BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Obyek Penelitian
4.1.1. Sejarah berdirinya NET NET. adalah bagian dari kelompok usaha INDIKA GROUP. Meskipun bergerak di bidang usaha Energi & Sumberdaya di bawah bendera Indika Energy Tbk. (www.indikaenergy.com), berdirinya INDIKA dimulai dari sebuah visi untuk membangun usaha di bidang Media Hiburan dan Teknologi Informasi. Nama INDIKA sendiri merupakan singkatan dari Industri Multimedia dan Informatika. Saat ini, melalui PT. Indika Multimedia, INDIKA GROUP bergerak di bidang usaha Event Organizer, Promotor, Broadcast Equipment, Production House dan Radio. Sesuai perkembangan teknologi informasi, NET. didirikan dengan semangat bahwa konten hiburan dan informasi di masa mendatang akan semakin terhubung, lebih memasyarakat, lebih mendalam, lebih pribadi, dan lebih mudah diakses dimanapun. Dan Sejak 2012, NET. membangun mimpi itu dengan menghasilkan konten media yang kreatif, inspiratif, informatif sekaligus menghibur. Program-program tersebut disajikan agar dapat ditampilkan dalam berbagai platform sehingga para pengguna dapat menikmati informasi dan hiburan secara tidak terbatas.
48
49
Pada pertengahan Maret 2013, PT Net Mediatama Indonesia mengakuisisi saham kepemilikan dari PT Televisi Anak Spacetoon (Spacetoon) yang sebagian sahamnya dialih oleh Grup Indika sebesar 95% dari saham kepemilikan Spacetoon. Sesaat setelah akuisisi saham kepemilikan Spacetoon ke NET., akhirnya pada Sabtu, 18 Mei 2013, siaran Spacetoon di jaringan terrestrial menghilang dan digantikan oleh NET. yang memulai siaran perdananya dengan menggunakan frekuensi milik Spacetoon di seluruh mantan jaringan frekuensi Spacetoon di Indonesia. NET. (News and Entertainment Television) kemudian resmi diluncurkan pada 26 Mei 2013. Berbeda dengan Spacetoon yang acaranya ditujukan untuk anak-anak, program-program NET. ditujukan kepada keluarga dan pemirsa muda. Seiring dengan proses akuisisi ini, maka NET pun mulai mengudara dengan logo baru menggantikan spacetoon. Dan hingga sekarang, logo inilah yang dipakai NET.
Gambar 4.1. logo NET TV
NET. memulai masa siaran percobaan selama satu pekan yang terhitung sejak Sabtu, 18 Mei 2013 sampai menjelang program Grand Launching yang
50
disiarkan secara live pada Minggu, 26 Mei 2013 pukul 19.00 WIB, di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat. Masa siaran percobaan NET. disiarkan mulai dari pukul 05.00 WIB-24.00 WIB tanpa ada iklan komersial. Setelah selesai masa siaran percobaan, jam tayang NET. Diperpanjang menjadi 22 jam dari pukul 04.00 WIB-02.00 WIB. 36
4.1.2. Visi Misi Pendirian Sebagai stasiun televisi lokal berjaringan, NET. memiliki semangat bahwa konten hiburan dan informasi di masa mendatang akan semakin terhubung, lebih memasyarakat, lebih mendalam, lebih pribadi, dan lebih mudah diakses dimanapun.
VISI: Untuk membangun sebuah perusahaan media yang menyenangkan yang menciptakan kontribusi positif bagi kehidupan orang Indonesia.
MISI: Menciptakan konten yang kreatif, menghibur, dan berkualitas melalui multi platform. Menjadi media yang inovatif untuk menjangkau penonton. Menarik, mengembangkan, dan menampilkan bakat-bakat terbaik dalam dunia hiburan.
36
http://www.netmedia.co.id/about Diakses pada tanggal 24 Agustus 2014
51
4.1.3. Lokasi NET. TV Sejak resmi mengudara pada 18 Mei 2013 lalu, hingga kini Net. masih berlokasi di salah satu gedung di kawasan Mega Kuningan Jakarta Selatan. Sedangkan untuk studio yang menjadi lokasi shooting tersebar di beberapa tempat, yaitu:
Studio The East Mega Kuningan, Jakarta Selatan
Studio PSI Pengadegan, Jakarta Selatan
Studio Palem, Kemang, Jakarta Selatan
Studio Polonia, Cawang, Jakarta timur
Berikut gambar-gambar studio NET TV
Gambar 4.2 Studio The East Mega Kuningan
Gambar 4.3 Studio Pengadegan
52
Gambar 4.4 Studio Palem, Kemang
Gambar 4.5 Studio Polonia, Cawang
Semua studio di atas saat ini masih berstatus sewa. Khusus untuk studio The East merupakan studio utama NET. semua program news melakukan siaran live nya di studio ini. Studio The East didesain oleh desainer khusus dibidang industry pertelevisisan. Bahkan studio ini dinobatkan sebagai salah satu studio news terbaik di Asia Tenggara.
53
4.1.4. Karakteristik dan Jangkauan Siaran Stasiun televisi NET. mengarahkan sebagian siarannya untuk kalangan menengah ke atas. Dengan mengangkat tagline “Televisi Masa Kini” NET. menampilkan acara-acara berkualitas yang berbeda dengan stasiun televisi lain di Indonesia. Hal ini sejalan dengan positioning yang telah ditentukan oleh NET. Positioning merupakan sikap dari suatu media untuk menyatakan diri sebagai media yang mengkhususkan siarannya pada sasaran pemirsa tertentu. Hal ini perlu dilakukan bagi setiap media karena positioning
inilah yang akan
menentukan arah siaran dari media tersebut. Untuk jangkauan siarannya sendiri, saat ini NET telah menjangkau di 23 kota di seluruh Indonesia dengan 86% kota Nielsen. Kota-kota tersebut yaitu: Jabodetabek
Tasikmalaya
Kediri
Ternate
Surabaya
Garut
Malang
Manokwari
Bandung
Ciamis
Jember
Jayapura
Medan
Banjar
Padang
Timika
Denpasar
Pasuruan
Pariaman
Cirebon
Banjarmasin
Madiun
Palangkaraya
Dan di tahun 2014 ini NET. menargetkan untuk memperluas wilayah jangkauan siarannya hingga mencapai 37 kota di seluruh Indonesia, kota yang ditargetkan yaitu: Makassar
Yogyakarta
Lampung
Balikpapan
Palembang
Semarang
Pontianak
Jambi
Banda Aceh
Batam
Pekanbaru
Manado
54
Kupang
Gorontalo
Karena NET. merupakan televisi lokal berjaringan maka setiap daerah memiliki gelombang siaran yang berbeda. Seperti: Garut di 26 UHF
Padang di 35 UHF
Jakarta di 27 UHF
Denpasar di 39 UHF
Palangkaraya di 27 UHF
Medan di 43 UHF
Bandung di 30 UHF
Surabaya di 58 UHF
Selain bisa ditangkap melalui siaran free to air, NET juga bisa dinikmati melalui TV berbayar di saluran berikut: First Media HD channel 371, SD channel 16
Orange TV Channel 911 CepatNet Homelink channel 217
Max 3 by BizNet channel 20
Kalibata City channel 14
Big TV HD Channel 232
Prima Vision channel 27
Bukan hanya itu saja, untuk semkain memperluas jaringan, NET. juga memanfaatkan situs jejaring social seperti website, youtube, dan aplikasi android
55
Berikut tampilan NET di beberapa jejaring social dan aplikasi android:
Gambar 4.6 Tampilan website www.netmedia.co.id
Gambar 4.7 Tampilan akun youtube NET TV
Gambar 4.8 Tampilan aplikasi android NET TV
56
4.1.5. Penyelenggaraan Siaran Stasiun televisi NET. memiliki sasaran pendengar menengah ke atas dengan lebih mengangkat citra positif dari suatu berita, dan meminimalisir berita negative. Maka dari itu untuk siarannya NET. juga menyesuaikan dengan sasaran pemirsa seperti yang sudah peneliti jelaskan di atas. Hingga saat ini NET sudah memiliki sekitar 28 program acara. Yaitu sebagai berikut: 1. NET. Music a. Music Everywhere (Jumat, 16.00 WIB) b. Breakout (Senin – Minggu jam 04.00 WIB, dan Senin – Jumat jam 16.00 WIB) c. Berpacu dalam Melodi (Senin – Jumat, 18.00 WIB) 2. NET. Entertainment a. The comment (Senin – Jumat. 22.00 WIB) b. We Sing for You (Minggu, 21.00 WIB) c. Tonight Show (Senin – Jumat, 23.00 WIB) d. Sarah Sechan (Senin – Jumat 08.00 dan 19.00 WIB) e. Keluarga Masa Kini (Sabtu – Minggu, 19.00 WIB) f. Ini Talkshow (Senin – Minggu, 20.00 WIB) g. Tetangga Masa Gitu? (Sabtu – Minggu, 18.30 WIB) h. Srimulat Night Live (Sabtu – Minggu, 22.00 WIB) 3. NET. Playground a. Dragon Force (Senin – Jumat, 14.30 WIB)
57
b. Shelldon (Senin – Jumat, 15.30 WIB) c. Roary The Racing Car (Senin – Jumat, 14.00 WIB) d. Totally Spices (Senin – Jumat, 13.30 WIB) e. Waktunya Kido (Senin – Jumat, Senin – Jumat, 15.00 WIB) f. Bukan Sekedar Wayang (Senin – Minggu, 17.30 WIB) 4. NET. Magazine a. dSIGN (Sabtu – Minggu, 16.00 WIB) b. iLook (Sabtu – Minggu, 10.30 WIB) c. Weekend List (Sabtu – Minggu, 10.00 WIB) d. Queen at Home (Sabtu, 09.00 WIB) e. Chefs Table (Sabtu – Minggu, 16.30 WIB) 5. NET. Sport a. X-Games (Sabtu 09.30 WIB, dan Minggu 09.00 WIB) b. NET. Sport c. ESPN FC (Senin – Jumat 00.30 WIB dan Sabtu – Minggu 13.00 WIB) 6. NET. News a. Entertainment News (Senin – Minggu) b. NET.5 (Senin – Minggu, 05.00 WIB) c. Indonesia Morning Show (Senin – Minggu, 06.00) d. NET. 10 (Senin – Jumat, 10.00 WIB) e. NET. 12 (Senin – Minggu, 12.00 WIB) f. NET. 17 (Senin – Minggu, 17.00 WIB) g. 86 (Senin – Minggu, 21.30 WIB)
58
h. NET. 24 (Senin – Minggu, 24.00 WIB) i. 1Indonesia (Minggu, 23.00 WIB) 7. NET. Documentary a. Indonesia Bagus (Sabtu – Minggu, 15.00 WIB) b. Lentera Indonesia (Sabtu – Minggu, 15.30 WIB)
4.1.6. Program Lentera Indonesia Merupakan program documenter
yang diangkat dari kisah-kisah
pengalaman nyata para anak muda yang rela melepaskan peluang karir dan kemapanan kehidupan kota besar untuk menjadi guru dan mengajar di desa-desa terpencil di seluruh pelosok negeri selama satu tahun. Lentera Indonesia saat ini bekerjasama dengan beberapa organisasi non provit yang mengirimkan sarjana-sarjana untuk mendidik ke daerah pelosok. Seperti Indonesia Mengajar, program 1000 guru, dan program SM3T (Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) dari Kemendikbud. Lentera Indonesia dipegang oleh beberapa pemangku jabatan. Berikut struktur organisasi Lentera Indonesia News Division Head Dede Apriadi
Department Head Ronny Suyanto
59
Executive Producer Elisa Oktaviana
Senior Producer
1. Marlia Yossie
Junior Producer
1. Ranti Nuraeni 2. Satriawan Purnatama
Reporter
1. Maman Dwi Cahyo 2. Febi Purnamasari 3. Khairil Hanan
Video Journalist
1. Evan Irawan 2. Shandy Prasetya 3. Erwin Widyastama
Production Assistant
1. Alina Dewi
Berikut job description dari masing-masing kerabat kerja: 1. News Division Head Posisi news division head NET. saat ini dipegang oleh Dede Apriadi. Ini adalah posisi tertinggi di divisi news. Sehingga segala kendali di divisi news menjadi tanggung jawab news division head ini. 2. Departement Head Bertanggungjawab terhadap operasional beberapa program news. Dalam satu divisi news, ada 3 departement head. Masing-masing department head bertanggung jawab terhadap program yang dibawahinya. Tanggungjawabnya yaitu berupa pengawasan content, koordinasi, juga evaluasi. 3. Executive Producer
60
Executive produser di divisi news NET. bertanggungjawab untuk mengepalai produser. Tugasnya untuk memonitor semua penugasan dan aktivitas yang mengarah pada keperluan siaran. 4. Produser Produser disini terbagi menjadi dua. Yaitu senior produser dan junior produser. Senior produser merupakan produser utama dalam suatu program. Sedangkan junior produser merupakan produser yang bertugas membantu senior produser. Tugas mereka mengontrol atau menyaring ide liputan yang layak untuk dieksekusi, dan mengawal sampai proses editing selesai. 5. Reporter Reporter dalam program Lentera Indonesia juga berfungsi sebagai penulis naskah. Dialah yang bertanggungjawab untuk mencari ide liputan, menyusun ide cerita, dan menuangklannya dalam bentuk naskah. Semua ini dilakukan reporter tentu saja dsengan di bawah kendali produser. 6. Video Journalist Bertanggungjawab untuk memvisualkan naskah yang telah direncanakan reporter. Sebelum melakukan eksekusi, reporter dan video journalist sebaiknya sudah memiliki kesepakatan mau dibawa kemana alur ceritanya. Sehingga saat eksekusi liputan semua sudah jelas dan hasilnya lebih maksimal.
61
7. Productian Assistant Bertanggungjawab dengan segala urusan teknik mulai dari pra produksi sampai pasca produksi. Seperti booking alat liputan, booking editing, dan menyiapkan keperluan liputan lainnya.
Lentera Indonesia tayang setiap hari Sabtu – Minggu mulai pukul 15.30 – 16.00 WIB. Setiap episodenya selalu menghadirkan kisah dari pengajar muda yang berbeda, dan dari daerah yang berbeda pula. Biasanya setelah ditayangkan di televisi, tayangan Lentera Indonesia akan kembali diunggah ke situs youtube sehingga masyarakat bisa menonton ulang tayangan Lentera Indonesia. Salah satu episode yang akan peneliti angkat yaitu episode Lentera Ilmu Menerangi Nanusa. Episode ini menceritakan seorang pengajar muda bernama Sanuri. Seorang lulusan sarjana pendidikan matematika Institut Agama Islam Nasional Syekh Nurjati, Cirebon Jawa Barat. Sanuri merupakan salah satu pengajar muda yang ditempatkan di SD Inpres Dusun Nanedakele, Desa Nanusa, Pulau Nusa, Kecamatan Nusa Tabukan, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Dalam episode digambarkan bagaimana Sanuri harus berjuang untuk meningkatkan kualitas pendidikan di SD Inpres tempat ia ditugaskan.
4.2.
Hasil Penelitian Dalam program dokumenter Lentera Indonesia episode Lentera Ilmu
Menerangi Nanusa ini terdapat satu tokoh utama yang merupakan central cerita. Yaitu Sanuri. Sanuri merupakan pengajar muda asal Banten yang mengabdikan
62
diri untuk mengajar di salah satu SD Inpres di kepulauan Nanusa. Dalam episode ini digambarkan bagaimana seorang Sanuri harus berjuang keras dalam memajukan pendidikan di daerah Nanusa dengan segala keterbatasan. Mulai dari keterbatasan fasilitas sampai keterbatasan tenaga pendidik. Beberapa temuan yang ditemukan peneliti akan dibahas oleh penulis dalam bab ini. Peneliti menggunakan analisis framing model William A. Gamson dan Modigliani untuk mengetahui pembingkaian yang digambarkan reporter dalam membingkai pendidikan di daerah pelosok. Temuan-temuan tersebut telah diidentifikasi sebagai aspek-aspek yang dianggap memenuhi criteria pendidikan di daerah pelosok yang digambarkan dalam program documenter ini. Aspek-aspek tersebut diantaranya meliputi aspek Frame Central Idea, Framing Devices (methapors, catchphrases, exemplar, depiction, dan visual images), dan Reasoning Devices (roots, appeals to principle, dan consequences). Sebelumnya peneliti telah turun ke lapangan untuk melakukan observasi dan pengumpulan data ke stasiun televisi NET. Dari observasi inilah penulis berhasil mendapatkan salinan transkrip naskah yang penulis jadikan bahan penelitian.
Sementara
untuk
rekaman
tayangan
penulis
dapat
dengan
mendownload di akun resmi youtube NET. di officialnetnews. Bermodal salinan naskah dan salinan rekaman tayangan inilah peneliti mulai melakukan penelitian. Tentunya tidak semua naskah yang ada peneliti gunakan. Tapi peneliti masih harus memilah-milah, mana saja narasi yang dianggap menampilkan unsure-unsur pendidikan di daerah pelosok.
63
Temuan-temuan tersebut diantaranya: Tabel 4.1 Frame central idea 1: pendidikan agama Islam masih terbelakang Framing Devices (Perangkat Framing)
Reasoning Devices (Perangkat Penalaran)
Methapors Scene 1: Opening
Roots Segmen 1
LANGKANYA SUMBER ILMU DI SALAH SATU PULAU TERLUAR INDONESIA/ MENJADI ALARM UNTUK NEGERI INI// SAUDARA KITA DI PULAU NUSA/ KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE / MEMBUTUHKAN ULURAN TANGAN CENDEKIA BERDEDIKASI// FIGUR YANG DAPAT MENUNTUN MEREKA PADA KECERDASAN DAN KEIMANAN DIRI//
GURU AGAMA ISLAM DI SEKOLAH KAMI/ DATANG DAN PERGI// TAHUN INI/ SEMESTINYA KAMI MEMILIKI GURU BARU DARI DARATAN// NAMUN/ IA TAK KEMBALI LAGI SETELAH KEDATANGAN PERTAMA//
Catchphrases Segmen 1
Appeals to principle Segmen 1
HAMPIR SELURUH STAF PENGAJAR S-D NEGERI INPRES NANEDAKELE BERAGAMA KRISTEN/ SEMENTARA MAYORITAS MURIDNYA ADALAH MUSLIM// PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SINI JADI TERBENGKALAI//
DI USIANYA YANG KE TIGA PULUH LIMA / IA MANTAP MENITI ILMU DARI NOL/ BELAJAR MEMBACA IQRA SATU//
Exemplar Segmen 1
Consequences Segmen 1
SHOLAT DAN MENGAJI MEMANG BELUM MENJADI KEBIASAAN File: 1683 (0033-0108) WARGA// MESJID KAMI PUN “Jadi memang pendidikan agama islam baru muncul ketika adanya IM. SELALU SEPI// RAMAI PADA HARI Dimana nilai rapot mereka itu masih JUMAT DAN HARI RAYA BESAR SB: SANURI/ PENGAJAR MUDA
64
menggunakan agama kristen walaupun SAJA // mereka secara status adalah islam tapi nilai mereka adalah agama kristen.”
Depiction Segmen 1 TAK ADA FIGUR YANG MENJADI PENUNTUN MASYARAKAT UNTUK MENJALANKAN SYARIAT AGAMA//
Visual Images Segmen 1
Tabel 4.2 Frame central idea 2: masih kurangnya tenaga pendidik Framing Devices (Perangkat Framing)
Reasoning Devices (Perangkat Penalaran)
Methapors Segmen 2
Roots Segmen 2
KORNELES/ GURU-GURU HONORER SEKOLAH INPRES KAMI BERHALANGAN HADIR TIAP SABTU/ LANTARAN MENGIKUTI KULIAH DI DARATAN// File: 3621 (01:04-01:22) SB: IFKE JOTCE KEPALA SDN NANEDAKELE
“Walaupun pas guru kelas itu ngga ada guru yg lowong tapi ttp sy yg
65
pantau. Kalau kelas aku ngga ada, ya teman sy yg masuk. Biar sekedar aja ada pelajaran. Yg sering itu mas sanuri.”
Catchphrases Segmen 3
Appeals to principle Segmen 2
BARU EMPAT BELAS BULAN MENJABAT KEPALA SEKOLAH/ BU File: 3794 (01:19-01:40) “Karena mmg guru2 di sini terbatas, KORNELES SUDAH MEMBAWA BERARTI BAGI kemampuan mrk tdk seperti guru2 yg KEMAJUAN pd umumnya di kota2 besar. Mrk KAMPUNG KAMI// SB: SANURI/ PENGAJAR MUDA
kurang sekali pelatihan di sini mmg krn kepulauan jd ssh terjangkau dan di sini mmg lulusannya hny SPG.”
Exemplar Segmen 2
Consequences Segmen 2
BU KORNELES TAK SEKADAR S-D-N INPRES NANEDAKELE BERTUGAS SEBAGAI KEPALA HANYA MEMILIKI EMPAT ORANG SEKOLAH/ TETAPI JUGA WALI GURU KELAS DUA//
Depiction LAYAKNYA PISAU YANG SEMAKIN TAJAM BILA DIASAH / ANAK-ANAK KU MENUNJUKKAN KEMAJUAN YANG PESAT //
Visual Images Segmen 2
66
Tabel 4.3 Frame central idea 3: Fasilitas pendidikan terbatas Framing Devices (Perangkat Framing)
Reasoning Devices (Perangkat Penalaran)
Methapors Segmen 2
Roots Segmen 2
SAYANGNYA / KAMI HARUS LETAKNYA YANG BERKOMPROMI UNTUK PASRAH PUSAT PERADABAN MENERIMA AKSES DAN FASILITAS SEADANYA//
Catchphrases Segmen 3
JAUH
DARI
Appeals to principle Segmen 3
BELUM ADA ALIRAN LISTRIK DI DENGAN KERJA KERAS/ AKU SEKOLAH// PERCAYA ANAK-ANAKKU DAPAT MELAMPAUI KETERTINGGALAN/ BERLARI MENGGAPAI KEBERHASILAN//
Exemplar Segmen 3
Consequences Segmen 1
AKU MEMANFAATKAN MEDIUM PERJALANAN YANG HARUS KAMI TALI/ UNTUK MEMUDAHKAN TEMPUH KE MESJID DUSUN PEMAHAMAN KONSEP KELUMANG TIDAK LAH MULUS // DASARNYA//
67
Depiction Segmen 3 PENERANGAN KELAS YANG ALA KADARNYA/ TAK LANTAS MEMBUAT SEMANGAT BELAJAR MEREKA REDUP//
Visual Images Segmen 1
Tabel 4.4 Frame central idea 4: Jauh dari kehidupan perkotaan Framing Devices (Perangkat Framing)
Reasoning Devices (Perangkat Penalaran)
Methapors Segmen 2
Roots Segmen 2
SERING KALI KAMI HARUS SEMENTARA PULAU MENYEBERANG KE DARATAN TERLETAK DI SEBELAH DEMI MENUNTASKAN BERAGAM PULAU SANGIR BESAR// KEPERLUAN//
Catchphrases Segmen 2 SEGALA URUSAN PEMERINTAHAN
NUSA/ UTARA
Appeals to principle Segmen 2 EKONOMI/ LETAKNYA YANG JAUH DARI PUSAT SAMPAI PERADABAN/ MEMBUAT ALAM
68
PENDIDIKAN/ DARATAN//
BERPUSAT
DI PULAU NUSA LESTARI// TERUTAMA PERAIRAN YANG MELIMPAHKAN BERANEKA PENGANAN LAUT/ BUAT KAMI PARA PENGHUNINYA//
Exemplar Segmen 2
Consequences Segmen 2
TERMASUK GURU-GURU YANG RUTIN PULANG-PERGI KE File: 3833 (06:17-06:34) DARATAN/ UNTUK STUDI MAUPUN “Memang tidak sepenuhnya, ibu ADMINISTRASI korneles bs hadir di sini. Seorang MENGURUS kepsek, apalagi dia hrs mengurus SEKOLAH// SB: SANURI/ PENGAJAR MUDA
semuanya, administrasi dsb. Maka mmg biasanya seminggu sekali itu dia hrs pergi ke kota.”
Depiction Segmen 2 IBU KORNELES MEMANG SOSOK PEREMPUAN PEKERJA KERAS// IA BAHKAN MENJADI TULANG PUNGGUNG KELUARGANYA//
Visual Images
69
Tabel 4.5 Frame central idea 5: cita-cita rendah Framing Devices (Perangkat Framing)
Reasoning Devices (Perangkat Penalaran)
Methapors Segmen 3
Roots Segmen 3
DAN UNTUK MURIDKU YANG SATU INI...// PAHAMILAH/ RASA LELAH PERJALANAN KE SEKOLAH/ KELAK TERBAYAR DENGAN IJAZAH YANG AKAN MEMBAWAMU PADA CITACITA APAPUN//
SEBAGIAN BESAR MASYARAKAT PULAU NUSA HANYA LULUSAN SD// MOTIVASI GENERASI MUDA UNTUK MELANJUTKAN SEKOLAH/ MASIH SANGAT RENDAH//
Catchphrases Segmen 3
Appeals to principle Segmen 3
ADA PULA YANG BELUM OPTIMIS KEPADA PUTRA/ ERIK/ DAN DENGAN MASA DEPANNYA...// TONI...// SELAMAT BERJUANG/ NAK// KALIAN PASTI BISA MERAIH MIMPI-MIMPI ASALKAN MAU BEKERJA KERAS/ TAK GENTAR MENGHADAPI SEMUA TANTANGAN//
Exemplar Segmen 3 File: 4051 (00:05-00:10) T: Habis ini lanjut ngga, ke smp? J: “Tidak, karena jalannya sangat jauh, dua jam.”
Depiction Segmen 3 DENGAN KERJA KERAS/ AKU PERCAYA ANAK-ANAKKU DAPAT MELAMPAUI KETERTINGGALAN/
Consequences Segmen 3 File: 3501 (0248-0250) S: Emang kalo besar cita2nya apa? P: Mengail
70
BERLARI KEBERHASILAN//
MENGGAPAI
Visual Images Segmen 3
4.3.
Pembahasan Sebagai media komunikasi massa, televisi memiliki potensi untuk
memberikan informasi, mendidik, mengajak, dan menghibur. Dalam mencapai fungsi-fungsi tersebut, terdapat tujuan-tujuan lain yang tersemat dalam benak para komunikator, dalam hal ini adalah pembuat program televisi untuk disampaikan kepada khalayak agar terjadi suatu perubahan sikap ataupun perilaku sesuai dengan tujuan tersebut. Realitas yang kita terima dari tayangan televisi, mungkin akan berbeda dengan realitas yang terjadi di dalam kehidupan nyata. Pada aspek ini berjalan paradigma konstruksi sosial media massa. Yakni, pembuat program telah mengkonstruksi apa yang dipahaminya kedalam suatu gagasan tentang Pendidikan di daerah Pelosok. Yaitu daerah Kepulauan Nanusa. Tentang bagaimana kondisi yang sebenarnya di darah pelosok tersebut dan apa saja masalah yang dihadapi di kepulauan Nanusa dalam hal pendidikan.
71
Temuan dalam penelitian ini peneliti klasifikasikan ke dalam 5 frame central idea yang diidentifikasi sebagai masalah pendidikan di daerah pelosok. Yaitu sebagai berikut:
a. Pendidikan Agama Islam Masih Terbengkalai (Tabel 4.1) Temuan ini menghasilkan frame bahwa pendidikan agama Islam di kepulauan Nanusa masih terbengkalai. Sebagian besar murid di SDN Inpres Nanedakele sebenarnya beragama Islam, namun karena sekolah ini tidak memiliki guru agama Islam akhirnya murid-murid terpaksa mendapat pendidikan agama Kristen, padahal secara rohani mereka beragama Islam. Kondisi ini terus bertahan sampai akhirnya pengajar muda datang dan memberikan pendidikan agama bukan hanya ke murid-murid sekolah dasar, tapi juga ke warga sekitar. Temuan pertama yang didapatkan dalam program documenter Lentera Indonesia terdapat dalam segmen 1. Ide pembingkaian utama ini terdapat pada opening segmen 1. Dalam opening ini reporter Lentera Indonesia menggambarkan kondisi pendidikan di daerah Nanusa. Ia pun mengibaratkan kondisi ini sebagai bentuk satu peringatan atau alarm bagi pemerintah pusat. Selain itu reporter juga mengungkapkan perlunya cendekia yang mampu menuntut murid serta warga nanusa pada agama fitrah mereka, yaitu agama islam. Sehingga tersirat gagasan utama dari segmen 1 ini, yaitu: “pendidikan agama islam masih terbengkalai”. Methapors yang ditemukan dalam scene ini yaitu: “Langkanya sumber ilmu di salah satu pulau terluar Indonesia, menjadi alarm untuk negeri ini. Saudara kita di pulau Nusa, Kabupaten Kepulauan
72
Sangihe, membutuhkan uluran tangan cendekia berdedikasi. Figur yang dapat menuntun mereka pada kecerdasan dan keimanan diri.” Ini merupakan kalimat prolog yang dinarasikan oleh tokoh utama yaitu Sanuri. Dalam prolognya ini Sanuri menggambarkan bagaimana kondisi penddidikan di dusun Nanedakele. Ia pun mengandaikan kondisi pendidikan yang kurang ini sebagai satu alarm bagi pemerintah pusat. Selain itu Sanuri juga menggambarkan bahwa anak-anak di dusun Nanedakele memerlukan uluran tangan cendekia yang mampu menuntun mereka menuju keimanan dan kehidupan yang lebih baik. Pemilihan kata “menuntun” ini menyiratkan makna bahwa memang ilmu yang dimiliki siswa dan warga di Nanusa masih jauh untuk mampu membawa mereka ke kehidupan yang lebih baik. Mereka masih membutuhkan sosok yang mengajari mereka tentang segala hal. Tentang ilmu formal maupun formal. Ibarat seorang anak yang sedang berjalan dan membutuhkan tuntunan. Begitulah reporter menggambarkan kondisi pendidikan di daerah Nanedakele. Catchphrases adalah frase yang menarik dan menonjol dalam suatu wacana. Karena itulah, dari segmen satu ini, frase yang menarik adalah narasi “Hampir seluruh staf pengajar SD Negeri inpres Nanedakele beragama kristen. Sementara mayoritas muridnya adalah muslim. Pendidikan agama islam di sini jadi terbengkalai.” Dalam kalimaat narasi ini secara jelas tersurat bahwa kondisi pendidikan agama islam di Nanedakele masih sangat kurang karena tidak adanya guru pendidikan agama Islam. Di sini reporter menggambarkan bahwa tidak ada satupun guru agama Islam di SD Inpres Nanedakele. Sanuri sebagai guru pendatang pun akhirnya harus merangkap menjadi guru agama Islam. Bahkan
73
karena tidak memiliki guru agama Islam tetap, pendidikan agama Islam sempat vakum di sekolah ini. Exemplar adalah bagian dari teks yang dianggap mengaitkan bingkai dengan contoh atau uraian. Bagian ini memperkenankan peneliti memasukkan teori atau perbandingan yang mampu memperjelas bingkai. Dalam temuan satu, yang diidentifikasi sebagai exemplaar adalah ucapan Sanuri : “Jadi memang pendidikan agama islam baru muncul ketika adanya IM. Dimana nilai rapot mereka itu masih menggunakan agama kristen walaupun mereka secara status adalah islam tapi nilai mereka adalah agama kristen.” Kalimat tersebut dipilih sebagai exemplar karena mampu mengaitkan contoh terhadap bingkai yang ditemukan. Contohnya adalah anak-anak yang terpaksa mendapat pelajaran agama Kristen, padahal secara status mereka beragama Islam. Ini sejalan dengan bingkai yang dikonstruksikan reporter yang ingin menyampaikan bahwa pendidikan agama islam masih terbengkalai di SD Inpres Nanedakele. Reporter menggambarkan ini melalui wawancara dengan Sanuri selaku orang mengerti kondisi langsung di lapangan. Depiction yakni, penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Bingkai yang ditemukan pada temuan ini adalah “pendidikan agama islam masih terbengkalai”. Pembingkaian ini semakin diperkuat dengan narasi yang terdapat di segmen 1, yaitu: “Tak ada figur yang menjadi penuntun masyarakat untuk menjalankan syariat agama.” Kalimat narasi ini mengungkapkan bahwa masyarakat membutuhkan sosok yang bisa menunjukkan mereka ke pendidikan agama sesuai yang mereka anut. Yaitu
74
agama
Islam.
Pembingkaian
ini
semakin
diperkuat
reporter
dengan
menggambarkan bahwa memang sholat dan mengaji itu belum menjadi kebiasaan warga Nanedakele. Kemudian ditunjang dengan gambar masjid yang memang kosong dan jarang digunakan oleh warga sekitar. Karena memang tidak ada sosok yang mampu mengarahkan masyarakat ke jalan yang benar sesuai agama mereka. Visual images gambar tersebut menampilkan kondisi masjid yang sepi. Karena kurangnya pendidikan agama Islam yang didapat anak-anak Nanedakele dan orangtuanya, maka masjid ini akhirnya lebih sering tak terpakai. Reporter menggambarkan bahwa masjid ini biasanya hanya rame saat hari besar tiba. Sehingga jika hari biasa masjid jarang terpakai. Dan cenderung tidak terawat. Hal ini ditunjukkan reporter dan cameraman melalui tampilan gambar yang menunjukkan kondisi masjid. Visual ini sengaja dipilih oleh cameraman untuk memperkuat cerita yang dibangun reporter. Di sini cameraman menampilkan gambar kondisi masjid yang tidak terawat. Hal ini disimbolkan melalui lantai yang kotor dan mulai rusak. Bebrapa bagian tembok juga terlihat adanya coret-coretan yang jarang dibersihkan. Masjid juga ditampilkan sangat kosong tanpa jamaah satupun. Roots adalah suatu kausal sebab-akibat, yakni yang menjadi salah satu penyebab terbentuknya bingkai. Diidentifikasi, dalam temuan ini didapatkan kalimat :
“Guru agama islam di sekolah kami, datang dan pergi. Tahun ini semestinya kami memiliki guru baru dari daratan. Namun, ia tak kembali lagi setelah kedatangan pertama.” Dari cuplikan narasi di atas tersirat bahwa memang SD Inpres Nanedakele tidak memiliki guru pendidikan agama Islam. Hal inilah yang menjadi salah satu
75
penyebab terbengkalainya pendidikan agama Islam di SD Inpres Nanedakele. Lokasi Nanedakele yang jauh dari peradaban, seringkali menjadi penyebab enggannya guru kembali ke sini. Appeals to Principle adalah suatu premis dasar, klaim-klaim moral. Dalam scene ini ditemukan sebuah percakapan yang diidentifikasi menyampaikan nilainilai adalah: “Di usianya yang ke tiga puluh lima, ia mantap meniti ilmu dari nol, belajar membaca iqra satu.” Dalam kalimat mengandung pesan moral yaitu bahwa belajar agama itu bisa dilakukan kapan saja, dan umur berapapun. Seperti yang dilakukan oleh bapak Muglis Kiraling, salah warga dusun Nanedakele. Meski usianya sudah 30 tahun ia tetap semangat belajar membaca alquran, meski harus dimulai dari iqro satu. Muglis terpaksa baru belajar iqra di usianya yang ketiga puluh lima ini karena memang selama ini tidak ada sosok yang bisa dijadikan figure ataupun sosok yang bisa mengajarinya membaca alquran. Consequences efek yang didapat dari bingkainya. Hasil identifikasi peneliti, efek yang didapat dari bingkai tersebut terdapat dalam narasi: “Sholat dan mengaji memang belum menjadi kebiasaan warga. Mesjid kami pun selalu sepi. Ramai pada hari jumat dan hari raya besar saja. Tak ada figur yang menjadi penuntun masyarakat untuk menjalankan syariat agama.” Akibat terbengkalainya pendidikan agama Islam di SD Inpres Nanedakele akhirnya berdampak pada warga yang tidak menjadikan sholat dan mengaji sebagai satu kebiasaan. Sehingga pada hari-hari biasa masjid di desa Nanedakele sepi dan baru rame saat hari raya tiba.
76
Framing ini sejalan dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Febi Purnamasari selaku reporter dalam episode ini. Dalam hasil wawancara, reporter juga menganggap bahwa hal ini penting diangkat karena pemerintah terkesan diskriminatif terhadap penduduk Nanusa dalam urusan keyakinan. Pemerintah tidak menyediakan guru maupun tokoh agama Islam dan tempat ibadah di tiap dusun di sana dengan dalih aliran Islam di Pulau Nusa tidak mainstream.29 Tak jarang juga untuk bisa melaksanakan sholat Jumat mereka harus pergi ke desa tetangga. Dengan melewati jalan yang berliku terlebih dahulu. Untuk semakin memperkuat narasinya, cameraman turut membangun cerita dengan menggambarkan perjuangan Sanuri dan anak-anak harus turun bukit, lewat pantai, panjat tebing, dan naik bukit demi mencapai masjid di desa tetangga. Selain itu kurangnya kemampuan anak-anak di bidang agama juga digambarkan melalui tokoh Sanuri yang menceritakan dalam wawancaranya “Ketika berbincang2 dg salah satu guru agama di smp moronge sana, beliau mengatakan bhw kenapa sih kemampuan anak2 nane itu jarang sekali yg bs Al-Quran dan jg solat, jd mrk harus mengulang dari awal lg.” Dengan tambahan petikan wawancara dari Sanuri ini semakin menggambarkan bagaimana kondisi pendidikan agama Islam di SD Inpres Nanedakele. Konstruksi ini sengaja dipakai sebagai pembuka tayangan karena reporter ingin menyentil penonton dan pemerintah dengan kondisi pendidikan agama Islam di Nanusa. Selain itu episode ini juga dipersiapkan untuk menarik perhatian
29
Kutipan wawancara dengan Febi Purnamasari (Reporter Lentera Indonesia) wawancara
dilakukan pada 26 September 2014
77
penonton dengan konflik bertema religi karena itu adalah episode spesial Ramadhan
b. Masih Kurangnya Tenaga Pendidik (Tabel 4.2) Selain faktor pendidikan agama Islam yang terbengkalai, kondisi lain yang dikonstruksikan reporter Lentera Indonesia yaitu kurangnya tenaga pendidik di SDN Inpres Nanedakela. Sekolah ini memiliki enam kelas. Namun mereka hanya memiliki empat orang guru. Sehingga tak heran jika satu orang guru terkadang harus merangkap untuk mengajar kelas lain. Bahkan kepala sekolah, ibu Korneles pun ikut turun tangan untuk mengisi kekosongan jam pelajaran yang sering terjadi dengan mengajar. Ide pembingkaian utama ini terdapat pada opening segmen 2. Dalam segmen ini reporter Lentera Indonesia menggambarkan kondisi pendidikan di daerah Nanusa. Salah satu point yang ditekankan yaitu pendidikan di daerah pelosok saat ini masih sangat kekurangan tenaga pendidik atau guru. Kondisi ini terungkap dari pembingkaian yang dikonstruksikan reporter di setiap segmen alur cerita yang dibuatnya. Methapors yang ditemukan dalam scene ini yaitu diambil dari kutipan dengan kepala sekola SDN Inpres Nanedakele, ibu Itjke Jotce Korneles. Kalimat methapors ini terdapat dalam segmen 2, yang berbunyi: “Walaupun pas guru kelas itu ngga ada guru yang lowong tapi tetep saya yang pantau. Kalau kelas aku ngga ada, ya teman saya yang masuk. Biar sekedar aja ada pelajaran. Yang sering itu mas sanuri.”
78
Dalam kalimat ini tergambarkan bagaimana ibu Korneles sebagai kepala sekolah terkadang harus ikut mengajar kelas karena kurangnya guru. Bukan hanya bu Korneles saja yang akhirnya harus ikut terjun untuk mengajar anak-anak Nanedakele. Tapi Sanuri wali kelas enam juga sesekali terpaksa harus ikut mengajar kelas lain, demi anak-anak lain bisa mendapatkan pelajaran. Sehingga tak jarang Sanuri harus menggabungkan beberapa kelas menjadi satu, agar anakanak tetap bisa mendapatkan pelajaran. Catchphrases adalah frase yang menarik dan menonjol dalam suatu wacana. Karena itulah, dari segmen satu ini, frase yang menarik adalah kutipan wawancara dengan Sanuri di segmen 3 yang berbunyi: “Karena memang guru-guru di sini terbatas, kemampuan mereka tidak seperti guru-guru yang pada umumnya di kota-kota besar. Mereka kurang sekali pelatihan di sini memang karena kepulauan jadi susah terjangkau dan di sini memang lulusannya hanya SPG.” Dalam petikan wawancara ini Sanuri mengungkapkan bagaimana selain kekurangan tenaga pendidik, ternyata kualitas tenaga pendidik yang ada di SDN Inpres Nanedakele masih jauh dari kemampuan guru di kota. Hal ini membuktikan adanya kesenjangan bukan hanya dalam jumlah tenaga pendidik tapi juga masalah kualitas tenaga pendidik antara sekolah di kota dengan sekolah di daerah pelosok. Kompetensi guru memang menjadi salah satu komponen problem yang terjadi di SD Nanedakele, dan memang jumlah guru yang berkompeten masih sangat kurang. Mayoritas guru di Nanedakele hanya lulusan SPG. Exemplar berarti mengaitkan bingkai dengan contoh, uraian (bisa teori, perbandingan) yang memperjelas bingkai. Dan untuk memperjelas binmgkai
79
kurangnya tenaga pendidik di daerah pelosok, reporter Lentera Indonesia memberikan beberapa contoh. Salah satunya yaitu yang terdapat dalam segmen 2: “Bu korneles tak sekadar bertugas sebagai kepala sekolah, tetapi juga wali kelas dua.” Dalam kalimat narasi ini tergambarkan bagaimana sosok kepala sekolah sekolah juga harus tejun untuk menularkan ilmunya kepada murid-murid. Bahkan seseorang yang sudah mendapat jabatan sebagai kepala sekolah pun harus merangkap juga menjadi wali kelas 2 dan harus rela untuk ikut mengajar setiap hari. Depiction yaitu penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Depiction ini umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu. Depiction di sini bisa ditemukan di segmen 2 yaitu pada narasi: “Layaknya pisau yang semakin tajam bila diasah, anak-anakku menunjukkan kemajuan yang pesat.” Narasi ini menunjukkan bahwa meskipun mereka memiliki keterbatasan, salah satunya dalam hal tenaga pendidik. Namun dengan adanya semangat dan keinginan untuk maju pada akhirnya mereka bisa berkembang dengan maksimal. Reporter pun menganalogikan usaha anak-anak dengan pisau yang akan semakin tajam bila diasah. Hal ini juga sama dengan kemampuan anak-anak, yang jika dilatih terus-menerus maka sudah pasti anak-anak akan menunjukkan kemajuan dan perkembangan mereka. Visual Images berarti gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan
80
dan mendukung pesan yang ingin disampaikan. Untuk pembingkaian mengenai “kurangnya tenaga pendidik di daerah pelosok” ini bisa terlihat di segmen 2. Dalam visual ini cameraman menggambarkan seorang kepala sekolah yaitu ibu Korneles yang mengajar 4 orang siswa. Jika kita lihat sekolah di kota besar jarang sekali ada kepala sekolah yang terjun untuk ikut mengajar langsung murid didiknya. Tapi di SDN Inpres, karena kekurangan guru, akhirnya kepala sekolah juga harus ikut mengajar anak-anak kelas 2. Di sinilah peran cameraman turut memperkuat cerita. Roots adalah suatu kausal sebab-akibat, yakni yang menjadi salah satu penyebab terbentuknya bingkai. Diidentifikasi, dalam temuan ini didapatkan kalimat :
“Guru-guru honorer sekolah kami berhalangan hadir tiap sabtu, lantaran mengikuti kuliah di daratan” Narasi ini mengungkapkan salah satu penyebab kurangnya tenaga pendidik di SDN Inpres adalah karena guru-guru harus ke daratan untuk mengikuti kuliah atau terkadang mengurus urusan administrasi. Appeals to principle yaitu berupa premis dasar, klaim-klaim moral. Nilai moral ini salah satunya bisa terlihat di narasi: “Baru empat belas bulan menjabat kepala sekolah, bu Korneles sudah membawa kemajuan berarti bagi kampung kami.” Dalam narasi ini digambarkan bagaimana seorang kepala sekolah, yaitu ibu Korneles yang mampu menjadi teladan bagi guru lain dan juga bagi murid-murid karena kedisiplinan dan kepeduliannya terhadap pendidikan. Jadi meskipun SDN Inpres tidak memiliki cukup banyak guru, ibu Korneles tetap tidak menyerahkan untuk memberikan pendidikan kepada murid-muridnya.
81
Consequences yaitu efek atau konsekuensi yang didapat dari bingkai. Hal ini dapat terlihat dalam narasi: “SDN Inpres Nanedakele hanya memiliki empat orang guru.” Akibat dari pembingkaian ini yaitu saat ini SDN Inpres Nanedakele hanya memiliki empat orang guru. Padahal SD ini terdiri dari 6 kelas. Mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Jumalah empat orang guru ini tentu masih kurang untuk memenuhi jumlah tenaga pendidik yang dibutuhkan SDN Nanedakele. Hasil temuan di atas juga sejalan dengan temuan reporter Lentera Indonesia. Dalam wawancara yang dilakukan peneliti, reporter mengungkapkan bahwa terkait kurangnya tenaga pendidik ini merupakan salah satu masalah yang menonjol di Nanusa. Tidak adanya tenaga pendidik berdedikasi. Karena sering kali saya menemukan guru-guru yang mangkir tugas di sekolah hingga berbulanbulan khususnya di daerah kepulauan seperti di Nanusa dan ketersediaan tenaga pendidik yang sesuai dengan kondisi sosial-budaya masyarakat setempat. Misal, sekolah dengan siswa mayoritas Muslim butuh guru agama Islam. 30 Kurangnya guru yang berkompeten ini pada akhirnya mau tak mau ikut mempengaruhi ketidaksiapan siswa menjelang ujian nasional. Di segmen tiga reporter menggambarkan kondisi ini dengan mengambil kutipan wawancara dengan Sanuri yang mengungkapkan: “Karena mmg guru2 di sini terbatas, kemampuan mrk tdk seperti guru2 yg pd umumnya di kota2 besar. Mrk kurang sekali pelatihan di sini mmg krn kepulauan jd ssh terjangkau dan di sini mmg lulusannya hny SPG.”
30
Kutipan wawancara dengan Febi Purnamasari (Reporter Lentera Indonesia) wawancara
dilakukan pada 26 September 2014
82
Dan
untuk
semakin
memperkuat
konstruksinya
reporter
juga
menambahkan narasi tentang kemampuan anak-anak. Dalam segmen ini reporter juga menceritakan bagaimana Sanuri harus mengulang materi beberapa kali sampai anak didiknya paham dengan materi yang diajarkan. Hal ini untuk menunjukkan bahwa memang kemampuan anak-anak di Nanusa masih jauh jika dibandingkan dengan anak-anak di kota.
c. Fasilitas Pendidikan Terbatas (Tabel 4.3) Masalah lain yang dikonstruksikan reporter Lentera Indonesia yaitu kurangnya fasilitas pendidikan. Untuk melakukan kegiatan belajar mengajar sehari-hari mereka hanya bisa memanfaatkan fasilitas seadanya. Termasuk tidak adanya aliran listrik di sekolah. Sehingga jika mereka melakukan kegiatan belajar kelompok malam hari di sekolah, mereka harus menggunakan penerangan tambahan menggunakan lentera. Selain itu mereak juga harus lebih kreatif untuk memanfaat kan berbagai peralatan aederhana yang ada untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Seperti penggunaan tali untuk pengenalan konsep bilangan bulat. Ide pembingkaian utama ini terdapat pada segmen 2 dan 3. Dalam segmen ini reporter Lentera Indonesia menggambarkan kondisi pendidikan di daerah Nanusa. Salah satu point yang ditekankan yaitu masalah minimnya fasilitas pendidikan. Kondisi ini terungkap dari pembingkaian yang dikonstruksikan reporter di setiap segmen alur cerita yang dibuatnya.
83
Methapors yaitu berupa perumpamaan atau pengandaian. Methapors ini bisa ditemukan di segmen 2 pada kalimat narasi: “Sayangnya, kami harus berkompromi untuk pasrah menerima akses dan fasilitas seadanya.” Narasi ini menjelaskan bagaimana Sanuri dan murid-muridnya harus pasrah dengan segala kondisi yang ada, dengan fasilitas yang serba minim dan seadanya. Catchphrases yaitu berupa frase yang menarik, kontras, menonjol dalam suatu wacana. Ini umumnya berupa jargon atau slogan. Salah satu yang paling menonjol yaitu di segmen tiga. Dalam segmen ini digambarkan bagaimana persiapan anak-anak menjelang UN. Demi mengejar ketertinggalan dengan sekolah-sekolah di kota, mereka sampai harus rela belajar kelompok samapi malam hari di sekolah. Meski dengan penerangan seadanya. “Belum ada aliran listrik di sekolah.” Narasi ini menunjukkan bagaimana anak-anak harus berjuang di tengah keterbatasan. Meski itu hanya sekedar penerangan untuk belajar yang tidak bisa mereka dapatkan. Hingga akhirnya mereka harus menggunakan penerangan menggunakan lentera. Exemplar yaitu mengaitkan bingkai dengan contoh, urraian (bisa teori, perbandingan) yang memperjelas bingkai. Contoh yang digambarkan reporter yaitu saat Sanuri mengajarkan ke murid-muridnya tentang konsep bilangan bulat. Untuk mempermudah pemahaman anak-anak, Sanuri pun membuatn sendiri alat peraga sederhana berupa tali dan bendera-bendera kertas. “Aku memanfaatkan medium tali, untuk memudahkan pemahaman konsep dasarnya.”
84
Kalimat ini memberikan gambaran bagaimana Sanuri dan murid-muridnya harus kreatif memanfaatkan apa saja yang ada di sekitar mereka untuk digunakan sebagai penunjang pengajaran. Depiction yaitu penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Depiction ini umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu. Hal ini bisa terlihat di segmen tiga dalam narasi: “Penerangan kelas yang ala kadarnya, tak lantas membuat semangat belajar mereka redup.” Disini reporter mengkonotasikan makna redup. Redup biasanya digunakan untuk kondisi cahaya yang menurun atau tidak lagi bersinar cerah. Tapi di sini redup dikonotasikan untuk memaknai semnagat anak-anak. Yang berarti semangat anakanak tidak menurun meski dengan fasilitas seadanya. Visual Images yaitu berupa gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan. Pesan dari frame central idea kurangnya fasilitas pendidikan bisa terlihat dari gambar di atas. Disini cameraman menggambarkan bagaimana kondisi ruang kelas. Hanya dengan empat buah meja kayu. Dengan dinding tanpa peralatan penunjang. Bahkan di bagian belakang ruang kelas terlihat tumpukan papan tak terpakai. Tidak adanya peralatan penunjang lain yang bisa dimanfaatkan guru untuk membantu kelancaran proses belajar mengajar. Roots yaitu analisis kausal atau sebab akibat. Penyebab kurangnya fasilitas pendidikan di SDN Inpres Nanedakele ini bisa terlihat dalam kalimat narasi segmen 2. Dimana reporter mengungkapnya bahwa kepulauan Nanusa jauh
85
dar peradaban kota sehingga mereka tidak bisa mendapatkan fasilitas pendidikan yang lebih layak. Appeals to principle yaitu premis dasar, klaim-klaim moral. Dalam frame central idea fasilitas pendidikan terbatas ini reporter menggambarkan, meski dengan segala keterbatasan mereka tetap yakin mampu mengejar ketertinggalan dengan sekolah-sekolah di kota. “Dengan kerja keras, aku percaya anak-anakku dapat melampaui ketertinggalan, berlari menggapai keberhasilan.” Di sini reporter memberikan kandungan nilai bahwa seminimal apapun kondisi kita, kita tetap harus semangat dan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menggapai hasil yang maksimal. Keterbatas tak selalu menjadi penghalang kita untuk maju. Tapi keterbatasan harusnya justru menjadi pemacu kita unjtuk lebih maju. Consequences yaitu efek atau konsekuensi yang didapat dari bingkai. Salah satu fasilitas yang tidak dimiliki sekolah yaitu fasilitas untuk menjalankan ibadah bagi umat Islam. Sehingga untuk menjalankan praktek sholat, siswa terkadang harus menempuh perjalanan ke desa tetangga. “Perjalanan yang harus kami tempuh ke mesjid dusun kelumang tidak lah mulus.” Di sini reporter menggambarkan bagaimana untuk sekedar menjalankan ibadah sholat jumat saja mereka harus bersusah payah melewati jalan yang terjal dan berliku. Dalam wawancara Febi juga mengungkapkan bahwa Sarana maupun fasilitas penunjang pendidikan masih timpang di pelosok, seperti kondisi
86
bangunan sekolah yang ala kadarnya, ketiadaan alat peraga, dan buku-buku pelajaran yang belum merata. Pendapatnya ini juga ia perkuat dengan menampilkan kegiatan anak-anak yang menggunakan alat peraga seadanya. Memanfaatkan segala fasilitas yang seadanya. Seperti penggunaan tali dan bendera untuk membantu mereka mengenal bilangan bulat. Pada akhirnya mereka harus kreatif memanfaatkan hal-hal sederhana sebagai alat peraga.
d. Jauh Dari Kehidupan Perkotaan (Tabel 4.4) Pulau Nanusa merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia. Pulau ini berbatasan dengan Negara Filiphina. Karena jauh dari kehidupan perkotaan,untuk mengurus keperluan administrasi sekolah sehari-hari seringkali para guru harus meninggalkan kelas. Hal inilah yang juga menyebabkan SDN Inpres Nanedakele semakin kekurangan guru. Ide pembingkaian utama ini terdapat pada segmen 2 dan 3. Dalam segmen ini reporter Lentera Indonesia menggambarkan kondisi pendidikan di daerah Nanusa. Salah satu point yang ditekankan yaitu kondisi pulau Nanusa yang jauh dari perkotaan sehingga menghambat proses belajar mengajar. Kondisi ini terungkap dari pembingkaian yang dikonstruksikan reporter di setiap segmen alur cerita yang dibuatnya. Methapors yaitu perumpamaan atau pengandaian. Methapors bisa dilihat dalam kalimat narasi: “Sering kali kami harus menyeberang ke daratan demi menuntaskan beragam keperluan.”
87
Di sini tergambarkan bagaimana para guru di SDN Nanedakele demi mengurus keperluan administrasi saja harus menyeberang daratan ke pulau seberang. Catchphrases yaitu frase yang menarik, kontras, menonjol dalam suatu wacana. Ini umumnya berupa jargon atau slogan. Hal ini terlihat dalam kalimat narasi: “Segala urusan ekonomi, pemerintahan sampai pendidikan, berpusat di daratan.” Kalimat ini menggambarkan bagaimana seluruh kegiatan itu hanya berpusat di daerah kota, tidak ada kegiatan yang berpusat di kepulauan Nanausa. Bahkan untuk urusan daratan, mereka juga harus menuju ke kota terlebih dahulu. Exemplar yaitu mengaitkan bingkai dengan contoh, uraian (bisa teori, perbandingan)
yang
memperjelas
bingkai.
Dalam
hal
ini
reporter
memeperlihatkan beberapa contoh bahwa pulau Nanusa jauh dari peradaban kehidupan kota. Salah satunya yaitu terlihat dalam petikan wawancara dengan Sanuri: “Memang tidak sepenuhnya, ibu korneles bs hadir di sini. Seorang kepsek, apalagi dia hrs mengurus semuanya, administrasi dsb. Maka mmg biasanya seminggu sekali itu dia hrs pergi ke kota.” Di sini digambarkan bagaimana seorang kepala sekolah harus bolak-bolak seminmggu seklai ke daratan untuk mengurusi keperluan administrasi sekolah. Semua ini juga dilakukan sendiri oleh kepala sekolah. Depiction yaitu penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Depiction ini umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu. Seperti terlihat dalam kalimat:
88
“Ibu korneles memang sosok perempuan pekerja keras. Ia bahkan menjadi tulang punggung keluarganya.” Di sini reporter menggunakan kata tulang punggung sebagai bentuk kata pengganti atau konotasi dari makna sebagai penopang keuangan keluarga. Bu Korneles memang merupakan pemegang ekonomi keluarga. Dari pekerjaannya sebagai kepala sekolah lhah, ibu korneles bisa menghidupi keluarganya. Visual Images yaitu gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan. Disini visual images didukung dengan grafik yang menggambarkan peta lokasi kepulauan Nanusa dengan daratan Tahuna. Sehingga dari peta inilah terliihat seberapa jauh jarak antara kepulauan Nanusa dengan ibukota Sangihe di daratan Tahuna. Roots yaitu analisis kausal atau sebab akibat. Yang menjadi salah satu alasan, pulau Nanusa jauh dari peradaban kota yaitu karena memang lokasinya yang jauh dari ibukota. Hal ini terlihat dalam kalimat narasi: “Sementara pulau Nusa, terletak di sebelah utara pulau Sangir Besar.” Kalimat ini secara tersurat sudah menjelaskan di mana lokasi pulau Nanusa. Untuk semakin memperkuat narasinya, reporter juga menggambarkannya melalui grafis gambaran peta sebebrapa jauh pulau Nusa dari ibukota. Appeals to principle yaitu premis dasar, klaim-klaim moral. Hal ini terlihat dari kalimat narasi yang dibuat reporter, yaitu: “Letaknya yang jauh dari pusat peradaban, membuat alam pulau Nusa lestari. Terutama perairan yang melimpahkan beraneka penganan laut, buat kami para penghuninya.”
89
Di sini disebutkan meskipun Pulau Nanusa jauh dari peradaban, tapi ternyata hal ini juga memberikan dampak positif bagi warga. Salah satunya yaitu dengan keanekaragaman hayati dan keindahan alam yang dimiliki yang masih bersih dan asri. Consequences yaitu efek atau konsekuensi yang didapat dari bingkai. Konsekuensi ini terlihat dari narasi yang ditulaskan reporter berikut ini: “Termasuk guru-guru yang rutin pulang-pergi ke daratan, untuk studi maupun mengurus administrasi sekolah.” Hal ini menggambarkan akibat dari jauhnya kepulauan Nanusa dari peradaban kota, akhirnya menyebabkan guru-guru di SDN Nanedakele harus pulang pergi ke daratan untuk belajar dan menyelesaikan berbagai urusan administras lainnya. Karena memang semua ini tidak tersedia di kepualauan Nanusa.
e. Cita-Cita Rendah (Tabel 4.5) Penduduk di Nanusa rata-rata hanya lulusan SD. Sehingga hal ini ikut mempengaruhi pola pikir anak-anak. Meski ada anak-anak yang memiliki cita-cita tinggi, namun ada juga yang akhirnya pasrah hanya dengan berijazah SD. Hal in juga karena disebabkan jauhnya jarak Sekolah Menengah Pertama. Untuk bisa mencapai sekolah tingkat SMP, mereka harus menempuh perjalanan minimal selama 2 jam. Karena berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan reporter Lentera, satu-satunya SMP hanya terletak di satu dusun untuk seluruh desa. Sehingga untuk bisa menempuhnya rata-rata anak harus berjalan sejauh 2 km. Ide pembingkaian utama ini terdapat pada opening segmen akhir. Dalam segmen ini reporter Lentera Indonesia menggambarkan kondisi pendidikan di
90
daerah Nanusa. Salah satu point yang ditekankan yaitu murid-murid yang masih memiliki cita-cita rendah. Kondisi ini terungkap dari pembingkaian yang dikonstruksikan reporter di setiap segmen alur cerita yang dibuatnya. Methapors yaitu perumpamaan atau pengandaian. Contohnya yaitu terdapat di kalimat narasi segmen 3 yang berbunyi: “Dan untuk muridku yang satu ini, pahamilah rasa lelah perjalanan ke sekolah kelak terbayar dengan ijazah yang akan membawamu pada citacita apapun.” Dalam kalimat ini reporter memberikan perumpamaan bahwa semua lelah perjalanan yang akan di tempuh murid-murid Sanuri akan terbayar dengan ijazah pendidikan yang mereka pegang. Karena lewat ijazah inilah nantinya mereka bisa menggapai cita-cita masing-masing. Di sini secara tidak langsung reporter juga menyarankan kepada anak-anak agar tetap bersemangat melawan segala rintangan. Catchphrases yaitu frase yang menarik, kontras, menonjol dalam suatu wacana. Ini umumnya berupa jargon atau slogan. Hal ini bisa dilihat dalam kalimat narasi: “Ada pula yang belum optimis dengan masa depannya.” Di sini reporter gambarkan bagaimana optimistis ternyata belum mendarah daging dalam diri semua murid-murid Sanuri. Meskipun beberapa murid Sanuri sudah mengetahui kemana mereka akan pergi di masa depan, ternyata masih ada yang pesimis dengan masa depannya. Adrian merupakan salah satu murid Sanuri yang belum memiliki gambaran masa depan kemana selanjutnya ia akan melangkah.
91
Exemplar berarti mengaitkan bingkai dengan contoh, urraian (bisa teori, perbandingan) yang memperjelas bingkai. Salah satunya terlihat dalam wawancara antara reporter dengan salah satu murid. T: habis ini lanjut ngga, ke smp? J: “Tidak, karena jalannya sangat jauh, dua jam.” Dalam percakapan ini tergambar jelas bagaimana si murid tidak mau melanjutkan sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa memang masih ada murid di SDN Inpress Nanedakele yang belum memiliki cita-cita tinggi untuk masa depannya. Alasannya hanya karena jarak sekolah yang jauh dari rumah. Depiction yaitu penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Depiction ini umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu. Hal ini bisa dilihat dalam kalimat narasi: “Dengan kerja keras, aku percaya anak-anakku dapat melampaui ketertinggalan, berlari menggapai keberhasilan. Kata berlari yang dipakai di sini bukanlah arti yang sebenarnya. Namun mengandung makna konotatif. Yaitu yang berarti mereka akan berusaha semampu mereka untuk bisa menyesuaikan dengan kemampuan pelajar di kota. Memiliki kemampuan yang sama bahkan lebih. Visual Images yaitu gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan. Gambar yang dipakai di sini yaitu berupa shoot salah satu siswa yang sedang diwawancara tentang rencana masa depannya. Cameraman menggambarkan shoot wawancara dengan cahaya yang
92
sedikit redup. Hal ini untuk menggambarkan bahwa si anak saat ini tidak memiliki harapan di masa depan yang lebih cerah. Roots yaitu analisis kausal atau sebab akibat. Hal ini teridentifikasi dari kalimat narasi: “Sebagian besar masyarakat pulau nusa hanya lulusan SD. Motivasi generasi muda untuk melanjutkan sekolah, masih sangat rendah.” Hal ini menunjukkan betapa tingkat pendidikan orangtua dan lingkungan sekitar turut mempengaruhi cita-cita anak-anak. Hingga akhirnya anak-anak tidak memiliki figur untuk dicontoh dalam hal cita-cita. Appeals to principle yaitu berupa premis dasar, klaim-klaim moral. Klaim moral ini terdapat di kalimat narasi segmen 3: “Kepada Putra, Erik, dan Toni. Selamat berjuang nak. Kalian pasti bisa meraih mimpi-mimpi asalkan mau bekerja keras, tak gentar menghadapi semua tantangan.” Di sini reporter ingin mengungkapkan bahwa untuk menggapai semua cita-cita kita, kita harus mau berjuang keras. Tidak menyerah hanya karena rintangan yang ada. Karena semua hanya bisa kita dapatkan dengan bekerja keras. Consequences yaitu efek atau konsekuensi yang didapat dari bingkai. Dari pembingkaian yang dilakukan reporter Lentera Indonesia ini, terlihat salah satu consequences yang muncul yaitu dalam percakapan antara Sanuri dengan salah satu muridnya. S: Emang kalo besar cita2nya apa? P: mengail Salah satu akibat dari akibat rendahnya motivasi dan cita-cita yang dimiliki ini lah, salah satu siswa akhiranya hanya memiliki cita-cita untuk bisa mengail.
93
Tanpa memiliki cita-cita yang lebih tinggi lainnya seperti yang biasanya dicitacitakan oleh anak-anak lain di usia mereka. Dari kelima analisis frame yang telah ditemukan, teridentifikasi bagaimana Lentera Indonesia mengkonstruksikan pendidikan di daerah pelosok. Dan menampilkan masalah-masalah pendidikan yang terjadi di daerah pelosok khususnya di kepulauan Nanusa. Yaitu: pendidikan agama islam masih terbelakang, masih kurangnya tenaga pendidik, fasilitas pendidikan terbatas, jauh dari kehidupan perkotaan, dan cita-cita siswa yang rendah.