BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Bolaang mongondow terdiri dari empat etnis yaitu; 1) etnis Mongondow, 2) etnis Kaidipang, 3) etnis Bintauna, 4) etnis Bolango. Dari perbedaan keempat etnis diatas, berbeda pula adat dan kebiasaannya. Akan tetapi, karakteristik masyarakat adat masih sangat kuat, contohnya saja di daerah transmigran di Bolaang Mondondow, khususnya Desa Mopuya Kec Dumoga. Masyrakatnya juga masih memegang teguh dengan adat istiadat, hal ini dapat dilihat dari beberapa ketentuan berupa adat yang masih berlaku hingga saat ini anatara lain: adat perkawinan, adat ngundhuh mantu, dan adat kembar mayang. Salah satu adat yang berkaitan dengan objek penelitian yakni pada adat perkawinan dimana upacara adat siraman pengantin merupakan satu ritual yang menjadi ketentuan sebelum menjalani masa perkawinan. Artinya sebelum melangsungkan atau menjalani tahap ijab Kabul, sepasang calon pengantin diharuskan mengikuti ritual siraman pengantin terlebih dahulu. Penelitian ini membahas mengenai Mantra Rapalan Dungo dalam Prosesi Siraman Pengantin Adat Jawa Masyarakat Transmigran Desa Mopuya Kabupaten Bolaang Mongondow (suatu Tinjauan Semantik). Teks mantra yang digunakan sebagai objek, penelitian ini di peroleh dari lokasi kelurahan Mopuya Selatan. Mopuya adalah sebuah kelurahan yang ada di daerah Kabupaten Bolaang Mongondow dan merupakan kelurahan yang mayoritas penduduknya adalah masyarakat transmigran dari pulau Jawa.
4.1.1 Deskripsi Mantra Rapalan Dungo dalam Prosesi Siraman Pengantin Berikut ini merupakan deskripsi Mantra Rapalan Dungo secara utuh yang digunakan pada ritual Siraman Pengantin Adat Jawa. Kembang mlathi Warna putih merak ati Kembang mlathi Ganda arum amrik wangi Kembang mlathi Lambang ing ati suci Yen rinonce pantes Kagem manten putri
Bunga melati warna putih gemulai hati Bunga melati semerbak juga harum Bunga melati lambang di hati suci kalau siang pantas di pakai pengantin putri
Bismillah Niyat engson ngedusi penganten Ngresiki sesuker penganten Ngudunake cahyo Ancek-ancek e watu gilang Ciduke canteng cendani Tak siram pisan reresek Tak siram kapindo tumurune cahyo Tak siram ketelu gumilar Nor cahyo widodoro widodari
Bismillah Saya niat memandikan pengantin Membersihkan kotoran pengantin Menurunkan cahaya Alas kaki batu gilang Gayung yang terbuat dari emas Kusiram sekali membersikan kotoran Kusiram kedua menurunkan cahaya Kusiram ketiga terang Cahaya terang bersinar dari satria dan bidadari Cahayanya turun masuk Kedalam jiwa raga pengantin
Cahyane tumurun marang Sanubarine pengantenku Sak klorom
Dina ngarepake midodareni Penganten lanang wadon Didusi lan kramas Aduse nganggo banyu sekar setaman Kosokane glepung beras mancawarna Kang ngedusi sanake kang sepuh-sepuh Dene lungguhe ing dhinklik dilemeki klasa anyar Lan ghodong-ghodongan Yen wis resik banjur Diwuloni banyu kang diwadahhi klenting Sartha klentinge nuli dipecah
Hari siraman pengantin Pengantin laki dan perempuan Dimandikan dan keramas Mandinya pake air yang di taruh bunga Digosok menggunakan tepung beras bermacam warna Yang memandikan saudara yang tua-tua Dan tempat duduknya dialas tikar baru dan daun-daunan Jika sudah bersih Diberi air yang tempatnya kendi Serta kendi dipecah
Dening para sepuh kang ngedusi Sarta karo muni : wis pecah pamore
Saudara tertua sampai memandikan Sertasambil bicara: sang pengantin siap untuk menikah
4.1.2 Struktur Mantra Rapalan Dungo dalam Prosesi Siraman Pengantin Adat Jawa 4.1.2.1 Struktur Mantra Rapalan Dungo pada Bait pertama
Kembang mlathi Warna putih merak ati Kembang mlathi Ganda arum amrik wangi Kembang mlathi Lambang ing ati suci Yen rinonce pantes Kagem manten putri
Bunga melati warna putih gemulai hati Bunga melati Semerbak juga harum Bunga melati Lambang di hati suci Kalau siang pantas Digunakan pengantin putri
4.1.2.2 Makna Simbol Verbal Mantra Rapalan Dungo dalam Prosesi Siraman Pengantin Adat Jawa Ada beberapa makna simbol verbal pada mantra Rapalan Dungo antara lain sebagai berikut: Makna Simbol Verbal Mantra Rapalan Dungo pada Bait Pertama Kembang mlathi Warna putih merak ati
Bunga melati Warna putih gemulai hati
Makna Simbol Verbal Mantra Rapalan Dungo pada Bait kedua Bismillah Niyat engson ngedusi penganten Ngudunake cahyo Tak siram pisan reresek Tak siram kapindo tumurune cahyo Tak siram ketelu gumilar Nor cahyo widodoro widodari
Bismillah Saya niat memandikan pengantin Menurunkan cahaya Kusiram sekali membersikan kotoran Kusiram kedua menurunkan cahaya Kusiram ketiga terang Cahaya terang bersinar dari satria dan bidadari
Makna Simbol Verbal Mantra Rapalan Dungo pada Bait ketiga Dina ngarepake midodareni Penganten lanang wadon Didusi lan kramas Kang ngedusi sanake kang sepuh-sepuh
Hari siraman pengantin Pengantin laki dan perempuan Dimandikan dan keramas Yang memandikan saudara yang tua-tua
4.1.2.3 Makna Simbol Nonverbal Mantra Rapalan Dungo dalam Prosesi Siraman Pengantin Adat Jaw Mantra Rapalan Dungo dalam prosesi siraman pengantin, memiliki makna simbol non verbal. Makna simbol non verbal terdapat pada bait pertama, kedua, dan ketiga yakni sebagai berikut: 1) Air 2) Kembang Sritaman yaitu bunga taman yang indah seperti, bunga kantil, mawar, melati, dan kenanga. 3) Sepasang Kelapa Hijau yang di ikat sabutnya. 4) Alas duduk calon pengantin terdiri dari sehelai kain motif yuyu sekandang dan motif pulo watu. 5) konyoh Panca Warna adalah sejenis bedak basah yang terbuat dari tepung beras. 6) kendi tempat air bersih. 4.1.2.4 Fungsi Mantra Rapalan Dungo dalam Prosesi Siraman Pengantin Adat Jawa Perkawinan adalah peristiwa yang suci untuk membangun keluarga selama-lamanya. Oleh karena itu, sebelum perkawinan, calon pengantin perlu bersuci. Mantra Rapalan Dungo Siraman pengantin dilaksanakan untuk menyucikan diri dan juga membuang segala kejelekan Calon Pengantin yang ada, agar calon pengantin dapat memulai hidup baru dengan hati yang bersih dan suci.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Struktur Mantra Rapalan Dungo dalam Prosesi Siraman Pengantin Adat Jawa 4.2.1.1 Tema Tema adalah gagasan pokok yang diungkapkan penyair melalui puisi lisan yang diungkapkan. Tema puisi biasanya mengungkapkan persoalan hidup manusia yang bersifat hakiki. Berikut ini akan di paparkan tema puisi lisan pada setiap baitnya. Mantra lisan yang diucapkan pada ritual siraman pengantin bait pertama Kembang mlathi Warna putih merak ati Kembang mlathi Ganda arum amrik wangi Kembang mlathi Lambang ing ati suci Yen rinonce pantes Kagem manten putri
Bunga melati warna putih gemulai hati Bunga melati Semerbak juga harum Bunga melati Lambang di hati suci Kalau siang pantas Digunakan pengantin putri
Pada puisi lisan yang digunakan pada tahap ini bertemakan penyucian diri dari segala kotoran dan dosa. Mantra lisan yang diucapkan pada ritual siraman pengantin bait kedua Bismillah Bismillah Niyat engson ngedusi penganten Saya niat memandikan pengantin Ngresiki sesuker penganten Membersihkan kotoran pengantin Ngudunake cahyo Menurunkan cahaya Ancek-ancek e watu gilang Alas kaki batu gilang Ciduke canteng cendani Gayung yang terbuat dari emas Tak siram pisan reresek Kusiram sekali membersikan kotoran Tak siram kapindo tumurune cahyo Kusiram kedua menurunkan cahaya Tak siram ketelu gumilar Kusiram ketiga terang Nor cahyo widodoro widodari Cahaya terang bersinar dari satria dan bidadari Cahyane tumurun marang Cahayanya turun masuk Sanubarine pengantenku Sak klorom Kedalam jiwa raga pengantin
Tema puisi pada bait ini merupakan adat di dalam melaksanakan sesuatu yang harus mengucapkan bismillah karena masih ada dzat yang lebih tinggi untuk dihormati. Mantra lisan yang diucapkan pada ritual siraman pengantin bait ketiga Dina ngarepake midodareni Penganten lanang wadon Didusi lan kramas Aduse nganggo banyu sekar setaman Kosokane glepung beras mancawarna Kang ngedusi sanake kang sepuh-sepuh Dene lungguhe ing dhinklik dilemeki klasa anyar Lan ghodong-ghodongan Yen wis resik banjur Diwuloni banyu kang diwadahhi klenting Sartha klentinge nuli dipecah Dening para sepuh kang ngedusi Sarta karo muni : wis pecah pamore
Hari siraman pengantin Pengantin laki dan perempuan Dimandikan dan keramas Mandinya pake air bunga Digosok menggunakan tepung beras bermacam warna Yang memandikan saudara yang tua-tua dan tempat duduknya dialas tikar baru dan daun-daunan Jika sudah bersih Diberi air yang tempatnya kendi Serta kendi dipecah Saudara tertua sampai memandikan Serta sambil bicara: sang pengantin siap untuk menikah
Pada bait ketiga ini tema mantra ini merupakan permohonan atau pengaharapan dari setiap apa yang telah dikerjakan dapat berjalan dengan lancar. 4.2.1.2 Diksi Seperti yang telah kita ketahui bahwa, dalam puisi diksi selalu menjadi pilihan yang terpenting, karena puisi memerlukan keindahan bahasa dan kepadatan bahasa. Dalam puisi, diksi merupakan bagian yang terpenting untuk menentukan makna itu sendiri. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan penggunaan diksi pada setiap puisi lisan yang digunakan pada masing-masing bait. Pada bait pertama tedapat kata kembang melati dan warna putih merak ati. Kata ini sengaja digunakan untuk memberi kesan bahwa sebelum melakukan suatu pernikahan seorang
calon pengantin harus melakukan penyucian atau pembersihan diri dari segala kotoran dan dosa. Diksi tersebut dapat dilihat pada kutupan mantra berikut. Penggalan kutipan mantra pada bait pertama Kembang mlathi Warna putih merak ati Kembang mlathi Ganda arum amrik wangi Kembang mlathi Lambang ing ati suci Yen rinonce pantes Kagem manten putri
Bunga melati warna putih gemulai hati Bunga melati Semerbak juga harum Bunga melati Lambang di hati suci Kalau siang pantas Digunakan pengantin putri
Penggalan kutipan mantra pada bait kedua
Bismillah Niyat engson ngedusi penganten Ngresiki sesuker penganten Ngudunake cahyo Ancek-ancek e watu gilang Ciduke canteng cendani Tak siram pisan reresek Tak siram kapindo tumurune cahyo Tak siram ketelu gumilar Nor cahyo widodoro widodari bidadari Cahyane tumurun marang Sanubarine pengantenku Sak klorom
Bismillah Saya niat memandikan pengantin Membersihkan kotoran pengantin Menurunkan cahaya Alas kaki batu gilang Gayung yang terbuat dari emas Kusiram sekali membersikan kotoran Kusiram kedua menurunkan cahaya Kusiram ketiga terang Cahaya terang bersinar dari satria dan Cahayanya turun masuk Kedalam jiwa raga pengantin
Penggalan kutipan mantra pada bait ketiga
Dina ngarepake midodareni Penganten lanang wadon Didusi lan kramas Aduse nganggo banyu sekar setaman
Hari siraman pengantin Pengantin laki dan perempuan Dimandikan dan keramas Mandinya pake air bunga
Kosokane glepung beras mancawarna Kang ngedusi sanake kang sepuh-sepuh Dene lungguhe ing dhinklik dilemeki klasa anyar Lan ghodong-ghodongan Yen wis resik banjur Diwuloni banyu kang diwadahhi klenting Sartha klentinge nuli dipecah Dening para sepuh kang ngedusi Sarta karo muni : wis pecah pamore
Digosok menggunakan tepung beras bermacam warna Yang memandikan saudara yang tua-tua dan tempat duduknya dialas tikar baru dan daun-daunan Jika sudah bersih Diberi air yang tempatnya kendi Serta kendi dipecah Saudara tertua sampai memandikan Serta sambil bicara: sang pengantin siap untuk menikah
Selain itu, terdapat pula kata bismillah , pada penggalan kutipan mantra pada bait kedua. Kata itu sengaja dipilih karena memberi kesan setiap apa yang akan dikerjakan akan mendapat ridho dari Allah Swt. Kalimat Dina ngarepake midodareni, Penganten lanang wadon sengaja digunakan karena kedua calon pengantin tersebut sudah melakukan prosesi siraman pengantin, dan kedua orang tua calon pengantin mengharapkan berkah dari Allah Swt. 4.2.1.3 Rima Rima merupakan penggalan bunyi yang sama pada akhir kata atau pada akhir kalimat. Pengulangan bunyi tersebut dapat memperkuat makna puisi dan menimbulkan bunyi-bunyi puisi yang indah. Hal ini berlaku pula pada puisi lisan mantra Rapalan Dungo yang digunakan pada ritual siraman pengantin. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat jenis yang terdapat dalam puisi lisan mantra ini. Contoh puisi berima berangkai aa-aa Kembang mlathi Warna putih merak ati Kembang mlathi Ganda arum amrik wangi Kembang mlathi Lambang ing ati suci
Bunga melati warna putih gemulai hati Bunga melati Semerbak juga harum Bunga melati Lambang di hati suci
Yen rinonce pantes Kagem manten putri
Kalau siang pantas Digunakan pengantin putri
4.2.1.4 Amanat Dalam setiap puisi pasti mengandung amanat atau pesan yang disampaikan oleh penyair pada pembaca. Setiap pembaca dapat menafsirkan amanat atau pesan yang terkandung di dalam puisi itu sendiri secara individu. Setiap individu memiliki pemahaman yang berbeda pula tergantung dari tema yang ditafsirkan oleh pembaca itu sendiri. Berikut ini akan diuraikan tema pada setiap masing-masing bait. Pada bait pertama terdapat amanat bahwa membersihkan diri dari kotoran dan dosa itu harus dikerjakan karena umat islam mewajibkan menjaga kebersihan itu sangat perlu, seperti dalam dalil yang ada di Al-Qur’an kebersihan itu sebagian dari iman. Untuk itu siraman pengantin sangat wajib dilakukan oleh umat islam. Hal ini dapat dilihat pada kutipan mantra Rapalan Dungo berikut.
Kembang mlathi Warna putih merak ati Kembang mlathi Ganda arum amrik wangi Kembang mlathi Lambang ing ati suci Yen rinonce pantes Kagem manten putri
Bunga melati warna putih gemulai hati Bunga melati Semerbak juga harum Bunga melati Lambang di hati suci Kalau siang pantas Digunakan pengantin putri
Amanat puisi lisan mantra Rapalan Dungo pada bait kedua yaitu tidak ada satu orang pun dimuka bumi ini yang berkuasa atas segala hal kecuali Allah Swt dan setiap apa yang akan dikerjakan harus dimulai dengan Bismillah. Hal ini dapat di lihat pada kutipan puisi berikut.
Bismillah Niyat engson ngedusi penganten Ngresiki sesuker penganten Ngudunake cahyo Ancek-ancek e watu gilang Ciduke canteng cendani Tak siram pisan reresek Tak siram kapindo tumurune cahyo Tak siram ketelu gumilar Nor cahyo widodoro widodari Cahyane tumurun marang Sanubarine pengantenku Sak klorom
Bismillah Saya niat memandikan pengantin Membersihkan kotoran pengantin Menurunkan cahaya Alas kaki batu gilang Gayung yang terbuat dari emas Kusiram sekali membersikan kotoran Kusiram kedua menurunkan cahaya Kusiram ketiga terang Cahaya terang bersinar dari satria dan bidadari Cahayanya turun masuk Kedalam jiwa raga pengantin
Amanat puisi lisan mantra Rapalan Dungo pada bait ketiga yaitu kedua calon pengantin tersebut sudah melakukan prosesi siraman pengantin, dan kedua orang tua calon pengantin mengharapkan berkah dari Allah Swt. Berikut penggalan kutipan mantra siraman pengantin. Dina ngarepake midodareni Penganten lanang wadon Didusi lan kramas Aduse nganggo banyu sekar setaman Kosokane glepung beras mancawarna bermacam warna Kang ngedusi sanake kang sepuh-sepuh Dene lungguhe ing dhinklik dilemeki klasa anyar Lan ghodong-ghodongan Yen wis resik banjur Diwuloni banyu kang diwadahhi klenting Sartha klentinge nuli dipecah Dening para sepuh kang ngedusi Sarta karo muni : wis pecah pamore
Hari siraman pengantin Pengantin laki dan perempuan Dimandikan dan keramas Mandinya pake air bunga Digosok menggunakan tepung
beras
Yang memandikan saudara yang tua-tua dan tempat duduknya dialas tikar baru dan daun-daunan Jika sudah bersih Diberi air yang tempatnya kendi Serta kendi dipecah Saudara tertua sampai memandikan Serta sambil bicara: sang pengantin siap untuk menikah
4.3 Makna Simbol Verbal Mantra Rapalan Dungo dalam Prosesi Siraman Pengantin Adat Jawa Adapun untuk makna simbol verbal pada mantra Rapalan Dungo siraman pengantin terdapat pada bait kedua antara lain sebagai berikut:
4.3.1 Makna Simbol Verbal Mantra Rapalan Dungo Bait kedua Kata- kata yang bermakna semiotik dalam teks mantra lisan Jawa akan diuraikan berikut ini. 1. Bismillah (Dengan menyebut nama Allah Swt) Secara leksikal bismilah artinya dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, tetapi dalam mantra lisan bismillah di artikan sebagai simbol kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa yang sebagian besar adalah umat muslim atau beragama Islam. Bismillah merupakan kata yang paling sering diucapkan oleh umat Islam, ketika hendak memulai suatu pekerjaan sehingga setiap kegiatan yang dilakukan oleh umat manusia memiliki rahmat dan barakah dari Allah SWT dan tidak ada suatu kegiatan yang dilakukan di dunia ini tanpa izin dan kuasa-Nya. Selain itu, bismillah memiliki makna bahwa dengan memohon izin pada Allah SWT segala permohonan akan mendapat ridho dari Allah SWT. Selain itu dukun atau pawang juga percaya bahwa hanya Allah yang mampu memberikan kekuatan kepadanya.
2 Niat engson Ngedusi penganten (Saya niat memandikan pengantin) Dalam kalimat niat engson ngudusi penganten yang mempunyai arti niat membersihkan diri penganten. Secara tidak langsung pengertian niat yang telah menjadi tindakan memanggil, mengamalkan, atau mengaktifkan kekuatan seperti yang tersebutkan dalam mantra. Jika dirunut dengan teliti salam pembuka pun sesungguhnya telah merujuk pada niat seseorang untuk mengamalkan sesuatu, dalam hal ini adalah pengamalan mantra. Sedangkan kata ngedusi yakni memandikan. Memandikan dalam hal ini bukan berarti menghilangkan kotoran-kotoran yang ada pada fisik manusia. Jika dikaji
dalam semiotik kata ngedusi ini mempunyai makna simbol membersihkan hati dari calon pengantin tersebut.
3)
Ngudunake cahyo (Menurunkan cahaya) Dalam baris ke empat, cahaya artinya sinar atau terang. Tetapi jika dilihat dalam semiotik yang di maksud dengan cahaya ialah sebuah permohonan kepada yang maha kuasa, agar menurunkan suatu keberkahan atau rahmad sebagai penerang untuk menjalankan suatu rumah tangga kedepan tanpa ada suatu halangan apapun.
4)
Tak siram pisan reresek (Kusiram sekali membersihkan kotoran) Air pertama guna untuk membersihkan kotoran yang ada pada diri sang calon pengantin. Kotoran yang dimaksud bukan kotoran debu yang menempel dikulit sang calon pengantin melainkan kotoran yang ada pada jiwa raga kedua calon pengantin yang harus dibersihkan dengan menggunakan siraman pertama. Siraman pertama ini mengandung arti bahwa kedua calon pengantin sudah siap untuk menjalani suatu hubungan rumah tangga dengan bersih tanpa ada suatu ganguan apapun yang menghalangi pada ritual siraman pengantin.
5)
Tak siram kepindo tumurune cahyo (Kusiram kedua menurunkan cahaya) Siraman air kedua jika dikaji dalam semiotik mempunyai makna bahwa, air tersebut akan menurunkan cahaya. Cahaya dalam hal ini adalah sebuah cahaya yang turun dari langit ketujuh yang berasal dari bidadari untuk calon pengantin, sehingga wajahnya akan tampak bercahaya dan berseri-seri jika sang calon pengantin sudah
melakukan siraman, dan jika sudah di rias maka wajah kedua calon pengantin akan nampak seperti bidadari dan kesatria yang ada di khayangan.
6) Tak siram ketelu gumilar (kusiram ketiga terang) Dalam baris kesembilan, siraman air ketiga ini, jika dikaji dalam semiotik adalah sebuah anugrah yang memang nampak, atau dapat dikatakan sebagai hasil mukjijat yang telah diturunkan oleh bidadari, sehingga wajah calon pengantin tampak bersinar dan bercahaya bagaikan bidadari dan kesatria jika kedua calon pengantin di sandingkan di pelaminan, semua orang akan merasa kagum jika melihat kedua calon pengantin tersebut.
7) Nor cahyo widodoro widodari (Cahaya terang bersinar dari satria dan bidadari) Dalam bait kedua baris ke-sepuluh, jika dikaji dalam semiotik mempunyai makna bahwa cahaya yang diturunkan pada calon pengantin itu adalah sebuah penganugrahan dari satria dan bidadari, karna telah melakukan ritual siraman dengan sempurna tanpa ada sutau halangan apapun. Untuk itu cahaya yang masuk pada diri sang calon pengantin bisa secara terang-terangan ditampakkan oleh bidadari dan kesatria setelah melakukan ritual siraman, sehingga jika
pasangan tersebut akan menyerupai satria dan bidadari dari
khayangan. 4.3.2 Makna Simbol Verbal Mantra Rapalan Dungo Bait ketiga Kata- kata yang bermakna semiotik dalam teks mantra lisan Jawa akan diuraikan berikut ini.
(1) Dina ngarepake midodareni Penganten lanang wadon Didusi lan kramas ( Hari siraman pengantin laki dan perempuan di mandikan dan mencuci rambut)
Pada kalimat diatas mengandung makna kias; bahwa telah dilaksanakan suatu kegiatan adat, berupa acara siraman pengantin, yang mana kedua calon pengantin sudah selesai menjalankan ritual siraman dan kedua orang tua sang calon pengantin mengharapkan ridho kepada yang maha kuasa, semoga kedua calon pengantin, mendapatkan manfaat yang telah dirunkan oleh Allah Swt dan mendapatkan kehidupan yang lebih jauh berbeda dari kehidupan yang sekarang. (2) Kang Ngedusi Sanake Kang Sepuh-sepuh (Yang memandikan saudara yang tua) Dalam mantra Rapalan Dung, bait ke-tiga ini bila dikaji dalam semiotik kata Kang Ngedusi Sanake Kang Sepuh-sepuh, yang terdapat dalam bait ke-tiga, pada baris ke-enam pada dasarnya memiliki makna bahwa dalam siraman pengantin atau proses memandikan pengantin laki-laki dan perempuan, tidak sembarang orang yang dapat memandikan sepasang pengantin tersebut, karena pada ritual ini orang tua atau sesepuhlah yang berhak mamandikan atau menyirami kedua calon pengantin. Karna mereka ingin anak-anak mereka mengikuti jejak dari kedua orang tua mereka yang menjalani suatu hubungan rumah tangga dengan baik. Untuk itu pada ritual ini kedua orang tua dan sesepuhlah yang berhak untuk memandikan calon pengantin.
4.4 Makna Simbol Nonverbal pada Mantra Rapalan Dungo dalam Prosesi Siraman Pengantin Adat Jawa Mantra Rapalan Dungo dalam prosesi siraman pengantin memiliki makna simbol non verbal yang terdapat pada bait pertama, kedua, dan ketiga yakni sebagai berikut: 1)
Air Air bersih dari sumber dipakai untuk memandikan calon pengantin agar menjadi
bersih/suci dan bersih lahir batin. Hal ini merupakan persiapan untuk menyambut kedatangan sang bidadari yang akan turun dari khayangan (surga) untuk memberikan doa restu dan ikut mempercantik putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. 2)
Kembang Sritaman Bunga Sritaman adalah bunga bunga taman yang indah, seperti kenanga, kanthil, melati,
dan mawar. Bunga kenanga adalah bunga yang menyiratkan dua kalimat syahadat, sehingga dua kalimat syahadat tersebut haruslah dikanang dan tetap dipegang teguh selamanya hingga akhir hayat menjemput kita. Bunga kenanga menyimbolkan dalam memegang syahadat haruslah kita tetap memegang kelima rukun yang ada dalam rukun Islam sebagai satu kesatuan. Bunga kanthil artinya kanthi laku, tansah kumanthil, simbol bunga kanthil bahwa untuk meraih ilmu iku kalakone kanthi laku. Lekase kalawan kas, tegese kas iku nyantosani. Maksudnya, untuk meraih ilmu spiritual serta meraih kesuksesan lahir dan batin, setiap orang tidak cukup hanya dengan memohon-mohon doa. Bunga kanthil berarti pula, adanya tali rasa, atau tansah kumanthil-kanthil, yang bermakna Kumanthil kepada Allah dan Rosul-Nya, pula pengabdian yang mendalam tiada
terputus. Yakni mencurahkan kasih sayang dan manfaat kepada seluruh makhluk, kepada kedua orang tuanya dan para leluhurnya, pada seluruh muslimin muslimat. Bunga Melati adalah berwarna putih, sebagai simbol penyucian diri dari segala kotoran dan dosa. Diharapkan bunga melati yang digunakan adalah bunga melati yang masih kuncup sehingga diharapkan dengan berpuasa kita akan kembali suci seperti putihnya bunga melati dan seperti terlahir kembali seperti bunga melati yang masih kuncup. Bunga Mawar artinya Mawi-Arsa Dengan kehendak atau niat. Menghayati nilai-nilai luhur hendaknya dengan niat. Mawar, atau awar-awar ben tawar. Buatlah hati menjadi tawar alias tulus. Jadi niat tersebut harus berdasarkan ketulusan, menjalani segala sesuatu tanpa pamrih (ikhlas), berarti mencapai ketulusan yang tiada batas. sebagaimana Allah dalam melimpahkan anugrah kepada seluruh makhluk. Bunga sritaman ini ditaburkan dalam air, sehingga air menjadi harum. Calon pengantin yang disirami air ini tubuhnya menjadi harum. Secara simbolis namanya pun menjadi semerbak. 3)
Sepasang kelapa hijau Sepasang kelapa hijau ini sebagian sabutnya diikat menjadi satu kemudian dimasukkan
kedalam air yang ditaburi kedalam siraman. Makna kedua kelapa hijau yang sabutnya diikat menjadi satu itu adalah harapan agar calon pengantin dikemudian hari dapat selalu hidup rukun yang dikatakan orang tua-tua seperti mimi lan mintuna, dan berdaya guna bagaikan buah kelapa. 4)
Alas duduk Alas duduk calon pengantin ini dibuat bagus, dan terdiri dari: Sehelai kain motif yuyu
sekandang, yaitu kain lurik tenun coklat bergaris- garis benang emas. Sehelai kain motif pulo watu, yaitu kain lurik putih bergaris-garis atau lerek merah hitam. Alas duduk semacam itu
dimaksudkan untuk tolak bala atau penolak balik terhadap mara bahaya. Selain itu, dimaksudkan agar calon pengantin dapat mengatasi segala tantangan yang akan dihadapi dalam hidupnya 5)
Konyoh panca warna Konyoh adalah sejenis param atau bedak basah yang dibuat dari tepung beras di campur
kencur, sejenis tanaman untuk jamu tradisional. Konyoh ini berwarna-warni. Warnanya lima macam, yakni merah, putih, kuning, hijau, dan biru. Simbol dari merah yaitu semangat, Simbol putih yaitu keindahan, kelembutan, kemurnian, kepolosan, dan kebaikan. Simbol kuning yaitu keanggunan, Simbol hijau yaitu tenang, dan Simbol biru yaitu kekuatan. Karena terdiri dari lima macam warna maka disebut Konyoh manca atau panca warna. Konyoh ini berfungsi sebagai sabun yang dapat menjadikan tanam- tanaman bersih dan bersinar sebagaimana cahaya yang berwarna-warni, sehingga jika di rias sepasang calon pengantin akan terlihat bersinar bagaikan bidadari dan kesatria. 6)
Klenthing atau Kendi yang berisi Air bersih Klenthing atau kendi yang berisi air bersih digunakan sebagai tanda penutup dalam
mengakhiri upacara siraman. Uraian diatas merupakan hal yang faktual atau tidak dapat diragukan lagi. Sebab dapat di lihat dan dirasakan bahwa hal positif yang telah dinikmati oleh masyarakat demi karya sastra. Mantar Rapalan Dungo mempunyai fungsi pada pelaksanaan upacara siraman pengantin. Secara psikologis, fungsi mantra Rapalan Dungo adalah sarana untuk menambah kekuatan jiwa. Artinya mantra sanggup memberikan kekuatan bagi seseorang yang bersangkutan. Mantra Rapalan Dungo mengandung sugesti yang mampu membangkitkan semangat, dan rasa percaya diri terhadap pemiliknya.
Mantra Rapalan Dungo siraman ini juga merupakan sebuah permohonan kepada yang maha kuasa, agar mendapatkan ridho dan berkah dalam pelaksanaan siraman tersebut. Untuk itu Rapalan Dungo siraman, diwajibkan bagi masyarakat jawa yang akan melaksanakan sebuah pernikahan. 4.1 Fungsi mantra Rapalan Dungo dalam Prosesi Siraman Pengantin Adat Jawa Secara psikologis, fungsi mantra Rapalan Dungo yaitu sebagai sarana untuk menambah kekuatan jiwa. Artinya mantra dapat membersihkan secara spiritual dan berhati suci. Mantra Rapalan Dungo mengandung sugesti yang mampu membangkitkan semangat, dan rasa percaya diri terhadap pengantin. Mantra Rapalan Dungo juga merupakan sebuah permohonan kepada yang Maha Kuasa, agar mendapatkan ridho dan berkah dalan pelaksanaan siraman pengantin. Mantra Rapalan Dungo mempunyai fungsi sebagai berikut: 1)
Fungsi Penyucian diri
Penyucian diri yang dimaksud dalam hal ini yaitu calon pengantin membersikan diri yang disertai dengan niat, agar menjadi bersih dan murni/suci lahir batin. Seorang calon pengantin jika sudah melakukan siraman akan memiliki paras yang cantik dan tampan jika orang lain melihatnya, atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan manglingi. 2)
Fungsi penolak bala
Hal itu dilakukan dengan harapan agar pengantin dapat mengarungi kehidupan rumah tangganya dengan selamat dan jauh dari malapetaka. Keyakinan ini memang sudah mengakar dalam keyakinan banyak orang Jawa.
3)
Fungsi Nasehat
secara simbolis mantra Rapalan Dungo merupakan persiapan dan pembersiahan diri lahir batin kedua calon mempelai yang dilakukan dirumah masing-masing. Juga merupakan media permohonan doa restu dari para sesepuh.