BAB II PENGATURAN TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI INDONESIA
A. Pengaturan Tentang Pemilihan Kepala Daerah menurut UUD 1945 Sebelum Amandemen Dari teori dan praktik yang berkembang selama ini memperlihatkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis yang tertinggi dalam negara (the higher law of the land). Sebagai hukum dasar tertulis yang tertinggi dalam negara, UUD 1945 menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Sehubungan dengan itu, UUD 1945 memuat apapun menggariskan tentang pembagian kekuasaan baik secara vertikal maupun horizontal. 26 Untuk memahami secara utuh amanat konstitusi tentang pemilihan kepala daerah perlu terlebih dahulu memahami posisi daerah dalam pandangan. Undangundang dasar memberikan arah yang jelas tentang posisi daerah itu. Pasal 18 UUD NRI 1945, menegaskan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”. Inti dari pasal 18 tersebut adalah dalam negara Indonesia terdapat pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah tersebut terdiri atas daerah besar dan
26
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah: Kewenangan Antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung, 2004, hal. 1
Universitas Sumatera Utara
kecil. Pemerintahan yang dibentuk tersebut baik dalam daerah besar maupun kecil harus memperhatikan dua hal, yaitu: 27 1. Dasar permusyawaratan, yakni pemerintahan daerah harus bersendikan demokrasi yang ciri utamanya adalah musyawarah dalam dewan perwakilan rakyat. 2. Hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa, yakni pemerintah daerah yang dibentuk tidal boleh secara sewenang-wenang menghapus daerah-daerah yang pada zaman Belanda merupakan daerah swapraja yang disebut zelfbesturende lanschjappen dan kesatuan masyarakat hukum pribumi, seperti Desa, Nagari, Marga, dan lain-lain yang disebut volksgemenschappen atau zelfstandigemenschappen. Adanya perintah kepada pembentuk undang-undang dalam menyusun undang-undang tentang desentralisasi teritorial harus memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, yang menurut ketentuan pasal 18 UUD 1945 adalah bahwa dasar permusyawaratan juga diadakan pada tingkat daerah. Dengan demikian, permusyawaratan/ perwakilan tidak hanya terdapat pada pemerintahan tingkat pusat, melainkan juga pada pemerintahan tingkat daerah. Dengan kata lain, pasal 18 UUD 1945 menentukan bahwa pemerintahan daerah dalam susunan daerah besar dan kecil harus dijalankan melalui permusyawaratan atau harus mempunyai badan perwakilan. Dalam susunan kata atau kalimat pasal 18 tidak terdapat keterangan atau petunjuk
27
Hanif Nurcholis, Op.Cit, hal. 102.
Universitas Sumatera Utara
yang memungkinkan pengecualian dari prinsip atau dasar permusyawaratan perwakilan itu. 28 Hatta29
manfsirkan
“dengan
memandang
dan
mengingati
dasar
permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”, dengan mengatakan sebagai berikut: Bagian kalimat yang akhir ini, dalam undang-undang dasar, menyatakan bahwa hak melakukan pemerintahan sendiri bagi segenap bagian rakyat menjadi sendi kerakyatan Indonesia. Diakui bahwa tiap-tiap bagian untuk menentukan diri sendiri dalam lingkungan yang satu, supaya hidup jiwa rakyat seluruhnya dan tersusun tenaga pembangunan masyarakat dalam segala golongan untuk kesejahteraan Republik Indonesia dan kemakmuran penduduknya.” Hak melakukan pemerintahan sendiri sebagai sendi kerakyatan dalam sebuah negara kesatuan (eenheidsstaat) tidak lain berarti otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Dengan demikian, makin kuat alasan bahwa pemerintahan dalam susunan daerah besar dan kecil menurut pasal 18 UUD 1945 tidak lain dari pemerintahan yang disusun atas dasar otonomi. 30 Dalam pemilihan kepala daerah, UUD tidak mengatur apakah kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD. Namun Pasal 18 ayat (4) menegaskan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Rumusan “dipilih secara demokratis”, lahir dari perdebatan panjang di Panitia Ad Hoc 1 Badan Pekerja MPR tahun 2000 antara pendapat yang menghendaki kepala daerah dipilih oleh DPRD dan pendapat lain yang menghendaki dipilih secara langsung oleh rakyat. Sebagaimana diketahui, pada saat itu sedang berlangsung berbagai 28
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 283-284. 29 Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994. 30 Ni’matul Huda, Op.Cit, hal. 284-285.
Universitas Sumatera Utara
pemilihan kepala daerah di Indonesia yang dilaksanakan berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 yang dipilih oleh DPRD. Sebahagian besar proses maupun hasil pemilihan oleh DPRD tersebut mendapatkan protes dari rakyat di daerah yang bersangkutan dengan berbagai alasan. Kondisi inilah yang mendorong para anggota MPR untuk berpendapat bahwa pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat untuk mengurangi protes kepada para anggota DPRD. Pada sisi lain dengan pertimbangan kesiapan berdemokrasi yang tidak sama antar berbagai daerah di Indonesia serta kebutuhan biaya yang besar dalam proses pemilihan kepala daerah secara langsung, dikhawatirkan akan menimbulkan instabilitas politik dan pembengkakan anggaran negara, sehingga sebahagian anggota MPR bersikukuh bahwa kepala daerah tetap dipilih oleh DPRD. Disamping itu, pada saat yang sama terjadi perdebatan sangat tajam tentang cara pemilihan Presiden antara yang menghendaki pemilihan langsung oleh rakyat dan pemilihan oleh MPR dengan berbagai variannya, juga turut mempengaruhi perdebatan tentang cara pemilihan kepala daerah ini. 31 Paling tidak ada dua prinsip yang terkandung dalam rumusan “kepala daerah dipilih secara demokratis”, yaitu pertama; kepala daerah harus “dipilih”, yaitu melalui proses pemilihan dan tidak dimungkinkan untuk langsung diangkat, dan kedua; pemilihan dilakukan secara demokratis. Makna demokratis di sini tidak harus dipilih langsung oleh rakyat, akan tetapi dapat juga bermakna dipilih oleh DPRD yang anggota-anggotanya juga hasil pemilihan demokratis melalui pemilu. Ketika Undang-undang No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah 31
Hamdan Zoelfa, Tinjauan Konstitusi Pemilihan Kepala Daerah, www.google.com. Diakses pada tanggal 16 Juni 2009.
Universitas Sumatera Utara
diajukan oleh pemerintah dan diperdebatkan di DPR, tidak ada perdebatan yang mendalam lagi tentang apakah kepala daerah itu dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD. Hal ini, paling tidak disebabkan oleh dua hal, yaitu telah disepakatinya dalam perubahan ketiga dan keempat UUD 1945 bahwa presiden dan wakil presiden Republik Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat, dan kedua; dari berbagai penyerapan aspirasi masyarakat di seluruh Indonesia, baik yang dilakukan oleh Tim Departemen Dalam Negeri maupun DPR, diperoleh aspirasi dominan dari masyarakat menghendaki kepala daerah itu dipilih secara langsung oleh rakyat. Yang menjadi perdebatan adalah bagaimana mekanisme pemilihan langsung ini dilakukan di setiap daerah apakah disamakan atau bisa berbeda-beda di masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kekhususan masing-masing daerah. Rumusan akhir UU No.32/2004, menujukkan dengan jelas bahwa mekanisme pemilihan ini lebih banyak diseragamkan dan hanya mengenai cara kampanye dan lain-lain yang bersifat sangat teknis diserahkan kepada daerah melalui KPUD masing-masing. Sedangkan posisi KPUD, dalam kaitan dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dalam kerangka konsep UU No.32/2004 adalah sebagai perangkat daerah yang bersifat independen dan bukan perangkat KPU yang bersifat nasional. 32
32
Ibid
Universitas Sumatera Utara
B. Pengaturan Tentang Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undangundang Nomor 5 Tahun 1974. Mekanisme pemilihan kepala daerah dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 bahwa Kepala Daerah Tingakt I dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyakbanyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksifraksi dengan menteri dalam Negeri. Hasil pemilihan tersebut diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang di antaranya. Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Gubernur Kepala Daerah. 33 Hasil pemilihan ini diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang di antaranya. Kepala Daerah diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Sedangkan dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban Pemerintah Daerah, Kepala Daerah menurut hirarki bertanggungjawab kepada
33
Pasal 15 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
Universitas Sumatera Utara
persiden melalui Menteri Dalam Negeri. Dalam men 34jalankan hak, wewenang dan kewajiban Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Secara terpisah, dalam pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 mengatur tentang wakil kepala daerah. Dimana dikatakan bahwa wakil kepala daerah Tingkat I diangkat oleh Presiden dari pegawai negeri yang memenuhi persyaratan. Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan, Gubernur kepala daerah mengajukan calon wakil kepala daerah Tingkat I kepada presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Wakil kepala daerah tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dari pegawai negeri yang memenuhi persyaratan. Dengan memperoleh persetujuan Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
tanpa
melalui
pemilihan
Bupati/
Walikotamadya Kepala Daerah mengajukan calon wakil Kepala Daerah tingkat II kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah diambil sumpahnya/janjinya dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi wakil kepala daerah Tingkat I dan oleh Gubernur Kepala Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri bagi wakil kepala daerah Tingkat II. Wakil Kepala Daerah membantu kepala daerah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sehari-hari sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri
34
Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
Universitas Sumatera Utara
Dalam Negeri. Apabila kepala daerah berhalangan, wakil kepala daerah menjalankan tugas dan wewenang Kepala Daerah sehari-hari. Dari pasal penjelasan pasal-pasal tersebut, terlihat bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sangat sentralistik dan represif. Dalam proses Pilkada, dapat dilihat bahwa kewenangan dari masyarakat daerah untuk menentukan nasibnya sendiri sangat jauh dari kenyataan. Kepala Daerah adalah orang yang harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat, sehingga sangat terbuka ruang dimana Kepala Daerah yang terpilih adalah bukan orang yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat di daerah.
C. Pengaturan Tentang Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 Sentralisasi politik orde baru yang dituangkat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah, telah terbukti hanya berfungsi untuk menjadikan pemerintahan daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat belaka. 35 Kontrol yang sangat keta ini misalnya terlihat pada proses pemilihan kepala daerah dan pembuatan peraturan daerah. Bahkan tidak jarang pemerintah pusat melalui kementerian dalam negeri mementahkan kembali aspirasi masyarakat di daerah menyangkut kedua hal tersebut. Belum lagi persoalan pembagian sumber daya alam yang tidak mencerminkan keadilan antara pemerintah pusat dan daerah. Kondisi semacam itulah yang kemudian terakumulasi dan mencapai puncaknya ketika orde baru jatuh. Hampir seluruh
35
Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal. 130.
Universitas Sumatera Utara
daerah merasa yang selama orde baru berkuasa merasa diperlakukan tidak adil, menuntut kemerdekaan. Derasnya arus reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam penyelesaian gugatan ketidakadilan oleh daerah terhadap pemerintah pusat tersebut. Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 lebih memberikan keleluasaan menyelenggarakan pemerintahan daerahnya. Affan Gaffar, salah seorang yang membidani lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa ada beberapa ciri khas yang membedakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan undang-undang sebelumnya, antara lain: 36 1. Adanya upaya untuk melakukan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu dengan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada masyarakat di daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk memilih kepala daerah dan membuat peraturan daerahnya sendiri. 2. Upaya mendekatkan pemerintah kepada rakyat dengan menitikberatkan otonomi daerah pada kabupaten dan kota, tentunya dengan asumsi akan mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan (publik service). 3. Sistem otonomi luas dan nyata di semua bidang pemerintahan kecuali yang menyangkut kebijaksanaan politik luar negeri, hankam, moneter dan fiscal, sistem peradilan dan agama.
36
Dalam Ahmad Nadir, Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi: Studi Atas Artikulasi Politik Nahdliyyin dan Dinamika Politik dalam Pilkada Langsung di Kab. Gresik, Jatim, Averroes Press, Malang, 2005, hal. 106-107
Universitas Sumatera Utara
4. Tidak menggunakan sistem otonomi bertingkat yang diimplementasikan pada tidak dikenalnya lagi daerah Tingkat I dan II yang membawa konsekuensi Gubernur bukan lagi atasannya Bupati. 5. Penyerahan kewenangan kepada daerah kabupaten atau kota dilakukan bersamaan
dengan
penyerahan
pembiayaan
atas
penyelenggaraan
pemerintahan tersebut, selanjutnya hal ini diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Secara filosofis, otonomi daerah dapat diartikan sebagai sebuah mekanisme yang memberikan kewenangan kepada masyarakat di daerah untuk berpartisipasi secara luas dan mengekspresikan diri dalam bentuk-bentuk kebijakan lokal tanpa tergantung kepada kebijakan pemerintah pusat. Secara teknis, hal ini akan diimplementasikan pada proses politik yang terjadi di dalam penentuan kebijakan-kebijakan publik di daerah, seperti Pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan wakilnya, pembuatan berbagai peraturan daerah dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah. 37 Pasal 30 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa setiap daerah dipimpin oleh seorang kepala daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Kepala daerah propinsi disebut Gubernur yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil pemerintah. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai kepala daerah, Gubernur bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi. Tata cara pelaksanaan
37
Ibid, hal.
Universitas Sumatera Utara
pertanggungjawaban, ditetapkan dengan peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam kedudukan sebagai wakil pemerintah, Gubernur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan selaku kepala daerah, Bupati/ Walikota bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, ditetapkan dalam peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui pemilihan secara bersamaan. Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui tahapan pencalonan dan pemilihan. Untuk pencalonan dan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, dibentuk panitia pemilihan. Ketua dan para wakil ketua panitia pemilihan merangkap sebagai anggota. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Pemilihan, tetapi bukan anggota. Lebih detail tentang proses pilkada menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa penyelenggaraan pilkada adalah panitia pemilihan yang pada dasarnya memiliki tugas pokok, yaitu melakukan pemeriksaan berkas identitas mengenai bakat calon berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan; melakukan kegiatan teknis pemilihan calon; dan menjadi penanggungjawab penyelenggaraan pemilihan. Bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan yang dilakukan oleh panitia pemilihan, diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk ditetapkan sebagai calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. 38 Setiap fraksi melakukan kegiatan penyaringan pasangan bakal calon sesuai dengan syarat yang ditetapkan dalam pasal 33. Setiap fraksi menetapkan pasangan bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah dan menyampaikannya dalam rapat paripurna kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dua fraksi atau lebih dapat bersama-sama mengajukan pasangan bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah. Dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, setiap fraksi atau beberapa fraksi memberikan penjelasan mengenai bakal calonnya. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengundang bakal calon dimaksud untuk menjelaskan visi, misi, serta rencana-rencana kebijakan apabila bakal calon dimaksud terpilih sebagai kepala daerah. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat melakukan Tanya jawab dengan para bakal calon. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pimpinan fraksi-fraksi melakukan penilaian atau kemampuan dan kepribadian para bakal calon dan melalui musyawarah atau pemungutan suara menetapkan sekurang-kurangnya dua pasang calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang akan dipilih satu pasang di antaranya oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kemudian, nama-nama, calon Gubernur dan calon wakil
38
Pasal 35 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.
Universitas Sumatera Utara
Gubernur yang telah ditetapkan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dikonsultasikan dengan presiden. 39 Nama-nama calon Bupati dan calon wakil Bupati serta calon Walikota dan calon Wakil Walikota yang akan dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan dengan keputusan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemilihan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dilaksanakan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Apabila jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum mencapai kuorum, pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama satu jam. Apabila ketentuan tersebut belum tercapai, rapat paripurna diundur paling lama satu jam lagi dan selanjutnya pemilihan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah tetap dilaksanakan. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil. Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat memberikan suaranya kepada satu pasang calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dari pasangan calon yang telah ditetapkan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan, ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan disahkan oleh Presiden. Kepala daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali
39
Ibid
Universitas Sumatera Utara
hanya untuk sekali masa jabatan. Kepala daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk untuk bertindak atas nama Presiden. Tentang pemberhentian kepala daerah diatur bahwa Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan karena: 40 a. Meninggal dunia b. Mengajukan berhenti atas permintaan sendiri c. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru d. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 e. Melanggar sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (3) f. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 g. Mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus yang melibatkan tanggung jawabnya, dan keterangannya atas kasus itu ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pemberhentian
Kepala
Daerah
karena
alasan-alasan
sebagaimana
dimaksud dalam pasal 49 ditetapkan dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan disahkan oleh presiden. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dan jumlah anggota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota yang hadir.
40
Pasal 49 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Universitas Sumatera Utara
D. Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi. Perubahan yang paling signifikan yang terdapat dalam Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 adalah mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 ini terdiri dari 240 pasal, dari 240 pasal tersebut, 63 pasal di antaranya mengatur tentang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung, yaitu pasal 56 sampai dengan pasal 119. Dalam rangka mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, sesuai tuntutan reformasi dan amandemen UUD 1945, undang-undang ini menganut sistem pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dengan memilih calon secara berpasangan. Calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Asas yang digunakan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sama dengan asas pemilu sebagaimana diatur dalam undangundang pemilu, yaitu asas langsung, umum, bebas dan rahasia (luber), serta jujur dan adil (jurdil). Sistem pilkada dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu pilkada langsung dan pilkada tidak langsung. Faktor utama yang membedakan kedua metoda tersebut adalah bagaimana partisipasi politik rakyat dilaksanakan atau diwujudkan. Tepatnya adalah metoda penggunaan suara yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Pilkada yang tidak memberi ruang bagi rakyat untuk menggunakan hak pilih aktif, yakni hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, dapat disebut dengan pilkada tak langsung, seperti sistem pengangkatan dan/atau penunjukan oleh pemerintah pusat atau sistem pemilihan perwakilan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam sistem pengangkatan dan/atau penunjukan oleh pemerintah pusat, kedaulatan atau suara rakyat diserahkan bulat-bulat kepada pejabat pusat, baik Presiden maupun Menteri Dalam Negeri. Dalam sistem pemilihan perwakilan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kedaulatan rakyat atau suara rakyat diwakilkan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebaliknya pilkada langsung selalu memberikan ruang bagi implementasi hak pilih aktif. Seluruh warga asal memenuhi syarat dapat menjadi pemilih dan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Karena itulah, pilkada langsung sering disebut implementasi demokrasi partisipatoris, sedangkan pilkada tak langsung adalah implementasi demokrasi elitis. 41 Cara paling efektif untuk membedakan pilkadan langsung dan tak langsung adalah dengan melihat tahapan-tahapan kegiatan yang digunakan. Dalam pilkada tak langsung, partisipasi rakyat dalam tahapan-tahapan kegiatan sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Rakyat ditempatkan sebagai penonton proses pilkada yang hanya melibatkan elit. Rakyat sekadar menjadi objek politik, misalnya kasus dukung mendukung. Penonjolan peran dan partisipasi terletak pada elit politik, baik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau pejabat pusat. Dalam pilkada langsung, keterlibatan rakyat dalam tahapan-tahapan kegiatan
41
Joko Prihatmoko, Op.Cit, hal. 209.
Universitas Sumatera Utara
sangat terlihat jelas dan terbuka lebar. Rakyat merupakan subjek politik. Mereka menjadi pemilih, penyelenggara, pemantau dan bahkan pengawas. Oleh sebab itu, dalam pilkada langsung, selalu ada tahapan kegiatan pendaftaran pemilih, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, dan sebagainya. 42 Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi sebagai berikut: a. Masa persiapan, meliputi: 1. Pemberitahuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan 2. Pemberitahuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah 3. Perencanaan, penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah 4. Pembentukan panitia pengawas, PPK, PPS, dan KPPS 5. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau b. Tahapan pelaksanaan, meliputi: 1. Penetapan daftar pemilih 2. Pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah 3. Kampanye 4. Pemungutan suara
42
Ibid, hal. 209-210
Universitas Sumatera Utara
5. Penghitungan suara 6. Penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan dan pelantikan. Dari enam kegiatan tahap pelaksanaan tersebut, keterlibatan atau partisipasi masyarakat sebagai pemilih dan pemantau terlihat dalam penetapan daftar pemilih, kampanye, pencalonan, pemungutan suara, dan penghitungan suara. Hal itulah yang mencirikan bahwa pilkada berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan pilkada langsung. Namun persyaratan pilkada langsung akan lebih lengkap, dalam pengertian warga menggunakan hak pilih aktif, apabila rakyat atau warga terlibat langsung dalam tahap pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah/calon wakil kepala daerah serta penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih. Keterlibatan tersebut tidak hanya menjadi calon, namun juga mengawasi proses yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
E. Pencalonan Kepala Daerah Sebelum Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Calon Perseorangan Kualitas kompetisi dalam pilkada sesungguhnya dapat dilihat dari sistem pencalonan atau pendaftaran calon yang digunakan. Pencalonan juga merupakan suatu dimensi hak pilih aktif, yakni hak warga untuk dipilih. Dimensi lainnya adalah hak warga untuk memilih. Karena itulah, pencalonan merupakan tahapan penting yang ditunggu-tunggu masyarakat, khususnya para politisi dalam pilkada langsung.
Universitas Sumatera Utara
Suatu pencalonan disebut kompetitif apabila secara hukum (de jure) dan kenyataan (de facto) tidak menetapkan pembatasan dalam rangka menyingkirkan calon-calon atau kelompok tertentu atas alasan-alasan politik. 43 Artinya ketentuan perundang-undangan harus memberikan akses yang sama besar bagi warga yang memenuhi syarat untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Namun bukanlah sesuatu yang tidak benar apabila diatur mengenai persyaratan calon karena kedudukan dan fungsi kepala daerah menuntut kapasitas dan kapabilitas kepemimpinan yang memadai. Selama ini dikenal 2 jenis sistem pencalonan dalam pilkada langsung, yaitu: 44 1. Sistem pencalonan terbatas Sistem pencalonan terbatas adalah sistem pencalonan yang hanya membuka akses bagi calon-calon dari partai politik. 45 Paradigm berfikir yang dianut sistem pencalonan terbatas adalah bahwa hanya partai-partai politik saja yang memiliki sumber daya manusia yang layak memimpin pemerintahan atau hanya partai-partai politik yang menjadi sumber kepentingan. Komunitas atau kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, seperti organisasi massa, organisasi social, professional, usahawan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan sebagainya dianggap belum mampu mencetak sumber daya manusia yang mampu bukanlah memimpin pemerintahan atau menjadi sumber kepemimpinan. Oleh sebab itulah, 43
Aurel Croissant dalam Aurel Croissant et.al, “Pendahuluan”, Politik Pemilu di Asia Tenggara dan Asia Timur, Pensil-324 dan Friedrich Ebert Stiftung, Jakarta, hal. 13. 44 Joko Prihatmoko, Op.Cit, hal. 235-236. 45 Sistem ini mulai dikenal pada abad 18, yang ditandai dengan kelahiran partai-partai politik di Eropa Barat.
Universitas Sumatera Utara
sistem pencalonan terbatas dikenal sebagai salah satu cirri demokrasi elitis, yang biasa dianut di negara-negara otoritarian dan sosialis. Misalnya, sistem ini pernah digunakan Uni Soviet tahun 1990-an sehingga seluruh kepala daerah adalah pengurus partai komunis. 2. Sistem pencalonan terbuka Sistem pencalonan terbuka memberi akses yang sama bagi anggota/ pengurus partai-partai politik dan anggota komunitas atau kelompokkelompok lain di masyarakat, seperti organisasi masa, organisasi sosial, professional, usahawan, LSM, bintang film dan intelektual, jurnalis dan sebagainya. Paradigma sistem pencalonan terbuka adalah bahwa sumber daya
manusia
berkualitas
tersebar
dimana-mana
dan
sumber
kepemimpinan dapat berasal dari latar belakang apapun. Sumber daya manusia memiliki kesempatan berkembang dan bertumbuh secara sama di sektor sosial, bisnis, dan akademik. Sistem pencalonan terbuka semakin populer dengan berkembangnya industrialisasi sehingga wajar apabila dianut oleh negara-negara demokrasi mapan, yang nota bene Negara industri dengan tingkat ekonomi maju atau sangat maju, seperti Amerika Serikat, Perancis, Jerman, dan sebagainya. Pilkada di Republik Rusia saat ini misalnya, sudah mengakomodasikan sistem pencalonan terbuka. Demikian pula dengan pencalonan untuk anggota parlemen. Sistem pencalonan pilkada langsung yang dirumuskan dalam Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 merupakan sistem yang tidak memiliki batas-batas yang tegas sebagai sistem
Universitas Sumatera Utara
terbatas atau terbuka. Indikator utama bahwa batas sistem pencalonan tidak jelas adalah bahwa mekanisme pendaftaran calon menempatkan partai politik pada posisi dan fungsi yang sangat strategis atau menentukan 46, namun calon perseorangan diakomodir dalamn proses pencalonan pilkada langsung tetapi aksesnya sangat sempit. 47 Sempitnya akses calon perseorangan itulah yang memberi konfirmasi bahwa nuansa rekrutmen calon oleh partai menggunakan sistem tertutup. 48 Peserta dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Pengertian partai politik atau gabungan partai politik dalam hal ini, adalah partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dengan ditetapkannya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-III/2005, berkenaan dengan permohonan uji materil terhadap penjelasan pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka MK dalam putusannya menyatakan: -
Penjelasan pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945
-
Penjelasan pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini, partai politik atau
gabungan partai politik peserta pemilu 2004 yang tidak memiliki kursi di Dewan
46
Lihat pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Lihat pasal 59 ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. 48 Joko Prihatmoko, Op.Cit, hal. 240-241. 47
Universitas Sumatera Utara
Perwakilan Rakyat Daerah, dapat mengusulkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pilkada, asal saja partai politik atau gabungan partai politik dimaksud memiliki akumulasi suara sah pada pemilu legislatif yang lalu, sekurang-kurangnya 15%. Dengan demikian, partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengusulkan pasangan calon adalah partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat: 1. Memiliki sekurang-kurangnya lima belas persen di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, atau 2. Memiliki lima belas persen akumulasi perolehan suara sah dalam daerah pemilihan yang bersangkutan. Syarat kedua ini merupakan alternatif bagi partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memenuhi syarat pertama, yaitu lima belas persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal ini dimungkinkan karena terdapat kemungkinan partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memperoleh lima belas persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, memperoleh lima belas persen akumulasi suara sah karena adanya sisa suara di daerah-daerah pemilihan yang tidak terkonversi dalam bentuk kursi. Untuk memberi peluang kepada bakal calon perorangan, partai politik atau gabungan partai politik, wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perorangan dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud, melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Dalam menetapkan calon,
Universitas Sumatera Utara
partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat. Idealnya proses pencalonan dilakukan melalui sistem dua pintu. Pintu pertama melalui partai politik, sedangkan pintu kedua melalui usulan dari masyarakat. Pasangan calon yang diusulkan oleh masyarakat ini, umpamanya diisyaratkan harus mendapat dukungan satu persen dari jumlah pemilih terdaftar.49 Syarat-syarat untuk dapat diusulkan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat: 50 1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Setia kepada pancasila sebagai dasar Negara, UUD Negara RI Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara kesatuan Republik Indonesia serta pemerintah 3. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah lanjutan tingkat Atas/atau sederajat 4. Berusia sekurang-kurangnya tiga puluh tahun 5. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter 6. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau lebih.
49
Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 70. 50 Pasal 58 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara
7. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 8. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat 9. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan 10. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara 11. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap 12. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela 13. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP, wajib mempunyai bukti pembayaran pajak 14. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan, serta keluarga kandung, suami atau isteri 15. Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah, selama dua kali masa jabatan yang sama, dan 16. Tidak dalam status sebagai pejabat kepala daerah. Pada saat mendaftarkan pasangan calon ke KPUD, partai politik atau gabungan partai politik wajib menyerahkan: 51 1. Surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung
51
Pasal 59 ayat (5) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara
2. Kesepakatan
tertulis
antarpartai
politik
yang
bergabung
untuk
mencalonkan pasangan calon 3. Surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan, yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan-pimpinan partai politik yang bergabung 4. Surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan 5. Surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon 6. Surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan 7. Surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota TNI, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia 8. Surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya, bagi pimpinan DPRD, tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi wilayah kerjanya 9. Surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah 10. Kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah 11. Naskah visi, misi dan program dari pasangan calon secara tertulis.
Universitas Sumatera Utara
Partai politik atau gabungan partai politik hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasanga calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya. Masa pendaftaran pasangan calon berlangsung paling lama tujuh hari, terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon. KPUD dalam melakukan penelitian terhadap persyaratan administrasi dari para calon, perlu melakukan klarifikasi terhadap instansi pemerintah yang berwenang dan menerima masukan dari masyarakat. Hasil penelitian tersebut dalam jangka waktu paling lama tujuh hari, terhitung sejak tanggal penutupan pendaftaran, diberitahukan secara tertulis kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon bersangkutan. 52 Apabila pasangan calon, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan KPUD, ternyata belum memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat, partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon, diberi kesempatan untuk dan/atau memperbaiki surat percalonan, beserta persyaratan pasangan calon atau mengajukan calon baru, paling lambat tujuh hari pada saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPUD. 53 Selanjutnya, KPUD melakukan penelitian ulang kelengkapan data dan/atau perbaikan persyaratan pasangan calon dan memberikan hasil penelitian tersebut paling lambat tujuh hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan. Apabila hasil penelitian persyaratan pasangan calon untuk kedua kalinya ditolak oleh KPUD,
52 53
Pasal 60 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Pasal 60 ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara
partai politik atau gabungan partai politik yang bersangkutan tidak dapat lagi mengajukan pasangan calon baru. Berdasarkan hasil penelitian, KPUD menetapkan pasangan calon minimal dua pasangan calon yang dituangkan dalam berita acara penetapan pasangan calon. 54 Sayangnya, dalam undang-undang ini tidak diatur bagaimana jalan keluarnya apabila pasangan calon yang memenuhi syarat berdasarkan hasil penelitian KPUD hanya satu pasangan. Kita berharap jalan keluar untuk mengatasi masalah ini akan kita temukan dalam peraturan pemerintahsebagai peraturan pelaksana dari UU No. 32 Tahun 2004. Pasangan calon yang sudah ditetapkan oleh KPUD diumumkan secara luas paling lambat tujuh hari sejak selesainya penelitian. Kemudian, dilakukan undian secara terbuka, dalam arti wajib dihadiri oleh pasangan calon, wakill partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan, pers dan wakil masyarakat, terhadap pasangan calon yang sudah ditetapkan/diumumkan untuk menentukan nomor urut pasangan calon. Berdasarkan ketentuan Pasal 61 ayat (4) UU No. 32 Tahun 2004, penetapan pengumuman calon oleh KPUD bersifat final dan mengikat. Dalam hal ini berarti tidak ada lagi upaya, baik secara politis maupun secara hukum dilakukan untuk membatalkan penetapan pasangan calon tersebut. Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonya dan/atau pasangan calonnya. Pasangan calon atau seorang dari pasangan calon dilarang mengundurkan diri, partai politik atau gabungan partai politik yang dicalonkan tidak dapat lagi mengajukan calon penganti.
54
Pasal 60 ayat (2) dan (4) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian, apabila salah satu calon berhalangan tetap:55 1. Sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap, dapat mengusulkan calon pengganti, paling lambat tiga hari sejak pasangan calon berhalangan tetap. Kemudian, KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat empat hari sejak calon pengganti di daftarkan. 2. Sejak dimulainya kampanye sampai pemungutan suara, dan masih terdapat dua pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat diganti dan dinyatakan gugur; Apabila salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara sehingga jumlah pasangan calon kurang dari dua pasangan, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lambat tiga puluh hari sejak pasangan calon berhalangan tetap. Kemudian, KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat empat hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan. 3. Setelah pemungutan suara putaran pertama, sampai dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, ditunda paling lambat tiga puluh hari.
55
Pasal 63 dan 64 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap, mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat tiga hari sejak pasangan calon berhalangan tetap. Selanjutnya, KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat empat hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan.
F. Pencalonan Kepala Daerah Setelah Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Calon Perseorangan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) diatur dalam UU Pemda pada pasal 56. Sebelumnya Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Namun ada keinginan dari masyarakat untuk memilih kepala daerah tanpa harus melalui partai politik.
Masyarakat
mengecewakan.
menilai kinerja partai politik
Keinginan
masyarakat
tersebut
seelama
akhirnya
ini
melalui
sangat Lalu
Ranggalawe diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan uji materil terhadap UU No. 32 tahun 2004 tenteng Pemerintahan Daerah. Ranggalawe mengangap bahwa undang-undang tersebut membatasi hak warganegara untuk duduk dala pemerintahan. Akhirnya pada tahun 2007 Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa calon perseorangan (calon independen) dapat ikut dalam pilkada.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam huku dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan” Atas dasar dua pasal tersebut MK menyatakan bahwa calon idependen dapat berpartisipasi dalam pilkada, karena hal tersebut adalah hak konstitusional yang dimiliki oleh warga negara. Kini masyarakat menyambut positif putusan MK tersebut. Dan saat ini telah keluar Undang-undang No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. dalam undang-undang tersebut diatur mengenai mekanisme Pilkada yang diikuti oleh calon independen. Adapun pasal-pasal UU No. 32 Tahun 2004 yang mendapat sorotan Mahkamah Konstitusi dalam perkara dimaksud adalah Pasal 56 dan Pasal 59. Pasal 56 UU No. 32 Tahun 2004 berbunyi: (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Mahkamah
Konstitusi
memutuskan
bahwa
ayat
(2)
di
atas
bertentangan dengan UUD 1945 karena hanya memberi kesempatan kepada partai politik atau gabungan partai politik dan menutup hak konstitusional calon
Universitas Sumatera Utara
perseorangan dalam Pilkada. Dengan demikian, Ayat (2) ini dinyatakan tidak mempunyai hukum mengikat. Pasal 59 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 32 Tahun 2004 berbunyi: (1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. (2) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. (3) Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Mahkamah Konstitusi menyatakan bertentangan dengan UUD 1945, dan selanjutnya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, Ayat (1) di atas sepanjang mengenai frasa “yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik”. Juga Ayat (2) sepanjang mengenai frasa ”sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”, serta Ayat (3) sepanjang mengenai frasa “Partai politik atau gabungan partai politik wajib”, frasa ”yang seluas-luasnya”, dan frasa “dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud”. Mahkamah Konstitusi memutuskan Pasal 59 UU No. 32 Tahun 2004 ayat (1), (2), dan (3) menjadi berbunyi sbb.: (1) (2)
Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon. Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
(3)
Membuka kesempatan bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 melalui mekanisme yang demokratis dan transparan. Demikianlah antara lain diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim
yang dihadiri sembilan hakim konstitusi tgl 20 Juli 2007 yang lalu dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi yang terbuka untuk umum tgl 23 Juli 2007. Putusan ini ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie serta para Anggota Mahkamah Konstitusi, yakni Harjono, H.A.S. Natabaya, I Dewa Gede Palguna, H.M. Laica Marzuki, Abdul Mukthie Fadjar, H. Achmad Roestandi, Maruarar Siahaan, dan Soedarsono. Pertimbangan hukum MK dalam putusan Nomor 5/PUU-V/2007 tidak hanya pertimbangan yang dikemukakan untuk sampai pada amar putusan. Bukan hanya argumentasi yang menopang kokohnya amar putusan. Tetapi, dalam putusan itu MK juga memberikan pertimbangan bagi para pembentuk undangundang dalam merumuskan salah satu persyaratan bagi calon perseorangan, yaitu tentang jumlah dukungan minimal pencalonan perseorangan (Non-Parpol) dalam pilkada. Hal yang demikian ini dapat dikategorikan sebagai penafsiran fungsional (functional interpretation).56 Syarat jumlah dukungan bagi calon kepala/wakil kepala daerah perseorangan tidak boleh lebih berat daripada syarat parpol atau gabungan parpol. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi ketidakadilan karena perolehan wakil di DPRD atau jumlah suara parpol didapatkan melalui pemilihan umum yang biayanya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara, sedangkan 56
http://yancearizona.files.wordpress.com/2008/11/pembuka-pintu-bagi-calon-perseorangan1.pdf. Diakses pada tanggal 7 Juni 2009.
Universitas Sumatera Utara
calon perseorangan harus mengumpulkan sendiri pernyataan dukungan dari pendukungnya. Demikian pula halnya syarat dukungan bagi calon perseorangan tidak boleh demikian ringan sehingga akan membuka kesempatan bagi orangorang yang tidak bersungguh-sungguh yang pada gilirannya dapat menurunkan nilai dan citra demokrasi yang dapat bermuara pada turunnya kepercayaan rakyat terhadap pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. 57 MK mengambil contoh syarat jumlah dukungan bagi calon perseorangan dari Undang-undang Pemerintahan Aceh, dengan menyatakan: Bahwa pembentuk undang-undang telah menentukan syarat dukungan bagi calon perseorangan sebagaimana terdapat dalam Pasal 68 Ayat (1) Undang-undang Pemerintahan Aceh, yaitu ”sekurang-kurangnya 3% (tiga persen) dari jumlah penduduk yang tersebar di sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur dan 50% (lima puluh persen) dari jumlah kecamatan untuk pemilihan bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota.” Peserta pilkada adalah pasangan calon yang terdiri dari calon Gubernur atau Bupati atau Walikota dan wakilnya. Calon kepala daerah dan wakilnya dapat diajukan oleh partai politik, gabungan partai politik maupun perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2008. Pencalonan melalui partai politik sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi
57
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Jika diajukan oleh gabungan partai politik suara partai politik tersebut juga harus memenuhi 15%. Partai politik yang tidak memenuhi 15% dapat melakukan koalisi dengan partai lain untuk mencalonkan pasangan kepala daerah. Dalam UU No. 12 tahun 2008, calon perorangan dibagi dua kategori yaitu calon Gubernur-wakil gubernur dan Bupati/wakil bupati atau Walikota/wakil walikota. Pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan: 58 a. provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen); b. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 (dua juta) sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen); c. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 (enam juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurangkurangnya 4% (empat persen); dan d. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen).
58
Pasal 59 ayat 2a Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud di atas tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi dimaksud. Pasangan calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan: 59 a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen); b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen); c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan l.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurangkurangnya 4% (empat persen); dan d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen). Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud di atas tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud. Calon independen yang akan menjadi calon kepala daerah harus mengumpulkan dukungan dari konstituennya. Dukungan ini dapat dilakukan dengan surat pernyataan dukungan yang dilampirkan dengan kartu identitas. Jika telah memenuhi persyaratan maka syarat yang telah terkumpul diserahkan kepada
59
Pasal 59 ayat 2b Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
KPUD untuk dilakukan verifikasi. Nantinya akan dilakukan pemeriksaan terhadap syarat-syarat yang telah dilampirkan oleh pasangan bakal calon kepala daerah dan wakilnya. Jika telah lolos verifikasi maka KPUD akan menetapkan pasangan calon paling kurang 2 (dua) pasangan calon yang dituangkan dalam Berita Acara Penetapan pasangan calon. Selanjutnya dilakukan undian secara terbuka untuk menetapkan nomor urut pasangan calon. Selain mekanisme pencalonan kepala daerah UU No 12 tahun 2008 memberikan persyaratan yang cukup banyak untuk menjadi calon kapala daerah antara lain: 60 1. 7bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945,
cita-cita
Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah; 3. berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat; 4. berusia
sekurang-kurangnya
30
(tiga
puluh)
tahun
bagi
calon
gubernur/wakil gubernur dan berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota; 5. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
60
Pasal 58 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
6. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; 7. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 8. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya; 9. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; 10. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara; 11. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 12. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak; 13. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri; 14. belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; 15. tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah; dan 16. mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya. Calon perseorangan pada saat mendaftar wajib menyerahkan: 61
61
Pasal 59 ayat 5a Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
a. surat pencalonan yang ditandatangani oleh pasangan calon perseorangan; b. berkas dukungan dalam bentuk pernyataan dukungan yang dilampiri dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan tanda penduduk; c. surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon; d. surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; e. surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; f. surat pernyataan nonaktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di daerah wilayah kerjanya; g. surat pembericahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; h. kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan i.
visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis. Dibukanya
kesempatan
bagi
calon
kepala/wakil
kepala
daerah
perseorangan dalam pilkada dapat dikatakan sebagai bentuk fragmentasi pencalonan. Pola fragmentasi adalah pola yang muncul sebagai gambaran atas
Universitas Sumatera Utara
pola reformasi di Indonesia. Di bidang hukum misalnya, kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penyelidikkan dan penuntutan kasus korupsi disamping Kepolisian dan Kejaksaan; atau kehadiran Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pengawasan terhadap hakim disamping pengawasan internal oleh Mahkamah Agung, adalah fragmentasi dalam struktur hukum. Di bidang tata pemerintahan, otonomi daerah atau desentralisasi sebagai anti-tesa terhadap sentralisme yang diterapkan Orde Baru dalam banyak hal memfragmentasi sentralisme itu sendiri. Desentralisasi tampil sebagai distribusi sentralisasi yang sebelumnya dominan atau terpusat pada pemerintah pusat, kemudian menyebar ke daerah-daerah dalam bentuk sentralisme di daerah. Hal inilah kemudian yang menimbulkan “raja-raja kecil” sebagai hasil simbiosis pemerintah daerah dengan kalangan saudagar yang dalam praktiknya bercermin pada pola “koncoisme” pemerintahan Orde Baru yang sentralisme, salah satunya yaitu melakukan kegiatan-kegiatan bisnis dengan menjadikan pemerintahan dan kebijakannya sebagai instrumen meraup keuntungan. Tetapi, dalam beberapa kasus ada kisah-kisah berseberangan yang menampilkan kesuksesan otonomi daerah, karena ada daerah-daerah tertentu yang mampu menghidupkan pelayanan publik yang baik. Dibidang politik, fragmentasi terjadi sejak dibukanya kesempatan pembentukan partai politik baru dimasa awal reformasi. Banyaknya partai politik yang berperan sebagai infrastruktur politik membuat pola ini dikenal dengan sebutan sistem multi-partai. Selanjutnya lewat putusan MK Nomor 5/PUU-
Universitas Sumatera Utara
V/2007, fragmentasi terjadi dalam pencalonan kepala/wakil kepala daerah. Kewenangan untuk mencalonkan kepala/wakil kepala daerah yang selama ini didominasi oleh partai politik atau gabungan partai politik, kini terfragmentasi tidak hanya dominasi partai politik, tetapi dapat juga diikuti melalui calon perseorangan dengan syarat memenuhi dukungan suara minimal pencalonan.
Universitas Sumatera Utara