BAB II PENGATURAN TENTANG KEPENDUDUKAN
A. Pengertian Kependudukan Kependudukan adalah hal yang berkaitan dengan jumlah, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi kesejahteraan, yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama serta lingkungan (UndangUndang No. 23 Tahun 2006) Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas
dan
kualitas
serta
ketahanannya
yang
menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya 20 Berdasarkan beberapa pengertian yang telah penulis paparkan di atas Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
B. Pengertian e-KTP Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka (14) Undang Undang No. 23 Tahun 2006 ditetapkan mengenai pengertian dari KTP antara lain sebagai berikut: “KTP, adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Definisi dari E-KTP atau kartu tanda penduduk elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat system keamananan / pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada pada database kependudukan nasional. Penduduk hanya di perbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas 20
http://graziabrigita.blogspot.com/2013/02/pengertian-kependudukan-danpengertian.html, diakses tanggal 1 Desember 2013
Universitas Sumatera Utara
tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur hidup. Nomor NIK yang ada di eKTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan paspor, surat Izin mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya ( sumber : pasal 13 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk). 21 Ketentuan dalam Pasal 1 angka (14) Undang Undang No. 23 Tahun 2006 ditetapkan mengenai pengertian dari KTP antara lain sebagai berikut: KTP, adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah NKRI”. Kewajiban untuk memiliki KTP bagi setiap penduduk warga Negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin dimuat dalam Pasal 63 ayat (1) Undang Undang No. 23 Tahun 2006. Disebutkan pula dalam ayat (2) dari Pasal tersebut mengenai ketentuan bahwa orang asing yang mengikuti status orang tuanya yang memiliki izin tinggal tetap dan sudah berumur 17 tahun juga diwajibkan untuk memiliki KTP. Pasal 64 Undang Undang No. 23 Tahun 2006 menetapkan mengenai ketentuan bagian-bagian yang harus diisi dalam sebuah KTP, hal ini diatur khusus dalam ayat (1) yang bunyinya sebagai berikut: KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah Negara Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawian, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkannya KTP, serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatangani. Dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-undang No. 23 tahun 2006 memuat mengenai ketentuan disediakannya sebuah ruang khusus untuk diiisi dengan kode keamanan dan rekaman elektronik pencatatan peristiwa penting yang pernah dilakukan oleh si pemilik KTP. Pasal ini merupakan landasan hukum diberlakukannya KTP berbasis elektronik yang harus memuat kode keamanan dan rekaman elektronik tiap-tiap penduduk yang diharuskan memiliki Kartu Tanda 21
www.Wikipedia.com, diakses tanggal 1 April 2014
Universitas Sumatera Utara
Penduduk. Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional, selanjutnya disebut Peraturan Presiden Nomor 26 tahun 2009, Pasal 1 angka (3) menetapkan bahwa yang dimaksud dengan KTP berbasis NIK adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan format KTP nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai identitas resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana. Berdasarkan pengertian
yang dimuat
dalam situs
resmi e-KTP 22
disebutkan bahwa e-KTP adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan / pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional. Sementara dalam laporan sosialisasi Kebijakan dan Peraturan Administrasi Kependudukan yang dilakukan oleh Tim Direktorat Pendaftaran Penduduk disebutkan mengenai pengertian Kartu Tanda Penduduk Berbasis NIK sebagai berikut: “KTP Berbasis NIK adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan format KTP nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai identitas resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana” 23. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan KTP berbasis elektronik adalah kartu yang memuat identitas resmi penduduk sebagai warga Negara Indonesia sebagai bukti diri yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database kependudukan nasional yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah NKRI.
C. Kebijakan Kependudukan Proses implementasi kebijakan melihat kesesuaian antara program yang telah direncanakan dengan implementasinya dilapangan. Implementasinya kebijakan merupakan proses yang krusial dalam kebijakan publik, karena bukan
22
Rizky Nugraha, “Perancangan Sistem Administrasi Kependudukan (SIAK) Sebagai Pengembangan E-Government menuju Good Governance” data diakses tanggal 21 Oktober 2012, available from: URL:http://ikymessi.wordpress.com, diakses tanggal 1 Desember 2013 23 Kementerian Dalam Negeri, (Cited: 2012 Okt. 5), available from: URL: http://www: ektp.com, diakses tanggal 1 Desember 2013
Universitas Sumatera Utara
hanya berkaitan dengan halhal mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat jalur birokrasi, melainkan juga menyangkut
masalah
konflik,
keputusan
dan
siapa
yang
memperoleh
kebijaksanaan 24 Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. sedangkan Dr. Elibu Bergman (Harvard university) Mendefinisikan kebijakan penduduk sebagai tindakan-tindakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan dimana didalamnya termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk. Secara umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk: 25 1)
Melindungi
kepentingan
dan
mengembangkan
kesejahteraan
penduduk itu sendiri terutama generasi yang akan datang. 2)
Memberikan kemungkinan bagi tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar, guna menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan anaknya.
3)
Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri. Pemecahan masalah kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin bahwa hasilnya secara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang bersangkutan atau generasi yang akan datang.
Mazmanian dan Sabatiar menjelaskan konsep Implementasi kebijakan sebagai berikut: “Di dalam mempelajari masalah Implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami “apa” yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijaksanaan negara, baik itu menyangkut
24
Wahab,S. A. Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara,1997, hal 59 25 Siasah Masruri, Muhsinatun,dkk.Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup.Yogyakarta:UPT MKU UNY,2002, hal 2
Universitas Sumatera Utara
usaha-usaha pengadministrasian maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwaperistiwa” 26 Pada tahun 1965 PBB mempunyai kebijakan kependudukan yang jelas dan menjadi dasar bagi tindakan-tindakan yang nyata, walaupun badan yang bernama “The Population Commission” dengan resmi sudah dapat disahkan pada tanggal 3 Oktober 1946. Aktivis Sita Aripurnami menggunakan kutipan Zillah Eisenstein, The Color of Gender (1994) ini pada baris pertama tesis berjudul Reproductive Rights Between Control and Resistence: A Reflection on the Discourse of Population Policy in Indonesia, yang diajukan untuk mendapatkan Master of Science pada The Gender Institute, London School of Economics (LSE) London, Inggris. Sungguh kutipan yang tepat untuk menganalisis politik reduksionis dalam kebijakan kependudukan di Indonesia, yakni bagaimana kebijakan kependudukan direduksi menjadi kebijakan keluarga berencana; kebijakan berencana direduksi menjadi kebijakan kontrasepsi; kebijakan kontrasepsi direduksi lagi menjadi hanya kontrasepsi bagi perempuan. Dari 20 (dua puluh) jenis kontrasepsi yang beredar, 90 persen di antaranya ditujukan untuk perempuan. Bank Dunia pernah menyebut Indonesia sebagai "salah satu transisi demografis paling mengesankan di negara sedang berkembang". Pada masa itu tingkat fertilitas turun dari 5,5 menjadi tiga per kelahiran, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 per 1.000 kelahiran hidup. Tahun 1970, pertumbuhan penduduk turun dari sekitar 3,5 persen menjadi 2,7 persen dan turun lagi menjadi 1,6 persen pada tahun 1991. Banyak negara berkembang kemudian belajar implementasi program KB di Indonesia. Tetapi, hampir bisa dipastikan, dalam "transfer pengetahuan" itu tidak disebut metode yang membuat program itu sukses; yakni koersi (pemaksaan dengan ancaman) terhadap perempuan, khususnya dari kelompok masyarakat kelas bawah, terutama saat awal program diperkenalkan.
26
Mazmanian dan Sabatiar, dalam Solichin, Pengantar Analisis Kebijakan Negara, Jakarta: Rineka Cipta, 1990, hal 123.
Universitas Sumatera Utara
Di bawah panji-panji Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (selanjutnya disebut NKKBS), program pengendalian penduduk (KB dengan alat kontrasepsi) dilancarkan. Seperti halnya di negara berkembang lain awal tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru meyakini KB sebagai strategi ampuh mengejar ketertinggalan pembangunan. Ajaran Malthusian mengasumsikan, dengan jumlah penduduk terkendali rakyat lebih makmur dan sejahtera. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi-yang merupakan pereduksian makna "pembangunan"tinggi guna mencapai kemakmuran, di antara syaratnya adalah "zero growth" di bidang kependudukan. Hubungan antara pengendalian jumlah penduduk dan pembangunan ekonomi menjadi semacam kebenaran, sehingga tidak lagi memerlukan pembuktian. Dalam Konferensi Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Cairo, Mesir, 1994, lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengungkapkan, kebijakan kependudukan yang reduksionis ini dikonstruksi sistematis melalui lembaga internasional. Pertumbuhan penduduk menjadi prakondisi bantuan pembangunan. Di Indonesia, seperti pernah dikemukakan aktivis kesehatan reproduksi Ninuk Widyantoro, para petugas medis hanya diajari cara memasang susuk (nama lain dari Norplant), tetapi tidak cara mengeluarkannya. Pendarahan dan efek samping lain pemasangan kontrasepsi di tubuh perempuan sering dianggap tidak soal. Secara ironis pula, perencanaan program sebagian besar dilakukan laki-laki. Angka
keberhasilan
KB
dijadikan
salah
satu
komponen
keberhasilan
pembangunan, sehingga cara apa saja digunakan untuk mencapai "angka keberhasilan" itu. Manusia, khususnya perempuan, telah berubah maknanya menjadi hanya angka dan target. Caranya, tak jarang menggunakan pemaksaan dan ancaman aparat. Rezim Orde Baru, seperti halnya rezim pembangunanisme di mana pun, memperlakukan perempuan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas peledakan jumlah penduduk. Dengan demikian, mereka harus dikontrol ketat. Program KB telah membuat alat reproduksi perempuan seperti milik sah negara yang bisa digunakan para birokrat korup untuk mendapatkan utang. Pelajaran masa lalu ini amat berharga, karena pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia salah
Universitas Sumatera Utara
satunya disebabkan persoalan KB. Ke depan, kebijakan kependudukan harus dikembalikan pada hakikatnya semula dengan menempatkan kesehatan reproduksi perempuan sebagai landasan. Itu berarti, perempuan mempunyai hak mengontrol tubuhnya untuk bebas dari paksaan, kekerasan serta diskriminasi pihak mana pun. Akses pada pelayanan kesehatan reproduksi harus dibuka untuk siapa pun. Proses demokrasi harus dimulai dari persoalan ini. Konperensi kependudukan dunia dilaksanakan oleh PBB tahun 1954 di Roma. Kehati-hatian mewarnai penyebutan masalah kepadatan penduduk. Prokontra terjadi tentang adanya masalah kepadatan penduduk. Tahun 1954-1965 laporan-laporan tentang tekanan-tekanan yang disebabkan oleh kepadatan penduduk dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial dalam bentuk angkaangka stastistik membuka mata dunia akan adanya masalah kependudukan. Hal ini tercermin dalam konperensi kependudukan dunia kedua yang dilaksanakan oleh PBB di Beograd tahun 1965. Sejak konperensi ini masalah kependudukan dinyatakan sebagai masalah dunia yang harus segera ditangani. Pada hari HAM 1968, dicetuskan Deklarasi pemimpin-pemimpin dunia tantang kependudukan. Deklarasi itu diterima sebagai resolusi XVII dalam konperensi tentang HAM di Teheran pada tanggal 12 Mei 1968. Presiden Indonesia merupakan salah seorang dari 30 orang kepala negara yang turut menendatanganinya. Pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat sangat merintangi taraf hidup, kemajuan, peningkatan kesehatan dan sanitasi, pengadaan perumahan dan alat-alat pengangkutan, peningkatan kebudayaan, kesempatan rekreasi dan untuk banyak nagara merintangi pemberian pangan yang cukup kepada rakyat. Ringkasnya citacita manusia seluruh dunia untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik diganggu dan dibahayakan oleh pertumbuhan penduduk yang tak dikendalikan itu. Pernyataan Bersama PBB mengenai kependudukan oleh Sekjen PBB 10 Desember 1966 adalah: “Kami para pemimpin Negara-negara yang sangat memperhatikan masalah kependudukan sependapat bahwa:
Universitas Sumatera Utara
a. Masalah kependudukan perlu menjadi unsur utama dalam rencana pembangunan jangka panjang bila negara itu ingin mencapai tujuan ekonomi yang dicita-citakan oleh rakyat. b. Sebagian orang dari para orang tua ingin memperoleh pengetahuan tentang cara-cara merencanakan keluarga dan adalah hak tiap-tiap manusia untuk menentukan jumlah dan menjarangkan kelahiran anaknya. c. Perdamaian yang sesungguhnya dan kekal sangat bergantung pada cara kita menanggulangi pertumbuhan penduduk. d. Tujuan Keluarga Berencana adalah untuk memperkaya kehidupan umat manusia bukan untuk mengekangnya; bahwa dengan keluarga berencana tiap-tiap orang akan memperoleh kesempatan yang lebih baik untuk mencapai kemuliaan hidup dan mengembangkan bakatnya. e. Sadar bahwa gerakan keluarga berencana adalah untuk kepentingan keluarga dan negara maka kami para penandatanganan sangat berharap pemimpin-pemimpin seluruh dunia menyepakati pernyataan itu. Deklarasi kependudukan tersebut, merupakan pangkal tolak dari dilaksanakan program kependudukan atas dasar kebijakan kependudukan tiap Negara. Sekarang sebagian besar dari negara-negara anggota PBB telah memiliki kebijakan kependudukan termasuk Indonesia. Dalam menentukan suatu kebijakan tentang kependudukan yang penting adalah memperhatikan kualitas penduduk itu sendiri, stabilitas dari sumber-sumber kehidupan mereka, kelangsungan adanya lapangan kerja, standar kehidupan yang menyenangkan, dimana keamanan nasional maupun kebahagiaan perorangan harus diperhitungkan. Kebijakan kependudukan dapat dilakukan melalui tiga komponen perkembangan penduduk yaitu : kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi). Mencegah pertumbuhan penduduk sebenarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti : peningkatan migrasi keluar, peningkatan jumlah kematian atau penurunan jumlah kelahiran. Cara yang pertama sulit kiranya untuk dilakukan sebab semua negara di dunia ini melakukan pengawasan dan pembatasan orang-orang asing pendatang baru, sehingga mempersulit terjadinya migrasi secara besar-besaran. Juga tidak
Universitas Sumatera Utara
mungkin
diharapkan
bahwa
pemerintah
berani
menjalankan
kebijakan
peningkatan jumlah kematian. Jadi satu-satunya cara yang tinggal adalah dengan menurunkan jumlah kelahiran. Keuntungan pertama yang nyata dari hasil penurunan jumlah kelahiran adalah perbaikan kesehatan ibu dan anak-anak yang sudah ada, dan penghematan pembiayaan pendidikan. Usaha memecahkan kepadatan penduduk karena tidak meratanya penyebaran penduduk, seperti terdapat di Jambal (Jawa, Madura, dan Bali) adalah dengan memindahkan penduduk tersebut dari pulau Jawa, Madura, dan Bali ke pulau-pulau lain. Usaha ini di Indonesia dikenal dengan nama “Transmigrasi” dan telah ditempatkan pada prioritas yang tinggi. Disamping migrasi, masalah lainnya perlu dipecahkan adalah perpindahan penduduk dari daerah peKelurahanan ke daerah perkotaan, yang dikenal dengan nama “Urbanisasi”. Menurut hasil sensus 1980, 18,8% dari jumlah penduduk Indonesia bermukim di daerah kota. Setengah abad yang lalu jumlah penduduk kota di Indonesia telah berkembang lebih cepat daripada perkembangan penduduk Indonesia. Hampir sepertiga dari pertambahan penduduk Indonesia dalam dekade terakhir ditampung oleh daerah perkotaan. Masalah yang timbul adalah belum siapnya kota-kota tersebut untuk menampung pendaftar baru yang melampaui kemampuan daya tampung kota-kota tadi. Secara garis besarnya tujuan kebijakan kependudukan, adalah sebagai berikut: memelihara keseimbangan antara pertambahan dan penyebaran penduduk dengan perkembangan pembangunan sosial ekonomi, sehingga tingkat hidup yang layak dapat diberikan kepada penduduk secara menyeluruh. Usaha yang demikian mencakup seluruh kebijakan baik di bidang ekonomi, sosial, kulturil, serta kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan pendapatan nasional, pembagian pendapatan yang adil, kesempatan kerja dan pembangunan pendidikan secara menyeluruh. Strategi yang digunakan adalah jangka panjang maupun jangka pendek.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia tujuan jangka panjang diusahakan dapat dijangkau dengan: 1. Peningkatan volume transmigrasi ke daerah-daerah yang memerlukannya. 2. Menghambat pertumbuhan kota-kota besar yang menjurus kea rah satusatunya kota besar di suatu pulau tertentu dan mengutamakan pembangunan peKelurahanan. Tujuan jangka pendek diarahkan kepada penurunan secara berarti pada tingkat fertilitas, peningkatan volume transmigrasi setiap tahunnya dan perencanaan serta pelaksanaan urbanisasi yang mantap. Program-program kebijakan yang disusun untuk mencapai tujuan tersebut adalah: 1. Meningkatkan program keluarga berencana sehingga dapat melembaga dalam
masyarakat.
Termasuk
semua
program
pendukung
bagi
keberhasilannya seperti peningkatan mutu pendidikan, peningkatan umur menikah pertama, peningkatan status wanita. 2. Meningkatkan dan menyebarluaskan program pendidikan kependudukan. 3. Merangsang terciptanya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. 4. Meningkatkan program transmigrasi secara teratur dan nyata. 5. Mengatur perpindahan penduduk dari Kelurahan ke kota secara lebih komprehensif di dalam perencanaan pembangunan secara menyeluruh. 6. Mengatasi masalah tenaga kerja. 7. Meningkatkan pembinaan dan pengamanan lingkungan hidup. Kebijaksanaan kependudukan secara menyeluruh harus memperhitungkan hambatan-hambatan dari segi politis, ekonomis, sosial, budaya, agama juga dari segi psikologis perorangan dan masyarakat yang di negara-negara berkembang masih cenderung mendukung diterimanya banyak anak. Program-program “beyond family planning” harus lebih diintensifkan dan diekstensifkan. Di samping usaha peningkatan produksi dalam segala bidang kebutuhan hidup penduduk (pangan, sandang, rumah, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain), perlu ditingkatkan usaha yang berhubungan dengan: 1. Pelaksanaan wajib belajar dan perbaikan mutu pendidikan. 2. Perluasan kesempatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
3. Perbaikan status wanita dan perluasan kesempatan kerja bagi mereka. 4. Penurunan kematian bayi dan anak-anak. 5. Perbaikan kesempatan urbanisasi. 6. Perbaikan jaminan sosial dan jaminan hari tua.
Universitas Sumatera Utara