BAB 30 PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA KECIL BERKUALITAS SERTA PEMUDA DAN OLAHRAGA Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas merupakan langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Hal ini diselenggarakan melalui pengendalian kuantitas penduduk dan peningkatan kualitas insani dan sumber daya manusia. Karakteristik pembangunan antara lain dilaksanakan melalui pengendalian pertumbuhan penduduk, keluarga berencana, dan dengan cara pengembangan kualitas penduduk, melalui pewujudan keluarga kecil yang berkualitas dan mobilitas penduduk (lihat Bab 23: Perbaikan Iklim Ketenagakerjaan; dan Bab 26: Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah). Dalam kaitan itu, aspek penataan administrasi kependudukan merupakan hal penting dalam mendukung perencanaan pembangunan, baik di tingkat nasional maupun daerah. Adapun pemuda sebagai bagian dari penduduk merupakan aset pembangunan bangsa, terutama dalam bidang ekonomi. Guna mendukung langkah di atas, menumbuhkan budaya olahraga yang lebih luas bagi seluruh lapisan masyarakat menjadi aspek penting dalam peningkatan kualitas penduduk Indonesia.
A. PERMASALAHAN Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, meskipun laju pertumbuhannya dapat dikendalikan sehingga semakin menurun. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 1990 dan 2000, jumlah penduduk Indonesia 179,4 juta jiwa dan 206,3 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun pada periode 1990–2000, lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk periode 1980-1990 (1,97 persen). Meskipun telah terjadi penurunan pertumbuhan penduduk karena menurunnya angka kelahiran, namun secara absolut pertambahan penduduk Indonesia masih akan meningkat sekitar 3 sampai 4 juta jiwa per tahun. Hal ini disebabkan belum terkendalinya angka kelahiran pada tahun 1970-an, sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk pasangan usia subur yang relatif lebih cepat dibanding kelompok usia sebelumnya, atau timbulnya momentum kependudukan. Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk. Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 1971, angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) diperkirakan 5,6 anak per wanita usia reproduksi, dan saat ini telah turun lebih 50 persen menjadi 2,6 anak per wanita (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia-SDKI 2002-2003). Penurunan TFR antara lain karena meningkatnya penggunaan alat dan obat kontrasepsi (prevalensi) pada pasangan usia subur pada tahun 1980-an. Pada tahun 1971, angka prevalensi penggunaan kontrasepsi kurang dari 5 persen, tahun 1980 meningkat menjadi 26 persen, tahun 1987 menjadi 48 persen, tahun 1997 menjadi 57 persen, dan tahun 2002 sebesar 60 persen (SDKI 2002-2003). Kecenderungan meningkatnya angka prevalensi merupakan hasil dari peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB, serta ketersediaan alat kontrasepsi. Dengan demikian angka prevalensi perlu terus ditingkatkan agar angka kelahiran terkendali sehingga dapat mencapai kondisi penduduk tumbuh seimbang. Oleh karena itu peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB, dan penyediaan alat kontrasepsi menjadi sangat penting untuk menurunkan tingkat kelahiran.
Bagian IV.30 – 1
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja tentang hakhak reproduksi dan kesehatan reproduksi. Menurut hasil SDKI 2002-2003 hanya 60,3 persen pasangan usia subur (PUS) menggunakan kontrasepsi, sedangkan 8,6 persen PUS yang sebenarnya tidak ingin anak atau menunda kehamilannya, tidak memakai kontrasepsi (unmet need). Sebagian besar masyarakat, orang tua, maupun remaja belum memahami hak-hak dan kesehatan reproduksi remaja. Pemahaman dan kesadaran tentang hak dan kesehatan reproduksi remaja masih rendah dan tidak tepat. Masyarakat dan keluarga masih enggan untuk membicarakan masalah reproduksi secara terbuka dalam keluarga. Para anak dan remaja lebih merasa nyaman mendiskusikannya secara terbuka dengan sesama teman. Pemahaman nilai-nilai adat, budaya, dan agama yang menganggap pembahasan kesehatan reproduksi sebagai hal yang tabu justru lebih populer. Sementara itu, pusat atau lembaga advokasi dan konseling hak-hak dan kesehatan reproduksi bagi remaja yang ada saat ini masih terbatas jangkauannya dan belum memuaskan mutunya. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui jalur sekolah belum sepenuhnya berhasil. Semua ini mengakibatkan banyaknya remaja yang kurang memahami atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang masalah kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi ini menyebabkan banyaknya remaja yang berperilaku menyimpang tanpa menyadari akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka. Masih rendahnya usia kawin pertama penduduk. Hasil SDKI 2002-2003 menunjukkan bahwa median usia kawin pertama perempuan di Indonesia adalah 19,2 tahun. Median usia kawin pertama perempuan di perdesaan lebih rendah yaitu 18,3 tahun, sedangkan di daerah perkotaan adalah 20,3 tahun. Usia kawin pertama yang rendah juga berkaitan dengan faktor sosial ekonomi penduduk, terutama pendidikan. Di samping itu sebagian kelompok masyarakat dan keluarga belum menerima dan menghayati norma keluarga kecil sebagai landasan untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB. Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan yang beorientasi pada kesetaraan dan keadilan gender dalam hal KB. Namun demikian, partisipasi pria dalam ber-KB masih sangat rendah yaitu sekitar 1,3 persen (SDKI 20022003). Hal ini selain disebabkan oleh keterbatasan macam dan jenis alat kontrasepsi laki-laki, juga oleh keterbatasan pengetahuan mereka akan hak-hak dan kesehatan reproduksi serta kesetaraan dan keadilan gender. Demikian pula, penyelenggaraan KB dan kesehatan reproduksi masih belum mantap dalam memperhatikan aspek kesetaraan dan keadilan gender. Masih kurang maksimalnya akses dan kualitas pelayanan KB. Saat ini belum semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat melayani KB dan kesehatan reproduksi. Sesuai dengan kesepakatan internasional, ICPD (International Conference on Population and Development) 1994, pada tahun 2015, semua pelayanan kesehatan primer harus dapat melayani KB. Di samping itu, masih banyak pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi yang kurang efektif dan efisien untuk jangka panjang. Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga. Kondisi lemahnya ekonomi keluarga mempengaruhi daya beli termasuk kemampuan membeli alat dan obat kontrasepsi. Keluarga miskin pada umumnya mempunyai anggota keluarga cukup banyak. Jumlah keluarga miskin menggunakan kriteria Keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera-I alasan ekonomi (Pendataan Keluarga BKKBN) pada tahun 2003 adalah 15,8 juta keluarga. Kemiskinan menjadikan mereka relatif tidak memiliki akses dan bersifat pasif dalam berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas diri dan keluarganya. Pada gilirannya, kemiskinan akan semakin memperburuk keadaan sosial ekonomi keluarga miskin tersebut. Demikian pula, tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembinaan Bagian IV.30 – 2
ketahanan keluarga, terutama pembinaan tumbuh-kembang anak, masih lemah. Hal di atas akan menghambat pembentukan keluarga kecil yang berkualitas. Masih lemahnya institusi daerah dalam pelaksanaan KB. Salah satu isu penting bagi kelangsungan pembangunan keluarga berencana adalah desentralisasi. Sesuai dengan Kepres Nomor. 103/2001, yang kemudian diubah menjadi Kepres Nomor. 9/2004, bahwa sebagian kewenangan di bidang keluarga berencana diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota. Hal ini sejalan dengan esensi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 (telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004), yang memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menentukan program-program pembangunan yang diperlukan daerah sesuai dengan kebutuhan, aspirasi, kemampuan, maupun sumber daya yang tersedia. Dengan adanya peraturan tersebut, masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan KB sampai saat ini adalah belum seluruh pemerintah kabupaten/kota menetapkan KB sebagai isu strategis dalam pengendalian pertumbuhan penduduk dan pemenuhan hak-hak reproduksi penduduk. Pemahaman bahwa pelayanan KB merupakan salah satu hak azasi manusia, yaitu hak rakyat untuk mengatur proses reproduksinya, masih rendah. Pembangunan KB juga belum dipandang sebagai suatu investasi yang mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi. Belum serasinya kebijakan kependudukan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk Indonesia yang telah diproyeksikan mencapai 216,3 juta penduduk pada tahun 2004 merupakan beban pembangunan bila tidak ditangani secara terpadu. Sampai saat ini belum tersusun suatu kebijakan dan strategi pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas, dan pengarahan mobilitas penduduk yang sesuai dengan pertumbuhan ekonomi wilayah. Belum tertatanya administrasi kependudukan dalam rangka membangun sistem pembangunan, pemerintahan, dan pembangunan yang berkelanjutan. Penataan sistem penyelenggaraan administrasi kependudukan telah dimulai sejak tahun 1960-an, namun hingga saat ini belum terwujud. Di sisi lain peraturan perundang-undangan tentang administrasi kependudukan yang akan melengkapi Keppres Nomor 88 tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan belum tersedia. Selanjutnya, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya dokumen kependudukan dan tertib administrasi-pun belum memadai. Demikian pula, bank data sebagai data basis kependudukan belum tersedia. Rendahnya kualitas pemuda. Pemuda adalah penduduk usia 15-35 tahun. Berdasarkan Susenas 2003, sekitar 2 persen jumlah pemuda tidak pernah sekolah, 16 persen masih bersekolah, dan 82 persen sudah tidak bersekolah lagi. Dari keseluruhan jumlah pemuda, sekitar 2,36 persen di antaranya buta huruf. Selanjutnya, jika dilihat menurut jenjang pendidikan yang ditamatkan, masingmasing sekitar 34,7 persen, 26,9 persen, 24,4 persen, dan 3,73 persen pemuda yang tamat SD, SLTP, SMU, dan perguruan tinggi. Sementara itu, pemuda yang tidak berpendidikan (tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD) sekitar 10,36 persen. Masalah lainnya adalah rendahnya minat membaca di kalangan pemuda yaitu sekitar 37,5 persen; rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda yaitu sekitar 65,9 persen; belum serasinya kebijakan kepemudaan di tingkat nasional dan daerah; tingginya tingkat pengangguran terbuka pemuda yang mencapai sekitar 19,5 persen; dan maraknya masalah-masalah sosial di kalangan pemuda, seperti kriminalitas, premanisme, narkotika, psikotropika, zat adiktif (NAPZA), dan HIV/AIDS. Fakta di atas menunjukkan bahwa peran dan partisipasi pemuda dalam pembangunan, terutama yang berkaitan dengan kewirausahaan dan ketenagakerjaan masih rendah.
Bagian IV.30 – 3
Rendahnya budaya olahraga. Hal ini tercermin dari tingkat kemajuan pembangunan olahraga Indonesia yang hanya mencapai 34 persen (Sports Development Index/SDI) pada tahun 2004. Indeks ini dihitung berdasarkan angka indeks partisipasi, ruang terbuka, sumber daya manusia, dan kebugaran. Dalam rangka menumbuhkan budaya olahraga untuk meningkatkan kemajuan pembangunan olahraga, beberapa permasalahan yang harus diatasi adalah: belum terwujudnya peraturan perundang-undangan tentang keolahragaan, rendahnya kesempatan untuk beraktivitas olahraga karena semakin berkurangnya lapangan dan fasilitas untuk berolahraga, dan lemahnya koordinasi lintaslembaga dalam hal penyediaan ruang publik untuk lapangan dan fasilitas olahraga bagi masyarakat umum dan tempat permukiman. Prestasi Olahraga Indonesia semakin tertinggal. Hal ini tercermin dari menurunnya prestasi olahraga dalam event-event internasional. Jika pada SEA GAMES XIV tahun 1987 dan SEA GAMES XV tahun 1989 Indonesia selalu menduduki juara umum, maka pada SEA GAMES XXII tahun 2003 prestasi olahraga Indonesia terlampaui oleh Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Permasalahannya adalah pemerintah baru mampu membina 17 cabang olahraga khusus dalam penyediaan bibit-bibit olahraga tingkat pelajar dan baru membina 1 (satu) cabang olahraga prestasi tingkat mahasiswa. Permasalahan lain adalah jumlah dan mutu sumber daya manusia (SDM) olahraga masih rendah yang ditunjukkan dengan indeks dimensi SDM (salah satu komponen SDI) hanya 0,115; kekurangan guru pendidikan jasmani lebih dari 70.000 guru; sarana dan prasarana tidak lagi memenuhi standar latihan, lemahnya koordinasi antarpemangku kepentingan (stakeholder) olahraga baik di tingkat nasional dan daerah; serta belum serasinya kebijakan olahraga di tingkat nasional dan daerah.
B. SASARAN Untuk pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas serta pemuda dan olahraga dalam lima tahun mendatang, disusun tiga sasaran pokok sebagai berikut. Sasaran pertama adalah terkendalinya pertumbuhan penduduk dan meningkatnya keluarga kecil berkualitas ditandai dengan: (a) Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun; tingkat fertilitas total menjadi sekitar 2,2 per perempuan; persentase pasangan usia subur yang tidak terlayani (unmet need) menjadi 6 persen; (b) Meningkatnya peserta KB laki-laki menjadi 4,5 persen; (c) Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang efektif serta efisien; (d) Meningkatnya usia perkawinan pertama perempuan menjadi 21 tahun; (e) Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh-kembang anak; (f) Meningkatnya jumlah Keluarga Pra-Sejahtera dan Keluarga Sejahtera-I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif; dan (g) Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Sasaran kedua adalah: (a) Meningkatnya keserasian kebijakan kependudukan dalam rangka peningkatan kualitas, pengendalian pertumbuhan dan kuantitas, pengarahan mobilitas dan persebaran penduduk yang serasi dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan, baik di tingkat nasional maupun daerah; dan (b) Meningkatnya cakupan jumlah kabupaten dan kota dalam pelaksanaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. Sasaran ketiga adalah: (a) Meningkatnya keserasian berbagai kebijakan pemuda di tingkat nasional dan daerah; (b) Meningkatnya kualitas dan partisipasi pemuda di berbagai bidang pembangunan; (c) Meningkatnya keserasian berbagai kebijakan olahraga di tingkat nasional dan daerah; (d) Meningkatnya kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat serta prestasi olahraga; dan (e) Mengembangkan dukungan sarana dan prasarana olahraga bagi masyarakat sesuai dengan olahraga unggulan daerah. Bagian IV.30 – 4
C. ARAH KEBIJAKAN Dengan mempertimbangkan bahwa pada waktu yang akan datang Indonesia akan mencapai penduduk tumbuh seimbang dan akan mengalami bonus demografi (suatu keadaan ketika tingkat dependency ratio rendah, atau jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari pada jumlah penduduk usia tidak produktif, sebagai akibat dari perubahan struktur umur), maka tiga arah kebijakan disusun untuk mencapai ketiga sasaran tersebut di atas, sebagai berikut; Pertama, kebijakan pembangunan keluarga berencana diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk serta meningkatkan keluarga kecil berkualitas dengan: 1. Mengendalikan tingkat kelahiran penduduk melalui upaya memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin dan rentan serta daerah terpencil; peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi bagi pasangan usia subur tentang kesehatan reproduksi; melindungi peserta keluarga berencana dari dampak negatif penggunaan alat dan obat kontrasepsi; peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan alat dan obat kontrasepsi dan peningkatan pemakaian kontrasepsi yang lebih efektif serta efisien untuk jangka panjang. 2. Meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga yang lebih baik, serta pendewasaan usia perkawinan melalui upaya peningkatan pemahaman kesehatan reproduksi remaja; penguatan institusi masyarakat dan pemerintah yang memberikan layanan kesehatan reproduksi bagi remaja; serta pemberian konseling tentang permasalahan remaja; 3. Meningkatkan pemberdayaan dan ketahanan keluarga dalam kemampuan pengasuhan dan penumbuhkembangan anak, peningkatan pendapatan keluarga khususnya bagi keluarga PraSejahtera dan Keluarga Sejahtera-I, peningkatan kualitas lingkungan keluarga; dan 4. Memperkuat kelembagaan dan jejaring pelayanan KB bekerjasama dengan masyarakat luas, dalam upaya pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk dan pembudayaan keluarga kecil berkualitas. Kedua, kebijakan pembangunan kependudukan diarahkan untuk menata pembangunan kependudukan melalui: 1. Menata kebijakan persebaran dan mobilitas penduduk secara lebih seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah; 2. Menata kebijakan administrasi kependudukan guna mendorong terakomodasinya hak-hak penduduk dan meningkatkan kualitas dokumen, data, dan informasi penduduk, dalam mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan serta pelayanan publik, antara lain melalui penyelenggaraan registrasi penduduk. Ketiga, kebijakan pembangunan pemuda dan olahraga diarahkan untuk meningkatkan partisipasi pemuda dalam pembangunan dan menumbuhkan budaya olahraga dan prestasi guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia melalui: 1. Mewujudkan keserasian kebijakan pemuda di berbagai bidang pembangunan; 2. Memperluas kesempatan memperoleh pendidikan dan keterampilan; 3. Meningkatkan peran serta pemuda dalam pembangunan sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama; 4. Meningkatkan potensi pemuda dalam kewirausahaan, kepeloporan dan kepemimpinan dalam pembangunan; 5. Melindungi segenap generasi muda dari bahaya penyalahgunaan NAPZA, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda; Bagian IV.30 – 5
6. Mengembangkan kebijakan dan manajemen olahraga dalam upaya mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan olahraga secara terpadu dan berkelanjutan; 7. Meningkatkan akses dan partisipasi masyarakat secara lebih luas dan merata untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani serta membentuk watak bangsa; 8. Meningkatkan sarana dan prasarana olahraga yang sudah tersedia untuk mendukung pembinaan olahraga; 9. Meningkatkan upaya pembibitan dan pengembangan prestasi olahraga secara sistematik, berjenjang dan berkelanjutan; 10. Meningkatkan pola kemitraan dan kewirausahaan dalam upaya menggali potensi ekonomi olahraga melalui pengembangan industri olahraga; dan 11. Mengembangkan sistem penghargaan dan meningkatkan kesejahteraan atlet, pelatih, dan tenaga keolahragaan.
D. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN 1. PROGRAM KELUARGA BERENCANA Tujuan program ini untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi yang berkualitas, termasuk di dalamnya upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas. Kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain meliputi: 1. Pengembangan kebijakan tentang pelayanan KB, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) peran serta masyarakat dalam KB dan kesehatan reproduksi; 2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi; 3. Peningkatan penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien melalui penyediaan sarana dan prasarana pelayanan kontrasepsi mantap dan berjangka panjang yang lebih terjangkau dan merata di seluruh wilayah Indonesia. 4. Penyediaan alat, obat dan cara kontrasepsi dengan memprioritaskan keluarga miskin serta kelompok rentan lainnya; dan 5. Penyelenggaraan promosi dan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi termasuk advokasi, komunikasi, informasi, edukasi, dan konseling. 2. PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA Tujuan program ini untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga dalam mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi: 1. Pengembangan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja bagi remaja; 2. Penyelenggaraan promosi kesehatan reproduksi remaja, pemahaman dan pencegahan HIV/AIDS dan bahaya NAPZA, termasuk advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi, dan konseling bagi masyarakat, keluarga, dan remaja; dan 3. Penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan program kesehatan reproduksi remaja yang mandiri. Bagian IV.30 – 6
3. PROGRAM KETAHANAN DAN PEMBERDAYAAN KELUARGA Tujuan program ini untuk meningkatkan kesejahteraan dan membina ketahanan keluarga dengan memperhatikan kelompok usia penduduk berdasarkan siklus hidup, yaitu mulai dari janin dalam kandungan sampai dengan lanjut usia, dalam rangka membangun keluarga kecil yang berkualitas. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain: 1. Pengembangan dan memantapkan ketahanan dan pemberdayaan keluarga; 2. Penyelenggaraan advokasi, KIE, dan konseling bagi keluarga tentang pola asuh dan tumbuhkembang anak, kebutuhan dasar keluarga, akses terhadap sumber daya ekonomi, dan peningkatan kualitas lingkungan keluarga; 3. Pengembangan pengetahuan dan keterampilan kewirausahaan melalui pelatihan teknis dan manajemen usaha terutama bagi keluarga miskin dalam kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS); 4. Pengembangan cakupan dan kualitas UPPKS melalui penyelenggaraan pendampingan/magang bagi para kader/anggota kelompok UPPKS; dan 5. Pengembangan cakupan dan kualitas kelompok Bina Keluarga bagi keluarga dengan balita, remaja, dan lanjut usia. 4. PROGRAM PENGUATAN PELEMBAGAAN KELUARGA KECIL BERKUALITAS Tujuan program ini untuk membina kemandirian dan sekaligus meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi, serta ketahanan dan pemberdayaan keluarga, terutama yang diselenggarakan oleh institusi masyarakat di daerah perkotaan dan perdesaan, dalam rangka melembagakan keluarga kecil berkualitas. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi: 1. Pengembangan sistem pengelolaan dan informasi termasuk personil, sarana dan prasarana dalam era desentralisasi untuk mendukung keterpaduan program; 2. Peningkatan kemampuan tenaga lapangan dan kemandirian kelembagaan KB yang berbasis masyarakat, termasuk promosi kemandirian dalam ber-KB; 3. Pengelolaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro; dan 4. Pengkajian dan pengembangan serta pembinaan dan supervisi pelaksanaan program. 5. PROGRAM KESERASIAN KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN Tujuan program ini untuk menyeserasikan kebijakan kependudukan yang berkelanjutan di berbagai bidang pembangunan baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi: 1. Pengembangan kebijakan dan program pembangunan yang berwawasan kependudukan meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas; 2. Pengkajian dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang mengatur perkembangan dan dinamika kependudukan (kuantitas, kualitas, dan mobilitas penduduk) di semua tingkat wilayah administrasi; dan 3. Pengintegrasian faktor kependudukan ke dalam pembangunan sektoral dan daerah.
Bagian IV.30 – 7
6. PROGRAM PENATAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Tujuan program ini untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong terakomodasinya hak-hak penduduk (untuk memperoleh hak dasar dalam perlindungan hukum dan rasa aman), tertib administrasi penduduk, tersedianya data dan informasi penduduk yang akurat dan terpadu dengan konsep Relation Data Base Management System (RDBMS), perwujudan bank data kependudukan nasional dan reformasi pelayanan registrasi penduduk dan peran serta masyarakat, dengan memperhatikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan, serta mendorong tertib pelayanan publik. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi: 1. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang mendukung administrasi kependudukan antara lain UU Administrasi Kependudukan beserta turunan dan peraturan tentang penyelenggaraan pendaftaran penduduk dan catatan sipil; 2. Penyempurnaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK); 3. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan di daerah termasuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia; dan 4. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi kependudukan. 7. PROGRAM PENGEMBANGAN DAN KESERASIAN KEBIJAKAN PEMUDA Tujuan program ini untuk mewujudkan keserasian berbagai kebijakan pembangunan bidang pemuda, di tingkat nasional dan daerah. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi: 1. Pengkajian kebijakan-kebijakan pembangunan di bidang pemuda; 2. Pengembangan kemitraan pemerintah dengan masyarakat dalam pembangunan kepemudaan; 3. Peningkatan peran serta pemuda dalam kegiatan pembangunan secara lintasbidang dan sektoral; dan 4. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan pemuda. 8. PROGRAM PEMBINAAN DAN PENINGKATAN PARTISIPASI PEMUDA Tujuan program ini untuk meningkatkan kualitas pemuda sebagai insan pelopor penggerak pembangunan, dan sumber daya manusia yang mampu menghadapi berbagai tantangan dan memanfaatkan peluang untuk berperan serta dalam pembangunan. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi: 1. Peningkatan wawasan dan sikap mental pemuda dalam pembangunan; 2. Peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kewirausahaan pemuda; 3. Peningkatan kreativitas dan inovasi pemuda sebagai wadah penyaluran minat dan bakat; 4. Peningkatan advokasi dan penyelamatan pemuda dari bahaya NAPZA dan HIV/AIDS; dan 5. Peningkatan dukungan sarana dan prasarana pembangunan kepemudaan. 9. PROGRAM PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN OLAHRAGA Tujuan program ini untuk mengembangkan dan menyerasikan berbagai kebijakan pembangunan olahraga serta memperkuat kelembagaan olahraga di tingkat nasional dan daerah; meningkatkan Bagian IV.30 – 8
jumlah dan mutu pelatih, peneliti, praktisi, dan teknisi olahraga; serta meningkatkan jumlah, efektivitas dan efisiensi pembiayaan olahraga. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi: 1. Penelitian dan/atau pengkajian kebijakan-kebijakan pembangunan olahraga; 2. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan olahraga; 3. Pembinaan manajemen olahraga; 4. Pembinaan kemitraan dan kewirausahaan untuk pengembangan industri olahraga; dan 5. Penyusunan peraturan perundangan tentang keolahragaan. 10. PROGRAM PEMBINAAN DAN PEMASYARAKATAN OLAHRAGA Tujuan program ini untuk meningkatkan budaya olahraga, kesehatan jasmani, mental dan rohani masyarakat dan anak didik mulai dari pendidikan dasar, menengah hingga tinggi; mendorong dan menggerakkan masyarakat agar lebih memahami dan menghayati langsung hakekat dan manfaat olahraga sebagai kebutuhan hidup; meningkatkan kegiatan olahraga termasuk olahraga masyarakat dan olahraga tradisional; meningkatkan upaya pemanduan bakat dan pembibitan olahraga sejak dini usia; serta mendukung upaya pencapaian prestasi olahraga yang setinggi-tingginya dalam kaitan dengan pembangunan sosial dan ekonomi untuk meningkatkan citra bangsa dan kebanggaan nasional. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi: 1. Pemasalan olahraga bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat; 2. Peningkatan pemanduan bakat dan pembibitan olahraga; 3. Peningkatan prestasi olahraga; 4. Pembinaan olahraga yang berkembang di masyarakat; 5. Pembinaan olahraga untuk kelompok khusus; 6. Penataran dan pendidikan jangka pendek dan panjang termasuk magang; 7. Peningkatan profesionalisme pelatih, manajer, dan tenaga keolahragaan; 8. Pengembangan pengetahuan iptek olahraga dan meningkatkan keahlian yang strategis bagi pelatih, peneliti, praktisi, dan teknisi olahraga; dan 9. Pengembangan sistem penghargaan dan kesejahteraan bagi atlet, pelatih, dan tenaga keolahragaan. 11. PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA OLAHRAGA Tujuan program ini untuk menyediakan, mengadakan, dan membangun sarana dan prasarana olahraga untuk mendukung kegiatan pembinaan dan pengembangan olahraga, serta pencapaian prestasi olahraga. Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain meliputi: 1. Peningkatan partisipasi dunia usaha dan masyarakat untuk mendukung pendanaan dan pembinaan olahraga; dan 2. Dukungan pembangunan sarana dan prasarana olahraga di propinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan cabang olahraga prioritas daerah.
Bagian IV.30 – 9