RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
Analisis isu-isu strategis yang terkait dengan pembangunan daerah Sulawesi Utara dapat diuraikan berdasarkan rekomendasi kajian sinergitas dan keterkaitan unsur perencanaan pembangunan daerah. Bagian ini menjelaskan tentang beberapa isu strategis terkait dengan justifikasi rencana RPJMD Tahun 2016-2021 Permasalahan dan Isu strategis pembangunan Provinsi Sulawesi Utara tahun 2016-2021 diuraikan sebagai berikut : 4.1. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN 4.1.1. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN YANG MENJADI URUSAN WAJIB YANG BERKAITAN DENGAN PELAYANAN DASAR A.
PENDIDIKAN; 1) 2) 3)
4) 5) 6) 7)
B.
Rata-rata lama sekolah relatif masih rendah, karena baru mencapai 8,9 tahun. Artinya rata-rata penduduk Sulawesi Utara tidak tamat SMP. Angka partisipasi murni SD dan SMP belum mencapai 100%. Artinya masih banyak penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan SD dan SMP tidak bersekolah atau putus sekolah. Angka putus sekolah msaih cukup tinggi, apalagi di tingkat SMP dan SMA, sementara dan angka melanjutkan sekolah relative rendah. Artinya banyak penduduk Sulawesi Utara sesudah tamat SD, enggan melanjutkan ke SMP dan yang tamat SMP enggan melanjutkan ke SMA. Kualitas pelayanan pendidikan Anak usia dini relative masih rendah Kualitas sarana dan prasarana sekolah pendidikan Anak usia dini relative masih rendah Kualitas dan kompetensi guru masih sangat rendah meskipun sudah mendapatkan sertifikasi. Peningkatan kapasitas SDM kependidikan dalam mengelola kewenangan penanganan SMA/SMK yang dahulunya ditangani oleh kabupaten dan kota menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
KESEHATAN; 1)
Angka kematian ibu melahirkan masih tinggi. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penting yang merefleksikan derajat kesehatan di suatu daerah.AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penangganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
1
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahrkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu tahun 2005 adalah 150/100000 KH menurun menjadi 139/100000 KH pada tahun 2009, kemudian terjadi peningkatan pada Tahun 2010 menjadi 183/100000 KH. Sedangkan Angka Kematian Bayi pada Tahun 2005 25,6/1000 KH menurun menjadi 25/1000 KH pada Tahun 2009, kemudian terjadi peningkatan pada Tahun 2010 menjadi 29/1000 KH. Angka Kematian Ibu berdasarkan pencapaian kinerja dikategorikan cukup berhasil, walaupun angka ini belum dapat menekan angka kematian ibu di Provinsi Sulawesi Utara, dimana AKI Sulawesi Utara tahun 2011 ditargetkan 153 per 100.000 Kelahiran Hidup (64 kasus) ternyata terjadi peningkatan kasus kematian ibu sebanyak 71 kasus (186/100000KH). Pada tahun 2012 terjadi penurunan kasus kematian ibu melahirkan, dimana ditargetkan sebesar 59 kasus turun menjadi 49 kasus, pada tahun 2013 ditargetkan 57 kasus meningkat menjadi77 kasus dan tahun 2014 ditargetkan 47 kasus meningkat menjadi 58 kasus, pada tahun 2015 ditargetkan 102/100.000 (42 kasus) meningkat meningkat menjadi 170/100.000 (70 kasus) kematian ibu melahirkan, dengan sebab kematian sebagai berikut perdarahan 24 kasus, hipertensi dalam kehamilan 13 kasus, infeksi 1 kasus dan lain-lain 32 kasus. Penurunan angka kematian ibu melahirkan berjalan lamban, Hal ini dapat dilihat pada beberapa Kabupaten/Kota yang belum dapat menekan Angka Kematian Ibu seperti kota Manado 12 kasus, Kabupaten Minahasa 10 kasus, Kabupaten Minahasa Tenggara 8 kasus diikuti oleh Kabupaten Minahasa Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow masing-masing 6 kasus. Walaupun demikian kondisiini masih berada dibawah rata-rata nasional, 228/100.000 KH. Jika dilihat dari target global MDGs yang ditetapkan sebesar 102/100.000KH, diperlukan upaya sinergitas program antara provinsi dan Kabupaten/Kota dalam menempatkan upaya penurunan kematian ibu menjadi program prioritas di Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah kematian yang tinggi. Rendahnya fasilitas rujukan maternal neonatal baik di rumah sakit maupun puskesmas serta kurangnya jumlah tenaga kesehatan bidan, tenaga spesialist kebidanan di kabupaten/kota menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu. Penyebab kematian ibu melahirkan di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2015 yang tertinggi disebabkan oleh perdarahan (29%), Eklampsia (29%), infeksi 3 %, penyebab lain (39%). Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara berkomitmen penuh dalam upaya menurunkan angka kematian ibu yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
2
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
i. ii. iii. iv. v. vi. vii. viii. ix.
Pemetaan dan pendataan ibu hamil, balita dan status gizi berbasis masyarakat. Standarisasi pelayanan publik di bidang KIA di puskesmas, rumah sakit dan klinik bersalin. Penguatan sistem rujukan maternal neonatal di wilayah puskesmas maupun antar kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sulawesi Utara maupun dengan Provinsi lain. Pembentukan program-program unggulan di masing-masing kabupaten/Kota. Sinergitas kebijakan antara provinsi dan kabupaten/kota.2014-2015 f.Integrasi program dengan lintas program,lintassektor, lintas organisasi,swasta, Perguruan Tinggi dan kelompok masyarakat. Kegiatan lomba desa Siaga KIA serta Lomba Posyandu. Pembinaan/pendampingan puskesmas dalam rangka monitoring, evaluasi program secara terintegrasi dan teratur. Peningkatan kualitas dengan semakin gencarnya kampanye Asi Eksklusif dan Inisiasi Menyusui Dini serta Keluarga Sadar Upaya kesehatan ibu hamil diwujudkan dalam pemberian pelayanan antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan , dengan distribusi waktu minimal 1 kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0 – 12 minggu), 1 kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12 – 24 minggu), dan 2 kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 – 36 minggu). Standard waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin, berupa deteksi dini faktor resiko, pencegahan dan penanganan dini komplikasi kehamilan. Hasil pencapaian upaya kesehatan dapat dinilai dengan menggunakan indikator cakupan K4. Cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standard paling sedikit 4 kali sesuai dengan jadwal yang dianjurkan, dibandingkan sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan. Berikut ini disajikan cakupan K4 kabupaten/kota se provinsi Sulawesi Utara tahun 2015. Pada tahun 2015, pencapaian indikator kinerja “ persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal (Cakupan K4)” ditargetkan 95 % dapat terealisasi dengan baik yaitu mencapai 85,56 % atau setara 39.613 ibu hamil yang memperoleh K4 dari total ibu hamil 46.299. Sedangkan Proporsi Kelahiran yang
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
3
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
ditolong tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN) dapat diukur dari jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dibandingkan dengan jumlah sasaran ibu bersalin dalam setahun dikali 100 %. Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan Pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga terlatih. Pencapaian indikator PN dari tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan semakin meningkat. Cakupan PN dari tahun ke tahun terjadi peningkatan dimana pada tahun 2011 mencapai 81,28%, tahun 2012 mencapai 84,63 %, tahun 2013 mencapai 85.17%, tahun 2014 mencapai 85,20 % , dan pada tahun 2015 mencapai realisasi 85,23 %, ( Jumlah ibu Bersalin 44.119 pertolongan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan 37.603 ). Kenaikan dari tahun ke tahun tidak terlalu signifikan namun demikian Capaian indikator kinerja termasuk kategori Berhasil. Walaupun secara Provinsi target indikator Pn tersebut telah tercapai , namun masih terdapat disparitas cakupan antar Kabupaten/Kota, yaitu terendah di Kabupaten Minahasa Selatan 68,62 % dan tertinggi di Kota Tomohon 96,29 %.Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara terus melakukan upaya-upaya, terutama perhatian khusus pada daerah daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), dengan menitikberatkan pada focus totalitas pemantauan yang menjadi salah satu upaya deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil. 2)
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah penduduk yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Usia bayi merupakan kondisi yang rentan baik terhadap kesakitan maupun kematian. Menurut hasil SDKI 2012, AKB Sulawesi Utara menunjukkan angka 33/1.000 KH lebih tinggi 1 point dari AKB Nasional yaitu 32/1.000 KH.Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota , didapatkan bahwa sepanjang tahun 2010 terdapat 242 kasus kematian bayi, tahun 2011 meningkat menjadi 333 kematian bayi dan pada tahun 2012 menurun menjadi 246 kasus kematian bayi, pada tahun 2013terjadi peningkatan380 kasus kematian bayi,tahun 2014 terjadi penurunan dengan jumlah kasus kematian mencapai 289 kasus kematian bayi dan pada tahun 2015 jumlah kasus kematian bayi ditargetkan 23/1000 Kelahiran Hidup (980 kasus), terealisasi 239 kasus dengan demikian indikator capaian kinerja 100 % , kategori berhasil. Berbagai faktor dapat menyebabkan adanya penurunan AKB, diantaranya pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya . Hal ini disebabkan AKB sangat sensitif terhadap perbaikan pelayanan kesehatan. Selain itu ,perbaikan kondisi ekonomi yang tercermin dengan pendapatan masyarakat yang meningkat juga
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
4
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
dapat berkontribusi melalui perbaikan gizi yang berdampak positif pada daya tahan bayi terhadap infeksi penyakit. Penurunan AKB menunjukkan adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat yang sekaligus mencerminkan Umur Harapan Hidup pada saat lahir.Di Sulawesi Utara Umur Harapan Hidup dari tahun ke tahun terus meningkat, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara, dengan menggunakan perhitungan metode baru tercatat Umur Harapan Hidup tahun 2010 sebesar 70,40tahun, tahun 2011 sebesar 70,55 tahun , tahun 2012 sebesar 70,70 tahun, tahun 2013 sebesar 70,86 tahun dan pada tahun 2014 sebesar 70,94 tahun (BPS 2015). 3)
Perkembangan AKABA (Angka Kematian Balita) sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 memperlihatkan adanya kecenderungan penurunan dari tahun ke tahun. Kondisi yang dicapai pada tahun 2013 tercatat jumlah kasus kematian balita sebesar 412 kasus, tahun 2014 terjadi penurunan kasus, dengan jumlah 304 kasus , dan pada tahun 2015 menurun lagi mencapai angka 253 kasus kematian. Untuk angka kematian Neonatal ( bayi baru lahir (0-28 hari) merupakan kelompok umur yang memiliki resiko gangguan kesehatan paling tinggi, upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standard pada kunjungan bayi baru lahir.Cakupan kematian Neonatal /1.000 Kelahiran Hidup di Sulawesi Utara pada tahun 2013 mencapaangka 331 kasus kematian, tahun 2014 terjadi penurunan kasus dengan jumlah kematian sebesar 238 kasus,dan pada tahun 2015 mencapai 207 kasus kematian neonatal. Bayi dan anak memiliki risiko yang lebih tinggi terserang penyakit menular dibandingkan dengan kelompok penduduk dewasa.Penyakit menular yang kerap dikenal sebagai Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Immunisasi (PD3I) yaitu Difhteri, Tetanus,Hepatitis B, Radang selaput otak, Radang Paru-paru, Pertusis dan Polio Dengan adanya fakta tersebut, salah satu bentuk upaya pencegahan yang terbaik dan sangat vital agar kelompok berisiko tersebut dapat dilindungi adalah immunisasi. Pemerintah telah menetapkan program lima immunisasi dasar lengkap pada bayi yang meliputi 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 4 dosis Hepatitis B dan 1 dosis campak.Kondisi yang dicapai tahun 2015 terhadap cakupan Immunisasi Dasar Lengkap realisasi pencapaian 75,5 %. Disamping penyakit pada balita yang dapat dicegah dengan immunisasi adalah campak. Campak adalah penyebab utama kematian pada balita, Oleh karena itu
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
5
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
pencegahan campak merupakan faktor penting dalam mengurangi angka kematian balita. Immunisasi campak diberikan pada bayi umur 9 – 11 bulan dan merupakan immunisasi terakhir yang diberikan kepada bayi di antara immunisasi wajib lainnya.Adapun capaian immunisasi campakdari tahun ke tahun terjadi peningkatan dimana pada tahun 2012 sebesar 80,8%, tahun 2013 sebesar 88% , tahun 2014 meningkat sebesar 92,6% dan pada tahun 2015 ditargetkan 95 % terealisasi hanya sebesar 79,8 %, dengan indikator kinerja mencapai 84,%, Universal Child Immunization atau biasa disingkat UCI merupakan gambaran suatu desa/kelurahan dimana kurang lebih 80% dari jumlah bayi (0 -11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat immunisasi dasar lengkap.Pada tahun 2014 realisasi pencapaian sebesar 82,50 %, pada tahun 2015 terjadi penurunan cakupan yatu ditargetkan 95 %, terealisasi sebesar 75 % . Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam MDGs adalah status gizi balita.Status gizi balita dapat diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan Tinggi Berat (TB). Peran serta masyarakat dalam penimbangan balita (D/S) menjadi sangat penting dalam deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk, bila ditemukan penyakit akan dapat segera dilakukan upaya pemulihan dan pencegahan sehingga tidak menjadi gizi kurang atau gizi buruk . Penanganan yang cepat dan tepat sesuai tatalaksana kasus anak gizi kurang/gizi buruk akan mengurangi resiko kematian, sehingga angka kematian akibat gizi buruk dapat diturunkan. Cakupan pemantauan pertumbuhan secara bertahap mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tahun 2013 realisasi indikator D/S 82,77%, tahun 2014 realisasi indikator D/S, 83,04 % dan pada tahun 2015 terjadi penurunan dengan realisasi indikator D/S hanya mencapai 75 %, namun demikian masih dikategorikan Cukup Berhasil. Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) berfungsi sebagai instrument penilaian pertumbuhan anak merupakan dasar strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sejak tahun 1980-an. Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 (dua) fungsi utama, yang pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan anak ( misalnya immunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare dll ) untuk meningkatkan kesehatan anak. Pada tahun 2013 persentase Balita Naik Berat Badannya ( N/S) terealisasi 69,29 %, tahun 2014
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
6
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
terealisasi sebesar 73%, dan pada tahun 2015 meningkat lagi menjadi 83,99 % . Meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, yang ditunjang berbagai upaya promotif, preventif dan kuratif serta meningkatnya peran serta masyarakat, telah berhasil menurunkan prevalensi gizi kurang dan buruk pada balita. Hal ini dapat terlihat pada indikator prevalensi balita dengan Berat Badan Rendah/kekurangan gizi (BGM) yang pada tahun 2012 sebesar 7 % mencapai angka 5,8 %, tahun 2013terealisasi 2,50 %, tahun 2014 terealisasi 2,4 %, dan pada tahun 2015 telah mencapai angka 1,51 %. Persentase Balita gizi buruk pada tahun 2014 mencapai angka 0,02 % dan pada tahun 2015 pencapaian masih tetap dipertahankan yaitu sebesar 0,02% jauh dibawah yang ditargetkan, dengan demikian indikator kinerja dapat dikategorikan berhasil. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara berupaya terus dalam penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk balita dengan fokus pada Upaya Pencegahan dan penanganan. Perbaikan gizi melalui: a) b)
Pemberian makanan pendamping ASI & Suplementasi zat gizi . Upaya pemberdayaan masyarakat untuk memperbaiki pola asuh balita yangmeliputi antara lain penerapan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif sampai bayi mencapai usia 6 bulan serta mulai memberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI).
Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.Pada tahun 2015 persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan di targetkan 100 %, terealisasi 100 %. 4)
Masih tingginya angka penyakit menular utamanya AIDS, Malaria, TBC, Sementara penyakit tidak menular atau degenerative mulai meningkat, disamping itu telah timbul pula berbagai penyakit baru (new and re-emerging diseases). Penaggulangan penyakit Malaria, HIV/AIDS dan TB masih perlu mendapat perhatian dan penanganan. Penyakit TB dan HIV/AIDS merupakan fenomena gunung es (Iceberg Fhenomen) hingga saat ini. Total kasus HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Utara adalah sampai akhir tahun 2009 adalah 613 kasus dengan perincian 240 kasus HIV dan 373 kasus. Adapun dari 613 penderita yang sudah meninggal sebanyak 96 kasus atau masih ada 517 penderita yang masih hidup.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
7
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat meyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi baccil TB. Tuberculosis menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs. WHO merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective).. Penderita TB Case Notification Rate pada tahun 2006 yaitu 190 kasus, tahun 2007 menurun yaitu 167 kasus, meningkat pada tahun 2008 yaitu 184 kasus dan tahun 2009 turun menjadi 163 kasus. Untuk Case Detection Rate (CDR), tahun 2007 yaitu 90 kasus, tahun 2008 mengalami penurunan menjadi 85 kasus dan tahun 2009 yaitu 80 kasus. Selain upaya deteksi Tuberculosis, penanganan melalui berhasilnya suatu pengobatan juga penting dilakukan. Hasil pengobatan (Cure Rate) penderita baru BTA (+) pada tahun 2009 yaitu 88 %. Pada tahun 2015 proporsi kasus TBC yang diobati dan sembuh dalam program DOTS dengan target >85% terealisasi sebesar 89 %,sehingga pencapaian kinerjanya sebesar 100%, dengan kategori berhasil. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) TB dalam memantau keteraturan berobat pasien berjalan dengan baik. Selain itu , kesadaran dan komitmen pasien tentang kepedulian terhadap kesehatan juga meningkat. Meskipun capaian indikator proporsi kasus TBC yang diobati dan sembuh dalam program DOTS dapat meningkat secara signifikan namun demikian masih ada masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraan pengendalian TB , yaitu antara lain : a. Masih adanya kesenjangan dalam mengakses layanan DOTS berkualitas terutama pada kelompok unreach population yaitu penderita TB di daerah terpencil, perbatasan dan Kepulauan (DTPK), penderita TB anak, penderita TB HIV, dan lain-lain. b. Belum semua rumah sakit swasta dan Dokter Praktek Swasta (DPS) menerapkan strategi DOTS dalam pengendalian TB. Indikator upaya pengendalian TB di Sulawesi Utara memperlihatkan hasil yang menggembirakan dimana terlihat proporsi jumlah kasus TBC yang terdeteksi pada tahun 2015 ditargetkan 98 % terealisasi 98% .Dengan demikian indikator kinerja capaian sebesar 100%, dikategorikan berhasil. Namun demikian tantangan kedepan akan semakin berat dengan adanya ancaman peningkatan koinfeksi TB resisten obat. Trend penyakit malaria dari persentase kematian yang disebabkan oleh malaria diantara semua kasus malaria yang
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
8
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
rawat inap yaitu 0,69 % tahun 2007 meningkat 0,64 % tahun 2008 dan menurun 0,44 pada tahun 2009. Penyakit malaria sendiri telah menjadi perhatian di dunia dan di Indonesia karena kejadiannya merupakan kejadian luar biasa. Di Sulawesi Utara angka kejadian penyakit malaria dibeberapa wilayah masih tinggi terutama kabupaten kepulauan Sangihe 3315 kasus dan terendah di Tomohon 128 kasus. Dari sejumlah kasus malaria klinis rata-rata selama 5 tahun terakhir (tahun 2005 – 2009) hanya 35.5 persen yang diperiksa, dengan hasil positif (slide positive rate) sebesar 52,5 persen. SPR malaria se klinis se Provinsi Sulawesi Utara tahun 2005 dari 47 meningkat terus hingga tahun 2009 yaitu menjadi 60,5. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) , karena perjalanan penyakit ini cepat dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Sulawesi Utara juga masih cukup tinggi yaitu dari bulan Januari s/d Desember 2009 jumlah kasus DBD di Sulawesi utara yaitu 1616 kasus dengan kematian akibat DBD berjumlah 20 kematian (Incidence rate (IR)= 72,9 % dan Case Fatality Rate (CFR) =1,24). Pola perkembangan DBD pada tahun 2015 di Provinsi Sulawesi pada bulan Januari – Maret 2015 terjadi peningkatan kasus karena curah hujan yang sangat ekstrim (hujan panas yang tidak menentu) sehingga berdampak pada tingginya populasi vektor nyamuk . Kondisi yang dicapai pada tahun 2013 angka kesakitan penderita DBD per 100.000 pendudukdiperoleh angka Insidens Rate (IR) DBD sebesar 55/100.000 penduduk, pada tahun 2014 terjadi penurunan dimana angka Insidens Rate yang diperoleh sebesar 56/100.000 penduduk, namun pada tahun 2015 terjadi peningkatan kasus dimana angka Insidens Rate sebesar 68/100.0000 penduduk artinya jumlah total kasus DBD kasus sebanyak 1545 kasus, kematian DBD sebesar 21 kasus, dengan capaian indikator kinerja sebesar 75 %namun demikian indikator capaian kinerja masih dikategorikan Cukup Berhasil. Upaya – upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam memberantas DBDmencakup upaya upayapemutusan rantai penularan penyakit, kegiatan ini terus ditingkatkan dan dioptimalkan dengan mengedepankan upaya promotif dan preventif antara lain denganmeningkatkan peran serta masyarakat untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) salah satunya melalui Gerakan Serentak Basmi Demam Berdarah yang dicanangkan oleh Gubernur Sulawesi Utara dan menggalakkan program jumantik
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
9
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
(juru pemantau jentik) sekolah. Disamping itu pengembangan sistimsurveilans vektor secara berkala terus dilakukan, terutama dalam kaitannyadengan perubahan iklim dan pola penyebaran kasus dan yang lebih penting adalah agar masyarakat melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Angka kematian /Case Fatality Rate (CFR) DBD masih mencapai angka diatas 1 %, walaupun angka ini dapat ditekan dari 1,84 % pada tahun 2010 menjadi 1,37 % pada tahun 2011 , menurun pada tahun 2012 sebesar 1,21% dan pada tahun 2013menurun menjadi 1,05 %, namun pada tahun 2014 terjadi peningkatan angka CFR menjadi 1,89% dan pada tahun 2015 masih berada pada posisi 1,36% dengan capaian indikator kinerja 73% yang masih dikategorikan Cukup berhasil. Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan Case Fatality Rate di atas angka 1 % ntara lain : a. Keterlambatan orang tua untuk membawa anak ke unit pelayanan kesehatan. b. Faktor cuaca/curah hujan yang sangat ekstrim pada tahun 2014 (Hujan panas yang tidak menentu) berdampak pada tingginya populasi vector nyamuk. c. Mobilisasi penduduk dan transportasi yang sangat tinggi. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara dalam memberantas DBD mencakup langkahlangkah pencegahan dan penemuan kasus yang secara efektif guna mengendalikan penyakit ini meliputi : a. Upaya Pencegahan : Gerakan 3 M Plus : Menguras, menutup tempat penampungan air, serta mengubur barang barang bekas, ditambah dengan menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk, penggunaan kelambu dan menaburkan bubuk abate. b. Melakukan pemeriksaan jentik secara berkalA, baik secara mandiri mupun oleh jumantik. c. Menggalakkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. d. Penjaringan kasus DBD melalui surveilans aktif ke rumahrumah sakit oleh tim surveilans provinsi bersama Kabupaten/Kota. e. Peningkatan kesadaran dan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah untuk melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan DBD. f. Penerapan Communication for behavioral impact atau komunikasi perubahan perilaku.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
10
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
5) 6)
7) 8)
9)
10) 11) 12)
Disparitas status kesehatan yang berbeda antara kabupaten/kota masih cukup lebar terutama di DTPK. Penyebaran SDM Kesehatan belum merata. Tenaga-tenaga kesehatan masih terpusat di daerah perkotaan. Dibeberapa daerah kabupaten/kota masih terdapat kekurangan tenaga dokter umum dan dokter spesialis terutama kabupaten kota pemekaran. Upaya yang telah dilakukan sampai saat ini yaitu adanya pemenuhan melalui program dokter / dokter gigi / dokter spesialis PTT. Program pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan untuk daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan juga telah diupayakan. Jumlah Sarana dan prasarana yang ada telah memadai namun kualitas belum memenuhi standar dan belum merata. Untuk mewujudkan komitmen global sebagaimana resolusi WHA ke – 58 tahun 2005 di Jenewa yang menginginkan setiap negara mengembangkan Universal Health Coverage (UHC) bagi seluruh penduduk, maka pemerintah bertanggungjawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Seiring dengan, dikeluarkan UndangUndang No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang mengamanatkan bahwa Jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk di antaranya adala Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan kemudian disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No,101 tahun 2012 tentang Penerima bantuan Iuran (PBI) dan Peraturan Presiden No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Utara selaku wakil pemerintah di daerah bertanggung jawab dalam kesehatan berkewajiban menyiapkan sarana dan prasarana termasuk SDM kesehatan yang akan bertugas.Pada tahun 2015 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara menargetkan cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan (UHC) sebesar 80 %, terealisasi sebesar 60 %, dengan indikator capaian kinerja 75 %, dikategori Cukup berhasil. Biaya kesehatan meningkat secara signifikan sehingga menyulitkan masyarakat “hampir miskin” yang tidak mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) untuk mengakses pelayanan kesehatan yang baik. Minat tenaga medis, khusus tenaga ahli untuk ditempatkan di daerah-daerah kecil atau terpencil masih kurang. Berbagai jenis penyakit baru muncul sebagai akibat perubahan gaya hidup dan pencemaran lingkungan makin meningkat. Kesadaran akan pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan pada sebagian masyarakat terutama di kalangan berpendidikan rendah, miskin, dan menempati daerah kumuh masih rendah.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
11
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
13) 14) 15) 16) 17)
C.
Keengganan di kalangan penyedia jasa kesehatan untuk melayani masyarakat miskin dan hampir miskin masih ada. Kalangan penyedia jasa kesehatan yang mengharuskan uang jaminan terlebih dahulu sebelum melayani pasien masih banyak. Minat tenaga medis, khusus tenaga ahli untuk ditempatkan di daerah-daerah kecil atau terpencil masih kurang. Berbagai jenis penyakit baru muncul sebagai akibat perubahan gaya hidup dan pencemaran lingkungan makin meningkat. Kesadaran akan pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan pada sebagian masyarakat terutama di kalangan berpendidikan rendah, miskin, dan menempati daerah kumuh masih rendah.
PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG; 1)
2) 3) 4) 5) 6)
Kondisi jalan Provinsi dalam kondisi mantap pada akhir tahun 2015 mencapai 75,02%, dan mengalami penurunan kondisi dikarenakan adanya ruas-ruas jalan Provinsi yang mengalami perubahan status dari ruas jalan Provinsi menjadi ruas jalan Nasional yaitu sepanjang 295,53 km, dimana ruasruas jalan tersebut berada pada posisi kondisi mantap (selain ruas jalan Esang-Rainis), dan adanya penambahan 30 ruas baru atau sepanjang 373.047 km dengan 16 ruas jalan dalam kondisi tidak mantap. Masih tingginya luasan irigasi provinsi dalam kondisi rusak. Akses air bersih masih sangat rendah dan belum mencapai Standar pelayanan Minimum Perumahan Rakyat. Penanganan normalisasi sungai yang masih sangat rendah dibandingkan dengan target kinerja yang ditetapkan Akses sanitasi yang masih sangat rendah, termasuk persiapan pembangunan TPA regional. Ketaatan terhadap tata ruang yang masih belum optimal
D.
PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN; 1). Prevalensi terbentuknya kawasan kumuh perkotaan yang semakin besar. 2). Akses terhadap air bersih, penanganan persampahan dan sanitasi belum memenuhi standar pelayanan minimum. 3) Ruang Terbuka Hijau masih belum memenuhi syarat/prasyarat standar umum pemukiman sesuai Peraturan Menteri PU dalam SPM.
E.
KETENTERAMAN, MASYARAKAT; 1) 2)
KETERTIBAN
UMUM,
DAN
PELINDUNGAN
Kecenderungan meningkatnya angka kriminalitas terutama kekerasan terhadap perempuan dan anak Kecenderungan meningkatnya intoleransi, perkelahian antar kampung
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
12
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
3) 4)
5) 6) 7) 8) 9) 10)
F.
Ketaatan terhadap Perda yang relative masih sangat rendah. Adanya anggapan / persepsi masyarakat tentang menurunnya penegakkan supremasi hukum. Kecenderungan kemunculan anggapan / persepsi masyarakat ini selalu mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Kurangnya sosialisasi mengenai Peraturan Daerah yang berlaku kepada masyarakat. Kurangnya pemahaman masyarakat akan Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja. Jumlah personil Satpol PP belum tercukupi. Tenaga Satpol PP belum semuanya berstatus Aparat Sipil Negara (Masih menggunakan Tenaga Harian Lepas). Masih kurangnya tenaga yang mengikuti Diklat PPNS dan Diklat Dasar Satpol PP. Koordinasi antar instansi pemerintah dan pemerintah daerah terkait dengan pemangku kepentingan belum optimal dalam mencegah tindakan yang bertentangan dengan hukum, penegakan Perda dan pemberantasan Penyakit Masyarakat (Pekat).
SOSIAL. 1)
2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
9)
Meningkatnya jumlah penduduk sangat miskin, miskin dan hampir miskin pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2014 dan 2015, dan meningkatnya jumlah penduduk miskin rentan lainnya akibat inflasi yang sangat besar mendekati hyperinflation. Meningkatnya jumlah pengangguran pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2014 dan 2015. Penanganan rumah tangga miskin by name by address secara holistic relative belum optimal. Penangananan terhadap 22 (dua puluh dua) kelompok marginal (penyakit jiwa, anak terlantar, bayi terlantar, anak yang bermasalah hukum, dan lain-lain) masih terbatas. Penanganan lanjut usia masih terbatas. Keadilan untuk semua di mana masih terjadi ketidakmerataan akses masyarakat terhadap pelayanan publik belum tercipta. Fasilitas penampungan (shelter) untuk penanganan masalah kesejahteraan sosial (PMKS) masih terbatas. Penganan terhadap 26 penyandang kesra social (PMKF) yang memiliki kehidupan yangf tidak layak secara kemnusiaan dan memiliki kriteria masalah social yang meliputi kemiskinan, keselantaran, kecacata, keterpencilan, ketunaan, penyimpangan perilaku, korban bencana dan korban tindak kekerasan, ekploitasi dan diskriminasi masih terbatas. Fasilitas penamungan (shelter) penyandang penangan masalah kesejahteraan social (PMKS) masih terbatas.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
13
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
4.1.2. URUSAN WAJIB YANG TIDAK BERKAITAN DENGAN PELAYANAN DASAR A.
TENAGA KERJA; 1) 2)
3)
4)
5) 6)
7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16)
Kemajuan teknologi akan menurunkan kebutuhan akan tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan pengangguran. Penggunaan teknologi yang lebih tinggi membutuhkan penggunaan tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang lebih tinggi, sedangkan perkembangan penguasaan keterampilan oleh tenaga kerja masih relatif lambat. Porsi penduduk berusia lanjut yang bertambah akan mengurangi jumlah tenaga kerja produktif. Porsi penduduk berusia lanjut sebagai akibat keberhasilan mengendalikan tingkat kelahiran meningkat, sehingga membutuhkan jaminan sosial yang lebih besar. Migrasi tenaga kerja dari daerah lain yang disebabkan oleh ketertarikan terhadap perkembangan ekonomi semakin meningkat sehingga dapat mengancam kesempatan tenaga kerja lokal dan menimbulkan pengangguran. Tingkat kelahiran pada kelompok masyarakat yang berpendidikan rendah dan miskin masih tinggi. Angka pengangguran masih relatif tinggi sementara kualitas tenaga kerja yang tersedia mencakup pengetahuan, keterampilan, disiplin, dan etos kerja kebanyakan belum memenuhi kebutuhan pasar serta kepentingan pembangunan daerah. Variasi lapangan kerja yang tersedia masih terbatas. Pengangguran sukarela masih sering terjadi. Jiwa dan semangat kewirausahaan masih kurang. Masih tingginya jumlah perusahaan yang tidak memperhatikan hak-hak buruh masih ada. Masih lemahnya komitmen pemerintah Kabupaten/Kota dalam menangani masalah pengangguran, khususnya dalam penciptaan lapangan kerja. Terbatasnya tenaga Instruktur, bahkan tidak menutup kemungkinan pada Tahun 2017 tenaga Instruktur tidak ada lagi karena sudah memasuki usia Pensiun. Belum semua Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh lebih dari 50 (lima puluh) orang membentuk LKS Bipartit, sementara LKS Bipartit yang ada belum berfungsi dengan baik. Belum semua Kabupaten membentuk Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. Belum semua Perusahaan mewajibkan pekerjanya masuk menjadi peserta Jamsostek. Terbatasnya tenaga Pengawas Ketenagakerjaan dan Pegawai Mediator, bahkan ada beberapa Kabupaten/Kota tidak memiliki pegawai dimaksud.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
14
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
b.
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK; 1) 2) 3) 4) 5) 6)
7)
C.
Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk tindakan pemerkosaan dan bullying.. Tingginya jumlah perempuan yang menganggur di Sulawesi Utara dibandingkan dengan provinsi lainnya di pulau Sulawesi. Masih sering terjadi perdagangan perempuan (women-trafficking) dan kekerasan dalam rumah tangga. Kualitas hidup perempuan masih harus ditingkatkan mengingat perannya yang sentral dalam pembangunan. Peran perempuan dalam pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan masih rendah padahal mereka lebih membawa aspirasi masyarakat yang terkait dengan kesejahteraan. Perlindungan anak dan pemenuhan hak perempuan dan anak perempuan masih harus ditingkatkan untuk menyiapkan mereka menjadi generasi penerus yang sesuai dengan visi pembangunan jangka panjang. Belum optimalnya integrasi/sinkronisasi penyelenggaraan pengarusutamaan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
PANGAN; 1) Ketahanan Pangan untuk swasembada beras dan daging masih perlu perhatian yang besar dan komitmen anggaran yang serius. 2) Penanganan terhadap daerah kabupatan rawan bencana belum maksimal; 3) Keamanan pangan masih perlu ditingkatkan seiring dengan meningkatnya penemuan kasus akibat keracunan makanan. 4) Distribusi pangan di daerah kepulauan dan perbatasan pada masa-masa tertentu belum optimal. 5) Cadangan pangan pemeritah daerah masih perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya resiko rawan pangan akibat bencana alam. 6) Masih adanya daerah yang beresiko tinggi rawan pangan yang sebagian besar berada di daerah kepulauan 7) Kualitas keberagaman konsumsi pangan masyarakat masih perlu ditingkatkan. 8) Pada kondisi tertentu terdapat harga beberapa bahan pangan yang sangat fluktuatif antara lain beras, cabe, bawang merah dan tomat dan beberapa pangan lainnya. 9) Aksesibilitas pangan di daerah-daerah kepulauan sangat dipengaruhi oleh faktor distribusi pangan, lebih khusus pada musim gelombang permukaan air laut yang tinggi.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
15
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
D.
PERTANAHAN; 1) Sertifikasi Tanah untuk Rumahtangga miskian sebagai salah satu dasar intervensi program pemerintah belum dilakukan secara optimal. 2) Masih banyak ditemukan sertifikat ganda untuk satu bidang tanah dan masih semrawutnya arsip pencatatan terhadap kepemilikan tanah di tingkat desa dan kabupaten/kota. 3) Pengelolaan aset tanah (reforma aset) yang meliputi redistribusi tanah dan legalisasi aset yang meliputi tanah pada kawasan hutan yang dilepaskan, dan tanah hak, termasuk di dalamnya tanah HGU yang akan habis masa berlakunya dan tanah terlantar.
E.
LINGKUNGAN HIDUP; 1) Kualitas lingkungan hidup terutama untuk air sungai dan danau yang berada dalam kondisi cemar berat belum ditangani secara seerius. 2) Degradasi lingkungan akibat aktfitas ekonomi dan kemasyarakatan, termasuk alih fungsi lahan yang semakin sering terjadi. 3) Rehabilitasi lahan kritis berjalan lambat dan belum menampakkan komiten serius dari pemerintah untuk merehabilitasi kawasan hutan yang terbakar ada tahun 2015 akibat kemarau panjang. 4) Pengawasan terhadap illegal looging, illegal fishing dan illegal mining relative belum optimal 5) Masih lemahnya penegakan sanksi hukum terhadap pelanggaran dibidnag pengelolaan leingkungan hidup.
F.
ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL; 1)
2)
3) 4) 5)
Database kependudukan yang masih sangat lemah sehingga data kependudukan belum menunjukan situasi yang sesungguhnya. Situasi ini ditunjukkan oleh masih banyak kartu tanda penduduk (KTP) ganda namun masih banyak penduduk yang belum terdaftar. Diskriminasi baik berdasarkan status sosial maupun etnis dalam pengurusan surat-surat yang terkait dengan kependudukan dan catatan sipil masih terjadi. Migrasi penduduk dari daerah lain yang disebabkan oleh ketertarikan terhadap perkembangan ekonomi meningkat. Tingkat kelahiran pada kelompok masyarakat yang berpendidikan rendah dan miskin masih tinggi. Kelahiran di luar nikah sebagai akibat pergeseran nilai budaya terkait arus globalisasi makin meningkat.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
16
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
6) 7)
G.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA; 1)
2)
3) 4)
H.
Porsi penduduk berusia lanjut meningkat sebagai akibat keberhasilan mengendalikan tingkat kelahiran sehingga membutuhkan jaminan sosial yang lebih besar. Database kependudukan masih lemah sehingga masih menimbulkan kendala dalam menetapkan target pembangunan pemerintah. Hal ini menjadi kendala dalam pencegahan, pemberantasan kejahatan dan terorisme.
Kapasitas pemerintah desa dalam menyusun perencanaan dan penganggaran masih rendah yang berakibat pada lemahnya pengelolaan dana desa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan untuk mendorong keterkaitan desa-kota belum dilakukan secara spatial dan tematik dalam mewujudkan dan mengembangkan sentra produksi, sentra industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan, serta destinasi pariwisata sekaligus dalam upaya meningkatkan akses transportasi desa dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal/wilayah, termasuk di wilayah transmigrasi. Ketersediaan sarana dan prasarana kawasan perdesaan di antaranya air bersih, listrik, sanitasi, dan jalan ke sentra-sentra produksi pertanian pada beberapa daerah relatif sangat terbatas. Belum terkoordinasinya penanganan kemiskinan perdesaan secara holistic. Upaya penanggulangan kemiskinan dan pengembangan usaha ekonomi masyarakat desa belum optimal dalam mendukung ketersediaan sarana prasarana produksi khususnya benih, pupuk, pengolahan produk pertanian dan perikanan skala rumah tangga desa, fasilitasi, pembinaan, maupun pendampingan dalam pengembangan usaha, bantuan permodalan/kredit, kesempatan berusaha, pemasaran dan kewirausahaan; sekaligus meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam pemanfaatan dan pengembangan Teknologi Tepat Guna Perdesaan.
PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA; 1) 2)
3)
Belum tercapainya target unmet needs di Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2015. Belum ditetapkannya standar klinis pelayanan KB yang harus diselesaikan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama ataupun yang harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, termasuk tubektomi interval. Belum terintegrasinya sistem informasi fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dengan sistem informasi manajemen BKKBN. Hal ini perlu untuk memastikan setiap fasilitas kesehatan terdata dalam subsistem distribusi alat
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
17
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
4) 5)
6)
7)
8)
9)
10)
J.
kontrasepsi dan pencatatan serta pelaporan pelayanan kontrasepsi. Komitmen dan tindaklanjut terhadap pelaksanaan kampung KB yang mempromosikan dan melaksanakan manajemen keluarga berencana secara holistic masih belum optimal. Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang merata dan berkualitas, baik antarsektor maupun antara pusat dan daerah, utamanya dalam sistem SJSN Kesehatan, dengan menata fasilitas kesehatan KB; Penyediaan sarana dan prasarana serta jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi yang memadai di setiap fasilitas kesehatan KB dan kesehatan reproduksi serta jejaring pelayanan, yang didukung oleh pendayagunaan fasilitas pelayanan kesehat-an untuk pelayanan KB (persebaran fasilitas kesehatan pelayan-an KB, baik pelayanan KB statis maupun mobile/ bergerak); Peningkatan pelayanan KB dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang untuk mengurangi resiko drop-out, dan peningkatan penggunaan metode jangka pendek dengan memberikan informasi secara kontinyu untuk keberlangsungan ber-KB serta pemberian pelayanan KB lanjutan dengan mempertimbangkan prinsip rasional, efektif, dan efisien. Disamping itu juga dilakukan peningkatan pelayanan pengayoman dan penanganan KB pasca persalinan, pasca keguguran dan penanganan komplikasi dan efek samping. Advokasi program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga kepada para pembuat kebijakan, serta promosi dan penggerakan kepada masyarakat dalam penggu- naan alat dan obat kontrasepsi KB, baik dengan keutamaan menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang maupun metode kontrasepsi jangka pendek dengan tetap menjaga keberlangsungan pemakaian kontrasepsi Peningkatan pengetahuan dan pemahaman kesehatan reproduksi bagi remaja melalui pendidikan dan sosialisasi mengenai pentingnya Wajib Belajar 12 tahun dalam rangka pendewasaan usia perkawinan, dan peningkatan intensitas layanan KB bagi pasangan usia muda guna mencegah kelahiran di usia remaja; Pembinaan ketahanan dan pemberdayaan keluarga melalui kelompok kegiatan bina keluarga dalam rangka melestarikan kesertaan ber-KB dan memberikan pengaruh kepada keluarga calon akseptor untuk ber-KB. Selain itu juga dilakukan penguatan fungsi keluarga dalam membentuk keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
PERHUBUNGAN; 1)
Pertumbuhan jumlah kendaraan roda dua dan roda empat yang tidak diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas sarana jalan dan jembatan.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
18
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
2) 3) 4) 5)
6)
7)
8) 9) 10) 11)
K.
Marka jalan belum memenuhi standar pelayanan minimum. Terjadinya kemacetan rutin di beberapa titik di hamper semua kota di Sulawesi Utara. Belum memadainya sarana dan prasarana transportasi dan keterpaduan sistem transportasi multimoda dan antarmoda, Belum optimalnya penempatan transportasi laut sebagai tulang punggung sistem logistik nasional yang seharusnya dapat dilakukan melalui pengembangan pelabuhan- pelabuhan berkapasitas tinggi dengan ditunjang fasilitas pelabuhan yang memadai serta membangun short sea shipping/ coastal shipping pada jalur logistik nasional yang diintegrasikan dengan moda kereta api dan jalan raya. Pengembangan dan pengendalian jaringan lalu lintas angkutan jalan yang meliputi simpul transportasi jalan, jaringan pelayanan angkutan jalan yang efisien dan mampu mendukung pergerakan penumpang dan barang. MAsih rendahnya kualitas dan kuantitas kemampuan SDM dan perlengkapan Search and Rescue (SAR) untuk pertolongan dan penyelamatan korban kecelakaan transportasi terutama kecelakaan penerbangan dan pelayaran. Belum dikelolanya percepatan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan prioritas konektivitas ASEAN dalam kerangka penguatan konektivitas nasional Masih rendahnya tingkat keselamatan dan keamanan penyeleng- garaan pelayanan transportasi serta pertolongan dan penyelamatan korban kecelakaan transportasi. Belum optimalnya ketersediaan layanan transportasi serta komunikasi dan informatika di perdesaan, perbatasan negara, pulau terluar, dan wilayah non komersial lainnya Belum tersosialisasinya rencana pembangunan jarringan kereta api pada masyarakat terdampak pembangunan rel kereta api.
KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA; 1) 2) 3) 4)
5) 6)
Penggunaan e-government masih rendah. Data base pemerintah daerah relatif belum memadai. Pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi masih lemah. Aplikasi e-Government yang Government to Government (G2G), Government to Business (G2B) dan Government to Customers belum tersedia termasuk infrastruktur bersama yaitu jaringan komunikasi pemerintah yang aman (secured government network) serta fasilitas pusat data dan pusat pemulihan data yang terkonsolidasi. Belum tersedianya layanan e-Government secara holistik dan dikelolanya data sebagai aset strategis Belum seluruh pegawai pemerintah Sulawesi Utara memiliki penguasaan komprehensif tentang TIK.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
19
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
L.
M.
KOPERASI, USAHA KECIL, DAN MENENGAH; 1). Sulitnya akses permodalan usaha koperasi dan UMKM. 2).
Lemahnya kompetensi pengurus koperasi untuk memaksimalkan pencapaian target usaha.
3).
Masih rendahnya akses terhadap kemudahan, kepastian dan perlindungan usaha.
PENANAMAN MODAL; 1). Prosedur perijinan investasi yang masih belum kondusif untuk meningkatkan daya saing investasi. 2).
N.
KEPEMUDAAN DAN OLAH RAGA; 1) 2) 3) 4) 5)
O.
Sarana dan prasarana olahraga belum tersedia secara memadai. Institusi-institusi yang membawahi cabang-cabang olahraga belum terkelola secara memadai. Prestasi olahraga atlit Sulawesi Utara yang cenderung menurun. Minat berolahraga masyarakat Sulawesi Utara yang masih rendah karena belum menyadari bahwa olahraga adalah salahsatu perilaku hidup bersih dan sehat. Lembaga-lembaga kepemudaan belum berjalan dengan baik.
STATISTIK; 1) 2)
P.
Menurunnya daya saing Provinsi Sulawesi Utara pada dua tahun terakhir yang diakibatkan oleh menurunnya minat investor untuk menanamkam modalnya di provinsi nyiur melambai.
Belum optimalnya ketersediaan data dasar dan data sektoral yang update an akurat sebagai dasar pengambilan kebijakan. Belum terintegrasinya data dan informasi pembangunan Sulawesi Utara disertai kemudahan akses dan distribusinya.
KEBUDAYAAN; 1)
2)
3)
Pendidikan menyangkut pengetahuan tentang kebudayaan lokal (tarian daerah, musik tradisional dan bahasa daerah) belum terakomodasi secara memadai dan merata dalam kurikulum muatan lokal di sekolah-sekolah. Paguyuban-paguyuban yang dibentuk oleh masyarakat ataupun organisasi kemasyarakatan untuk mengangkat kebudayaan daerah dan melakukan penyajian kebudayaan lokal secara rutin masih sangat minim. Minat generasi muda untuk menggali, mengelola dna melestarikan kekayaan budaya dan kearifan local relative
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
20
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
rendah. Hal ini ditunjukkand engan semakin sulitnya anak-anak menggunakan bahasa daerah, mencintai kuliner asli dan budaya seni keadaerahan.
Q.
PERPUSTAKAAN; 1) 2) 3)
Menurunnya minat baca masyarakat Kurang terorganisirnya perpustakaan sesuai dengan aturan kearsipan. Belum optimalnya ketersediaan buku yang update dan jumlah yang memadai
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
21
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
4.1.3. URUSAN PILIHAN A. 1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
KELAUTAN DAN PERIKANAN; Luasnya wilayah territorial dan ZEEI Sulut serta banyaknya pulau-pulau dan berbatasan dengan Negara tetangga merupakan lahan subur untuk penangkapan ikan secara illegal dan pengrusakan ekositim pesisir. Pengawasan menjadi kurang optimal karena sarana pengawasan terbatas, kurang optimalnya peran serta masyarakat dalam pengawasan, kurangnya koordinasi lintas sector. Dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, masih terdapat kegiatan illegal fishing akibat kemampuan pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan masih lemah, penyediaan sarana dan prasarana pengawas belum memadai. Pelanggaran lintas batas oleh nelayan tradisional karena berbatasan dengan Negara tetangga philipina dan kejelasan perbatasan wilayah dengan Negara tetangga yang belum terselesaikan serta ABK nelayan yang status kewarganegaraan tidak jelas Sumberdaya ikan cenderung mengalami degradasi utamanya di perairan pantai. Beberapa factor yang menyebabkan penurunan terkait dengan degradasi kualitas lingkungan pesisir, termasuk oleh aktivitas manusia yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan perairan seperti penggunaan alat tangkap yang direkomendasikan, metode penangkapan yang merusak lingkungan (bom, racun, listrik, obat bius, dll) Produktivitas nelayan masih tergolong rendah disebabkan armada perikanan masih didominasi oleh kapal berukuran kecil yaitu perahu tanpa motor, motor temple dan kapal motor ukuran 0,5-3 GT. Juga kelemahan dari nelayan yang hanya mampu melakukan penangkapan ikan one day fishing, tingginya tingkat kehilangan mutu ikan karena belum menerapkan sistim rantai dingin, keterbatasan dalam memanfaatkan dana perbankan. Fasilitas pendukung berupa prasarana pelabuhan dan Balai Benih Ikan yang masih terbatas dan belum memadai, sehingga perlu investasi baik Pemerintah maupun swasta untuk melengkapi fasilitasnya. Dalam pengembangan perikanan budidaya, masih dihadapkan pada implementasi kebijakan tata ruang dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terbatasnya ketersediaan dan distribusi induk dan benih unggul, kesiapan dalam menanggulangi hama dan penyakit, bahan baku pakan serta tingginya harga pakan. Rendahnya produktivitas perikanan budidaya disebabkan karena struktur pelaku usaha perikanan budidaya adalah skala kecil/tradisional dengan keterbatasan aspek permodalan, jaringan teknologi dan pasar, juga serangan hama dan penyakit
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
22
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
9)
10)
11)
12)
B.
ikan serta adanya pencemaran yang mempengaruhi kualitas lingkungan perikanan budidaya. Pengembangan sistim jaminan kesehatan mutu dan keamanan hasil perikanan harus selaras dengan persyaratan dan ketentuan Internasional sehingga mampu meningkatkan daya saing hasil perikanan dalam era perdagangan global. Kesejahteraan pelaku usaha perikanan merupakan salah satu pilar penting dalam penigkatan daya saing bangsa. Permasalahan yang dihadapi adalah belum adanya perlindungan terhadap pelaku usaha UMK untuk meningkatkan daya saing melalui sinergi lintas sektor, perlindungan terhadap pasar domestic dan sertifikasi produk perikanan. Aktivitas pemanfaatan suberdaya kelautan dan perikanan tidak terlepas dari keberadaan potensi bencana alam dan dampak perubahan iklim seperti kenaikan muka air laut, intrusi air laut ke daratan, peningkatan dan perubahan intensitas cuaca ekstrim. Oleh karena itu penyiapan kapasitas masyarakat untuk melakukan berbagai upaya mitigasi bencana dan adaptasi dampak perubahan iklim sangat diperlukan Wilayah pesisir memiliki potensi kerusakan pesisir berupa kerusakan ekosistim, abrasi, sedimentasi, pencemaran sehingga diperlukan berbagai upaya rehabilitasi ekosistim, pengendalian pencemaran dan upaya revitalisasi diantaranya melalui reklamasi yang terkendali.
PARIWISATA; 1) 2)
3) 4)
5)
Masih rendahnya kunjungan wisatawan mancanegara melalui pintu masuk bandara Internasional Sam Ratulangi Belum diselesaikannya Rencana Induk Pariwisata daerah sebagai roadmap pengembangan pariwisata sesuai dengan Rencana Induk Pengembangkan Industri Nasional (RIPIN) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Belum optimalnya utilitas dan infrastruktur pariwisata sesuai standar internasional di berbagai destinasi pariwisata. Belum terbangunnya Destinasi Pariwisata yang berdayasaing melalui terutama : (a) wisata alam terdiri dari wisata bahari, wisata petualangan dan wisata ekologi; (b) wisata budaya yang terdiri dari wisata heritage dan religi, wisata kuliner dan belanja, dan wisata kota dan desa; dan (c) wisata buatan minat khusus yang terdiri dari wisata Meeting Incentive Conference and Exhibition (MICE) & Event, wisata olahraga, dan wisata kawasan terpadu; (2) meningkatkan citra kepariwisataan dan pergerakan wisatawan nusantara; (3) Tata Kelola Destinasi; serta (4) Pemberdayaan masyarakat di destinasi pariwisata
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
23
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
C.
PERTANIAN; 1)
Lahan Pertanian Keberlanjutan sektor pertanian–tanaman pangan tengah dihadapkan pada ancaman serius, yakni luas lahan pertanian yang terus menyusut akibat konversi lahan pertanian produktif ke penggunaan non-pertanian yang terjadi secara masif. Kini lahan sawah lebih menguntungkan untuk dijadikan sebagai real estate, pabrik, atau infrastruktur untuk aktivitas industri lainnya daripada ditanami tanaman pangan. Laju konversi lahan sawah sangat tinggi sementara kemampuan pemerintah dalam pencetakan sawah baru terbatas. Upaya pengendalian terhadap terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian tanaman pangan secara efektif dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dan Peraturan Pemerintah pendukungnya. Namun pada kenyataannya konversi lahan pertanian ke perumahan dan industri terus berlangsung. Ditambah lagi dengan permasalahan penurunan kualitas lahan pertanian dan luasan kepemilikan lahan pertanian yang sempit.
2)
Infrastruktur Pertanian. Salah satu prasarana pertanian yang saat ini sangat memprihatinkan adalah jaringan irigasi. Kurangnya pembangunan waduk dan jaringan irigasi baru serta rusaknya jaringan irigasi yang ada mengakibatkan daya dukung irigasi bagi pertanian sangat menurun. Kerusakan ini terutama diakibatkan banjir dan erosi, kerusakan di daerah aliran sungai, serta kurangnya pemeliharaan irigasi hingga ke tingkat usahatani. Selain itu, masih terbatasnya jalan usahatani, jalan produksi, pergudangan berpendingin udara, laboratorium dan kebun percobaan bagi penelitian, laboratorium pelayanan uji standar dan mutu, pos dan laboratorium perkarantinaan, kebun dan kandang penangkaran benih dan bibit, klinik konsultasi kesehatan tanaman dan hewan, balai informasi dan promosi pertanian, balai-balai penyuluhan serta pasar-pasar yang spesifik komoditas.
3) Perbenihan/Perbibitan Benih merupakan sarana penting bagi usaha di bidang pertanian, apabila benih/ bibit yang tersedia tidak baik atau palsu maka hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, pengadaan benih belum sesuai dengan musim tanam, biasanya benih sampai dilokasi setelah musim tanam dan kadangkala benih sudah kadaluarsa. Kondisi dikarenakan
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
24
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
infrastruktur dan system perbenihan sulit berkembang karena memerlukan investasi yang cukup besar. Sementara untuk permasalahan pembibitan ternak yang dihadapi saat ini adalah : (1) jumlah bibit ternak belum terpenuhi; (2) kualitas bibit masih rendah; (3) pelaku usaha pembibitan masih kurang respon dalam pembibitan; (4) pengurangan jumlah betina produktif akibat pemotongan betina produktif;(5) sumber pembibitan ternak masih menyebar dengan kepemilikan rendah sehingga menyulitkan dalam pembinaan dan pengumpulan; serta (6) kelembagaan pembibitan belum memadai. 4) Regulasi/Kebijakan Pengembangan sektor pertanian yang bersandar pada pengelolaan sumberdaya alam saat ini dihadapkan dengan berbagai macam regulasi yang terkait dengan lingkungan. Selain itu, untuk mencapai sasaran yang diharapkan perlu regulasi dan kelembagaan untuk mensinergikan upaya yang saling mendukung untuk pencapaian sasaran dimaksud. Oleh karena itu, regulasi dan kelembagaan dalam pembangunan pertanian mutlak diperlukan, sehingga tidak ada tumpang tindih kewenangan dan peraturan perundangan dari masing-masing Kementerian/Lembaga. Regulasi juga diperlukan untuk melindungi pengembangan komoditas usaha di bidang pertanian. Pengembangan pertanian memerlukan dukungan agar tercipta iklim yang kondusif melalui formulasi kebijakan dan pengamanan kebijakan fiskal dan moneter. Beberapa kebijakan Pemerintah yang ditetapkan belum berjalan efektif dan belum berpihak pada sektor pertanian, seperti Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah yang hanya sedikit di atas biaya produksi, pengendalian harga penjualan (beras) agar tidak memicu kenaikan inflasi. 5)
Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Pendekatan kelembagaan telah menjadi strategi penting dalam pembangunan pertanian. Pengembangan kelembagaan pertanian baik formal maupun informal belum memberikan peran berarti di perdesaan. Hal ini disebabkan oleh peran antar lembaga pendidikan dan pelatihan, Balai Penelitian dan Penyuluhan (BPP) belum terkoordinasi dengan baik. Fungsi dan keberadaan lembaga penyuluhan cenderung terabaikan. Koordinasi dan kinerja lembaga keuangan perbankan perdesaan masih rendah. Koperasi perdesaan yang bergerak di sektor pertanian masih belum berjalan optimum. Keberadaan lembaga-lembaga tradisional di perdesaan belum dimanfaatkan secara optimal. Dari sisi sumberdaya manusia, masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia pertanian merupakan kendala yang serius dalam
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
25
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
pembangunan pertanian, karena mereka yang berpendidikan rendah pada umumnya adalah petani yang tinggal di daerah pedesaan. Kondisi ini juga semakin diperparah dengan kurangnya pendampingan penyuluhan pertanian. Di sisi lain, bagi mereka yang telah mengenyam pendidikan formal tingkat menengah dan tinggi, mereka kurang tertarik bekerja dan berusaha di pertanian 6) Permodalan. Permodalan petani merupakan faktor yang mendukung keberhasilan pengembangan usahatani. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dengan mengembangkan skema kredit dengan subsidi suku bunga sehingga suku bunga beban petani lebih rendah seperti Kredit ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan skema kredit dengan penjaminan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun demikian skema kredit tersebut belum mampu mengatasi permodalan petani dan dukungan perbankan belum memberikan kontribusi yang optimal bagi petani. Hal ini disebabkan antara lain sumber dana sepenuhnya dari bank dan risiko ditanggung bank, oleh karena itu perbankan menerapkan prudential perbankan. Dampak dari penerapan prudential perbankan dirasakan petani seperti sulinya akses permodalan, persyaratan yang dianggap rumit dan waktu yang lama, masih diperlukan jaminan tambahan yang memberatkan petani berupa sertifikat lahan, terbatasnya informasi petani mengenai keberadaan skema kredit. D.
KEHUTANAN; 1). 2). 3). 4).
5).
Terjadinya pemanfaatan hutan yang eksploitatif dan diperparah oleh adanya praktik pembalakan liar yang terjadi untuk memenuhi permintaan pasar; Belum optimalnya pemanfaatan jasa lingkungan hutan dalam pengelolaan kehutanan secara holistic; Berkurangnya kawasan hutan yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan bahan baku industri ; Adanya praktik penebangan liar pada hutan di daerah hulu yang menimbulkan dampak pada keseimbangan ekosistem dalam tatanan daerah aliran sungai (das), yang menyebabkan timbulnya bencana tanah longsor dan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kepentingan sektor lainnya seperti pertanian dan energi; Masih terfokusnya pemanfaatan hutan pada produk kayu, yang nilainya hanya sekitar 7 persen dari total nilai hutan, sedangkan nilai tambah hasil hutan bukan kayu seperti air, udara bersih,
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
26
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
6). 7).
E.
ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL; 1)
2) 3) 4)
5) 6) 7) 8)
9) 10) 11) F.
keanekaragaman hayati, dan keindahan alam belum dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung perekonomian; Masih rendahnya pendapatan dan kualitas hidup masyarakat yang hidup di dan sekitar kawasan hutan; Lebih berorientasinya pemanfaatan hutan pada keuntungan jangka pendek dan rendahnya kesadaran akan prinsip kelestarian, yang mengakibatkan pengelolaan hutan belum berjalan secara berkelanjutan.
Tantangan pengelolaan ESDM sebagai akibat perubahan kewenangan penanganan energi dan sumberdaya mineral oleh Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Kewenangan provinsi atas pengelolaan pertambangan, energi dan sumberdaya mineral yang berpindah dari Kabupaten kota ke Provinsi sesuai Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Rehabilitasi dan konservasi area pertambangan yang masih hasrus dioptimalkan. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang pengusahaan panas bumi yang merupakan energi bersih dan aman sehingga timbul penolakan terhadap beberapa proyek panas bumi Tantangan pengembangan energi air, angin dan surya, antara lain: Investasi energi terbarukan masih tinggi dan harganya belum mencapai keekonomian, sehingga pangsa usahany sulit bersaing dengan energi konvensional yang masih di-subsidi. Ketersediaan energi listrik yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasar rumahtangga dan bisnis di Provinsi Sulawesi Utara. Tingkat kesadaran hemat energi bagi pengguna masih rendah. Sistem pendanaan investasi program energi efisiensi & konservasi energi belum memadai; Insentif untuk pelaksanaan energi efisiensi dan konservasi energi belum memadai sementara Disinsentif untuk pengguna energi yang tidak melaksanakan efisiensi energi dan konservasi energi belum dilaksanakan secara konsisten; Daya beli teknologi/peralatan yang efisien/hemat energi masih rendah; Kurangnya koordinasi antar instansi dalam menyusun peraturan teknis yang mengatur kewajiban pelaksanaan konservasi energi. Pengetahuan dan pemahaman terhadap manfaat konservasi energi masih terbatas;
PERDAGANGAN; 1. 2.
Masih lemahnya Penguatan Pasar Dalam Daerah dan Nasional. Masih lemahnya Perebutan Pangsa Pasar Ekspor.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
27
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
16.
17.
G.
Sarana dan prasarana kegiatan distribusi yang meliputi pergudangan, pengemasan, transportasi untuk bahan pokok dan bahan strategis untuk perdagangan domestik maupun internasional belum memadai. Akses pasar, baik domestik maupun internasional, dari komoditas-komoditas unggulan relatif masih terbatas. Masih adanya regulasi yang menghambat kegiatan perdagangan antara lain pungutan kabupaten/kota terhadap kegiatan transportasi. Promosi komoditas unggulan Sulawesi Utara masih belum optimal. Data mengenai kegiatan perdagangan masih belum akurat. Belum diaturnya perdagangan lintas batas. Belum adanya kerjasama dan sosialisasi tentang Sulawesi Utara sebagai pintu gerbang kepada propinsi-propinsi tetangga, pelaku bisnis . Belum optimalnya peran sektor swasta dan asosiasi-asosiasi binsis dalam menunjang perdagangan. Belum adanya badan kerjasama internasional bidang perdagangan. Belum optimalnya kerjasama sub-regional yang menunjang kegiatan perdagangan antar negara Belum optimalnya kerjasama badan-badan kerjasama antara daerah. Belum optimalnya pemanfaatan Sekretariat Coral Triangle Initiative (CTI) sebagai wadah untuk meningktakan kerjasama perdagangan antar negara yang memiliki wilayah laut. Barang dan jasa yang dihasilkan di Sulawesi Utara masih jauh dari kebutuhan konsumen yang mengakibatkan Sulawesi Utara memiliki posisi sebagai net-importer, yaitu lebih banyak memasukan barang dan jasa dari luar provinsi dibandingkan ekspornya ke daerah yang lain atau ke luar negeri. Masih terbatasnya infrastruktur di daerah kepulauan yang menyebabkan distribusi barang menjadi terhambat yang pada gilirannya terjadi disparitas harga jual secara signifikan antar daerah terutama dengan daerah kepulauan. Masih adanya pungutan liar dalam pengangkutan barang sehingga menimbulkan beban tambahan pada perusahaan yang pada gilirannya terjadi kenaikan harga barang.
PERINDUSTRIAN; 1. 2.
Masih lemahnya Daya Saing Industri daerah. Belum terlaksananya ketersediaan Lahan Pengembangan Kawasan Industri 2,000 Ha. dan Reklamasi 300 Ha. di lokasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
28
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
H.
Agroindustri yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi komoditas-komoditas unggulan Sulawesi Utara belum berkembang sebagaimana yang diharapkan. Teknologi pasca panen termasuk pengemasan belum dimanfaatkan secara memadai. Masih terbatasnya produk turunan komoditas-komoditas unggulan Sulawesi Utara terutama kelapa. Industri pengolahan yang ada belum variatif dan inovatif. Permasalahan terkait dengan pemilikan tanah untuk lahan industri. Belum adanya investor yang serius untuk membuka suatu kawasan industri pengolahan di Sulawesi Utara. Terbatasnya dana pemerintah daerah untuk pembebasan tanah maupun pembangunan kawasan industri. Masih adanya pungutan liar saat pengangkutan bahan baku dan barang jadi serta dalam operasi perusahaan. Masih berbelitnya pengurusan izin yang dihadapi pengusaha. Keterbatasan dalam pasokan energi listrik sehingga perusahaan menanggung biaya energi yang besar. Terbatasnya jumlah pabrik pengolahan untuk memproduksi produk turunan komoditas unggulan, seperti kelapa, pala, cengkih, jagung, dan hasil laut mengakibatkan rendahnya nilai tambah yang dinikmati Sulawesi Utara atas hasil komoditaskomoditas unggulannya.
TRANSMIGRASI 1.
2.
Penyusunan Rencana Teknis Satuan Permukiman (RTSP) oleh Kabupaten/Kota sering mengabaikan penyelesaian legalitas lahan dan persetujuan masyarakat, sehingga berpotensi menjadi masalah hukum atas kepemilikan lahan. Adanya Pembangunan Permukiman Transmigrasi belum memenuhi kriteria clean and clear status lahannya, sehingga terhambat dalam pembangunan sarana/prasarana pada lokasi permukiman transmigrasi yang baru maupun dalam perpindahan dan/atau penempatan, antara lain lokasi Wioi Kabupaten Minahasa Tenggara dimana Lahan Usaha I dan II yang diperuntukkan bagi penempatan transmigrasi Tahun 2009 belum diberikan kepada warga transmigrasi serta untuk penempatan transmigrasi Tahun 2010 yang diluncurkan Tahun 2011 belum juga tersedia Lahan Usaha I dan II dimaksud. Disamping itu juga Pembangunan Transmigrasi Baru di Desa Matongkad Kabupaten Bolaang Mongondow Timur belum adanya penyerahan hak kepemilikan atas tanah dari masyarakat kepada Pemerintah untuk dijadikan pembangunan transmigrasi baru serta Rumah Transmigrasi dan Jamban Keluarga (RTJK) yang dibangun baru 30% sehingga untuk penempatan belum dapat dilaksanakan.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
29
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
3.
I.
Banyaknya Tuntutan Ganti Rugi Tanah atas lahan transmigrasi oleh masyarakat.
PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
19. 20.
Pola pikir petani/nelayan yang cenderung kearah Sub Sistem, belum berwawasan agribisnis Sektor Pertanian, perikanan dan kehutanan kurang menarik bagi generasi muda, sementara banyak petani yang ada sekarang sudah berusia lanjut. Rendahnya nilai jual komoditi andalan Sulawesi Utara seperti kopra, cengkeh, dan pala. Belum adanya Pos Penyuluhan Desa (POSLUHDES) di setiap Desa Kurangnya tenaga penyuluh di lapangan Relatif rendahnya kapasitas penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan, serta masih kurangnya kemauan dan kemampuan petani untuk menggunakan teknologi pertanian yang lebih maju. Rendahnya kemampuan Poktan dan Gapoktan dalam mengakses Informasi Teknologi, permodalan dan pemasaran Rendahnya posisi tawar petani dalam memasarkan hasil produksinya. Kurangnya irigasi untuk mengatur ketersediaan dan penyaluran air untuk pertanian. Bertambahnya pemukiman dan aktivitas ekonomi yang mempersempit lahan untuk pertanian. Masih setingginya ketergantungan pada pupuk anorganik dan pestisida sehingga mengurangi tingkat kesuburan tanah. Ketergantungan petani yang cukup tinggi terhadap program bantuan pemerintah sehingga kurang memiliki kemandirian dan daya juang yang tinggi. Masih rendahnya pengetahuan dan kemauan masyarakat dalam memanfaatkan limbah-limbah hasil pertanian untuk mengasilkan produk-produk yang bernilai tambah. Data luas lahan dan jumah produksi masih belum akurat. Masih banyak alih fungsi atau konversi lahan yang tidak merata. Ketersediaan serta akses petani atas saprodi masih belm mamadai. Keterbatasan modal di kalangan petani. Peremajaan tanaman perkebunan belum dilakukan secara optimal sehingga kebanyakan tanaman-tanaman tersebut berumur tua sehingga dapat mempengaruhi prodiktivitas hasil perkebunan di masa mendatang. Penyakit tanaman perkebunan belum tertanggulangi secara baik. Animo petani untuk beternak masih kurang dan hama penyakit ternak relatif tinggi.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
30
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
21. 22. 23.
24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Masih rendahnya produksi daging untuk memenuhi kebutuhan lokal. Masih terbatasnya industri yang mendukung pengelolaan produk turunan dari komoditas pertanian, perkebunan dan peternkan. Belum optimalnya sinergitas program pemerintah daerah denga program nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan (food security),Masih kurangnya program-program penunjang ketahanan dan keamanan pangan. Masih kurangnya hasil-hasil penelitian dibidang pertanian, peternakan dan perkebunan. Masih rendahnya kesejahteraan penyuluh. Belum optimalnya penetapan klaster komoditas unggulan. Belum optimalnya pelaksanaan program-program yang menjamin ketersediaan pangan, pangan dan papan secara berkelanjutan. Masih kurangnya akses pemasaran hasil-hasil pertanian dan perikanan. Masih kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan agribisnis bidang pertanian dan perikanan. Masih kurangnya intensifikasi penyuluhan pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan.
Pembangunan sumber daya kehutanan di Sulawesi Utara mengalami beberapa permasalahan sehingga hasil pembangunan yang dicapai untuk sektor tersebut belum optimal. Permasalahan-permasalahan tersebut diperkirakan masih terjadi sehingga 2015 di mana diantaranya berikut ini. 1. Masih terjadinya alih fungsi kawasan hutan untuk kepentingan lain yang dilakukan secara ilegal. 2. Masih kurangnya pemberdayaan masyarakat yang bermukim sekitar hutan. 3. Masih sering terjadi perambahan hutan secara ilegal (illegal logging). 4. Berkurangnya ketersediaan sumber air karena erosi yang merupakan dampak perusakan hutan dan perubahan iklim yang tidak menentu. 5. Penebangan hutan secara tidak terencana dan kadangkala ilegal yang menyebabkan berkurangnya areal dan produksi hutan. 6. Masih lemahnya penegakan hukum yang berkaitan dengan pengalaman hutan. Sealin itu, penegakan perlindungan dan konservasi sumber daya alam yang melibatkan adat, organisasi profesi, institusi akademik dan instansi teknis yang mengawinkan kekuatan kearifan lokal dan teknologi terkini, masih sangat minim dilakukan. 7. Belum konsistennya usaha pemulihan cadangan sumber daya hutan dan yang terkait hutan(hutan,tanah, dan air) 8. Bertambahnya pemukiman dan aktivitas ekonomi di kawasan lindung (hutan).
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
31
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
9.
Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya hutan yang berorientasi pada keseimabangan ekologi, pembangunan ekonomi, dan kompatibilitas sosial budaya.
Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Permasalahan yang dihadapi saat ini dan dapat berlangsung hingga 2015 adalah sebagai berikut. 1. Kurangnya perbaikan dan pembenahan kawasan konservasi untuk menjaga kelestariannya serta melakukan berbagai upaya yang diperlakukan agar kawasan-kawasan tersebut menjadi kawasan konservasi dunia. 2. Masih sering terjadi penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing), sementara Fishing ground semakin jauh dan terbatas. 3. Penggunaan teknologi perikanan tangkap dan budidaya (darat dan laut) yang lebih maju masih sangat terbatas. 5. Pemanfaatan daerah-daerah pesisir untuk kegiatan budidaya belum optimal. 6. Sulitnya memperoleh bibit unggul untuk budidaya perikanan darat dan laut. 7. Masih sulitnya akses nelayan terhadap sumber-sumber permodalan. 8. Masih terdapat keluhan nelayan mengenai pungutan-pungutan liar oleh oknum-oknum tertentu di laut. 9. Produk turunan dari komoditas perikanan dan kelautan yang dihasilkan oleh kegiatan manufaktur di Sulawesi Utara. 10. Cara penangkapan ikan yang merusak kehidupan laut dan mengancam ketersediaan sumber-sumber ekonomis laut di masa mendatang. 12. Pencemaran laut dan sungai yang disebabkan oleh limbah rumah tangga dan kegiatan usaha sehingga mengurangi jumlah ikan dan fauna lainnya serta menyebabkan berbagai penyakit pada manusia yang mengkonsumsinya. 13. Klaim perbatasan laut dengan negara-negara tetangga yang menimbulkan ketidaknyamanan nelayan untuk melaut lebih jauh. 14. Masih rendahnya minat nelayan untuk pengembangan budi daya pesisir. 15. Sering terjadi perubahan harga BBM yang menyebabkan masalah bagi modal kerja nelayan. 16. Modal Usaha Nelayan dan Pembudidaya Ikan masih terbatas. 17. Tenaga Penyuluh Perikanan masih terbatas. 18. Kawasan Konservasi Laut Daerah belum dikelola secara optimal. 19. Pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang belum optimal.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
32
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
J.
K.
L.
PERENCANAAN
1.
Belum sinkron dan konsistennya dokumen perencanaan antar SKPD dengan dokumen perencanaan di tingkat kabupaten/kota.
2.
Belum terbangunnya sistim perencanaan elektronik yang membantu mendorong penyelenggaraan perencanaan yang akurat, update, sinkron dan terintegrasi.
3.
Perlunya peningkatan kualitas sumberdaya manusia perencana di tingkat provinsi dan kabupaten kota, terutama tenaga fungsional perencana dan peneliti.
4.
Belum optimalnya partsipasi public dalam perencanaan yang ditandai dengan kurangnya kontribusi public dalam penyelenggaraan musrenbang baik ditingkat kecamatan, kabupaten sampai ke tingkat provinsi.
5.
Belum optimalnya akses informasi terkait dengan perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dipersyaratkan dalam Sistim Informasi Perencanaan Daerah (SIPD)
KEUANGAN
1.
Masih lemahnya kualitas sumberdaya aparatur dalam upaya peningkatan kinerja pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel dalam upaya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) melalui peningkatan kualitas sumberdaya aparatur
2.
Perlunya penguatan, penataan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah, peningkatan efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI),
3.
Perlunya ketegasan dalam memberi sanksi kepada pejabat yang melakukan tindakan melanggar ketentuan perundang-undangan dibidang pengelolaan keuangan daerah;
4.
Belum optimalnya penerapan Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP) berbasis Akrual melalui penataan kelembagaan, serta penyesuaian dan penerbitan regulasi tentang kebijakan dan system akuntansi pemerintah daerah.
5.
Belum optimalnya pengelolaan barang milik daerah khususnya dalam rangka mewujudkan tertib administrasi barang milik daerah agar menjadi bagian dalam upaya mempertahankan opini WTP dari BPK.
KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
1. 2. 3.
Masih belum optimalnya pelaksanaan pekerjaan ASN diakiibatkan oleh lemahnya profesionalisme aparatur Sipil Negara dikaitkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja. Masih belum optimalnya disiplin ASN dalam apelaksanaan pekerjaan untuk mencapai target kinerja pemerintahan daerah Masih lemahnya penyelenggaraan diklat berbasis kompetensi bagi aparatur yang melaksanakan setiap bidang dan sub-sub bidang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
33
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
4.
5.
6. 7.
N.
Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota; Masih lemahnya p Pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi bagi aparatur pemerintahan Daerah guna memastikan penguasaan kompetensi kerja pada bidang, sub bidang dan sub sub bidang urusan pemerintahan; Belum terbentuknya lembaga sertifikasi profesi pemerintahan daerah (LSP-Pemda) cabang provinsi sebagai unit non struktural yang akan melaksanakan uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi di daerah; Masih perlunya Peningkatan kemampuan tenaga pengajar dan pengelola diklat dalam menyelenggarakan diklat berbasis kompetensi; Belum optimalnya Koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan diklat di pusat dan daerah bagi kepala daerah, DPRD, dan PNS, untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan, politik dan penerapan SPM di daerah.
INSPEKTORAT
1.
Masih lemahnya Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
2.
Masih perlunya peningkatan kualitas APIP dalam melakukan pengawasan dokumen perencanaan pembangunan dan penganggaran daerahbeserta perubahannya melalui kegiatan reviu dokumen RPJMD, RKPD, RENJA-PD dan RKA PD agar konsistensi dan keselarasan antar dokumen serta penerapan kaidah-kaidah perencanaan dan penganggaran daerah dapat terjamin.
3.
Masih perlunya penguatan pengawasan keuangan dan aset daerah melalui audit keuangan, reviu laporan keuangan setiap semester serta monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran, sehingga secara bertahap dan konsisten tercipta akuntabilitas dan tata kelola pengelolaan keuangan yang baik.
4.
Perlunya peningkatan pengawasan pengadaan/jasa melalui monitoring dan evaluasi kesesuaian pelaksanaan kontrak dengan rencana yang telah di tetapkan, sehingga pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat di percepat dan tidak terjadi penumpukan belanja di triwulan IV. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2015 tentang percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.
5.
Masih perlunya peningkatan pngawasan pelaksanaan urusan pemerintahan daerah oleh Perangkat Daerah yang dilakukan Jabatan Fungsional Pengawas urusan penyelanggaran pemerintahan daerah agar lebih dioptimalkan sehingga capaian SPM dan NSPK masing-masing urusan dan kualitas layanan pemerintahan daerah secara konsisten dapat lebih baik. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Pemerintahan Daerah.
6.
Perlunya pningkatan kapasitas APIP secara bertahap sehingga dapat berperan sebagai garda depan dalam upaya pencegahan korupsi di internal Pemerintahan Daerah dan berada pada level 3
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
34
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
(tiga) di Tahun 2019, melalui penguatan pada area peran dan layanan, pengeloalaan SDM, praktek pengawasan, akuntabilitas dan manajemen kinerja, budaya dan hubungan organisasi serta struktur tata kelola pengawasan. 7.
Masih belum optimalnya pengawasan Reformasi Birokrasi melalui asistensi, pendampingan dan penilaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di daerah termasuk di dalamnya pembentukan unit pengendalian gratifikasi, zona integritas dan Whistle Blower System. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 20102025.
8.
Perlunya Percepatan Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pengawasan (TLHP) BPK dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah, sehinggga kelemahan sistem pengendalian internal pemerintah dan nilai kerugian negara/daerah dapat segera diselesaikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
35
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
4.2. ISU STRATEGIS A.
ISU INTERNASIONAL DAN REGIONAL a) Gejolak Perekonomian Global
Tren perdagangan global ke depan tidak saja hanya dipengaruhi oleh peranan perdagangan barang, tetapi juga oleh perdagangan jasa yang diperkirakan akan terus meningkat dan menjadi bagian penting dari mesin pertumbuhan global. Perkembangan jaringan produksi regional dan global yang mendorong peningkatan intra-industry trade antar negara pemasok, akan menjadi alasan utama terjadinya peningkatan perdagangan jasa antar negara. Hal ini tentunya karena salah satu peranan jasa adalah sebagai faktor pendukung dan penunjang proses produksi, seperti: jasa logistik dan distribusi, jasa transportasi, jasa keuangan, dan lain-lain. Dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, gejolak ekonmi dunia semakin terkontraksi karena kepercayaan public terhadap komitmen UNI Eropa menjadi menurun. Kondisi perekonomian global yang diwarnai dengan ekses gejolak krisis global dari krisis utang Yunani yang mengimbas pada Uni Eropa hingga Amerika dan akhirnya berdampak pada seluruh dunia. Krisis ekonomi global tersebut memunculkan isu strategis Internasional yang antara lain meliputi: a. Ketidakpastian mengenai pemulihan global. Perkembangan hingga tahun 2013 menunjukkan pemulihan ekonomi global yang tidak sesuai harapan, bahkan melambat. Situasi menjadi tidak pasti karena bergesernya lanskap ekonomi global. b. Terkait ketidakpastian yang meluas seiring ketidaktegasan kebijakan di Amerika Serikat, baik penarikan stimulus kebijakan moneter maupun penyelesaian batas anggaran dan penghentian belanja pemerintah. Situasi yang berlarut ini memicu penilaian ulang resiko investor dan menimbulkan reaksi berlebih, akhirnya menimbulkan gejolak di pasar global, termasuk RI. c. Ketidakpastian perkembangan harga komoditas. Sejalan dengan ekonomi global yang lambat dan pasar keuangan global yang bergejolak, harga komoditas masih melanjutkan tren penurunannya sehingga mempertegas era siklus panjang harga komoditas. d. Dalam kondisi perekonomia global yang tidak menentu/tidak pasti, pemerintah Indonesia masih akan mengandalkan komsumsi dalam negeri dan investasi untuk mengenjot pertumbuhan ekonomi ini karena kontribusi ekspor belum bisa diharapkan akibat permintaan global yang sedang menurun. Berkembangnya ketiga isu global tersebut tidak bisa dihindari dalam kerangka menurunkan kinerja ekonomi nasional Indonesia. Di tengah kuatnya pertumbuhan ekonomi domestik, kuatnya tekanan global mengakibatkan neraca transksi berjalan juga akan mengalami tekanan. Terkait pengurangan stimulus fiskal (tappering off quantitatitive easing) oleh
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
36
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
The Fed juga berpengaruh ke seluruh dunia. Hal ini akan membuat ekonomi nasional ditandai aliran modal asing yang keluar dan membuat rupiah tertekan tajam. b). Lingkungan Hidup Isu internasional lingkungan hidup adalah perubahan iklim dan pemanasan gobal sebagai akibat dari peningkatan emisi gas kaca dan berdampak pada keanekaragaman hayati, desertifikasi (degradasi lahan, lahan kering semakin gersang, kehilangan badan air, vegetasi dan kehidupan liar), kenaikan temperatur serta terjadi pergeseran musim. Untuk membatasi peningkatan suhu global perlu dilakukan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) oleh semua pihak, dengan catatan pelaksanaan di negara berkembang harus sesuai dengan usaha pembangunan ekonomi, sosial dan pengentasan kemiskinan. c). Sustainable Development Goals (MDG’s) Dengan berakhirnya agenda MDGs, yaitu 2015, diskusi mengenai kerangka kerja pembangunan internasional pasca 2015 dimulai. Pada pertemuan Rio +20 Summit, 192 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)memulai proses perancangan tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainabled evelopment goals) yang berorientasi pada aksi, ringkas dan mudah dikomunikasikan, jumlah terbatas, aspiratif, bersifat global secara alamiah dandapat diterapkan pada semua negara dengan memperhatikan perbedaan kenyataan, kapasitas dan tingkat pembangunan sebuah negara dan menghargai kebijakan dan prioritas nasional. Pada tanggal 30 Mei 2013, High Level Panel on the Post-2015 Development Agenda mengeluarkan “A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies through Sustainable Development,” sebuah laporan yang menetapkan agenda universal untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim dari muka bumi pada tahun 2030, dan mewujudkan janji pembangunan berkelanjutan. Laporan ini mengajak seluruh warga dunia untuk bekerjasama dalam sebuah kemitraan global baru (New Global Partnership) yang menawarkan harapan dan peran bagi setiap orang dengan tujuan pembangunan pasca 2015 untuk melakukan 5 pergeseran transformasi utama, yaitu: - Tidak meninggalkan siapapun di belakang (nothing left behind). Setelah tahun 2015 dunia harus bergerak dari mengurangi kemiskinan ke mengakhiri kemiskinan ekstrim, dalam segala bentuknya. Dunia perlu memastikan bahwa tidak ada satu orangpun-apapun etnis, gender, geografi, disabilitas, ras dan status lainnya yang tidak mendapatkan kesempatan ekonomi dasar dan hak asasi. - Menempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai inti. Dunia harus mengintegrasikan dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan dari keberlanjutan. Dunia harus bertindak sekarang untuk
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
37
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
-
-
-
mengurangi laju perubahan iklim dan degradasi lingkungan, yang menimbulkan ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi manusia. Transformasi ekonomi untuk penyediaan pekerjaan dan pembangunan yang inklusif. Transformasi ekonomi yang mendalam dapat mengakhiri kemiskinan ekstrim dan meningkatkan mata pencaharian, dengan memanfaatkan inovasi, teknologi dan potensi bisnis. Semakin beragam kegiatan ekonomi,dan dengan kesempatan yang sama bagi semua orang, akan mewujudkan inklusi sosial, terutama bagi generasi muda, dan mendorong pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Membangun perdamaian dan kelembagaan yang efektif, terbuka dan akuntabel bagi semua. Kebebasan dari konflik dan kekerasan adalah hak manusia yang paling mendasar, dan merupakan fondasi paling penting dalam membangun masyarakat yang damai dan sejahtera. Pada waktu yang bersamaan, masyarakat di seluruh dunia berharap pemerintah bersikap jujur, akuntabel dan responsif terhadap permintaan mereka. Membina kemitraan global baru. Semangat kebersamaan, kerjasama dan akuntabilitas antar pihak harus menyokong agenda pembangunan pasca 2015. Kemitraan baru harus dilandaskan pada pemahaman bersama akan peri kemanusiaaan, berbasis pada pengertian dan manfaat antar pihak.
d). Implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Implementasi masyarakat ekonomi Asean yang telah dimulai tanggal 31 Desember 2015, ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan satu kesatuan basis produksi, sehingga akan terjadi aliran bebas barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil di antara negara ASEAN. Hal ini menjadi peluang sekaligus tantangan yang perlu disiapan oleh bangsa Indonesia secara cermat dan terintegrasi. Kesiapan Indonesia perlu dilakukan di segala bidang secara menyeluruh, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Edukasi masyarakat tentang peluang MEA 2015, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kerja Indonesia akan menjadi aset berharga bagi bangsa Indonesia untuk meraih keberhasilan MEA 2015 bagi pembagunan nasional. e).
Penelaahan isu strategis RPJMD Provinsi
Tetangga (Provinsi
Gorontalo) Keterkaitan permasalahan pembangunan Provinsi Sulawesi Utara dengan penetapan prioritas pembangunan provinsi Gorontalo dalam RPJMD Provinsi Gorontalo tahun 2012-2017 dapat diuraikan sebagai berikut: -
Interkonektifitas wilayah terkait dengan rencana pembangunan jalur rel kereta api yang menghubungkan Makassar – Manado. Dalam konteks pembangunan jalur transportasi ini, diperlukan kerjasama perencanan yang terintegrasi, komprehensif dan terpadu antara Provinsi Gorontalo
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
38
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
-
-
dan Provinsi Sulawesi Utara untuk menentukan trase jalur rel kereta api, termasuk didalmnya teknis penanganan kemungkinan permasalahan yang timbul akibat dari pembangunan jaur tersebut. Ketersediaan energi listrik di Sulawesi Utara yang tergantung pada keberadaan jaringan pembangkit dan distribusi energi listrik jalur SULUTENGGO. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Gorontalo 100 MW yang merupakan pembangkit pertama dari proyek 35.000 MW, telah diresmikan Presiden Joko Widodo pada Juli 2016. Dengan adanya PLTG Gorontalo yang mulai beroperasi sejak Januari 2016, pasokan listrik PT PLN Wilayah Sulawesi Utara, Tengah, dan Gorontalo (Suluttenggo) mencapai 414 MW, sementara beban puncak 330 MW. Artinya, ada cadangan sebesar 84 MW, tidak ada masalah dengan pasokan listrik lagi. Terkait dengan Bidang Sumberdaya alam dan Lingkungan Hidup adalah Pengelolaan Sumberdaya Air berbasis DAS Terpadu diantaranya DAS Limboto-Bone-Bolango yang melintasi Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo, serta Kawasan Konservasi Dumoga, Kawasan Lindung berupa Taman Nasional Bogani Nani Wartabone harus mendapat perhatian khusus dalam strategi pembangunan untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam mendukung kegiatan pembangunan di dua provinsi ini. .
B.
ISU STRATEGIS PROVINSI SULAWESI UTARA
4.2.1. PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN Dalam Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019 disebutkan bahwa dalam konstelasi pengembangan bermasyarakat dan bernegara, persoalan ketimpangan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menggambarkan masih besarnya kemiskinan dan kerentanan. Hal ini dicerminkan oleh angka kemiskinan yang turun melambat dan angka penyerapan tenaga kerja yang belum dapat mengurangi pekerja rentan secara berarti. Tiga kelompok rumah tangga yang diperkira-kan berada pada 40 persen penduduk berpendapatan terbawah adalah: (1) angkatan kerja yang bekerja tidak penuh (underutilized) terdiri dari penduduk yang bekerja paruh waktu (part time worker), termasuk didalamnya adalah rumah tangga nelayan, rumah tangga petani berlahan sempit, rumah tangga sektor informal perkotaan, dan rumah tangga buruh perkotaan; (2) usaha mikro kecil termasuk rumah tangga yang bekerja sebagai pekerja keluarga (unpaid worker); dan (3) penduduk miskin yang tidak memiliki aset maupun pekerjaan. Ukuran kualitas pekerjaan berdasarkan status pekerjaan rumah tangga di atas, memberikan gambaran tentang kondisi peker- jaan dan kerentanan kehidupan masih mewarnai pekerjaan yang menyumbang sekitar 65,8 persen dari pekerja. Sehingga wajar jika pertumbuhan kelompok 40 persen terbawah
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
39
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
relatif rendah, dibawah rata-rata nasional. Dengan kondisi seperti ini, laju pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6,0-7,0 persen per tahun akan tetap menempatkan persoalan tenagakerja menjadi masalah penting pembangunan. Pertumbuhan ekonomi setinggi demikian relatif hanya mengun- tungkan beberapa kelompok tertentu, setidaknya tenaga kerja upahan. Dengan demikian upaya mengisolasi persoalan tenaga kerja pada mereka yang menganggur dan mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal, serta peningkatan akses dan produktivitas mesti segera diupayakan jalan keluarnya. Untuk itu, tantangan dalam menghilangkan kesenjangan pembangunan yang mampu meningkatkan standar hidup penduduk 40 persen terbawah dan memastikan bahwa penduduk miskin memperoleh perlindungan sosial adalah: a. Menciptakan pertumbuhan inklusif. Pola pertumbuhan inklusif memaksimalkan potensi ekonomi dan menyertakan sebanyak-banyaknya angkatan kerja dalam pasar kerja yang baik (Decent Work) dan ramah keluarga miskin akan dapat mendorong perbaikan pemerataan, dan pengurangan kesen- jangan. Terciptanya dukungan terhadap perekonomian inklusif dapat mendorong pertumbuhan di berbagai sektor pembangun- an, seperti pertanian, industri, dan jasa, untuk menghindari pertumbuhan yang cenderung ke sektor padat modal dan bukan padat tenaga kerja; b. Memperbesar investasi padat pekerja. Terbukanya lapangan kerja baru menjadi salah satu sarana meningkatkan pendapatan penduduk. Diperlukan investasi baru untuk terciptanya lapangan kerja dan kesempatan kerja baru untuk menyerap seluas- luasnya angkatan kerja yang berpendidikan SMP dan SLTP. c. Memberikan perhatian khusus kepada usaha mikro kecil menengah dan industri rumahtangga. Usaha mikro perlu memperoleh dukungan penguatan teknologi, pemasaran, permodalan, dan akses pasar yang bagus. Dukungan semacam ini perlu diberikan mengingat sebagian besar usaha mikro tidak memiliki lokasi permanen dan tidak berbadan hukum, sehingga rentan terhadap berbagai hambatan yang dapat menghalangi potensinya untuk tumbuh kembang; d. Menjamin perlindungan sosial bagi pekerja informal. Perluasan kesempatan kerja dan usaha yang baik perlu diciptakan untuk penduduk kurang mampu dan pekerja rentan, termasuk penyandang disabilitas dan lanjut usia potensial. Kelompok penduduk ini umumnya memiliki kesempatan terbatas dalam sektor formal dan tidak memiliki sumber-sumber alternatif untuk menghidupi ekonomi keluarga. Peluang kerja yang dapat diakses kelompok penduduk ini kurang dapat memenuhi standar hidup yang layak dan tidak berkesinam- bungan. Keterpaduan berbagai asistensi sosial untuk mendukung penduduk kurang mampu agar dapat mengelola berbagai risiko, pembukaan kesempatan dan lingkungan yang inklusif agar masyarakat kurang mampu memiliki penghidupan yang layak, dan jaminan sosial yang memadai; e. Meningkatkan dan memperluas pelayanan dasar bagi masyarakat kurang mampu. Perluasan pemenuhan hak dan
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
40
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
kebutuhan dasar perlu menjadi perhatian untuk peningkatan kualitas hidup terutama bagi masyarakat kurang mampu. Peme- nuhan hak dasar ini meliputi hak untuk mendapatkan identitas/ legalitas, pelayanan kesehatan, kecukupan gizi, akses terhadap pendidikan, rumah tinggal yang layak, penerangan yang cukup, fasilitas sanitasi, dan akses terhadap air minum. Tantangan dalam hal pemenuhan hak dan kebutuhan dasar ini menyangkut ketersediaan layanan dasar (supply side), penjang-kauan oleh masyarakat miskin (demand side), serta kelembagaan dan efisiensi sektor publik; f. Memperluas ekonomi perdesaan dan mengembangkan sektor pertanian. Isu lain yang masih tertinggal dan memerlu- kan perhatian adalah upaya meningkatkan produk-tivitas pertanian petani miskin, usaha perikanan tangkap maupun budi daya, dan usaha skala mikro lainnya yang menunjang rantai produksi usaha kecil yang menjadi potensi di wilayah. Perhatian juga perlu ditujukan pada peningkatan akses terhadap lahan dan aset produktif yang seringkali membatasi peningkatan produksi dan skala usaha masyarakat kurang mampu. Ketersediaan sarana dan prasarana perekonomian di daerah pedesaan, akses pada kredit jasa keuangan dan sumber permodalan lainnya bagi pelaku ekonomi di pedesaan, serta pemanfaatan riset dan teknologi pertanian, diseminasi dan penyediaan informasi teknologi pertanian juga menjadi faktor penting dalam mendorong ekonomi perdesaan; dan g. Menjaga stabilitas harga dan menekan laju inflasi. Kelompok masyarakat kurang mampu, rentan terhadap goncangan ekonomi dibandingkan kelompok masyarakat berpendapatan tinggi. Untuk itu, inflasi perlu dipertahankan untuk tetap rendah dan stabil untuk menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah yang rentan terhadap goncangan kenaikan harga. Selain itu, perlu untuk memonitor perkembangan harga bahan makanan dan menjaga ketersediaan bahan pokok melalui operasi pasar. Perlunya membangun instrumen untuk menekan harga terutama bahan makanan serta melakukan verifikasi harga di pasar. 4.2.2 PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA YANG BERDAYA SAING MELALUI PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DAN KESEHATAN Sumber Daya manusia (SDM) adalah modal utama dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu kualitas sumber daya manusia perlu terus ditingkatkan sehingga mampu memberikan daya saing yang tinggi yang antara lain ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), yang dicapai melalui pengendalian penduduk, peningkatan taraf pendidikan, dan peningkatan derajat kesehatan dan gizi masyarakat. Tantangan pembangunan SDM meliputi: a) Pembangunan
kesehatan
dan
gizi
masyarakat
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
adalah
41
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
meningkatkan upaya promotif dan preventif; meningkatkan pelayanan kesehatan ibu anak, perbaikan gizi (spesifik dan sensitif), mengendalikan penyakit menular maupun tidak menular, meningkatkan pengawasan obat dan makanan, serta meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Disamping itu pembangunan kesehatan juga dihadapkan pada upaya untuk menurunkan disparitas akses dan mutu pelayanan kesehatan, pemenuhan sarana prasarana dan tenaga kesehatan. Secara khusus tantangan utama dalam lima tahun ke depan adalah dalam meningkatkan keper- sertaan Jaminan Kesehatan Nasional, penyiapan provider dan pengelolaan jaminaan kesehatan untuk mendukung pencapaian sasaran nasional; b) Tantangan dalam pembangunan pendidikan adalah mempercepat peningkatan taraf pendidikan seluruh masyarakat untuk memenuhi hak seluruh penduduk usia sekolah dalam memperoleh layanan pendidikan dasar yang berkualitas, dan meningkatkan akses pendidikan pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi; menurunkan kesenjangan partisipasi pendidikan antarkelompok social ekonomi, antarwilayah dan antarjenis kelamin, dengan memberikan pemihakan bagi seluruh anak dari keluarga kurang mampu; serta meningkatkan pembelajaran sepanjang hayat. Dalam rangka melakukan revolusi karakter bangsa, tantangan yang dihadapi adalah menjadikan proses pendidikan sebagai sarana pembentukan watak dan kepribadian siswa yang matang dengan internalisasi dan pengintegrasian pendidikan karakter dalam kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian dalam pendidikan; c) Tantangan utama yang dihadapi dalam rangka memperkukuh karakter dan jatidiri masyarakat Sulawesi Utara, menekan berkembangnya intoleransi, serta upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah. Persoalan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengadopsi budaya global yang positif dan produktif serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya bahasa, adat, tradisi, dan nilai-nilai kearifan lokal yang bersifat positif sebagai perekat rasa persaudaraan dan symbol sitou timou tumou tou; meningkatkan promosi budaya antar suku/etnis dan diplomasi budaya antar negara;dan meningkatkan kualitas pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya. d) Tantangan dalam mempercepat peningkatan kesetaraan gender dan peranan perempuan dalam pembangunan adalah meningkatkan pemahaman, komitmen, dan kemampuan para
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
42
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
pengambil kebijakan dan pelaku pembangunan akan pentingnya pengintegrasian perspektif gender di semua bidang dan tahapan pembangunan, penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender termasuk perencanaan dan penganggaran yang responsif gender. e) Tantangan dalam peningkatan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan dan perlakuan salah lainnya adalah merubah sikap permisif masyarakat dan praktek budaya yang toleran terhadap kekerasan dan perlakuan salah lainnya, serta melaksanakan sistem perlindungan perempuan dan anak secara terkoordinasi dan menyeluruh mulai dari upaya pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi. f) Tantangan terhadap penanggulangan narkotika dan obat terlarang yang semakin kompleks mengingat hasil evaluasi Badan narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan peningkatan pengguna narkoba yang signifikan. g) Tantangan untuk mempertahankan capaian Millenium Development Goals yang sudah tercapai pada tahun 2015 sambil mengejar taget pembangunan yang belum tercapai. Lebih daripada itu, pemerintah dan masyarakat Sulawesi Utara akan mendorong penrcepatan pencapaian Sustainable Development Goals pada tahun 2030. h) Tantangan untuk mengambil manfaat dalam kerjasama Masyarakat Eknomi Asean (MEA) yang seharusnya dapat memperluas kesempatan masyarakat Sulawesi Utara meningkatkan daya saing untuk berkompetisi dengan sumberdaya manusia unggul di Negara ASEAN lainnnya. Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu diarahkan untuk menciptakan lulusan pendidikan yang lebih berkualitas, mening-katkan keterampilan tenaga kerja, serta mendorong sertifikasi kom-petensi pekerja agar dapat berdaya saing di pasar ASEAN maupun internasional. Sulawesi Utara sementara menikmati ‘bonus demografi’, yaitu percepatan pertumbuhan ekonomi akibat berubahnya struktur umur penduduk yang ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk non-usia kerja kepada penduduk usia kerja. Perubahan struktur ini memungkinkan bonus demografi tercipta karena meningkatnya suplai angkatan kerja (labor supply), tabungan (saving), dan kualitas sumber daya manusia (human capital). Rasio ketergantungan telah menurun dan melewati batas di bawah 50 persen pada tahun 2012 dan kemungkinan mencapai titik terendah sebesar 46,9 persen antara tahun 2028 dan 2031. Sulawesi Utara mempunyai potensi untuk memanfaatkan bonus demografi baik di tingkat nasional maupun regional.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
43
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
Bonus demografi yang dialami juga disertai dengan dinamika kependudukan lain yang juga berdampak luas, yaitu: (1) meningkatnya jumlah penduduk; (2) penuaan penduduk (population ageing) yang ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia; (3) urbanisasi yang ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk perkotaan; dan (4) migrasi yang ditandai dengan meningkatnya perpindahan penduduk antardaerah. Selain itu pertumbuhan dan perubahan struktur penduduk yang tidak sama antar kabupaten-kota, sehinga pemanfaatan bonus demografi tersebut harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi kewilayahan. Untuk itu, peluang bonus demografi ini juga harus diketahui dan dipahami dengan baik oleh seluruh pemangku kebijakan di daerah sehingga dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Apabila tidak didukung dengan kebijakan yang tepat, bonus demografi tidak akan dapat diraih, bahkan dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan. Penduduk yang besar akan meningkatkan tekanan pada kebutuhan pangan dan energi serta kelestarian dan kualitas lingkungan. Pertumbuhan penduduk lanjut usia (population ageing) memerlukan jaminan perlindungan sosial, perlindungan hari tua dan pelayanan penyakit ketuaan (senecsent diseases) dan degeneratif. Urbanisasi dan migrasi menuntut ketersediaan infrastruktur perkotaan yang memadai dan pada saat yang sama berpotensi memunculkan konflik sosial, pengangguran dan kriminalitas. Tingginya kepadatan penduduk juga berpotensi meningkatkan polusi dan penyebaran berbagai penyakit menular. Oleh karena itu, kebijakan sumber daya manusia, kependudukan, kesehatan, pendidikan, ekonomi dan ketenagakerjaan, infrastruktur dan sumber daya alam serta politik hukum dan keamanan harus diarahkan dengan tepat untuk meraih manfaat sebesar-besarnya dari bonus demografi. Sumberdaya manusia yang berkualitas tercermin dari meningkatnya akses pendidikan yang berkualitas pada semua jenjang pendidikan dengan memberikan perhatian lebih pada penduduk miskin dan daerah kepulauan/perbatasan; meningkatnya kompetensi guru sesuai sertifikasi yang diperoleh, meningkatnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan, terutama kepada para ibu hamil, anak, remaja dan lansia; meningkatnya pelayanan gizi masyarakat yang berkualitas, meningkatnya efektivitas pencegahan dan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, serta berkembangnya jaminan kesehatan.
4.2.3.
INFRASTRUKTUR
Ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan kemajuan ekonomi relative masih belum optimal. Kondisi jalan provinsi dalam kondisi mantap baru mencapai 70 % pada akhir tahun 2015, sementara akses air bersih di seluruh wilayah provinsi Sulawesi Utara baru mencapai 56%. Keterbatasan ketersediaan infrastruktur selama ini merupakan hambatan utama untuk memanfaatkan peluang dalam peningkatan investasi
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
44
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
serta menyebabkan mahalnya biaya logistik. Penguatan struktur ekonomi, berupa penguatan sektor primer, sekunder dan tersier secara terpadu, dengan sektor sekunder menjadi penggerak utama perubahan tersebut. Hal ini berarti infrastruktur yang menunjang aktifitas sector pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan, serta pariwisata menjadi sector andalan. Kemajuan sektor industri pengolahan masih berjalan lambat. Padahal agar perekonomian bergerak lebih maju sektor industri pengolahan harus menjadi motor penggerak. Pembangunan infrastruktur seharusnya diarahkan untuk memperkuat konektivitas antar kabupaten-kota dan antar pulau di wilayah Sulawesi Utara untuk mencapai keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur perumahan dan kawasan permukiman (air minum dan sanitasi) serta infrastruktur kelistrikan, menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem transportasi massal perkotaan. Kesemuanya dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah-Swasta. Permasalahan krusial terkait dengan infrastruktur adalah percepatan pembangunan infrastruktur di kawasan Kawasan Ekonomi Khusus Bitung (KEK Bitung) mengingat batas waktu pembangunan oleh Pemerintah pusat ditargetkan selesai pada tahun 2017. Sampai saat ini pemerintah Provinsi Sulawesi Utara masih dalam tahapan pematangan lahan, untuk segera mewujudkan ketersediaan sarana dan prasarana kawasan penunjang kegiatan di dalam Kawasan Ekonomi Khusus maupun distribusi barang ke luar Kawasan Ekonomi Khusus. Permasalahan yanb terkait dengan hal tersebut adalah upaya menyediakan lahan yang siap untuk dikelola melalui perencanaan matang;, dan bagaimana upaya strategis dalam menjalin koordinasi yang baik untuk meningkatkan kualitas kegiatan perencanaan pembangunan dalam kawasan ekonomi khusus, termasuk didalamnya upaya merumuskan percepatan pembangunan infrastruktur transportasi, energi, air bersih sebagai penunjang kegiatan industry. Sebagai bagian dari cita-cita Pemerintah Sulawesi Utara untuk mewujudkan pembangunan Sulawesi Utara Hebat sebagai pintu gerbang Indonesia di kawasan Pasifik, maka pembangunan infrastruktur akan dilakukan secara holistic, spatial dan focus pada tujuan membangun konektifitas antar wilayah. Berkaitan dnegan hal tersebut, pemerintah Sulawesi Utara bermaksud akan mendorong percepatan pembangunan jalan toll Manado-Bitung, pembangunan bendungan Kuwil, inisiasi Jalan tol Manado-Tomohon, serta percepatan pembangunan rel kereta api yang nantinya akan menghubungan Manado dengan kota-kota besar di wilayah Pulau Sulawesi. 4.2.4.
PEMBANGUNAN KAWASAN PERBATASAN DAN KEPULAUAN Permasalahan pokok yang ditemui dalam upaya pembangunan kawasan perbatasan dan kepulauan adalah keamanan laut dan daerah perbatasan dalam rangka menjamin kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Kejahatan terorisme yang telah meminta
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
45
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
korban warga MAsyarakat Sulawesi Utara yang masih disandera oleh teroris membuktikan betapa pentingnya persoalan harga diri bangsa terkait dengan keamanan wilayah. Selama ini, wilayah kepulauan dan perbatasan khususnya Kabupaten Siau Tagulandang Biaro, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan kabupaten Kepulauan Talaud cenderung dianggap sebagai daerah terpencil, terluar dan daerah tertinggal. Seharusnya di wilayah ini perlu dilakukan pengembangan kawasan perbatasan Negara sebagai manifestasi dari pola ruang yang sudah ditetapkan sebagai Pusat Kawasan Strategis Nasional. Selama ini kawasan perbatasan dianggap sebagai pinggiran negara,agar menjadi halaman depan negara yang berdaulat, berdaya saing, dan aman. Pendekatan pembangunan kawasan perbatasan selama ini dilakukan secara parsial, dan sangat berbau sektoral. Seharusnya wilayah kepualuan dan perbatasan dikelola dengan dua pendekatan yaitu terdiri: (i) pendekatan keamanan (security approach), dan (ii) pendekatan peningkatan kesejahteraan masyarakat (prosperity approach). Tantangan lainnya adalah aktivitas illegal fishing, illegal logging, human trafficking,dan kegiatan ilegal lainnya, termasuk mengamankan sumberdaya maritim dan Zona Ekonomi Esklusif (ZEE) dan persoalan warga Sulawesi Utara asal Sangihe dan Talaud yang status kewarganegaraannya di Filipina masih belum dipastikan. Permasalahan lainnya adalah bagaimana upaya meningkatkan kerjasama dan pengelolaan perdagangan perbatasan dengan negara Filipina, mendorong perdagangan ekspor-impor di perbatasan, dan upaya menurunnya kegiatan perdagangan ilegal di perbatasan.
4.2.5
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup sangat strategis dalam mengamankan kelangsungan pembangunan karena fungsinya sebagai tulang punggung kehidupan, i penyedia pangan, energi, air dan penyangga sistem kehidupan. Seluruh potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup pada dasarnya merupakan modal pembangunan untuk membangun sumberdaya manusia dan keberlanjutan kehidupan generasi mendatang. Perhatian terhadap jasa lingkungan untuk menunjuang ekonmi kerakyatan menjadi vital dan signifikan pengaruhnya dalam upaya adaptasi dan mitigasi iklim. Adapun permasalahan pokok dalam hal pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah produktivitas lahan pertanian dan luas lahan baku sawah yang semakin menurun, ditambah lagi dengan permasalahan pada sistem irigasi yang pada saat musim kemarau relative tidak dapat diharapkan dapat mengairi lahan persawahan. Terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, harus juga diakui bahwa produktivitas dan daya saing hasil perikanan belum optimal, sementara pemanfaatan wilayah maritime masih terbatas pada kegiatan patrol dan keamanan. Sumber daya air belum terkelola dengan baik,
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
46
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
bahkan hamper semua sungai di Sulawesi Utara sudah tercemar, begitu pula danau-danau yang berada di wialyah Sulawesi Utara sudah tergolong cemar berat. Pada tahun 2015, terjadi kemarau panjang sebagai akibat dari pengaruh el nino sehingga luas hutan dan lahan kritis menjadi sangat tinggi, semnetara di pihak lain, laju deforestrasi yang masih relatif tinggi karena alasan ekonomi. Pada intinya, kualitas lingkungan hidup di Sulawesi Utara semakin menurun dan dalam hal pengelolaan limbah/beban pencemaran sampai saat ini belum dilakukan secara optimal. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati masih harus didorong, sehingga dampak perubahan iklim dapat diminimalisir dan frekuensi kejadian bencana, kerentanan wilayah dan masyarakat terhadap bencana semakin menurun. 4.2.6.
TATA KELOLA: BIROKRASI EFEKTIF DAN EFISIEN
Kualitas tatakelola pemerintahan (good governance) adalah prasyarat tercapainya sasaran pembangunan daerah, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten ditandai dengan akuntabilitas, efektivitas, berkembangnya aspek keterbukaan, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi masyarakat. Dari sisi penguatan kapasitas pemerintahan (birokrasi), pemerintah daerah Sulawesi Utara terus berupaya memantapkan kualitas pelaksanaan reformasi birokrasi nasional (RBN) di segala area perubahan yang disasar, baik kebijakan, kelembagaan, SDM aparatur, maupun perubahan mindset dan culture set. Reformasi birokrasi diharapkan dapat menciptakan birokrasi yang bermental melayani yang berkinerja tinggi sehingga kualitas pelayanan publik akan meningkat sehingga berkontribusi pada peningkatan daya saing dan keberhasilan pembangunan di berbagai bidang. Birokrasi pemerintahan belum efisien dan budaya pelayanan masih lemah. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan telah dijalankan, akan tetapi belum sepenuhnya dapat mencegah munculnya distorsi produk-produk kebijakan publik, karena proses yang belum sepenuhnya transparan dan akuntabel baik pada saat penyusunan, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasinya. Pada umumnya masyarakat berpendapat bahwa birokrasi pemerintahan tidak efisien dan pelayanan publik belum optimal. Prinsip dasar good governance seperti partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas belum sepenuhnya dijalankan dalam birokrasi pemerintahan dan jabatan- jabatan publik. Masalah ini diperburuk oleh belum terbangunnya sistem rekrutmen pejabat publik berdasarkan prinsip meritokrasi. Pemantapan akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja secara bertahap memang sudah ditingkatkan. Hal ini tercermin dari makin
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
47
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
meningkatnya pemerintah Kabupaten/Kota yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meskipun demikian harus diakui bahwa pencapaian Opini WTP belum mencerminkan birokrasi yang bersih dan bebas KKN, manajemen aset barang milik daerah belum dikelola secara tertib administrasi dan tertib hukum; dan sistem pengendalian internal belum berjalan efektif. Tantangan ke depan yang perlu ditindaklanjuti, diantaranya peningkatkan kualitas dan independensi pemeriksaan keuangan; pengembangan sistem dan pemantapan pemeriksaan kinerja; memperbaiki manajemen pengelolaan aset secara modern berbasis TIK; dan peningkatan efektifitas Sistem Pengendalian Intern (SPI). Berdasarkan hasil penilaian kementerian Pendayaagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi, Kinerja Pemerintah Daerah masih rendah terkait dengan signifikansi input anggaran dengan kinerja organisasi; lemahnya orientasi pada pencapaian indikator hasil (outcome); lemahnya akuntabilitas kinerja instansi kabupaten/kota. Oleh karena itu, diperlukan komitmen pimpinan instansi untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik. Terkait dengan Politik Pemerintahan; Provinsi Sulawesi Utara akan melanjutkan upaya Pembentukan Daerah Otonom Baru yatu Provinsi Bolaang Mongondow Raya, Kota Langowan, Kota Tahuna, dan Kabupaten Talaud Selatan.
4.2.7.
KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
Disparitas kualitas kehidupan masyarakat yang masih lebar serta kondisi masyarakat yang belum mampu secara optimal mengatasi masalah ekonomi dan sosial seperti iklim investasi yang kondusif, kemiskinan, atau pengangguran merupakan salah satu faktor utama penyebab terjadinya tindak kriminal. Hal yang masih dihadapi dalam upaya menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat adalah masih tingginya angka kriminalitas seperti pencurian, penipuan, perampokan, kekerasan dalam rumah tangga, kejahatan susila, sampai dengan kasus-kasus pembunuhan. Tingkat kepercayaan masyarakat juga mengalami dinamika terkait dengan berbagai pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Polri termasuk tindakan yang berlebihan dalam menangani aksi demonstrasi, kekurangtaatan prosedur peindakan, atau masih mengemukanya arogansi sebagian anggota Polri dalam menghadapi kasus-kasus hukum di masyarakat akan berpengaruh terhadap validitas angka kriminalitas yang terjadi. penegakan hukum nondiskriminatif yang dapat merangsang/ meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat untuk mematuhi hukum dan pengaitan peran aktif masyarakat dalam penciptaan dan pemeliharaan kamtibmas melalui upaya pemolisian masyarakat (community policing).
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
48
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
Diakui juga bahwa meskipun upaya pengawasan dan pengamanan terus ditingkatkan, kegiatan illegal logging, illegal mining, ataupun illegal fishing intensitasnya masih cukup tinggi. Selain itu human trafikking serta peredaran dan penggunaan narkoba cenderung meningkat. Persoalan rendahnya pelayanan rehabilitasi korban narkotika dan menekan aktivitas supply dan demand narkotika menjadi tantangan pemerintah dan masyarakat Sulawesi Utara. Tantangan utama dalam hal in iadalah peningkatan kemampuan mencegah, menangkal, dan menindak kejahatan transnasional melalui upaya deteksi dini dan interdiksi darat, laut atau udara serta kerja sama internasional; peningkatan upaya pencegahan dan penindakan kegiatan illegal logging melalui penguatan kapasitas kelembagaan perlindungan hutan, melaksanakan operasi pengamanan hutan secara terus menerus, dan menyelesaikan kasus hukum kejahatan dengan hukuman yang dapat memberikan efek jera, termasuk penanganan kegiatan illegal mining dan illegal fishing secara tuntas untuk menjaga sustainabilitas pemanfaatan sumber daya alam. 4.2.8.
PENGELOLAAN BENCANA DAN MITIGASI IKLIM
Pengurangan Resiko Bencana telah dimasukkan dalam Kerangka kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015 – 2030 yang bertujuan untuk 1. mencegah timbulnya dan mengurangi risiko, 2. mencegah & menurunkan keterpaparan dan kerentanan, 3. meningkatkan resiliensi melalui peningkatan kesiapsiagaan, tanggapan dan pemulihan, dimana hal ini juga dikaitkan dengan implementasi SDG’s. Penanggulangan bencana dalam RPJMN 2015-2019 adalah untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Beberapa kebijakan yang dilakukan adalah internalisasi pengurangan risiko bencana d i l a k u k a n melalui pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah, Pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana melalui penyusunan kajian dan peta risiko skala 1:50.000 pada kabupaten dan skala 1:25.000 untuk kota, yang difokuskan pada kabupaten/kota risiko tinggi terhadap bencana serta pemanfaatan kajian dan peta risiko bagi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kabupaten/Kota dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB), yang menjadi referensi untuk penyusunan RPJMD Kabupaten/Kota. Dalam kerangka perencanaan Rencana Aksi Nasional - Pengurangan Resiko Bencana terkait dengan beberapa kerangka kerja yang relevan (other relevant action frame) baik tingkat internasional maupun regional, di antaranya adalah aspek (1). tata ruang; (2). lingkungan; (3). perubahan iklim; dan (4). pengurangan kemiskinan. Secara umum pengelolaan bencana dapat dilakukan secara holistik melalui tiga tahap yaitu 1. Pra Bencana, 2. Penanganan Darurat dan 3. Pasca Bencana. Program dan kegiatan pada tahap Pra Bencana dapat menunjang program prioritas Adaptasi Perubahan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan, pada tahap Penanganan Darurat akan
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
49
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
menunjang program prioritas Penanggulangan Kemiskinan, dan pada tahap Pasca Bencana akan menunjang program prioritas Pembangunan dan Pengembangan Infrastruktur Dasar dan Penanggulangan Kemiskinan serta Pembangunan Berkelanjutan. Berdasarkan sasaran strategis nasional yang diamanatkan pada RPJMN 2015-2019, fokus penanggulangan bencana yaitu menurunnya indeks risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi. Strategi penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana di provinsi Sulawesi Utara mengacu pada strategi penanggulangan bencana nasional yaitu : 1. Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah, melalui : a. Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan sektoral dan kewilayahan; b. Pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana melalui penyusunan kajian dan peta risiko skala 1:50.000 pada kabupaten sasaran dan skala 1:25.000 untuk kota sasaran. c. Pemanfaatan kajian dan peta risiko bagi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kab/Kota dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB), yang menjadi referensi untuk penyusunan RPJMD Kab/Kota. d. Integrasi kajian dan peta risiko bencana dalam penyusunan dan review RTRW Provinsi/Kabupaten/ Kota. e. Harmonisasi kebijakan dan regulasi penanggulangan bencana di pusat dan daerah; f. Penyusunan rencana kontinjensi pada kabupaten/kota sasaran sebagai panduan kesiapsiagaan dan operasi tanggap darurat dalam menghadapi bencana. 2. Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana, melalui: a. Mendorong dan menumbuhkan budaya sadar bencana serta meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kebencanaan. b. Peningkatan sosialisasi dan diseminasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat baik melalui media cetak, radio dan televisi. c. Meningkatkan kerjasama dengan mitra pembangunan, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), dan dunia usaha untuk mengurangi kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat. d. Peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah pasca bencana, melalui percepatan penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi. e. Pemeliharaan dan penataan lingkungan di daerah rawan bencana alam. f. Membangun dan menumbuhkan kearifan lokal dalam membangun dan mitigasi bencana. g. Pengembangan Desa Tangguh Bencana di kawasan risiko tinggi bencana untuk mendukung Gerakan Desa Hebat 3. Peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan bencana, melalui: a. Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan bencana di pusat dan daerah.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
50
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA 2016-2021
b. Meningkatkan koordinasi antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta antar pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana. c. Penyediaan sistem peringatan dini bencana kawasan risiko tinggi serta memastikan berfungsinya sistem peringatan dini dengan baik. d. Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK dan pendidikan untuk pencegahan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana. e. Melaksanakan simulasi dan gladi kesiapsiagaan tanggap darurat secara berkala dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesiapsiagaan. f. Penyediaan infrastruktur mitigasi dan kesiapsiagaan (shelter/tempat evakuasi sementara, jalur evakuasi dan rambu-rambu evakuasi) menghadapi bencana, yang difokuskan pada kawasan rawan dan risiko tinggi bencana. g. Membangun dan memberikan perlindungan bagi prasarana vital yang diperlukan untuk memastikan keberlangsungan pelayanan publik, kegiatan ekonomi masyarakat, keamanan dan ketertiban pada situasi darurat dan pasca bencana. h. Melaksanakan upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas dan ekonomi lokal melalui pengembangan Desa Tangguh Bencana untuk mendukung Gerakan Desa Hebat. i. Peningkatan kapasitas manajemen dan pendistribusian logistic kebencanaan, melalui pembangunan pusat logistik kebencanaan di masing-masing wilayah pulau yang dapat menjangkau wilayah yang terkena bencana dengan cepat. j. Pembentukan dan penguatan kapasitas forum pengurangan risiko bencana di daerah.
BAB IV |ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
51