tanjung Pinang
69,62
97,31
9,42
635,26
74,59
Kabupaten/Kota
IPM
Sumber : Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011
Dari aspek pendidikan rata-rata penduduk perkotaan di Provinsi Kepulauan Riau telah menyelesaikan program wajib belajar sembilan tahun. Hal ini tercermin dari rata-rata lama sekolah di Kota Batam 10,77 tahun dan Kota Tanjung Pinang 9,42 tahun. Selain itu, angka buta huruf relatif rendah yaitu pada Kota Batam 1,06 persen dan Kota Tanjung Pinang
2,69 persen. Tingkat kesejahteraan penduduk perkotaan yang
tercermin dari pengeluaran perkapita yang disesuaikan relatif lebih baik. Pada tahun 2010, tingkat daya beli penduduk Kota
Batam
sebesar
Rp. 650.600 dan Kota Tanjung Pinang Rp. 635.260.
Laporan Akhir
4- 28
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
1. Kondisi Umum a. Kota Batam Geografis Kota Batam dan daerah lainnya yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau
merupakan bagian dari
merupakan penyusutan dari daratan
paparan kontinental yang
pra tersier yang membentang dari
semenanjung Malaysia/Pulau Singapura di bagian utara sampai dengan pulau Moro, Kundur dan Karimun di bagian selatan. Adapun luas Kota Batam adalah ± 3.990 km2 (Disdukcapil, 2012 Secara geografis Kota Batam mempunyai posisi yang unik yang membedakannya dengan daerah lain di Indonesia yaitu
posisi yang
berada pada lintas perdagangan internasional Singapura dan Malaysia. Letak
yang sangat strategis ini merupakan kekuatan penarik bagi
Singapura untuk merelokasikan aktivitas industri di Kota Batam. Kondisi tersebut menyebabkan arus masuk penduduk ke Kota Batam tidak dapat dihindarkan. Akibatnya adalah Kota Batam menjadi salah satu daerah tujuan utama bagi tenaga kerja untuk dari kabupaten/ kota lain di Provinsi Kepri maupun dari Provinsi lainnya di Indonesia. Dengan letak yang sangat strategis, pada satu sisi memberikan dampak yang sangat berarti terhadap perekonomin kota Batam, akan tetapi pada sisi lain
berbagai masalah mulai bermunculan terutama
persoalan kependudukan. Salah satu pemicu munculnya masalahmasalah kependudukan di Kota Batam disebabkan sangat dinamisnya gerakan penduduk masuk dan keluar kota Batam sebagai akibat dari perkembangan industri. dihadapi Kota Batam
Beberapa permasalahan kependudukan yang
adalah seperti pemukiman kumuh,
penduduk
miskin dan pencatatan penduduk yang lemah.
Laporan Akhir
4- 29
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Demografi Sebagai kota industry, sangatlah wajar jika penduduk kota Batam sangat heterogen. Berbagai etnis terdapat di Kota Batam, seperti etnis Melayu sebagai etnis tempatan, etnis Minang, Jawa, Batak, Bugis, Sunda, dan lain-lain. Keragaman etnis yang terjadi pada suatu daerah, pada satu sisi merupakan daya penggerak perekonomian yang timbul karena adanya persaingan, namun pada sisi lain akan sangat mudah terjadi gesekan-gesekan yang dapat memicu konflik yang disebabkan perbedaan adat dan kebiasaan. Tingginya pertumbuhan penduduk di Kota Batam, tidak diiringi dengan sebaran penduduk yang merata. Hingga saat ini penduduk di Kota Batam terpusat
di pulau Batam yang berpotensi menyebabkan
terjadinya pertumbuhan kota tidak terkendali. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kota Batam
sebesar 1.056.701 jiwa, dengan nilai sex ratio
sebesar 107, dengan kepadatan penduduk 641 jiwa per km, sedangkan pada tahun 2011 penduduk Kota Batam menjadi 1.137.894 jiwa yang berarti terjadi peningkatan sebesar 7.68 % dari tahun 2010. Berikut akan disajikan tabel pertumbuhan penduduk Kota Batam tahun 2000 – 2010. Tabel dibawah ini memperlihatkan bahwa pertumbuhan penduduk Kota Batam sangat berfluktuasi, dan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2008. Tinggi pertumbuhan penduduk pada tahun 2008 disebabkan perkembangan industry galangan kapal sehingga arus migrasi masuk semakin tinggi
terutama pada tenaga kerja laki-laki. Pertambahan
penduduk yang sangat berfluktuasi ini
juga dapat dijadikan sebagai
gambaran sangat dinamisnya mobilitas penduduk di Kota Batam.
Laporan Akhir
4- 30
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.15 : Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Batam 2000 – 2010 No
Tahun
Laki-Laki
Perempuan
Pertumbuhan
1
2000
223.762
241.537
-
2
2001
244.184
282.967
13.29
3
2002
257.272
292.679
4,33
4
2003
268.431
294.230
2.31
5
2004
281.807
309.446
5.08
6
2005
332.720
353.067
15.99
7
2006
347.575
366.385
4.11
8
2007
355.692
368.623
1.45
9
2008
455.071
444.873
24.25
10
2009
506.758
481.797
9.85
11
2010
545.189
511.512
6.89
12
2011
588.556
549.338
7,68
Sumber : RPJMD kota Batam, 2012 Disduk Capil Kota Batam, 2012
Pada tahun 2000 – 2007, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki-laki, namun pada tahun 2008 – 2010 jumlah penduduk laki-laki lebih besar. Keadaan ini disebabkan karena pada awalnya industry yang berkembang di Kota Batam adalah
industri
elektronika yang lebih banyak membutuhkan tenaga kerja perempuan, sementara pada tahun-tahun terakhir industri galangan kapal lah yang semakin berkembang sehingga yang lebih dibutuhkan adalah tenaga kerja laki-laki..
Laporan Akhir
4- 31
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Keragaman etnis yang terdapat di Kota Batam pada satu sisi merupakan sumber kekuatan dalam pembangunan ekonomi, namun pada sisi lain
keragaman etnis menimbulkan berbagai masalah. Gesekan-
gesekan yang terjadi antar etnis, baik antar etnis pendatang maupun antara etnis tempatan dengan etnis pendatang kerap memicu persoalan di bidang ketenagakerjaan maupun kehidupan masyarakat. Sering sekali permasalah antar penduduk muncul disebabkan berbedanya budaya dan perilaku antara etnis. Keadaan ini tentu sebaiknya menjadi fokus perhatian Pemerintah Daerah agar tidak menggangu aktifitas ekonomi daerah. Daya tarik Kota Batam yang sangat besar menjadikan kota Batam menjadi kota yang terbuka, sehingga arus masuk dan keluar penduduk baik menjadi sangat tinggi. Ada kalanya Kota Batam di jadikan kota tujuan akhir bagi pencari kerja, namun tidak sedikit
pencari kerja
menjadikan Kota Batam sebagai kota persinggahan (transit) untuk selanjutnya menuju kota lain yang ada di Kepulauan Riau seperti Kota Bintan
yang
memang
pada
tahun-tahun
terakhir
mengalami
perkembangan yang sangat berarti serta menuju negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Akibat dari keadaan ini adalah sering sekali pencatatan peristiwa gerakan penduduk dari dan ke Kota Batam menjadi bias yang mengakibatkan data dan informasi kependudukan tidak akurat. Pada umumnya pendatang yang masuk Kota Batam adalah yang berusia produktif, karena tujuan adalah untuk mendapatkan pekerjaan. Lebih jelasnya penduduk Kota batam menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Laporan Akhir
4- 32
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.16
Kelompok umur
: Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur di Kota Batam tahun 2010-2011 Desember 2010 Lakilaki
Perempuan
Desember 2011 Jumlah
Lakilaki
Perempuan
Jumlah
0–4
43.570
40.497
84.067
37.935
35.269
74.838
5–9
55.956
51.966
107.942
61.439
56.974
117.854
10 – 14
35.664
33.311
68.975
40.206
37.603
77.154
15 – 19
27.893
27.239
55.132
31.300
30.144
61.711
20 – 24
62.697
72.425
135.122
64.003
69.495
134.819
25 – 29
82.807
91.627
174.434
89.450
100.178
189.447
30 – 34
79.359
76.286
155.645
86.022
83.640
169.491
35 – 39
59.752
49.940
109.682
67.237
57.728
124.126
40 – 44
42.041
28.474
70.515
47.349
32.944
79.747
45 – 49
23.250
15.714
38.964
27.063
18.054
44.687
50 – 54
14.165
10.291
24.456
15.624
11.240
26.689
55 – 59
8.469
6.124
14.593
9.911
7.217
16.801
60 – 64
4.782
3.558
8.340
5.514
4.148
9.484
65 – 69
2.511
1.983
4.494
2.884
2.320
5.097
70 – 74
1.361
1.117
2.478
1.544
1.264
2.721
912
940
1.852
1.075
1.120
2.126
545.189
511.512
1.056.701
588.556
549.338
1.137.894
≥ 75 Jumlah
Sumber : Disduk Capil Kota Batam, 2011
Laporan Akhir
4- 33
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel
diatas
memperlihatkan
bahwa
terjadi
pertambahan
penduduk yang cukup signifikan pada usia produktif. Pada umumnya pada suatu daerah dimana penduduk pada usia produktif cukup besar, memberikan
beberapa
konsekuensi
antara
lain
adalah
menyangkut lapangan kerja yang harus tersedia. Hal ini
pertama, berkaitan
dengan tingkat pengangguran yang akan muncul. Kedua, sebagai tenaga pendorong kegiatan ekonomi pada suatu daerah yang disebabkan tersedianya tenaga kerja. Aspek Sosial Ekonomi Perkembangan suatu daerah sangat di dukung oleh kondisi kualitas sumberdaya manusianya.
Tingkat pendidikan merupakan
indicator yang dapat menentukan kualitas penduduk pada suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata tingkat pendidikan penduduk pada suatu daerah maka akan semakin berkulaitaslah penduduk di daerah tersebut, dan semakin maju tingkat perekonomian pada daerah tersebut. Berikut akan di sajikan tingkat pendidikan penduduk Kota Batam. Tabel 4.17 : Jumlah Penduduk Kota Batam Menurut Tingkat Pendidikan yang di tamatkan tahun 2011 Tingkat Pendidikan Tidak/ Belum Sekolah
Jumlah Penduduk
Persentase
293.785
25,82
Belum tamat SD/Sederajat
86.302
7,56
Tamat SD/sederajat
83.808
7,37
Tamat SLTP/sederajat
98.686
8,67
Tamat SLTA/sederajat
508.365
44,68
Tamat diploma I/II
6.251
0,55
Tamat Diploma III
21.853
1,92
Tamat Diploma IV/Strata I, II, III
39.114
3,44
1.137.894
100,00
Jumlah Sumber : Disduk Capil Kota Batam, 2011
Laporan Akhir
4- 34
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Memperhatikan tabel diatas, dapat
dikatakan bahwa sebagian
besar penduduk Kota Batam berpendidikan menengah ke bawah (94,1%)3) , dan hanya sebesar 5,9% penduduk dengan pendidikan diploma tiga (D3) ke atas.
Hal ini sesungguhnya bertolak belakang
dengan keadaan yang seharusnya terjadi pada kota industry. Dengan kualifikasi penduduk seperti ini , sudah barang tentu akan menjadi problema bagi pengembangan kota Batam sebagai kota yang berbasis pada industry. Selain dari pada itu, dari informasi Disduk Capil Kota Batam diketahui rendah
semakin tinggi
tingkat pendidikan maka semakin
tingkat partisipasi sekolah. Pada jenjang pendidikan SLTP /
sederajat tingkat partisipasi sekolah hanya 68,33% sedangkan SLTA / sederajat 69,63%. Keadaan ini menjelaskan bahwa kualitas sebagian penduduk Kota Batam masih rendah.
Masih rendahnya kualitas
penduduk Kota Batam inilah yang menjadi salah satu sebab masih rendahnya catatan peristiwa kependudukan di Kota Batam.
Padahal
salah satu hal yang menjadikan pencatatan penduduk yang sifatnyab dinamis menjadi baik sangat tergantung dari kualitas penduduknya. Selain dari pada itu, sebagian besar penduduk
yang berusia
produktif bekerja pada industry tidak mempunyai waktu luang iuntuk mencatatkan
even kependudukan disebabkan jam kerja yang sangat
ketat. Masih relative rendahnya tingkat pendidikan penduduk di Kota Batam dapat terjadi dikarenakan pada umumnya tenaga kerja yang dibutuhkan pada industry sebagian besar hanya sebagai buruh. Dengan posisi sebagai buruh maka pendidikan tidak menjadi hal yang penting. Sebagai kota industry, Batam membutuhkan banyak tenaga kerja. Kondisi ini dapat di lihat dari tabel berikut yang menjelaskan sebagian besar tenaga kerja (penduduk usia kerja) bekerja pada sektor industri.
Laporan Akhir
4- 35
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.18 Jumlah tenaga kerja WNI dan WNA di Kota Batam menurut sektor ekonomi Sektor
Jumlah perusahaan
WNI Pria
tahun 2010
WNA Wanita
Pria
Jumlah
Wanita
Persentase
Pertanian
41
1.314
201
1.108
-
2.623
0.89
Pertambangan
24
375
37
25
1
438
0.15
1.689
73.282
94.164
2.508
164
170.118
57.98
14
623
107
5
-
735
0.25
Bangunan
745
23.701
6.088
195
3
29.987
10.22
Perdagangan dan hotel
930
17.930
8.488
755
28
27.201
9.27
Pengangkutan dan komunikasi
155
2.597
637
11
1
3.246
1.11
Keuangan
321
10.102
9.712
103
3
19.920
6.79
Jasa-jasa
432
16.784
22.176
125
73
39.158
13.35
4.351
146.708
141.610
4.835
273
293.416
100.00
Industry Listrik, gas dan air
Jumlah/Total Sumber : Disduk Capil Kota Batam, 2011
Laporan Akhir
4- 36
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar
(57.98%) tenaga kerja bekerja pada sektor industry, dan pada umumnya adalah sebagai tenaga kasar dengan kualifikasi pendidikan menengah ke bawah. Dari catatan Kantor Dinas Kependudukan dan catatan sipil Kota Batam, diketahui bahwa rata-rata migran masuk kekota Batam pada tahun 2011 adal 874 orang per bulan. Angka ini turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 2.176 orang perbulan. Tingginya angka migran masuk ke Kota Batam merupakan salah satu penyebab sulitnya dilakukan pendataan penduduk secara tepat, cepat dan akurat. Terlebih lagi entri point ke kota Batam cukup banyak. Keadaan ini semakin mempersulit pendataan penduduk. b. Kota Tanjung Pinang Geografis Kota Tanjungpinang berada di Pulau Bintan dengan letak geografis berada pada 00 51’ sampai dengan 0059’ Lintang Utara dan 104023’ sampai dengan 104034’ Bujur Timur. Batas-batas wilayah administrasi Kota Tanjungpinang adalah sebagai berikut: -
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bintan dan Kota Batam
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bintan
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Batam
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang mencapai 239,50 km2 dengan keadaan
geologis sebagian berbukit-bukit dan lembah yang landai sampai ke tepi laut. Pada umumnya daerah Kota Tanjungpinang beriklim tropis dengan rata-rata temperatur udara sekitar 26,7 derajat celsius dan kelembaban udara sekitar 85 persen dengan rata-rata curah hujan 13,2 mm per hari Laporan Akhir
4- 37
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Demografi Jumlah penduduk Kota Tanjungpinang pada tahun 2010 sebanyak 220.376 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahun antara tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 sebesar 6,68 persen. Dilihat menurut wilayah kecamatan menunjukkan bahwa kepadatan penduduk tertinggi terjadi di Kecamatan Tanjungpinang Barat yaitu 1.743 jiwa/Km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Tanjungpinang Kota dengan kepadatan penduduk 443 jiwa/Km2. Tabel 4.19 : Luas Wilayah, Penduduk, dan Kepadatan Penduduk di Kota Tanjungpinang menurut Kecamatan, 2010 Kecamatan
Luas
1. Bukit Bestari
Penduduk
Kepadatan
69
61.873
897
2. Tanjungpinang Timur
83,5
75.419
903
3. Tanjungpinang Kota
52,5
23.253
443
4. Tanjungpinang Barat
34,5
60.137
1.743
2010
239,5
220.682
921
2009
239,5
220.376
920
2008
239,5
208.258
870
2007
239,5
187.678
784
2006
239,5
170.412
712
Sumber : BPS, Tanjungpinang Dalam Angka 2011
Struktur umur penduduk Kota Tanjungpinang sebagian bersar merupakan masuk dalam struktur umur usia muda. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel dibawah ini.
Laporan Akhir
4- 38
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.20 : Jumlah Penduduk Kota Tanjungpinang menurut Umur dan Jenis Kelamin, 2010 Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
0–4
7.856
7.317
15.173
5–9
11.515
10.615
22.130
10 – 14
9.676
9.067
18.743
15 – 19
8.729
8.303
17.032
20 – 24
8.464
8.366
16.830
25 – 29
11.275
11.760
23.035
30 – 34
12.411
12.634
25.045
35 – 39
10.917
10.582
21.499
40 – 44
8.795
7.774
16.569
45 – 49
6.896
6.412
13.308
50 – 54
5.366
4.896
10.262
55 – 59
3.907
3.708
7.615
60 – 64
2.486
2.551
5.037
65 – 69
1.829
1.799
3.628
70 – 74
1.272
1.292
2.564
75 ++
936
1.276
2.212
112.330
108.352
220.682
Jumlah
Sumber : BPS, Tanjungpinang Dalam Angka 2011
Penduduk Kota Tanjungpinang usia 10 tahun ke atas sebagian besar (60,17 persen) dengan tingkat pendidikan tertinggi yaitu SLTP ke bawah. Sedangkan penduduk dengan pendidikan tertinggi SMA/MA/SMK/ Sederajat sebanyak 31,79 persen. Akses penduduk terhadap pendidikan tinggi semakin terbatas, hal ini tercermin dari penduduk Kota Tanjungpinang dengan pendidikan tertinggi Diploma I/II keatas sebesar 8,04 persen.
Laporan Akhir
4- 39
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.21 : Persentase Penduduk 10 Tahun ke atas di Kota Tanjungpinang menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, 2010 Uraian
Laki-Laki
1. Tidak/Belum Pernah Sekolah
Perempuan
Jumlah
0,9
1,88
2,78
6,02
5,84
11,86
3. SD / MI / Sederajat
11,25
12,47
23,72
4. SLTP / MTs / Sederajat
12,01
9,8
21,81
5. SMU / MA / Sederajat
11,89
10,15
22,04
6. SMK
4,93
4,82
9,75
7. Diploma I/II
0,35
0,35
0,7
8. Diploma III / Sarjana Muda
1,08
1,71
2,79
9. Diploma IV / S1
2,16
2,17
4,33
10. S2 / S3
0,12
0,1
0,22
50,71
49,29
100
2. Tidak/Belum Tamat SD
Jumlah Sumber : BPS, Tanjungpinang Dalam Angka 2011
Penduduk usia 15 tahun ke atas merupakan penduduk usia kerja, namun demikian pada kelompok umur ini tidak semua penduduk memutuskan untuk bekerja. Jika penduduk tersebut ada keinginan untuk bekerja maka dapat dikategorikan sebagai angkatan kerja. Namun, jika penduduk tersebut tidak memiliki keinginan untuk bekerja maka ia masuk dalam kategori bukan angkatan kerja. Penduduk usia kerja dengan status bekerja sebanyak 55,7 persen dan mencari pekerjaan sebanyak 4,94 persen. Penduduk Kota Tanjung pinang yang termasuk dalam bukan angkatan kerja aktivitasnya antara lain yang bersekolah sebanyak 11,52 persen, mengurus rumah tangga sebanyak 23,69 persen, dan lainnya sebanyak 4,11 persen.
Laporan Akhir
4- 40
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.22
: Persentase Penduduk 15 Tahun ke atas di Kota Tanjungpinang Menurut Jenis Kelamin dan Kegiatan Utama Seminggu yang Lalu, 2010
Keterangan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1. Angkatan Kerja - Bekerja
37,89
17,81
55,7
2,73
2,25
4,98
-Sekolah
5,93
5,59
11,52
-Mengurus Rumah Tangga
0,76
22,93
23,69
-Lainnya
3,15
0,96
4,11
50,46
49,54
100
-Mencari Pekerjaan 2. Bukan Angkatan Kerja
Jumlah
Sumber : BPS, Tanjungpinang Dalam Angka 2011
Sektor ekonomi yang banyak menyerap kesempatan kerja di Kota Tanjungpinang adalah sektor perdagangan, rumah makan dan hotel yaitu 39,62 persen. Tumbuhnya perekonomian Kota Tanjungpinang telah mendorong berkembangnya aktivitas jasa kemasyarakatan, sosial dan perseorangan. Pada tahun 2010 sektor ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
26,73
persen.
Sebagai
wilayah
kota,
maka
kegiatan
pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, perumahan, dan perkantoran terus mengalami peningkatan. Penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur perkotaan telah membuka kesempatan kerja pada sektor bangunan yang mampu menyerap kesempatan kerja sebesar 12,66 persen. Sektor transportasi juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 10,14 persen.
Laporan Akhir
4- 41
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.23 : Persentase Penduduk 15 Tahun ke atas di Kota Tanjungpinang yang Bekerja Seminggu yang Lalu menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin, 2010 Lapangan Usaha
Persentase
1. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, dan Perikanan
1,91
2. Pertambangan dan Penggalian
0,37
3. Industri Pengolahan
6,17
4. Listrik dan Air
0,47
5. Bangunan
12,66
6. Perdagangan, Rumah Makan, dan Hotel
39,62
7. Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi
10,14
8. Keuangan, Asuransi, dan Usaha Persewaan
1,93
9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perseorangan
26,73
Jumlah
100
Sumber : BPS, Tanjungpinang Dalam Angka 2011
Perekonomian Daerah Struktur ekonomi Kota Tanjungpinang dipegang oleh empat sektor kunci yaitu sektor perdagangan, bangunan, pengangkutan dan industri pengolahan. Peranan masing-masing sektor tersebut adalah perdagangan sebesar 29,24 persen, bangunan sebesar 18,99 persen, pengangkutan sebesar 16,69 persen, Meningkatnya
dan industri pengolahan sebesar 15, 63 persen.
kegiatan
perdagangan
juga
diimbangi
dengan
meningkatnya peran sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahan yaitu sebesar 7,73 persen. Namun demikian, perkembangan Kota Tanjungpinang belum diimbangi dengan penyediaan kebutuhan listrik yang cukup, dimana peranannya baru sebesar 0,79 persen.
Laporan Akhir
4- 42
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.24 : Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Tanjungpinang Menurut Lapangan Usaha, 2010 Lapangan Usaha
Persentase
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
1,83
2. Pertambangan dan Penggalian
0,06
3. Industri Pengolahan
15,63
4. Listrik, Gas & Air Bersih
0,79
5. Bangunan
18,99
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
29,24
7. Pengangkutan & Komunikasi
16,69
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
7,73
9. Jasa - Jasa
9,04
Jumlah
100,00
Sumber : BPS, Tanjungpinang Dalam Angka 2011
Laju pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang pada tahun 2010 sebesar 7,08 persen. Sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor dengan
pertumbuhan
tertinggi
yaitu
20,88
persen.
Tingginya
pertumbuhan listrik gas dan air bersih bertujuan untuk mengimbangi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya yang sangat tergantung pada tersedianya pasokan listrik yang cukup. Sebagaimana daerah kota pada umumnya peranan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan relatif rendah, demikian juga di Kota Tanjungpinang sektor pertanian tumbuh sebesar 2,78 persen. Sektor industri merupakan sektor yang dapat meningkatkan nilai tambah lebih besar dibandingkan dengan sektor yang lainnya. Pada tahun 2010 sektor industri pengolahan mampu tumbuh sebesar 5,94 persen.
Laporan Akhir
4- 43
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.25 : Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Tanjungpinang Menurut Lapangan Usaha, 2010 Lapangan Usaha
Persentase
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
2,78
2. Pertambangan dan Penggalian
3,41
3. Industri Pengolahan
5,94
4. Listrik, Gas & Air Bersih
20,88
5. Bangunan
9,69
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
6,90
7. Pengangkutan & Komunikasi
6,80
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
7,98
9. Jasa - Jasa
6,07
Jumlah
7,08
Sumber : BPS, Tanjungpinang Dalam Angka 2011
2. Isu dan Permasalahan Pembangunan Kependudukan Pada Wilayah Perkotaan Isu-Isu pembangunan kependudukan pada wilayah perkotaan di Provinsi Kepulauan Riau adalah sebagai berikut : a. Laju pertumbuhan penduduk pada wilayah perkotaan cukup tinggi Misalnya pada Kota Tanjungpinang laju pertumbuhan penduduk setiap tahun mencapai 6,68 persen dan Kota Batam sebesar 7,68 persen. Jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan dikhawatirkan pada masa yang akan mendatang dapat menimbulkan permasalahan perkotaan seperti pemukiman kumuh, dan pengangguran. b. Sebaran penduduk yang tidak merata. Sebaran penduduk yang tidak merata bukan hanya persoalan Kota Batam, akan tetapi juga terjadi dihampir seluruh wilayah di Indonesia.
Laporan Akhir
4- 44
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Hal ini menjadikan sulitnya pencatatan penduduk.serta akan semakin sulit mengingat geografi dan topografis Kota Batam. c. Sebagian besar penduduk masih berpendidikan menengah ke bawah. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk perkotaan tercermin dari penduduk berusia 10 tahun ke atas di Kota Tanjungpinang dengan pendidikan tertinggi SLTP ke bawah sebanyak 60,17 persen. d. Dari pengamatan dilapangan, diketahui bahwa rendahnya pencatatan penduduk di kota Batam (contah pencatatan E-KTP) disebabkan oleh beberapa hal : (1) Sebagian besar penduduk bekerja di sektor industri. Pada sektor industry jam kerja sangat ketat sehingga tidak ada waktu bagi pekerja untuk mencatatkan dirinya ke petugas pencatatan (instansi), (2) Sangat beragamnya etnis yang terdapat di Kota Batam serta sebagian besar masih dengan pendidikan menengah ke bawah, sehingga masih kurangnya kesadaran mengenai pentingnya arti data kependudukan. (3) Tingginya arus masuk dan keluar penduduk ke dan dari kota Batam yang didukung banyaknya pintu masuk sehingga perkembangan penduduk di Kota Batam sangat dinamis (3) Persoalan masih lemahnya pendataan penduduk di Kota Batam, salah satunya disebabkan olek masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya data kependudukan untuk
berbagai perencanaan
pembangunan sebagai akibat masih rendahnya kualitas penduduk. e. Sektor kunci yang banyak menyerap kesempatan kerja di wilayah perkotaan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor industri. Namun demikian, perkembangan sektor ini masih diwarnai dengan pasokan energi listrik, gas dan air bersih pada umumnya masih belum optimal.
Laporan Akhir
4- 45
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
C. Pembangunan Kependudukan Pada Wilayah Pengembangan PusatPusat Pertumbuhan Melalui Pengembangan Kawasan Strategis. Berdasarkan strategi pengembangan kewilayahan di dalam RPJMN 2010-2014 yang terkait dengan Provinsi Kepulauan Riau, Bintan dan Karimun merupakan salah satu lokasi Kawasan Perdagangan Bebas Pelabuhan Bebas (KPBPB) dari 4 lokasi di pulau Sumatera yang dilalui jalur perdagangan internasional dan menjadi buffer Negara maju di sekitarnya. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan melalui pengembangan kawasan strategis diarahkan untuk mencapai suatu pengelompokan kawasan fungsional yang memberikan backward dan forward linkages serta multiplier effects bagi daerah di sekitar kawasan tersebut secara regional, nasional, dan internasional untuk mengoptimalkan potensi pertumbuhan ekonomi
daerah
sehingga
dapat
meminimalisasi
ketimpangan
pembangunan antardaerah. Dalam pembangunan dan pengembangan kawasan strategis sebagai pusat pertumbuhan, dibutuhkan sinergisme dan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta badan pengelola kawasan dalam lingkup perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan. Dalam rangka optimalisasi pertumbuhan ekonomi dan menciptakan multiplier effects bagi daerah sekitar baik dalam skala regional, nasional, maupun internasional, dibutuhkan dukungan dan intervensi kegiatan pembangunan yang multisektor dalam mewujudkan pengembangan kawasan strategis dan dukungan terhadap pengembangan kawasan ekonomi khusus sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional.
Laporan Akhir
4- 46
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Dalam mendukung Kabupaten Bintan dan Karimun sebagai pengembangan pusat pertumbuhan melalui pengembangan kawasan strategis, maka perlu didukung dengan faktor produksi yang berkualitas. Diantara faktor produksi yang dibutuhkan bagi pengembangan pusat pertumbuhan tersebut adalah penduduk.
Kinerja pembangunan
sumberdaya manusia penduduk suatu wilayah dapat tercemin dari indeks pembangunan manusianya. Wilayah Kabupaten Bintan dan Karimun yang berada disekitar Kota Batam dan Kota Tanjung pinang menjadikan penduduk diwilayah ini relatif lebih mudah untuk mengakses pelayanan pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya belinya. Pada tahun 2010, Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bintan mencapi 74,44 poin dan Kabupaten Karimun mencapai 73,64 poin. Tingkat pendidikan penduduknya yang relatif baik diharapkan akan mempermudah proses tranformasi daerah Kabupaten Bintan dan Karimun sebagai pengembangan pusat pertumbuhan melalui pengembangan kawasan strategis. Daya beli penduduk Kabupaten Bintan sebesar Rp. 646.570 dan Kabupaten Karimun Rp. 637.790 diharapkan mampu meningkatkan permintaan agregat wilayah
yang akan
mendorong penawaran agregat. Tabel 4.26 : Indeks Pembangunan Manusia Wilayah Pengembangan Pusatpusat pertumbuhan melalui Pengembangan Kawasan Strategis di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010 RataRata Pengeluaran Lama Perkapita Sekolah Disesuaikan (Tahun)
Angka Harapan Hidup (Tahun)
Angka Melek Huruf (%)
Bintan
69,71
95,09
8,63
646,57
74,44
Karimun
69,91
95,82
8,09
637,79
73,64
Kabupaten/Kota
IPM
Sumber : Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2011
Laporan Akhir
4- 47
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
1. Kondisi Umum a. Kabupaten Bintan Geografis Kabupaten Bintan sebelumnya merupakan Kabupaten Kepulauan Riau, yang mempunyai ciri khas terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di Lautan Cina Selatan dengan julukan kepulauan “Segantang Lada”. Berdasarkan UU No. 53 tahun 1999 dan UU No. 13 tahun 2000, Kabupaten Kepulauan Riau dimekarkan menjadi 3 kabupaten yang terdiri dari, Kabupaten Kepulauan Riau, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Natuna. Berdasarkan PP No. 5 Tahun 2006, tanggal 23 Februari 2006 nama Kabupaten Kepulauan Riau berubah nama menjadi Kabupaten Bintan dengan ibukotanya Kijang, Kecamatan Bintan Timur. Daerah Kabupaten Bintan merupakan bagian dari paparan continental yang terkenal dengan “Paparan Sunda” yang membentang dari Semenanjung Malaysia dibagian Utara sampai pulau Bangka dan Belitung dibagian Selatan. Berdasarkan PP No. 11 tahun 2007 dan Perda No.
12
tahun
2007
berisi
tentang
pembentukan
kecamatan,
desa/kelurahan baru di Kabupaten Bintan, hingga saat ini masih memiliki 10 wilayah kecamatan dengan 36 desa dan 15 kelurahan yang tersebar di Pulau Bintan dan pulau-pulau sekitarnya, serta terdiri dari 196 RW dan 592 RT. Luas wilayah Kabupaten Bintan 88.038,54 km2, dan hanya 2,21% (1.946,13 km2) daratan dan luas lautan 86.092,41 km2. Kecamatan Gunung Kijang adalah daerah yang terluas 344,28 km dan yang terkecil adalah Kecamatan Tambelan 90,96 km. Kabupaten Bintan terdiri dari 240 pulau besar dan kecil daan hanya 39 pulau yang baru berpenghuni, namun pulau lainnya ada yang dimanfaatkan untuk pertanian khususnya untuk usaha perkebunan
Laporan Akhir
4- 48
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Demografi Distribusi
penduduk
Kabupaten
Bintan
Menurut
wilayah
terkonsentrasi di Kecamatan Bintan Timur sebanyak 39.006 jiwa atau 27,4 persen dan Bintan Utara sebanyak 21.193 jiwa. Sedangkan wilayah kecamatan dengan jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Mantang sebanyak 3.896 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 2.128 jiwa dan perempuan sebanyak 1.768 jiwa. Konsentrasi penduduk pada wilayah tertentu menyebabkan tingkat kepadatan penduduk
pada
wilayah tersebut
meningkat.
Tingkat
kepadatan
penduduk Kecamatan Bintan Utara pada tahun 2010 yaitu 97 jiwa/km, kepadatan tersebut lebih tinggi dari tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Bintan Timur yaitu 85 jiwa per Km2. Tabel 4.27 : Jumlah Penduduk Kabupaten Bintan Menurut Luas, Jenis Kelamin, Kepadatan dan Kecamatan Tahun 2010 N0.
Kecamatan
1
Teluk Bintam
2
Seri Kuala Lobam
3
Luas Wilayah
Penduduk Lakilaki
Perem -puan
Total
Rasio Jenkel
Kepadatan
185,00
4.755
4.179
8.934
114
48
..¹)
8.029
9.603
17.632
84
.. ¹)
Bintan Utara
219,25
10.643
10.550
21.193
101
97
4
Teluk Sebong
408,34
8.527
7.492
16.019
114
39
5
Bintan Timur
461,00
20.319
18.687
39.006
109
85
6
Bintan Pesisir
.. ¹)
4.390
3.615
8.005
121
.. ¹)
7
Mantang
.. ¹)
2.128
1.768
3.896
121
.. ¹)
8
Gunung Kijang
503,12
6.575
5.432
12.007
121
24
9
Toapaya
.. ¹)
5.731
4.902
10.633
117
.. ¹)
10
Tambelan
169,42
2.568
2.407
4.975
107
29
1.946,13
73.665
68.635
142.300
107
73
Jumlah
¹) Bergabung dengan kecamatan induk Sumber : BPS, Bintan Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 49
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Jumlah penduduk Kabupaten Bintan hasil regritasi penduduk yang dikeluarkan oleh BPS selama lima tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang terus meningkat, dimana pada tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Bintan yakni 129.779 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki yaitu 69.697 jiwa dan jumlah penduduk perempuan yaitu 60.082 jiwa. Kemudian pada tahun 2010 jumlah penduduk meningkat menjadi 142.300 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk lakilaki tetap lebih banyak yaitu 73.665 jiwa dibandingkan jumlah penduduk perempuan yaitu sebanyak 68.635 jiwa. Untuk lebih jelas tentang perkembangan penduduk Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.28 :
Jumlah Penduduk Kabupaten Bintan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006 - 2010
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Penduduk (Jiwa) Laki-laki Perempuan 69.697 60.082 69.373 63.638 70.097 66.124 72.728 66.679 73.665 68.635
Jumlah (Jiwa)
Laju Pertumbuhan (%)
129.779 133.011 136.221 139.407 142.300
2,49 2,41 2,34 2,08
Sumber: Bintan Dalam Angka 2011
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat perkembangan penduduk Kabupaten Bintan untuk beberapa tahun dan laju pertumbuhan penduduk yang tertinggi adalah pada tahun 2007 yaitu sebesar 2,49 persen dan rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2006-2010 adalah sebesar 2,33 persen. Dapat dilihat bahwa setiap tahunnya terdapat pertambahan penduduk yang mungkin saja disebabkan oleh komponen demografi yakni kelahiran, kematian dan juga migrasi.
Laporan Akhir
4- 50
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Penduduk dalam pembangunan mempunyai arti dan makna yang cukup mendalam. Di samping sebagai pelaku (subjek) penduduk juga merupakan tujuan (objek) dari pembangunan. Suatu pembangunan dapat dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti luas. Dilihat dari struktur umur penduduk Kabupaten Bintan tergolong penduduk intermediate,
Jika umur median antara 20 tahun sampai
dengan 30 tahun. Sedangkan nilai median dari penduduk Kabupaten Bintan adalah dengan nilai 25,97.
Atau dengan kata
lain jumlah
penduduk umur 0 – 14 tahun terletak antara 30–40 persen seperti terlihat pada tabel 2. Artinya Pemerintah Kabupaten Bintan dituntut untuk menyediakan sarana dan prasarana terutama pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan yang lebih baik sehingga ke depan diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Kemudian persentase penduduk yang berumur antara 15–64 tahun berada di atas 60 persen menunjukkan jumlah penduduk usia produktif relative cukup tinggi sehingga di khawatirkan menimbulkan kerawanan pengangguran. Sedangkan dengan semakin meningkatnya persentase penduduk umur 65 tahun ke atas menunjukkan semakin meningkatnya angka harapan hidup, yang selanjutnya mencerminkan kualitas hidup yang semakin baik. Struktur usia penduduk suatu wilayah akan mempengaruhi prioritas pembangunan yang dilaksanakan. Pada wilayah dengan penduduk usia muda, maka akan banyak membutuhkan tersedianya sarana dan prasarana pendidikan dan terbukanya lapangan kerja. Sedangkan pada wilayah dengan struktur umur penduduk lebih banyak pada usia tua (lansia), maka prioritas pembangunannya lebih diarahkan pada penyediaan sarana dan prasaran kesehatan.
Laporan Akhir
4- 51
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.29 : Kelompok Umur
Jumlah Penduduk Kabupaten Bintan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2010 Penduduk Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Sex Ratio
0-4
8.342
7.975
16.317
105
5-9
7.602
7.134
14.736
107
10-14
6.032
5.517
11.549
109
15-19
5.322
4.934
10.256
108
20-24
6.247
7.036
13.283
89
25-29
8.166
8.826
16.992
93
30-34
8.167
7.421
15.588
110
35-39
6.670
5.458
12.128
122
40-44
5.153
3.949
9.102
130
45-49
3.801
3.069
6.870
124
50-54
2.615
2.378
4.993
110
55-59
1.894
1.731
3.625
109
60-64
1.364
1.209
2.573
113
65-69
1.083
881
1.964
123
70+
1.207
1.117
2.324
108
Jumlah
73.665
68.635
142.300
107
Sumber: Bintan Dalam Angka 2011 Dari tabel di atas dapat diketahui jumlah penduduk menurut kelompok umur dan juga dapat kita ketahui perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan (sex ratio) dari penduduk Kabupaten Bintan adalah 107, yang artinya adalah setiap 100 orang penduduk perempuan
terdapat
107
penduduk
laki-laki.
Dengan
beban
ketergantungan (dependency ratio) adalah 49, yang artinya bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung penduduk yang tidak produkstif sebanyak 49 orang. Laporan Akhir
4- 52
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Penduduk merupakan faktor produksi yaitu sebagai tenaga kerja yang digunakan sebagai faktor input dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Tenaga kerja merupakan penduduk usia 15 tahun ke atas. Pada usia ini penduduk dianggap telah mampu untuk berproduktivitas menghasilkan barang dan jasa. Jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten Bintan pada tahun 2010 yaitu sebanyak 99.911 orang yang terdiri dari tenaga kerja laki-laki sebanyak 51.746 orang dan tenaga kerja perempuan sebanyak 48.165 orang. Diantara penduduk usia kerja ada yang memutuskan untuk memilih bekerja dan ada yang masih bersekolah, mengurus rumah dan lainnya. Golongan yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya tersebut biasa disebut bukan angkatan kerja sedangkan yang memutuskan untuk bekerja disebut angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2010 di Kabupaten Bintan sebanyak 62.736 orang. Dari jumlah angkatan kerja tersebut yang bekerja sebanyak 58.451 orang dan yang mencari pekerjaan sebanyak 4.275 orang. Tabel 4.30 : Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Bintan Tahun 2010 Keterangan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1. Penduduk Usia Kerja (orang)
51.746
48.165
99.911
2. Angkatan Kerja
43.381
19.355
62.736
3. Bekerja
40.388
18.073
58.461
4. Mencari Pekerjaan
2.993
1.282
4.275
5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
83,83
40,18
62,79
6 Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
6,9
6,62
6,81
7. Rata-Rata Jam Kerja (jam/minggu)
49
41
47
Sumber : BPS, Bintan Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 53
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Perekonomian Daerah Besarnya
kontribusi
sektor
ekonomi
terhadap
perekonomian
wilayah menunjukkan besarnya peranan sektor tersebut terhadap perekonomian
wilayah.
Kabupaten
Bintan
sebagai
daerah
yang
dikembangkan untuk kawasan industri dan pariwisata, maka sektorsektor yang terkait dengan pengembangan industri dan pariwisata cukup berkembang. Kontribusi sektor terhadap Produk Domestrik Regional Bruto atas dasar harga berlaku terbesar adalah sektor industri pengolahan dengan kontribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Bintan sebesar 50,98 persen. Selain itu, Sektor kedua yang kontribusi cukup besar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 20,19 persen. Namun demikian berkembangnya sektor industri dan perdagangan kurang didukung oleh kertersediaan pasokan listrik, gas dan air bersih yang cukup, dimana kontribusinya hanya sebesar 0,32 persen. Tabel 4.31 : Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Bintan Menurut Lapangan Usaha, 2008 – 2010 Lapangan Usaha 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
Persentase 5,78
2. Pertambangan dan Penggalian
11,02
3. Industri Pengolahan
50,98
4. Listrik, Gas & Air Bersih
0,32
5. Bangunan
3,73
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
20,19
7. Pengangkutan & Komunikasi
3,75
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
1,46
9. Jasa - Jasa
2,77
Jumlah
100
Sumber : BPS, Bintan Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 54
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Pada tahun 2010 laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bintan sebesar 5,56 persen dengan laju pertumbuhan sektor antara 4 sampai dengan 8 persen. Laju pertumbuhan sektor tertinggi adalah sektor pertanian dengan laju pertumbuhan 7,89 persen. Sektor industri dan perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor yang banyak menggantungkan produksinya pada kebutuhan energi listrik. Sektor Listrik gas dan air bersih yang tumbuh sebesar 4,1 persen pada tahun 2010 mampu mendorong pertumbuhan sektor industri pengolahan sebesar 4,61 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 6,78 persen. Sektor tersier seperti pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 6,28 persen, sektor keuangan tumbuh sebesar 6,28 persen dan sektor jasa tumbuh sebesar 6,12 persen. Tabel 4.32 : Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bintan Tahun 2010 atas Dasar Harga Konstan Lapangan Usaha
Persentase
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
7,89
2. Pertambangan dan Penggalian
6,11
3. Industri Pengolahan
4,61
4. Listrik, Gas & Air Bersih
4,1
5. Bangunan
6,85
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
6,78
7. Pengangkutan & Komunikasi
5,84
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
6,28
9. Jasa - Jasa
6,12
Jumlah
5,56
Sumber : BPS, Bintan Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 55
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
b. Kabupaten Karimun Geografi Kabupaten Karimun merupakan sebuah kabupaten kepulauan yang terdiri dari 249 buah pulau, dimana semua pulau sudah bernama dan hanya sebanyak 54 pulau yang sudah berpenghuni (Data terakhir hasil verifikasi Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun). Secara geografis, Kabupaten Karimun terletak di antara 0o 35’ Lintang Utara sampai dengan 1o 10’ Lintang Utara dan 103o 30’ Bujur Timur sampai dengan 104o Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Karimun terdiri atas daratan dan perairan, yang secara keseluruhan kurang lebih seluas 7.984 Km2 . Batas-batas Kabupaten Karimun adalah : Sebelah Utara
:
Philip
Channel
Singapura
dan
Semenanjung
Malaysia Sebelah Selatan
: Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir
Sebelah Barat
: Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis dan Kecamatan
Kuala
Kampar
Kabupaten
Pelalawan Sebelah Timur
: Kota Batam
Secara umum Karimun mempunyai dataran yang datar dan landai dengan ketinggian antara 20 sampai 500 meter dari permukaan laut. Namun ada juga bagian yang berbukit-bukit dengan kemiringan sampai 40o serta ketinggian antara 20 sampai 500 meter. Di Karimun terdapat sebuah gunung yaitu Gunung Jantan dengan ketinggian 478 meter dan merupakan salah satu sumber mata air di Karimun. Kecamatankecamatan yang ada di Karimun ini juga mempunyai karakteristik yang hampir mirip. Laporan Akhir
4- 56
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Dari hasil pemantauan Stasiun Meteorologi Tanjung Balai Karimun, selama tahun 2010 kelembaban udara rata-rata harian berkisar antara 65 dan 87 persen dengan kelembaban maksimun tertinggi 100 persen sepanjang bulan, kecuali bulan Februari 92. Sedangkan kelembaban minimun terendah terjadi dibulan Maret sebesar 59 persen. Sedangkan temperatur udara rata-rata berkisar 26,2o C dan 28,7oC, dengan suhu maksimum tertinggi 35,2oC pada bulan Mei dan minimum terendah sebesar 20,2o C di Bulan Januari.Jumlah hari hujan terbanyak yaitu selama 22 hari terjadi di bulan Juli. Penduduk dan Ketenagakerjaaan Jumlah penduduk Kabupaten Karimun pada tahun 2000 sebanyak 171.405 jiwa dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebanyak 212.561 jiwa. Dengan demikian, rata-rata pertumbuhan penduduk Kabupaten Karimun antara tahun 2000 sampai dengan 2010 setiap tahunnya sebesar 2,19 persen. Pertumbuhan penduduk menurut wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk Kabupaten Karimun terjadi pada Kecamatan Karimun (4,81 persen), Kecamatan Meral (3,32 persen), dan Kecamatan Tebing (2,99 persen). Pertumbuhan penduduk pada Kecamatan Karimun yang cukup tinggi, selain disebabkan oleh faktor alamiah yaitu kelahiran dan kematian juga disebabkan oleh faktor migrasi penduduk. Mengingat kecamatan Karimun merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, dan perdagangan serta industri bagi daerah-daerah lainya di Kabupaten Karimun. Infrastruktur dan aksesbilitas yang lebih lengkap mendorong penduduk melakukan migrasi ke kecamatan ini.
Laporan Akhir
4- 57
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.33 : Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Karimun, Hasil Sensus Penduduk 2000 dan 2010 Jumlah Penduduk
Kecamatan
2000
Pertumbuhan
2010
01. Moro
17.808
17.512
-0,17
02. Durai
4.831
5.821
1,9
03. Kundur
30.000
33.878
1,23
04. Kundur Utara
17.145
17.066
-0,05
05. Kundur Barat
14.210
16.146
1,3
06. Karimun
26.742
42.601
4,81
07. Buru
9.028
8.967
-0,07
08. Meral
32.269
44.627
3,32
09. Tebing
19.372
25.943
2,99
171.405
212.561
2,19
Jumlah Sumber : BPS, Karimun Dalam Angka 2011
Pada tahun 2010 penduduk Kabupaten Karimun berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bawah penduduk laki-laki sebanyak 208.923 jiwa, lebih tinggi daripada perempuan yaitu sebanyak 103.638 jiwa sehingga total penduduk pada tahun 2010 sebanyak 212.561 jiwa. Dilihat menurut kecamatan pada umumnya penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk
perempuan
kecuali
pada
Kecamatan
Kundur,
jumlah
penduduk perempuan sebanyak 17.039 orang lebih banyak dari penduduk laki-laki yaitu 16.839 orang.
Laporan Akhir
4- 58
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.34 :
Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun, 2010
Kecamatan
Jumlah Penduduk Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
01. Moro
9.071
8.441
17.512
02. Durai
3.040
2.781
5.821
16.839
17.039
33.878
04. Kundur Utara
8.815
8.251
17.066
05. Kundur Barat
8.289
7.857
16.146
21.793
20.808
42.601
07. Buru
4.616
4.351
8.967
08. Meral
23.273
21.354
44.627
09. Tebing
13.187
12.756
25.943
108.923
103.638
212.561
03. Kundur
06. Karimun
Jumlah Sumber : BPS, Karimun Dalam Angka 2011
Penduduk Kabupaten Karimun pada umumnya berada pada usia muda. Penduduk usia 15 – 64 tahun sebanyak 139.931 jiwa atau 65,83 persen. Komposisi penduduk pada usia muda tersebut menyebabkan prioritas pembangunan lebih diarahkan pada pengeluaran untuk membiayai usaha-usaha dalam upaya menciptakan kesempatan kerja sehingga dapat menekan tingkat pengangguran. Selain itu, penduduk Kabupaten Karimun yang berusia dibawah 15 tahun sebanyak 64.701 jiwa atau 30,44 persen dan usia diatas 64 tahun sebanyak 7.923 jiwa 3,73 persen. Kelompok usia tersebut sangat membutuhkan tersedianya fasilitas pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Laporan Akhir
4- 59
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.35
: Penduduk menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun, 2010
Kelompok Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
0–4
11.370
10.601
21.971
5–9
11.360
10.862
22.222
10 – 14
10.534
9.974
20.508
15 – 19
9.375
8.683
18.058
20 – 24
8.581
8.269
16.850
25 – 29
9.826
10.285
20.111
30 – 34
10.077
10.072
20.149
35 – 39
9.022
8.269
17.291
40 – 44
7.334
6.603
13.937
45 – 49
6.337
5.586
11.923
50 – 54
5.011
4.765
9.776
55 – 59
3.829
3.326
7.155
60 – 64
2.325
2.356
4.681
65 – 69
1.818
1.769
3.587
70 – 74
1.211
1.143
2.354
75+
910
1.072
1.982
TT
3
3
6
108.923
103.638
212.561
Jumlah
Sumber : BPS, Karimun Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
4- 60
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten pada tahun 2010 sebanyak 147.860 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 75.659 orang dan perempuan sebanyak 72.201 orang. Dari jumlah penduduk usia kerja tersebut sebanyak 61,66 persen merupakan angkatan kerja dan sebanyak 38,34 persen merupakan bukan angkatan kerja. Penduduk usia kerja yang telah bekerja sebanyak 54,42 persen dan sebanyak 7,24 persen dengan status mencari pekerjaan. Tabel 4.36 :
Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Selama Seminggu yang Lalu dan Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun, 2010 Keterangan
Laki-Laki
Perempuan
1. Angkatan Kerja
83,94
38,32
61,66
1.1 Bekerja
79,44
28,2
54,42
4,5
10,12
7,24
16,06
61,68
38,34
2.1 Sekolah
8,16
8,06
8,11
2.2 Mengurus rumahtangga
4,64
49,61
26,6
2.3 Lainnya
3,27
4,01
3,63
Jumlah
100
100
100
75.659
72.201
147.860
1.2 Mencari Pekerjaan 2. Bukan Angkatan Kerja
Penduduk 15 tahun keatas Tahun 2010
Jumlah
Sumber : BPS, Karimun Dalam Angka 2011
Penduduk Kabupaten Karimun sebagian besar (31,79 persen) bekerja pada sektor pertanian. Wilayah Kabupaten Karimun yang berada di antara Kota Batam, Singapura, Malaysia, Kepulauan Riau dan Riau. Hal ini menjadikan Karimun sebagai tempat yang sangat strategis terutama untuk berbagai kegiatan perekonomian. Namun demikian, peluang ini belum dapat diambil secara baik oleh tenaga kerja lokal, hal ini tercermin dari penduduk yang bekerja pada sektor industri sebesar 2,72 persen.
Laporan Akhir
4- 61
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Tabel 4.37
: Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Karimun tahun 2010 Lapangan Usaha
01. Pertanian
Persentase 31,79
02. Pertambangan
4,25
03. Industri
2,72
04. Listrik, Gas dan Air
0,5
05. Konstruksi
12,03
06. Perdagangan
18,12
07. Angkutan dan Komunikasi
5,81
08. Keuangan
0,63
09. Jasa
20,1
10. Lainnya
4,05
Jumlah
100
Sumber : BPS, Karimun Dalam Angka 2011
Posisi strategis Kabupaten Karimun seharusnya dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh penduduk di Kabupaten Karimun. Mengingat kualifikasi kebutuhan tenaga kerja disektor industri lebih kompleks dibandingkan dengan sektor pertanian, maka kualitas tenaga kerja yang ada juga harus disediakan sesuai dengan spesialisasi yang dibutuhkan pada sektor industri. Sebagai daerah otonom baru, Kabupaten Karimun terus melakukan pembangunan diberbagai bidang termasuk penyediaan infrastruktur yang dapat menyerap kesempatan kerja sebanyak 12,03 persen. Meningkatnya daya beli masyarakat juga telah mendorong aktifitas ekonomi masyarakat melalui kegiatan perdagangan yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 18,12 persen.
Seiring berkembangnya aktifitas ekonomi
masyarakat, kegiatan jasa kemasyarakatan juga terus berkembang dan mampu membuka kesempatan kerja sebesar 20,1 persen. Laporan Akhir
4- 62
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
Perekonomian Daerah Ekonomi Kabupaten Karimun pada tahun 2010 mampu tumbuh sebesar 6,56 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu sebesar 6,23 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karimun atas dasar harga berlaku tahun 2010 mampu menciptakan nilai tambah sebesar 4.287 milyar rupiah, dan atas dasar harga konstan tahun 2000 nilai PDRB tahun yang sama sebesar 2.041 milyar rupiah. Tabel 4.38 : Distribusi Persentase PDRB atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha, 2008 dan 2010 Lapangan Usaha 1. Pertanian/ Agriculture
2008
2010 27,68
26,69
2. Pertambangan & Penggalian
7,84
7,09
3. Industri Pengolahan/
8,24
8,71
4. Listrik & Air Bersih
0,33
0,34
5. Bangunan
7,54
9,22
6. Perdagangan, Hotel & Retoran
26,61
26,47
7. Pengangkutan & Komunikasi
13,62
13,18
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
3,09
3,13
9. Jasa-jasa
5,05
5,17
Total
100
100
Sumber : BPS, Karimun Dalam Angka 2011
Pada tahun 2010 sektor-sektor yang menjadi andalan dalam perekonomian Kabupaten Karimun adalah sektor pertanian sebesar 26,69 persen, sektor perdagangan,hotel,restoran sebesar 26,47 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 13,18 persen, dan sektor industri pengolahan sebesar 8,71 persen.
Laporan Akhir
4- 63
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
2. Isu dan Permasalahan Pembangunan Kependudukan Pada Wilayah Pengembangan Pusat-Pusat Pertumbuhan Melalui Pengembangan Kawasan Strategis. Isu
dan
permasalahan
pembangunan
pada
wilayah
pengembangan kawasan strategis antara lain sebagai berikut : a. Belum optimalnya pemanfaatan lokasi Bintan, Karimun dan Batam yang dekat dengan Singapura sebagai pusat perdagangan dunia, juga dengan Asia Timur (Cina, Taiwan, Korea Selatan, Vietnam dan Malaysia) yang merupakan kawasan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan perdagangan paling tinggi di dunia. Ini ditandai dengan masih minimnya upaya kerjasama pembangunan dengan negara
tetangga
terutama
dalam
aspek
perekonomian,
perdagangan dan budaya, seperti kawasan perdagangan bebas (free trade zone, FTZ). b. Belum adanya rencana tata ruang termasuk tata ruang laut yang terintegrasi dan detail bagi pembangunan infrastruktur yang berkualitas dan merata. Hal ini menyebabkan berkurangnya minat investor dalam membangun ekonomi dan mengelola potensi daerah. Selain itu belum adanya RTRW Batam, Bintan dan Karimun yang telah disahkan baik oleh pemerintah daerah (Perda) maupun keputusan pemerintah pusat mengakibatkan pelaksanaan kebijakan Free Trade Zone (FTZ) masih dirasa belum efektif c. Masih minimnya dukungan sektor industri dalam meningkatkan nilai tambah hasil produksi tangkapan nelayan dan hasil panen petani
Laporan Akhir
4- 64
Strategi Kependudukan Kepulauan Riau
Sebagai Landasan Rencana Pembangunan 2012-2020
d. Masih rendahnya kualitas SDM yang meliputi keterampilan (kemampuan menerapkan IPTEK dan manajemen); jiwa wirausaha (entrepreneurship). Hal ini tercermin dari rata-rata lama bersekolah penduduknya masih dibawah 9 tahun. Artinya penduduk pada kawasan strategis rata-rata belum tidak tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). e. Masih rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, terutama untuk masyarakat di daerah perdesaan dan pulau-pulau kecil yang jauh dari pusat kota serta kawasan kumuh (slum areas) perkotaan. Hal ini disebabkan oleh biaya berobat dan perawatan kesehatan yang relatif mahal, rendahnya perluasan dan peningkatan mutu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan
Asuransi
Kesehatan
Masyarakat
Miskin
(Askeskin),
terbatasnya ketersediaan tenaga medis dan fasilitas kesehatan terutama di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu serta kurangnya kemampuan, kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. f. Masih rendahnya perkembangan sektor listrik (pasokan energi listrik), gas dan air bersih yang dapat menekan laju pertumbuhan ekonomi terutama sektor industri, perdagangan hotel dan restoran sebagai akibatnya dapat mempengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja.
Laporan Akhir
4- 65