BAB II PENGATURAN JAMINAN KREDIT PERBANKAN DI INDONESIA
A. Tinjauan Umum Kredit Perbankan di Indonesia 1.
Pengertian kredit dan pembiayaan Kata kredit berasal dari kata Romawi “Credere” artinya percaya. Dalam
bahasa Belanda istilahnya Vertrouwen, dalam bahasa Inggris Believe atau Trust or Confidence artinya sama yaitu percaya.51 Maksud dari percaya bagi pemberi kredit adalah pemberi kredit percaya kepada penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.52 Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 53 Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atas kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 54
51
Sutarno, Loc.cit. Kasmir, Loc.cit. 53 Ibid, hlm. 96. 54 Rachmadi Usman, Op.cit, hlm. 237. 52
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan istilah tersebut tergantung dari pada kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank, apakah bank tersebut dalam menjalankan usahanya secara konvensional atau prinsip syariah. Apabila bank tersebut menjalankan usahanya secara konvensional maka menggunakan istilah kredit sedangkan bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah maka menggunakan istilah pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Menurut OP. Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.55 Dengan akan diterimanya kontraprestasi pada masa yang akan dating, maka jelas tergambar bahwa kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang, maupun jasa. 56 Raymond P. Kent dalam buku karangannya Money and Banking mengatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang. 57 Dari pengertian di atas dapatlah dijelaskan bahwa kredit atau pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang. 58 Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank berdasarkan
55
Budi Untung, Op.cit, hlm. 1. Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yunianti Ananda, Djuhaepah T. Marala, Opcit, hlm. 12. 57 Ibid, hlm. 12-13. 58 Kasmir, Loc.cit. 56
Universitas Sumatera Utara
prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip bagi hasil berupa imbalan atau bagi hasil. 59
2.
Unsur-unsur kredit Berdasarkan pengertian kredit yang dipaparkan diatas, kita dapat
mengetahui dan menarik unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit tersebut. Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut :60 a.
Kepercayaan Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan
(berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan tentang nasabah baik secara interen maupun eksteren. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit. b. Kesepakatan Selain adanya unsur kepercayaan, di dalam kredit juga mengandung unsur
kesepakatan antara pemberi kredit
dengan
penerima kredit.
Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. c. Jangka waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka 59 60
Ibid, hlm. 97. Kasmir, Op.cit., hlm. 98-100.
Universitas Sumatera Utara
waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang. d. Risiko Yaitu risiko tidak tertangihnya atau macetnya pembayaran kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak sengaja. Misalnya terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya. e. Balas jasa Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.
3.
Tujuan dan fungsi kredit Bila di negara-negara liberal, tujuan kredit didasarkan kepada usaha untuk
memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan, yaitu pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat (keuntungan) yang sebesar-besarnya.61 Namun Indonesia bukanlah negara liberal, melainkan negara kesatuan yang berbentuk republik yang berlandaskan pada Pancasila sebagai falsafah hidup kebangsaannya. Oleh karena 61
Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yunianti Ananda, Djuhaepah T. Marala, Op.cit., hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
Pancasila adalah sebagai dasar dan falsafah negara kita, maka tujuan kredit tidak semata-mata mencari keuntungan, melainkan disesuaikan dengan tujuan negara yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dengan demikian tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah untuk :62 a. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan; b. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat; c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin, dan dapat memperluas usahanya. Disamping itu, pemberian suatu fasilitas kredit juga mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tersebut tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut :63 a.
Mencari keuntungan Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut.
Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang terus-menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidasi (dibubarkan).
62 63
Ibid., hlm. 15. Kasmir, Op.cit., hlm. 100.
Universitas Sumatera Utara
b.
Membantu usaha nasabah Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang
memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitor akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. c.
Membantu pemerintah Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak
perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Keuntungan bagi pemerintah dengan menyebarnya pemberian kredit adalah sebagai berikut :64 a.
Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank;
b. Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menganggur; c. Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang dan jasa yang beredar di masyarakat; d. Menghemat
devisa
negara,
terutama
untuk produk-produk
yang
sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit yang ada jelas akan dapat menghemat devisa negara;
64
Ibid., hlm. 101.
Universitas Sumatera Utara
e. Meningkatkan devisa negara, apabila produk dari kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor. Selain tujuan diatas, suatu fasilitas kredit juga memiliki fungsi tersendiri baik itu bagi debitor, kreditor, maupun masyarakat umum. Suatu kredit mencapai fungsinya, baik bagi debitor, kreditor, maupun masyarakat, apabila secara sosial ekonomis membawa pengaruh yang lebih baik 65. Bagi pihak debitor dan kreditor, mereka sama-sama memperoleh keuntungan, dan juga mengakibatkan tambahan penerimaan negara dari pajak, serta membawa dampak kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro. Kredit dalam kehidupan perekonomian sekarang, dan juga dalam perdagangan, mempunyai fungsi sebagai berikut :66 a.
Meningkatkan daya guna uang Adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika
uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit
uang tersebut
menjadi berguna untuk
menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.67 b.
Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang Uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke
wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari derah lainnya.68
65
Budi Untung, Op.cit., hlm. 4. Ibid. 67 Kasmir, Loc.cit. 68 Ibid., hlm. 101-102. 66
Universitas Sumatera Utara
c.
Meningkatkan daya guna dan peredaran barang Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh debitor
untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.69 Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar. 70 d.
Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi
karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa negara. 71 e.
Meningkatkan kegairahan berusaha Bagi penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan
berusaha, apalagi bagi nasabah yang memang modalnya pas-pasan.72 f.
Meningkatkan pemerataan pendapatan Semakin banyak kredit yang disalurkan, akan semakin baik, terutama
dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat pula mengurai pengangguran. Di samping itu, bagi
69
Ibid., hlm. 102. Ibid. 71 Ibid. 72 Ibid. 70
Universitas Sumatera Utara
masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat meningkatkan pendapatannya seperti membuka warung atau menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya.73 g.
Meningkatkan hubungan internasional Pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan
antara penerima kredit dengan pemberi kredit. Pemberian kredit oleh Negara lain akan meningkatkan kerjasama dibidang lainnya.74
4.
Jenis-jenis kredit Secara umum jenis-jenis kredit yang diberikan oleh bank yang
menjalankan usahanya secara konvensional kepada masyarakat dapat dilihat dari berbagai segi antara lain sebagai berikut : a.
Dilihat dari segi kegunaan75 1) Kredit Investasi Kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi. 76 2) Kredit modal kerja Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Sebagai contoh kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.
73
Kasmir, Op.cit., hlm. 102-103. Ibid., hlm. 103. 75 Ibid. 76 Budi Untung, Op.cit., hlm. 6. 74
Universitas Sumatera Utara
b.
Dilihat dari segi tujuan kredit 77 1) Kredit produktif Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Sebagai contohnya kredit untuk membangun pabrik yang nantinya akan menghasilkan barang, kredit pertanian akan menghasilkan produk pertanian atau kredit pertambangan menghasilkan bahan tambang atau kredit industri lainnya. 2) Kredit konsumtif Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit untuk perumahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga, dan kredit konsumtif lainnya. 3) Kredit perdagangan Kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada suplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang alam jumlah besar. Contoh kredit ini misalnya kredit ekspor dan impor.
77
Kasmir, Op.cit., hlm. 104.
Universitas Sumatera Utara
c.
Dilihat dari segi jangka waktu Apabila jangka waktu digunakan sebagai kriteria, maka suatu kredit
dapat dibagi ke dalam :78 1) Kredit jangka pendek Yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum satu tahun, bentuknya dapat berupa kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembeli, dan kredit wesel, juga dapat berbentuk kredit modal kerja yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja atau proyek. 2) Kredit jangka menengah Yaitu kredit yang berjangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun, bentuknya dapat berupa kredit investasi jangka menengah. 3) Kredit jangka panjang Yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya yaitu kredit investasi yang bertujuan menambah modal perusahaan dalam rangka untuk melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru. d.
Dilihat dari segi jaminan Dari segi jaminannya penggolongan kredit dapat dibedakan, antara lain:79 1) Kredit tanpa jaminan atau kredit blanko (Unsecured loan) Yang dimaksud dengan kredit tanpa jaminan, yaitu pemberian kredit tanpa jaminan materil (agunan fisik), pemberiannya sangatlah selektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah teruji bonafiditas, 78
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 487. 79 Ibid., hlm. 497-498.
Universitas Sumatera Utara
kejujuran, dan ketaatannya baik dalam transaksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya. 2) Kredit dengan jaminan (Secured loan) Kredit ini diberikan kepada debitur selain didasarkan adanya keyakinan atas kemampuan debitor juga disandarkan pada adanya agunan atau jaminan yang berupa fisik (collateral) sebagai jaminan tambahan, misalnya berupa tanah, bangunan, alat-alat produksi, dan sebagainya. e.
Dilihat dari segi sektor usaha 80 1) Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang. 2) Kredit peternakan, dalam hal ini untuk jangka pendek misalnya peternakan ayam dan jangka panjang misalnya peternakan kabing atau sapi. 3) Kredit industri, yaitu kredit untuk membiayai indusri kecil, menengah atau besar. 4) Kredit pertambangan, jenis usaha tambang yang dibiayainya biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak atau timah. 5) Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa. 6) Kredit profesi, diberikan kepada para profesional seperti, dosen, dokter atau pengacara.
80
Kasmir, Op.cit., hlm. 106.
Universitas Sumatera Utara
7) Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan. 8) Dan sektor-sektor lainnya.
5.
Prinsip-prinsip pemberian kredit Hal yang harus diperhatikan sebelum suatu fasilitas kredit diberikan, bank
harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Penilaian kredit oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melaui prosedur penilaian yang benar. Dalam melakukan penilaian kriteria-kriteria serta aspek penilaiannya tetap sama. Begitu pula dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan sudah menjadi standard penilaian setiap bank. Biasanya kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan analisis 5C dan 7P. Adapun penjelasan untuk analisis dengan 5C kredit adalah sebagai berikut: a.
Character Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan
diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaaan keluarga, hobi dan social standing-nya. Ini semua merupakan ukuran kemauan membayar.
Universitas Sumatera Utara
b.
Capacity Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis
yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. c.
Capital Untuk melihat penggunaan modal efektif atau tidak, dapat dilihat pada
laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini. d.
Colleteral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat
fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. e.
Condition Menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik
sekarang dan di masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing serta prospek usaha dari sektor yang nasabah jalankan. Penilaian prospek bidang
Universitas Sumatera Utara
usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil. Penilaian kredit dengan metode analsisi 7P adalah sebagai berikut : a.
Personality Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya
sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. b.
Party Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau
golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank. c.
Perpose Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit,
termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif, dan lain sebagainya. d.
Prospect Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang
menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga nasabah.
Universitas Sumatera Utara
e.
Payment Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit
yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitor, akan semakin baik. Dengan demikian, jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya. f.
Profitability Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari
laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya. g.
Protection Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan
mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi. Prinsip lainnya yang digunakan bank dalam pemberian kredit yaitu prinsip 3R, yang terdiri atas :81 a.
Returns (Hasil yang Diperoleh) Returns, yakni hasil yang diperoleh oleh debitor, dalam hal ini ketika
kredit telah dimanfaatkan dan dapat diantisipasi oleh calon kreditor. Artinya perolehan tersebut mencukupi untuk membayar kembali kredit beserta bunga, ongkos-ongkos, disamping membayar keperluan perusahaan yang lain seperti untuk cash flow, kredit lain jika ada, dan sebagainya. 81
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 25-27.
Universitas Sumatera Utara
b.
Repayment (Pembayaran Kembali) Kemampuan bayar dari pihak debitor tentu saja juga mesti
dipertimbangkan. Dan apakah kemampuan bayar tersebut macth dengan schedule pembayaran kembali dari kredit yang akan diberikan itu. Ini juga merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. c.
Risk bearing ability (kemampuan menanggung risiko) Misalnya dalam hal terjadi hal-hal diluar antisipasi kedua belah pihak.
Terutama jika dapat menyebabkan timbulnya kredit macet. Untuk itu harus diperhitungkan apakah misalnya jaminan dan/atau asuransi barang atau kredit sudah cukup aman untuk menutupi risiko tersebut.
B. Pengaturan Jaminan Kredit Perbankan di Indonesia 1.
Pengertian jaminan kredit Secara umum, jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau
pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang.82 Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie yaitu kemampuan debitor untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditor, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas utang yang diterima debitor terhadap kreditornya. 83
82
Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yunianti Ananda, Djuhaepah T. Marala, Op.cit., hlm. 88. 83 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 66.
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Seminar Hukum Jaminan, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dari tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta, mengartikan yang dinamakan jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. 84 Kemudian Mariam Darus Badrulzaman juga merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitor dan/atau pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan. Pengertian jaminan juga dikemukakan oleh Hartono Hadisaputro, yaitu sesuatu yang diberikan debitor kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Perspektif hukum perbankan terkait jaminan ini, yang mana istilah jaminan dibedakan dengan istilah agunan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, memberikan pengertian yang berbeda terhadap jaminan dan agunan. Jaminan yaitu keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan. Sedangkan pengertian agunan dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yaitu jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
84
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Berarti, istilah agunan sebagai terjemahan dari istilah collateral merupakan bagian dari istilah jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Artinya pengertian jaminan lebih luas daripada pengertian agunan, dimana agunan berkaitan dengan barang, sementara jaminan tidak hanya berkaitan dengan barang, tetapi berkaitan pula dengan character, capacity, capital, dan condition of economy dari nasabah debitor yang bersangkutan.85
2.
Penggolongan jaminan kredit 86 Jaminan kredit bank dapat digolongkan dalam beberapa klasifikasi
berdasarkan sudut pandang tertentu, misalnya cara terjadinya, sifatnya, kebendaan yang dijadikan objek jaminan, dan lain sebagainya. a.
Jaminan lahir karena undang-undang dan lahir karena perjanjian Jaminan yang lahir karena undang-undang adalah jaminan yang adanya
karena ditentukan oleh undang-undang tidak perlu ada perjanjian antara kreditor dengan debitor.87 Perwujudan dari jaminan yang lahir karena undang-undang ini adalah Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua harta kekayaan debitor baik benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh kreditnya. Dengan demikian, secara otomatis harta kekayaan debitor menjadi jaminan atas kreditnya meskipun kreditor tidak meminta debitor untuk menyediakan jaminan atas kreditnya tersebut. Sedangkan jaminan yang lahir karena perjanjian adalah jaminan yang 85
Ibid., hlm. 67. Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 287-292. 87 Sutarno, Op.cit., hlm. 144. 86
Universitas Sumatera Utara
dilahirkan atau diadakan oleh perjanjian yang diadakan para pihak sebelumnya, seperti gadai, hipotek, hak tanggungan, dan fidusia. 88 b.
Jaminan umum dan jaminan khusus Jaminan umum lahir dan bersumber karena undang-undang, adanya
ditentukan dan ditunjuk oleh undang-undang tanpa ada perjanjian dari para pihak (kreditor dan debitor).89 Pada prinsipnya, menurut hukum segala harta kekayaan debitor baik yang sudah ada pada saat perjanjian diadakan maupun yang baru yang akan ada dikemudian hari yang akan menjadi milik debitor setelah perjanjian kredit diadakan akan menjadi jaminan bagi kreditnya dengan semua kreditor. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian, tanpa kecuali seluruh harta kekayaan debitor akan menjadi jaminan umum atas pelunasan kreditnya, baik yang telah diperjanjikan maupun tidak diperjanjikan sebelumnya. 90 Jaminan yang bersifat umum ini, semua kreditor mempunyai kedudukan yang sama terhadap kreditor-kreditor lain, tidak ada kreditor yang diutamakan atau diistimewakan dari kreditor-kreditor lain. Pelunasan utangnya dibagi secara seimbang berdasarkan besar kecilnya jumlah tagihan masing-masing kreditor dibandingkan dengan jumlah keseluruhan utang debitor. Hal demikian ditegaskan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa kebendaan tersebut menjadi 88
Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 287. Sutarno, Op.cit., hlm. 146. 90 Rachmadi Usman, Loc.cit. 89
Universitas Sumatera Utara
jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkannya padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya jumlah tagihan masing-masing kreditor, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Jadi Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut juga memberikan kemungkinan pengecualian adanya kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhaap kredior-kreditor lain, yaitu pemegang hak privilege, gadai (pand) dan hipotek. Berarti kedudukan para kreditor ditentukan oleh jenis jaminan yang dipegangnya. 91 Jaminan khusus adalah jaminan yang timbul karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditor dan debitor92. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan maupun jaminan yang bersifat perseorangan. Dengan adanya jaminan khusus ini maka kreditor memiliki hak utama atau istimewa atau preferen atas benda jaminan yang diberikan debitor sebagai jaminan atas kreditnya. Dengan kata lain kreditor tersebut berkedudukan lebih utama terhadap kreditor lainnya sehingga akan mendapatkan hak pembayaran utang terlebih dahulu daripada kreditor lainnya atas hasil penjualan benda jaminan debitur tersebut. c.
Jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak
mutlak atas sesuatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitor, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat diperalihkan (contoh hipotek, 91
Ibid., hlm. 287-288. Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu tinjauan yuridis, (Jakarta : Djambatan, 1995), hlm. 59. 92
Universitas Sumatera Utara
gadai, dan lain-lain).93 Jaminan kebendaan juga mempunyai sifat prioriteit artinya siapa yang memegang jaminan atas jaminan kebendaan lebih dahulu maka akan didahulukan pelunasan utangnya dibanding yang memegang jaminan hak kebendaan kemudian. 94 Jaminan kebendaan ini objeknya adalah benda-benda yang ditunjuk secara khusus dengan cara menyendirikan dari bagian harta kekayaan debitor dan disediakan oleh debitor atau pihak lain pemilik jaminan guna pemenuhan utang seorang debitor.95 Oleh karena itu, jaminan kebendaan ini bukan hanya dapat diadakan antara kreditor dengan debitornya tetapi juga dapat diadakan antara kreditor dengan pihak ketiga yang menyediakan harta kekayaannya secara khusus sebagai jaminan dipenuhinya kewajiban debitor kepada kreditor. Jaminan kebendaan berupa harta kekayaan debitor atau pihak lain yang disendirikan itu diperuntukkan bagi keuntungan kreditor yang telah memintanya karena jika tidak ada penyendirian dan penyediaan secara khusus maka sama halnya dengan seluruh kekayaan debitor dijadikan jaminan untuk pembayaran utang debitor. Jadi pemberian jaminan kebendaan kepada kreditor tertentu memberikan kedudukan kepada kreditor dengan kedudukan istimewa terhadap kreditor lainnya. 96 Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda begerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan atau karena undang-undang dianggap sebagai benda bergerak, seperti hak-hak yang melekat pada benda bergerak. Benda
93
Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 289. Sutarno, Op.cit., hlm. 147. 95 Ibid., hlm. 148. 96 Ibid. 94
Universitas Sumatera Utara
bergerak dibedakan lagi atas benda bergerak berwujud atau bertubuh dan benda bergerak tidak berwujud atau bertubuh. Pengikatan jaminan benda bergerak berwujud dengan gadai dan fidusia, sedangkan pengikatan jaminan benda bergerak tidak berwujud dengan gadai, cessie, dan account receivable. 97 Benda dikatakan sebagai benda tidak bergerak atau tetap adalah kebendaan yang karena sifatnya tidak dapat berpindah atau dipindahkan, karena peruntukannya, atau karena undang-undang yang menggolongkannya sebagai benda tidak bergerak (Pasal 506, Pasal 507 dan Pasal 508 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Pengikatan jaminan benda tidak bergerak dengan hipotek dan hak tanggungan.98 Jaminan perseorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perseorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta kekayaan debitor umumnya (contoh borgtocht).99 Borgtocht adalah perjanjian antara kreditor dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitor. Perjanjian antara kreditor dengan pihak ketiga dapat dilakukan dengan sepengetahuan debitor atau bahkan tanpa sepengetahuan debitor.100 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, borgtocht ini diatur dalam Buku III Bab XVII Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850.
97
Rachmadi Usman, Loc.cit. Ibid. 99 Ibid. 100 Sutarno, Op.cit., hlm. 149. 98
Universitas Sumatera Utara
Jaminan yang bersifat perseorangan ini mempunyai azas kesamaan (Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) artinya tidak membedakan piutang mana yang lebih dahulu terjadi dan piutang yang terjadi kemudian. Keduanya mempunyai kedudukan yang sama terhadap harta kekayaan penjamin dan tidak mengindahkan urutan terjadinya. 101 Dalam jaminan borgtocht ini berarti seorang penjamin secara hukum menyediakan seluruh atau sebagian tertentu harta kekayaan yang dimiliki sekarang maupun yang akan datang, baik barang tetap atau barang bergerak untuk menjamin utang debitor, manakala debitor tidak mampu melunasi utangnya. Seluruh atau sebagian harta kekayaan yang disediakan tersebut tergantung perjanjian antara kreditor dengan pihak ketiga tersebut.102 Seperti perjanjian jaminan lainnya, perjanjian jaminan borgtocht bersifat accessoir artinya keberadaan jaminan berbentuk borgtocht ini tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Perjanjian jaminan borgtocht hapus apabila perjanjian pokoknya (perjanjian kredit) hapus. Dalam perjanjian borgtocht ini, seorang penjamin mendapatkan hak istimewa yaitu hak yang dimiliki seorang penjamin untuk menuntut agar harta kekayaan milik debitor terlebih dahulu disita dan dijual. 103 Jika hasil penjualan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk melunasi utangnya, kemudian baru harta kekayaan penjamin.
101
Ibid., hal. 148. Ibid., hal. 149. 103 Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 102
Universitas Sumatera Utara
Jaminan perseorangan dapat berupa borgtocht (personal guarantee), jaminan perusahaan (corporate guarantee) dan bank garansi (bank guarantee). Dalam borgtocht, pemberi jaminannya adalah pihak ketiga secara perseorangan, sedangkan pada corporate guarantee, pemberi jaminannya adalah badan usaha yang berbadan hukum. Garansi bank diberikan oleh bank guna menjamin pembayaran suatu jumlah tertentu apabila pihak yang dijamin cidera janji. 104 d.
Jaminan pokok, jaminan utama, dan jaminan tambahan Sesuai dengan namanya, kredit diberikan kepada debitor berdasarkan
kepercayaan dari kreditor terhadap kesanggupan pihak debitor untuk membayar kembali utangnya kelak karena dalam hukum diberlakukan suatu prinsip bahwa kepercayaan tersebut dipandang sebagai jaminan pokok dari pembayaran kembali utang-utangnya kelak.105 Sementara jaminan-jaminan lainnya yang bersifat kontraktual, seperti hak tanggungan atas tanah, gadai, hipotek, fidusia, dan sebagainya hanya dianggap sebagai jaminan tambahan semata-mata, yakni tambahan atas jaminan utamanya berupa jaminan atas barang yang dibiayai dengan kredit tersebut.106 e.
Jaminan atas benda bergerak dan tidak bergerak Pembebanan jaminan kredit didasarkan pada objek bendanya. Kalau
yang dijadikan jaminan adalah tanah, maka pembebanannya adalah dengan menggunakan hak tanggungan atas tanah, sedangkan kalau yang dijadikan jaminan adalah kapal laut atau pesawat udara, maka pembebanannya dengan menggunakan hipotek. Sementara itu, kalau yang dijadikan jaminan adalah 104
Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 289-290. Ibid., hlm. 290. 106 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 69-70. 105
Universitas Sumatera Utara
benda bergerak, maka pembebanannya dengan menggunakan gadai, fidusia, cessie, dan account receivable.107 f.
Jaminan regulatif dan jaminan non regulatif Jaminan regulatif adalah jaminan kredit yang kelembagaannya sendiri
sudah diatur secara eksplisit dan sudah mendapat pengakuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tergolong dalam jaminan regulatif ini antara lain adalah hipotek, gadai, hak tanggungan, akta pengakuan utang. Sedangkan jaminan non regulatif adalah bentuk-bentuk jaminan yang tidak diatur atau tidak khusus diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan, tetapi dikenal dan dilaksanakan dalam praktik. 108 Jaminan non regulatif ini ada yang berbentuk jaminan kebendaan seperti pengalihan tagihan dagang, pengalihan tagihan asuransi, tetapi ada juga jaminan non regulatif yang semata-mata hanya bersifat kontraktual, seperti kuasa menjual dan lain-lainnya. 109 g.
Jaminan konvensional dan jaminan non konvensional Jaminan konvensional adalah jaminan yang pranata hukumnya sudah
lama dikenal dalam sistem hukum kita, baik yang telah diatur dalam perundang-undangan, hukum adat maupun yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bukan berasal dari hukum adat, tetapi sudah lama dilaksanakan dalam praktik, seperti hipotek, hak tanggungan, gadai barang bergerak, gadai tanah, fidusia, garansi, dan akta pengakuan utang. 110 Sementara itu bentuk-bentuk jaminan non konvensional adalah bentuk-bentuk
107
Rachmadi Usman, Loc.cit. Ibid., hlm. 290-291. 109 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 71-74. 110 Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 291. 108
Universitas Sumatera Utara
jaminan yang eksistensinya dalam sistem hukum jaminan yang masih terbilang baru sungguhpun sudah dilaksanakan secara meluas, sehingga pranatanya belum sempat pula diatur secara rapi, antara lain seperti pengalihan hak tagih debitor (assignment of receivable for security purpose), pengalihan hak tagih klaim (assignment of insurance proceeds), kuasa menjual, dan jaminan menutupi kekurangan biaya (cash deficiency).111 h.
Saham sebagai jaminan tambahan Bank diperbolehkan memberikan kredit dengan jaminan tambahan
berupa saham, baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di bursa efek. Untuk pemberian kredit dalam rangka ekspansi atau akuisisi, bank diperbolehkan menerima jaminan tambahan berupa saham yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar di bursa efek. Jika saham yang dijaminkan termasuk saham yang terdaftar di bursa efek, maka saham yang bersangkutan tidak termasuk saham yang tidak mengalami transaksi dalam waktu tiga bulan berturut-turut sebelum saat akad kredit ditandatangani dan saham dengan harga pasar dibawah nilai nominal pada saat akad kredit ditandatangani. Nilai saham yang digunakan sebagai jaminan tambahan kredit maksimum sebesar 50% (lima puluh persen) dari harga pasar atau kurs saham yang bersangkutan di bursa efek pada saat akad kredit yang ditandatangani. Sebaliknya jika saham yang dijaminkan berupa saham yang tidak terdaftar di bursa efek, maka saham tersebut dibatasi hanya pada saham yang diterbitkan oleh perusahaan penerima kredit yang bersangkutan. Nilai saham yang digunakan sebagai jaminan tambahan kreditnya adalah maksimum sebesar
111
Munir Fuady, Op.cit., hal. 74-75.
Universitas Sumatera Utara
nilai nominal saham yang tercantum dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga perusahaan yang bersangkutan. 112 Tujuan penyerahan jaminan dalam suatu pemberian kredit adalah sebagai sumber pelunasan kredit usaha nasabah yang dibiayai. Apabila usaha nasabah yang dibiayai bank tidak dapat diharapkan, yaitu mengalami kegagalan, maka diharapkan saham yang dijadikan jaminan tambahan tersebut dapat dikonversi menjadi uang sebagai pelunasan kredit apabila terjadi kemacetan kredit.113
3.
Fungsi jaminan kredit Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditor, yaitu
kepastian atas pelunasan kredit debitor atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau oleh penjamin debitor. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. 114 Walaupun pada prinsipnya jaminan bukan merupakan syarat utama karena bank memprioritaskan pada kelayakan usaha yang dibiayai sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. Jaminan utama dalam perjanjian kredit adalah merupakan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitr untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. 115
112
Rachmadi Usman, Op.cit., hal. 292. Bambang Setijoprodjo dan Yunus Husein, kelembagaan, Usaha dan Pengelolaan Bank, 1994. Makalah disajikan pada Temu ilmiah perbankan dan sistem keuangan. Medan : Bank Indonesia dan Universitas Sumatera Utara. 114 Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham yang Digadaikan, (Medan : USU Press, 2011), hlm. 59. 115 Ibid. 113
Universitas Sumatera Utara
Fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditor, bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.116 Selain itu, fungsi jaminan kredit dapat juga kita tinjau dari sisi bank maupun dari sisi debitor. Dari sisi bank, jaminan kredit berfungsi sebagai pengamanan pelunasan kredit.117 Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit sangat berkaitan dengan kepentingan bank yang menyalurkan dananya kepada debitor yang sering dikatakan mengandung risiko. 118 Karena kita mengetahui bahwasanya kredit yang tidak dilunasi oleh debitor baik seluruhnya maupun sebagian akan merugikan bank. Oleh karena itu, sekecil apapun nilai uang dari kredit yang telah diberikan kepada debitor harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip kehatihatian. Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit macet. 119 Sehingga apabila debitor telah melunasi kreditnya, maka tidak akan ada pencairan jaminan kredit sebagai tindakan pengamanan kredit tersebut. Dalam hal ini, jaminan kredit akan dikembalikan kepada debitor sesuai dengan ketentuan hukum dan perjanjian kredit.
116
Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan ; Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 21. 117 M. Bahsan, Op.cit., hlm.103. 118 Ibid., hlm.104. 119 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi jaminan kredit bila ditinjau dari sisi debitor, maka jaminan kredit berfungsi sebagai pendorong motivasi debitor.120 Dalam hal ini debitor akan takut kehilangan harta kekayaannya yang dilakukan pengikatan sebagai jaminan kredit. Hal ini akan mendorong debitor untuk melunasi kreditnya agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tidak hilang karena harus dicairkan oleh bank. Selain itu pada umumnya nilai jaminan kredit lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kredit yang diterima debitor. Hal ini memberikan motivasi kepada debitor untuk menggunakan kredit sebaik-baiknya, melakukan kegiatan usahanya secara baik, mengelola kondisi keuangan secara hati-hati sehingga dapat segera melunasi kreditnya agar dapat menguasai kembali hartanya yang menjadi jaminan kredit. 121 Atas penjabaran diatas maka dapatlah diketahui bahwa jaminan kredit bank berfungsi untuk menjamin perlunasan kredit debitor bila debitor cidera janji atau pailit. Jaminan kredit akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak perbankan bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara mengeksekusi jaminan kredit perbankannya. 122
4.
Sifat perjanjian pengikatan jaminan Bila kita bicara tentang sifat dari perjanjian pengikatan jaminan maka
perjanjian pengikatan jaminan semuanya bersifat accessoir yang berarti perjanjian pengikatan jaminan eksistensinya atau keberadaannya tergantung perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit atau perjanjian utang. 123 Dengan itu berarti perjanjian pengikatan jaminan tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus tergantung
120
Ibid. Ibid., hlm.105. 122 Rachmadi Usman, Op.cit., hlm. 286. 123 Sutarno, Op.cit., hlm. 143. 121
Universitas Sumatera Utara
pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit sehingga perjanjian kredit tersebut harus dibuat terlebih dahulu. Hal yang perlu diketahui berkaitan dengan perjanjian pokok dan perjanjian accessoir adalah sebagai berikut :124 a. Tidak ada suatu perjanjian accessoir bila sebelumnya tidak ada perjanjian pokok. Perjanjian pengikatan jaminan kredit dibuat karena adanya perjanjian kredit. Perjanjian pengikatan jaminan kredit dibuat berdasarkan perjanjian kredit yang telah ditandatangni oleh bank dan debitor; b. Bila perjanjian pokok berakhir maka perjanjian accessoir harus diakhiri. Perjanjian pengikatan jaminan kredit harus diakhiri dengan berakhirnya perjanjian kredit karena pinjaman debitor kepada bank telah dilunasi dan perjanjian kredit sudah berakhir. Dengan demikian kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian accessoir mempunyai akibat hukum yaitu :125 a.
Eksistensinya tergantung perjanjian pokok (perjanjian kredit);
b.
Hapusnya tergantung perjanjian pokok (perjanjian kredit);
c.
Jika perjanjian pokok batal, perjanjian pengikatan jaminan ikut batal;
d. Jika perjanjian pokok beralih maka ikut beralih juga perjanjian pengikatan jaminan; e. Jika perjanjian pokok beralih karena cessie, subrogasi maka ikut beralih juga perjanjian jaminan tanpa adanya penyerahan khusus.
124 125
M. Bahsan, Op.cit., hlm.133. Sutarno, Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian kredit yang berakhir karena kreditnya telah dilunasi atau berakhir karena sebab lain maka berakhir pula perjanjian pengikatan jaminan. Jika perjanjian kredit cacat yuridis dan batal maka perjanjian pengikatan jaminan ikut batal juga. Sebaliknya jika perjanjian pengikatan jaminan catat dan batal karena suatu sebab hukum, misalnya barang jaminan musnah atau dibatalkan karena pemberi jaminan tidak berhak menjaminkan maka perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok tidak batal. Debitor tetap harus melunasi kreditnya sesuai perjanjian kredit.
8.
Subjek hukum dalam perjanjian pengikatan jaminan Subjek hukum adalah setiap pembawa hak (recht, right) dan kewajiban
(verplicht, obligation) dalam hukum. 126 Yang dimaksud subjek hukum dalam perjanjian pengikatan jaminan ialah pihak-pihak yang tersangkut dalam perjanjian pengikatan jaminan yang mencakup dua pihak yaitu pihak kreditor sebagai penerima jaminan dan pemberi jaminan. 127 Pemberi jaminan disini dapat berarti debitor itu sendiri atau pihak ketiga sebagai pemiliki barang jaminan tersebut. Pada dasarnya pihak yang memberi jaminan adalah pihak yang memiliki kewenangan terhadap barang jaminan tersebut yaitu dalam hal ini pemilik barang. Orang atau badan hukum yang tidak memiliki barang tersebut secara sah menurut hukum tidak berwenang untuk menjaminkan barang tersebut. Hal lainnya yang harus diperhatikan selain ketentuan mengenai kewenangan kepemilikan barang seperti disebutkan diatas, pihak yang dapat menjadi subjek hukum dalam perjanjian pengikatan jaminan haruslah ia 126
Tan Kamello dan Syarifah Lisa Indriati, Hukum Perdata : Hukum Orang dan Keluarga, (Medan : USU Press, 2010), hlm. 33. 127 Sutarno, Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
memenuhi salah satu dari isi Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu kecakapan dalam membuat suatu perjanjian. Apabila pemberi jaminan yaitu orang maka orang tersebut haruslah sudah dewasa, tidak berada di bawah pengampuan, dan tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatanperbuatan hukum. Kemudian apabila pemberi jaminan tersebut adalah suatu badan hukum dalam hal ini perseroan terbatas maka perlu diperhatikan juga siapa yang memiliki kewenangan bertindak untuk mewakili perseroan terbatas tersebut dan juga anggaran dasar dari perseroan terbatas tersebut. Jadi, karena perseroan sebagai badan hukum bukan makhluk yang punya badan, tidak punya jiwa untuk dimaki dan tidak punya tangan untuk bekerja, maka dia bertindak melalui medium atau perantara manusia yang ditunjuk untuk itu, yang disebut Direksi. 128 Hal tersebut dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas bahwa direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.129 Dengan demikian jelaslah bahwa yang menjadi subjek hukum dalam perjanjian pengikatan jaminan kredit terdiri dari dua pihak yaitu kreditor selaku penerima jaminan dan debitor atau pihak ketiga selaku pemberi jaminan sebagai pemilik barang yang sah menurut hukum.
128
M. Yahya Harahap, Op.cit., hlm. 59. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756. 129
Universitas Sumatera Utara
9.
Hubungan perjanjian kredit dengan jaminan Pada proses pemberian kredit, salah satu hal penting yang harus dilakukan
pihak bank adalah membuat perjanjian kredit. Sutan Remy Sahdeini mengartikan perjanjian kredit sebagai perjanjian bank sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitor mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitor untuk melunasi kreditnya setelah jangka waktu tetentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. 130 Perjanjian kredit ini pada dasarnya telah disediakan dan ditetapkan oleh pihak bank, bahkan perjanjian kredit ini tidak perlu dilakukan lagi tawar-menawar dalam penentuan isinya. Maka daripada itu perjanjian kredit ini dapat dikatakan juga sebagai perjanjian standar atau perjanjian baku. Perjanjian baku pada umumnya berupa formulir yang berisi kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen. Di dalam formulir tersebut pihak bank sudah mengatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Nantinya yang perlu dilengkapi hanya halhal yang bersifat subjektif, seperti waktu dan identitas. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditor yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitor, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitor tepat pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian pemberian kredit tersebut disetujui oleh para pihak.
130
Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUHPerdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2008), hlm.78.
Universitas Sumatera Utara
Terkait dengan jaminan, salah satu yang menjadi isi dari perjanjian kredit tersebut yaitu adanya pengaturan mengenai jaminan yang dijaminkan sebagai jaminan kredit debitor. Di dalam perjanjian kredit tersebut akan disebutkan secara terang dan rinci atas apa yang menjadi jaminan tersebut karena kita mengetahui bahwasanya pemberian kredit bank, apalagi kredit tersebut kredit yang tergolong besar, seperti kredit investasi, jaminan ini sangat dibutuhkan untuk melahirkan keyakinan kreditor untuk memberikan kredit tersebut dan memberikan kepastian kepada kreditor untuk tidak mengalami kerugian apabila debitor tidak mampu mengembalikan uang yang telah diberikan kepada debitor. Sebenarnya dalam proses penyaluran fasilitas kredit, yang menjadi jaminan itu adalah seluruh harta kekayaan debitor baik yang ada saat ini maupun yang akan ada dikemudian hari. Untuk itu secara otomatis segala harta benda milik debitor telah menjadi jaminan atas kreditnya. Namun pihak perbankan perlu adanya suatu jaminan tambahan untuk lebih meyakinkannya dan memberikan kepastian kepada kreditor, yang disebut dengan agunan. 131 Maka dalam hal ini agunan dan/atau jaminan tersebut lah yang perlu dituangkan dan diatur secara terang dan rinci di dalam perjanjian kredit tersebut. Atas hal tersebut, dapatlah ditarik benang merah atas hubungan yang ada antara perjanjian kredit dan jaminan yaitu di dalam perjanjian kredit tersebut akan tercantum secara jelas klausula yang mengatur tentang jaminan atas kredit yang diperoleh debitor, dengan menyebutkan secara terang dan rinci apa yang menjadi jaminan atas kredit yang diberikan kreditor kepada debitor. Yang semata-mata 131
Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. (Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3790.)
Universitas Sumatera Utara
bertujuan untuk menimbulkan rasa keyakinan kepada kreditor agar memberikan kreditnya kepada debitor dan memberikan kepastian kepada kreditor untuk tidak merugi apabila debitor tidak mampu mengembalikan uang yang telah diberikan kepada debitor.
10. Kedudukan penjamin sebagai jaminan kredit Pada pembahasan diatas telah disinggung mengenai penggolongan jaminan kredit, yang mana salah satu bentuknya yaitu jaminan perseorangan. Pada jaminan perseorangan terbagi atas tiga bentuk yaitu jaminan perorangan atau borgtocht (personal guarantee), jaminan perusahaan (corporate guarantee) dan bank garansi (bank guarantee). Yang mana pada Personal guarantee yang menjadi penjamin adalah orang-perorangan secara individu. Biasanya apabila yang menjadi debitornya yaitu suatu perusahaan, maka yang memberikan personal guarantee yaitu pemegang sahamnya. Sedangkan pada corporate guarantee, yang menjadi penjaminnya yaitu suatu badan usaha. Biasanya pemberian corporate guarantee ini dilakukan oleh induk perusahaan dan/atau sister company terhadap anak perusahaannya.132 Untuk bank guarantee yang menjadi penjaminnya yaitu suatu bank atau lembaga keuangan non-bank.133 Sebagai penjamin kredit, maka kedudukan penjamin yaitu sebagai pihak ketiga yang bersedia mengikatkan dirinya kepada kreditor (bank) untuk bertanggung jawab atas kredit debitor. Dengan demikian akibat hukum yang timbul dari perbuatan hukum penjamin tersebut adalah penjamin akan 132
Irma Devi Purnamasari, Kiat-kita Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan, (Bandung : Kaifa, 2011), hlm.149 133 Pasal 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor. 11/110/Kep./Dir/UPPB Tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan nonBank.
Universitas Sumatera Utara
menanggung atau menjamin pembayaran kembali kredit debitor apabila debitor tidak membayar kreditnya (cidera janji). Pertanggungjawaban tersebut dapat berlaku atas seluruh harta kekayaan pihak penjamin. Namun hal tersebut dapat dihindari apabila pada saat dilakukan perjanjian telah disepakati terlebih dahulu bahwasanya pihak penjamin hanya menanggung dengan jumlah tertentu saja atau pihak penjamin hanya menanggung kredit debitor sebesar jumlah kreditnya debitor tersebut. Selain
itu,
penjamin
juga
memiliki hak-hak
istimewa terhadap
kewajibannya dalam menjamin kredit debitor sebelum dirinya membayar kredit debitor. Hak-hak istimewa yang dimiliki penjamin tersebut salah satunya yaitu hak meminta agar pemenuhan utang debitor dilakukan dengan cara menyita dan selanjutnya menjual harta debitor terlebih dahulu. Jika setelah dihitung ternyata harta debitor masih kurang, kreditor baru meminta kepada penjamin untuk membayar kekurangan utang yang belum terpenuhi. (Pasal 1831 Kitab UndangUndang Hukum Perdata)134 Selama kreditor belum melakukan eksekusi atau penjualan harta kekayaan debitor, penjamin tidak memiliki kewajiban membayar kredit debitor yang dijaminnya. Jadi meskipun penjamin telah mengikatkan diri sebagai penjamin tidak serta-merta memiliki kewajiban untuk membayar kredit debitor. Bisa dikatakan bahwa tanggung jawab penjamin hanyalah sebagai cadangan atau subsider, dalam hal penjualan harta kekayaan debitor tidak mencukupi atau sama sekali debitor tidak memiliki harta benda yang dapat dijual.
134
Irma Devi Purnamasari, Op.cit., hlm.146.
Universitas Sumatera Utara
Namun ketentuan Pasal 1831 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut terdapat pengecualiannya. Pengecualian tersebut berada pada Pasal 1832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan adanya pengecualian tersebut, maka memberikan peluang kepada kreditor untuk dapat menuntut langsung kepada penjamin untuk melunasi kredit debitor tanpa harus menjual harta benda debitor terlebih dahulu. Dalam hal ini, penjamin telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukan sita-lelang terlebih dahulu atas harta benda debitor. Bagi penjamin yang telah melepaskan hak istimewanya yang dinyatakan secara tegas dalam akta penjaminan (akta borgtocht) maka kreditor dapat melakukan sita-lelang harta kekayaan penjamin tanpa harus menunggu sitalelang harta kekayaan debitor terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara