BAB 30 PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA KECIL BERKUALITAS SERTA PEMUDA DAN OLAH RAGA Indonesia saat ini adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang terkendali dan berkualitas akan sangat mendukung pembangunan berkelanjutan di tanah air. Namun, apabila jumlah penduduk yang besar tersebut diiringi dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan kualitas penduduk yang kurang memadai, kondisi tersebut akan sangat tidak kondusif dan berpotensi bagi makin terpuruknya status sosial dan ekonomi masyarakat dan menyulitkan upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Untuk itu, upaya pengendalian penduduk merupakan suatu keharusan, yaitu melalui perencanaan keluarga berencana secara cermat agar pertambahan dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat dihindari sehingga setiap keluarga dapat merencanakan kehidupannya menjadi lebih sejahtera. Program keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan keluarga kecil yang berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan untuk mewujudkan hak-hak reproduksi. Di samping itu, untuk penyelenggaraan pelayanan, pengaturan, dan dukungan yang diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal;
mengatur jumlah, jarak, dan usia ideal melahirkan anak; dan mengatur kehamilan serta membina ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Selama ini program KB telah banyak mengubah struktur penduduk Indonesia, tidak saja dalam arti menurunkan laju pertumbuhan penduduk, tetapi juga mengubah pandangan hidup penduduk terhadap nilai anak serta kesejahteraan dan ketahanan keluarga. Seiring dengan meningkatnya upaya pengendalian kuantitas penduduk melalui program keluarga berencana, pengembangan kualitas melalui penataan administrasi kependudukan merupakan kebijakan Pemerintah yang diarahkan untuk mendorong terakomodasinya hak-hak dasar penduduk dalam memeroleh perlindungan hukum, rasa aman, keadilan, demokratisasi, dan pelayanan publik. Dalam kaitan dengan penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, tertib administrasi kependudukan perlu terus ditingkatkan. Sejalan dengan upaya peningkatan kualitas penduduk melalui pembangunan pendidikan, kesehatan, dan pembangunan lainnya, yang tidak kalah pentingnya adalah pembangunan pemuda dan olahraga yang memiliki peran strategis dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional terutama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Terkait dengan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2004-2009 telah memasukkan bidang pemuda dan olahraga dalam rangka penataan berbagai langkah, khususnya di bidang sumber daya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengatasi ketertinggalan sehingga mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat internasional. Pemuda merupakan generasi penerus, penanggung jawab, dan pelaku pembangunan masa depan. Kekuatan bangsa pada masa mendatang tercermin dari kualitas sumber daya pemuda saat ini. Fokus pembangunan pemuda tidak hanya karena peran strategis pemuda pada masa mendatang, tetapi juga disebabkan pula oleh proporsi jumlah penduduk usia muda yang relatif besar dalam struktur kependudukan. Berdasarkan Data Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025 (BPS dan Bappenas, 2005), pada tahun 2008 30 - 2
jumlah pemuda usia 15-35 tahun diperkirakan sekitar 82,3 juta orang atau 36,1% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia dan terdiri atas 49,8% laki-laki dan 50,2% perempuan. Data itu menunjukkan bahwa pemuda merupakan kelompok usia produktif yang jumlahnya paling besar sehingga merupakan aset pembangunan bangsa. Oleh karena itu, potensi bangsa tersebut harus dikelola dengan baik sehingga pemuda menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, bermoral, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Pembangunan olahraga bertujuan untuk menciptakan manusia yang sehat, ulet, dan berjiwa sportif sehingga dapat mewujudkan SDM yang berkualitas. UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional mengamanatkan bahwa tujuan keolahragaan nasional adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa. Lebih lanjut, Undang-Undang tersebut memberikan perhatian terhadap pentingnya nilai-nilai olahraga untuk meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok, atau masyarakat yang perlu ditumbuhkembangkan melalui proses yang terencana dan sistematik demi mencapai kualitas hasil yang berkelanjutan. Pembangunan olahraga mencakup bidang olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga prestasi. Ketiga bidang itu saling berinteraksi, bersinergi, berlangsung secara sistematik, berjenjang, dan berkelanjutan mulai dari tahap pemasalan, pembibitan, sampai pada pencapaian prestasi yang maksimal sehingga membentuk sebuah bangunan sistem pembinaan dan keolahragaan nasional. I.
Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan penataan administrasi kependudukan masih terlihat dari nomenklatur kelembagaan instansi pelaksana administrasi kependudukan di daerah kabupaten/kota yang masih beragam. Hal itu berpengaruh terhadap ruang lingkup, tugas, fungsi, dan pencapaian kinerja pelayanan administrasi kependudukan di daerah kabupaten/kota. Tingkat kemampuan teknis sumber daya
30 - 3
manusia (SDM) aparat pelaksana administrasi kependudukan di daerah masih rendah sehingga belum secara optimal memberikan pelayanan kependudukan di daerah. Kesadaran masyarakat dalam penyelenggaraan tertib administrasi kependudukan serta terbatasnya dukungan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinsi dan kabupaten/kota yang dialokasikan untuk mendukung penyelenggaraan administrasi kependudukan juga akan menjadi kendala penting dalam penataan administrasi kependudukan di daerah. Hingga akhir semester I tahun 2008, peraturan daerah yang mengatur tentang pelaksanaan pelayanan administrasi kependudukan pada sebagian besar daerah masih belum mengacu pada UndangUndang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang mengakibatkan penataan administrasi kependudukan masih dilaksanakan secara berbeda di tiap daerah. Belum terintegrasinya peraturan antarsektor dalam pemanfaatan dokumen penduduk juga mengakibatkan penataan administrasi kependudukan di daerah masih terlihat belum searah dan sejalan, baik dilihat secara sektoral maupun kewilayahan. Dari segi basis data (database) kependudukan, pada saat ini di sebagian besar kabupaten/kota masih belum tersedia data kependudukan yang akurat dan mutakhir dari hasil registrasi di daerah. Pembangunan basis data kependudukan yang berbasis nomor induk kependudukan (NIK) nasional di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional juga belum dapat dilakukan secara optimal di seluruh daerah sehingga masukan (input) data dalam rangka pembangunan basis data kependudukan di daerah dan nasional masih mengalami banyak kendala. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi pembangunan keluarga kecil berkualitas adalah (1) bervariasinya dukungan dan komitmen pemerintah kabupaten/kota yang diwujudkan dalam kelembagaan, tenaga, anggaran dan sarana/prasarana untuk mendukung pengelolaan program KB; (2) terbatasnya akses pelayanan KB termasuk pelayanan gratis bagi kelompok keluarga miskin dan keluarga rentan lainnya; (3) menurunnya penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dalam program KB yang berpengaruh terhadap berkurangnya partisipasi dan kesertaan masyarakat dalam 30 - 4
mendukung dan menyelenggarakan pelayanan program di lapangan; (4) menurunnya penyelenggaraan kegiatan advokasi serta komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) melalui berbagai media dan metode, sehingga masalah perubahan pandangan para pemangku kebijakan (stake-holders) di daerah tentang program KB menjadi salah satu kendala pelaksanaan desentralisasi program KB di daerah; (5) terbatasnya kemampuan pengelola dan pelaksana program terutama di tingkat lini lapangan yang mengakibatkan melemahnya pembinaan program di lapangan, khususnya dalam pembinaan jejaring operasional di lapangan; (6) masih lemahnya ketahanan dan kemampuan keluarga dalam meningkatkan kualitas kehidupan, yang ditandai oleh lemahnya pembinaan keluarga berkaitan pembinaan tumbuh kembang anak dan rendahnya keluarga akseptor miskin yang dapat mengakses sumber permodalan untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif keluarga; (7) masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hak-hak reproduksi yang ditandai dengan permasalahan persalinan terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat dan terlalu sering; (8) rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB, yaitu sekitar 1,3% (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia/SDKI 2002-2003); dan (9) kurangnya pemahaman tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi oleh remaja karena beban pembinaan konselor kesehatan reproduksi remaja (KRR) cukup tinggi. Permasalahan yang masih dihadapi dalam pembangunan pemuda adalah (1) masih rendahnya akses dan kesempatan pemuda untuk memeroleh pendidikan; (2) masih rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja pemuda; (3) belum serasinya kebijakan kepemudaan di tingkat nasional dan daerah; (4) rendahnya kemampuan kewirausahaan di kalangan pemuda; (5) tingginya tingkat pengangguran terbuka pemuda; (6) dan maraknya masalahmasalah sosial di kalangan pemuda, seperti kriminalitas; premanisme; narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza), dan HIV/AIDS. Sementara itu, permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan olahraga adalah (1) merosotnya prestasi olahraga di berbagai kejuaraan internasional; (2) lemahnya koordinasi antarpemangku kepentingan (stakeholder) olahraga baik di tingkat nasional maupun daerah dan belum serasinya kebijakan olahraga di 30 - 5
tingkat nasional dan daerah; (3) belum mantapnya kelembagaan dan manajemen pembinaan olahraga; (4) belum terstandarnya sarana dan prasarana olahraga di klub, sekolah, dan perguruan tinggi; (5) belum optimalnya pola kemitraan dalam pembangunan olahraga; dan (6) belum baiknya penghargaan dan kesejahteraan atlet, pelatih, dan tenaga keolahragaan. II.
Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Dalam mewujudkan penataan administrasi kependudukan yang tertib, efektif, dan efisien, beberapa langkah penting yang akan dilakukan, di antaranya (1) mewujudkan Peraturan Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) sebagai pedoman pelaksanaan dalam penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Penerbitan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dengan Departemen/Lembaga Pemerintah Nondepartemen mengenai Pencantuman NIK pada Dokumen Identitas lainnya, sebagai tindak lanjut pengesahan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; (2) menerapkan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang Peraturan Pelaksanaannya berupa Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Permendagri, dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan di seluruh daerah; (3) meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan instansi pelaksana administrasi kependudukan di kabupaten/kota dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan di daerahnya; (4) menerapkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dalam pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di seluruh daerah kabupaten/kota; (5) mengembangkan basis data kependudukan berbasis NIK nasional di seluruh kabupaten/kota, provinsi dan nasional; serta (6) mewujudkan administrasi kependudukan di seluruh daerah kabupaten/kota di Indonesia. Hasil yang telah dicapai dalam pembangunan kependudukan dari tahun 2005 sampai dengan bulan Juni tahun 2008 adalah (1) tersedianya data penduduk per rumah tangga hasil konversi data Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) ke dalam format SIAK; (2) diserahkannya CD data penduduk daftar 30 - 6
rumah tangga (DRT) P4B kepada 440 dinas kependudukan dan catatan sipil kabupaten/kota dalam rangka pemutakhiran data penduduk DRT secara berkelanjutan di seluruh kabupaten/kota; (3) terlaksananya rintisan penerapan SIAK dalam rangka pembangunan database kependudukan berbasis NIK nasional di 168 kabupaten/kota pada 32 provinsi; (4) disahkannya UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; (5) terlaksananya penerapan KTP standar nasional; (6) terlaksananya pemberian bantuan stimulan 4,8 juta blangko akta kelahiran untuk 100 kabupaten/kota untuk mendukung terlaksananya pelayanan penerbitan akta kelahiran gratis sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; (7) terbangunnya basis data kependudukan di seluruh kabupaten/kota se-Provinsi NAD dan terlaksananya penggantian KTP Merah Putih menjadi KTP standar nasional; (8) lahirnya PP No. 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2006; (9) ditetapkannya Perpres No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil sebagai pedoman dalam pelaksanaan teknis pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil di daerah; (10) dilaksanakannya sosialisasi UU No. 23 Tahun 2006 dan arah kebijakan penyelenggaraan administrasi kependudukan bagi para bupati/walikota dan pimpinan DPRD kabupaten/kota; (11) diberikannya bantuan stimulan sarana dan prasarana utama SIAK kepada 457 kabupaten/kota, 33 provinsi, dan 78 kecamatan di Provinsi DI Yogyakarta serta 14 kecamatan di Kabupaten Poso; (12) terlaksananya pelatihan teknis SIAK bagi 2.784 orang pengelola SIAK dari 308 kabupaten/kota; (13) terlaksananya pembimbingan teknis pemutakhiran data penduduk dan pelatihan teknis verifikasi dan validasi data administrasi kependudukan bagi para aparat pelaksana administrasi kependudukan dari seluruh kabupaten/kota; (14) terlaksananya konsolidasi dan konversi data penduduk di 457 kabupaten/kota dengan pencantuman NIK nasional sebagai identitas tunggal; (15) diserahkannya data agregat kependudukan per kecamatan (DAK2) dan daftar penduduk potensi pemilih pemilu (DP4) dari Pemerintah ke KPU Pusat, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota serentak pada tanggal 5 April 2008; serta (16) finalisasi penyusunan peraturan
30 - 7
bersama Mendagri dengan Departemen/LPND tentang pencantuman NIK pada dokumen yang diterbitkan oleh instansi terkait. Langkah kebijakan yang diambil dalam mengatasi permasalahan pengendalian jumlah penduduk adalah mengusahakan perwujudan visi ”seluruh keluarga ikut KB” hingga terbentuk keluarga kecil berkualitas, melalui (1) penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dalam Program KB dan KR, antara lain, melalui peran serta tokoh agama/masyarakat (toga/toma) dan pembantu pembina KB desa (PPKBD); (2) penataan kembali pengelolaan program KB dengan sistem informasi yang mutakhir (up to date) dan jejaring kerja yang aktif berdasarkan kemitraan; (3) penguatan SDM operasional program KB; (4) pengadaan sarana operasional pelayanan dan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) program KB; (5) peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga; dan (6) pemenuhan pembiayaan Program KB di/oleh berbagai tingkatan pemerintahan. Hasil yang dicapai dalam pembangunan keluarga kecil berkualitas adalah sebagai berikut. Pencapaian program keluarga berencana ditunjukkan antara lain dari kecenderungan meningkatnya jumlah peserta KB baru dan peserta KB aktif. Jumlah peserta KB baru (PB) pada tahun 2005 sekitar 4,2 juta peserta dan meningkat menjadi sekitar 5,7 juta peserta pada tahun 2007. Sampai dengan bulan Mei pada tahun 2008, pencapaian PB sudah sekitar 2,5 juta peserta. Pencapaian PB miskin tahun 2005 sekitar 2,0 juta peserta, meningkat menjadi sekitar 2,7 juta peserta pada tahun 2007, dan sampai dengan bulan Mei pada tahun 2008 sudah sekitar 1,2 juta peserta. Pencapaian PB pria juga cenderung meningkat walaupun masih jauh dari sasaran yang ditetapkan. Pada tahun 2005 jumlah PB pria sekitar 2,2% dari total PB dan tahun 2007 meningkat menjadi sekitar 2,6% dari total PB atau 38% dari sasaran tahun 2007. Pada tahun 2008, sampai dengan bulan Mei, sudah sekitar 70.035 peserta atau 32,4% dari sasaran tahun 2008. Jika dilihat jumlah PB menurut jenis kontrasepsi yang dipakai, minat terbanyak masih terdapat pada kontrasepsi suntikan sebesar 56,9% dari total PB. Minat tertinggi kedua adalah kontrasepsi pil sebesar 29,4%, sedangkan minat terhadap jenis kontrasepsi lainnya relatif rendah. Jumlah peserta KB aktif (PA) sampai tahun 2005 sekitar 27,8 juta peserta dan meningkat 30 - 8
menjadi sekitar 28,4 juta peserta sampai bulan Mei tahun 2008. Selain itu, sampai tahun 2005 jumlah PA miskin juga meningkat dari sekitar 11,8 juta peserta menjadi sekitar 12,4 juta peserta sampai bulan Mei tahun 2008. Keseluruhan pencapaian program KB tersebut berdampak pada meningkatnya prevalensi pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate = CPR). Menurut data olahan sementara SDKI 2007, CPR pada tahun 2007 naik 1,1% dibandingkan dengan angka SDKI 2002-2003, yaitu dari 60,3% menjadi 61,4%. Selanjutnya capaian tersebut masih harus ditingkatkan terus dengan upaya yang lebih keras mengingat angka kelahiran total (Total Fertility Rate = TFR) relatif stagnan pada angka 2,6 per wanita usia subur selama lima tahun terakhir. Pencapaian program kesehatan reproduksi remaja dibuktikan dengan meningkatnya jumlah Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) dari 950 kelompok sampai tahun 2005 menjadi sekitar 3.146 kelompok sampai dengan bulan April 2008. Sementara itu, jumlah pendidik sebaya, konselor sebaya, dan pengelola PIK-KRR yang sudah dilatih berjumlah 5.574 orang, 1.846 orang, dan 4.178 orang masing-masing. Dalam rangka memperluas promosi kesehatan reproduksi remaja juga telah didistribusikan sekitar 2.400 buku-buku bacaan yang memuat informasi tentang KRR untuk santri di 1.582 Pondok Pesantren Alliyah. Pencapaian program ketahanan dan pemberdayaan keluarga merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan keluarga dalam pengasuhan dan penumbuhkembangan anak yang dilaksanakan secara terpadu melalui kegiatan Caturbina, yaitu Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL), dan peningkatan kualitas lingkungan keluarga (PKLK). Sampai dengan bulan April 2008 kegiatan kelompok Caturbina adalah (1) BKB aktif 56,3 ribu kelompok dengan anggota aktif sebanyak 1.553,3 ribu keluarga; (2) BKR aktif sebanyak 23,6 ribu kelompok dengan anggota aktif sebanyak 572,7 ribu keluarga; (3) BKL aktif sebanyak 24,6 ribu kelompok dengan anggota aktif sebanyak 627,6 ribu keluarga; dan (4) kelompok Model PKLK tersebar di 30 provinsi, 271 kabupaten/kota, dan mencakup 1.705 keluarga. Upaya pemberdayaan ekonomi keluarga dilakukan 30 - 9
melalui kelompok Upaya Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Jumlah kelompok UPPKS aktif sampai bulan April 2008 sekitar 104,9 ribu kelompok dengan jumlah anggota aktif 3.021,1 ribu keluarga. Dari jumlah anggota tersebut, tercatat anggota UPPKS yang Pra S dan KS I sebanyak 2.016,5 keluarga atau 66,8%. Jumlah keluarga anggota UPPKS yang berusaha sebanyak 1.474,7 ribu keluarga. Dari jumlah keluarga tersebut terdapat keluarga Pra S dan KS I yang berusaha sebanyak 1.068,0 keluarga atau 89,0%. Pencapaian program penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas meliputi jumlah petugas KB (PPLKB dan PLKB) di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa yang sampai dengan bulan Mei 2008 meningkat menjadi sekitar 25,9 ribu orang jika dibandingkan dengan tahun 2005 sekitar 22,5 ribu orang. Jumlah tempat pelayanan KB non-pemerintah meningkat dari sekitar 48,2 ribu sampai tahun 2005 menjadi sekitar 62,5 ribu sampai tahun 2007. Jumlah Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) yang aktif juga meningkat dari sekitar 81,4 ribu pos pembantu KB Desa (PPKBD) dan 380,0 ribu Sub-PPKBD sampai tahun 2005 menjadi sekitar 83,3 ribu PPKBD dan 380,3 ribu Sub-PPKBD sampai tahun 2007. Sampai dengan bulan Mei 2008 terdapat 102 kabupaten/kota (21,9%) yang sudah mempunyai Organisasi Perangkat Daerah Keluarga Berencana (OPD-KB) yang sesuai dengan PP 41 Tahun 2007, selebihnya sedang dalam proses. Pelaksanaan rapat koordinasi KB (rakor KB) kelurahan tercatat sebanyak 39,2 ribu atau 53,1% dari 73.907 desa/kelurahan yang ada. Sementara rakor KB kecamatan sebanyak 4,9 ribu rakor atau 84,3% dari jumlah kecamatan yang ada sebanyak 5.838. Kegiatan TKBK dari kecamatan ke desa tercatat sebanyak 32,8 ribu gerak atau sekitar 44,3% dari seluruh desa/kelurahan yang ada. Untuk mengatasi permasalahan kepemudaan, langkah-langkah kebijakan pembangunan pemuda diarahkan untuk (1) mewujudkan kebijakan kepemudaan yang serasi di berbagai bidang pembangunan; (2) meningkatkan pendidikan dan keterampilan bagi pemuda; (3) meningkatkan kewirausahaan, kepeloporan, dan kepemimpinan bagi pemuda; dan (4) meningkatkan perlindungan bagi segenap generasi muda dari masalah penyalahgunaan Napza, minuman keras,
30 - 10
penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual di kalangan pemuda. Hasil yang telah dicapai dalam pembangunan pemuda pada tahun 2005 sampai dengan bulan Juni tahun 2008, antara lain, adalah (1) disusunnya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kepemudaan dan dilaksanakannya percepatan penetapan RUU tentang Kepemudaan menjadi Undang-Undang yang diharapkan dapat menata kepemudaan dalam dimensi pembangunan di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga dapat membangun pemuda menjadi potensi bangsa yang bernilai tinggi; (2) dilaksanakannya pelatihan kepemimpinan pemuda; (3) dioptimalkannya peran 1.500 orang sarjana penggerak pembangunan di perdesaan; (4) dilaksanakannya Bakti Pemuda Antarprovinsi (BPAP)/Pertukaran Pemuda Antarprovinsi (PPAP) bagi 3.104 orang dan antarnegara bagi 173 orang; (5) dilaksanakannya kegiatan Rumah Olah Mental Pemuda Indonesia (ROMPI) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pemuda jalanan; (6) diselenggaranya upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza), HIV/AIDS, pornografi, pornoaksi, dan bahaya destruktif lainnya di 33 provinsi; (7) dilaksanakannya kompetisi antar-Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) di 33 provinsi; (8) terselenggaranya pendidikan dan pelatihan bela negara bagi 292 peserta perwakilan dari organisasi kepemudaan; (9) terselenggaranya Ketahanan Nasional Pemuda (TANASDA) bagi 56 peserta; (10) terselenggaranya Festival Internasional Pemuda dan Olahraga Bahari (FIPOB) tahun 2006 di Sulawesi Selatan dan tahun 2007 di Sumatera Barat; (11) terselenggaranya pelatihan kewirausahaan pemuda bagi 1.260 orang; (12) terpilihnya pemudapemuda yang berprestasi nasional di bidang iptek, kewirausahaan, dan kepeloporan dan terbentuknya kader pembina moral etika pemuda Indonesia; dan (13) dilaksanakannya kegiatan Kapal Pemuda Nusantara bagi 186 peserta. Langkah-langkah kebijakan di bidang olahraga diarahkan untuk (1) mewujudkan kebijakan dan manajemen olahraga dalam upaya mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan olahraga secara terpadu dan berkelanjutan termasuk landasan hukum yang mendukung; (2) meningkatkan budaya dan prestasi olahraga 30 - 11
secara berjenjang termasuk pemanduan bakat, pembibitan, dan pengembangan bakat; (3) meningkatkan pemberdayaan dan pengembangan iptek dalam pembangunan olahraga; (4) meningkatkan pemberdayaan organisasi olahraga; dan (5) meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat termasuk dunia usaha dalam mendukung pembangunan olahraga. Hasil yang dicapai dalam pembangunan olahraga pada tahun 2005 sampai dengan bulan Juni tahun 2008 adalah (1) disahkannya dan disosialisasikannya UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang menjadi tonggak dimulainya era baru dalam pengelolaan keolahragaan di tanah air. Sebagai peraturan pelaksanaannya telah diterbitkan dan disosialisasikannya Peraturan Pemerintah No. 16/2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, Peraturan Pemerintah No. 17/2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga, serta Peraturan Pemerintah No. 18/2007 tentang Pendanaan Keolahragaan; (2) disusunnya Sport Development Index (SDI) sebagai indikator keberhasilan keolahragaan nasional, SDI disusun dengan menggabungkan empat indikator, yaitu sarana prasarana, sumber daya manusia, kebugaran, dan partisipasi masyarakat sehingga penyempurnaan terhadap metode pengukuran SDI terus dilakukan untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan; (3) dicapainya prestasi di beberapa cabang olahraga internasional, antara lain, bulutangkis dan bowling di Asian Games 2006 di Doha dan di SEA Games 2007 Thailand dan Para Games 2007 Thailand yakni meningkatnya peringkat Indonesia dari 5 pada SEA Games tahun 2005 di Manila ke peringkat 4 pada tahun 2007; (4) terlaksananya keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kegiatan olahraga antarnegara Asean-European Meeting (ASEM) di Thailand dan kejuaraan antarpelajar ASEAN juga di Thailand; (5) terlaksananya Festival Olahraga Tradisional tingkat nasional ke-4 di Kutai Kalimantan Timur yang diikuti oleh 600 peserta dari 30 provinsi; (6) terselenggaranya pelaksanaan Kejuaraan sepak bola Asia Cup 2007 di Jakarta; (7) terselenggaranya pemberian penghargaan kepada atlet internasional, nasional serta atlet senior dan pelatih yang berprestasi; (8) dilaksanakannya pengiriman tim olahragawan ke Cuba; (9) dilaksanakannya berbagai event olahraga untuk menggairahkan semangat dan budaya olahraga di masyarakat, di antaranya, adalah kejuaraan atletik pelajar ASEAN, kejuaraan 30 - 12
antar PPLM seluruh Indonesia, kejuaraan bola voli pantai antarkelompok olahraga prestasi, kegiatan olahraga pariwisata bahari, kegiatan Asian X Treme Sport, kegiatan Pentas Olahraga dan Informasi; (10) terselenggaranya kegiatan Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) VIII dan IX, Pekan Olahraga Pelajar Penyandang Cacat Nasional (POPCANAS) III, Pekan Olahraga dan Seni Antar Pondok Pesantren Tingkat Nasional (POSPENAS) III dan IV; (11) terbentuknya Sportmart dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemuda dan Olahraga; (12) dilaksanakannya pembangunan pusat olahraga persahabatan di Cibubur yang multiguna bekerja sama dengan pemerintah Korea Selatan; (13) dilaksanakannya pembangunan Pusat Pembinaan Olahraga Nasional di Sentul dan Karawang serta asrama atlet untuk mendukung Pusat Pembinaan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di 12 provinsi; dan (14) terselenggaranya bantuan sarana dan prasarana olahraga di Provinsi/Kabupaten/Kota.
III.
Tindak Lanjut yang Diperlukan
Dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan di Indonesia telah ditetapkan rencana tindak lanjut ke depan, antara lain, sebagai berikut (1) mengupayakan percepatan penerbitan permendagri untuk dapat dipedomani dalam pelaksanaan teknis pelayanan administrasi kependudukan; (2) mengupayakan percepatan penerapan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan peraturan pelaksanaannya dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan di seluruh daerah melalui kegiatan sosialisasi kepada aparat pelaksana dan masyarakat umum, serta sosialisasi melalui media cetak dan elektronika; (3) mendorong seluruh daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk segera menyesuaikan perda yang mengatur penyelenggaraan administrasi kependudukan dengan mempedomani UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan peraturan pelaksanaannya; (4) mengupayakan percepatan penerbitan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dengan Departemen/Lembaga Nondepartemen mengenai Pencantuman NIK pada Dokumen Identitas lainnya, sebagai tindak lanjut pengesahan UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; serta 30 - 13
(5) mengupayakan percepatan pembangunan basis data (database) kependudukan yang akurat dan berbasis NIK nasional di kabupaten/kota, provinsi dan nasional guna terwujudnya penyediaan data penduduk di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional, antara lain, melalui kegiatan: (a) mendorong pemerintah daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan kegiatan pemutakhiran data penduduk di daerahnya melalui dukungan fasilitasi pembinaan, pendampingan teknis dan monitoring serta supervisi terhadap pelaksanaan kegiatan pemutakhiran data penduduk, terutama pada daerah-daerah yang akan melaksanakan pilkada gubernur dan/atau bupati/walikota; (b) mendorong percepatan penerapan SIAK di daerah kabupaten/kota, dengan melakukan fasilitasi pembinaan, pendampingan teknis, dan supervisi penyelenggaraan implementasi SIAK pada daerah-daerah kabupaten/kota dan provinsi yang telah menerima bantuan stimulan sarana dan prasarana SIAK dari Ditjen Administrasi Kependudukan tahun 2006 dan 2007; (c) mengkonsolidasikan data penduduk daerah kabupaten/kota ke dalam basis data SIAK berbasis NIK nasional; dan (d) mengupayakan dukungan anggaran untuk mendukung pengembangan SIAK serta pemutihan kartu tanda penduduk (KTP) secara nasional. Untuk menghadapi permasalahan/tantangan program KB dalam era desentralisasi sebagaimana diuraikan di atas dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam RPJMN, tindak lanjut yang akan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas adalah melaksanakan kegiatan (1) jaminan pelayanan KB berkualitas bagi rakyat miskin; (2) peningkatan jejaring pelayanan KB pemerintah dan swasta/nonpemerintah; (3) pelayanan KIE Program KB; (4) peningkatan kualitas pelayanan KB; (5) pembentukan, pengembangan, pengelolaan, dan pelayanan PIK-KRR; (6) advokasi dan KIE kesehatan reproduksi remaja; (7) peningkatan partisipasi masyarakat dalam KRR; (8) pengintensifikasian advokasi dan KIE program KB Nasional; (9) peningkatan akses informasi dan pelayanan program ketahanan dan pemberdayaan keluarga; (10) peningkatan pemberdayaan dan ketahanan keluarga; (11) peningkatan kemampuan tenaga dan kader pengelola program ketahanan dan pemberdayaan keluarga; (12) peningkatan akses informasi pembinaan program ketahanan dan pemberdayaan keluarga; (13) pendataan keluarga dan individu dalam keluarga; (14) 30 - 14
penguatan jejaring operasional lini lapangan berbasis masyarakat; (15) pengembangan jaringan dan peningkatan KIE-Advokasi Program KB Nasional; (16) pengembangan jaringan komunikasi dan penyediaan data informasi Program KB Nasional; dan (17) pembinaan keterpaduan program KB di daerah. Dalam menyelesaikan masalah yang hingga saat ini masih dihadapi dalam pembangunan pemuda, tindak lanjut yang diperlukan adalah (1) mempercepat penetapan RUU Pembangunan Kepemudaan menjadi UU tentang Kepemudaan; (2) mewujudkan kebijakan kepemudaan yang serasi di berbagai bidang pembangunan; (3) meningkatkan akses dan kesempatan pemuda untuk memperoleh pendidikan dan kesempatan kerja; (4) meningkatkan kewirausahaan, kepeloporan, kepemimpinan, dan kecakapan hidup pemuda; dan (5) meningkatkan pembinaan moral dan etika pemuda dan melindungi segenap generasi muda dari masalah penyalahgunaan Napza, minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan bahaya destruktif yang lain, termasuk pornografi dan pornoaksi. Tindak lanjut yang perlu dilaksanakan dalam pembangunan olahraga adalah (1) melakukan sosialisasi UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan peraturan pelaksanaannya serta melakukan sosialisasi budaya olahraga ke berbagai lapisan masyarakat bahwa olahraga adalah untuk kesehatan, kebugaran, kesejahteraan, dan meningkatkan semangat untuk berprestasi; (2) mewujudkan kebijakan dan manajemen olahraga dalam upaya mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan olahraga secara terpadu dan berkelanjutan termasuk landasan hukum yang mendukung; (3) meningkatkan koordinasi antarpemangku kepentingan baik di tingkat pusat dan daerah dalam rangka mengembangkan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan keolahragaan; (4) meningkatkan budaya dan prestasi olahraga secara berjenjang termasuk pemanduan bakat, pembibitan dan pengembangan bakat; (5) memberdayakan dan mengembangkan iptek dan industri dalam pembangunan olahraga; (6) meningkatkan pemberdayaan organisasi olahraga; dan (7) meningkatkan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam mendukung pembangunan olahraga, termasuk pemberian penghargaan dan kesejahteraan terhadap pelaku olahraga yang berprestasi. 30 - 15