BAB 30 PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA KECIL BERKUALITAS SERTA PEMUDA DAN OLAH RAGA
Penduduk merupakan modal dasar pembangunan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas rendah dan dengan pertumbuhan yang cepat akan memperlambat tercapainya tujuan pembangunan. Sebaliknya, keberhasilan dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk dan mengembangkan kualitas penduduk serta keluarga akan memperbaiki segala segi pembangunan dan mempercepat terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Salah satu upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menangani masalah kependudukan adalah dengan mengendalikan jumlah penduduk dan meningkatkan kualitasnya. Hal itu, antara lain, dilakukan dengan menggalakkan dan meneguhkan kembali Program Keluarga Berencana (KB) yang selama ini terbukti mampu mencegah puluhan juta kelahiran. Di samping program pendidikan dan kesehatan, program KB mempunyai peran penting dalam pembangunan SDM. Selain peran KB secara makro berfungsi untuk mengendalikan kelahiran, secara mikro KB juga bertujuan untuk membantu keluarga dan individu dalam mewujudkan keluarga kecil yang berkualitas.
Dalam upaya menangani masalah kependudukan, di samping mengendalikan jumlah penduduk dan pertumbuhannya, dalam kaitan dengan penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, tertib administrasi kependudukan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Hal itu juga berkaitan erat dengan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam kaitan itu, pembangunan administrasi kependudukan dilaksanakan melalui dua program yaitu penataan administrasi kependudukan dan keserasian kebijakan kependudukan. Pembangunan pemuda dan olah raga memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional terutama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan Human Development Report 2006, kualitas sumber daya manusia Indonesia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) hanya menempati peringkat ke-108 dari 177 negara di dunia. Pemuda merupakan generasi penerus, penanggung jawab, dan pelaku pembangunan masa depan. Kekuatan bangsa pada masa mendatang tercermin dari kualitas sumber daya pemuda saat ini. Fokus pembangunan pemuda bukan hanya karena peran strategis pemuda pada masa mendatang, melainkan juga disebabkan oleh proporsi penduduk usia muda yang relatif besar dalam struktur umur penduduk. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2006 jumlah pemuda usia 15 - 35 tahun mencapai 83,97 juta orang atau 38,31 persen dari seluruh penduduk Indonesia dan terdiri atas 41,62 juta laki-laki dan 42,35 juta perempuan. Data itu menunjukkan bahwa pemuda merupakan kelompok usia produktif yang jumlahnya paling besar sehingga merupakan aset pembangunan bangsa. Oleh karena itu, potensi bangsa tersebut harus dikelola dengan baik sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, bermoral, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Pembangunan olah raga bertujuan untuk menciptakan manusia yang sehat, ulet, dan sportif sehingga dapat mewujudkan SDM yang berkualitas. Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional mengamanatkan bahwa tujuan keolahragaan nasional adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan, kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat, dan membina 30 - 2
persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa. Lebih lanjut, undang-undang tersebut memberikan perhatian terhadap pentingnya nilai-nilai olahraga untuk meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok, atau masyarakat yang perlu ditumbuhkembangkan melalui proses yang terencana dan sistematik demi mencapai kualitas hasil yang berkelanjutan. Pembangunan olahraga mencakup bidang olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi. Ketiga bidang itu saling berinteraksi, bersinergi, dan berlangsung secara sistematik, berjenjang, dan berkelanjutan dari tahap pemassalan, pembibitan sampai pada pencapaian prestasi yang maksimal sehingga membentuk sebuah bangunan sistem pembinaan dan keolahragaan nasional. I.
Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan keluarga kecil berkualitas atau program keluarga berencana nasional adalah (1) angka kelahiran total (TFR) pada tingkat provinsi sangat bervariasi, dari 1,9 di Provinsi D.I. Yogyakarta sampai dengan 4,1 di Provinsi NTT dan rata-rata angka kelahiran total pada kelompok wanita berstatus sosial ekonomi rendah lebih tinggi (3,0) jika dibandingkan dengan wanita berstatus sosial ekonomi tinggi (2,2); (2) masih terjadi perbedaan mencolok dalam kesertaan ber-KB antarwilayah, di Provinsi D.I Yogyakarta 75,6 persen, sedangkan di Provinsi NTT 34,8 persen. Keikutsertaan pria dalam ber-KB masih sangat rendah, sampai saat ini masih berkisar 2 persen, sedangkan sasaran RPJM adalah 4,5 persen; (3) belum seluruh pasangan yang ingin ber-KB mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya (unmetneed); (4) persentase kehamilan yang tidak diinginkan masih cukup tinggi, yaitu 16,8 persen, serta masih banyak ditemukan kehamilan yang tidak ideal (terlalu banyak, terlalu muda, terlalu tua, dan terlalu dekat jarak kehamilan), yang sangat membahayakan kesehatan ibu dan anak; (5) program untuk memperkuat kesejahteraan dan ketahanan keluarga melalui pembinaan karakter anak masih mengalami banyak tantangan di lapangan; (6) persepsi dan pemahaman pemerintah kabupaten/kota tentang penting dan strategisnya Program KB bagi pembangunan daerah masih beragam 30 - 3
sehingga dukungan terhadap program tidak optimal; (7) pembinaan dan fasilitasi kepada daerah kurang optimal karena kelembagaan KB di kabupaten/kota yang bervariasi dan terputusnya struktur mekanisme operasional lapangan setelah pelaksanaan otonomi daerah; (8) terbatasnya kemampuan pengelola dan pelaksana program, terutama pada tingkat lini lapangan yang mengakibatkan melemahnya pembinaan program/jejaring operasional di lapangan; (9) masih terbatasnya akses pelayanan KB termasuk pelayanan gratis bagi kelompok keluarga miskin dan keluarga rentan; (10) melemahnya penyelenggaraan advokasi dan KIE melalui berbagai media dan metoda; (11) masih lemahnya ketahanan dan kemampuan keluarga dalam meningkatkan kualitas kehidupan yang ditandai oleh lemahnya pembinaan keluarga dalam hal pembinaan tumbuh kembang anak dan masih terbatasnya keluarga akseptor miskin yang dapat mengakses sumber permodalan untuk usaha ekonomi produktif keluarga; dan (12) kurangnya pemahaman tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi remaja. Permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan adalah (1) belum terwujudnya Peraturan Presiden sebagai tindak lanjut pengesahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; (2) peraturan daerah yang mengatur tentang pelaksanaan pelayanan Administrasi Kependudukan di daerah masih belum berpedoman kepada UndangUndang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; (3) belum terintegrasinya peraturan antarsektor dalam pemanfaatan dokumen penduduk yang berakibat adanya dokumen penduduk ganda (misalnya KTP ganda/palsu); (4) masih beragamnya nomenklatur kelembagaan satuan kerja perangkat daerah yang menjadi pelaksana administrasi kependudukan di daerah kabupaten/ kota; (5) belum memadainya tingkat kemampuan teknis SDM aparat pelaksana administrasi kependudukan di daerah kabupaten/kota; (6) masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam penyelenggaraan tertib administrasi kependudukan; (7) masih terbatasnya dukungan APBD provinsi dan kabupaten/kota yang dialokasikan untuk mendukung penyelenggaraan administrasi kependudukan di daerah; (8) sebagian besar kabupaten/kota masih belum mampu menyediakan data penduduk yang akurat; (9) sebagian besar daerah belum melakukan pemutakhiran data penduduk di 30 - 4
daerahnya; dan (10) belum terwujudnya pembangunan database kependudukan yang akurat dan berbasis nomor induk kependudukan (NIK) nasional pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pemuda adalah (1) masih rendahnya akses dan kesempatan pemuda untuk memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja pemuda; (3) belum serasinya kebijakan kepemudaan pada tingkat nasional dan daerah; (4) rendahnya kemampuan kewirausahaan di kalangan pemuda; (5) tingginya tingkat pengangguran terbuka pemuda; dan (6) maraknya masalah-masalah sosial di kalangan pemuda, seperti kriminalitas, premanisme, napza, dan HIV/AIDS. Sementara itu, permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan olahraga adalah (1) menurunnya prestasi olahraga di berbagai kejuaraan internasional, antara lain, disebabkan oleh kurang intensifnya pembibitan dan pembinaan prestasi olahraga dalam pengembangan olahraga yang berjenjang dan berkelanjutan; (2) masih rendahnya budaya olahraga di kalangan masyarakat, antara lain, disebabkan oleh semakin sempitnya ruang publik untuk olahraga masyarakat karena beralih fungsinya sarana dan prasarana umum untuk olahraga menjadi pusat perdagangan dan fasilitas lainnya; (3) lemahnya koordinasi antarpemangku kepentingan (stakeholder) olahraga baik di tingkat nasional maupun daerah dan belum serasinya kebijakan olahraga di tingkat nasional dan daerah; (4) lemahnya kelembagaan dan manajemen pembinaan olahraga; (5) belum terstandarnya sarana dan prasarana olahraga di klub, sekolah, dan perguruan tinggi; (6) lemahnya pola kemitraan dalam pembangunan olahraga; dan (7) masih rendahnya penghargaan dan kesejahteraan atlet, pelatih, dan tenaga keolahragaan. II.
Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai
Untuk mengatasi permasalahan di atas, langkah kebijakan yang diambil dalam pembangunan keluarga kecil berkualitas atau Program KB Nasional adalah (1) meningkatkan akses informasi dan kualitas pelayanan keluarga berencana bagi keluarga dalam merencanakan kehamilan dan mencegah kehamilan yang tidak 30 - 5
diinginkan, khususnya bagi keluarga rentan, yaitu keluarga miskin, pendidikan rendah, terpencil, dan tidak terdaftar; (2) meningkatkan akses pria terhadap informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan keluarga berencana; (3) meningkatkan pembinaan dan status kesehatan perempuan dan anak; (4) membina pelayanan KIE dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR) untuk menanggulangi masalah kesehatan reproduksi; (5) meningkatkan pembinaan dan mengintegrasikan informasi dan pelayanan konseling bagi remaja tentang kehidupan seksual yang sehat, HIV/AIDS, napza, dan perencanaan perkawinan melalui kegiatan pembinaan kelompok remaja dan institusi masyarakat lainnya; (6) meningkatkan ketahanan keluarga dalam kemampuan pengasuhan penumbuhkembangan anak, pembinaan kesehatan ibu, bayi, anak dan remaja, serta pembinaan lingkungan keluarga secara terpadu melalui kelompok kegiatan bina keluarga dan pendidikan anak usia dini; (7) meningkatkan pemberdayaan ekonomi keluarga dalam kegiatan usaha ekonomi produktif, termasuk pengetahuan dan keterampilan usaha; (8) memaksimalkan upaya advokasi, promosi dan KIE keluarga berencana, dan ketahanan dan pemberdayaan keluarga untuk peneguhan dan kelangsungan program serta pembinaan kemandirian institusi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan KB; dan (9) meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen pembangunan keluarga berencana, termasuk pengelolaan SDM, data dan informasi, pengkajian, penelitian dan pengembangan, serta bimbingan dan pengawasan program. Hasil yang dicapai dalam program pembangunan keluarga berencana adalah sebagai berikut. Hasil Mini Survei oleh BKKBN tahun 2006 melaporkan bahwa Contraceptive Prevalence Rate (CPR) atau pasangan usia subur (PUS) yang secara aktif memakai alat kontrasepsi sekitar 66,4 persen. Artinya setiap 10 PUS di Indonesia, 6 - 7 di antaranya sedang menggunakan obat kontrasepsi atau salah satu alat kontrasepsi. Data statistik rutin BKKBN mencatat selama tahun 2006 pencapaian peserta KB baru (PB) sekitar 5,1 juta. Pencapaian PB bulan Januari sampai dengan April tahun 2007 sekitar 1,66 juta peserta atau 29,7 persen dari perkiraan permintaan masyarakat untuk menjadi PB (PPM-PB). Pemakaian kontrasepsi yang tertinggi adalah suntikan, yaitu sebanyak 947,0 ribu peserta (41,5 persen), pil sebanyak 494,3 ribu (23,3 persen), sedangkan 30 - 6
pencapaian PB kontrasepsi lainnya, yaitu sterilisasi pria (MOP) sebanyak 2,1 ribu (3,0 persen), sterilisasi wanita (MOW) sebanyak 20,9 (21,4 persen) dan kondom sebanyak 39,5 ribu atau 12,1 persen. Pencapaian peserta KB tersebut didukung oleh tersedianya sarana pelayanan KB sekitar 69.600 pusat pelayanan, yang terdiri atas: (1) klinik pemerintah sekitar 15,6 ribu; (2) klinik swasta sekitar 2,7 ribu; (3) dokter praktek swasta sekitar 11,3 ribu; dan (4) bidan praktek swasta sekitar 38,5 ribu. Hasil yang dicapai melalui pelaksanaan Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) adalah (1) jumlah Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) sekitar 950 buah; (2) jumlah tenaga yang dilatih KRR sekitar 28,4 ribu orang; (3) jumlah pendidik sebaya yang sudah dilatih di seluruh Indonesia berjumlah 4,0 ribu orang; dan (4) jumlah konselor sebaya yang sudah dilatih di seluruh Indonesia berjumlah 2,0 ribu orang. Pada tahun 2007, untuk kegiatan promosi kesehatan reproduksi remaja, jumlah PIK-KRR tercatat sekitar 2,8 ribu buah, Kelompok Keluarga Peduli Remaja (KKPR) sekitar 17,0 ribu kelompok, kelompok remaja sekitar 8,7 ribu, dan jumlah tenaga dilatih KRR sebanyak 34,7 ribu orang. Hasil penting yang dicapai dalam Program Peningkatan Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga khususnya keluarga prasejahtera (KPS) dan keluarga sejahtera I (KS-I) adalah penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui kelompok kegiatan usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS). Pencapaian pada bulan Desember 2006 sebagai berikut (1) jumlah seluruh anggota UPPKS tercatat sekitar 4,0 juta, 2,7 juta keluarga (65,9 persen) di antaranya merupakan KPS dan KS-I; (2) jumlah penerima bantuan modal mencapai 2,0 juta keluarga, sebanyak 1,5 juta atau sekitar 77,1 persen merupakan KPS dan KS-I; dan (3) jumlah anggota UPPKS yang berusaha sekitar 1,9 juta, sekitar 1,3 juta atau 67,9 persen merupakan KPS dan KS-I. Pada triwulan pertama tahun 2007, jumlah anggota kelompok UPPKS meningkat sekitar 4,9 juta keluarga, 3,1 juta atau 64,2 persen di antaranya KPS dan KS I. Dari anggota KPS dan KS I tersebut 1,4 juta atau 66,8 persen mempunyai usaha. 30 - 7
Kegiatan lain yang dilakukan untuk meningkatkan ketahanan keluarga melalui kegiatan Tribina yaitu Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), serta Bina Keluarga Lansia (BKL). Data pada Desember 2006 adalah sebagai berikut: (1) jumlah kelompok BKB sekitar 81,6 ribu, dengan jumlah anggota 2,36 juta keluarga, tetapi yang aktif sekitar 1,32 juta keluarga atau 56,0 persen; (2) jumlah kelompok BKR yang ada sebanyak 32,3 ribu, dengan jumlah anggota sekitar 1,14 juta keluarga, dan yang aktif sebanyak 500,9 ribu keluarga atau 44,0 persen; dan (3) jumlah kelompok BKL yang ada sekitar 31,8 ribu, dengan jumlah anggota sekitar 958,9 ribu keluarga, dan keluarga yang aktif dalam pertemuan sekitar 479, 4 ribu keluarga atau 50,0 persen. Data pada triwulan pertama tahun 2007 adalah sebagai berikut: (1) jumlah kelompok BKB meningkat menjadi sekitar 81,7 ribu, dengan jumlah anggota 2,52 juta keluarga dan yang aktif sekitar 1.41 juta keluarga atau 56,0 persen; (2) jumlah kelompok dan anggota BKR relatif sama dengan Desember 2006, tetapi tercatat peningkatan jumlah keluarga yang aktif menjadi sekitar 555,5 ribu keluarga; (3) jumlah kelompok BKL sama dengan Desember 2006, tetapi tercatat peningkatan jumlah anggota menjadi sekitar 963,4 ribu keluarga dan yang aktif sekitar 567,5 ribu keluarga atau 53,7 persen; dan (4) pembentukan 839 kelompok model peningkatan kualitas lingkungan keluarga (PKLK) di 27 provinsi dan tersebar di 255 kabupaten/kota. Sementara itu, hasil yang dicapai Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas antara lain (1) jumlah kelembagaan pengelola KB di kabupaten/kota berdasarkan Perda menjadi 368 kabupaten/kota atau 85,0 persen, SK Bupati/Walikota menjadi 55 kabupaten/kota atau 12,7 persen, dan yang masih wacana 9 kabupaten/kota atau 2,08 persen dari seluruh kabupaten/kota yang ada; (2) jumlah PLKB/PKB pada Desember 2006 adalah 21,9 ribu orang, dengan jumlah desa yang dibina sejumlah 73,6 ribu desa sehingga rata-rata seorang PLKB/PKB membina sekitar 3 hingga 4 desa; (3) jumlah PPKBD pada bulan Desember 2006 tercatat sebanyak 84,6 ribu dan Sub-PPKBD sebanyak 382 ribu; dan (4) pengelolaan data dan informasi Program KB Nasional melalui Sistem Informasi Manajemen Program KB Nasional (SIM-PKBN) memiliki jaringan dan mekanisme operasional pengumpulan,
30 - 8
pengolahan, dan pemanfaatan datanya tertata dan mencakup hingga ke tingkat RT. Langkah kebijakan penyelenggaraan administrasi kependudukan adalah (1) menyempurnakan berbagai kebijakan kependudukan dengan memperhatikan proyeksi penduduk; (2) melakukan advokasi dan sosialisasi kebijakan kependudukan; (3) meningkatkan kapasitas daerah dalam penyusunan kebijakan kependudukan melalui pembekalan dan bimbingan teknis; (4) meningkatkan kapasitas kelembagaan kependudukan melalui penyerasian pelaksanaan kebijakan kependudukan; (5) membentuk dan menata sistem koneksi (inter-phase tahap awal) NIK berbasis SIAK dengan sistem informasi kementerian/lembaga terkait; (6) mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan informasi kependudukan di pusat dan daerah; dan (7) memperkuat sistem komunikasi data kependudukan. Sementara itu, hasil yang dicapai dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan pada tahun 2006 adalah (1) disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; (2) difasilitasinya pemutakhiran data penduduk dalam rangka pilkada gubernur di 6 provinsi dan pilkada bupati/walikota di 72 kabupaten/kota; (3) difasilitasinya rintisan penerapan SIAK dan pembangunan pangkalan data (database) kependudukan berbasis NIK nasional di 151 kabupaten/kota pada 22 provinsi; (4) diberinya bantuan stimulan 2.400.000 blanko akta kelahiran gratis untuk 100 kabupaten/kota; (5) terlaksananya pelayanan administrasi kependudukan bagi pemeluk agama Konghuchu; dan (6) terbangunnya pangkalan data (database) kependudukan di seluruh kabupaten/kota di Provinsi NAD, dan penggantian KTP Merah Putih menjadi KTP standar nasional. Untuk tahun 2007, sampai saat ini, yang dihasilkan adalah (1) pengesahan PP No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UndangUndang No. 23 Tahun 2006; (2) finalisasi rancangan Perpres, dan rancangan Permendagri sebagai tindak lanjut pelaksanaan UndangUndang No. 23 Tahun 2006; (3) penyosialisasian Undang-Undang Administrasi Kependudukan kepada aparat pemerintah daerah yang terkait dengan penyelenggaraan kependudukan; (4) pemberian 30 - 9
bantuan stimulan sarana dan prasarana utama SIAK untuk 33 provinsi, 313 kabupaten/kota, dan 78 kecamatan di wilayah Provinsi DI Yogyakarta serta 14 kecamatan di wilayah Kabupaten Poso; (5) pelatihan teknis SIAK kepada para calon operator SIAK daerah untuk 32 provinsi dan 289 kabupaten/kota; (6) pemberian bantuan stimulan 2.400.000 blangko akta kelahiran gratis untuk 100 kabupaten/kota; dan (7) pemberian pemahaman dan wawasan substansi Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 dan arah kebijakan penyelenggaraan administrasi kependudukan kepada para anggota DPRD kabupaten/kota dan para pejabat pimpinan daerah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, langkah kebijakan pembangunan pemuda diarahkan untuk (1) mewujudkan kebijakan kepemudaan yang serasi di berbagai bidang pembangunan; (2) meningkatkan pendidikan dan keterampilan bagi pemuda; (3) meningkatkan kewirausahaan, kepeloporan, dan kepemimpinan bagi pemuda; dan (4) melindungi segenap generasi muda dari masalah penyalahgunaan napza, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda. Langkah kebijakan di bidang olahraga diarahkan untuk (1) mewujudkan kebijakan dan manajemen olahraga dalam upaya mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan olahraga secara terpadu dan berkelanjutan termasuk landasan hukum yang mendukung; (2) meningkatkan budaya dan prestasi olahraga secara berjenjang termasuk pemanduan bakat, pembibitan dan pengembangan bakat; (3) memberdayakan dan mengembangkan iptek dalam pembangunan olahraga; (4) meningkatkan pemberdayaan organisasi olahraga; dan (5) meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha dalam mendukung pembangunan olah raga yang termasuk meningkatkan pemberian penghargaan terhadap pelaku olahraga. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan pemuda pada tahun 2006 sampai dengan bulan Juni tahun 2007, antara lain, adalah (1) disusunnya rancangan undang-undang (RUU) tentang kepemudaan; (2) dilaksanakannya pelatihan kepemimpinan pemuda sebanyak 500 pemuda di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; (3) dioptimalkannya peran 1.500 orang sarjana penggerak pembangunan di perdesaan (SP3) di 33 provinsi; (4) 30 - 10
dilaksanakannya pertukaran pemuda antarprovinsi (PPAP) bagi 1.024 orang dan antarnegara bagi 79 orang; (5) dilaksanakannya pelatihan kelompok pemuda sebaya (KPS) untuk mencegah penyalahgunaan napza, HIV/AIDS dan bahaya destruktif lainnya di 33 provinsi; (6) dilaksanakannya kompetisi antar kelompok usaha pemuda produktif (KUPP) di 33 provinsi; (7) dilaksanakannya koordinasi sinergis tentang pemberdayaan pemuda yang melibatkan 127 organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP), organisasi kemahasiswaan, yayasan, lembaga swadaya masyarakat (LSM); (8) dilaksanakannya kemah kesatuan pemuda dengan melibatkan 1.075 orang pemuda Indonesia dan ASEAN; (9) dilaksanakannya pemberdayaan keterampilan, olahraga, dan seni terhadap 600 pemuda berstatus narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Paledang, Bogor; (10) dilaksanakannya program rumah olah mental pemuda Indonesia (Rompi) di propinsi DKI Jakarta dan melibatkan sebanyak 63 orang penyuluh pemuda; (11) dilaksanakannya sosialisasi bahaya narkoba, pornografi, dan pornoaksi di 10 kota besar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Padang, Palembang, Medan, Makassar, Mataram, dan yang didukung oleh 250 tokoh pemuda; (12) dibentuknya 5.000 orang kader mitra pemuda bersih narkoba “Pantas Juara” di 4 provinsi yaitu, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Bali; (13) dicanangkannya “Gerakan Nasional Kewirausahaan Pemuda” bekerja sama dengan Kadin dan Kadinda untuk menciptakan sejuta wirausaha muda; (14) disusunnya modul diklat kewirausahaan pemuda; (15) dikembangkannya model Diklat Kewirausahaan Pemuda Bahari di 10 lokasi; (16) dijalinnya kerja sama dengan instansi terkait melatih kader wira usaha muda untuk dikirimkan ke Malaysia dan Korea sebanyak 1000 orang pada tahun 2006; (17) dijalinnya kerjasama dengan Kwarnas Pramuka dalam melaksanakan Jambore Nasional Pramuka di Jawa Barat; (18) diberdayakannya 21 orang pemuda perbatasan Indonesia-Filipina (Miangas) untuk dilatih keterampilannya; (19) dilaksanakannya orientasi pendidikan kesadaran bela negara kepada 100 orang pemuda yang berasal dari DPP KNPI dan OKP tingkat nasional; dan (20) dilaksanakannya lemhannas tingkat nasional bagi 30 orang pemuda sebagai upaya pemberdayaan pemuda dalam mempertahankan NKRI.
30 - 11
Sementara itu, hasil yang dicapai dalam pembangunan olahraga pada tahun 2006 sampai dengan bulan Juni tahun 2007 adalah (1) dicapainya prestasi di tingkat internasional, antara lain bulu tangkis dan bowling di Asian Games 2006 di Doha serta dipertahankannya gelar juara dunia tinju profesional versi WBA kelas bulu dan kelas terbang mini versi IBF; (2) diselenggarakannya pemberian penghargaan kepada olahragawan dan pelaku olahraga, sebanyak 190 orang atau lembaga serta pemberian penghargaan kepada olahragawan/mantan olahragawan berprestasi, dan penganugerahan pengelola prasarana dan sarana olahraga terbaik 2006 secara nasional; (3) dilaksanakannya pembangunan pembinaan olahraga nasional di Sentul dan Karawang serta asrama atlet untuk mendukung pusat pembinaan dan pelatihan olahraga pelajar (PPLP) di 12 provinsi; (4) dilaksanakannya pendataan potensi olahraga pendidikan mulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi serta pendidikan luar sekolah pada 13 kabupaten/kota; (5) disusunnya model pelatihan untuk peningkatan mutu sumber daya manusia baik pembina dan penggerak olahraga pada jenjang pendidikan dasar di hampir seluruh provinsi, pada 45 perguruan tinggi negeri dan swasta, maupun pada pendidikan luar sekolah di 5 wilayah; (6) diselenggarakannya diklat pada SMP/SMA Negeri Ragunan untuk membina 200 olahragawan junior pada 12 cabang olahraga; (7) diselenggarakannya pemusatan pelatihan nasional (pelatnas) 6 cabang olahraga, yaitu bulu tangkis, tenis meja, atletik, sepak takraw, sepak bola, dan senam dengan jumlah 97 orang atlet dan pelatih; (8) diraihnya juara umum pada Kejuaraan Tenis Meja Pelajar Asean di Jakarta; (9) diselenggarakannya kejuaraan nasional pelajar (kejurnas) antar PPLP dan pusat pembinaan dan pelatihan olahraga daerah (PPLD) di 5 kota dengan mempertandingkan 5 cabang olahraga; (10) dikirimnya olahragawan junior 4 cabang olahraga ke Brunei Darussalam, Jakarta, Thailand, dan Malaysia; (11) dilaksanakannya invitasi olahraga antarmahasiswa yang mempertandingkan 3 cabang olah raga: taekwondo, karate, dan tenis meja diikuti oleh 34 perguruan tinggi dari seluruh Indonesia; (12) dilaksanakannya kejuaraan bola voli pantai antarkelompok olahraga prestasi (KOP) usia (U) 20 tahun di Kota Singkawang - Kalimantan Barat; (13) diselenggarakannya pelatihan peningkatan kualitas kompetensi pelatih, praktisi dan tenaga olahraga, serta pembinaan dan 30 - 12
pengembangan tenaga keolahragaan di 33 provinsi; (14) diberikannya bantuan peralatan atau renovasi pembangunan prasarana dan sarana PPLP di 24 provinsi, pembangunan asrama baru Diklat Pembibitan Olahraga di Jambi, renovasi dan pembangunan prasarana serta sarana olahraga di 10 kabupaten/kota, peralatan olahraga di 94 PPLP dan 15 PPLM, peralatan olahraga untuk 76 pondok pesantren, peralatan olah raga untuk 5 wilayah penyelenggara POPWIL; (15) diberikannya bantuan untuk pembinaan prestasi yang meliputi bantuan pembinaan pada sentra olahraga unggulan, peningkatan mutu akademik atlet mahasiswa pada 16 PPLM, bantuan untuk KONI Tingkat I dan II, bantuan pembinaan untuk olahraga unggulan (bulu tangkis) dalam rangka mempersiapkan kejuaraan Thomas Cup dan Uber Cup, penyelenggaraan kompetisi olahraga prioritas, dan pembinaan PB/PP/PENGDA; dan (16) diselenggarakannya Festival Internasional Pemuda dan Olahraga Bahari di Makassar untuk menggairahkan semangat dan budaya olahraga pada masyarakat.
III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka pembangunan keluarga kecil berkualitas, antara lain, adalah (1) jaminan penyediaan layanan KB dan alat kontrasepsi bagi keluarga miskin; (2) peningkatan program KB berkualitas melalui jalur swasta/institusi nonpemerintah; (3) intensifikasi advokasi dan KIE dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR) bagi masyarakat, keluarga, dan remaja; (4) peningkatan akses informasi dan pelayanan ketahanan keluarga; (5) intensifikasi advokasi dan KIE Program KB Nasional; (6) peningkatan akses informasi dan fasilitasi pendampingan pemberdayaan keluarga; dan (7) penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas serta mekanisme operasional lini lapangan yang berbasis masyarakat. Tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan administrasi kependudukan adalah (1) penyempurnaan dan pengembangan berbagai kebijakan kependudukan; (2) pengembangan sistem koneksi NIK dengan sistem informasi departemen atau lembaga; (3) pengembangan sistem administrasi 30 - 13
kependudukan (SAK) terpadu; dan (4) fasilitasi pelayanan publik dalam bidang administrasi kependudukan. Untuk menyelesaikan masalah yang hingga saat ini masih dihadapi, tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan pemuda adalah sebagai berikut: (1) mempercepat penetapan RUU Pembangunan Kepemudaan menjadi Undang-Undang tentang Kepemudaan; (2) mewujudkan kebijakan kepemudaan yang serasi di berbagai bidang pembangunan; (3) meningkatkan akses dan kesempatan pemuda untuk memperoleh pendidikan dan kesempatan kerja; (4) meningkatkan kewirausahaan, kepeloporan, kepemimpinan, dan kecakapan hidup pemuda; dan (5) melindungi segenap generasi muda dari masalah penyalahgunaan napza, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan bahaya destruktif yang lain, termasuk pornografi dan pornoaksi. Tindak lanjut yang perlu dilaksanakan dalam pembangunan olah raga adalah sebagai berikut: (1) melakukan sosialisasi UndangUndang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan peraturan pelaksanaannya serta melakukan sosialisasi budaya olahraga ke berbagai lapisan masyarakat bahwa olahraga adalah untuk kesehatan, kebugaran, kesejahteraan, dan meningkatkan semangat untuk berprestasi; (2) mewujudkan kebijakan dan manajemen olahraga dalam upaya mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan olahraga secara terpadu dan berkelanjutan termasuk landasan hukum yang mendukung; (3) meningkatkan koordinasi antar pemangku kepentingan (stakeholder) baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka mengembangkan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan keolahragaan; (4) meningkatkan budaya dan prestasi olahraga secara berjenjang termasuk pemanduan bakat, pembibitan, dan pengembangan bakat; (5) memberdayakan dan mengembangkan iptek dalam pembangunan olahraga; (6) meningkatkan pemberdayaan organisasi olahraga; dan (7) meningkatkan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam mendukung pembangunan olahraga, termasuk pemberian penghargaan dan kesejahteraan terhadap pelaku olahraga yang berprestasi.
30 - 14