BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN Penyelenggaraan pembangunan Kabupaten Pekalongan dalam kurun waktu 2011-2015 telah membuahkan hasil yang diharapkan, tetapi untuk pembangunan kedepan masih terdapat permasalahan dan tantangan dari berbagai dimensi pembangunan. Berbagai permasalahan yang dihadapi kabupaten Pekalongan dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal yang terjadi sebagai dampak interaksi dan dinamika perkembangan berbagai sektor baik pada skala lokal kabupaten, provinsi maupun nasional. Permasalahan– permasalahan tersebut timbul karena kekuatan yang belum didayagunakan secara optimal, adanya kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan, dan ancaman yang tidak diantisipasi. Berdasarkan hasil evaluasi gambaran umum kondisi di Kabupaten Pekalongan sebagaimana telah disajikan pada bab 2, terdapat berbagai bidang pembangunan yang telah mengalami kemajuan atau keberhasilan, namun di sisi lain terdapat pula berbagai permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dan perlu ditangani melalui serangkaian kebijakan dan program secara terencana, sinergis, dan berkelanjutan. Permasalahan pembangunan daerah yang ada di Kabupaten Pekalongan adalah sebagai berikut : 1. Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pekalongan selama periode 2011–2015 cenderung mengalami penurunan, meskipun di tahun 2015 masih sebesar 12,84 %. Rata rata penurunan persentase penduduk miskin Kabupaten Pekalongan pada tahun 2011-2015 sebesar 0,54% masih lebih rendah dari capaian Provinsi Jawa Tengah yaitu 0,65%. Pengeluaran perkapita per bulan penduduk yang berada di Garis kemiskinan Kabupaten Pekalongan meningkat dari Tahun 2011 sebesar Rp249.958,00 per kapita/bulan menjadi Rp317.796,00 per kapita/bulan di Tahun 2015. Berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011, di kabupaten Pekalongan yang dikategorikan sangat miskin sebanyak 15.902 ruta (rumah tangga), miskin 21.373 ruta, hampir miskin 19.463 ruta dan rentan miskin lainnya 51.572 ruta, total sebanyak 108.310 ruta. Jika disandingkan status kesejahteraan antara PPLS 2011 dan BDT 2015 terdapat peningkatan Jumlah Rumah Tangga pada desil 1 dan 2. Sedangkan untuk jumlah individu terdapat penurunan pada desil 1 dan 3 namun terdapat peningkatan pada desil 2 (sebagaimana dituangkan pada tabel 2.17). Kondisi kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Kondisi kemiskinan di Kabupaten Pekalongan kurun waktu Tahun 2011-2015 menunjukkan tren yang menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 2,08% di Tahun 2011 menjadi 1,98% di Tahun 2015 dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) naik dari 0,42% di Tahun 2011 menjadi 0,46% di Tahun 2015. Menurunnya capaian P1 mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin juga semakin kecil. Kondisi faktual yang dihadapi penduduk miskin adalah masih rendahnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, dan permodalan. Selain itu keterbatasan penduduk miskin dalam pemenuhan kebutuhan air bersih, sanitasi, rumah layak huni dan kelayakan kecukupan pangan. Secara geografi luasnya cakupan wilayah keberadaan penduduk miskin yang ditangani, terbatasnya pendanaan, belum sinergisnya program/kegiatan penanggulangan kemiskinan antar pemangku kepentingan, dan belum optimalnya peran dunia usaha/swasta.
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
2.
Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Pekalongan cenderung fluktuatif berturut-turut dari tahun 2011 sampai 2015 yaitu 6,12%, 5,07%, 4,75%, 6,03% dan 5,10%. Hal ini sejalan dengan Jumlah pencari kerja di Kabupaten Pekalongan yang bersifat fluktuatif pula yaitu dari 33.324 orang di tahun 2011 menjadi 31.903 orang 48.378 orang di tahun 2015. Sedangkan rasio penduduk (angkatan kerja) yang bekerja mengalami penurunan dari 76,65% pada Tahun 2011 menjadi 68,15% pada Tahun 2015. Secara umum tingginya angka pengangguran disebabkan terbatasnya lapangan kerja, jumlah tenaga kerja tidak sebanding dengan kesempatan kerja, dan pendidikan tenaga kerja belum sepenuhnya sesuai dengan pasar kerja. Permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pengangguran antara lain masih terbatasnya lapangan pekerjaan, selain itu masih rendahnya kualitas tenaga kerja berpengaruh terhadap daya saing dalam memasuki pasar kerja. Apabila tenaga kerja yang tersedia tidak mampu terserap pasar kerja maka akan berpotensi menambah jumlah pengangguran.
3.
Kesejahteraan Pekerja Kesejahteran pekerja di kabupaten Pekalongan masih perlu terus menerus ditingkatkan. Ketersediaan unit kerja di Kabupaten Pekalongan selama periode 2011-2015 menunjukkan jumlah yang fluktuatif. Tahun 2011 sebanyak 24 unit, tahun 2012 sebanyak 24 unit, tahun 2013 sebanyak 20 unit, tahun 2014 sebanyak 32 unit, dan tahun 2015 sebanyak 26 unit. Sedangkan dari indikator pembangunan daerah persentase tenaga kerja yang memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) (%) dari tahun 2011 (38,98%) sampai dengan tahun 2015 (43,15%) menggambarkan peningkatan meskipun di tahun 2012 - 2014 mengalami penurunan tetapi hanya sedikit. Hal ini menjelaskan bahwa pekerja sudah memperoleh jaminan kesehatan meskipun belum sesuai harapan. Apabila dilihat dari upah pekerja di wilayah kabupaten Pekalongan menunjukkan bahwa kenaikkan Tingkat Upah Minimum Kabupaten (UMK) setiap tahun memang mengalami kenaikkan tetapi kenaikkan tersebut juga diimbangi dengan naiknya sisi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) minimum. Meskipun tahun 2015 Rasio UMK terhadap KHL (%) sebesar 100,99% tetapi masih perlu ditingkatkan. Permasalahan terkait dengan kesejahteraan pekerja di Kabupaten Pekalongan antara lain belum optimalnya jaminan sosial tenaga kerja utamanya pada akses layanan kesehatan dan kepemilikan rumah layak huni; dan belum optimalnya perlindungan tenaga kerja.
4.
Pendidikan Secara umum permasalahan dalam pembangunan pendidikan adalah belum optimalnya ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan kepastian dalam penyelenggaraan pendidikan. Terkait dengan aspek ketersediaan, keterjangkauan, kesetaraan dan kepastian dapat dilihat melalui beberapa indikator antara lain Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTs) dan pendidikan menengah (SMA/SMK/MA) masih perlu ditingkatkan. Untuk APK SD/MI (103,73%), APK SMP/MTs (99,85 %) dan APK SMA/SMK/MA (67,96%). Sedangkan Untuk APM SD/MI (92,61%), APM SMP/MTs (81,34%) dan APM SMA/SMK/MA (46,93%). Masih rendahnya APK khususnya pada jenjang pendidikan SMP/MTs dan SMA/SMK/MA dikarenakan banyak sekali siswa dalam Kabupaten Pekalongan yang sekolah di luar wilayah dikarenakan faktor geografis maupun sosialnya. Sementara untuk APM dikarenakan banyak siswa dibawah ataupun diatas usia sekolah yang sudah/masih menduduki jenjang sekolah.
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 2
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
Kondisi tersebut berbanding lurus dengan Angka Pendidikan yang ditamatkan berdasarkan Penduduk Usia Kerja (15-64 tahun) di Kabupaten Pekalongan, yang masih didominasi lulusan SD (58,28%). Untuk itu pembangunan pendidikan dihadapkan permasalahan untuk meningkatkan APK SMA/MA/SMK dan Rata-rata Lama Sekolah. Selain itu, belum memasyarakatnya pendidikan non formal sebagai alternatif pendidikan formal merupakan permasalahan dan tantangan yang perlu diupayakan penyelesaiannya Apabila ditilik dari aspek kualitas pendidik/tenaga kependidikan dan sarana prasarana masih terdapat berbagai permasalahan antara lain masih rendahnya kesejahteraan, masih rendahnya persentase Guru SD/MI berkualifikasi S1/DIV (mencapai sekitar 75%), dan jumlah guru SD/MI yang telah bersertifikat sebesar 78%, Guru SMP/MTs yang telah bersertifikat sebesar 86%. Kondisi prasarana sarana pendidikan juga belum sepenuhnya memadai, baik kondisi ruang kelas maupun prasarana sarana pendukung seperti perpustakaan, laboratorium IPA dan komputer. Permasalahan lain yang perlu mendapat perhatian bersama adalah belum optimalnya pengembangan pendidikan vokasi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu. Pendidikan vokasi mencakup program pendidikan diploma (DI, DII DIII) beserta kompetensinya, dan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Selain itu juga belum optimalnya penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Individu yang berkarakter baik merupakan orang yang selalu berusaha untuk melakukan berbagai hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya sendiri, lingkungannya, orang lain, bangsa dan negaranya. Memiliki karakter yang baik, berarti individu mengetahui tentang potensinya sendiri dan memiliki nilai-nilai seperti religius, menghargai hak dan kewajiban orang lain, selalu patuh terhadap peraturan sosial, sopan dan santun, menghargai karya dan prestasi orang lain, demokratis, bersikap jujur, selalu bertanggung jawab, disiplin, bekerja keras, berpola hidup sehat, percaya diri, mandiri, cinta terhadap ilmu pengetahuan, berpikir logis, kritis & inovatif, rasa peduli terhadap lingkungan, peduli sosial, menghargai keberagaman atau perbedaan dan nilai kebangsaan. 5.
Kesehatan Permasalahan terkait dengan pembangunan kesehatan di Kabupaten Pekalongan adalah tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan. Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Pekalongan mengalami peningkatan yang cukup signifikan, pada tahun 2011 AKI sebesar 105 per 100.000 kelahiran hidup, dan terus meningkat hingga pada tahun 2014 AKI 39 kasus (243.75 per 100.000 kelahiran hidup). Hal ini disebabkan masih kurangnya koordinasi dalam penanganan rujukan kebidanan diantara fasilitasi kesehatan yang ada (Puskesmas dan Rumah Sakit), namun dengan adanya program emas, angka kematian ibu dapat ditekan di tahun 2015 menjadi 141,06 /100.000 KH. Kasus Kematian Ibu di Kabupaten Pekalongan selama periode 2011-2015 bersifat fluktuatif, pada tahun 2011 sebesar 17, meningkat pada tahun 2012 menjadi 31, turun pada tahun 2013 menjadi 29, naik pada tahun 2014 menjadi 39. Dengan adanya pendampingan EMAS, kasus kematian ibu dapat ditekan di tahun 2015 menjadi 22 kasus Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Pekalongan terus mengalami penurunan, pada tahun 2011 AKB sebesar 8.5 per 1.000 kelahiran hidup, ada kenaikan di tahun 2012 (10.98) namun pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 7.25 per1.000 KH dan naik lagi sebesar 8,07 per1.000 KH. Penyebab terbesar kematian bayi adalah BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) sekitar 25,86%, disusul kasus Akfisia (sesak
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 3
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
napas) sebesar 23,28%, Diare 1.72%, Pneumonia 2,59%, Sepsis 2,59% sedangkan sisanya 43.97% kasus lainnya (Infeksi, kongenital,ikterus ,dll). Penyebab terbesar kematian Ibu melahirkan antara lain dari 39 kematian ibu di Tahun 2014, 16 diantaranya disebabkan keracunan kehamilan, 6 disebabkan pendarahan, 4 kasus jantung/decomp, 3 karena Infeksi, 2 karena TB paru dan sisanya karena penyakit penyerta lainnya (8 kasus). Permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi secara umum di kabupaten Pekalongan antara lain, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah. Upaya untuk menurunkan AKI dan AKB dilaksanakan melalui peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskemas dan Rumah Sakit, selain itu juga peningkatan akses melalui pembiayaan kesehatan. Namun masih ditemukan permasalahan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak antara lain disebabkan belum terpenuhinya prasarana dan sarana serta meratanya pendayagunaan dan kompetensi tenaga kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten Pekalongan jika dibandingkan dengan jumlah penduduk masih belum proporsional, sehingga masih diperlukan optimalisasi pelayanan kesehatan di tingkat dasar dan rujukan yang sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Meningkatnya jumlah kasus penyakit menular seperti penemuan kasus TB paru dikarenakan belum semua komponen pelaksana penemuan kasus di sarana pelayanan kesehatan mendapatkan pelatihan serta keterbatasan prasarana sarana di Puskesmas dan rumah sakit; masih tingginya kasus DBD dikarenakan keterlambatan membawa penderita ke Rumah Sakit/Pelayanan Kesehatan dan kurangnya pengetahuan keluarga penderita tentang tanda-tanda penyakit DBD serta karena penatalaksanaan penderita DBD yang kurang tepat di Rumah Sakit.; tingginya kasus HIV/AIDS dimungkinkan karena semakin meningkatnya perilaku seks bebas, penyalahgunaan Narkoba dan obat-obatan terlarang serta belum optimalnya upaya pencegahan penularan penyakit HIV/AIDS. Permasalahan lainnya adalah belum optimalnya peningkatan akses pelayanan kesehatan melalui pembiayaan kesehatan dan penyediaan pelayanan rawat inap kelas III khususnya untuk masyarakat miskin (Jamkesmas dan Jamkesda). 6.
Penanganan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) Permasalahan utama terkait PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) di Kabupaten Pekalongan adalah : a. peningkatan jumlah PMKS yang tidak sebanding dengan sasaran penanganan; b. tingginya jumlah penduduk miskin; c. kurangnya sarana dan prasarana dalam penanganan PMKS; d. masih minimnya Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dalam rangka pemberdayaan PMKS; e. masih tingginya RTLH (rumah tak layak huni) Tahun 2015 sekitar 21.956 unit; f. Masih terdapat luasan kawasan permukiman kumuh sebesar 671, 844 ha yang berlokasi pada 34 desa di 7 wilayah kecamatan; g. belum optimalnya peran masyarakat terkait dengan keberadaan PMKS. Semakin kompleksnya permasalahan kesejahteraan sosial dan masih banyaknya yang belum sepenuhnya terselesaikan sejalan dengan dinamika sosial ekonomi masyarakat. Untuk itu, maka penanganan masalah kesejahteraan sosial melalui pembangunan kesejahteraan sosial perlu terus dilanjutkan secara berkesinambungan dan ditingkatkan agar apa yang telah dicapai dapat terus ditingkatkan dan jangkauan pelayanan dapat diperluas. Hal ini sesuai dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 4
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
2009 Tentang Kesejahteraan sosial yang mengamanatkan agar pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi warga masyarakat yang kurang beruntung dan rentan, serta melakukan penanggulangan kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan antara lain melalui peningkatan penyediaan pelayanan kesejahteraan sosial, namun upaya tersebut masih jauh dari yang diharapkan apabila dibandingkan dengan populasi PMKS yang jauh lebih besar jumlah dan sebarannya. Selain itu akurasi data penanganan PMKS yang masih lemah didukung dengan pelaporan dari berbagai wilayah yang belum kontinyu, menyebabkan perencanaan dan implementasi program penanganan PMKS sampai saat ini belum optimal. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup; memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian; meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial; meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Disamping itu, belum optimalnya peran kabupaten/kota dalam penanganan PMKS dan penguatan kapasitas PSKS, antara lain dikarenakan belum sepenuhnya institusi yang menangani permasalahan sosial berjalan efektif dan masih tergantung pada Perangkat Daerah dengan tupoksi lainnya, belum optimalnya alokasi anggaran untuk mendukung penanganan PMKS serta belum semua kabupaten/kota menyediakan prasarana sarana pelayanan rehabilitasi sosial. 7.
Keadilan dan Kesetaraan Gender serta Perlindungan Anak Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) di Kabupaten Pekalongan merupakan implementasi Inpres No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Sesuai dengan Inpres tersebut Pemerintah Kabupaten Pekalongan berkewajiban untuk mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Keadilan gender dan perlindungan diarahkan pada upaya meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tujuan pengarusutamaan gender adalah memastikan apakah perempuan dan lakilaki: a. memperoleh akses yang sama kepada sumberdaya pembangunan; b. berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan. Termasuk proses pengambilan keputusan; c. mempunyai pengendali yang sama atas sumberdaya pembangunan; d. memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan. Sedangkan sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dapat dijelaskan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan kriminalisasi bertujuan untuk demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Permasalahan keadilan dan kesetaraan gender serta perlindungan anak yang dihadapi adalah masih belum optimalnya fungsi pengarusutamaan perspektif gender dan perlindungan anak dalam sistem
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 5
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
birokrasi pemerintahan. Sementara itu dalam tataran publik, berbagai permasalahan nampak dari masih rendahnya kualitas hidup dan perlindungan terhadap perempuan dan anak yang ditunjukkan dengan tingkat pendapatan perempuan lebih rendah, masih adanya kekerasan terhadap anak dan perempuan serta Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Berkaitan dengan capaian keadilan gender dan perlindungan anak di Kabupaten Pekalongan dapat dilihat dari persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah pada tahun 2015 sebesar 44,80% atau mengalami penurunan sebesar 1,39% dibandingkan tahun 2014 sebesar 45,43%. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah perempuan dalam jabatan-jabatan publik di lembaga pemerintah. Sedangkan capaian partisipasi perempuan di lembaga legislatif tahun 2015 sebesar 22,22% sama seperti capaian tahun 2014. Secara umum berkaitan dengan tenaga kerja, partisipasi angkatan kerja perempuan perempuan pada tahun 2015 sebesar 41,49%, mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 54,24%. Selain itu dilihat dari rasio KDRT di Kabupaten Pekalongan pada tahun 2015 sebesar 0,0010%, lebih rendah jika dibandingkan dengan capaian tahun 2014 sebesar 0,0019%. Sedangkan penyelesaian pengaduan dari tindakan kekerasan pada tahun 2015 sebesar 100% sama seperti tahun 2014. Namun jika dilihat dari jumlahnya, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2015 sebanyak 24 kasus, mengalami penurunan sebesar 20,83% dibandingkan dengan tahun 2014 sebanyak 29 kasus. Hal ini menunjukkan KDRT masih terjadi di wilayah Kabupaten Pekalongan. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Pekalongan untuk terus melakukan fasilitasi pendampingan dan advokasi penanganan pengaduan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga. 8.
Ketimpangan Pendapatan Masyarakat dan Antar Wilayah Indeks Gini merupakan indikator untuk melihat ketimpangan pendapatan masyarakat. Indeks Gini Kabupaten Pekalongan selama Tahun 2011 – 2014 cenderung tetap yaitu sebesar 0,28 pada Tahun 2011, menjadi 0,29 pada Tahun 2014. Indeks tersebut menunjukkan pergeseran kelompok ketimpangan pendapatan masyarakat dari kelompok ketimpangan rendah walaupun nilainya tidak begitu besar. Sedangkan berdasarkan kriteria Bank Dunia distribusi pendapatan penduduk Kabupaten Pekalongan dapat diukur menjadi tiga kelompok pendapatan. Sesuai kriteria Bank Dunia, distribusi pendapatan penduduk Kabupaten Pekalongan tergolong merata dengan posisi ketimpangan rendah. Hal tersebut tampak dari Tahun 2014 angka 23,83% pendapatan dinikmati oleh 40% penduduk berpenghasilan rendah, sebesar 36,16% oleh 40% penduduk berpenghasilan menengah dan sebesar 40,01% oleh 20% penduduk berpenghasilan tinggi. Capaian tersebut lebih rendah dari pada tahun 2013 dimana tercatat 37,91% dinikmati oleh 20% penduduk berpenghasilan tinggi. Sementara tingkat kesenjangan pembangunan antar wilayah di Kabupaten Pekalongan dilihat dengan Indeks Williamson. Selama kurun waktu Tahun 2011 – 2012, capaian Indeks Williamson Kabupaten Pekalongan sebesar 0,49 menjadi 0,49. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa ketimpangan distribusi pembangunan di kabupaten Pekalongan dalam kondisi level sedang. Oleh karena itu perlu adanya upaya lebih intensif untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah dengan memprioritaskan pembangunan pada wilayah-wilayah tertinggal tersebut.
9.
Iklim Investasi Pengembangan iklim investasi di Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu upaya untuk menyerap tenaga kerja dan menurunkan tingkat pengangguran. Namun dalam pelaksanaannya dirasa masih belum optimal dalam meningkatkan jumlah investor ke Kabupaten
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 6
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
Pekalongan. Hal tersebut ditunjukkan dari capaian realisasi jumlah investor yang masuk ke Kabupaten Pekalongan walaupun mengalami sedikit kenaikan dari 654 investor pada Tahun 2011 menjadi 657 investor pada Tahun 2014, meski di tahun 2015 mengalami lonjakan sebesar 907 investor, namun dalam perkembangan 5 tahun ini selalu naik turun. Investor di Kabupaten Pekalongan terdiri dari perusahaan mikro kecil (nilai Investasi kurang dari 50 juta), perusahaan kecil (nilai investasi 50 juta – 500 juta), perusahaan menengah (nilai investasi 500 juta-5 milyar) dan perusahaan besar (5 milyar ke atas). Tahun 2011 – 2015 investor yang masuk berasal dari Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN), sedangkan dari Penanam Modal Asing (PMA) belum ada. Upaya yang dilakukan untuk menaikkan jumlah investor dengan memberikan pelayanan perizinan secara terpadu satu pintu (one stop service) dan melalui kegiatan pameran/expo sehingga dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja guna menurunkan tingkat pengangguran. Permasalahan pengembangan iklim investasi antara lain kurangnya informasi dan promosi investasi (penyediaan website, booklet dan profil investasi); kepastian dan kemudahan pengurusan perijinan, regulasi dan waktu pengurusan; terbatasnya tenaga kerja yang berkualitas dan memiliki kompetensi; belum optimalnya dukungan infrastruktur; serta sinergitas pemangku kepentingan terkait. 10.
Koperasi dan UMKM Keberadaan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Pekalongan dapat berperan sebagai penyangga sekaligus penggerak perekonomian daerah guna mendukung upaya penciptaan lapangan pekerjaan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan pengurangan jumlah penduduk miskin. Jumlah Koperasi di Kabupaten Pekalongan selama 5 tahun terakhir mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2011 berjumlah 377 dan meningkat menjadi 396 pada tahun 2015. Demikian juga dengan koperasi yang aktif, mengalami peningkatan dari tahun 2011 sejumlah 165 koperasi menjadi 167 koperasi di tahun 2015, Hal ini dikarenakan semakin banyaknya koperasi yang menyelenggarakan RAT tepat waktu yang berarti semakin meningkat pula koperasi yang aktif dalam menjalankan usahanya. Persentase Koperasi Sehat mengalami peningkatan dari tahun 2011 sebesar 9,28% menjadi 26% pada tahun 2015. Hal ini dapat menunjukkan bahwa koperasi semakin bagus dalam melaksanakan tata kelola keuangan dan usahanya, sehingga mendapatkan penilaian sebagai koperasi sehat. Sedangkan Jumlah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Pekalongan mengalami fluktuasi, dimana tahun 2011 sampai dengan 2015 mengalami kenaikan sebesar 43.052 unit menjadi 44.680 unit Pada tahun 2014 terjadi penurunan jumlah UMKM terutama usaha kecil dan menengah. Hal ini salah satunya disebabkan kondisi perekonomian nasional yang sulit sehingga mengakibatkan banyak nya usaha terutama usaha kecil dan menegah yang berhenti beroperasi. Akan tetapi tidak demikian dengan jumlah usaha mikro yang justru mengalami penambahan sebesar 11.083 unit usaha mikro atau sebesar 42,41%, hal ini disebabkan usaha mikro adalah usaha yang membutuhkan modal kecil sehingga lebih bisa bertahan dan cenderung meningkat jumlahnya. Berbagai permasalahan terkait dengan pengelolaan koperasi dan UMKM antara lain rendahnya kualitas SDM yang berkompeten berdampak pada belum optimalnya kinerja manajemen pengelolaan, lemahnya penguasaan akses teknologi tepat guna maupun modern, kualitas produk belum memenuhi standar, lemahnya akses pasar dan jejaring pemasaran, kurangnya informasi perbankan dan akses permodalan, masih lemahnya pengembangan pola kemitraan dan jejaring usaha maupun jasa, terbatasnya dukungan prasarana dan sarana usaha, lemahnya kemampuan berinovasi, dan kurangnya informasi serta daya saing yang rendah. Selain
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 7
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
itu, permasalahan yang dihadapi adalah masih kurang kondusifnya iklim usaha serta belum terpadunya upaya pemberdayaan koperasi dan UMKM. 11.
Pariwisata Kabupaten Pekalongan memiliki geomorfologis yang terdiri dari wilayah pegunungan dan dataran serta perairan pantai, sehingga membentuk bentangan-bentangan alam yang indah dengan patahanpatahan yang menyebabkan terjadinya air terjun serta hamparan pantai yang luas. Selain itu Kabupaten Pekalongan juga kaya akan peninggalan sejarah yang memungkinkan pertumbuhan dan pengembangan wilayah berbasis pariwisata, dengan ditunjang oleh sumberdaya alam dan bidangbidang unggulan seperti pertanian, peternakan, perikanan, industri, pertambangan dan bidang pariwisata itu sendiri. Pengembangan pariwisata dilaksanakan melalui pengembangan paket wisata, jalur wisata, pengadaan sarana dan prasarana penunjang seperti penginapan serta meningkatkan aksesibilitas dengan meningkatkan kondisi jalan dan menyediakan sarana transportasi menuju obyek wisata. Jumlah kunjungan wisata terus mengalami peningkatan dari 97.732 pengunjung di tahun 2011 hingga pada tahun 2015 mencapai 108.261 pengunjung. Peningkatan jumlah kunjungan tersebut berdampak langsung pada pendapatan sektor pariwisata sebesar 536,57 juta rupiah pada tahun 2015. Pemerintah Kabupaten Pekalongan berusaha terus memberikan dorongan kepada masyarakat dan pihak ketiga untuk mengembangkan destinasi pariwisata. Sehingga diharapkan muncul banyak investor baru yang akan menyelenggarakan kegiatan pariwisata dari mulai pengelolaan destinasi pariwisata, pengelolaan tempat penginapan/hotel, pengelolaan angkutan, usaha rumah makan dan usaha wisata lain yang dapat berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat sekitar objek wisata. Pemerintah Kabupaten Pekalongan juga berkomitmen memberikan layanan pariwisata yang murah dan bersahabat bagi masyarakat. Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat tersebut diharapkan tidak membebani anggaran Pemerintah daerah dan meningkatkan investasi pada berbagai sektor pendukung wisata. Berbagai permasalahan terkait dengan pengelolaan pariwisata antara lain belum maksimalnya daya saing obyek wisata daerah, belum optimalnya pengembangan potensi event dan kegiatan wisata berbasis wilayah, kurangnya promosi wisata Kabupaten Pekalongan secara nasional, masih rendahnya kualitas SDM pelaku wisata; infrastruktur dan prasarana sarana yang mendukung aksesibilitas; dan belum optimalnya kerjasama para pemangku kepentingan dalam mengembangkan wisata di Kabupaten Pekalongan.
12.
Infrastruktur dan Perhubungan Pembangunan Infrastruktur dan perhubungan merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan daerah dan nasional untuk mendukung aktivitas kehidupan masyarakat yang berkelanjutan. Permasalahan yang dihadapi Kabupaten Pekalongan dalam pembangunan infrastruktur adalah belum optimalnya kualitas pelayanan infrastruktur yang sejalan dengan dinamika aktivitas kehidupan masyarakat baik sosial, ekonomi, budaya, politik dan pengembangan wilayah. Permasalahan tersebut ditandai dengan adanya rob dan abrasi yang selalu selalu mengancam kehidupan masyarakat di wilayah pesisir utara Kabupaten Pekalongan, tidak adanya tempat pembuangan akhir (TPA) sampah regional untuk mengatasi sampah di wilayah pantura, dan kerusakan infrastruktur jalan yang juga menjadi masalah bersama kabupaten dan kota di wilayah pantura eks-Karesidenan Pekalongan.
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 8
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
13.
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Kabupaten Pekalongan secara konstelasi regional berada di kawasan pantai utara di bagian barat wilayah Jawa Tengah yang memanjang ke selatan di kawasan pegunungungan. Tentunya kondisi biogeofisiknya akan mempengaruhi wilayah kabupaten tetangganya. Untuk menjaga kesinambungan pembangunan/sustainable development di dalam prioritas lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, pemerintah terus melakukan upaya pencegahan dan konservasi terhadap hutan dan lahan kritis. Hal ini juga terkait dengan dukungan terhadap dampak perubahan iklim. Upaya pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan dilakukan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan dan meningkatkan kualitas daya dukung lingkungan. Beberapa permasalahan urusan Lingkungan Hidup yang dihadapi antara lain: a. Sarana prasarana pengendalian dan pengelolaan lingkungan semakin terbatas; b. Regulasi tentang pengelolaan lingkungan hidup di daerah belum mencukupi; c. Kualitas lingkungan cenderung mengalami degradasi; d. Keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna semakin berkurang; e. Pelayanan persampahan belum menjangkau pada semua masyarakat perkotaan; f. Penanganan air limbah rumah tangga /domestik belum dilakukan secara terpadu; g. Kesadaran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan lingkungan hidup masih kurang; h. Dampak pemanasan global semakin meningkat.
14.
Penanggulangan Bencana Secara geografis dan demografis wilayah Kabupaten Pekalongan berpotensi mengalami terjadinya bencana, seperti di daerah pegunungan rawan terjadi tanah longsor, kekeringan, kebakaran, angin puting beliung, sedangkan di wilayah pesisir banjir dan meluapnya air laut. Adapun untuk daerah rawan banjir adalah di Kecamatan Tirto, Wiradesa, Siwalan, Wonokerto, Sragi, Bojong, Kesesi, Buaran, Karangdadap dan Wonopringgo. Kemudian, untuk daerah rawan longsor, berada di daerah pegunungan seperti Kecamatan Paninggaran, Kandangserang, Lebakbarang, Petungkriyono, Kajen, Talun dan Doro. Selanjutnya, daerah rawan angin ribut di seluruh wilayah Kabupaten Pekalongan memiliki potensi terkena bencana tersebut. Sedangkan daerah potensi kekeringan, berada di Kecamatan Sragi, Kesesi, Bojong, Karangdadap dan Talun. Sedangkan untuk daerah rawan abasi, rob dan banjir semua wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan mulai dari Kecamatan Wonokerto, Tirto dan Siwalan," terangnya. Penanganan bencana alam yang dilaksanakan umumnya hanya sampai pada tanggap darurat, rekonstruksi dan rehabilitasi. Kegiatan mitigasi bencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana belum banyak dilakukan. Paradigma harus dirubah dari penanggulangan bencana menuju pengelolaan bencana. Perubahan menuju paradigma pengelolaan bencana tersebut setidaknya mencakup tiga aspek berikut ini : a. penanganan bencana tidak lagi difokuskan pada aspek tanggap darurat saja, tetapi lebih pada keseluruhan manajemen resiko; b. perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan sematamata kewajiban pemerintah; c. penanganan bencana bukan lagi menjadi semata-mata tanggungjawab pemerintah tetapi menjadi urusan bersama (antara pemerintah dengan masyarakat). Beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain:
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 9
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
a. b. c. d.
Kegiatan penanggulangan bencana masih pada tahapan tanggap darurat dan rehabilitasi rekonstruksi sehingga belum menjadikan kegiatan pengurangan resiko bencana sebagai prioritas; Sarana dan prasarana penanggulangan bencana yang masih kurang; Proses identifikasi, kajian dan pemantauan resiko bencana serta penetapkan sistem peringatan dini masih kurang; Pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana belum dimanfaatkan.
15.
Reformasi Birokrasi Pelaksanaan Otonomi Daerah sejak tahun 2001 belum seperti yang diharapkan. Otonomi Daerah mengandung makna mengatur segala sesuatunya secara mandiri, baik pengelolaan pemerintahan maupun pembiayaannya. Namun pada kenyataannya Pemerintah Kabupaten masih tergantung pada kebijakan-kebijakan pemerintah pusat terutama dalam hal pembiayaan pembangunan dan pengaturan sumberdaya aparatur. Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain: a. Potensi keuangan daerah belum tergali secara optimal; b. Pengadaan pegawai belum sesuai antara formasi riil dengan formasi pegawai yang ditetapkan Pemerintah; c. Kompetensi sebagian pegawai belum sesuai dengan kebutuhan riil; d. Penegakan hukum belum efektif; e. Produk hukum daerah masih banyak yang tidak sesuai dengan perkembangan keadaan; f. PD belum semua memiliki Standar Pelayanan Minimal dan Prosedur Standar Operasional (SOP); g. Pelayanan perijinan belum optimal; h. Pelimpahan kewenangan kepada kecamatan belum optimal; i. Hasil-hasil pengawasan belum sepenuhnya menjadi input perencanaan pembangunan.
16.
Politik Pembangunan politik di kabupaten Pekalongan merupakan bagian dari gerak pembangunan yang diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis sehingga terwujud ketertiban politik. Permasalahan dalam pembangunan politik di Kabupaten Pekalongan yaitu masih perlunya peningkatan kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi, serta masih belum optimalnya peran partai politik dalam melaksanakan pendidikan politik bagi masyarakat terutama pemilih pemula. Hal ini tercermin dalam penggunaan hak pilih pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pekalongan Tahun 2015 yang mencapai 70,13% atau 510.491 pemilih dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) sejumlah 727.934 pemilih. Selain itu keterlibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait dengan kepentingan publik dan penentuan arah pembangunan yang bersifat strategis dirasakan masih belum optimal.
17.
Aset Daerah Pengelolaan Aset Daerah Kabupaten Pekalongan sesuai dengan UU No 17/ 2003 tentang Keuangan Negara yang pada hakikatnya bertujuan mewujudkan tertib administrasi pengelolaan Keuangan Negara yang mencakup baik uang dan barang. Permasalahan yang dihadapi Kabupaten Pekalongan terkait dengan aset daerah sebagai upaya peningkatan pendapatan daerah antara lain yaitu a. Masih belum optimalnya pengelolaan aset daerah; b. Belum validnya data tentang aset daerah sehingga sulit menyusun suatu neraca keuangan; c. Sistem pengaturan pengelolaan aset yang tidak seragam;
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 10
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
d. Dan adanya berbagai konflik kepentingan yang berhubungan dengan pemanfaatan aset yang pada umumnya lebih cenderung merugikan negara. B. DINAMIKA LINGKUNGAN STRATEGIS 1. Kajian Kebijakan Pembangunan Nasional dan Agenda Pembangunan Nasional a. Isu Global/Internasional 1) Sustainable Development Goals (SDGs) dan Agenda Pembangunan Pasca 2015 Konsep Sustainable Development Goals (SDGs) dicanangkan untuk melanjutkan konsep tujuan pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) yang belum tercapai dari Tahun 2000-2015. Tujuan MDGs yang belum tercapai tersebut antara lain : (1) Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) Mencapai pendidikan dasar untuk semua; (3) Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (4) Menurunkan angka kematian anak; (5) Meningkatkan kesehatan ibu; (6) Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; (7) Memastikan kelestarian lingkungan hidup; (8) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Konsep SDG’s diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca 2015MDG’S, terutama berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun 2000 mengenai isu berkurangnya sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, perlindungan sosial, makanan dan energi, dan pembangunan yang lebih berpihak pada kaum miskin. SDGs terdiri dari 17 tujuan, 169 target dengan 240 indikator. Adapun tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) di Tahun 20162030 antara lain : (1) Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya dimana-mana; (2) Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan peningkatan gizi, dan mempromosika pertanian berkelanjutan; (3) Pastikan hidup sehat dan mempromosikan kesejahteraan bagi semua segala usia; (4) Menjamin kualitas pendidikan inklusif, adil dan mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua; (5) Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan; (6) Memastikan ketersediaan dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua; (7) Menjamin akses keenergi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern untuk semua; (8) Mempromosikan pertumbuhan yang berkelanjutan, inklusif dan berkelanjutan ekonomi, kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua; (9) Membangun infrastruktur tangguh, mempromosikan industrialisasi insklusif dan berkelanjutan dan mendorong inovasi; (10) Mengurangi kesenjangan didalam dan antar nagara; (11) Membuat kota-kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan; (12) Pastikan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan; (13) Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya; (14) Melestarikan dan berkelanjutan menggunakan samudra, laut dan sumber daya kelautan untuk pembangunan berkelanjutan;
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 11
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
(15) Melindungi, memulihkan dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem darat, berkelanjutan mengelola hutan, memerangi desertifikasi, dan menghantikan dan membalikkan degradasi lahan dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati; (16) Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif disemua tingkatan; (17) Memperkuat sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan. Berkaitan dengan SDGs, Pemerintah Kabupaten Pekalongan berkomitmen menjalankan konsep pembangunan berkelanjutan dengan mengadopsi stategi melalui empat jalur pembangunan yaitu pro-growth, pro-job, pro-poor dan pro-environment yang berfokus pada : (1) Pengurangan kemiskinan, pembangunan berkelanjutan yang merata, mata pencaharian dan pekerjaan layak; (2) Akses merata kepada pelayanan dan jaminan sosial; (3) Keberlanjutan lingkungan dan mempertinggi ketahanan terhadap bencana; (4) Pemerintahan yang ditingkatkan kualitasnya dan akses merata dan keadilan bagi semua orang. 2) Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Memasuki tahun 2016, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai diberlakukan termasuk di Indonesia. MEA disebut juga dengan istilah ASEAN Economic Community (AEC). MEA atau AEC adalah bentuk kerjasama antar anggota negara-negara ASEAN yang terdiri dari Brunei, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Melalui MEA terjadi pemberlakuan perdagangan bebas di kawasan ASEAN. Bagi Indonesia, keberadaan MEA menjadi babak awal untuk mengembangkan berbagai kualitas perekonomian di kawasan Asia Tenggara dalam perkembangan pasar bebas di akhir 2015. MEA menjadi dua sisi mata uang bagi Indonesia : satu sisi menjadi kesempatan yang baik untuk menunjukkan kualitas dan kuantitas produk dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia kepada negaranegara lain dengan terbuka, tetapi pada sisi yang lain dapat menjadi bumerang untuk Indonesia apabila Indonesia tidak dapat memanfaatkannya dengan baik. MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) atau Investasi Langsung Luar Negeri yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Namun demikian hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakarjaan bagi Indonesia. Untuk itu diperlukan suatu uji kompetensi bagi setiap calon tenaga kerja yang
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 12
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
akan bersaing. Bagi mereka yang lulus uji kompetensi diberikan sertifikat sesuai tingkat ketrampilan dan keahliannya. Usaha yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Pekalongan dalam menghadapi MEA di bidang industri antara lain isu eco labelling utamanya dalam industri batik, perlindungan hak cipta bagi pelaku UMKM, kesiapan eksodus kawasan industri dari kota-kota besar ke kota di Jawa Tengah, promosi pameran tingkat internasional. Sementara di bidang Pariwisata, pemandu wisata bersertifikasi bagi para pelaku wisata di Kabupaten Pekalongan menjadi salah prioritas. Di bidang penyediaan SDM yang siap bersaing di pasar bebas, Pemkab Pekalongan sudah menginisiasi melalui berbagai pelatihan baik melalui sektor formal seperti siswa SMK yang magang di perusahaan nasional maupun para pencari kerja melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Pemberdayaan pemuda diarahkan pada konteks kewirausahaan seperti adanya Kontes Ide Bisnis. Upaya-upaya tersebut diarahkan untuk memenuhi standarisasi keahlian yang sesuai. Isu bonus demografi menjadi peluang tersendiri bagi Kabupaten Pekalongan dalam menghadapi MEA. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Pekalongan, jumlah penduduk Kabupaten Pekalongan Tahun 2015 menurut kelompok umur masih didominasi pada kelompok umur 10-14 dan 15-19 yaitu 82.354 dan 82.553. Angka ini diproyeksikan dalam waktu 5 tahun ke depan menjadi kelompok usia angkatan kerja. Meskipun peran dominan dalam meningkatkan kualitas SDM menjadi milik pemerintah, bukan berarti seluruh tanggung jawab berada di tangan pemerintah. Justru sebaliknya, perlu kesadaran darimasyarakatbahwa MEA akan dirasakan langsung oleh masyarakat dan menjadi tanggung jawab bersama. b.
Isu Nasional 1) RPJPN 2005-2025 ( Pelaksanaan RPJMN ke-3) Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan “INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR”. RPJPN 2005-2025 dilaksanakan dalam empat tahapan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dengan rumusan arahan prioritas kebijakan. Sesuai dengan tahapan tersebut, pembangunan dalam RPJMN ke-3 (2015-2019) diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan IPTEK yang terus meningkat. Dari kebijakan RPJPN 2005-2025 tersebut memberikan tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Pekalongan untuk meningkatkan daya saing daerah berbasis potensi lokal melalui keunggulan kompetitif perekonomian, SDA, SDM dan kemampuan IPTEK yang tinggi. 2) RPJMN 2015-2019 Kebijakan pembangunan nasional yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 diarahkan untuk mencapai visi pembangunan nasional tahun 2015-2019 yaitu “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG”, yang dilakukan melalui 7 misi pembangunan antara lain :
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 13
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
(1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. (2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum. (3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. (4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. (5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. (6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. (7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan nasional jangka menengah tersebut, dirumuskan sembilan agenda prioritas pembangunan nasional. Kesembilan agenda prioritas itu disebut “NAWA CITA”, yaitu: (1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara. (2) Membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. (3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerahdaerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. (4) Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya. (5) Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia. (6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. (7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektorsektor strategis ekonomi domestik. (8) Melakukan revolusi karakter bangsa. (9) Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Implementasi “NAWA CITA” tersebut dijabarkan dalam strategi pembangunan nasional dalam 3 (tiga) dimensi pembangunan yaitu : (1) Dimensi pembangunan manusia dan masyarakat. Pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat melalui pendidikan, kesehatan dan perbaikan gizi, mental dan karakter yang tangguh, perilaku yang positif dan konstruktif, kreatif, inovatif, punya etos bisnis dan berani mengambil risiko, berdedikasi, disiplin, kerja keras, taat aturan; tertib dan terbuka sebagai modal sosial yang positif bagi pembangunan, serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi sesame. (2) Dimensi pembangunan sektor unggulan dengan prioritas: (a) Kedaulatan pangan. (b) Kedaulatan energi dan ketenagalistrikan. (c) Kemaritiman dan kelautan. (d) Pariwisata dan industri. (3) Dimensi pemerataan dan kewilayahan. Pembangunan bukan hanya untuk kelompok tertentu, tetapi untuk seluruh masyarakat di seluruh wilayah. dengan prioritas: (a) Wilayah desa, untuk mengurangi jumlah penduduk miskin, karena penduduk miskin sebagian besar tinggal di desa; (b) Wilayah pinggiran; (c) Luar Jawa;
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 14
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
(d) Kawasan Timur. Guna melaksanakan pembangunan nasional dalam 3 (tiga) dimensi pembangunan yang berkualitas diperlukan kondisi sosial, politik, hukum, dan keamanan yang stabil yang didukung kepastian dan penegakan hukum, keamanan dan ketertiban, politik dan demokrasi; dan tetakelola dan reformasi birokrasi. Dari kebijakan RPJMN 2015-2019 tersebut memberikan tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Pekalongan antara lain : (1) Reformasi birokrasi yang bersih, efektif, demokratis, dan melayani; (2) Penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; (3) Peningkatan kualitas hidup masyarakat; (4) Peningkatan produktivitas masyarakat dan daya saing daerah; (5) Peningkatan sektor perekonomian daerah. 3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Implementasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bagi Pemerintah Kabupaten Pekalongan memberikan tantangan bagaimana memanfaatkan kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas daerah di tingkat lokal yang pada gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan yang didukung pengelolaan organisasi pemerintah daerah yang efektif dan efisien, aparatur yang profesional, bersih dan melayani dan pengelolaan keuangan daerah yang memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel. 2. Kebijakan Pembangunan di Daerah a. RPJPD Provinsi Jawa Tengah 2005-2025 Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jawa Tengah diarahkan pada upaya pencapaian visi pembangunan daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2005–202 yaitu : “JAWA TENGAH YANG MANDIRI, MAJU, SEJAHTERA, DAN LESTARI”, yang dilakukan melalui 6 (enam) misi pembangunan daerah sebagai berikut : 1) Mewujudkan sumber daya manusia dan masyarakat Jawa Tengah yang berkualitas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, sehat, serta berbudaya 2) Mewujudkan perekonomian daerah yang berbasis pada potensi unggulan daerah dengan dukungan rekayasa teknologi dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan 3) Mewujudkan kehidupan politik dan tata pemerintahan yang baik (good governance), demokratis, dan bertanggung jawab, didukung oleh kompetensi dan profesionalitas aparatur, bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), serta pengembangan jejaring 4) Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian fungsinya dalam menopang kehidupan 5) Mewujudkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang menunjang pengembangan wilayah, penyediaan pelayanan dasar dan pertumbuhan ekonomi daerah 6) Mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera, aman, damai, dan bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didukung dengan kepastian hukum dan penegakan HAM serta kesetaraan dan keadilan gender. b.
RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2013-2018 Kebijakan pembangunan Provinsi Jawa Tengah yang tercantum dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2013-2018 diarahkan untuk
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 15
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
mencapai visi yaitu “MENUJU JAWA TENGAH SEJAHTERA DAN BERDIKARI (Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi)”, yang dilakukan melalui 7 misi pembangunan antara lain : 1) Membangun Jawa Tengah berbasis Trisakti Bung Karno, Berdaulat di Bidang Politik, Berdikari di Bidang Ekonomi, dan Berkepribadian di Bidang Kebudayaan; 2) Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat yang Berkeadilan, Menanggulangi Kemiskinan dan Pengangguran; 3) Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah yang Bersih, Jujur dan Transparan, “Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi”; 4) Memperkuat Kelembagaan Sosial Masyarakat untuk Meningkatkan Persatuan dan Kesatuan; 5) Memperkuat Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan dan Proses Pembangunan yang Menyangkut Hajat Hidup Orang Banyak; 6) Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar Masyarakat; 7) Meningkatkan Infrastruktur untuk Mempercepat Pembangunan Jawa Tengah yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan. Sedangkan isu-isu strategis yang menjadi prioritas di Provinsi Jawa Tengah antara lain : 1) Pengurangan Kemiskinan; 2) Pengurangan Pengangguran; 3) Pembangunan infrastruktur; 4) Kedaulatan Pangan; 5) Kedaulatan Energi; 6) Tata Kelola Pemerintahan, Demokratisasi dan Kondusivitas daerah. c.
RPJPD Kabupaten Pekalongan Tahun 2005-2025 Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 9 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Pekalongan Tahun 2005-2025 menetapkan bahwa visi pembangunan daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2005-2025 adalah untuk mewujudkan “KABUPATEN PEKALONGAN YANG MAJU, ADIL DAN SEJAHTERA”. Untuk mewujudkan Visi Pembangunan Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2005-2025 tersebut, ditempuh melalui 8 (delapan) Misi Pembangunan Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2005-2025 sebagai berikut: 1) Mewujudkan daya saing daerah 2) Mewujudkan kehidupan ekonomi masyarakat yang berkualitas 3) Mewujudkan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik dan demokratis 4) Mewujudkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan 5) Mewujudkan pemberdayaan masyarakat yang berkeadilan sosial 6) Mewujudkan pelayanan dasar yang berkualitas 7) Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berkesinambungan untuk kesejahteraan masyarakat 8) Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab serta beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa RPJPD Kabupaten Pekalongan Tahun 2005-2025 dilaksanakan dalam 4 (empat) tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan rumusan arahan prioritas kebijakan. Sesuai dengan tahapan tersebut, pembangunan dalam RPJMD Kabupaten Pekalongan ke-3 (2015-2019) diarahkan untuk lebih memantapkan dan memeratakan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan : (1)pengembangan jaringan transportasi,
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 16
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
(2)penyerapan tenaga kerja, (3)peningkatan kapasitas aparatur dan kelembagaan pemerintah daerah, (4)pengelolaan, pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam, dan (5)penguatan budaya masyarakat. C. ANALISIS FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL Analisis atas kondisi internal (kekuatan dan kelemahan) dan kondisi eksternal (peluang dan ancaman) terhadap pencapaian tujuan pembangunan daerah berdasarkan hasil analisis gambaran umum kondisi daerah, evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan dalam 5 (lima) tahun terakhir meliputi : 1. Faktor Internal a. Kekuatan (Strengths) 1) Letak Kabupaten Pekalongan yang berada di daerah Pantura bagian barat sepanjang pantai utara Laut Jawa dan didukung jaringan transportasi dari berbagai arah sebagai penghubung jalan nasional, provinsi dan kabupaten/kota; 2) Merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi dan sektor unggulannya adalah pertanian, pariwisata, industri dan perikanan. 3) Hasil Produksi sektor primer adalah perikanan; sektor sekunder adalah tekstil, batik, dan pengolahan ikan; serta sektor tersier adalah jasa dan perdagangan; 4) Banyak potensi lokasi wisata baik itu wisata alam pantai sampai daerah pegunungan dan wisata budaya; b. Kelemahan (Weaknesses) 1) Kualitas layanan kesehatan dan pendidikan masih terbatas; 2) Angka kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi; 3) Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah; 4) SDM terampil dan berpendidikan memadai masih terbatas; 5) Peranan perempuan masih lemah; 6) Spirit kewirausahaan bagi angkatan kerja lemah; 7) Kurangnya lapangan kerja; 8) Iklim investasi belum memadai; 9) Proporsi PAD dalam APBD masih sangat kecil; 10) Pemanfaatan kearifan lokal dalam pemerintahan masih rendah; 11) Pemanfaatan teknologi bagi pengembangan sektor-sektor unggulan masih rendah. 2. Faktor Eksternal a. Peluang (Opportunities) 1) Permintaan pasar lokal, regional dan dunia terhadap produk pertanian dan kehutanan segar dan olahan cukup tinggi; 2) Pertumbuhan ekonomi makro yang mulai membaik; 3) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai hal; 4) Meningkatnya budaya kreatif dan inovatif masyarakat;. 5) Obyek wisata yang ada belum dikelola secara maksimal dan keterlibatan pihak lain dalam pengelolaan obyek wisata itu sendiri belum dibangun, baik melalui biro perjalanan wisata atau pun media yang menjual tentang obyek wisata yang ada di Kabupaten Pekalongan. Keterlibatan para pihak dalam pengelolaan obyek wisata masih perlu ditingkatkan dan melakukan kerjasama, keterbatasan anggaran merupakan kendala yang perlu diantasipasi, dengan adanya peranperan para pihak dalam pengeloaan obyek wisata dapat memberikan warna dan percepatan serta peluang investasi yang sangat menguntungkan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengeloaan obyek wisata tersebut. b. Faktor Ancaman (Threats) 1) Infiltrasi Budaya Negatif Global;
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 17
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
2) Ekonomi Pasar Global; Ekonomi pasar global menjadi ancaman yang serius bagi pelaku ekonomi di Kabupaten Pekalongan sebab persaingan akan semakin tajam, sementara daya saing produk lokal masih belum kuat dan tidak ada kesiapan SDM serta infrastrukrur pendukung yang memadai 3) Tingginya Inflasi; 4) Perubahan iklim (Global warming); Perubahan iklim akibat pengaruh pemanasan global memberikan multiplier effect pada dunia. Kecenderungan perubahan iklim yang tidak menentu mengganggu pola tanam para petani, sehingga mengganggu kerja para petani dan mengakibatkan kerugian finansial 5) Kerusakan Lingkungan dan Bencana Alam; Kabupaten Pekalongan termasuk bagian dari jalur yang rawan bencana alam, karena kedudukan sebagian wilayah Kabupaten Pekalongan yang merupakan dataran tinggi menjadikan rawan terhadap bencana tanah longsor. Bencana alam sebagai akibat dari adanya kerusakan lingkungan, ketidakseimbangan alam, polusi, penurunan daya dukung alam, isu pemanasan global, permasalahan bencana alam, dan berbagai permasalahan lain yang terkait dengan space of life. D. ISU STRATEGIS Dari hasil kajian terhadap kondisi Kabupaten Pekalongan dari berbagai aspek pembangunan dan berdasarkan berbagai isu dan kebijakan di tingkat global, nasional provinsi maupun kabupaten, maka dapat dirumuskan beberapa masalah kebijakan serta isu strategis Kabupaten Pekalongan. Penentuan isu strategis merupakan bagian penting dan sangat menentukan dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pekalongan Tahun 2016-2021. Isu strategis adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya yang signifikan bagi entitas (daerah/masyarakat) di masa datang untuk memecahkan permasalahan pembangunan daerah selama 5 tahun ke depan. Isu strategis juga diartikan sebagai suatu kondisi/kejadian penting /keadaan yang apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya akan menghilangkan peluang apabila tidak dimanfaatkan. Kriteria penentuan isu-isu strategis pembangunan Kabupaten Pekalongan adalah sebagai berikut : 1. Merupakan permasalahan utama yang sering dikemukakan dan menjadi prioritas bagi mayoritas pemangku kepentingan utama pembangunan di Kabupaten Pekalongan 2. Merupakan permasalahan atau isu utama yang jika ditangani atau dipecahkan secara simultan hasilnya saling mempengaruhi untuk menyelesaikan permasalahan Kabupaten Pekalongan lainnya 3. Merupakan permasalahan yang memiliki dampak luas pada pencapaian target-target pembangunan Kabupaten Pekalongan di berbagai bidang 4. Merupakan pernyataan isu utama yang memiliki pengaruh besar atau signifikan terhadap pencapaian sasaran pembangunan utama di Kabupaten Pekalongan 5. Merupakan faktor utama yang memiliki daya ungkit signifikan terhadap pencapaian bidang pembangunan lainnya di Kabupaten Pekalongan 6. Merupakan tugas dan tanggung jawab utama Pemerintah Kabupaten Pekalongan yang mana permasalahan utama memang memerlukan intervensi kewenangan, kebijakan dan implementasi Adapun isu strategis RPJMD Kabupaten Pekalongan Tahun 2016-2021 antara lain : 1. Kemiskinan, pengangguran dan lapangan kerja; a. Kemiskinan Isu kemiskinan masih menjadi isu penting yang belum dapat terselasaikan sampai dengan saat ini. Kemiskinan seringkali dipahami
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 18
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
sebagai rendahnya tingkat kesejahteraan, padahal kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang bersifat multidimensi dan sangat penting untuk ditangani melalui dukungan seluruh pemangku kepentingan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah selama ini untuk memberikan peluang pada masyarakat miskin untuk mengurangi kemiskinan. Kemiskinan terjadi akibatnya banyaknya keluarga yang ekonominya kurang baik, lapangan kerja yang masih kurang, pendidikan yang rendah, dan kurangnya keterampilan Salah satu prasyarat keberhasilan pengentasan kemiskinan adalah dengan cara mengidentifikasi kelompok sasaran dan wilayah sasaran dengan tepat. Program pengentasan dan pemulihan nasib orang miskin tergantung dari langkah awal yaitu ketetapan mengidentifikasi siapa yang dikatakan miskin dan di mana dia berada. Aspek di mana “si miskin” dapat ditelusuri melalui si miskin itu sendiri serta melalui pendekatanpendekatan profil wilayah atau karakter geografis. Persentase penduduk miskin di Kabupaten Pekalongan pada tahun 2014 sebesar 12,57 %, masih berada di bawah rata rata Jawa Tengah yaitu 13,58%. Namun rata rata penurunan persentase penduduk miskin Kabupaten Pekalongan pada tahun 2011-2014 sebesar 0,81% masih lebih rendah dari capaian Provinsi Jawa Tengah yaitu 0,88%. Mengingat jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pekalongan masih cukup banyak dan progres penurunannya cenderung lambat, maka upaya penanggulangan kemiskinan perlu lebih dipacu melalui peningkatan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terutama pangan, pendidikan, kesehatan, air minum, sanitasi dan perumahan. Dalam upaya penanggulangan kemiskinan ada dua strategi utama yang ditempuh oleh pemerintah. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Kedua, memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan dan ketrampian untuk melakukan usaha sehingga mampu keluar dari lingkaran kemiskinan secara mandiri. b. Pengangguran dan lapangan kerja Sedangkan berkaitan dengan isu pengangguran di Kabupaten Pekalongan, pada Tahun 2015 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di kabupaten Pekalongan menunjukkan angka 5,10%. Artinya bahwa dari 10.000 penduduk angkatan kerja 510 jiwa adalah penduduk yang mencari pekerjaan. Angka ini berkurang 0,93 % dibanding tahun 2014 yang mencapai 6,03 %. Tingkat penganggguran terbuka dari tahun 2011-2015 bersifat fluktuatif. Pada tahun 2011 6,12%, turun pada tahun 2012 menjadi 5,07%, turun lagi pada tahun 2013 menjadi 4,75%. Namun angka ini naik pada tahun 2014 menjadi 6,03% dan pada tahun 2015 turun menjadi 5,10. Jika dilihat menurut jenis kelamin pada tahun 2015 proporsi penduduk perempuan yang mencari pekerjaan lebih banyak dibanding laki-laki dengan angka 7,26 berbanding 5,14. Tingkat pengangguran lakilaki maupun perempuan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2014. Selain TPT, indikator makro urusan tenaga kerja adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK Kabupaten Pekalongan pada tahun 2015 adalah 64,60%. Hal ini berarti bahwa dari 100 orang penduduk usia kerja, sekitar 64 orang termasuk angkatan kerja. Angka ini mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 69,52%. Pada tahun 2015 TPAK laki-laki lebih besar dari pada TPAK perempuan, yaitu 82,17% berbanding 56,30%. TPAK perempuan pada tahun 2015 mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun 2014 yaitu dari 56,76% turun menjadi 57,30%. Namun TPAK laki-laki mengalami penurunan sebesar 1,16% dari 83,01% pada tahun 2014 menjadi 82,17% di tahun 2015. Dengan melihat kondisi tersebut, maka penanganan pengangguran di Kabupaten Pekalongan berfokus pada upaya perlindungan,
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 19
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
pemberdayaan dan perluasan kesempatan kerja dan lapangan usaha, peningkatan kualitas calon tenaga kerja melalui peningkatan kualitas prasarana sarana dan pengelola Balai Latihan Kerja (BLK), pendidikan yang berorientasi pasar kerja, pengembangan informasi pasar kerja, serta pengembangan wirausaha baru sektor UMKM berbasis sumber daya lokal termasuk kewirausahaan di kalangan pemuda. Upaya penanganan pengangguran dilakukan secara terintegrasi dengan pembangunan kedaulatan pangan, kedaulatan energi, pengentasan kemiskinan dan pembangunan infrastruktur, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru yang pada akhirnya aspek-aspek produktif tersebut diharapkan mampu menjamin keberlanjutan pasar tenaga kerja. 2. Pelayanan Pendidikan, Kesehatan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial. a. Pelayanan Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia, yang juga merupakan komponen variabel dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Oleh karena itu pembangunan pendidikan di Kabupaten Pekalongan harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan di masa depan. Capaian pembangunan pelayanan pendidikan di Kabupaten Pekalongan terlihat dari Harapan Lama Sekolah (HLS) Kabupaten Pekalongan tahun 2015 sebesar 12,00 tahun masih lebih rendah dari capaian Provinsi Jawa Tengah sebesar 12,38 tahun. Rata rata peningkatan HLS dari tahun 2011-2015 Kabupaten Pekalongan sebesar 0,2525 tahun masih lebih rendah dari capaian Provinsi Jawa Tengah yaitu 0,3 tahun. Sedangkan dari Angka Rata-Rata Lama Sekolah Dalam kurun waktu Tahun 2011-2015, Angka Rata-Rata Lama Sekolah di Kabupaten Pekalongan Tahun 2015 sebesar 6,55 tahun meningkat dari Tahun 2014 namun dibawah Provinsi Jawa Tengah sebesar 6,93 Tahun dengan ratarata pertumbuhan RLS per tahun dari 2011-2015 Kabupaten Pekalongan 2,05 % dan Provinsi Jawa Tengah 0,70 %. Meskipun capaian RLS Kabupaten Pekalongan di bawah Jawa Tengah, namun peningkatan ratarata lama sekolah Kabupaten Pekalongan jauh lebih cepat dibandingkan Jawa Tengah. Angka Partisipasi Kasar (APK) Kabupaten Pekalongan untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah cenderung meningkat. Untuk jenjang SD/MI Tahun 2015 sebesar 103,73% meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 103,34%. Untuk jenjang SMP/MTs Tahun 2015 sebesar 99,85% meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 99,84%. Untuk jenjang SMA/SMK/MA Tahun 2015 sebesar 67,96% meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 67,66%. Angka Partisipasi Murni (APM) Kabupaten Pekalongan untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah terus mengalami peningkatan. Untuk jenjang SD/MI Tahun 2015 sebesar 92,61% meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 92,46%. Untuk jenjang SMP/MTs Tahun 2015 sebesar 81,34% meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 81,32%. Untuk jenjang SMA/SMK/MA Tahun 2015 sebesar 46,93% meningkat dibandingkan tahun 2014 sebesar 46,73%. Namun demikian masih menjadi tugas Pemerintah Kabupaten Pekalongan untuk meningkatkan APM untuk menuntaskan program pendidikan dasar. Kemudian dari Angka Pendidikan yang ditamatkan (APT) selama tahun 2011 – 2014 terus mengalami peningkatan untuk semua jenjang pendidikan. Pada tahun 2014 terjadi penurunan penduduk usia kerja yang belum memiliki ijazah sebanyak 4,89% dibandingkan tahun 2013 sebesar 6,65%. Namun demikian di Kabupaten Pekalongan sebagian besar penduduk hanya menamatkan SD yaitu sebesar 55,42%. Untuk SMP baru
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 20
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
22,64%, sehingga ini merupakan pekerjaan yang harus dituntaskan untuk memenuhi Wajib belajar 9 Tahun Perbaikan kualitas pendidikan di Kabupaten Pekalongan dimulai dari peningkatan kualitas tenaga pendidiknya. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan bekal bagi para guru dan kepala sekolah, sehingga mereka mampu menjadi tenaga pendidik yang berkualitas dalam menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bagi para siswanya Peran guru sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan SDM yang handal, melalui kegiatan pembelajaran yang bermutu dan efektif kepada siswa. Semakin banyak pihak yang peduli dan saling bekerjasama, maka semakin besar peluang kita untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Penetapan sistem pendidikan yang baku bisa memberikan kepastian bagi setiap pengajar dan sekolah. Kelengkapan fasilitas serta pemerataan kualitas pendidikan bagi setiap warga negara, khususnya daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Daerah-daerah seperti ini menjadi fokus pemerintah Kabupaten Pekalongan karena banyak sekali masyarakat yang tidak memperoleh hak mereka dalam memperoleh pendidikan. b. Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Kesejahteraan Sosial Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat di Kabupaten Pekalongan adalah pelayanan yang bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. Capaian pembangunan pelayanan kesehatan di Kabupaten Pekalongan terlihat dari Angka Harapan Hidup (AHH) di Kabupaten Pekalongan mengalami peningkatan dari 73,15 tahun pada tahun 2011 menjadi sebesar 73,35 tahun pada tahun 2015. Namun angka tersebut masih di bawah angka Provinsi Jawa Tengah yaitu 73,96 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan di bidang kesehatan di Kabupaten Pekalongan telah berdampak pada kualitas kesehatan penduduk. Sedangkan berkaitan dengan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Pekalongan terus mengalami penurunan, pada tahun 2011 AKB sebesar 8.5 per 1.000 kelahiran hidup, ada kenaikan di tahun 2012 (10.98) namun pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 7.25 per1.000 KH dan naik lagi sebesar 8,07 per1.000 KH di tahun 2015. Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Pekalongan selama periode 2011-2015 juga bersifat fluktuatif, pada tahun 2011 AKI sebesar 105 per 100.000 KH, meningkat pada tahun 2012 menjadi 184, turun pada tahun 2013 menjadi 183,24, naik pada tahun 2014 menjadi 243,75. Dengan adanya pendampingan EMAS, angka kematian ibu dapat ditekan di tahun 2015 menjadi 141,06 /100.000 KH. Sedangkan capaian persentase Balita gizi buruk di Kabupaten Pekalongan Tahun 2011-2015 terus membaik, dari 0,09 di tahun 2014 menjadi 0,07 di tahun 2015. Keberhasilan pembangunan Kesehatan di Kabupaten Pekalongan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia. Untuk mencapai keberhasilan dalam pembangunan bidang kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Dalam hal ini Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang pertama di wilayah kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya (sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pusat pelayanan kesehatan dasar) berkewajiban mengupayakan, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 21
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
kesehatan yang berkwalitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan Nasional yaitu terwujudnya derajat kesehatan yang setinggitingginya bagi setiap orang. 3. Pertumbuhan Ekonomi dan Laju Inflasi. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pekalongan tahun 2015 mencapai 4,78 persen, lebih lambat dibandingkan tahun 2014 dengan pertumbuhan 4,92 persen. Sedangkan Sepanjang tahun 2014 (JanuariDesember), di Kabupaten Pekalongan telah terjadi inflasi yang sangat tinggi yang mencapai 8,32%. Inflasi yang terjadi terutama disebabkan naiknya harga-harga atau indeks pada kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau karena kenaikan harga komoditas beras dan sayur-sayuran serta makanan jadi dan minuman, Walaupun laju inflasi menurun di Tahun 2015 sebesar 3,42% perlu mengupayakan langkah-langkah strategis sebagai antisipasi laju inflasi tidak kembali tinggi. Dalam rangka mendukung perkembangan ekonomi daerah yang berkesinambungan dan menjaga kesejahteraan masyarakat, maka sangat penting untuk menjaga tingkat inflasi. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan berfluktuasi memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inflasi, selain menggerus daya beli, juga akan menyulitkan pelaku usaha di dalam mengkalkulasi biaya input produksi dan secara makro dapat mengganggu kinerja pertumbuhan ekonomi. Pengendalian laju inflasi akan mampu menjaga serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah pada masa mendatang. 4. Infrastruktur dan Perhubungan. Persentase panjang jalan yang menjadi kewenangan Kabupaten Pekalongan dalam kondisi baik di Tahun 2015 sebesar 93,55 % naik dari Tahun 2014 sebesar 90,38%. Sedangkan jembatan dalam kondisi baik di Tahun 2015 sebesar 98,72 % naik dari Tahun 2014 sebesar 98,37 %. Untuk Luas irigasi Kabupaten Pekalongan dalam kondisi baik di Tahun 2015 sebesar 23.849 m2/Ha sama dengan pencapaian di Tahun 2014 Peningkatan kualitas dan kapasitas jalan dan jembatan terus diupayakan untuk mendukung kelancaran arus transportasi dan meningkatkan perekonomian daerah. Selain itu peningkatan kualitas sarana dan prasarana irigasi terus diupayakan untuk mendukung peningkatan produksi pertanian. Dengan tersedianya infrastruktur yang memadai merupakan salah satu faktor penting berjalannya proses pembangunan bagi suatu daerah. Perkembangan sosial ekonomi dan masyarakat sangat bergantung pada ketersediaan infrastruktur seperti jalan dan jembatan sehingga lalu lintas barang dan jasa serta mobilitas faktor produksi meningkat. infrastruktur juga merupakan faktor penting sebagai pendorong dan daya saing daerah. Dengan kata lain, pembangunan infrastruktur sangat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi. Untuk mewujudkan strategi pembangunan, dilaksanakan melalui berbagai program dan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan permukiman yang sehat, teratur, dan berwawasan lingkungan yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. 5. Banjir dan Rob. Penanganan permasalahan banjir dan rob di Kabupaten Pekalongan Pekalongan masih menjadi isu utama permasalahan kondisi infratruktur yang memerlukan penanganan secara serius dan komprehensif dengan kerjasama antar pemerintah daerah, dibantu provinsi dan pusat. Selain itu area letak lokasi yang terendam rob menyambung dengan Kota Pekalongan, sehingga penyelesaiannya harus koordinasi, ada sinergitas antardaerah.
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 22
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
Terdapat 3 (tiga) kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang terkena dampak dari banjir dan rob ini yaitu : Kecamatan Tirto, Siwalan dan Wonokerto dengan wilayah yang terkena dampak sebagai berikut : a. Kecamatan Tirto meliputi: Desa Jeruksari, Desa Tegaldowo, Desa Karangjompo dan Desa Mulyorejo; b. Kecamatan Wonokerto meliputi : Desa Pecakaran, Desa Wonokerto Wetan, Desa Api-Api dan Desa Pesanggrahan; c. Kecamatan Siwalan meliputi : Desa Blacanan, Desa Depok dan Desa Boyoteluk. Dari ketiga wilayah kecamatan tersebut fokus penanganan banjir dan rob berada di wilayah Kecamatan Tirto dan Wonokerto yang memiliki area permukiman penduduk yang terkena dampak secara langsung. Sedangkan di wilayah Kecamatan Siwalan yang terkena dampak banjir dan rob adalah area tambak. Luas genangan banjir dan rob untuk Kecamatan Tirto dan Kecamatan Wonokerto di Tahun 2016 sebesar 25,255 Km2. Gambar 4.1 Banjir dan rob Kabupaten Pekalongan
Banjir dan rob memunculkan beberapa dampak yang merugikan bagi penduduk disekitar wilayah pesisir di wilayah Kabupaten Pekalongan. Beberapa dampak negatif dan salah satunya yang terjadi pada sektor perekonomian akibat banjir dan rob, yakni berupa gangguan yang berdampak secara langsung pada lahan pertanian sawah, tambak dan beberapa fasilitas umum seperti jalan desa, masjid dan kantor balai desa. Para petani akhirnya mengalihfungsikan sawah lahan garapannya menjadi tambak. Hal ini disebabkan apabila dipertahankan ditanam padi, hasilnya tidak maksimal atau puso, sehingga para petani memilih mengalihfungsikan lahannya menjadi tambak. Namun tambak yang terkena banjir rob akhirnya juga ditelantarkan. 6. Perumahan dan Permukiman Kumuh Sesuai dengan ketentuan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menguraikan bahwa setiap orang berhak untuk menempati, menikmati dan/atau memiliki tempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang laik dan sehat. Berdasarkan hal ini, Pemerintah Kabupaten Pekalongan terus mengupayakan pengendalian, pengawasan dan pemberdayaan masyarakat terhadap perumahan dan permukiman kumuh guna meningkatkan kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuninya. Lokasi perumahan dan permukiman kumuh yang merupakan satuan perumahan dan permukiman dalam lingkup wilayah Kabupaten Pekalongan yang dinilai tidak layak huni didasarkan atas ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Lokasi perumahan dan permukiman kumuh di Kabupaten Pekalongan tersebar di 34 (tiga puluh empat) lokasi di 7 (tujuh) kecamatan dengan luas 671,844 ha. Diketahui bahwa Jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Pekalongan
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 23
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
sesuai dengan Basis Data Terpadu (BDT) Tahun 2015 Provinsi Jawa Tengah adalah sejumlah 25.022 unit. Sedangkan jumlah rumah layak huni dari tahun 2011 sanpai dengan tahun 2015 menunjukkan peningkatan yaitu dari jumlah 69.082 rumah layak huni di tahun 2011 menjadi 82.328 rumah layak huni. Dengan adanya peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh di Kabupaten Pekalongan merupakan komitmen Pemerintah Daerah dalam mendukung program nasional pengentasan permukiman kumuh termasuk dalam hal ini Target Nasional Permukiman Tanpa Kumuh. 7. Reformasi Birokrasi Abdi negara atau yang sekarang dikenal dengan nama Aparatur Sipil Negara (ASN) pada hakikatnya merupakan pelayan masyarakat. Sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan digariskan oleh UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, maka keberadaan ASN (Pegawai Negeri Sipil maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat mutlak diperlukan. Jumlah ASN di Kabupaten Pekalongan sampai dengan Desember tahun 2015 berjumlah 10.245 orang atau berkurang jika dibandingkan dengan tahun 2014 yang berjumlah 10.342. Sejalan dengan pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 2014 memberikan tantangan kepada pembangunan daerah Kabupaten pekalongan untuk : a. Pengelolaan dan penataan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) yang efektif dan efisien. b. Pembinaan ASN yang melayani, disiplin dan bersih. c. Pengelolaan keuangan daerah dengan prioritas pemenuhan pelayanan dasar secara efektif, efisien dan akuntabel. Sistem pengendalian pemerintah dapat dibagi menjadi pengendalian intern dan ekstern. Pengendalian intern meliputi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri/Pimpinan Lembaga; Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Sedangkan pengawas ekstern pemerintah seperti BPK (Badan Pengawas Tertinggi Keuangan), DPR dan DPRD (pengawasan politis), masyarakat (wasmas) dan lembaga peradilan (pengawasan yudikatif). Sistem Pengendalian Intern menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sedangkan Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Salah satu indikator Kinerja RPJMN 2015-2019 dalam bidang reformasi birokrasi adalah Tingkat Kematangan Implementasi SPIP, dengan target tingkat maturitas SPIP K/L/P pada tahun 2019 sebesar 3 dari skor 1-5. Untuk itu, sebagai salah satu upaya meningkatkan level kematangan penyelenggaraan SPIP diperlukan strategi dan program Peningkatan Maturitas SPIP di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pekalongan.
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 24
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
Pada tahun 2014, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan pengukuran tingkat kematangan/maturitas SPIP pada Pemerintah Kabupaten Pekalongan dan hasilnya menunjukkan bahwa Tingkat Maturitas SPIP pada Pemerintah Kabupaten Pekalongan berada pada level 2 dari skor 1-5. Sesuai arahan Presiden RI melalui Kementerian PANRB menegaskan bahwa keseriusan dan komitmen Bupati dan Sekretaris Daerah sangat diperlukan untuk mendorong percepatan implementasi reformasi birokrasi. Kepala Daerah diharapkan memberikan perhatian untuk terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik dan sekaligus berorientasi hasil. Arahan Presiden RI terkait permasalahan efisiensi birokrasi: a. e-Government, dalam sistem pemerintahan elektronik, rakyat dapat mengakses dokumen-dokumen pemerintah, dan semua hal dapat dilihat secara transparan, termasuk soal anggaran publik; b. Money Follow Program, alokasi anggaran harus digunakan untuk program pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat, misalnya infrastruktur, pengentasan kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan (pemerintahan berorientasi hasil); c. Stop Pemborosan Anggaran, seberapapun anggaran yang diberikan kepada K/L/Pemda pasti habis, tetapi tujuan (hasil) tidak tercapai; d. Fokus Kinerja bukan SPJ, ASN jangan terlalu menghabiskan waktu dan tenaga hanya untuk mengurusi SPJ. Untuk itu perlu dilaksanakan evaluasi tiap tahun untuk mengukur perkembangan efektivitas implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di instansi pemerintah (pusat dan daerah) guna efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran pada instansi pemerintah. Keberhasilan dalam implementasi SAKIP sangat berdampak pada efisiensi dalam penggunaan anggaran. SAKIP yang selama ini dianggap sebagai kumpulan dokumen semata ternyata mempengaruhi efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran negara yang pada hakikatnya adalah dana yang terkumpul dari rakyat. Data hasil evaluasi SAKIP yang dilakukan Kementerian PANRB pada tahun 2016 menunjukkan terjadi peningkatan rata-rata nilai evaluasi pada kabupaten/kota dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 rata-rata nilai evaluasi SAKIP kabupaten/kota adalah 49,87 atau meningkat 2,95 poin dari tahun 2015 yang hanya 46,92. Walaupun terjadi peningkatan, namun rata-rata kabupaten/kota pada tahun 2016 masih di bawah 50, yang artinya masih berada pada kategori C. Sebanyak 425 kabupaten/kota atau 83% dari total seluruh kabupaten/kota masih mendapat nilai di bawah B. Hasil Evaluasi Pemerintah Kabupaten Pekalongan mendapat nilai 55,70 atau dengan predikat penilaian “CC”. Penilaian tersebut menunjukkan tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran masih rendah jika dibandingkan dengan capaian kinerjanya. Hal ini disebabkan pembangunan budaya kinerja birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil di Pemerintah Kabupaten Pekalongan masih belum berjalan dengan baik dan dilakukan perbaikan lebih lanjut. Rendahnya tingkat akuntabilitas kabupaten/kota dikarenakan empat permasalahan utama, yaitu a. Tujuan/sasaran yang ditetapkan tidak berorientasi pada hasil; b. Ukuran keberhasilan tidak jelas dan terukur; c. Program/kegiatan yang ditetapkan tidak berkaitan dengan sasaran; dan d. Rincian kegiatan tidak sesuai dengan maksud kegiatan.
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 25
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
Dari permasalahan di atas terdapat beberapa hal penting yang perlu ditindaklanjuti dalam penyusunan SAKIP antara lain : a. Meningkatkan kepedulian dan komitmen dalam pelaksanaan manajemen kinerja, melalui monitoring dan evaluasi berkala atas capaian kinerja OPD, serta mendorong tindaklanjut hasil evaluasi SAKIP.; b. Memastikan setiap rupiah anggaran yang dikeluarkan Pemerintah mengarah kepada pencapaian target kinerja yang jelas, terukur dan berorientasi hasil; c. Menempatkan “the right man on the right place” guna menjaga kualitas SDM pengelola kinerja; d. Perlu peningkatan kompetensi bagi SDM pengelola akuntabilitas kinerja.
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
IV. 26
█▌PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN
Tabel 4.1 Keterkaitan Permasalahan Pembangunan, Dinamika Lingkungan Strategis, Faktor Internal dan Eksternal dan Isu Strategis No (1)
Permasalahan Pembangunan (2) Kemiskinan Pengangguran Kesejahteraan Pekerja Pendidikan Kesehatan Penanganan PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) 7. Keadilan dan Kesetaraan Gender serta Perlindungan Anak 8. Ketimpangan Pendapatan Masyarakat dan Antar Wilayah 9. Iklim Investasi 10. Koperasi dan UMKM 11. Pariwisata 12. Infrastruktur dan Perhubungan 13. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup 14. Bencana Alam 15. Reformasi Birokrasi 16. Politik 17. Aset 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dinamika Lingkungan Strategis (3) 1. Kajian
RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016-2021
Kebijakan Pembangunan Nasional dan Agenda Pembangunan Nasional a. Isu Global/Internasional 1) Sustainable Development Goals (SDGs) dan Agenda Pembangunan Pasca 2015 2) Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) b. Isu Nasional 1) RPJPN 2005-2025 (Pelaksanaan RPJMN ke-3) 2) RPJMN 2015-2019 3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah c. Kebijakan Pembangunan di Daerah 1) RPJPD Provinsi Jawa Tengah 2005-2025 2) RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2013-2018 3) RPJPD Kabupaten Pekalongan Tahun 20052025
Faktor Internal dan Eksternal (4)
Isu Strategis (5)
Analisis atas kondisi internal (kekuatan dan kelemahan) dan kondisi eksternal (peluang dan ancaman)
1. Angka Kemiskinan, Pengangguran dan Lapangan Kerja 2. Akses pelayanan pendidikan, kesehatan dan jaminan kesejahteraan sosial 3. Pertumbuhan Ekonomi dan Laju Inflasi 4. Infrastruktur dan Perhubungan 5. Banjir dan Rob 6. Perumahan dan Permukiman Kumuh 7. Reformasi Birokrasi
IV. 27