BAB II PERKEMBANGAN PENGATURAN JAMINAN RESI GUDANG DALAM PEMBERIAN KREDIT
A. Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit Bank Istilah kredit menurut Pasal 1 ayat (11) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Sebenarnya istilah perjanjian kredit tidak dikenal di dalam UU Perbankan. Namun bila dilihat lebih lanjut mengenai pengertian kredit dalam UU Perbankan, tercantum kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam. Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan kontraktual (hubungan yang berdasar pada perjanjian) yang berbentuk pinjam-meminjam. Perjanjian kredit mengacu kepada KUH Perdata yang merupakan salah satu bentuk perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam buku III KUH Perdata. Pada hakikatnya pemberian kredit merupakan salah satu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata, yang berbunyi :
Universitas Sumatera Utara
”Pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”. Perjanjian pinjam-meminjam ini mengandung makna yang luas yaitu obyeknya adalah benda yang menghabis jika pinjam pakai habis (verbruiklening) termasuk didalamnya uang. Perjanjian pinjam uang bersifat riil, tersimpul dari kalimat ”pihak kesatu menyerahkan uang itu kepada pihak lain” dan bukan mengikatkan diri untuk menyerahkan uang. Dari uraian diatas dapat dibedakan 2 kelompok perjanjian kredit: a. perjanjian kredit uang; b. perjanjian kredit barang, misalnya perjanjian sewa beli dan perjanjian sewa guna usaha; 28 Perjanjian Kredit merupakan perikatan antara dua pihak atau lebih yang menggunakan uang sebagai obyek dari perjanjian, jadi dalam perjanjian kredit ini titik beratnya adalah pemenuhan prestasi antara pihak yang menggunakan uang sebagai obyek atau sesuatu yang dipersamakan dengan uang. Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagaimana perjanjian perjanjian prinsipiil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada atau berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah kreditur. 29 Kredit yang diberikan oleh bank sebagai kreditur kepada nasabahnya sebagai kreditur selalu dilakukan dengan membuat suatu perjanjian. Mengenai bentuk perjanjiaan ini tidak ada bentuk yang pasti karena tidak ada peraturan yang mengaturnya, tetapi yang jelas perjanjian kredit selalu dibuat dalam 28
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung : Alumni, 1994) hal 111 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Menurut UndangUndang No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimanas telah diubah dengan UndangUndang No 10 Tahun 1998 (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2006) Hal. 71 29
Universitas Sumatera Utara
bentuk tertulis dan mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata tentang syaratsyarat sahnya perjanjian. Mengenai bentuk perjanjian kredit di dalam Undang-undang tidak diatur secara jelas termasuk pula dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan tidak mengatur juga masalah perjajian kredit, akan tetapi berdasarkan Intruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966, Jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unii I nomor 2/539/UPK/pemberian kredit antara perbankan dengan nasabahnya harus berdasarkan pada suatu akad perjanjian kredit. Ketentuan ini pun tidak mengatur apakah perjanjian kredit itu harus dibuat dengan surat dibawah tangan, akta notaris atau dibuat perjanjian baku yang biasanya telah disiapkan oleh kreditur atau bank. 30 Perjanjian Kredit ini mempunyai arti yang sangat penting bagi para pihak, sebab perjanjian kredit merupakan landasan hukum dalam pemberian kredit bagi para pihak dan juga perjanjian kredit merupakan suatu alat bukti tertulis yang diperlukan oleh para pihak apabila terjadi sengketa. Perjanjian kredit yang dibuat selama ini berpedoman pada hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Perjanjian kredit merupakan suatu perjanjian yang diadakan antara Bank dengan calon kreditur untuk mendapatkan kredit dari bank. 31 Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang sangat penting dalam rangka penyaluran kredit dari bank sebagai kreditur kepada para debiturnya. Perjanjian kredit 30
Sutan Remy Sjadeni, Op.Cit. Hal. 2 Djunaedi Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas PemisahanHorisontal (Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 1996) Hal. 170 31
Universitas Sumatera Utara
merupakan perjanjian perjanjian pokok yang keberadaannya tidak tergantung pada perjanjian-perjanjian lainnya, jadi perjanjian kredit merupakan perjanjian utama apalagi kalau dikaitkan dengan keberadaan perjanjian pemberian jaminan. Dilihat dari bentuknya, perjanjan kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam praktiknya perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagi kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasanya disebut perjanjian baku (standard contract), dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar menawar. Apabila debitur menerima semua ketetuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi apabila debitur menolak ia tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut.
2. Fungsi dan Jenis Perjanjian Kredit Perjanjian kredit ini mendapat perhatian khusus, baik oleh bank maupun oleh nasabah, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaannya, maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Menurut Ch.Gatot Wardoyo , perjanjian kredit mempunyai fungsi yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan. b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasanbatasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur. c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Kredit dilihat dari sisi unsur keuntungan bagi kreditur, yaitu untuk mengambil keuntungan dari modalnya dengan mengharapkan kontra prestasi, sedangkan pandangan dari sisi debitur, yaitu bahwa kredit memberikan bantuan untuk menutupi kebutuhannya dan menjadi beban bagi dirinya untuk membayar, di masa depan hal itu merupakan kewajiban baginya yang berupa hutang. 32 Kredit khususnya kredit perbankan terdiri dari beberapa jenis, yaitu: a.
Kredit menurut kelembagaan Menurut kelembagaannya kredit terdiri dari: 1) Kredit Perbankan, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Milik Negara atau Bank Swasta kepada masyarakat unruk kegiatan usaha dan atau konsumsi. 2) Kredit Likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia yang selanjutnya digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya. 3) Kredit Langsung, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah (kredit program), misalnya Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada Bulog dalam rangka pelaksanaan program pengadaan pangan, atau pemberian kredit langsung kepada Pertamina atau pihak ketiga. 4) Kredit pinjaman antar bank, yaitu kredit yang diberikan oleh bank yang kelebihan dana kepada bank yang kekurangan dana. 33
b.
Kredit Menurut Jangka Waktu Dilihat dari jangka waktu, jenis kredit terdiri dari:
1) Kredit jangka pendek (short term loan) yaitu kredit yang berjangka maksimum 1 ( satu ) tahun. 2) Kredit jangka menengah (medium term loan) yaitu kredit berjangka waktu antara 1 ( satu ) tahun sampai 3 (tiga ) tahun. 32
Ch. Gatot wardoyo, Sekitar Klausul-klausul Perjanjian Kredit Bank, Majalah Bank dan Manajemen, Edisi November-Desember 1992, hal. 64-69 33 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000) Hal. 374
Universitas Sumatera Utara
3) Kredit jangka panjang (long term loan) yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 ( tiga) tahun. 34
c.
Jenis Kredit Menurut Penggunaannya. Dari segi tujuan penggunaan kredit, jenis kredit terdiri dari :
1) Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta yang diberikan kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari. 2) Kredit Produktif baik kredit investasi, ataupun kredit eksploitasi. Kredit Investasi yaitu kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai pembiayaan modal tetap, dapat berjangka waktu menengah atau berjangka waktu panjang. Kredit eksploitasi yaitu kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai pembiayaan modal kerja, jangka waktunya berlaku pendek. 3) Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif ( semi konsumtif dan semi produktif ). 35
d.
Jenis Kredit Menurut Keterikatannya Dengan Dokumen. Jenis kredit menurut keterikatannya dengan dokumen ini diantaranya
terdiri dari : 1) Kredit Ekspor yaitu semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor, jadi bisa dalam bentuk kredit langsung maupun kredit tidak langsung seperti kredit investasi untuk jenis industri yang berorientasi ekspor. 2) Kredit Impor, Unsur dan ruang lingkup dari kredit impor pada dasarnya hampir sama dengan kredit ekspor karena jenis kredit tersebut merupakan kredit berdokumen. 36
e.
Jenis Kredit Menurut Aktivitas Perputaran Usaha Dari segi besar kecilnya aktivitas perputaran usaha, yaitu melihat
dinamika, sektor yang digeluti, aset yang dimiliki dan sebagainya, maka jenis kredit terdiri dari :
34
Ibid Ibid, hal. 375 36 Ibid 35
Universitas Sumatera Utara
1) Kredit kecil, yaitu jenis kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil. 2) Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar daripada pengusaha kecil. 3) Kredit besar, biasanya ditinjau dari segi jumlah kredit yang diterima oleh debitur dan dilakukan oleh bank dengan cara pembiayaan bersama yang dapat dilakukan antar Bank Milik Negara, antara Bank Milik Negara dengan Bank Milik Pemerintah Daerah , antara Bank Milik Negara dengan Bank Milik Swasta atau Bank Asing. 37
f. Jenis Kredit Menurut Jaminannya Dari segi jaminannya jenis kredit dapat dibedakan, antara lain : 1) Kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (unsecured loan) yaitu pemberian kredit tanpa jaminan materiil (agunan fisik), pemberian ini sangat selektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah teruji bonafitas, kejujuran dan ketaatannya dalam transaksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya. 2) Kredit dengan jaminan (secured loan), kredit model ini diberikan kepada debitur selain didasarkan pada keyakinan dan kemampuan debitur juga disandarkan adanya jaminan yang berupa fisik (collateral) sebagai jaminan ditambah misalnya berupa tanah, bangunan, alat-alat produksi dan sebagainya. 38
3. Prinsip-Prinsip Perjanjian Kredit Bank Salah satu kegiatan dalam usaha perbankan yang paling umum adalah penyaluran kredit. Menurut Munir Fuady, dalam penyaluran kredit bank harus memperhatikan prinsip-prinsip perkreditan sebagai berikut : a. Prinsip Kepercayaan Sesuai dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan, maka setiap pemberian kredit sebenarnya mestilah selalu dibarengi oleh kepercayaan. Yakni kepercayaan dari kreditor dan bermanfaatnya kredit bagi debitor sekaligus kepercayaan oleh kreditor bahwa kreditor dapat membayar kembali kreditnya. Tentunya untuk bisa memenuhi unsur kepercayaan ini, oleh kreditor mestilah yang biasanya diberlakukan terhadap pemberian suatu kredit. Karena itu timbul prinsip lain yang disebut prinsip kehati-hatian. b. Prinsip kehati-hatian 37 38
Ibid, hal. 376 Ibid
Universitas Sumatera Utara
Prinsip kehati-hatian (prudent) ini adalah salah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit. Di samping pula sebagai perwujudan dari prinsip prudent banking dari seluruh kegiatan perbankan. c. Prinsip 5 C Prinsip 5 C adalah singkatan dari unsur-unsur: 1) Character (kepribadian) Salah satu unsur yang mesti diperhatikan oleh Bank sebelum memberikan kreditnya adalah penilaian atas karakter kepribadian/ watak dari calon debitornya. 2) Capacity (kemampuan) Seorang calon debitor harus pula diketahui kemampuan bisnisnya, sehingga dapat diprediksi kemampuannya untuk melunasi hutangnya. 3) Capital (modal) Permodalan dari suatu debitor juga merupakan hal yang penting harus diketahui oleh calon kreditornya. Karena permodalan dan kemampuan keuangan suatu debitor akan mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan bayar kredit. 4) Condition of Economy (kondisi ekonomi) Kondisi ekonomi secara mikro maupun makro meruapkan faktor penting pula untuk dianalisis sebelum suatu kredit diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnisnya pihak debitor. 5) Collateral (Agunan) Tidak diragukan lagi bahwa betapa pentingnya fungsi agunan dalam setiap pemberian kredit. Karen itu bahkan undang-undang mensyaratkan bahwa agunan itu mesti ada dalam setiap pemberian kredit. d. Prinsip 5 P Prinsip 5 P terdiri dari unsur-unsur : 1) Party (Para pihak) Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap pemberian kredit. Untuk itu para pihak harus memperoleh suatu “kepercayaan” terhadap para pihak, dalam hal ini debitor. Bagaimana karakternya, kemampuannya dan sebagainya. 2) Purpose (Tujuan) Tujuan dari pemberian kredit juga sangat penting diketahui oleh pihak kreditor, harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat menaikkan income perusahaan. 3) Payment (Pembayaran) Harus pula diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitor cukup tersedia dan cukup aman, sehingga dengan demikian diharapkan bahwa kredit yang akan diluncurkan tersebut dapat dibayar kembali. 4) Profitability (Perolehan Laba) Unsur perolehan laba oleh debitor tidak kurang pula pentingnya dalam suatu pemberian kredit Untuk itu kredit harus dapat berantisipasi, apakah laba akan diperoleh oleh perusahaan lebih besar dari bunga pinjaman dan apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kembali kredit cash flow dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
5) Protection (perlindungan) Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitor. Untuk itu, perlindungan dari kelompok perusahaan, atau jaminan djari holding atau jaminan pribadi pemilik perusahaan penting diperhatikan. 39
B. Jaminan Dalam Pemberian Kredit 1. Pengertian Jaminan Kredit Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie
yaitu
kemampuan
debitur
untuk
memenuhi
atau
melunasi
perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur tehadap krediturnya. 40 Pada dasarnya harta kekayaan seseorang merupakan jaminan dari hutang-hutangnya. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan bahwa: “Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangannya.”
Pengertian Jaminan menurut Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini bersifat umum, karena semua harta benda milik debitur menjadi jaminan bersama-sama bagi semua krediturnya. Jadi jaminan umum
39
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Dan Kontemporer, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), Hal. 21 40 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008) hal. 66
Universitas Sumatera Utara
adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur. 41 Jaminan Umum timbul dari undang-undang tanpa adanya perjanjian yang diadakan oleh para pihak terlebih dahulu. Apabila debitur tidak dapat melunasi hutangnya maka setiap bagian kekayaan debitur dapat dijual guna pelunasan tagihan kreditur. Para kreditur mempunyai kedudukan yang sama dan tidak ada kreditur yang diistimewakan atau didahulukan dalam pemenuhan piutangnya. Kreditur demikian disebut kreditur konkuren. Para kreditur konkuren semuanya secara bersama memperoleh Jaminan umum yang diberikan oleh undang-undang itu. Kemudian Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan bahwa : “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan padanya. Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasanalasan yang sah untuk didahulukan.” Kedudukan pihak pemberi pinjaman terhadap harta pihak peminjam dapat diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata tersebut. Dalam Pasal 1132 KUH Perdata para pihak diberi kesempatan untuk membuat perjanjian yang menyimpang. Dengan kata lain ada kreditur yang diberikan kedudukan yang lebih didahulukan dalam pelunasan hutangnya dibanding kreditur-kreditur lainnya.
41
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-hak yang Memberi Jaminan (Jakarta: Ind-Hill-Co, 2002) hal. 9
Universitas Sumatera Utara
Berikut pendapat beberapa ahli mengenai definisi dari istilah Jaminan: a. Hartono Hadisoeprapto berpendapat bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 42 b. M. Bahsan berpendapat bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang diterima krditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu hutangpiutang dalam masyarakat. 43 c. Mariam Darus Badrulzaman sebagaimana dikutip oleh Frieda Husni Hasbullah menyatakan bahwa jaminan adalah suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. 44 d. Thomas Suyanto berpendapat bahwa jaminan adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang. 45 Dari berbagai perumusan pengertian jaminan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian hutang-piutang atau perjanjian lain. 42
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) Hal. 22 43 M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta: Rejeki Agung, 2002) Hal. 148 44 Frieda Husni Hasbullah, Op.Cit, Hal. 6 45 Ibid
Universitas Sumatera Utara
Kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditur kepada debitur sampai debitur melunasi hutangnya tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau hutang debitur kepada krediturnya. Dengan kata lain jaminan berfungsi sebagai sarana atau jaminan atas pemenuhan kewajiban atau hutang debitur kepada kreditur sampai jatuh tempo perjanjian hutang-piutangnya tersebut. Untuk itu ilmu hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada telah menciptakan dan melahirkan serta mengundangkan dan memberlakukan jaminan dalam bentuk kebendaan. Disebut dengan jaminan dalam bentuk kebendaan karena secara umum jaminan tersebut diberikan dalam bentuk penunjukan atau pengalihan atas kebendaan tertentu, yang jika debitur gagal melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu yang telah ditentukan, memberikan hak kepada kreditur untuk menjual atau melelang kebendaan yang dijaminkan tersebut, serta untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan tersebut, secara mendahulu dari kreditur-kreditur lainnya.
2. Fungsi Jaminan Kredit Kewajiban untuk menyerahkan jaminan hutang oleh pihak peminjam dalam rangka pinjaman uang sangat terkait dengan kesepakatan di antara pihak-pihak yang melakukan pinjam-meminjam uang. Pada umumnya pihak pemberi pinjaman mensyaratkan adanya jaminan hutang sebelum memberikan pinjaman uang kepada pihak peminjam. Sementara itu, keharusan penyerahan
Universitas Sumatera Utara
jaminan hutang tersebut sering pula diatur dan disyaratkan oleh peraturan intern pihak pemberi pinjaman dan atau oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi Jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian hutang-piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian, dengan mengadakan perjanjian penjaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia. 46 Fungsi jaminan dalam pemberian kredit menurut Thomas Suyatno adalah: a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan (agunan) tersebut, bilamana nasabah melakukan cidera janji yaitu tidak membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. b. Menjamin agar nasabah berperan serta didalam transaksi untuk membiayai usaha atau proyeknya sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk dapat berbuat demikian diperkecil terjadinya. c. Memberi dorongan kepada debitur (tertagih) untuk memenuhi perjanjian kredit, khususnya mengenai pembayaran kembali (pelunasan) sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. 47 Sedangkan jaminan yang ideal menurut Soebekti adalah jaminan yang antara lain: a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukannya. b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) penerima kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya. c. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya debitur. 48 46
Djuhaendah Hasan, Seri Dasar Hukum Ekonomi 4: Hukum Jaminan IndonesiaLembaga Jaminan (Jakarta: ELIPS, 1998) Hal. 68 47 Thomas Suyatno,et al, Dasar-dasar Perkreditan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum, 2003) Hal. 16 48 Soebekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia (Jakarta: Alumni, 1986) Hal. 29
Universitas Sumatera Utara
C. Perkembangan Sistem Resi Gudang dalam Pemberian Kredit 1. Praktek Resi Gudang Sebelum ada UU No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang Transaksi Resi Gudang (warehouse receipt) telah banyak dilakukan baik di negara maju seperti Amerika dan Kanada maupun di negara berkembang seperti Filipina, India, Ukraina, Brasil, Zambia, serta di negara dengan perekonomian dalam transisi (transition country) seperti Polandia. Transaksi warehouse receipt ini melibatkan depositor (producer, farmer group, trader, exporter, processor or individual) dan warehouse operator (collateral manager). Depositor yang menyimpan komoditi pada warehouse akan menerima warehouse receipt dari warehouse operator. Warehouse receipt adalah dokumen yang membuktikan komoditi tertentu dengan jumlah, kualitas dan grade tertentu telah disimpan oleh depositor pada sebuah warehouse. Dalam implementasi transaksi warehouse receipt dilibatkan juga lembaga lain seperti perusahaan asuransi kerugian, perusahaan penjamin (perusahaan asuransi dan surety company), perusahaan kliring komoditi, dan perbankan. 49 Praktik perdagangan dan pembiayaan kredit dengan skema mirip Resi Gudang sebenarnya sudah sering dilakukan dalam kegiatan bisnis di Indonesia
49
Ramlan Ginting, “Keterkaitan Perbankan dalam Transaksi Warehouse Receipt”, Makalah Seminar Nasional Resi Gudang 15 November 2005, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 3 Nomor 3 Desember 2005, diakses dari www.bi.go.id tanggal 23-32012, hal. 14-15
Universitas Sumatera Utara
walaupun belum ada UU No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang (UUSRG). Hanya saja praktik Resi Gudang sebelum ada UUSRG dijalankan melalui model jaminan fidusia. Jaminan Resi Gudang pada dasarnya merupakan bagian dan perkembangan lebih lanjut dari jaminan fidusia. Objek jaminan fidusia lebih luas, yaitu mencakup barang bergerak dan barang tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan (hipotik), sedangkan objek jaminan Resi Gudang hanya khusus ditujukan bagi barang bergerak hasil pertanian perkebunan/perikanan. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sejarah perkembangan jaminan Resi Gudang tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan jaminan fidusia. 50 Praktik perbankan
di Indonesia telah sejak lama berpengalaman
dengan pemasangan fidusia sebagai jaminan atas pemberian kreditnya. Hal demikian dilakukan oleh bank-bank pemerintah maupun bank-bank swasta. Jaminan fidusia terutama ditujukan kepada benda-benda bergerak yang berupa barang-barang inventaris, barang-barang dagangan, mesin-mesin maupun kendaraan bermotor, dan lain-lain. Dalam akta perjanjian pemberian kredit (dengan jaminan fidusia) bank-bank tertentu lazim mensyaratkan bahwa debitur tidak diperbolehkan menjual, melepaskan atau menjaminkan kembali dengan cara apa pun barang yang telah diserahkan secara fiduciair tersebut atau sekurang-kurangnya dengan izin tertulis dari bank. Di samping perjanjian kredit, diadakan pula perjanjian penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan (fiducia) atas barang-barang yang diperinci secara lengkap dan jelas tercantum dalam formulir tertentu dari bank, dimana penyerdahan barang-barang tersebut
50
Iswi Hariyani dan R. Serfianto, Opcit, hal. 38
Universitas Sumatera Utara
dilakukan secara constitutum possessorium dan peminjam tetap menguasai benda itu sebagai penyimpan. 51 Praktik fidusia semacam ini kemudian disempurnakan menjadi Sistem Resi Gudang. Dalam Sistem Resi Gudang , objek barang jaminan disimpan oleh pihak ketiga, yaitu Pengelola Gudang Terakreditasi yang juga berhak menerbitkan dokumen Resi Gudang. Beberapa bank asing dan bank nasional sebelum ada UUSRG, sudah ada yang mengucurkan kredit dengan jaminan Resi Gudang. Karena UU tentang Sistem Resi Gudang belum ada,maka mekanisme penjaminan Resi Gudang pada saat itu cukup diikat dengan model perjanjian yang mirip dengan penjaminan fidusia, di mana pihak Pengelola Gudang juga ikut bertindak sebagai penjamin mutu barang yang disimpan di gudang. Sistem dan mekanisme perdagangan komoditi pertanian harus dibenahi dan dibentuk. Pada tahun 1998, Departemen Perindustrian dan Perdagangan mengambil inisiatif pendirian Bursa Berjangka Komoditi, rencana pendirian Pasar Lelang Lokal dan Regional, dan kajian penerapan Sistem Resi Gudang (warehouse receipt system). Ketiga komponen ini harus bisa berjalan bersamaan. Pembentukan harga bisa dilakukan secara transparan, sehingga petani mendapat jaminan harga sebelum panen (bukan ijon), dan petani bisa mendapatkan dana tanpa menjual hasil panennya sewaktu harga rendah. Bursa Berjangka Komoditi yang berdiri sejak tahun 1999, belum berfungsi dengan baik. Hal ini antara lain disebabkan karena kedua komponen lainnya, yaitu Pasar Lelang Komoditas dan Sistem Resi Gudang belum 51
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia di dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1977) Hal. 77
Universitas Sumatera Utara
berjalan. Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) di bawah Departemen Perdagangan, saat ini telah mulai melakukan percontohan Pasar Lelang Komoditas walaupun belum kontinyu. Demikian juga Departemen Pertanian telah melakukan hal yang sama. Pendirian Pasar Lelang Komoditas harus menjadi komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah, dan hal ini harus merupakan bagian dari pembangunan fasilitias umum untuk mendukung perekonomian berbasis pertanian. 52
2. Praktek Resi Gudang Setelah ada UU No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang Setelah terbitnya UU No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, pelaksanaan perdagangan komoditi pertanian dengan menggunakan Resi Gudang diharapkan dapat meningkat lebih banyak lagi. Di samping itu, penyaluran Kredit Usaha Rakyat dengan Jaminan Resi Gudang, khususnya kepada petani-pekebun-nelayan kecil, diharapkan lebih meningkat jumlahnya, lebih mudah mendapatkannya, lebih maksimal plafon kreditnya, lebih murah tingkat
suku
bunganya
dan
lebih
mudah/lebih
murah
prosedur
pergudangannya. Pemerintah perlu membangun lebih banyak Gudang Terakreditasi di semua sentra produksi pertanian/perkebunan/perikanan di seluruh Indonesia. Di samping itu, pemerintah perlu membangun lebih banyak Pasar Lelang Komoditas Agribisnis, agar para petani semakin mudah memperdagangkan hasil panennya melalui Sistem Resi Gudang. Bursa
52
Rahardi Ramelan, “Resi Gudang untuk Petani”, www.leapidea.com diakses tanggal
23-3-2012
Universitas Sumatera Utara
Berjangka Komoditi juga perlu terus disempurnakan agar dapat mendukung Sistem Resi Gudang. Dalam pola Resi Gudang , petani menyimpan gabahnya ke Pengelola Gudang (milik Unit Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA)), dan kemudian petani mendapat bukti penyimpanan dalam bentuk Resi Gudang. Resi Gudang selanjutnya dijadikan jaminan (seperti surat berharga) ke lembaga keuangan untuk mendapatkan dana talangan. Petani mendapatkan dana senilai 70% (tujuh puluh persen) dari total harga gabah yang dititipkan di gudang berdasarkan harga yang berlaku di pasaran saat itu. Setelah berjalan beberapa waktu (3-4 bulan), yaitu pada masa paceklik atau pada saat harga gabah di pasaran cukup tinggi, pemilik dana serta manajer/pengurus UPJA menjual gabah milik petani. Penjualan biasanya dilakukan dengan sistem lelang untuk mendapatkan harga tertinggi. Dari hasil penjualan tersebut petani dapat menebus dan mengembalikan pinjaman ke lembaga keuangan. Selanjutnya setelah dikurangi harga penjualan gabah petani (harga pasar pada saat perjanjian Resi Gudang), akan terdapat selisih harga atau keuntungan. Keuntungan tersebut selanjutnya dibagi ke semua pihak yang terikat kontrak pola Resi Gudang dengan proporsi sesuai dengan kesepakatan. 53 Menurut J.W. Sudomo, Direktur Bursa Berjangka Jakarta, dalam berinvestasi di Resi Gudang, pemegang dokumen Resi Gudang yang dapat dinegosiasikan (negotiable document) adalah pemilik sah. Hal ini memberikan kepastian hukum bagi pembeli Resi Gudang, sehingga pembeli tidak perlu mengusut asal muasal Resi Gudang tersebut. Selain itu, sifat Resi Gudang
53
Iswi Hariyani & R. Serfianto, Op.Cit, hal 46j
Universitas Sumatera Utara
yang dapat dinegosiasikan membuat dokumen tersebut dapat diperdagangkan di bursa oleh pihak-pihak yang tidak saling mengenal. Bahkan, UU Sistem Resi Gudang telah mengantisipasi agar Resi Gudang boleh dikeluarkan secara elektronik oleh satu Pusat Registrasi. 54 Sebagai instrumen investasi yang belum begitu populer, tentu banyak yang masih awam terhadap Resi Gudang. Sangat lumrah jika masyarakat melontarkan berbagai pertanyaan, seperti bagaimana tingkat keuntungannya, apakah aman berinvestasi di Resi Gudang, atau mungkinkah ada pemalsuan dalam investasi Resi Gudang. Kemungkinan-kemungkinan itu sudah diantisipasi. Tidak hanya akan mempermudah perdagangan, Resi Gudang juga mempertimbangkan faktor keamanan. Dengan makin majunya teknologi, proses pemeriksaan dokumen Resi Gudang secara elektronik makin mudah, termasuk dapat mendeteksi tingkat kebenaran pemilik Resi Gudang dalam menjual barang yang ada sesuai dengan keterangan dalam dokumen tersebut. Prinsipnya, proses penjualan (investasi) Resi Gudang memiliki tingkat risiko yang sama dengan transaksi jual beli saham perusahaan publik. Perdagangan kontrak berjangka yang subjeknya sama dengan Resi Gudang diharapkan dapat memajukan Sistem Resi Gudang. Untuk lebih menggerakkan perekonomian nasional, mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kerakyatan, meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup petani, serta memperkuat peran komoditas nasional, maka Departemen Perdagangan melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai UU 54
Alternatif Investasi di Resi Gudang, Majalah Ekspor, Edisi 38 Tahun VI, Januari 2008, diakses dari www.bexi.co.id tanggal 30-3-2012
Universitas Sumatera Utara
Sistem Resi Gudang. Edukasi dan sosialisasi ini dilakukan ke sejumlah provinsi dan daerah di Indonesia agar kalangan petani dan sektor UKM mengerti benar manfaat Sistem Resi Gudang. Departemen Perdagangan yakin UUSRG dapat lebih meningkatkan manfaat pembiayaan bagi petani dan sektor UKM serta dapat lebih memajukan sektor komoditas nasional. UU tentang Sistem Resi Gudang merupakan terobosan baru yang melengkapi hukum penjaminan yang berlaku di Indonesia seperti jaminan gadai dan fiusia. Sistem Resi Gudang merupakan bagian integral dari sistem pemasaran yang telah dikembangkan di beberapa negara. Sistem ini terbukti mampu meningkatkan efisiensi sektor agribisnis dan agriindustri karena baik produsen maupun sektor komersial dapat mengubah status persediaan bahan mentah dan bahan setengah jadi menjadi produk yang dapat diperjualbelikan secara luas. Hal ini dimungkinkan karena Resi Gudang dapat diperjualbelikan, dipertukarkan, dan dalam perdagangan derivatif dapat diterima sebagai penyelesaian transaksi kontrak berjangka yang jatuh tempo di bursa berjangka. Selain itu, dalam sistem ini fasilitas pembiayaan yang diperoleh pemilik barang tidak hanya berasal dari perbankan atau lembaga keuangan nonbank, tetapi juga dari investor yang membeli produk Derivatif Resi Gudang. 55 Departemen Perdagangan melalui Bappebti pendekatan kepada sejumlah
telah melakukan
lembaga pembiayaan seperti bank nasional
maupun asing untuk turut berperan aktif dalam pengembangan Sistem Resi Gudang di Indonesia. Sejumlah bank nasional maupun asing telah menyatakan kesanggupan memberikan akses pembiayaan dalam Sistem Resi Gudang. 55
Departemen Perdagangan Beri Akses Pembiayaan bagi Petani dan Sektor UKM, 14-22007, diakses dari www.indonesia.go.id tanggal 30 Maret 2012
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya UUSRG diharapkan dapat tercipta iklim usaha yang lebih kondusif dengan tersedianya sistem pembiayaan perdagangan yang efektif yang diperlukan dunia usaha untuk menjamin kelancaran usahanya. Sistem Resi Gudang dapat mendorong pengembangan sektor perdagangan dan pertanian, terutama dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas, yang selanjutnya dapat meningkatkan daya saing komoditas tidak saja di pasar lokal atau domestik, tetapi juga di pasar internasional. 56 Dengan UUSRG dokumen barang yang dikeluarkan
Pengelola
Gudang yang sudah berizin, kini sudah dapat dinegosiasikan (negotiable). Hal ini
berarti pihak yang
memasukkan
barang
dengan
mudah
dapat
memindahtangankan dokumen Resi Gudang ke orang lain dengan hanya melakukan endorsement atau menempatkan tanda tangan dan mencatatkannya di balik resi itu kepada siapa dokumen itu dialihkan berikut tanggalnya. Penerima Resi Gudang juga dapat memindahtangankan dokumen itu kepada orang lain dengan cara yang sama. Selain mempermudah perdagangan, kemungkinan pemalsuan juga dapat ditangkal. Dengan kemajuan teknologi, proses pemeriksaan mudah dilakukan secara elektronik dengan melacak kebenaran pemilik Resi Gudang apakah memang berniat menjual barangnya. 57 Perkembangan Resi Gudang pasca keluarnya UUSRG masih belum berjalan baik. Bahkan, mantan Menteri Negara Koperasi dan UKM, Suryadharma Ali, mengaku kecewa atas perkembangan Resi Gudang yang dinilainya lamban, karena pada tahun 2007 dari tujuh provinsi yang mengajukan rencana program Resi Gudang hanya terealisasi dua provinsi, 56
Ibid J. W. Sudomo, “Besarkah Peluang Investasi di Resi Gudang?”, Bisnis Indonesia, 15 Mei 2007, diakses dari www.investasi-emas.com tanggal 30 Maret 2012 57
Universitas Sumatera Utara
padahal anggaran yang disediakan Rp.24 miliar. Dana tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM melalui PT (Persero) Kliring Berjangka Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan sinkronisasi dan koordinasi antara Kementrian Negara Koperasi dan UKM dengan Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Badan Urusan Logistik, dan Perbankan. Koordinasi diperlukan untuk memaksimalkan peran masing-masing instansi. Bulog, misalnya memiliki gudang yang masih bisa dimanfaatkan untuk program Resi Gudang karena saat ini penggunaannya masih di bawah kapasitas normal, sehingga bisa menghemat dana ketimbang membangun gudang baru. 58
3. Perkembangan Penerapan Sistem Resi Gudang di Indonesia Sistem Resi Gudang mulai dikenal di Indonesia sejak 5 tahun terakhir. Sebelum muncul UUSRG banyak dikenal berbagai macam terobosan yang ditempuh baik oleh pemerintah maupun pelaku usaha dalam sistem tata niaga komoditi pertanian. Beberapa diantaranya yang hampir mirip dengan Sistem Resi Gudang adalah sistem tunda jual, gadai gabah, dan yang terakhir adalah CMA (Collateral Management Agreement). Jika ditinjau dari kelengkapan infrastruktur sistem dan keamanannya Sistem Resi Gudang merupakan sistem yang paling aman jika dibandingkan dengan beberapa sistem yang pernah ada di Indonesia.
58
Mulia Ginting Munthe, “Perkembangan Resi Gudang Mengecewakan”, 7 April 2008, diakses dari www.smecda.com tanggal 30 Maret 2012
Universitas Sumatera Utara
Dalam Sistem Resi Gudang terdapat jaminan keamanan bagi perbankan karena semua data penatausahaan Resi Gudang terpusat di Pusat Registrasi dan diawasi oleh Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka
Komoditi (BAPPEBTI). Serta terdapat kepastian mutu bagi pemilik barang maupun calon pemilik barang karena barang yang disimpan dikelola dengan baik oleh Pengelola Gudang dan diuji mutu sebelumnya oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian indepenen yang telah mendapat sertifikasi dari KAN dan disetujui oleh BAPPEBTI. Dalam penerapannya di lapangan Sistem Resi Gudang mengalami berbagai macam kendala dan masalah. Yang menjadi masalah utama adalah kurangnya pemahaman masyarakat, pelaku usaha, bahkan pihak lembaga keuangan terhadap mekanisme dan manfaat Sistem Resi Gudang. Hal ini merupakan kendala yang pada umumnya dialami oleh suatu kebijakan yang bersifat topdown. Manfaat dari Sistem Resi Gudang dan perkembangan Sistem Resi Gudang di Indonesia dapat kita lihat dari tabel di bawah ini: Tabel 1 : Perkembangan Sistem Resi Gudang di Indonesia PENERBITAN Resi Gudang Tahun Jumlah
% *)
Pembiayaan
Komoditi
Volume (ton) 508,83
% *)
Nilai Barang (Rp 000) 1.431.616,2
% *)
Nilai (Rp 000) 313.900
% *)
BPRS Bina Amanah, BRI, Bank Jatim
2008
16
2009
13
-19%
214,11
-58%
552.962,24
-61%
136.800
-44%
2010
56
331%
2.248,94
950%
8.467.083,5
1431%
4.017.986,3
2837%
Total
85
2.971,88
10.451.661,94
Lembaga Keuangan
BRI BRI, Bank Jatim, Bank BJB, Bank Kalsel, PKBLKBI,LPDB
4.468.686,3
Universitas Sumatera Utara
*) Presentase pertumbuhan dari tahun sebelumnya
Sumber : Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) Dalam tabel diatas menunjukkan adanya penurunan dan peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2010, baik itu penerbitan Resi Gudang maupun Resi Gudang yang dijadikan pembiayaan kredit. Pada tahun 2008 terdapat 16 (enam belas) Resi Gudang yang diterbitkan dengan nilai barang sebesar Rp. 1.431.616,- (satu juta empat ratus tiga puluh satu enam ratus enam belas rupiah) dan yang diajukan ke pembiayaan kredit sebesar Rp. 313.900,- (tiga ratus tiga belas ribu sembilan ratus rupiah). Tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan sebanyak 19% (sembilan belas perseratus) menjadi 13 (tiga belas) Resi Gudang yang terbit dengan nilai barang mengalami penurunan sebesar 58% (lima puluh delapan perseratus) sehingga pembiayaan kredit juga menurun hingga 44% (empat puluh empat perseratus). Sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan secara signifikan dengan meningkatnya jumlah penerbitan Resi Gudang hingga 331% (tiga ratus tiga puluh satu perseratus), sehingga ada 56 (lima puluh enam) Resi Gudang yang diterbitkan dengan nilai barang sebesar Rp. 8.467.083,- (delapan juta empat ratus enam puluh tujuh ribu delapan puluh tiga rupiah) dan pembiayaan kredit juga meningkat hingga 2837% (dua ribu delapan ratus tiga puluh tujuh perseratus) dengan nilai pembiayaan sebesar Rp. 4.017.986,- (empat juta tujuh belas ribu sembilan ratus delapan puluh enam rupiah). Maka dapat dilihat dari tabel diatas, bahwa perkembangan Resi Gudang di Indonesia dalam 3 tahun terakhir dari tahun 2008 sampai tahun
Universitas Sumatera Utara
2010 terdapat sedikit penurunan lalu peningkatan yang signifikan, baik dari penerbitan dan pembiayaan Resi Gudang. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa sudah ada lembaga keuangan yang menerima jaminan Resi Gudang ini, baik bank maupun non bank seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Jatim, Bank Jawa Barat (BJB), Bank Kalsel dan BPRS Bina Amanah Implikasi Sistem Resi Gudang yang menyebar keseluruh bidang sektor mulai dari hulu sampai hilir (pertanian-industri) akan memberikan dampak yang cukup besar bagi perkembangan perekonomian baik daerah maupun nasional. Dampak yang nyata dapat dirasakan adalah adanya peningkatan pendapatan petani, tumbuhnya industri pergudangan di daerah, berkembangnya lembaga-lembaga pembiayaan, yang akhirnya secara makro akan meningkatkan distribusi pendapatan daerah. Disamping itu implementasi SRG juga akan memberikan dampak yang tidak kentara (intangible) berupa tumbuhnya pola kemandirian usaha pada petani dan pelaku usaha. Dalam perkembangannya di Indonesia setelah disahkannya UUSRG, sudah ada beberapa Bank yang telah memberikan kredit dengan jaminan Resi Gudang berdasarkan UUSRG tersebut, yaitu antara lain Bank BRI, Bank CIMB Niaga, Bank Jatim dan Bank Kalsel. Pengembangan Sistem Resi Gudang, memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung upaya pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Melalui sistem ini akan tersedia alternatif pendanaan meningkatkan kemampuan usaha para petani dan pelaku usaha agribisnis.
Universitas Sumatera Utara
Terkait dengan perkembangan Sistem Resi Gudang yang masih dalam tahap Pilot Project di beberapa daerah tertentu saja, maka hal tersebut berdampak pula pada implementasi pelaksanaan pembiayaan dengan Jaminan Resi Gudang oleh Perbankan. Berikut penulis akan mengidentifikasikan permasalahan dalam penerapan Sistem Resi Gudang dan kaitan dengan terbatasnya peranan bank dalam memberikan fasilitas kredit dengan jaminan Resi Gudang, yaitu sebagai berikut: a. Masih terbatasnya Prasarana, infrastruktur, dan jumlah lembaga-lembaga yang menunjang kegiatan Sistem Resi Gudang, yaitu misalnya dapat dilihat pada sedikitnya daerah yang memiliki Gudang yang telah terakreditasi sesuai dengan kriteria Sistem Resi Gudang. b. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman petani, pengusaha dan lembaga pembiayaan terhadap Sistem Resi Gudang dan manfaatnya sebagai akses kepada pembiayaan modal kerja. c. Keterbatasan jenis komoditi yang dapat menjadi objek jaminan Resi Gudang. d. Masih adanya paradigma bahwa sektor pertanian merupakan bisnis dengan profil pembiayaan beresiko tinggi, yaitu dari obyek jaminan berupa komoditi pertanian dengan daya simpan terbatas dan mudah rusak. e. Terbatasnya jumlah pasar komoditas untuk komoditi yang diperdagangkan dengan Resi Gudang. Seperti Pasar Lelang Komoditas Agro (PLKA) untuk penjualan komoditas dan Bursa Berjangka untuk perdagangan Resi Gudang.
Universitas Sumatera Utara