BAB II PENGATURAN INTERNET BANKING DI INDONESIA
A. Pengaturan Internet Banking Dalam Peraturan Hukum Indonesia Pengaturan internet banking tentu saja tidak terlepas dari Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 beserta undang-undang perubahannya yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Di dalam peraturan hukum Indonesia, belum ada pengaturan yang khusus dan jelas mengenai internet banking. Namun, perbincangan tentang perlunya aturanaturan yang jelas mengatur masalah internet banking sudah marak dikaji dan dibahas. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik kini cuku mampu mengatur permasalahan-permasalahan hukum dari sistem internet banking sebagai salah satu layanan perbankan yang merupakan wujud perkembangan teknologi informasi. Adanya sutu aturan hukum yang khusus mengatur tentang internet banking khususnya tentang perlindungan hukum bagi nasabah pengguna layanan internet banking tetap diperlukan. Formulasi aturan yang dibutuhkan bukan lagi pada tingkat peraturan dan keputusan, tetapi apabila melihat kompleksitas pokok permasalahannya antara lain adalah keabsahan transaksi dan kekuatan pembuktian, Sanksi hukum terhadap para pelanggar, sistem keamanan dalam transaksi, yurisdiksi hukum, dan penyelesaian sengketa. Dimana dibalik keuntungan dari internet banking, ada juga beberapa risiko dari kehandalan teknologi internet banking. Yang paling perlu
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan dalam hal ini adalah tingkat perlindungan hukum bagaimana yang dapat diberikan untuk mencegah dan menanggulangi akibat dari penyelenggaraan internet banking. 25 Meskipun tidak ada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang internet banking di Indonesia, khususnya tentang perlindungan nasabah pengguna layanan internet banking, kita dapat menemukan peraturan yang berkaitan dengan internet banking dengan cara menafsirkan peraturan-peraturan tersebut ke dalam pemahaman tentang internet banking, atau mengaitkan peraturan yang satu dengan peraturan lainnya. Penafsiran hukum ialah suatu upaya yang pada dasarnya menerangkan, menjelaskan, menegaskan baik dalam arti memperluas ataupun membatasi atau mempersempit pengertian hukum yang ada dalam rangka penggunaannya untuk memecahkan masalah atau persoalan yang sedang dihadapi. Macam-macam penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum: 26 a. Penafsiran tata bahasa (gramatika) Penafsiran tata bahasa adalah cara penafsiran berdasarkan pada bunyi ketentuan undang-undang, dengan berpedoman pada arti perkataan-perkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai oleh undangundang, yang dianut ialah semat-mata arti perkataan menurut tata bahasa atau kebiasaan, yakni arti dalam pemakaian sehari-hari. b. Penafsiran sahih (resmi, autentik) 25
Ibid http://www.bppk.depkeu.go.id/webpajak/index.php/download-area/cat_view/43-diklat-teknis/47dtsd-pajak-ii, diakses tanggal 5 Mei 2010 26
Universitas Sumatera Utara
Penafsiran sahih adalah penafsiran yang pasti terhadap kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh pembentuk Undangundang. Misalnya arti “malam” dalam Pasal 98 KUHP yang berarti waktu antara matahari terbenam dari matahari terbit. c. Penafsiran histories 1) Sejarah hukumannya, yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya hukum tersebut. 2) Sejarah undang-undangnya, yang diselidiki maksud pembentuk undangundang pada waktu membuat undang-undang itu. d. Penafsiran sistematis (dogmatis) Penafsiran sistematis adalah penafsiran memiliki susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasal lainnya baik dalam undang-undang itu maupun dengan undang-undang yang lain. e. Penafsiran sosiologi Penafsiran sosiologi adalah penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-undang itu dibuat. f. Penafsiran ekstensip. Penafsiran ekstensip ialah penafsiran dengan memperluas arti, kata-kata dalam peraturan itu sehingga sesuatu peristiwa dapat dimaksudkan dalam ketentuan itu. Misalnya, aliran listrik termasuk benda. g. Penafsiran restriktif. Penafsiran restriktif ialah penafsiran dengan mempersempit arti kata-kata dalam suatu undang-undang, misalnya .kerugian. tidak termasuk kerugian yang tidak berwujud seperti sakit, cacat dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
h.
Penafsiran analogis Penafsiran analogis ialah penafsiran pada suatu hukum dengan memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan, kemudian dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.
i. Penafsiran a contrario. Penafsiran a contrario ialah suatu cara penafsiran undang-undang yang didasarkan pada lawan dari ketentuan tersebut. Contoh: Pasal 34 BW yang menyatakan bahwa “seorang perempuan tidak diperkenankan menikah lagi sebelum lewat 300 hari setelah perkawinannya terdahulu diputuskan”. Bagaimana dengan laki-laki? Tidak berlaku karena kata laki-laki tidak disebutkan. Peraturan perundangan tersebut yang dapat dikaitkan dengan internet banking misalnya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Di dalam Undang-undang ini bahkan tidak ada pasal yang jelas-jelas mengatur tentang internet banking. Akan tetapi, ada pasal yang mengatur tentang transaksi dengan media internet. Dengan dilakukan penafsiran terhadap Undang-Undang ini, maka apabila ada pihak-pihak tertentu yang menyalahgunakan media internet dalam transaksi perbankan, maka apabila terjadi permasalahan ataupun sengketa berkaitan dengan internet banking dan diatur dalam undang-undang ini, maka dapat diselesaikan atau diproses dengan berdasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan lainnya yang juga di dalamnya terdapat ketentuan mengenai internet banking adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Internet banking disini disebutkan dengan istilah electronic banking. Ketentuan pasal yang mengatur secara khusus tentang electronic banking dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tersebut adalah Pasal 22 dan Pasal 23. Pasal 22 : (1) Bank yang menyelenggarakan kegiatan Electronic Banking wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. (2) Bank harus memberikan edukasi kepada nasabah mengenai produk Electronic Banking dan pengamanannya secara berkesinambungan. Pasal 23 : (1) Setiap rencana penerbitan produk Electronic Banking baru harus dimuat dalam Rencana Bisnis Bank. (2) Setiap
rencana
penerbitan
produk Electronic
Banking
yang
bersifat
transaksional wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan sebelum produk tersebut diterbitkan. (3) Pelaporan rencana produk Electronic Banking sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi produk Electronic Banking sepanjang terdapat ketentuan Bank Indonesia yang secara khusus mengatur persyaratan persetujuan produk tersebut.
Universitas Sumatera Utara
(4) Laporan rencana penerbitan produk sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib
dilengkapi dengan hal-hal sebagai berikut: a. bukti-bukti kesiapan untuk menyelenggarakan Electronic Banking yang paling kurang memuat: 1) struktur organisasi yang mendukung termasuk pengawasan dari pihak manajemen; 2) kebijakan, sistem, prosedur dan kewenangan dalam penerbitan produk Electronic Banking; 3) kesiapan infrastruktur Teknologi Informasi untuk mendukung produk Electronic Banking; 4) hasil analisis dan identifikasi risiko terhadap risiko yang melekat pada produk Electronic Banking; 5) kesiapan
penerapan
manajemen
risiko
khususnya
pengendalian
pengamanan (security control) untuk memastikan terpenuhinya prinsip kerahasiaan
(confidentiality),
integritas
(integrity),
keaslian
(authentication), non repudiation dan ketersediaan (availability); 6) hasil analisis aspek hukum; 7) uraian sistem informasi akuntansi; 8) program perlindungan dan edukasi nasabah. b. hasil analisis bisnis mengenai proyeksi produk baru 1 (satu) tahun kedepan. (5) Penyampaian pelaporan
sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat (2)
harus
dilengkapi dengan hasil pemeriksaan dari pihak independen untuk memberikan pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan pengamanan sistem Teknologi
Universitas Sumatera Utara
Informasi terkait produk serta kepatuhan terhadap ketentuan dan atau praktekpraktek yang berlaku di dunia internasional. (6) Dalam hal Teknologi Informasi yang
digunakan dalam menyelenggarakan
kegiatan Electronic Banking dilakukan oleh pihak penyedia jasa maka berlaku pula ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab IV mengenai penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. (7) Realisasi rencana penerbitan produk Electronic Banking wajib dilaporkan paling lambat 1 (satu) bulan sejak rencana dilaksanakan dengan menggunakan format Laporan Perubahan Mendasar Teknologi Informasi. Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi juga dapat dikaitkan dengan internet banking, mengingat bahwa penyelenggaraan internet banking pada dasarnya tidak terlepas dari penggunaan jasa telekomunikasi Dalam rangka memberikan perlindungan kepada nasabah dalam penggunaan layanan internet banking, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen juga dapat dikaitkan dengan penyelenggaraan internet banking. Dalam hal ini, perusahaan yang dimaksud adalah bank, dan konsumen yang dimaksud adalah nasabah. Dalam prakteknya, ada dua aturan yang digunakan dalam penyelenggaraan internet banking, yaitu self-regulation dan government regulation. Self regulation merupakan aturan yang biasanya dibentuk oleh para pihak untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan hukum (vacuum of law) dalam rangka perlindungan nasabah dan bank dalam penggunaan internet banking, sedangkan government regulation
Universitas Sumatera Utara
merupakan aturan yang biasanya dibentuk oleh pemerintah untuk melindungi nasabah dan bank dalam penggunaan internet banking. Khusus mengenai aturan self-regulation meliputi aturan-aturan substantif yang maksudnya untuk menjamin bahwa konsumen (dalam hal ini adalah nasabah) mengetahui bahwa perusahaan (bank) memenuhi persyaratan yang dibutuhkan oleh konsumen. 27 Pada praktek Perbankan di Indonesia pada umumnya, khususnya dalam hal internet banking, yang paling sering digunakan adalah self-regulation. Hal ini disebabkan karena Indonesia belum memiliki peraturan yang secara khusus mengatur internet banking guna melindungi kepentingan nasabah, sehingga bank membuat aturan-aturannya sendiri yang dirasa adil dalam melindungi kepentingan, baik kepentingan nasabah maupun kepentingan bank. Meskipun ada aturan self-regulation yang sudah banyak diciptakan oleh masing-masing bank yang menyelenggarakan layanan internet banking, namun aturan government regulation yang benar-benar mengatur secara khusus mengenai internet banking sangatlah diperlukan. Apalagi dengan adanya aturan self regulation, maka aturan yang dibuat oleh bank yang satu akan berbeda dengan aturan yang dibuat oleh bank yang lain. Peraturan perundangan yang akan dibentuk itu sebaiknya memuat aturan-aturan yang jelas mengenai internet banking, khususnya mengenai perlindungan nasabah dalam penggunaan internet banking. Dengan dibuatnya peraturan perundangan yang jelas dan mengatur secara khusus mengenai internet
27
Paula Bruening, “Elements of effetive Self-Regulation for Protection of Privacy”, dikutip dari http://www.ntia.doc.gov/reports/privacydraft/198dftprin.htm, diakses tanggal 13 Maret 2010
Universitas Sumatera Utara
banking, diharapkan dapat melindungi kepentingan nasabah dan kepentingan bank secara seimbang.
B. Aspek Hukum Internet Banking Keamanan fisik atau aset keuangan dijamin oleh standar implementasi, seperti halnya prinsip akuntan yang diterima secara umum yang diformulasikan oleh American Institute of Certified Public Accountants dan Financial Accounting Standards Board ditambah lagi dengan praktik bisnis yang rasional, yakni meliputi pembatasan prosedur keamanan dari keduanya. Untuk fungsi-fungsi sensitif seperti pembelian dan pembayaran (disbursements) untuk dokumen sensitif yang rusak (shredding) sebelum menggunakan sistem mereka. Dalam beberapa hal, prinsip sistem keamanan informasi adalah ekuivalen untuk menetapkan prosedur keamanan ini, tetapi dalam banyak hal mereka meningkatkan masalah manajemen dan teknis. 28 Pada tahun 1991, The National Research Council (NRC) menerbitkan Computers at Risk; Safe Computing in the Information Age, dan dikenal sebagai formulasi komprehensif dari Generally Accepted System Security Principle (GSSP) yang akan menyediakan artikulasi yang jelas dari keamanan esensial ke depan, kepastian (assurance), dan praktik. Berikut ini contoh-contoh yang ditawarkan NRC sebagai elemen potensial dari GSSP. 29 1. Kualitas kontrol (quality control).
28
Budi Agus Riswandi, loc.cit,. hlm 114 Bejamin Wright and Jane K. Winn, The Law of Electronic Commerce (New York : Aspen Law and Bussiness, 2000, hlm. 2-3
29
Universitas Sumatera Utara
Setiap sistem harus memiliki ketepatan sistem untuk menyediakan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk menyuplai sebelum perhatian keamanan dimasukkan ke dalam laporan. 2. Ketentuan Pengawasan kode akses serta data (access control on code as well as data). Setiap sistem harus mengawasi kode akses serta data, khususnya bentuk operasioperasi oleh pengguna. 3. Identifikasi pengguna dan autentisitas (user indentification and authentication). Setiap sistem harus menjamin (properly) setiap pengguna dengan pantas melalui identifikasi sistem yang benar. 4. Keamanan mencatat (security logging). Setiap sistem harus mencatat semua surat pemeriksa keuangan pada sistem operasi keamanan yang relevan, mencakup percobaan-percobaan yang tidak patut (improrer attempts) melalui akses sistem dan perlindungan pencatatan untuk mencegah dari penghapusan atau perubahan setelah peristiwa pencatatan. 5. Keamanan administrasi (security administrator). Setiap sistem harus mempunyai tempat khusus pengguna yang diperbolehkan untuk memodisikasi keamanan negara (the security state) dari sistem menurut standar prosedur. 6. Data encryption. Setiap sistem jaringan harus mempunyai metode encryption confidensial atau komunikasi sensitif.
Universitas Sumatera Utara
7. Pemeriksa keuangan independen (independent audit), independensi, pemeriksaan rahasia dari sistem administrasi, menganalogikan pemeriksaan keuangan bisnis oleh perusahaan akuntan. 8. Analisis risiko/bahaya (hazard analysis) Analisis biaya seharusnya dilakukan untuk setiap sistem keamanan kritik. Kelompok jaringan kerja IEFT membangun Guidelines for the Secure Operation of the Internet, yakni pedoman pelaksanaan keamanan internet yang harus diimplementasikan berdasarkan basis kerelaan dari masyarakat pengguna internet. Pedoman tersebut berisikan tentang poin-poin utama yakni sebagai berikut : 30 1. Pengguna bertanggung jawab secara pribadi untuk mengerti dan menghormati sistem kebijakan keamanan, baik komputer maupun jaringan. Pengguna layanan internet banking harus dapat mempertanggungjawabkan perilaku mereka sendiri dalam menggunakan layanan internet banking. 2. Pengguna mempunyai tanggung jawab menjalankan mekanisme keamanan yang tersedia dan prosedur untuk melindungi data mereka sendiri. Mereka juga mempunyai suatu tanggung jawab untuk menilai dalam melindungi sistem mereka yang digunakan. 3. Penyedia jasa komputer dan jaringan bertanggung jawab untuk pembiayaan operasi sistem keamanan mereka. Mereka selanjutnya bertanggung jawab untuk memberitahukan pengguna dari kebijakan keamanan dan setiap perubahan untuk kebijakan ini.
30
Ibid
Universitas Sumatera Utara
4. Vendor dan pembangun sistem bertanggung jawab untuk menyediakan sistem yang mendengar dan mewujudkan (embody) kelayakan pengawasan keamanan. 5. Pengguna, penyedia jasa, hardware dan software vendor bertanggung jawab untuk mengoperasikan sistem keamanan. 6. Perbaikan teknis di protokol keamanan internet seharusnya mencari (sought) permasalahan mendasar. Dalam protokol baru, hardware atau software untuk internet semestinya menghormati aspek keamanan dari proses pembangunan dan desain protokol. Suatu pedoman meliputi prinsip set yang harus di ambil ke dalam laporan tidak hanya oleh organisasi yang menata rencana keamanan, tetapi juga oleh legislator dan regulator yang menetapkan legal framework untuk keamanan komputer. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut. 31 1. Accountability Pemilik, Penyedia, penguna dan pemerhati lainnya dengan sistem keamanan informasi seharusnya bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkannya. 2. Awareness Memperluas kemungkinan tanpa mengompromikan keamanan, semua pihak seharusnya dapat mengakses keuntungan dengan cepat terhadap materi ilmu pengetahuan dan keamanan. 3. Ethics
31
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Sistem informasi dan keamanan mereka seharusnya dipromosikan dengan cara menghormati hak-hak dan kepentingan pihak-pihak lain. 4. Multidiciplianary Ketentuan keamanan seharusnya mengambil semua aspek yang relevan mencakup teknis, perdagangan, dan hukum. 5. Proportionality Ketentuan keamanan seharusnya menempatkan risiko dari bahaya dan risiko dari sistem nilai informasi. 6. Integration Ketentuan keamanan seharusnya menggabungkan setiap aspek, kebijakan, dan prosedur organisasi lainnya. 7. Timeliness Aturan pencegahan dan merespons cabang pada keamanan harusnya diambil setiap waktu. 8. Reassesment Keamanan segarusnya dinilai secara periodik menyangkut pengembangan sistem informasi yang melewati batas waktu. 9. Democracy Sistem keamanan informasi seharusnya seimbang dengan penggunaan legitimasi arus informasi dalam masyarakat demokrasi.
Universitas Sumatera Utara
Ada dua jenis keamanan yang dipakai dalam internet banking yaitu: 32 1. Sistem Cryptografi Sistem ini menggunakan angka-angka yang dikenal dengan kunci (key). Sistem ini disebut juga dengan sistem sandi. Ada dua tipe cryptografi yaitu simetris dan asimetris. Pada sistem kriptografi simetris, skema algoritma sandi akan disebut kunci-simetris apabila untuk setiap proses enkripsi maupun deksripsi data secara keseluruhan digunakan kunci yang sama.Skema ini berdasarkan jumlah data per proses dan alur pengolahan data didalamnya dibedakan menjadi dua kelas, yaitu block-chipher dan stream-chiper. Sedangkan pada sistem kriptografi asimetris, skema algoritma sandinya menggunakan kunci yang berbeda untuk proses enkripsi dan dekripsinya. Skema ini disebut juga sebagai sistem kriptografi kunci publik karena kunci untuk enkripsi dibuat untuk diketahui oleh umum (public key), tapi untuk proses dekripsinya hanya dapat dilakukan oleh yang berwenang yang memiliki kunci rahasia untuk mendekripsinya, disebut private-key. 33 2. Sistem Firewall Firewall merupakan sistem yang digunakan untuk mencegah pihak-pihak yang tidak diizinkan untuk memasuki daerah yang dilindungi dalam unit pusat kerja perusahaan. Firewall berusaha untuk mencegah pihak-pihak yang mencoba tanpa izin dengan cara melipat gandakan dan mempersulit hambatan-hambatan yang ada. Namun yang perlu diingatkan adalah bahwa sistem firewall ini tidak dapat 32
Khairil Aswan Harahap, Perlindungan Hukum Nasabah Bank dalam Cybercrime Terhadap Intenet Banking dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Tesis, Sekolah Pascasarjana,Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, hal.52 33 “Pengertian Kriptografi” Dikutip dari http://id.wikipedia.org./wiki/kriptografi. diakses tanggal 15 Maret 2010
Universitas Sumatera Utara
mencegah masuknya virus atau gangguan yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. 34 Untuk mengantisipasi timbulnya permasalahan yang terkait dengan keamanan sistem informasi, maka perlu diimplentasikan suatu kebijakan dan prosedur pengamanan. Kebijakan dan prosedur tersebut harus mencakup: 35 1. Identifikasi sumber-sumber dan aset-aset yang akan dilindungi. 2. Analisa kemungkinan ancaman dan konsekuensinya. 3. Perkiraan biaya atau kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan. 4. Analisa potensi tindakan penangkal dan biayanya serta kerugian lainnya. 5. Mekanisme pengamanan yang sesuai.
C. Perkembangan Internet Banking di Indonesia Konsep internet banking pada perkembangannya banyak diadopsi oleh industri perbankan konvensional. Internet banking khususnya di Indonesia memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari keuntungan yang dapat diraih dengan memanfaatkan layanan internet banking. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan bahwa industri perbankan saat ini banyak mengadopsi konsep internet banking, yaitu: 36 1. Industri perbankan berkeinginan memperluas jangkauan akses pasarnya
34
Budi Raharjo, Keamanan Sistem Informasi Berbasis Internet, (Bandung: PT.Insan Indonesia, 2005), hlm.82 35 Brian Ami Prastyo, “Diskusi Permasalahan Hukum Terkait Internet Banking dan Solusi Penyelesaiannya”, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 3, Nomor 2, Agustus 2005, hlm. 65-66. 36 Budi Agus Riswandi, op.cit., hlm. 47-48
Universitas Sumatera Utara
2. Industri perbankan berkeinginan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap para nasabahnya 3. Penerapan internet banking dapat dijadikan sebagai sarana strategis untuk melakukan kompetisi antar bank yang terasa sangat ketat. Indonesia adalah negara keempat di dunia yang penduduknya paling banyak menggunakan layanan internet. Hal ini jugalah yang turut memacu bank-bank di Indonesia untuk melahirkan layanan internet banking sendiri. Namun, penggunaan internet banking di Indonesia belum dimanfaatkan secara penuh oleh bank-bank nasional di Indonesia. Sebagai contoh yaitu bank Bank Internasional Indonesia (BII) yang mengklaim dirinya sebagai bank nasional penyelenggara internet banking yang pertama di Indonesia yakni pada tahun 2000 dengan situs nya www.bankbii.co.id. Namun, BII pada saat itu menggunakan media internet baru sebatas sebagai sarana untuk mempromosikan produk-produk bank BII. Hal ini terjadi bisa saja terjadi mengingat ketersediaan dana untuk pengadaan teknologi yang berkaitan dengan internet banking. Selain itu, juga menyangkut kesiapan sumber manusianya, sehingga penerapan internet banking tidak dapat diimplementasikan secara penuh. 37 Ketika bank Bank Central Asia (BCA) meluncurkan layanan internet banking-nya, yaitu www.klikbca.com, barulah penerapan internet banking ini mulai dijalankan secara penuh, dimana pihak bank BCA sebagai penyedia layanan internet banking, dalam menyediakan layanan, tidak saja hanya berkaitan dengan promosi
37
Budi Agus Riswandi, op.cit., hlm. 53
Universitas Sumatera Utara
produk-produknya serta memberikan kesempatan kepada nasabah untuk melakukan transaksi-transaksi secara online melalui media internet. 38 Setelah bank BCA meluncurkan layanan internetnya, bank-bank nasional lainnya pun kemudian ikut meluncurkan layanan internet banking, seperti www.bni.co.id, www.bankmandiri.co.id, dan sebagaimya. Hal ini terjadi karena menyadari Indonesia menduduki peringkat keempat didunia yang penduduknya paling banyak menggunakan media internet, sehingga layanan
internet banking
banyak digunakan oleh nasabah untuk melakukan transaksi online melalui media internet
38
Ibid
Universitas Sumatera Utara