51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Keterbatasan dan Kelebihan Penelitian a. Keterbatasan Penelitian 1) Keterbatasan Sampel Sampel penelitian berjumlah 60 orang pasien yang berobat di UNS Medical Center. Sehingga hasil penelitian ini tidak mencerminkan kepuasan pasien secara keseluruhan di UNS Medical Center. Namun demikian, jumlah sampel 60 pasien tersebut memenuhi jumlah sampel minimal dan dapat memenuhi asumsi kurva normal. 2) Keterbatasan Pengukuran Pengukuran kepuasan pasien tidak dilakukan dalam satu waktu mengingat jumlah pasien yang memenuhi syarat sesuai kriteria responden jumlahnya terbatas. Namun demikian dalam waktu 3 minggu jumlah sampel dapat terpenuhi. 3) Keterbatasan instrumen penelitian Instrumen dimensi reliability ditangkap bukan sebagai keajegan layanan akan tetapi lebih merupakan akses layanan obat. Sedangkan, dimensi emphaty ditangkap bukan sebagai akses dan interpersonal melainkan sebagai bentuk layanan yang kasat mata.
51
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Kelebihan Penelitian 1) Instrumen Model panduan observasi tentang kualitas pelayanan pada penelitian ini
indikator pelayanan kefarmasian prima di apotek. Sedangkan instrumen kepuasan pasien pada penelitian ini telah dikembangkan oleh Nursalam (2002) dan model pengukuran tingkat kepuasan dengan membandingkan antara kenyataan/hasil dan harapan pasien ini telah dikembangkan oleh Supranto (2001). Oleh karena itu, item pernyataan dalam kuesioner juga diadopsi dari pernyataan/item yang telah dikembangkan oleh
Nursalam dan Supranto
dimodifikasi oleh peneliti sendiri dengan mempertimbangkan teori dan disesuaikan dengan kondisi UNS Medical Center. 2) Dukungan Teori Penelitian ini didukung oleh teori ilmiah yang memadai sebagai rujukan sehingga penelitian ini baik proses dan hasil dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Selain itu juga, didukung oleh respon positif dari informan dan responden.
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Kualitas Pelayanan a. Hasil Pengamatan Pelayanan Obat di UNS Medical Center Tabel 4. Hasil Pengamatan Pelayanan Obat di UNS Medical Center No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Aspek yang diamati Pemeriksaan kelengkapan resep dilakukan oleh petugas Pemeriksaan keabsahan resep khususnya yang mengandung narkotika dan psikotropika Pemeriksaan kerasionalan resep dilakukan oleh petugas Petugas melakukan komunikasi dengan dokter Pemberian nomor urut pada resep masuk Pengambilan obat menggunakan sarung tangan/alat/spatula Pemeriksaan perhitungan untuk obat racikan Pemeriksaan kesesuaian antara jumlah/jenis obat dengan resep Pemeriksaan kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep Penandatanganan salinan resep oleh petugas Penyerahan obat dan pemberian informasi obat dilakukan oleh petugas Pelaksanaan prosedur tetap pelayanan obat (HTKP) Pencatatan alamat/nomor telepon pasien pada resep Penandaan khusus pada resep narkotika Penandaan khusus pada resep psikotropika tunggal Menanggapi keluhan dan saran dari konsumen terhadap pelayanan kamar obat Mengantar obat ke rumah atas permintaan pasien Mengunjungi rumah pasien penyakit kronik sesuai dengan kebutuhan Tidak menolak resep yang masuk ke kamar obat Jumlah
Ya
Tidak
15
4
Sumber: (Staf Sub. Koordinator Bidang Obat UNS Medical Center, 2013) Berdasarkan tabel diatas, hal-hal yang tidak dilakukan dalam pelayanan obat di UNS Medical Center yaitu: pemberian nomor urut pada
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
resep masuk, penandatanganan salinan resep oleh petugas, mengantar obat ke rumah atas permintaan pasien, dan mengunjungi rumah pasien penyakit kronik sesuai dengan kebutuhan. b. Hasil Pengamatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pasien di UNS Medical Center Tabel 5. Hasil Pengamatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pasien di UNS Medical Center No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Aspek yang diamati Indikasi/ khasiat obat Cara pemakaian obat Kemungkinan adanya efek samping yang timbul Kemungkinan interaksi obat dengan makanan Cara penyimpanan obat Nama Jenis kelamin Umur Alamat dan nomor telepon Pendidikan Pekerjaan Berat badan untuk pasien anak Keluhan/ gejala penyakit pasien Penyakit yang pernah diderita sebelumnya Pemakaian obat sebelumnya untuk penyakit tersebut Alergi dan efek samping terhadap obat yang pernah dialami Nama dan jumlah obat yang diberikan Melakukan komunikasi dengan mitra kesehatan lain Penyediaan informasi obat antara lain dalam bentuk spanduk, poster, brosur, leaflet dan majalah Jumlah
Ya
Tidak
16
3
Sumber: (Staf Sub. Koordinator Bidang Obat UNS Medical Center, 2013)
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tabel diatas, hal-hal yang tidak disampaikan dalam komunikasi, informasi dan edukasi pasien di UNS Medical Center yaitu: kemungkinan interaksi obat dengan makanan, cara penyimpanan obat, serta penyediaan informasi obat antara lain dalam bentuk spanduk, poster, brosur, leaflet dan majalah. c. Hasil Pengamatan Pengelolaan Obat di UNS Medical Center Tabel 6. Hasil Pengamatan Pengelolaan Obat di UNS Medical Center No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. 10. 11. 12. 13.
14.
Aspek yang diamati Perencanaan pengadaan sediaan farmasi dengan memperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat di sekitar Pembelian obat dari sumber resmi (PBF) Pemeriksaan fisik obat, kemasan dan tanggal kadaluwarsa Pencatatan jumlah obat masuk dan keluar pada kartu stok/komputer Pencatatan dan pemisahan obat rusak/kadaluwarsa Penyimpanan obat berdasarkan abjad, jenis dan bentuk sediaan dalam wadah asli dari pabrik Penyimpanan bahan obat dalam wadah lain harus dijaga dari kontaminasi dan terdapat informasi yang jelas dalam wadah termasuk nomor batch dan tanggal kadaluwarsa Penyimpanan obat berdasarkan asas FIFO / FEFO Penyimpanan narkotika sesuai ketentuan Penyimpanan psikotropika sesuai ketentuan Pencatatan, pengarsipan dan pelaporan narkotika Pencatatan, pengarsipan dan pelaporan psikotropika Pembendelan resep sesuai kelompoknya disertai tanggal, bulan dan tahun yang mudah ditelusuri dan disimpan pada tempat yang ditentukan secara teratur Pemusnahan resep yang telah disimpan lebih dari tiga tahun menurut tata cara pemusnahan resep Jumlah
Ya
Tidak
12
2
Sumber: (Staf Sub. Koordinator Bidang Obat UNS Medical Center, 2013)
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel tersebut menunjukkan bahwa hal-hal yang tidak dilakukan dalam pengelolaan obat di UNS Medical Center yaitu: pembelian obat dari sumber resmi (PBF) dan pemusnahan resep yang telah disimpan lebih dari tiga tahun menurut tata cara pemusnahan resep. d. Hasil Pengamatan Ketenagaan di Kamar Obat UNS Medical Center Tabel 7. Hasil Pengamatan Ketenagaan di Kamar Obat UNS Medical Center No. 1.
Aspek yang diamati
Ya
Tidak
3
2
Selalu siap, ramah dan sopan melayani konsumen
2.
Menjalin team work yang solid dengan tugas pokok dan fungsi yang jelas untuk setiap karyawan
3.
Memakai pakaian rapi atau seragam dan name tag selama di apotek
4.
Ada asisten apoteker
5.
Ada apoteker lain jika APA berhalangan Jumlah
Sumber: (Staf Sub. Koordinator Bidang Obat UNS Medical Center, 2013) Berdasarkan tabel diatas, dapat ditunjukkan bahwa kamar obat di UNS Medical Center tidak memiliki asisten apoteker dan apoteker pengganti apabila apoteker yang lain berhalangan hadir.
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
e. Hasil Analisis Faktor-Faktor Pendukung Pelayanan Obat di UNS Medical Center Tabel 8. Hasil Analisis Faktor-Faktor Pendukung Pelayanan Obat di UNS Medical Center No. Bangunan dan Kelengkapan Bangunan Ada Tidak Bangunan 1. Ruang tunggu pasien 2. Ruang peracikan obat dan penyerahan resep 3. Ruang untuk konsultasi pasien Kelengkapan Bangunan 4. Sumber air yang baik 5. Penerangan yang cukup 6. Sirkulasi udara baik 7. Kamar mandi dan WC 8. Alat pemadam kebakaran 9. Telepon 10. Tempat sampah Jumlah 9 1 No. Peralatan dan Fasilitas Pendukung Ada Tidak 1. Timbangan + anak timbangan milligram dan gram 2. Mortir + stamfer ukuran besar dan kecil 3. Gelas ukur ukuran besar dan kecil 4. Lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika 5. Lemari khusus untuk penyimpanan psikotropika 6. Lemari pendingin untuk penyimpanan obat khusus 7. Tempat penyimpanan arsip 8. Wadah pengemas dan pembungkus obat 9. Etiket putih dan etiket biru 10. Buku MIMS/ Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia 11. Buku Farmakope Indonesia edisi terakhir 12. Peraturan perundangan tentang apotek 13. Komputer 14. Kotak saran 15. Blanko pemesanan obat 16. Blanko kartu stok obat 17. Blanko salinan resep 18. Blanko faktur dan blanko nota penjualan 19. Blanko khusus untuk pemesanan narkotika 20. Blanko pelaporan bulanan narkotika 21. Blanko khusus untuk pemesanan psikotropika 22. Buku defecta/ daftar persediaan obat yang hampir habis Jumlah 20 2 Sumber: (Staf Sub. Koordinator Bidang Obat UNS Medical Center, 2013)
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tabel tersebut, fasilitas pendukung yang tidak terdapat di kamar obat UNS Medical Center yaitu: ruang untuk konsultasi pasien, timbangan dan anak timbangan milligram dan gram, serta gelas ukur ukuran besar dan kecil. Hasil penelitian skor kualitas pelayanan obat di UNS Medical Center adalah 82,88% dengan kategori baik.
3. Identifikasi Pasien Penelitian dilakukan terhadap 60 pasien di UNS Medical Center yang memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur Tabel 9. Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur Umur
Responden
%
18-45 Tahun
57
95
Diatas 45 Tahun
3
5
60
100
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas umur pasien sebagian besar antara 18-45 tahun (dewasa muda) yaitu 57 pasien (95%) dan 3 pasien (5%) yang berumur lebih dari 45 tahun.
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Karakteristik Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 10. Karakteristik Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
Responden
%
Diploma
6
10
Strata 1
38
63.33
Strata 2
15
25
Strata 3
1
16.67
60
100
Jumlah
Berdasarkan tabel diatas sebagian besar tingkat pendidikan pasien adalah strata 1 (S1) yaitu 38 pasien (63,33%) dan jumlah terkecil pada tingkat pendidikan yaitu strata 3 (S3) 1 pasien (16,67%). c. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tabel 11. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan
Responden
%
Mahasiswa UNS
54
90
Dosen UNS
4
6.67
Karyawan UNS
2
3.33
Jumlah
60
100
Berdasarkan tabel diatas bahwa jenis pekerjaan responden terbanyak adalah mahasiswa yaitu 54 pasien (90%) dan 4 responden (6,67%) adalah dosen dan sisanya 3,33% adalah karyawan UNS.
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Respon Pasien a. Distribusi Frekuensi Respon Pasien
Keterangan: 1= Sangat tidak setuju 2= Tidak setuju 3= Ragu-ragu 4= Setuju 5= Sangat setuju
24
40
7
12
60
0 0
0 0
3 18
5 30
9 17
15 28
23 17
38 28
25 8
42 13
60 60
0
0
3
5
10
17
24
40
23
38
60
0
0
3
5
9
15
20
33
28
47
60
0
0
3
5
6
10
21
35
30
50
60
2
3
13
22
14
23
19
32
12
20
60
0
0
2
3
8
13
24
40
26
43
60
3
5
9
15
17
28
10
17
21
35
60
0 0
0 0
3 7
5 12
9 6
15 10
22 29
37 48
26 8
43 13
60 60
0
0
11
18
13
22
21
35
15
25
60
0 3 0 0 0
0 5 0 0 0
1 4 2 9 4
2 7 3 15 7
1 17 16 10 15
2 28 27 17 25
21 20 22 24 23
25 33 37 40 38
37 16 20 17 18
62 27 33 28 30
60 60 60 60 60
0
0
2
3
11
18
26
43
21
35
60
0
0
2
3
15
25
31
52
12
20
60
0
0
1
2
4
6
28
47
27
45
60
0 0
0 0
0 5
0 8
10 7
17 12
32 30
53 50
18 18
30 30
60 60 60
Rata-rata
30
32.80
Kejelasan tulisan tentang aturan pakai obat 9. Pemberian informasi tindakan yang harus dilakukan pasien ketika lupa minum obat. 10. Keterjangkauan harga obat 11. Kelengkapan obat 12. Waktu tunggu pengambilan obat 13. Kondisi obat 14. Motivasi yang diberikan 15. Keramahan pelayanan 16.Pe Perhatian petugas 17. Komunikasi yang baik 18. Kenyamanan suasana ruang tunggu kamar obat 19. Luas ruang tunggu antrian resep 20. Kebersihan ruang tunggu kamar obat 21. Penampilan rapi 22. Letak kamar obat
18
19.68
8.
18
38.72
7.
11
23.23
5. 6.
0
18.33
2. 3. 4.
0
11.00
Penjelasan tentang pengaduan pasien Kecepatan pelayanan Pemberian konsultasi obat Kemudahan mendapatkan obat Kesiapan melayani Pemberian informasi cara pemakaian obat Pemberian informasi tentang kegunaan obat
n
8.78
1.
Frekuensi Persepsi Responden Terhadap Kenyataan Pelayanan Obat 1 % 2 % 3 % 4 % 5 %
5.27
Pernyataan
0.60
No
0.36
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Terhadap Kenyataan Pelayanan Obat di UNS Medical Center
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi persepsi responden terhadap kenyataan pelayanan obat di UNS Medical Center dapat dideskripsikan bahwa distribusi jawaban responden meliputi 0,60% menjawab sangat tidak setuju, 8,78% menjawab setuju, 18,33% ragu-ragu, 38,72% setuju dan 32,80% menjawab sangat setuju. Dengan demikian sebagian besar responden menjawab setuju terhadap pernyataan kenyataan pelayanan obat. Tabel 13. Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Terhadap Harapan Pelayanan Obat di UNS Medical Center Frekuensi Persepsi Responden Terhadap Harapan Pelayanan Obat
19. 20. 21. 22.
Rata-rata
10
17
39
65
60
0 0
39 32
65 53
21 28
35 47
60 60
5
8
44
73
8
13
60
0
1
2
9
15
50
83
60
6
10
3
5
48
80
3
5
60
0 0
0 0
0 0
1 0
2 0
17 18
28 30
42 42
70 70
60 60
0
0
0
0
5
8
20
33
35
58
60
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 2 0
0 0 0 3 0
4 0 2 10 4
7 0 3 17 7
36 26 44 42 43
60 43 73 70 72
19 34 14 6 13
32 57 23 10 22
60 60 60 60 60
0
0
0
0
0
0
38
63
22
37
60
0
0
3
5
18
30
35
58
4
7
60
0
0
0
0
2
3
48
80
10
17
60
0 0
0 0
0 0
0 0
10 2
17 3
46 53
77 88
4 5
7 8
60 60 60
13. 14. 15. 16. 17. 18.
60 60
36.37
10. 11. 12.
60
35 5
21.82
9.
95
21 3
54.92
8.
57
32.95
7.
5 53 70
6.67
5. 6.
3 32 42
4.00
2. 3. 4.
%
1.97
Penjelasan tentang pengaduan pasien Kecepatan pelayanan Pemberian konsultasi obat Kemudahan mendapatkan obat Kesiapan melayani Pemberian informasi cara pemakaian obat Pemberian informasi tentang kegunaan obat Kejelasan tulisan tentang aturan pakai obat Pemberian informasi tindakan yang harus dilakukan pasien ketika lupa minum obat. Keterjangkauan harga obat Kelengkapan obat Waktu tunggu pengambilan obat Kondisi obat Motivasi yang diberikan Keramahan pelayanan Perhatian petugas Komunikasi yang baik Kenyamanan suasana ruang tunggu kamar obat Luas ruang tunggu antrian resep Kebersihan ruang tunggu kamar obat Penampilan rapi Letak kamar obat
5
1.18
1.
1
%
2
%
3
%
0
0
0
0
0
0
0 0
0 0
2 6
3 10
5 9
8 15
0
0
4
7
7
12
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0
0
3
5
0
0
0
0
0
0 0
4
n
%
0
Pernyataan
0
No
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: 1= Sangat tidak penting 2= Tidak penting 3= Biasa 4= Penting 5= Sangat penting
Berdasarkan tabel diatas dapat dideskripsikan bahwa distribusi jawaban responden meliputi 0% menjawab sangat tidak penting, 1,97% menjawab penting, 6,67% biasa, 54,92% penting dan 36,37% menjawab sangat penting. Dengan demikian sebagian besar responden menjawab penting terhadap pernyataan harapan pelayanan obat.
5. Kepuasan Pasien a. Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensinya 1) Dimensi Responsiveness (Daya Tanggap) Tabel 14. Distribusi Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Responsiveness Pernyataan Petugas kamar obat memberikan penjelasan tentang pengaduan pasien tentang obat yang diberikan. Petugas kamar obat melaksanakan tugasnya dengan cepat saat melayani pasien. Petugas kamar obat memberikan konsultasi kepada pasien yang membutuhkan. Cara mendapatkan obat mudah
K 3.45
H 4.95
Tk 0.70
Ket Kurang puas
4.17
4.20
0.99
3.25
3.70
0.88
4.12
4.40
0.94
Petugas kamar obat selalu siap melayani pasien.
4.17
4.35
0.96
3.83
4.32
0.89
Cukup puas Cukup puas Cukup puas Cukup puas Cukup puas
Rata-rata Keterangan: K = Kinerja H = Harapan Tk = Tingkat Kesesuaian Ket = Keterangan
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Responsiveness merupakan persepsi pasien terhadap kesediaan para petugas membantu pasien dan memberikan pelayanan secara tanggap. Berdasarkan tabel diatas dapat diinterpretasikan bahwa rata-rata tingkat kesesuaian antara kenyataan dan harapan 0,89 yang berarti pasien cukup puas terhadap dimensi responsiveness pelayanan obat di UNS Medical Center. 2) Dimensi Reliability (Kehandalan) Tabel 15. Distribusi Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Reliability Pernyataan Petugas kamar obat memberikan informasi tentang cara pemakaian obat. Petugas kamar obat memberikan informasi tentang kegunaan obat. Petugas kamar obat memberikan tulisan tentang aturan pakai obat yang jelas kepada pasien. Petugas kamar obat memberikan informasi tindakan yang harus dilakukan pasien ketika lupa minum obat. Rata-rata
K H 3.83 4.47
Tk 0.86
3.33 3.95
0.84
4.40 4.82
0.91
3.57 3.72
0.96
3.78 4.24
0.89
Ket Cukup puas Cukup puas Cukup puas Cukup puas Cukup puas
Reliability merupakan persepsi pasien terhadap kehandalan kinerja petugas dalam hal akurasi data dan pelayanan yang sesuai dengan janji sehingga memuaskan. Berdasarkan tabel diatas dapat diinterpretasikan bahwa rata-rata tingkat kesesuaian antara kenyataan dan harapan 0.89 yang berarti pasien cukup puas terhadap dimensi reliability pelayanan obat di UNS Medical Center.
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Dimensi Assurance (Jaminan) Tabel 16. Distribusi Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Assurance Pernyataan Harga obat yang tersedia terjangkau oleh pasien. Obat yang tersedia di apotek lengkap.
K H 4.10 4.68
Tk 0.88
3.82 4.70
0.81
Waktu menunggu pengambilan obat di kamar obat kurang dari 1 jam. Petugas memberikan obat obat yang kondisinya belum rusak.
3.62 4.50
0.80
4.57 4.27
1.07
4.03 4.54
0.89
Rata-rata
Assurance
merupakan
persepsi
pasien
terhadap
Ket Cukup puas Cukup puas Cukup puas Sangat puas Cukup puas
kapabilitas
pengetahuan petugas kesehatan yang ada sehingga dapat merasa yakin dalam berobat. Berdasarkan tabel diatas dapat diinterpretasikan bahwa rata-rata tingkat kesesuaian antara kenyataan dan harapan sebesar 0.89 yang berarti pasien merasa cukup puas terhadap dimensi asurance pelayanan obat di UNS Medical Center. 4) Dimensi Emphaty (Empati) Tabel 17. Distribusi Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Emphaty Pernyataan Petugas memotivasi anda agar cepat sembuh. Petugas memberikan pelayanan dengan keramahan Petugas memberikan perhatian kepada setiap pasien yang membutuhkan bantuan. Petugas berkomunikasi secara baik dengan pasien.
K H 3.65 4.57
Tk 0.80
3.98 4.20
0.95
3.82 3.87
0.99
3.97 4.15
0.96
Rata-rata
3.86 4.20
0.93
Ket Cukup puas Cukup puas Cukup puas Cukup puas Cukup puas
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Emphaty merupakan persepsi pasien terhadap perhatian secara personal yang diberikan oleh petugas kesehatan yang ada. Berdasarkan tabel diatas dapat diinterpretasikan bahwa rata-rata tingkat kesesuaian antara kenyataan dan harapan 0,93 yang berarti pasien cukup puas terhadap dimensi emphaty pelayanan obat di UNS Medical Center. 5) Dimensi Tangible (Bukti Langsung) Tabel 18. Distribusi Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Tangible Pernyataan 1. Suasana ruang tunggu kamar obat nyaman.
K H 4.10 4.37
Tk 0.94
2. Ruang tunggu antrian resep luas.
3.83 3.67
1.04
3. Ruang tunggu kamar obat bersih.
4.35 4.13
1.05
4. Petugas kamar obat berpenampilan rapi.
4.13 3.90
1.06
5. Letak kamar obat mudah dijangkau.
4.02 4.05
0.99
4.09 4.02
1.02
Rata-rata
Ket Cukup puas Sangat puas Sangat puas Sangat puas Cukup puas Sangat puas
Tangible merupakan persepsi pasien terhadap fasilitas fisik yang ada, seperti peralatan, perlengkapan,
fasilitas kesehatan maupun fasilitas
penunjang lainnya. Berdasarkan tabel diatas dapat diinterpretasikan bahwa rata tingkat kesesuaian antara kenyataan dan harapan > 1, yang berarti pasien merasa sangat puas terhadap dimensi tangible pelayanan obat di UNS Medical Center.
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Kepuasan Pasien Secara Umum Terhadap Pelayanan Obat Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesesuaian antara persepsi pasien terhadap pelaksaanaan pelayanan obat dan harapan pasien adalah 0,93. Berdasarkan data tersebut maka dapat diinterpretasikan bahwa pasien cukup puas terhadap semua dimensi pelayanan obat yang diterimanya. Persentase pasien yang cukup puas terhadap pelayanan obat di UNS Medical Center adalah sebesar 70% (42 orang), sangat puas 25% (15 orang), puas 3,33% (2 orang) dan tidak puas 1,67% (1 orang). b. Kepuasan Berdasarkan Karakteristik Pasien Tabel 19. Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien Berdasarkan Umur
Umur 18-45 Th > 45 Th
Skp N % 0 0 0 0
Tingkat Kepuasan Kp Cp P Sp N % N % N % N % 1 1.75 42 73.68 1 1.75 13 22.81 0 0 0 0 1 33.33 2 66.67
Jml N 57 3
% 100 100
Keterangan: Skp= Sangat kurang puas Kp = Kurang puas Cp = Cukup puas P = Puas Sp = Sangat Puas
Berdasarkan tabel distribusi diatas, bahwa 73,68% (42 orang) pasien yang berumur 18-45 tahun merasa cukup puas, 22,81% (13 orang) sangat puas, 1,75% (1 orang) puas, dan 1,75% (1 orang) kurang puas. Sedangkan pasien yang berumur diatas 45 tahun 2 orang sangat puas dan 1 orang merasa puas terhadap pelayanan obat yang diberikan.
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 20. Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Diploma S1 S2 S3
Skp N % N 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Tingkat Kepuasan Kp Cp P Sp % N % N % N % 0 6 100 0 0 0 0 2.63 34 89.47 0 0 3 7.89 0 2 13.33 2 13.33 11 73.33 0 0 0 0 0 1 100
Jml N 6 38 15 1
% 100 100 100 100
Berdasarkan tabel distribusi diatas, bahwa pasien terbanyak yang berobat di UNS MC adalah pasien yang berpendidikan S1. Pasien yang berpendidikan S1 merasa cukup puas terhadap pelayanan obat yang didapatkan dengan persentase 89,47%, pasien yang berpendidikan Diploma 100% cukup puas, pasien berpendidikan S2 73,33% merasakan sangat puas dan pasien yang berpendidikan S3 hanya 1 orang dan merasa sangat puas terhadap pelayanan obat yang diberikan. Tabel 21. Distribusi Frekuensi Kepuasan Pasien Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Mahasiswa Dosen Karyawan
Skp N % N 0 0 1 0 0 0 0 0 0
Tingkat Kepuasan Kp Cp P % N % N % 1.85 41 75.93 0 0 0 1 25.00 0 0 0 0 0 2 100
N 12 3 0
Jml Sp % N % 22.22 54 100 75.00 4 100 0 2 100
Berdasarkan tabel distribusi diatas, bahwa pasien yang berstatus sebagai mahasiswa sebagian besar (75,93%) cukup puas terhadap pelayanan obat yang diberikan, sedangkan 3 dari 4 orang dosen menyatakan sangat puas dan 2 orang karyawan UNS 100% merasa puas terhadap pelayanan obat yang diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
6. Bentuk dan Penyebab Ketidakpuasan Pasien a. Ketidakpuasan yang terjadi menurut keterangan pasien Untuk menganalisis bentuk dan penyebab ketidakpuasan pasien, peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap 4 pasien yang memiliki tingkat kepuasan lebih rendah. Berdasarkan hasil wawancara mendalam tersebut dapat dikelompokkan dalam bentuk dan penyebab ketidakpuasan pasien, serta saran dan masukan pasien yang seharusnya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Jawaban yang hampir sama peneliti kelompokkan dalam satu pengertian dan kutipan yang peneliti tuliskan tidak semuanya lengkap atau persis dengan hasil wawancara yang dilakukan. 1) Masalah yang menimbulkan perasaan kurang puas selama berobat Berdasarkan uraian pasien terdapat masalah-masalah yang bersifat spesifik seperti terjadinya efek samping obat, kualitas obat yang diberikan, keramahan petugas, kecepatan pelayanan dan pemberian informasi obat. a) Kualitas obat yang diberikan Pemberian obat-obatan yang sebagian besar merupakan obat-obat generik membuat sebagian informan mempunyai persepsi bahwa obatobat generik mempunyai kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan obat-obat nongenerik karena harga obat-obat generik lebih murah daripada obat-obat nongenerik.
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
b) Keramahan petugas Keramahan petugas dalam pelayanan merupakan masalah yang paling banyak dikeluhkan oleh pasien. Sebagaimana pernyataanpernyataan dibawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
Bentuk ketidakramahan petugas bisa dalam wujud sikap dan perlakuan langsung terhadap pasien atau perlakuan tidak langsung yang ikut menyinggung perasaan pasien yang lain. c) Kecepatan pelayanan Kecepatan pelayanan merupakan salah satu penyebab pasien menyampaikan keluhan, karena hal ini juga merupakan tolak ukur pengkuran kualitas pelayanan yang dapat memuaskan pasien.
d) Pemberian informasi obat Pemberian informasi tentang obat yang kurang lengkap masih dirasakan oleh pasien. Petugas hanya memanggil nama pasien tanpa menjelaskan tentang cara pemakaian obat dan kegunaan obat. Pasien harus memiliki inisiatif sendiri untuk bertanya tentang obat-obatan yang didapatkan.
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Ketidakpuasan pasien menurut versi petugas kamar obat Dari hasil wawancara mendalam maka dapat diperoleh informasi respon petugas kamar obat terhadap keluhan/masalah pasien adalah sebagai berikut: 1) Menanggapi tentang kualitas obat yang diberikan P
Saya juga pernah bekerja ditempat
pelayanan kesehatan yang lain, tanpa bermaksud untuk merendahkan kualitas obat di tempat lain. Menurut saya kualitas obat disini (Medical Center) jauh lebih baik daripada tempat lain. Karena kita disini juga banyak memakai obat-obat paten, mungkin image mahasiswa itu kalau tidak bayar maka kualitas obatnya juga rendahan. Kalau mereka ingin mencoba untuk membuat perbandingan, coba saja untuk membeli obat ditempat lain dengan menggunakan resep yang dikeluarkan disini. Maka mereka bisa membandingkan harga obat yang harus mereka bayar, dibandingkan disini mendapatkan obat tanpa
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
menyebabkan adanya efek samping. Semua obat mempunyai efek samping, mungkin yang mengeluh adanya efek samping seperti itu, untuk obat-obat tertentu yang menyebabkan efek samping seperti mual dan muntah. Petugas disini sudah berusaha memberitahukan kepada pasien tentang kemungkinan efek samping yang ditimbulkan akibat pengobatan yang pasien dapatkan. Apabia terjadi efek samping, pasien harus segera kembali ke Medical Center untuk dilakukan penanganan lebih lanjut
2) Menanggapi tentang keramahan petugas yang dikeluhkan oleh pasien.
sebenarnya kembali kepada personal masing-masing. Karena setiap orang itu pembawaannya berbeda-beda. Kalau saya, selalu berusaha untk memberikan pelayanan terbaik kepada pasien. Saya dan petugas yang lain sudah berusaha untuk senyum. Bukan apa, karena mengingat pasien sekarag lebih kritis pemikirannya. Sehingga tinggal bagaimana kita menyikapi hal tersebut. Karena dalam pelayanan tidak semua orang datang dalam kondisi yang baik, tetapi kadang si penerima pelayanan mengartikan berbeda. Kita disini sudah berusaha untuk menghargai, baik itu mahasiswa, karyawan maupun dosen tidak kita beda-bedakan dalam
untuk melakukan semua pelayanan kepada pasien. Terkadang ada banyak
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kendala, karena disini SDMnya terbatas. Mungkin pada saat itu, ada pegawai yang moodnya ada yang baik dan ada yang tidak. Kadang kita sudah melakukan pelayanan yang maksimal, tetapi pasien yang belum maksimal dalam mendapatkan informasi dari kita. Setiap orangkan berbeda-
marah. Bukan
masalah marah, karena petugas ingin pasien mendapatkan pengobatan yang maksimal. Disini kan kebanyakan pasiennya adalah mahasiswa. Jadi -adik mahasiswa. Sebenarnya masalah ini sudah pernah diforumkan. Makanya didepan ada kotak saran, sehingga kalau ada apa-apa pasien bisa memberikan masukan
3) Menanggapi tentang kecepatan pelayanan
terutama pada saat-saat jam sibuk. Saya menerapkan pelayanan didahulukan, pencatatan belakangan. Kalau ada masalah penggantian obat dan sebagainya maka saya akan membuat kode diresep tersebut untuk memudahkan pelaporan obat nantinya. Yang penting pelayanan kepada pasien dulu, sehingga pasien tidak menunggu lama. Sebenarnya itu masalah
klasik,
karena
dimanapun
tempat
pelayanan
kesehatan
masalahnya hampir seperti itu. Kita tidak bisa menyalahkan satu sama
ta baru pindah ke kemar obat yang sekarang sekitar setengah tahun yang lalu.
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
Maka dari itu setiap ada pasien yang akan menebus resep, saya suruh tunggu disini (ruang tunggu kamar obat) untuk memudahkan pemanggilan pasien. Kalau menunggu diruang tunggu umum, kadang pasien tidak mendengar saat kita panggil namanya. Kalau kita terlalu keras memanggil
itu, mohon maaf jika saat jam-jam sibuk volume televisinya saya kecilkan. Bukan bermaksud pelit atau apa. Karena pasien sering tidak mendengar saat namanya dipanggil dan harus dilakukan berulang-ulang. Terkadang pada saat dipanggil pasiennya tidak ada. Disini kita tunggu jeda satu hari untuk pasien mengambil obatnya. Biasanya pasien kita hubungi kapan mau mengambil obatnya. Karena apabila tidak diambil, otomatis obatnya saya kembalikan lagi. Karena kita disini setiap hari membuat pelaporan obat. Antara pemasukan dan pengeluaran obat harus
4) Menanggapi tentang pemberian informasi obat Petuga pasien antara lain adalah tentang waktu penggunaan atau konsumsi obat misalnya: diminum sebelum apa sesudah makan, diminum pagi atau malam hari, dioles berapa kali sehari. Obat-obat tertentu sudah mempunyai catatan-catatan tersendiri dalam penggunaannya. Kalau obat tersebut sangat penting untuk diberikan penjelasan, maka petugas akan menjelaskan. Tetapi, untuk pasien lama dan sudah berulang kali
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
mendapatkan pengobatan yang sama tidak diberikan penjelasan lagi agar
kepada pasien adalah tentang penggunaan antibiotik yang harus dihabiskan obatnya. Terkadang petugas sudah menyampaikan tetapi pasien
B. Pembahasan 1. Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan yang baik di apotek atau kamar obat adalah pelayanan yang melebihi SPKA (Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek). Model pelayanan kefarmasian yang baik antara lain mencakup: pelayanan obat, komunikasi, informasi dan edukasi pasien, pengelolaan obat, ketenagaan serta faktor-faktor pendukung yang meliputi: bangunan, kelengkapan bangunan, peralatan dan fasilitas pendukung. Kualitas pelayanan yang baik sangat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien. Hal ini dapat diperkuat dengan penelitian Nadia Ayu Wangi (2008) yang berjudul Pengaruh Kualitas Pelayanan Apotek Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta Tahun 2008 yang mengungkapkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,522 atau 52,2% variabel independen (kualitas pelayanan apotek) berpengaruh terhadap variabel dependen (kepuasan pasien), sedangkan sisanya kepuasan pasien dipengaruhi
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
oleh faktor lain, yaitu sebesar 47,8%. Dimensi pelayanan yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien adalah emphaty. Hasil penelitian lain yang mendukung penelitian diatas adalah tentang Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada Apotek Mandiri Farma Pamekasan. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa variabel kualitas layanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan yang ditunjukkan dengan nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2,96 > 1,98), besarnya pengaruh sebesar 1,49 yang berarti bahwa semakin baik kualitas layanan Apotek Mandiri Farma Pamekasan akan meningkatkan kepuasan pelanggan (Dwi, 2010). a. Gambaran Pelayanan Obat Menurut hasil observasi peneliti pada aspek yang diamati terhadap pelayanan obat dapat disampaikan bahwa hal-hal yang tidak dilakukan oleh petugas dalam melakukan pelayanan yaitu: pemberian nomor urut pada resep masuk, penandatanganan salinan resep oleh petugas, mengantar obat kerumah atas permintaan pasien, serta mengunjungi rumah pasien penyakit kronik sesuai dengan kebutuhan. Pemberian nomor urut pada resep masuk tidak dilakukan karena dirasa resep yang masuk ke kamar obat tidak terlalu banyak dalam satu waktu. Jadi, petugas masih bisa menangani hal tersebut walaupun tanpa harus dicantumkan nomor urut. Selain itu juga, pasien tertib antre pada saat penyerahan resep sampai dengan obat diterima oleh pasien. Sedangkan penandatanganan salinan resep oleh petugas, mengantar obat kerumah atas
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permintaan pasien, serta mengunjungi rumah pasien penyakit kronik sesuai dengan kebutuhan tidak dilakukan mengingat terbatasnya waktu dan tenaga yang dimiliki UNS Medical Center. b. Gambaran Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pasien Berdasarkan hasil observasi peneliti, hal-hal yang tidak disampaikan dalam komunikasi, informasi dan edukasi pasien di UNS Medical Center yaitu: kemungkinan interaksi obat dengan makanan, cara penyimpanan obat, serta penyediaan informasi obat antara lain dalam bentuk spanduk, poster, brosur, leaflet dan majalah. Informasi tentang kemungkinan interaksi obat dengan makanan dan cara penyimpanan obat tidak disampaikan kepada pasien karena keterbatasan waktu pelayanan. Petugas harus cepat melayani pasien yang lain agak pasien yang lain tidak menunggu lama pada saat pengambilan obat. Petugas hanya meyampaikan hal-hal yang penting mengenai indikasi obat, cara pemakaian obat
untuk
obat-obat
yang
memerlukan
petunjuk
khusus
dalam
penggunannya, kemungkinan adanya efek samping yang timbul misalnya pada penggunaan antibiotik, alergi dan efek samping terhadap obat yang pernah dialami pasien. Hal ini sangat penting ditanyakan untuk menghindari alergi atau efek samping yang terulang kembali. Sedangkan penyediaan informasi obat antara lain dalam bentuk spanduk, poster, brosur, leaflet dan majalah belum dilakukan karena keterbatasan waktu petugas dalam pelayanan kepada pasien. UNS Medical Center hanya menyediakan booklet pelayanan yang dibagikan pada saat sosialisasi OSMARU (Orientasi Mahasiswa Baru).
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
Pada saat ini pelayanan kefarmasian telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dan petugas apotek dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan (Departemen Kesehatan RI, 2006). Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah mengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Departemen Kesehatan RI, 2006). Berdasarkan hasil analisis Ifmaily (2006), hubungan antara variabel pemberian informasi obat dengan minat beli ulang dapat diketahui bahwa pada kelompok yang tidak minat beli obat ulang, proporsi responden yang menyatakan pemberian informasi obat tidak cukup yaitu sebesar 36%. Tingginya tingkat pendidikan responden di area penelitian dapat menjelaskan tentang banyaknya responden yang menganggap kurang dalam hal pemberian
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
informasi obat, karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi pola pikir pasien semakin kritis, pasien secara aktif mencari informasi dari berbagai sumber sehingga menganggap kurang terhadap informasi yang diberikan oleh petugas IFRS. Pemberian pendidikan, penyuluhan, dan pemberian informasi obat secara lengkap dapat meningkatkan kepatuhan pasien pada aturan pemakaian obat. Dengan adanya komunikasi yang baik antara petugas dengan pasien akan meningkatkan kepercayaan dan kesembuhan pasien. Handayani (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Pelayanan Apotek di Tiga Kota di Indonesia menyatakan bahwa informasi yang didapatkan oleh sebagian besar konsumen baru sebatas harga obat, cara dan aturan pakai obat. Hal ini berarti pelayanan apotek di tiga kota tersebut masih berorientasi pada produk, belum berorientasi pada pasien. Padahal menurut standar pelayanan farmasi komunitas, semua informasi tersebut seharusnya diberikan oleh pihak apotek dan merupakan hak pasien. Informasi yang lengkap dan jelas akan mengurangi risiko terjadinya medication error. Program
pemberian
informasi
obat
merupakan
bagian
dari
pelaksanaan patient care yang bertujuan untuk memantapkan dan lebih menjelaskan kepada pasien tentang tata cara penggunaan obat yang bisa meliputi dosis frekuensi pemakaiannya, efek samping obat sebagai bentuk jaminan keamanan obat bagi pasien (Ifmaily, 2006). Menurut hasil penelitian Purwanti (2003), tentang Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003.
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
Pada pelaksanaan pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi obat ada 88,2% yang menyediakan booklet/brosur yang bertemakan kesehatan. Sebagian besar diperoleh dari industri obat, jamu dan makanan kesehatan. Sebanyak 95,6% apotek yang disurvei ikut aktif dalam promosi kesehatan nasional dengan cara memasang poster atau spnduk tentang bahaya merokok, bahaya penggunaan narkoba, promosi KB, masalah HIV dan AIDS dan tema lain yang berhubungan dengan promosi kesehatan. Seluruh apotek yang disurvei mempunyai bahan bacaan kesehatan untuk dibaca pasien. c. Gambaran Pengelolaan Obat Pada bagian pengelolaan obat, dapat ditunjukkan bahwa hal-hal yang tidak dilakukan dalam pengelolaan obat di UNS Medical Center yaitu: pembelian obat dari sumber resmi (PBF) dan pemusnahan resep yang telah disimpan lebih dari tiga tahun menurut tata cara pemusnahan resep. Dalam memenuhi persediaan obat, pihak UNS Medical Center tidak melakukan pembelian langsung dari PBF (Pedagang Besar Farmasi), melainkan membeli obat-obat tersebut dari 2 apotek besar di daerah Surakarta. Sedangkan, pemusnahan resep yang telah disimpan lebih dari tiga tahun belum dilakukan karena belum adanya SOP (Standard Operating Procedure) tentang pemusnahan resep yang dibuat oleh pihak UNS Medical Center, sehingga resep-resep tersebut masih tersimpan sampai sekarang. Dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, kriteria yang harus dipenuhi antara lain: apotek hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang telah memiliki izin edar atau nomor registrasi,
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mutu
sediaan
farmasi
dipertanggungjawabkan,
dan
pengadaan
perbekalan sediaan
kesehatan
farmasi
dan
dapat
perbekalan
kesehatan dari jalur resmi yaitu pedagang besar farmasi, industri farmasi, apotek lain, dan dilengkapi dengan persyaratan administrasi (Departemen Kesehatan RI, 2008). Untuk menjaga ketersediaan dan kualitas obat di apotek maka perencanaan dan pengadaan harus dikelola dengan baik. Perencanaan kebutuhan obat merupakan suatu proses memilih jenis dan menetapkan jumlah perkiraan kebutuhan obat dimana perencanaan merupakan faktor yang sangat menentukan ketersediaan obat-obatan. Sedangkan pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan didalam fungsi perencanaan (Athijah, 2009). Untuk penyimpanan dan pemusnahan resep di apotek, apabila obatnya sudah diserahkan kepada penderita, menurut Peraturan Pemerintah kertas resep harus disimpan, diatur menurut tanggal dan nomor urut pembuatan, serta harus disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Kegunaan hal akhir ini adalah untuk memungkinkan penelusuran kembali bila setelah sekian waktu terjadi suatu akibat dari obat yang diberikan. Menurut SK Menkes RI No. 280/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek. Setelah lewat 3 tahun resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita acara pemusnahan. Secara jelas dalam pasal 7 Kepmenkes No. 280 Tahun 1981 mengatur tentang tata cara penyimpanan
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
dan pemusnahan resep sebagai berikut (Anonim, Pelayanan Farmasi di Apotek, 2012): 1) Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun. 2) Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dengan resep lainnya. 3) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu dimaksud ayat 1 pasal ini dapat dimusnahkan. 4) Pemusnahan resep dimaksud dalam ayat 3 pasal ini, dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh apoteker pengelola apotek bersama dengan sekurang-kurangnya petugas apotek. 5) Pada pemusnahan resep, harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah ditetapkan dalam rangkap empat dan ditandatangani oleh mereka yang dimaksud pada ayat 4 pasal ini. d. Gambaran Ketenagaan Ketenagaan yang ada di kamar obat jumlahnya sangat terbatas. Koordinator Bidang Obat yaitu seorang apoteker. Sedangkan Sub. Koordinator Bidang Obat adalah seorang perawat, dan staf Sub. Koordinator Bidang Obat adalah seorang bidan. Dapat dilihat bahwa kamar obat UNS Medical Center tidak memiliki seorang asisten apoteker dan apoteker pendamping (Aping) apabila apoteker pengelola apotek (APA) berhalangan hadir. Dalam melaksanakan tugasnya,
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
petugas-petugas tersebut dibantu oleh tenaga paramedis yang lain. Karena petugas yang ada di kamar obat juga memiliki tugas lain sebagai asisten dokter spesialis dan urusan administratif. Jadi, petugas yang ada dibantu paramedis lainnya secara bergantian melakukan pelayanan di kamar obat karena keterbatasan SDM. Peran seorang apoteker di apotek maupun kamar obat sangatlah penting. Hal ini berkaitan dengan fungsi dan tugas apoteker sesuai dengan kompetensi apoteker Indonesia di apotek menurut APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia). Kompetensi Apoteker menurut APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia) adalah: 1. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya Kompetensi
yang
diharapkan
adalah
Apoteker
mampu
melaksanakan pengelolaan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Pelayanan Obat dan Perbekalan kesehatan Lainnya Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu memberikan pelayanan obat/untuk penderita secara profesional dengan jaminan bahwa obat yang diberikan kepada penderita akan tepat, aman, dan efektif. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan obat bebas dan pelayanan obat dengan resep dokter yang obatnya dibuat langsung oleh apotek. 3. Pelayanan Konsultasi, Informasi, dan Edukasi Kompetensi yang diharapkan adalah apoteker mampu melaksanakan fungsi pelayanan konsultasi, informasi dan edukasi yang berkaitan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
obat dan perbekalan kesehatan lainnya kepada penderita, tenaga kesehatan lain atau pihak lain yang membutuhkan. Tujuan konsultasi obat terhadap pasien adalah (Siregar, 2004) : a. M enciptakan hubungan yan g baik dengan penderita sehingga mempermudah proses pengobatan. b. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan mengenai sejarah pengobatan penderita. c. Memberikan pendidikan pada penderita mengenai cara penggunaan obat yang benar. d. Memberi dukungan dan keyakinan pada penderita mengenai proses pengobatan yang dijalankan. Edukasi dan konseling yang dilakukan Apoteker merupakan bagian dari pharmaceutical care dengan tujuan untuk meningkatkan hasil terapi. Edukasi terhadap pasien berhubungan dengan suatu tingkat dari perubahan perilaku pasien. Kegagalan pengobatan dapat disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah kurangnya edukasi yang berkaitan dengan terapi sampai pada hambatan financial yang menghalangi pengadaan obat. Tujuan edukasi obat adalah agar pasien akan mengetahui betul tentang obatnya, meningkatkan kepatuhan pasien, pasien lebih teliti dalam menggunakan dan menyimpan obat, pasien mengerti akan obat yang diresepkan dan akhirnya menghasilkan respon pengobatan yang lebih baik.
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Pencatatan dan Pelap oran Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apoteker bertanggung jawab terhadap set iap kegiatan di apotek termasuk pencatatan, administrasi pembelian, penjualan, pelaporan keuangan
dan
l ap o ra n
pe n gg u na an
n a rk o t ik a/ p si ko t r op i ka
( D ep a rt em en K es eh at an R I, 2 0 0 8) . 5. Partisipasi Monitoring O bat Kompetensi berpartisipasi
aktif
yang
diharapkan
dal am
pr og ram
adalah
Apoteker
mo nit orin g
mampu
k eamanan
pen ggu naan o bat. A po teker berpartisipasi dalam program monitoring obat terutama monitoring reaksi obat merugikan (ROM). 6. Partisipasi Promosi Kesehatan Kompetensi
yang
diharapkan
adalah
Apoteker
mampu
berpartisipasi secara aktif dalam program kesehatan di masyarakat lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan obat. 7. Fungsi/Tugas Lain (terkait dengan pengelolaan keuangan dan sumber daya manusia) Kompetensi
yang
diharapkan
adalah
apoteker
mampu
melaksanakan tugas dan fungsi lain sebagai pimpinan di apotek, seperti pengelolaan keuangan yang salah satunya terkait dengan target yang ingin dicapai apotek, dan sumber daya manusia yang bertujuan untuk
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
mendukung program yang dilaksanakan di apotek serta terlaksananya pelayanan yang berkualitas terhadap pasien. Pengembangan apotek dapat dilakukan dengan tujuan memperluas dunia usaha serta pelayanan kepada masyarakat (Arizi, 2013). e. Gambaran Faktor-faktor Pendukung Berdasarkan hasil penelitian, fasilitas pendukung yang tidak terdapat di kamar obat UNS Medical Center yaitu: ruang untuk konsultasi pasien. Tidak adanya ruangan untuk konsultasi obat dikarenakan terbatasnya ruang yang dimiliki UNS Medical Center. Kamar obat yang ada hanya digunakan untuk pelayanan resep obat. Timbangan dan anak timbangan milligram dan gram, serta gelas ukur ukuran besar dan kecil juga belum dimiliki oleh kamar obat. Padahal alat-alat ini sangat penting digunakan apabila dokter menyarankan resep racikan dalam bentuk larutan. Salah satu petugas mengatakan bahwa, alat-alat tersebut sudah diusulkan oleh pihak UNS Medical Center ke pihak yang terkait. Dari hasil penelitian yang dilakukan Purwanti (2003), baru 1,5% dari apotek yang disurvei yang menyediakan ruang dan mencantumkan waktu konsultasi bagi masyarakat. Terdapat 7,4% apotek yang melaksanakan konsultasi pasien TBC, 4,4% apotek melaksanakan konsultasi pasien asma, dan 15% untuk konsultasi obat KB. Layanan konsultasi TBC dan asma dilakukan oleh apoteker sedangkan 93,3% apotek yang disurvei, pelayanan konsultasi KB diberikan oleh asisten apoteker. Ruangan konseling sebaiknya ruangan tersendiri yang dapat meminimalkan segala bentuk interupsi.
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
Fasilitas konseling berupa buku-buku khusus yang membahas obat dan penyakit yang masuk dalam kriteria konseling. Ada kartu pasien yang berisi identitas pasien, kepatuhan pasien, diagnosa, nama dan cara penggunaan obat, keluhan selama minum obat, reaksi alergi, efek samping dan hal-hal lain yang perlu
disampaikan. Konsultasi sebaiknya dilakukan apoteker
secara
profesional yang manfaatnya adalah untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatan. Juga berguna untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan terapi obat. Hasil penghitungan skor kualitas pelayanan obat adalah sebesar 82,88%. Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan obat di UNS Medical Center masuk dalam kategori baik. Kualitas pelayanan yang terbaik merupakan suatu hal yang menjadi keharusan untuk diwujudkan bila suatu pelayanan kefarmasian ingin maju. Penyedia jasa dalam hal ini harus memberikan kualitas pelayanan yang maksimal kepada konsumen sehingga mereka merasa dipuaskan. Apabila pelayanan yang diterima sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan pemilik jasa dalam memenuhi harapan secara konsisten. Keunggulan suatu produk jasa kesehatan akan sangat tergantung dari keunikan kualitas jasa yang diperlihatkan dan sesuai dengan harapan atau keinginan pelanggan (Muninjaya, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id
88 digilib.uns.ac.id
2. Tingkat Kepuasan Pasien Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien diantaranya adalah karakteristik responden seperti umur, latar belakang pendidikan dan jenis pekerjaan. Menurut Kotler (2005), kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Pelanggan dapat mengalami salah satu dari tiga tingkat kepuasan yang umum. Jika kinerja yang dirasakan dibawah harapan pelanggan kecewa. Jika kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan puas dan jika kinerja melebihi harapan pelanggan sangat puas, senang atau gembira. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini kepuasan dikategorikan dalam bentuk puas apabila kinerja melebihi harapan dan tidak puas apabila kinerja yang dirasakan dibawah harapan. Berdasarkan hasil penelitian Sulistyawati (2011), tentang menunjukkan bahwa ada hubungan kenyamanan, ketersediaan obat, harga obat, kecepatan pelayanan, pemberian informasi obat, dan kemudahan pelayanan dengan kepuasan pasien. Penelitian lain juga dilakukan oleh Ifmaily (2006) dengan judul Analisis Pengaruh Persepsi Layanan Farmasi Pasien Unit Rawat Jalan Terhadap Minat Beli Obat Ulang di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Yarsi Padang. Adapun dimensi pelayanan farmasinya adalah penampilan IFRS, kemudahan pelayanan, ketersediaan obat, kecepatan pelayanan petugas, kompetensi, pemberian informasi obat, dan keramahan petugas.
perpustakaan.uns.ac.id
89 digilib.uns.ac.id
a. Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien Penelitian ini merupakan gambaran harapan dan kenyataan yang responden terima mengenai kepuasan pasien akan pelayanan obat di UNS Medical Center. Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya (Pohan, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Ferawati (2011) menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh antara pelayanan dengan tingkat kepuasan pasien rawat jalan di apotek instalasi farmasi RSUD Ambarawa dengan hasil penilaian tingkat kepuasan pasien masuk dalam kategori cukup puas. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata tingkat kepuasan responden yang mempunyai nilai sebesar 0,97. Besarnya tingkat kepuasan pasien juga memiliki korelasi terhadap loyalitas pasien pada apotek instalasi farmasi RSUD Ambarawa memiliki loyalitas yang sedang dengan nilai r= 0,510. Santoso (2010) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen dilihat dari aspek-aspek tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty dan mengetahui pengaruh tingkat kepuasan terhadap loyalitas konsumen di apotek Bunda Surakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen yang telah menebus resep di Apotek Bunda Surakarta dengan teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien puas terhadap pelayanan di Apotek Bunda Surakarta dimana petugas apotek
perpustakaan.uns.ac.id
90 digilib.uns.ac.id
memberikan informasi cara pakai obat dengan jelas, waktu pelayanan resep cepat, petugas apotek selalu siap melayani konsumen, obat yang diserahkan adalah obat yang sesuai dengan resep, petugas apotek tidak membedakan status sosial pasien, lingkungan sekitar apotek bersih, dan tersedianya brosur tentang informasi kesehatan. Hasil penelitian terhadap 60 responden 38,72% pasien setuju dengan kenyataan pelayanan yang didapatkan dan sangat setuju 32,80%. Sedangkan sebagian besar pasien menganggap bahwa harapan pelayanan yang diterimanya sesuai pernyataan adalah penting (54,92%). Berdasarkan hasil penelitian pasien cukup puas terhadap semua layanan berdasarkan pernyataan penelitian. Rata-rata kenyataan pelayanan obat memiliki skor 2,94 dan harapan 4,18 sehingga tingkat kesesuaiannya 0,93 yang berarti rata-rata pasien mempersepsikan cukup puas terhadap semua dimensi pelayanan obat yang diterimanya. 1) Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensinya Berdasarkan hasil penelitian bahwa kepuasan pasien tiap dimensi tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty rata-rata pasien merasa cukup puas terhadap semua dimensi peayanan yang diterimanya. Terutama pada dimensi tangible (bukti langsung) seperti suasana ruang tunggu kamar obat nyaman, ruang tunggu antrian resep cukup luas dan bersih, letak kamar obat mudah dijangkau dan petugas kamar obat berpenampilan rapi, pasien memberikan penilaian sangat puas dengan rata-rata tingkat kesesuaian 1,02. Hasil penelitian ini didukung
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh
penelitian
Iqbal
(2006)
yang
mengungkapkan
bahwa
desain/bangunan fisik mendapatkan harapan tinggi dari responden, karena pasien cenderung menilai hal-hal yang berhubungan fisik bangunan termasuk ruang tunggu pasien yang nyaman. Pelayanan obat juga memberikan kontribusi positif pada dimensi reliability dengan bukti bahwa pasien memberikan penilaian bahwa cara mendapatkan obat mudah, petugas kamar obat memberikan tulisan tentang aturan pakai obat dan informasi tentang cara pemakaian obat yang jelas kepada pasien, dan lain-lain. Begitu pula pelayanan obat memberikan
kontribusi
positif
terhadap
dimensi
responsiveness,
assurance dan emphaty sehingga pasien memiliki kepuasan terhadap pelayanan yang diterimanya. Mengacu pada penelitian Herianto (2003), hasil penelitian kepuasan pasien yang diperoleh dengan cara membagi kenyataan dengan harapan pelayanan apotek menurut persepsi pasien pada umumnya menunjukkan bahwa pada dimensi responsiveness, kecepatan pelayanan kasir dan kecepatan pelayanan obat masuk dalam kategori puas. Pada dimensi reliability, pemberian informasi obat dan kelengkapan obat masuk dalam kategori cukup puas. Pada dimensi emphaty, keramahan petugas masuk dalam kategori puas. Pada dimensi tangible, kecukupan tempat duduk, kebersihan ruang tunggu, dan kenyaman ruang tunggu dengan kipas angin dan AC masuk dalam kategori cukup puas, sedangkan
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketersediaan televisi termasuk dalam kategori agak kurang puas karena kondisinya yang tidak sedang berfungsi normal. Mawaliya (2011), dalam penelitiannya tentang Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Kualitas Pelayanan Informasi Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ortopedi Surakara Periode MaretMei 2011 mengungkapkan bahwa pada dimensi reliability, rata-rata pasien sebesar 0,61 menunjukkan pasien merasa puas. Dimensi responsiveness, rata-rata pasien sebesar 0,61 menunjukkan pasien merasa puas. Dimensi assurance, rata-rata pasien sebesar 0,67 menunjukkan pasien merasa puas. Dimensi emphaty, rata-rata pasien sebesar 0,67 menunjukkan pasien merasa puas dan dimensi tangible, rata-rata pasien sebesar 0,75 menunjukkan pasien merasa puas. Sedangkan hasil penelitian Yulianto (2010), yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayaan kamar obat Puskesmas
Banyuanyar
Kecamatan
Banjarsari
Kota
Surakarta
menunjukkan bahwa dimensi keandalan masuk dalam kuadran A yang harus ditingkatkan lagi kinerjanya, dimensi empati dan jaminan masuk kedalam kuadran B yang harus dipertahankan kinerjanya, sedangkan dimensi bukti fisik dan daya tanggap masuk kedalam kuadran C yang perlu ditingkatkan lagi kinerjanya untuk meberikan unsur pelayanan yang lebih kepada pasien.
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Kepuasan Pasien Berdasarkan Karakteristik Pasien a) Kepuasan berdasarkan karakteristik umur Pada penelitian ini secara proporsi diperoleh hasil bahwa pasien berdasarkan karakteristik umur sebagian besar baik yang berusia 18-45 tahun ataupun diatas 45 tahun merasa cukup puas terhadap pelayanan obat yang diterima. b) Kepuasan berdasarkan tingkat pendidikan pasien Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar pasien yang berpendidikan Diploma, S1, S2 maupun S3 merasa cukup puas terhadap pelayanan obat yang diterima. c) Kepuasan berdasarkan jenis pekerjaan pasien Berdasarkan hasil penelitian bahwa hampir semua pasien yang berstatus sebagai mahasiswa, dosen, dan karyawan UNS merasa cukup puas terhadap pelayanan obat yang diterima. 3. Bentuk dan Analisis Ketidakpuasan Analisis ini difokuskan untuk mengetahui penyebab ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan obat. Adapun responden yang digali informasinya adalah responden yang terbanyak merasakan tingkat kepuasan yang rendah atau responden yang lebih banyak merasakan tidak puas. Dari hasil yang diperoleh setelah data direkap terdapat masalah-masalah yang bersifat spesifik seperti terjadinya efek samping obat, kualitas obat yang diberikan, keramahan petugas, kecepatan pelayanan dan pemberian informasi obat.
perpustakaan.uns.ac.id
94 digilib.uns.ac.id
Salah satu bentuk ketidakpuasan yang dirasakan oleh beberapa pasien adalah kualitas obat yang seringkali menimbulkan terjadinya efek samping obat. Beberapa pasien mengeluhkan terjadi efek samping setelah menggunakan obat yang didapatkan dari UNS Medical Center. Pasien-pasien yang mengalami efek samping obat biasanya segera mengadukan langsung ke UNS Medical Center. Sehingga petugas dapat segera memberikan penanganan langsung seperti menghentikan pengobatan atau memberikan obat lain yang bisa meminimalisir kembali terjadinya efek samping. Pasien sebaiknya mengetahui riwayat alergi atau efek samping pengobatan yang pernah didapatkan sehingga bisa dideteksi lebih dini tentang obat-obat yang tidak boleh diberikan kepada pasien tersebut. Dalam hal ini petugas juga sudah berperan dalam meminimalisir adanya kejadian efek samping ini dengan menanyakan kepada pasien yang bersangkutan apabila alergi terhadap obat-obat tertentu. Pemberian obat-obatan yang sebagian besar merupakan obat-obat generik membuat sebagian informan mempunyai persepsi bahwa obat-obat generik mempunyai kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan obat-obat nongenerik karena harga obat-obat generik lebih murah daripada obat-obat nongenerik. Para informan mempunyai persepsi bahwa hanya karena berobat di Medical Center tidak membutuhkan biaya maka kualitas obat-obat yang diberikan juga rendah. Padahal petugas mengungkapkan bahwa obat-obat nongenerik juga banyak digunakan. Bahkan untuk obat-obat jenis tertentu ada beberapa yang harganya mahal. Petugas mengungkapkan bahwa obat-obat yang tersedia di
perpustakaan.uns.ac.id
95 digilib.uns.ac.id
kamar obat Medical Center lebih baik dibandingkan dengan tempat lain. Setidaknya pasien bisa membandingkan harga obat yang harus mereka bayar ditempat lain dibandingkan di UNS Medical Center yang tidak mengeluarkan biaya sepeserpun untuk menebus obatnya. Kecuali untuk karyawan UNS, sebagian ada yang gratis dan sebagian lagi harus membayar. Tergantung kebijakan dari kampus. Namun pihak Medical Center mengatakan bahwa untuk harga obat khusus karyawan UNS tarifnya lebih rendah dibandingkan dengan tarif yang diterapkan untuk masyarakat umum. Ketika mendengar obat generik, umumnya masyarakat akan langsung mengasumsikannya sebagai obat kelas dua, artinya mutunya kurang bagus. Obat generikpun kerap dicap obat bagi kaum yang tidak mampu. Faktanya tidak demikian. Kurangnya informasi seputar obat generik adalah salah satu faktor penyebab obat generik dipandang sebelah mata. Padahal dengan beranggapan demikian, selainmerugikan pemerintah, pihak pasien sendiri menjadi tidak efisien dalam membeli obat. Membeli obat tidak bisa disamakan dengan membeli barang elektronik. Umumnya harga barang elektronik sebanding dengan kualitasnya, dimana semakin mahal harganya maka semakin bagus kualitasnya. Semua obat baru, tentu harus dibayar tinggi untuk jasa penemuannya, yang menjadi hak eksklusifnya. Namun tidak semua penyakit yang pasien derita memerlukan jenis obat baru. Edukasi kepada masyarakat mengenai obat generik menjadi perlu dan wajib untuk dilakukan. Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Ada
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerk dagang dan obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya. Dalam obat generik bermerek, kandungan zat aktif itu diberi nama (merek). Zat aktif
obat. Dari berbagai nama tersebut,
bahannya sama yakni amoxicillin
(Armandhani, 2012). Dari sisi zat aktifnya (komponen utama obat), antara obat generik (baik berlogo maupun bermerek dagang), persis sama dengan obat paten. Mutu obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena bahan bakunya sama. Generik kemasannya dibuat biasa, karena yang terpenting bisa melindungi produk yang ada didalamnya. Namun, yang bermerek dagang kemasannya dibuat lebih menarik dengan berbagai warna. Kemasan itulah yang membuat obat bermerek lebih mahal. Obat generik memiliki
kualitas yang sama dengan obat paten
meskipun harganya lebih murah karena biaya produksi yang lebih kecil dan tidak memrlukan biaya promosi (Adam, 2010). Salah kaprah yang sering ada dalam masyarakat adalah ketidaktahuan masyarakat yang menyebut obat generik bermerek sebagai obat pate karena harganya yang lebih mahal dari harga obat generik berlogo, bahkan hampir sama dengan obat paten. Kesalahan umum yang juga masih sering terjadi adalah menyebut semua produk MNC (Multi National Company) sebagai obat paten. Padahal, obat yang telah lewat masa patennya sudah berubah menjadi obat
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
generik bermerek meskipun masih menggunakan nama patennnya sebagai merek dagang. Saat ini, belum banyak masyarakat maupun tenaga kesehatan yang mau meresepkan dan menggunakan obat generik. Menurut data Departemen Kesehatan RI tahun 2010, peresepan obat generik oleh dokter di rumah sakit umum milik pemerintah saat itu baru 66%, sedangkan di rumah sakit swasta dan apotek hanya 49%. Ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan juga baru 69,7% dari target 95%. Menurut Maura Linda Sitanggang, Apt, PhD selaku Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam acara temu media di gedung Kemenkes Jakarta, bulan Maret 2012 yang lau (seperti dilansir dari detikHealth), penggunaan obat generik baru sekitar 40%, 60-70% diantaranya adalah penggunaan obat generik utnuk penyakit-penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi yang penggunaan obatnya berlangsung seumur hidup. Sedangkan di negara-negara maju penggunaan obat-obat generik sudah mencapai 70-80% (http://sobatobat.blogspot.com/ 2012/07/ obat-generik.html, 2012). Beberapa faktor rendahnya penggunaan obat generik oleh pasien: a) Rendahnya pengetahuan pasien tentang obat generik itu sendiri. Sehingga pasien cenderung menerima begitu saja apapun obat yang diberikan dokter atau rumah sakit tanpa bertanya lebih detail. b) Sulitnya akses obat kepada masyarakat. c) Ketersediaan obat diberbagai daerah. d) Harga obat generik yang dirasa mahal untuk sebagian kalangan.
perpustakaan.uns.ac.id
98 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan hasil penelitian Adam (2010), tentang Persepsi Masyarakat Tentang Obat Generik (Studi Kualitatif di RSUD Lakipada Kabupaten Tator) mengungkapkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai obat generik masih sangat kurang sehingga menimbulkan salah persepsi yang menganggap obat generik sebagai obat murahan dengan kualitas yang kurang baik pula. Masih kurangnya informasi yang didapatkan masyarakat mengenai obat generik sehingga muncul anggapan bahwa obat generik hanya ditujukan bagi masyarakat miskin. Sebagian besar masyarakat tidak meminta obat generik kepada dokter karena menganggap dokter tahu obat mana yang lebih baik. Rekomendasi kajian ini adalah perlunya sosialisasi penggunaan obat generik melalui media massa, perlunya komunikasi yang lebih efektif antara dokter dan apoteker sebagai pemberi pelayanan dengan pasien sebagai penerima pelayanan agar penggunaan obat generik dapat ditingkatkan, serta masyarakat perlu dididik untuk meminta obat generik saat berobat ke dokter atau membeli obat di apotek untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dengan biaya yang lebih terjangkau. Keramahan petugas dalam melakukan pelayanan obat merupakan masalah yang paling banyak dikeluhkan oleh pasien. Adanya sikap dan tingkah laku dari petugas yang dianggap kurang baik oleh pasien, membuat pasien lebih mudah tersinggung dalam mengartikan sikap dan tingkah laku petugas tersebut. Seperti intonasi suara yang terkesan keras dan raut wajah yang cemberut saat penyerahan obat diartikan pasien sebagai bentuk ketidakramahan petugas. Petugas mengklaim, adanya sikap dan tingkah laku yang menurut pasien tidak baik itu dikarenakan petugas menginginkan pengobatan yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id
99 digilib.uns.ac.id
maksimal kepada pasien, sehingga petugas harus lebih tegas dalam melakukan pelayanan. Tetapi, si penerima pelayanan (pasien) terkadang mempersepsikan lain maksud dari petugas tersebut. Petugas juga mengungkapkan sudah berusaha lebih ramah dalam pelayanan yang diberikan. Tetapi, kembali kepada personal masing-masing karena sifat masing-masing orang berbeda. Petugas sudah berusaha untuk menghargai setiap pasien, dengan tidak membeda-bedakan pelayanan baik itu kepada mahasiswa, dosen, maupun karyawan UNS. Sistem pelayanan kepada pelanggan harus ramah, cepat, tepat, serta dengan informasi yang jelas. Keramahan pada pelanggan sangat penting agar mereka merasa dihargai sehingga bisa menjadi pelanggan yang fanatik. Petugas melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan (Walgito, 2001). Hal tersebut dapat dicapai apabila jumlah petugas cukup sehingga beban pekerjaan tidak terlalu berat, dengan demikian akan memberi kesempatan kepada petugas untuk bersikap ramah. Proses pelayanan yang baik akan mempengaruhi kualitas pelayanan, dan kualitas pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan pada konsumen (Purwastuti, 2005). Hubungan antarmanusia yang baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif, memberikan perhatian, dan ini mempunyai andil besar dalam konseling yang efektif. Pasien yang diperlakukan kurang baik cenderung untuk mengabaikan saran dan nasihat petugas kesehatan, atau tidak mau berobat ke tempat tersebut (Wijono, 1999).
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil penelitian Ifmaily (2006), yang menganalisis hubungan antara variabel keramahan petugas dengan minat beli obat ulang diketahui bahwa pada kelompok yang tidak minat beli ulang, proporsi responden yang menyatakan petugas kurang ramah sebanyak 13%. Sikap petugas yang kurang ramah dalam memberikan pelayanan disebabkan karena jumlah petugas kurang sehingga beban kerja dirasakan cukup berat serta kurangnya motivasi dalam bekerja. Hal ini senada diungkapkan dalam penelitian Amiruddin (2011) tentang Pengaruh Perilaku Pasien Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian menyatakan bahwa jika petugas dalam memberikan pelayanan baik, ramah terhadap pasien, sopan, dan empati, maka akan meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sebaliknya, jika pelayanan yang diberikan tidak baik seperti kurang sopan terhadap pasien, kurang simpati terhadap keluhan pasien, dan tidak memberikan respon balik terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pasien, maka pasien tidak akan memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Riptieni (2001) bahwa ada hubungan antara keramahan petugas dengan jumlah kunjungan. Mandey (2010) dalam penelitiannya di RSU Deli Medan menunjukkan bahwa ada pengaruh yang nyata dan positif antara perilaku peran ekstra terhadap kepuasan pasien. Kecepatan
pelayanan
merupakan
salah
satu
penyebab
pasien
menyampaikan keluhan. Kecepatan pelayanan merupakan tolak ukur pengkuran kualitas pelayanan yang dapat memuaskan pasien. Pasien mengeluhkan lamanya
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
menunggu antrian obat disebabkan karena kurang terampilnya petugas dalam melakukan pelayanan. Petugas masih kelihatan bingung mencari letak obat didalam lemari. Padahal dengan jumlah antrian pasien yang menurut mereka sedikit, pelayanan obat bisa dilakukan lebih cepat. Petugas berpendapat bahwa untuk menyikapi hal tersebut, terutama pada saat-saat jam sibuk. Petugas sudah menerapkan pelayanan didahulukan, pencatatan belakangan. Kalau ada masalah penggantian obat dan sebagainya maka petugas akan membuat kode pada resep tersebut untuk memudahkan pelaporan obat. Pelayanan kepada pasien merupakan hal terpenting, sehingga pasien tidak menunggu lama. Mengingat jumlah SDM yang sangat terbatas. Kesalahpahaman juga sering terjadi antara pasien dengan petugas misalnya kalau terlalu keras memanggil nama pasien. Pasien akan mempersepsikan kalau
dan harus dilakukan berulang-ulang. Terkadang pada saat dipanggil pasiennya tidak ada. Disini petugas menunggu jeda satu hari untuk pasien mengambil obatnya. Biasanya pasien dihubungi kapan akan mengambil obatnya. Karena apabila tidak diambil, otomatis obatnya dikembalikan lagi ketempatnya. Karena petugas setiap hari membuat pelaporan obat. Sehingga antara pemasukan dan pengeluaran obat harus seimbang. Kecepatan pelayanan sangat penting karena pada masyarakat modern waktu adalah komoditi yang tidak bisa diulang kembali. Pasien datang ke tempat pelayanan kesehatan membutuhkan waktu cukup lama untuk antre diperiksa dokter, selanjutnya pada proses pengambilan obat mulai dari resep masuk ke
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kamar obat sampai pasien menerima obat yang sudah diambilkan, diharapkan tidak terlalu lama supaya pasien tidak jenuh menunggu (Ifmaily, 2006). Menurut Setiawan (1999), waktu tunggu pelayanan resep ideal adalah 15 menit. Hal ini senada dengan pernyataan petugas kamar obat UNS Medical Center yang mengungkapkan bahwa waktu tunggu untuk obat jadi adalah 15 menit
dan
obat
racikan
30
menit.
Sedangkan,
Kusumawati
(2013)
mengemukakan rata-rata waktu tunggu untuk obat jadi adalah 13,5 menit, sementara resep obat racikan rata-rata waktu tunggu selama 29,30 menit. Wahyuningsih (2003) dalam penelitiannnya mendapatkan bahwa pelayanan resep dengan komposisi 3 R/ obat jadi membutuhkan waktu 26,08 menit, untuk resep 2 R/ obat jadi dan 1 R/ obat racikan membutuhkan waktu 66,25 menit. Unsur amenties yang membuat waktu tunggu lebih menyenangkan yaitu adanya musik, televisi, majalah, kebersihan, privacy, dimana hal ini merupakan faktor penting untuk menarik pasien yang dapat menjamin kelangsungan berobat dan meningkatkan cakupan (Wijono, 1999). Kecepatan pelayanan atau waktu tunggu pengambilan obat merupakan salah satu aspek yang menjadi sorotan ketidakpuasan pasien. Karena aspek tersebut merupakan aspek yang sangat mempengaruhi kepuasan pasien. Semakin cepat waktu tunggu obat, maka pasien akan semakin puas (Mowen 2001). Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ekawati (2009) tentang Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Kualitas Pelayanan di Apotek Instalasi Farmasi RSUD Sragen yang mengungkapkan bahwa pelayanan pengambilan obat diharapkan dapat terlaksana karena bagi siapapun waktu itu sangat berharga.
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kondisi pasien yang tidak sehat menyebabkan perasaan pasien tidak nyaman. Hal yang perlu
diperhatikan
membutuhkan waktu,
juga adalah bahwa
apalagi
obat dalam
proses
bentuk
pengerjaan
racikan
akan
resep lebih
membutuhkan ketelitian dan kesabaran sehingga butuh waktu yang lebih lama. Pemberian informasi tentang obat yang kurang lengkap masih dirasakan oleh pasien. Petugas hanya memanggil nama pasien tanpa menjelaskan tentang cara pemakaian obat dan kegunaan obat. Pasien harus memiliki inisiatif sendiri untuk bertanya tentang obat-obatan yang didapatkan. Petugas menjelaskan informasi obat yang disampaikan kepada pasien antara lain adalah tentang waktu penggunaan atau konsumsi obat misalnya: diminum sebelum apa sesudah makan, diminum pagi atau malam hari, dioles berapa kali sehari, penggunaan antibiotik yang harus dihabiskan obatnya. Obatobat tertentu sudah mempunyai catatan-catatan tersendiri dalam penggunaannya. Kalau obat tersebut sangat penting untuk diberikan penjelasan, maka petugas akan menjelaskan. Tetapi, untuk pasien lama dan sudah berulang kali mendapatkan pengobatan yang sama tidak diberikan penjelasan lagi agar tidak memperlama pelayanan kepada pasien selanjutnya. Pemberian informasi obat dimaksudkan untuk mencegah penggunaan obat yang salah dan untuk menciptakan pengetahuan dan pemahaman pasien dalam penggunaan obat yang akan berdampak pada kepatuhan pengobatan dan keberhasilan dalam proses penyembuhan maka sangat diperlukan pelayanan informasi obat untuk pasien dan keluarga pasien melalui konseling obat (Depkes RI, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id
104 digilib.uns.ac.id
Informasi tentang cara pakai obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Informasi cara pakai obat akan mempengaruhi pasien dalam menggunakan obat. Kenyataannya kesalahan penggunaan obat akibat ketidakjelasan informasi cara pemakaian obat masih sering terjadi dan hal ini sebaiknya harus dihindari agar tidak menimbulkan masalah dalam pengobatan (Departemen Kesehatan RI, 2006). Berdasarkan hasil analisis Ifmaily (2006), hubungan antara variabel pemberian informasi obat dengan minat beli ulang dapat diketahui bahwa pada kelompok yang tidak minat beli obat ulang, proporsi responden yang menyatakan pemberian informasi obat tidak cukup yaitu sebesar 36%. Tingginya tingkat pendidikan responden di area penelitian dapat menjelaskan tentang banyaknya responden yang menganggap kurang dalam hal pemberian informasi obat, karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi pola pikir pasien semakin kritis, pasien secara aktif mencari informasi dari berbagai sumber sehingga menganggap kurang terhadap informasi yang diberikan oleh petugas IFRS. Pemberian pendidikan, penyuluhan, dan pemberian informasi obat secara lengkap dapat meningkatkan kepatuhan pasien pada aturan pemakaian obat. Dengan adanya komunikasi yang baik antara petugas dengan pasien akan meningkatkan kepercayaan dan kesembuhan pasien. Hal ini juga diungkapkan oleh Kuingu (2013), tentang pengaruh informasi keamanan obat terhadap keputusan beli obat ulang di RSUD Undata Palu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya pengaruh informasi keamanan obat yang diterima oleh pasien, jika pasien merasa informasi keamanan obat yang
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
didapatkan dari petugas rumah sakit kurang baik, maka jumlah konsumen yang akan membeli obat ulang akan semakin menurun. Menurut penelitian Waluyo (2011) tentang Analisis Pengaruh Pelayanan Informasi Obat Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di IFRS Islam Surakarta 2010 menyatakan bahwa informasi obat, sikap dan kinerja tenaga farmasi, serta lama waktu pelayanan informasi obat secara signifikan berpengaruh pada kepuasan pasien, dan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien sebesar 42,30%.