29
BAB II PENGATURAN TENTANG KAPAL LAUT YANG DIJADIKAN JAMINAN
A. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kapal Laut Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.48 Menurut M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.49 Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.50 Unsur-unsur yang tercantum di dalam definisi ini adalah :
48
J. Satrio, Op Cit, hal. 3. M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 3. 50 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 6. 49
29
29
Universitas Sumatera Utara
30
1. Adanya kaidah hukum. Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidahkaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan. 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan. Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank. 3. Adanya jaminan. Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan.
30
Universitas Sumatera Utara
31
4. Adanya fasilitas kredit. Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.51 Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil resiko apabila debitur tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak mampu membayar maka debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya.52 Arti pentingnya jaminan dalam hal ini, memberikan keamanan modal dan kepastian hukum bagi si pemberi modal untuk pelunasan hutangnya juga agar debitur berperan serta dalam transaksi yang dibiayai oleh kreditur, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya yang dapat merugikan diri sendiri atau perusahaan dapat dicegah serta memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit yang telah disetujui agar tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada kreditur.
51
Ibid, hal. 7-8. Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010, hal. 67. 52
31
Universitas Sumatera Utara
32
Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan bukan untuk dimiliki kreditur, karena perjanjian hutang piutang bukan perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang. Barang jaminan dipergunakan untuk melunasi hutang, dengan cara sebagaimana peraturan yang berlaku, yaitu barang jaminan dijual lelang. Hasilnya untuk melunasi hutang, dan apabila masih ada sisanya dikembalikan kepada debitur. Barang jaminan tidak selalu milik debitur, tetapi undang-undang juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga, asalkan pihak yang bersangkutan merelakan barangnya dipergunakan sebagai jaminan hutang debitur. Dengan demikian, jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan hutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran hutang di debitur. Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, segala harta kekayaan debitur secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan. Terhadap jaminan ini akan timbul masalah manakala seorang debitur memiliki lebih dari seorang kreditur dimana masing-masing kreditur menginginkan haknya didahulukan. Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa seperti hak tanggungan, fiducia, gadai, 32
Universitas Sumatera Utara
33
maupun cessie piutang. Kreditur yang memegang hak tersebut memiliki hak utama untuk mendapatkan pembayaran kredit seluruhnya dari hasil penjualan benda jaminan. Apabila terdapat kelebihan dalam penjualan benda jaminan tersebut dapat diberikan kepada kreditur lain. KUH Perdata mengatur dua macam jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaaan. Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada orang tertentu dan hanya dapat dipertahankan terhadap kreditur tertentu terhadap kekayaan debitur. Sedangkan jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memberikan hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat dialihkan.53 Jaminan merupakan hal yang penting dalam membuat dan melaksanakan perjanjian kredit atau perjanjian pinjam meminjam uang, serta guna melindungi kepentingan para pihak khususnya kreditur (yang meminjamkan). Djuhaendah Hasan mengatakan bahwasanya fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan.54
53
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata : Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal. 47. 54 Djuhaenda Hasan, Perjanijan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, Proyek Elips dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1998, hal 68.
33
Universitas Sumatera Utara
34
Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan hutang didalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realiasasi sutau prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia. Sebelum membahas lebih lanjut tentang kapal laut yang dijadikan jaminan, penting kiranya untuk mengetahui terlebih dahulu pengertian kapal laut itu sendiri atau sering disebut juga dengan kapal. Pengertian kapal banyak defenisi yang dikemukakan para ahli dan peraturan perundang-undangan. Didalam KUH Dagang pengertian kapal dinyatakan dalam Pasal 309 ayat (1) yang menyebutkan: “Kapal adalah semua perahu, dengan nama apapun dan dari macam apapun pula.” Defenisi Pasal tersebut menafsirkan pengertian kapal “Segala alat-alat berlayar”. Defenisi tersebut serba luas. Menurut R. Soekardono bahwa pemberian pengertian serba luas itu mengenai kapal, untuk sementara dapat dipertahankan, sampai nanti terbukti adanya keperluan nasional dibidang perkapalan yang mengharuskan mengubah itu.55 Selanjutnya dalam Pasal 310 KUH Dagang dijelaskan pengertian kapal laut yaitu semua kapal yang dipakai untuk pelayaran dilaut atau yang diperuntukkan untuk itu. Apa yang dimuat dalam KUH Dagang tentang pengertian kapal laut lebih tegas dan mengacu kepada pengertian kapal secara luas. Berbagai peraturan-peraturan bidang angkutan laut nasional juga pernah memberikan pengertian tentang kapal, namun yang lebih kontekstual diuraikan saat ini adalah pengertian kapal menurut
55
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut Perspektif Teori dan Praktek, Pustaka Bangsa, Medan, 2005, hal. 34.
34
Universitas Sumatera Utara
35
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992.56 Undang-undang tersebut telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang pada Pasal 1 butir (36) dinyatakan pengertian kapal, yakni: “Kapal adalah kenderaan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kenderaan yang berdaya dukung dinamis, kenderaan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.” Selanjutnya pada penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Pelayaran disebutkan yang dimaksud dengan kapal adalah: a. Kapal yang digerakkan oleh angin adalah kapal layar; b. Kapal yang digerakkan dengan tenaga mekanik adalah kapal yang mempunyai alat penggerak mesin, misalnya kapal motor, kapal uap, kapal dengan tenaga matahari, dan kapal nuklir; c. Kapal yang ditunda atau ditarik adalah kapal yang bergerak dengan menggunakan alat penggerak kapal lain; d. Kenderaan berdaya dukung dinamis adalah jenis kapal yang dapat dioperasikan dipermukaan air atau di atas permukaan air dengan menggunakan daya dukung dinamis yang diakibatkan oleh kecepatan dan/atau rancang bangun kapal itu sendiri, misalnya jet foil, hidro foil, hovercraft, dan kapal-kapal cepat lainnya yang memenuhi kriteria tertentu; e. Kenderaan dibawah permukaan air adalah jenis kapal yang mampu bergerak di bawah permukaan air; dan f. Alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah adalah alat apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri, serta ditempatkan di suatu lokasi perairan tertentu tidak berpindah-pindah untuk waktu yang sama, misalnya hotel terapung, tongkang akomodasi (accommodation barge) untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan tongkang penampung minyak (oil storage barge), serta unit-unit pemboran lepas pantai berpindah (mobile offshore drilling units/modu).
56
Ibid, hal. 35.
35
Universitas Sumatera Utara
36
Berdasarkan pengertian kapal laut menurut Wiryono Prodjodikoro terdapat dua unsur yakni: a. Hal keadaan dipakai; b. Hal ditujukan untuk dipakai. Wiryono Prodjodikoro berpendapat bahwa suatu kapal meskipun dipakai untuk berlayar di sungai untuk satu kali pelayaran di laut, maka mulai saat itu berlaku istilah kapal laut terhadapnya, sampai kapal itu terus menerus dipakai untuk pelayaran di sungai. Sedangkan mengenai unsur kedua, yaitu hal kapal ditujukan untuk dipakai guna pelayaran di laut, beliau berpendapat bahwa bentuk dari tubuh kapal menentukan adanya tujuan pelayaran di laut.57 Menurut Soekardono, hukum positif Indonesia menganut pengertian kapal secara luas, yaitu kapal dengan ukuran tertentu yang dapat terapung baik dengan kekuatan sendiri maupun digerakkan dengan tenaga lain.58 KUH Perdata dalam Pasal 510 mengatur kapal laut sebagai benda bergerak, yakni: “Kapal-kapal, perahu-perahu, perahu-perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di perahu atau yang berdidi terlepas dan benda-benda sejenis itu adalah benda bergerak.” Sedangkan Pasal 314 ayat (1) KUH Dagang menyatakan sebagai berikut: “Kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor dapat didaftarkan dan akan ditentukan dalam suatu undang-undang tersendiri.”
57 58
Wiryono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Sumur, Bandung, 1984, hal 69-70. Soekardono, Hukum Perkapalan Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1969, hal. 9.
36
Universitas Sumatera Utara
37
Dari dua ketentuan di atas dapat disimpulkan mengenai status hukum kapal laut. KUH Perdata menyatakan bahwa kapal laut adalah benda bergerak, sedangkan KUH Dagang membagi dua status hukum kapal, kapal laut sebagai benda bergerak dan kapal laut sebagai benda tidak bergerak. Undang-Undang Pelayaran dan peraturan pelaksanaannya menyatakan KUH Perdata dan KUH Dagang tetap berlaku sepanjang tidak diatur dan tidak bertentangan, oleh karena itu maka kapal laut dapat dibagi dua yaitu sebagai benda bergerak dan kapal sebagai benda tidak bergerak. Benda yang bergerak dapat dijadikan jaminan fidusia, dan sebagai benda yang tidak bergerak dapat dijadikan jaminan hipotik. Pendaftaran kapal sangat menentukan tempat atau wilayah pendaftaran jaminan yang akan dibebani terhadap kapal tersebut, selain itu ada beberapa asas umum hukum pendaftaran kapal. Anis Idham dalam bukunya menerangkan beberapa asas umum hukum pendaftaran kapal, yakni antara lain: 1.
Asas Kebangsaan Kapal Kapal laut maupun kapal perairan pedalaman dapat didaftarkan. Pendaftaran pada buku Daftar Induk merupakan syarat untuk memperoleh Kebangsaan dari suatu kapal. Dari sudut Hukum Internasional, pendaftaran publik berkaitan erat dengan kebangsaan (nationality) suatu kapal, dan suatu kapal dihubungkan dengan yurisdiksi atas suatu kapal.
2.
Asas Fakultatif/Imperatif R. Soekardono seperti yang dikutip oleh Anis Idham dalam bukunya menafsirkan kata “dapat” didaftarkan itu sebagai “harus”. Berdasarkan Pasal 314 KUH 37
Universitas Sumatera Utara
38
Perdata dalam kaitannya dengan UU Pelayaran mengenai prinsip-prinsip pendaftaran kapal dan kebangsaan, dapat diambil kesimpulan bahwa kapal harus didaftarkan. Kapal yang berukuran besar maupun kapal yang berukuran kecil wajib didaftarkan untuk mendapatkan tanda kebangsaan. 3.
Asas Hak Kebendaan Anis Idham berpendapat bahwa hak perdata atas kapal lahir pada saat pendaftaran dilakukan dalam daftar induk. Pendaftaran kapal hendaknya mengatur tentang momentum lahirnya hak milik itu. Misalnya untuk kapal yang tidak terdaftar, hak milik tersebut lahir pada saat perjanjian jual beli diadakan yang berlaku antara penjual dan pembeli, sedangkan untuk kapal terdaftar (perdata) hak milik atas kapal lahir pada saat pendaftaran dilakukan di Daftar Induk. Hal ini akan menjadi tolak ukur dalam hal terjadi gugatan oleh para pihak yang bersangkutan.
4.
Asas Pembedaan Perjanjian yang Bersifat Perorangan dengan yang Bersifat Kebendaan Perjanjian yang bersifat perorangan terjadi pada saat perjanjian jual beli kapal antara penjual dan pembeli dilakukan. Dalam fase ini yang lahir adalah hubungan hukum antara penjual dan pembeli dan belum lagi lahir hak pembeli atas kapal, yang dapat dipertahankan oleh pemilik pada setiap gangguan dari pihak ketiga (droit de suite). Fase perjanjian bersifat kebendaan (penyerahan) terjadi pada saat akta diperkuat dihapadan pejabat pendaftaran yang diikuti pendaftaran.
5.
Asas Terbuka (Publisitas, Pengumuman) 38
Universitas Sumatera Utara
39
Pendaftaran kapal itu terbuka untuk umum, artinya setiap orang yang berkepentingan berhak melihatnya. Keterbukaan ini melindungi masyarakat, karena setiap orang yang akan mengadakan transaksi kapal dengan pemilik dapat menyaksikan sendiri status kapal tersebut. 6.
Asas Sistem Negatif Pendaftaran kapal menganut sistem stelsel negative. Bahwa pegawai pencatat balik nama hanya diberi wewenang mengontrol surat-surat tentang caranya saja, tetapi ia tidak perlu meneliti tentang kebendaan isi surat itu. Dengan demikian, secara hukum ditegaskan bahwa pejabat pencatat balik nama wajib membuat akta apabila dari surat-surat itu, para pihak berhak melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang termaktub dalam akta. Apabila tidak cukup bukti, pembuatan akta ditolak oleh pejabat pencatat balik nama dengan suatu surat keputusan yang disertai alasan penolakan.
7.
Asas Spesialitas Asas ini mengandung arti bahwa pendaftaran harus mampu memberikan informasi mengenai kapal yang didaftar secara rinci. Melalui asas ini, masyarakat umum dapat mengetahui kebenaran fisik dari kapal tersebut.59 Pendaftaran kapal sangat erat kaitannya dengan penyusunan keterangan mengenai kapal dan pemiliknya dalam suatu buku pendaftaran nasional. Jika ditinjau dari sudut hukum internasional, konsep pendaftaran kapal laut erat kaitannya dengan kebangsaan kapal, sedangkan kebangsaan suatu kapal dihubungkan dengan yurisdiksi dari suatu kapal. Tujuan pendaftaran ialah untuk memungkinkan memperoleh suatu tanda kebangsaan kapal dan ini perlu 59
Anis Idham, Pranata Jaminan Kebendaan Hipotik Kapal Laut dan Masalah Eksekusi Hipotik Kapal Laut Ditinjau dari Hukum Maritim, Alumni, Bandung, 1995, hal. 181-191.
39
Universitas Sumatera Utara
40
untuk kewenangan mengibarkan bendera merah putih. Pendaftaran kapal itu memungkinkan pula pembebanan hipotik atas kapal tersebut.60 Berdasarkan hukum internasional, kebangsaan suatu kapal mengandung hakhak dan kewajiban suatu negara terhadap kapalnya. Akibatnya dari pendaftaran dipihak lain merupakan tindakan pemberian kebangsaan pada suatu kapal, dan dari sisi lain dimaksudkan untuk pendaftaran hak-hak seperti pemilikan, hipotik dan hak-hak kebendaan lainnya. Secara umum pendaftaran kapal berdampak kepada dua aspek yaitu pendaftaran publik dan pendaftaran perdata, pendaftaran publik mengakibatkan: a. Kapal tersebut berada dibawah yurisdiksi Negara bendera kapal (flag state) dalam hal pengaturan administratif, yaitu perihal keselamatan, kelaikan laut, awal kapal dan hukum pidana atau demikian kejahatan yang dilakukan diatas kapal. b. Negara bendera kapal berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional atas kapal yang membawa benderanya. c. Kapal yang bersangkutan memperoleh keuntungan perlindungan dari Negara bendera kapal yang diberikan pada warga negaranya. d. Registrasi atau pendaftaran dianggap sebagai bukti pemilikan (evidence of title), walaupun diberbagai Negara bukti ini tidak mutlak. Kesemuanya menandakan adanya effective control dari Negara bendera kapal atas kapal tersebut.61 Sedangkan pendaftaran perdata adalah: a. Penetapan status hukum keperdataan kapal laut, yang selanjutnya akan berpengaruh pada penetapan aturan-aturan hukum keperdataan yang menguasai kapal laut tersebut. Dengan kata lain, kapal laut yang menurut sifatnya merupakan benda bergerak, dengan pembukuannya dalam buku pendaftaran akan memperoleh kedudukan sebagai benda tidak bergerak. b. Pendaftaran perdata menyangkut pendaftaran (recordation) dari seluruh hak-hak keperdataan (baik pemilikan maupun jaminan/security interest) yang melekat pada kapal yang bersangkutan.62 Di Indonesia terdapat pendaftaran kapal sistem tunggal (single system of registration), yaitu satu buku pendaftaran untuk pendaftaran kapal maupun hak-hak atas kapal, misalnya hipotik yaitu dalam daftar buku induk.63
60
Hasim Purba, Op Cit, hal. 36-37. Anis Idham, Op Cit, hal. 170-171. 62 Ibid, hal. 171-172.
61
40
Universitas Sumatera Utara
41
Alasan pemilik kapal mendaftarkan kapalnya, karena pendaftaran ini dimaksudkan untuk memperoleh suatu surat kebangsaan, antara lain, surat laut dan pas kapal yang diperlukan untuk pengangkutan dilaut. Pendaftaran memungkinkan juga pembebanan suatu hipotik yang diperlukan untuk jaminan memperoleh dana atau kredit untuk pembiayaan pengadaan kapal.64 Pendaftaran kapal bertujuan, antara lain: a. Menentukan status hukum dari kapal yang didaftarkan; b. Memenuhi persyaratan guna mendapatkan surat kebangsaan kapal Indonesia; c. Kapal yang telah didaftarkan mempunyai status benda tidak tetap terdaftar dan diperlakukan sebagai hak kebendaan di dalam jual beli dan pengalihan haknya; d. Kapal yang didaftarkan dapat dibebani hak hipotik.65 Pendaftaran hak atas kapal berarti pendaftaran hak kepemilikan atas kapal tersebut. Pendaftaran ini merupakan dasar hukum yang memberikan pembuktian tentang kepastian hak si pemilik dan juga alat bukti bagi pihak lain siapa pemilik kapal. Dan segala hak yang timbul sebagai akibat dari kepemilikan tersebut. Undang-Undang Pelayaran pada Pasal 154 dinyatakan sebagai berikut: “Status hukum kapal dapat ditentukan setelah melalui proses: a. Pengukuran kapal; b. Pendaftaran kapal; dan c. Penetapan kebangsaan kapal.”
63
Ibid, hal. 172. Ibid. 65 Ibid, hal. 175. 64
41
Universitas Sumatera Utara
42
Status hukum kapal dimulai dengan pengukuran kapal. Menurut Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Pelayaran, pengukuran kapal dapat dilakukan menurut 3 (tiga) metode, yaitu: a. Pengukuran dalam negeri untuk kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter; b. Pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih; dan c. Pengukuran khusus kapal yang akan melalui terusan tertentu. Bedasarkan pengukuran diterbitkan Surat Ukur untuk kapal dengan ukuran tonasi kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage). Pasal 158 UndangUndang Pelayaran dinyatakan: (1) Kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik kepada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Kapal yang dapat didaftar di Indonesia yaitu: a. Kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage); b. Kapal milik warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan c. Kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga Negara Indonesia.
42
Universitas Sumatera Utara
43
(3) Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia. (4) Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. (5) Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran. Pendaftaran kapal dapat dilakukan di kantor pusat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut atau di pelabuhan-pelabuhan yang ditentukan oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan Penggantian Bendera Kapal. Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh Menteri yang dimaksud adalah syahbandar. Untuk tempat pendaftaran diseluruh Indonesia ada 43 (empat puluh tiga) pelabuhan-pelabuhan sebagai berikut: 1. Ambon;
23. Manado;
2. Bagan Siapi-Api;
24. Manokwari;
3. Balikpapan;
25. Maumere;
4. Banjarmasin;
26. Meneng;
5. Batam;
27. Merauke;
6. Belawan;
28. Palembang;
7. Bengkulu;
29. Panjang;
8. Benoa;
30. Pekanbaru;
9. Bitung;
31. Pontianak; 43
Universitas Sumatera Utara
44
10.Cilacap;
32. Sabang;
11.Cirebon; 33. Samarinda; 12.Donggala; 34. Sampit; 13.Dumai; 35. Sibolga; 14.Gorontalo; 36. Sorong; 15.Jambi; 37.Tanjung Emas; 16.Jayapura; 38. Tanjung Perak; 17.Kendari; 39. Tanjung Pinang; 18.Kupang; 40. Tanjung Priok; 19.Lembar; 41. Teluk Bayur; 20.Lhokseumawe; 42. Ternate; 21.Luwuk; 43. Tual.66 22.Makasar; Pelabuhan internasional yang memenuhi syarat ISPIS (International Security Pos System) di Indonesia berjumlah 200 pelabuhan.67 Hal tersebut tentunya tidak sebanding dengan jumlah tempat pendaftaran kapal yang hanya 43 pelabuhan, apalagi dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau. Status hukum kapal yang terakhir melalui proses penetapan kebangsaan kapal. Sesuai dengan ketentuan Pasal 163 Undang-Undang Pelayaran, yang dinyatakan sebagai berikut: (1) Kapal yang didaftar di Indonesia dan berlayar di laut diberikan Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia oleh Menteri. (2) Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk: 66
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan Penggantian Bendera Kapal. 67 www.jakpress.com, diakses pada tanggal 8 Desember 2011.
44
Universitas Sumatera Utara
45
a. Surat Laut untuk kapal berukuran GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage) atau lebih; b. Pas Besar untuk kapal berukuran GT 7 (tujuh Gross Tonnage) sampai dengan ukuran kurang dari GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); atau c. Pas Kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT 7 (tujuh Gross Tonnage). (3) Kapal yang hanya berlayar di perairan sungai dan danau diberikan pas sungai dan danau. Pasal tersebut menyatakan kapal yang berlayar di Indonesia wajib didaftarkan untuk mendapatkan tanda kebangsaan kapal, dan membagi kedalam 3 (tiga) kelompok ukuran kapal. Selanjutnya menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan, dinyatakan sebagai berikut: “Dalam rangka kegiatan pendaftaran kapal perikanan, Menteri memberikan kewenangan kepada: a. Direktur
Jenderal
untuk
melakukan
pendaftaran
kapal
perikanan
berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia yang digunakan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas, dengan ukuran di atas 30 (tiga puluh) GT. b. Gubernur atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pendaftaran kapal perikanan berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia 45
Universitas Sumatera Utara
46
yang digunakan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dengan ukuran di atas 10 (sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya. c. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pendaftaran kapal perikanan berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia yang digunakan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dengan ukuran sampai dengan 10 (sepuluh) GT yang berdomisili di wilayah administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya. Pada
Pasal
5
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
Per.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan, mewajibkan setiap orang atau badan hukum Indonesia yang akan mengoperasikan kapal perikanan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib melakukan pendaftaran kapal perikanan dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan: a. fotokopi SIUP; b. fotokopi bukti kepemilikan kapal (grosse akte) dan/atau perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, dengan menunjukkan aslinya; c. fotokopi KTP pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan grosse akte, dengan menunjukkan aslinya; 46
Universitas Sumatera Utara
47
d. fotokopi surat ukur kapal; e. fotokopi surat laut atau pas tahunan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; f. fotokopi sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal untuk kapal penangkap ikan atau fotokopi sertifikat keselamatan untuk kapal pengangkut ikan; g. permohonan pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan, dan/atau kapal pengangkut ikan; h. surat pernyataan tertulis dari pemohon yang menyatakan bertanggung jawab atas kebenaran data dan informasi yang disampaikan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini pada Pasal 24 mewajibkan pendaftaran kapal perikanan tersebut, dan yang tidak mendaftarkan kapal perikanannya dikenakan sanksi pidana. Pasal 24 tersebut berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan kapal perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia yang tidak mendaftarkan kapal perikanannya dikenakan sanksi pidana. (2) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dalam Pasal 28, dinyatakan sebagai berikut: “Pendaftaran kapal perikanan digunakan untuk memenuhi persyaratan penerbitan SIPI/SIKPI (Surat Izin Penangkapan Ikan/Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan), kecuali kapal perikanan yang berukuran dibawah 5 (lima) GT.”
47
Universitas Sumatera Utara
48
Ketentuan pasal-pasal tersebut mewajibkan pendaftaran kapal perikanan dengan pengecualian kapal yang berukuran dibawah 5 (lima) GT. Dan ketentuan itu berdampak pada status hukum kapal sebagai benda bergerak yaitu kapal yang berukuran dibawah 5 (lima) GT, dan sebagai benda tidak bergerak yaitu kapal yang berukuran diatas 5 (lima) GT. Ukuran kapal yang dapat didaftarkan tersebut tentunya bertentangan dengan Undang-Undang Pelayaran yang menjadikan dasar pendaftaran kapal berukuran diatas 7 GT. Apabila ditinjau dari asas lex superior derogat legi inferior, maka undang-undang yang lebih tinggi mengenyampingkan undang-undang yang lebih rendah tingkatannya.68 Untuk pembagian wilayah pendaftaran berdasarkan propinsi, kabupaten dan kota bertujuan untuk memudahkan pendaftaran diluar wilayah kerja pelabuhan tempat pendaftaran kapal yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM.26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan/Penggantian Bendera Kapal. Peraturan tersebut pada Pasal 2 ayat (2), membagi pelabuhan tempat pendaftaran kapal untuk wilayah Sumatera Utara hanya 2 (dua) pelabuhan yaitu Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Sibolga. Untuk wilayah yang tidak termasuk dalam wilayah pelabuhan tersebut dapat mendaftarkan kapalnya ditingkat Kabupaten atau Kota kepada Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk. Dengan memenuhi persyaratan hukum nasional status kapal dalam hukum publik akan memberi suatu tanda bukti nasionalitas/kebangsaan yang disebut dengan 68
H. Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, Iblam, Jakarta, 2006, hal. 45.
48
Universitas Sumatera Utara
49
surat laut dan atau pas kapal. Ini berarti nasionalitas kapal laut menunjuk kepada adanya hubungan khusus antara kapal laut dan negara tertentu. Negara bertindak sebagai pelindung (protect) dan penjamin (guarantor) menurut Hukum Internasional. Dengan demikian, hubungan kapal laut dengan Negara tempat kapal laut tersebut didaftar untuk memperoleh nasionalitasnya atau kebangsaan, berhak untuk menikmati hak khusus menurut Hukum Internasional, antara lain: a. Kapal tersebut berada dibawah jurisprudensi Negara bendera kapal (flag state) dalam hal pengaturan administratif yaitu perihal kelaikan laut dan hukum pidana atas kejahatan awak kapal yang dilakukan di atas kapal. b. Negara bendera kapal berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional atas kapal yang membawa benderanya. c. Kapal yang bersangkutan memperoleh keuntungan perlindungan dari Negara bendera kapal yang membawa benderanya. d. Registrasi atau pendaftaran dianggap sebagai bukti pemilikan (evidence of title) walaupun di berbagai Negara bukti ini tidak mutlak. Keadaan semuanya menandakan adanya effective control dari Negara bendera kapal atas kapal tersebut.69 B. Pengaturan Kapal Laut yang Dapat Dijadikan Jaminan
69
Anis Idham, Op Cit, hal. 95-96.
49
Universitas Sumatera Utara
50
Pada Kantor Administrasi Pelabuhan Belawan Utama Medan selama ini yang pernah terjadi pembebanan jaminan hipotik.70 Dengan demikian yang akan diuraikan selanjutnya tentang jaminan hipotik. Dari pengaturan tentang jaminan kapal laut yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan syarat-syarat kapal laut yang dapat dijadikan jaminan hipotik, yakni sebagai berikut: 1. Kapal milik Warga Negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; 2. Kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia; 3. Kapal yang sudah terdaftar pada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh Menteri, yakni Syahbandar; 4. Kapal dengan ukuran diatas 7 GT. Sebelum membahas pengertian menurut peraturan akan diulas terlebih dahulu pendapat dari para ahli. Menurut H.F.A Vollmar hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak, yang seperti hak gadai tidak bertujuan untuk memberikan kenikmatan dari barangnya kepada yang berhak, tetapi hanya merupakan jaminan untuk pembayaran dari utangnya dengan hak pendahuluan. 71 Kemudian masih menurut H.F.A Vollmar hipotik adalah sebuah hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, yang seperti hak gadai, tidak bermaksud 70
Wawancara dengan Bapak Marnala Simanungkalit, Pegawai Pembantu Untuk Pendaftaran dan Baliknama Kapal, Kantor Syahbandar Utama Belawan Medan, pada tanggal 6 Mei 2011. 71 H.F.A. Vollmar, Hukum Benda, Tarsito, Bandung, 1990, hal. 167.
50
Universitas Sumatera Utara
51
memberikan kepada orang yang berhak (disebut pengambil hipotik, atau sebutan yang lebih lazim pemegang hipotik) sesuatu nikmat dari sebuah benda, tetapi ia bermaksud memberikan
jaminan
belaka
bagi
pelunasan
sebuah
hutang
dengan
hak
dilebihdahulukan.72 Menurut G. Kartasapoetra, dan R.G. Kartasapoetra hipotik adalah hak kebendaan atas benda tidak bergerak, sebagai jaminan pembayaran utang dengan hak yang didahulukan. Hak yang didahulukan maksudnya ialah bahwa utang yang dijamin dengan hipotik harus dibayar lebih dahulu dari hasil eksekusi.73 Pasal 1162 KUH Perdata memberikan pengertian Hipotik sebagai berikut: ”Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan.” Menurut ketentuan Pasal 1162 KUHPerdata tersebut, hipotik adalah hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak untuk mengambil penggantian dari benda tersebut bagi pelunasan utang. Dari ketentuan pasal ini dapat diuraikan unsur-unsur hipotik itu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Hak atas benda tak bergerak; Benda tak bergerak itu untuk jaminan utang; Dengan mengambil penggantian dari benda tersebut; Bagi pelunasan suatu hutang apabila debitur tidak membayar hutangnya.74
72
H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali Pres, Jakarta, 2000, hal. 328. G. Kartasapoetra, dan R.G. Kartasapoetra, Pembahasan Hukum Benda Hipotek Hukum Waris, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal, 36. 74 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 177. 73
51
Universitas Sumatera Utara
52
Sebagai hak kebendaan atas benda tak bergerak, hipotik perlu diketahui oleh umum dan perlu dirinci secara khusus benda tak bergerak mana yang dibebani oleh hipotik, dan perlu didaftarkan dalam daftar khusus pula. Asas-asas ini disebut publikasi dan spesifikasi. Asas publikasi mengharuskan hipotik itu didaftarkan supaya diketahui oleh umum. Asas spesifikasi mengharuskan hipotik itu diletakkan diatas benda tak bergerak yang ditunjuk secara khusus berupa apa, berapa luas, besar, dan jumlah ukuran. 75 Pengertian hipotek menurut Undang-Undang Pelayaran diatur dalam Pasal 1 butir 12, disebutkan sebagai berikut:”Hipotek Kapal adalah hak agunan kebendaan atas kapal yang terdaftar untuk menjamin pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain.” Hipotik sebagai hak kebendaan atas benda jaminan tak bergerak, hipotik mempunyai sifat-sifat khusus sebagai berikut: 1. Hipotik bersifat (accessoir), artinya sebagai pelengkap dari perjanjian pokok yaitu hutang piutang. Adanya hipotik tergantung pada adanya perjanjian pokok hutang-piutang. Tanpa hutang-piutang tidak ada hipotik. 2. Hipotik bersifat tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), artinya sebagian hipotik tidak hapus dengan pembayaran sebagian hutang debitur. Hipotik melekat di atas seluruh benda objeknya (Pasal 1163 ayat 1 KUH Perdata). 3. Hipotik bersifat zaaksgevolg, yaitu mengikuti bendanya di dalam tangan siapa saja benda itu berada (Pasal 1163 ayat 2 KUH Perdata). 4. Hipotik bersifat droit de preference, yaitu hak lebih didahulukan pelunasannya daripada piutang-piutang lain (Pasal 1134 ayat 2 KUH Perdata). Hipotik bersifat jaminan untuk pelunasan hutang tetapi tidak memberi hak untuk menguasai dan memiliki benda jaminan.76
75 76
Ibid, hal.178. Ibid, hal. 177-178.
52
Universitas Sumatera Utara
53
Rachmadi Usman dalam bukunya juga memberikan beberapa sifat-sifat hipotek, yakni antara lain: 1. Bersifat accessoir pada perjanjian pokok tertentu; Perjanjian hipotek bersifat accessoir, maka keberadaan hak hipotek ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya, dengan hapusnya utang yang dijamin pelunasannya maka hak hipotek hapus karenanya. Perjanjian hipotek ini mengabdi kapada perikatan pokoknya, dengan konsekuensi sebagai berikut: a. Turut beralih dengan beralihnya perikatan pokoknya (misalnya melalui cessie dan subrogatie); b. Menjadi hapus apabila perikatan pokoknya berakhir atau batal; c. Tidak dapat dialaihkan secara terpisah dari perikatan pokoknya. 2. Tidak dapat dibagi-bagi; Menurut Pasal 1163 ayat (1) KUH Perdata salah satu ciri dan sifat hipotek itu tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar) dan melekat di atas seluruh benda objeknya. Dengan adanya sifat hipotek tidak dapat dibagi-bagi, maka hak hipotek membebani secara keseluruhan kebendaan jaminan. Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagaian kebendaan jaminan dari beban hak hipotek, melainkan hak hipotek itu tetap membebani secara keseluruhan atas benda jaminan untuk sisa utang yang belum dilunasi. 3. Mengikuti kebendaannya; 53
Universitas Sumatera Utara
54
Dari ketentuan Pasal 1163 ayat (2) KUH Perdata, sebagai konsekuensi dari hak kebendaan, maka hipotek tetap mengikuti kebendaannya yang dijaminkan didalam tangan siapapun kebendaan jaminan itu berada atau pindah. Sifat ini dikenal dengan istilah droit de suite atau zaaksgevolg dan merupakan salah satu sifat dari jaminan kebendaan yang diperuntukkan bagi kepentingan kreditur (pemegang hipotik). Walaupun kebendaan jaminan sudah berpindah tangan menjadi hak milik orang lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya untuk menuntut pelaksanaan eksekusi guna mengambil pelunasan piutangnya, jika debitur wanprestasi. 4. Bersifat terbuka; Berdasarkan ketentuan Pasal 1179 KUH Perdata, agar suatu ikatan hipotek itu memepunyai kekuatan hukum, maka ikatan hipotek tersebut wajib didaftarkan dalam sutau daftar yang diperuntukkan untuk itu. Sifat ini erat kaitannya dengan kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditur terhadap
kreditur lainnya.
Karena suatu
pendaftaran
pada asasnya
dimaksudkan untuk kepentingan umum, maka buku pendaftaran sifatnya terbuka untuk umum, dan karenanya dikatakan, bahwa hipotek menganut asas publisitas. Artinya, setiap orang (publik) mungkin dengan membayar sejumlah uang administrasi tertentu berhak untuk melihat buku daftar. Disanalah letak perlindungan terhadap pihak ketiga. 5. Mengandung pertelaan (asas spesialis);
54
Universitas Sumatera Utara
55
Hipotek mengandung pertelaan (specialiteit) artinya hipotek hanya dapat dibebani terhadap kebendaan yang ditunjuk secara khusus untuk itu, jadi didalam akta hipotek harus disebutkan secara jelas dan terang, baik mengenai subjek hipotek, objek hipotek maupun hutang yang dijaminkan. Mengenai asas spesialis ini berlaku ketentuan Pasal 1174 KUH Perdata. Pengikatan hipotek hanya dapat dilakukan atas benda-benda yang disebutkan atau ditunjuk khusus, baik itu menyangkut bentuk bendanya, sifat bendanya, letak bendanya, ukuran bendanya, dan lain-lain. Pendaftaran hipotek menunjukkan dengan tepat benda jaminan mana (tertentu) yang dijaminkan dan subjek penjaminan. 6. Mengenal pertingkatan; Suatu objek hipotek dapat dibebani dengan lebih dari satu hipotek guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang, sehingga terdapat Pemegang Hipotek peringkat pertama, Pemegang Hipotek peringkat kedua, dan seterusnya. Pemegang Hipotek peringkat pertama akan mempunyai hak didahulukan dari Pemegang Hipotek peringkat kedua, dan begitu seterusnya. Dapat disimpulkan, bahwa hipotek lahir pada saat pendaftarannya. Demikian pula dengan hipotek atas kapal laut, dapat dilakukan lebih dari satu kali. Terhadap hipotek kapal laut yang didaftarkan pada tanggal yang sama, maka mempunyai tingkat yang sama secara bersama-sama. Hal ini ditafsirkan dari ketentuan Pasal 315 KUH Dagang. 7. Mengandung hak didahulukan; 55
Universitas Sumatera Utara
56
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata, piutang atas gadai dan hipotek lebih didahulukan atau tinggi dari privilege, yang eksistensinya diberikan oleh undang-undang, tidak didasarkan kepada kehendak para pihak, sepanjang oleh undang-undang tidak ditentukan lain. Dengan demikian, hipotek mengandung hak untuk lebih didahulukan dalam pelunasan utang tertentu yang diambil dari hasil pendapatan eksekusi benda yang menjadi objek hipotek. Untuk hipotek kapal laut, pemegang hipotek atas kapal laut juga mempunyai hak untuk lebih didahulukan. Namun secara khusus ditentukan, bahwa piutang-piutang yang diistimewakan atas kapal laut lebih didahulukan dibandingkan hipotek. Keistimewaan tersebut diatur dalam Pasal 316a ayat (3) KUH Dagang. Piutang-piutang yang diistimewakan tersebut meliputi: a. Biaya-biaya lelang sita (eksekusi); b. Piutang-piutang yang lahir dari perjanjian perburuhan (perjanjian kerja laut) antara pengusaha perkapalan dan pelaut; c. Upah penolongan, upah pandu laut, uang petunjuk, uang pelabuhan dan lain-lain yang menyangkut biaya-biaya pelabuhan; d. Piutang karena penubrukan kapal. 8. Mengandung hak untuk pelunasan piutang tertentu. Ketentuan dalam Pasal 1176 KUH Perdata mengharuskan bahwa dalam akta hipotek harus disebutkan secara pasti jumlah uang yang merupakan utang yang dibebani dengan hipotek. Dengan kata lain dalam akta hipotek harus 56
Universitas Sumatera Utara
57
disebutkan secara jelas dan tegas mengenai nilai penjaminan yang diberikan oleh pemberi hipotek yang nantinya akan diikat sebagai jaminan utang dengan hipotek. Dalam kaitannya dengan asas publisitas, dimana pihak ketiga diberikan kesempatan untuk mengetahui tidak saja ada atau tidaknya beban, tetapi juga berapa besarnya beban benda jaminan yang bersangkutan. Selain itu nilai tersebut juga penting untuk menentukan, sampai jumlah berapa kreditor berkedudukan sebagai kreditor preferent atas hasil eksekusi benda hipotek yang bersangkutan.77 Mengenai hutang yang didahulukan yang diatur pada Undang-Undang Pelayaran Pasal 65, dinyatakan sebagai berikut: (1) Apabila terdapat gugatan terhadap piutang yang dijamin dengan kapal, pemilik, pencarter, atau operator kapal harus mendahulukan pembayaran piutang-pelayaran yang didahulukan. (2) Piutang-pelayaran yang didahulukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebagai berikut: a.
untuk pembayaran upah dan pembayaran lainnya kepada Nakhoda, Anak Buah Kapal, dan awak pelengkap lainnya dari kapal dalam hubungan dengan penugasan mereka di kapal, termasuk biaya repatriasi dan kontribusi asuransi sosial yang harus dibiayai;
77
Rachmadi Usman, Op Cit, hal. 249-257.
57
Universitas Sumatera Utara
58
b.
untuk membayar uang duka atas kematian atau membayar biaya pengobatan atas luka badan, baik yang terjadi di darat maupun di laut yang berhubungan langsung dengan pengoperasian kapal;
c.
untuk pembayaran biaya salvage atas kapal;
d.
untuk biaya pelabuhan dan alur-pelayaran lainnya serta biaya pemanduan; dan
e.
untuk membayar kerugian yang ditimbulkan oleh kerugian fisik atau kerusakan yang disebabkan oleh pengoperasian kapal selain dari kerugian atau kerusakan terhadap muatan, peti kemas, dan barang bawaan penumpang yang diangkut di kapal.
(3) Piutang-pelayaran yang didahulukan tidak dapat dibebankan atas kapal untuk menjamin gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf e apabila tindakan tersebut timbul sebagai akibat dari: a.
kerusakan yang timbul dari angkutan minyak atau bahan berbahaya dan beracun lainnya melalui laut; dan
b.
bahan radioaktif atau kombinasi antara bahan radioaktif dengan bahan beracun, eksplosif atau bahan berbahaya dari bahan bakar nuklir, produk, atau sampah radioaktif.
Tuntutan atau klaim tersebut dijamin terhadap maritime liens (jaminan maritim yang didahulukan) sesuai dengan International Convention for the Unification of Certain Rules Relating To Maritime Liens and Mortgages, (Brussel 1967, Pasal 4). Jaminan maritim yang didahulukan ini merupakan hak jaminan yang 58
Universitas Sumatera Utara
59
bersifat kebendaan. Dengan kata lain, kepada siapa saja pemilikan kapal itu beralih, maka hak jaminan itu mengikuti kapal tersebut. Dari landasan operasional dan landasan yuridis sumber hukum, ketentuan hukum jaminan hipotik kapal laut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hipotik kapal adalah hak kebendaan atas benda terdaftar untuk mengambil penggantian dari pelunasan suatu perikatan. 2. Hipotik kapal mengikuti bendanya di dalam tangan siapapun ia berada. 3. Hipotik kapal adalah perjanjian accessoir yang lahir dan berakhir yang bergabung pada perjanjian (kredit) pokok. 4. Hipotik tidak dapat dibagi-bagi dan terletak di atas semua benda terdaftar yang terikat dalam keseluruhannya di atas masing-masing benda dan tiap-tiap bagiannya. 5. Objek hipotik adalah kapal yang terdaftar. 6. Yang berhak memberikan hipotik hanayalah yang memiliki wenang menguasai untuk memindahkan benda jaminan. 7. Tingkat hipotik ditentukan oleh hari pendaftaran.78 Berdasarkan ketentuan Pasal 509 KUH Perdata kebendaaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaaan yang dapat berpindah atau dipindahkan. Sehingga kapal laut termasuk benda bergerak karena sifatnya disebabkan kapal laut dapat berpindah atau dipindahkan. Berdasarkan ketentuan Pasal 314 KUH Dagang, kapal Indonesia yang berukuran paling sedikit 20 meter kubik isi kotor dapat didaftarkan dan akan ditetapkan dengan suatu undang-undang tersendiri. Dari ketentuan tersebut menentukan bahwa kapal adalah termasuk benda tidak bergerak karena dapat didaftarkan.
78
Anis Idham, Op Cit, hal. 136.
59
Universitas Sumatera Utara
60
Terdapat perbedaan dari KUH Perdata dan KUH Dagang mengenai status hukum kapal laut sebagai benda bergerak dan benda tidak bergerak. Status hukum kapal laut sebagai benda bergerak atau benda tidak bergerak sangat penting dalam hukum, yaitu antara lain: a. Bezit (Kedudukan Berkuasa) Dalam hal bezit kedudukan berkuasa, untuk benda bergerak berlaku Pasal 1977 KUH Perdata yaitu seseorang yang menguasai (bezitter) suatu benda bergerak dianggap sebagai pemilik (eigenaar) dari benda tersebut. Bezitter atas benda bergerak tidak perlu memperlihatkan tanda bukti tentang kepemilikan atas benda tersebut.
Sedangkan bezitter dari benda tidak
bergerak belum tentu merupakan eigenaar dari benda tersebut. Bezitter dari benda tidak bergerak harus memperlihatkan tanda bukti bahwa benda tidak bergerak tersebut merupakan miliknya. b. Levering (Penyerahan) Penyerahan terhadap benda bergerak dilakukan dengan penyerahan secara nyata atau penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering). Sedangkan penyerahan terhadap benda tidak bergerak dilakukan dengan memindahkan hak milik benda tersebut kepada orang lain melalui prosedur balik nama (jurisdische levering). c. Verjaring (Kadaluarsa) Ketentuan mengenai verjaring (kadaluarsa) hanya berlaku bagi benda tidak bergerak saja. Berdasarkan Pasal 1963 KUH Perdata, seseorang yang dengan 60
Universitas Sumatera Utara
61
itikad baik dan berdasarka suatu alas hak yang sah, dapat memperoleh hak milik atas suatu benda tidak bergerak, dengan jalan daluarsa, dengan suatu penguasaan selama 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan untuk benda bergerak tidak dikenal verjaring karena bezitter atas suatu benda bergerak adalah eigenaar atas benda bergerak tersebut. Selama benda bergerak tersebut masih ada dalam penguasaan bezitter, maka selama itu pula bezitter akan memiliki benda tersebut. d. Bezwaring (Pembebanan) Benda bergerak yang akan dijadikan jaminan hutang dapat dibebani dengan gadai (pand), fidusia atau cessie. Sedangkan terhadap benda tidak bergerak akan dibebani dengan hipotik.79 Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan status hukum kapal laut sebagai benda tidak bergerak, apabila: a. Bezit (Kedudukan Berkuasa) Ketentuan Pasal 158 ayat (2) Undang-Undang Pelayaran pada huruf a, kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya 7 GT (tujuh gross tonnage) dapat didaftarkan. Ayat selanjutnya menyatakan pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia. Bukti kapal telah terdaftar diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah terdaftar. Dengan demikian seseorang yang mengatakan bahwa kapal tersebut adalah miliknya 79
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op Cit, hal. 22-23.
61
Universitas Sumatera Utara
62
harus dapat memperlihatkan grosse akta pendaftaran kapal. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa kapal merupakan benda tidak bergerak. b. Levering (Penyerahan) Mengacu pada ketentuan Pasal 162 ayat (1) Undang-Undang Pelayaran pengalihan hak milik atas kapal wajib dilakukan dengan cara balik nama di tempat kapal tersebut semula didaftarkan. Cara penyerahan ini termasuk cara penyerahan benda tidak bergerak karena penyerahan dilakukan dengan proses balik nama. c. Bezwaring (Pembebanan) Ketentuan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Pelayaran menyatakan kapal yang telah didaftarkan dalam daftar kapal Indonesia dapat dijadikan jaminan utang dengan pembebanan hipotek atas kapal. Pembebanan hipotek tersebut mempertegas bahwa kapal yang telah terdaftar merupakan benda tidak bergerak. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan pada Pasal 13 ayat (2) menyatakan 7 GT adalah setara dengan 20 meter kubik. Dan sebagaimana yang ditegaskan pada Pasal 353 Undang-Undang Pelayaran bahwa semua peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 21 taun 1992 tentang Pelayaran dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru. Maka terhadap kapal yang berukuran kurang dari 7 GT tidak dapat didaftarkan sehingga berlaku ketentuan Pasal 510 KUH Perdata yaitu terhadap kapal tersebut akan
62
Universitas Sumatera Utara
63
dianggap sebagai benda bergerak dan semua ketentuan terhadap benda bergerak berlaku terhadap kapal tersebut. Pada kenyataannya dalam pelaksaannya di Propinsi Sumatera Utara khususnya Kota Medan pembebanan kapal laut sebagai benda bergerak belum pernah terjadi. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi kepada pihak bank dan terjadi kerancuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Pelayaran tahun 2008 tetapi peraturan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah tahun 2002, sampai sekarang belum ada peraturan pelaksanaan pengganti PP Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan. Kemudian terjadi kerancuan lagi antara PP Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi, dengan PP Nomor 52 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan, dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam peraturan perundangan-undangan tersebut tidak jelas, tumpang tindih dan tidak sinkron, sehingga pelimpahan kewenangan terhadap agunan kapal sebagai benda bergerak belum bisa dilaksanakan. Untuk kapal yang berukuran dibawah 7 GT dapat juga dijadikan jaminan hipotek, atas permintaan pemilik kapal yang bersangkutan langsung (tidak dapat berdasarkan surat kuasa kepada notaris, dalam hal ini peran notaris yang diperbolehkan hanya sebagai konsultasi hukum).80 Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan, yang
80
Wawancara dengan Bapak Rusli, Staf Sub Dis Laut, Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Utara, pada tanggal 31 Oktober 2011.
63
Universitas Sumatera Utara
64
menjadikan tolak ukur untuk pendaftaran kapal dengan ukuran diatas 5 GT, akan tetapi bertentangan dengan Undang-undang Pelayaran. Kansil dalam bukunya mengutarakan beberapa penyebab berakhirnya perikatan, yakni sebagai berikut: a. Pembayaran (beraling) artinya jika kewajiban terhadap perikatan itu telah terpenuhi. Pembayaran harus diartikan luas, misalnya ada kemungkinan pihak ketiga yang membayar hutang seseorang debitur. b. Penawaran bayar tunai diikuti penyimpanan (consignatie) yaitu pembayaran tunai yang diberikan oleh debitur, namun tidak diterima oleh kreditur tetapi kemudian oleh debitur disimpan pada pengadilan. Kalau pengadilan mengesahkan pembayaran itu maka perikatan dianggap berakhir. c. Pembaharuan hutang atau novasi yaitu apabila hutang yang lama digantikan oleh hutang yang baru. d. Imbalan (vergelijking) atau kompensasi yaitu apabila kedua belah pihak saling mempunyai hutang, maka hutang mereka masing-masing diperhitungkan. e. Percampuran hutang (schuldvermengging) yaitu apabila pada suatu perikatan kedudukan kreditur dan debitur ada disatu tangan seperti warisan, perkawinan dengan harta gabungan dan sebagainya. f. Pembebasan hutang (kwijtschelding der schuld) yaitu apabila kreditur membebaskan segala hutang-hutang dan kewajiban pihak debitur. g. Batal dan pembatalan (nietigheid of te niet doening) apabila perikatan itu batal atau dibatalkan, yaitu karena tidak terpenuhi syarat sahnya perjanjian. 64
Universitas Sumatera Utara
65
h. Hilangnya benda yang diperjanjikan (het vergaan der verschuldigde zaak) apabila benda yang diperjanjikan binasa, hilang atau menjadi tidak dapat diperdagangkan, maka perjanjian menjadi batal. i. Timbul syarat yang membatalkan (door werking ener ontbindende voorwaarde), hal ini biasanya dipergunakan dalam perikatan bersyarat. j. Kadaluwarsa (verjaring).81 Selanjutnya cara hapusnya hipotek diatur juga dalam KUH Perdata, menurut ketentuan Pasal 1209 KUH Perdata adalah sebagai berikut: a. Karena perjanjian hutang piutang pokok hapus (lunas). Hapusnya perjanjian pokok, yaitu hapusnya utang yang dijaminkan dengan hipotek yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan sifat accessoir dari perjanjian hipotek, adanya hak hipotek tergantung pada adanya piutang yang dijaminkan pelunasannya dengan ikatan jaminan hipotek. Apabila piutang tersebut hapus karena pelunasan, maka dengan sendirinya hak hipotek menjadi hapus. b. Karena pelepasan hipotek oleh kreditur. Setiap orang bebas untuk menggunakan atau tidak menggunakan hak yang dipunyainya, termasuk untuk melepaskan hak tersebut. Biasanya pelepasan dilakukan dengan cara memberitahukan kepada debitur. Untuk meroya beban
81
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hal. 248-250.
65
Universitas Sumatera Utara
66
hipotek atas persilnya, maka pemberi hipotek membutuhkan surat pernyataaan tertulis dari pemegang hipotek. c. Karena penetapan tingkat oleh hakim. Penetapan peringkat oleh hakim sehubungan dengan pembersihan (zuivering) benda yang menjadi objek hipotek.82 Kemudian J. Satrio dalam bukunya menambahkan hapus/berakhirnya hipotik karena: a. b. c. d. e. f. g. h.
Pembayaran. Penawaran pembayaran yang diikuti dengan consognatie. Novatie. Percampuran hutang. Pembebasan utang. Dilepaskannya hak hipotik. Musnahnya benda/hak yang dihipotikkan. Berakhirnya hak pemberi hipotik seperti yang disebutkan dalam Pasal 1169 KUH Perdata. i. Berakhirnya jangka waktu pemberian hipotik. j. Terpenuhinya syarat batal dalam akta hipotik. k. Karena pencabutan hak. l. Benda jaminan dicabut haknya demi kepentingan umum. m. Karena adanya penetepan tingkat-tingkatan kedudukan kreditur oleh hakim (rangregeling).83 Dengan hapusnya atau berakhirnya hak hipotek, selanjutnya diikuti dengan pencoretan (roya) atas benda yang dibebani dengan hipotek yang tidak lagi diperlukan sebagai jaminan pelunasan hutang tetentu. Pencoretan terhadap benda yang dibebani hipotek diatur pada Pasal 26 Peraturan Pendaftaran Kapal dan Balik Nama Kapal, yang menetapkan sebagai berikut:
82 83
Rachmadi Usman, Op Cit, hal.312-313. J. Satrio, Op Cit, hal. 323-324.
66
Universitas Sumatera Utara
67
(1)Hipotek dicoret oleh Pegawai Pembantu atas permintaan tertulis dari yang berkepentingan dengan diperlihatkannya oleh si pemohon grosse pengakuan hutang dengan hipotek yang telah diberi tanda lunas, atau surat keterangan dari si pemegang hipotek yang menyetujui pencoretan itu. (2)Pencoretan hak kebendaan lainnya dan jaminan dilakukan dengan cara yang sama atau diperliharkan surat keterangan dari yang berhak, yang menyatakan bahwa hak itu telah gugur. (3)Pencoretan dilakukan pula apabila sebagai pengganti surat-surat yang dimaksudkan dalam ayat (1) dan ayat (2) diperlihatkan surat keputusan hakim yang mutlak yang memerintahkan pencoretan. (4)Pegawai Pembantu dalam segala hal meminta menyerahkan salinan surat-surat yang menjadi dasar pencoretan dan penyimpanannya. Apabila surat itu akta otentik, maka Pegawai Pembantu meminta salinan yang otentik pula. Demikian pula dalam Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 diatur juga tentang ketentuan pencoretan hipotek atas kapal laut, yakni: (1)Roya hipotek dilakukan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal atas permintaan tertulis dari penerima hipotek. (2)Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diajukan oleh pemberi hipotek, harus dilampiri dengan surat persetujuan roya dari penerima hipotek.
67
Universitas Sumatera Utara
68
(3)Pencoretan hak kebendaan lainnya atas kapal dilakukan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal atas permintaan tertulis dari pemegang hak. (4)Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diajukan oleh pemberi hak, harus dilampiri dengan surat persetujuan dari pemegang hak. (5)Selain atas permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), roya hipotek dan/atau pencoretan hak kebendaan lainnya atas kapal dapat dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Berdasarkan ketentuan diatas, dapat diketahui bahwa roya hipotek atas kapal atau hak kebendaan lainnya atas kapal dilakukan oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal, yang didasarkan atas permintaan tertulis dari penerima atau pemegang hipotek yang bersangkutan atau atas permintaan tertulis dari pemberi hipotek dengan disertai surat persetujuan roya dari penerima hipotek. Selain itu pencoretan hipotek atas kapal laut, selain didasarkan atas permintaan pemberi atau penerima hipotek, juga dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
68
Universitas Sumatera Utara