BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Telah dijelaskan sebelumnya, makna kata berkonotasi mencakup makna positif dan makna negatif. Demikian halnya dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral, pembaca sudah pasti menemukan kata-kata tertentu yang sudah barang tentu akan menimbulkan penafsiran atau asosiasi rasa positif/negatif. 4.1.1 Penggunaan Kata Berkonotasi dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral 4.1.1.1 Kata Berkonotasi Positif Makna konotasi positif ialah makna kata yang timbul dalam pikiran pembaca atas nilai. Setelah melakukan pencatatan mendalam, penulis menemukan kata-kata berikut yang bisa saja menimbulkan asosiasi positif para pembaca. Tabel 1. Daftar Kata Berkonotasi Positif No.
Kata Berkonotasi Positif
Bentuk Sintaks
Hal.
1
terkesima
Setiap melihatnya, aku terkesima.
18
2
merembes
Merembes, meresap, dan sesekali jatuh....
114
3
bertatapan
Ical dan Ingga kembali bertatapan, .....
117
4
mengagumi
Ical mengagumi keberanian perempuan .....
126
5
melayang
.....bisa-bisa aku melayang ke bulan.
130
6
serempak
...jawab murid-murid serempak.
136
7
mengancungkan tangan
...separuh kelas mengancungkan tangan, ....
137
8
berinisiatif
Ia juga tak pernah berinisiatif untuk maju ....
139
9
bersekat
....perut Ical seperti tak bersekat.......
149
10
membuyarkan lamunan
....suara Cik Nani kembali membuyarkan lamunannya.
167
11
memekik
Cik Nani memekik, ...... 14
182
12
ditahan
Ayo, jangan ditahan suaranya.....
227
4.1.1.2 Penggunaan Kata Berkonotasi Negatif dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral Makna konotasi negatif timbul karena adanya perubahan asosiasi rasa terhadap makna kata yang timbul dalam kalimat. Setelah melakukan pembacaan dan pencatatan, berikut diperoleh daftar kata seperti tersaji pada tabel berikut. Tabel 2. Daftar Kata Berkonotasi Negatif No.
Kata Berkonotasi Negatif
Bentuk Sintaks
Hal.
1
bocah
Berkali-kali bocah itu menengadah,....
1
2
binatang
...bersama binatang tersayangnya.
17
3
perempuan
...perempuan teman sekelas,...
18
4
digoyang-goyang
...badannya digoyang-goyangkan .....
22
5
penari cokek
...sedang menatap penari cokek pujaannya....
40
6
bergairah
Ia semakin bergairah.
43
7
hubungan darah
...walau tak ada hubungan darah.....
60
8
tumpangan hidup
...butuh tumpangan hidup di Jakarta,....
61
9
terserang penyakit
...mudah terserang penyakit asma.....
64
10
korek kayu
...tampak seperti kotak korek kayu, .....
73
11
mengorek
...mengorek keterangan lebih ....
75
12
merendahkan
....segera merendahkan posisi tubuh ...
89
13
kusam
...dinding tembok bercat agak kusam,...
105
14
mengedarkan
Dia mengedarkan pandangannya....
135
15
Memungutnya
...tak pernah ada yang tertarik memungutnya.
145
16
membalut
...kain batik bawahnya, .....
154
17
totok
...perempuan-perempuan Belanda totok.
158
18
gempal
...anak lelaki bertubuh gempal ....
171
19
butir-butir keringat
...melihat butir-butir keringat....
182
20
berdesis
Murid-murid berdesis mendengar ....
185
21
dijebol
...gawang dijebol lawan ....
238
22
tusukan
Tusukan dari sayap, kerja sama satu-satu ...
238
23
sentuhan
...sentuhan dari tengah, ...
238
24
mematikan
....serangan balik mematikan justru ....
238
25
umpan
...umpan lambung ke daerah lawan ...
238
26
menembus
..tak bisa menembus pertahanan lawan ....
238
27
menyeringai
...mungkin lebih cocok disebut menyeringai...
240
28
memilin-milin jari
...Kushariyanto selalu memilin-milin jemari...
241
29
pantat
...ia hendak menghenyakkan pantat,...
242
30
lidah
...meleletkan lidah ke arah dua kawannya...
252
31
mengusik
..tak mau mengusik ketenangan ayahnya...
264
32
kental
...logat Betawi guru mengaji mereka sangat kental.
265
33
virus ganas
...seolah virus ganas yang menyebar dengan cepat ....
327
34
mengiang-ngiang
...kembali mengiang-ngiang di telinga....
344
35
terkulum
...senyuman terkulum menghiasi wajahnya...
347
membalut
tubuh
bagian
4.1.2 Makna Kata Berkonotasi Positif dan Berkonotasi Negatif dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral
4.1.2.1 Makna Kata Berkonotasi Positif Kata berkonotasi positif dipahami sebagai bentuk kata yang bermakna leksikal, namun oleh pembaca memahaminya sebagai makna yang baik akibat pertalian makna leksikal dengan konsep lain dalam pikiran pembaca. Kata berkonotasi positif timbul dengan adanya afiksasi dari bentuk dasar atau membentuk kata majemuk. Berikut penjelasan makna dari sejumlah kata berkonotasi positif yang ditemukan dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral. (1)
terkesima Bentuk dasar “kesima” yang bermakna pengaruh, penambahan prefiks ter- di awal kata
sehingga bermakna: (1) terpengaruh, (2) terpana, (3) terpesona. Konotasi positifnya ialah pembaca memahami kata ini memberikan kesan tidak dapat berbuat banyak akibat adanya pengaruh kuat yang dilihat. (2)
merembes Bentuk dasar “rembes”, bermakna tembus sampai lapisan atas/bawah, penambahan
prefiks me- di awal, sehingga bermakna: (1) daya serap, (2) menetes, (3) lembab akibat tembusnya lapisan luar. Makna konotasi positif dari kata ini ialah pembaca mendapat kesan terjadi pelumeran perlahan dari sebuah objek. (3)
bertatapan Bentuk dasar “tatap” bermakna: (1) melihat dekat-dekat, (2) memandang;mengamati.
Memperoleh konfiks ber- dan -an, sehingga kata ini dapat bermakna: (1) saling melihat, (2) saling memandang atau mengamati. Ketika pembaca membaca kata ini dalam novel, asosiasi yang muncul dalam pikiran ialah adanya keseriusan tokoh dengan saling memperhatikan mata lawan bicara, pupil mata membesar, tidak berkedip, atau kesan keduanya benar-benar saling memperhatikan secara saksama. (4)
mengagumi
Bentuk dasar “kagum” bermakna: (1) heran, (2) takjub. Proses konfiks meN- dan -i yang bermakna: (1) kagum akan; (2) heran akan. Asosiasi pembaca pada kata ini melahirkan pemaknaan perilaku, tindakan, tokoh, atau objek yang diperhatikan seperti telah lama diidolakan. (5)
melayang Bentuk dasar “layang” bermakna terbang. Pelekatan prefiks me- menimbulkan makna:
(1) telah terbang, (2) sedang terbang, (3) akan terbang. Para pembaca mengkonotasikan secara positif pada bentuk kata ini dengan nama ikan, nama burung, atau mainan, sehingga asosiasi ini menimbulkan kesan objek tersebut berada pada sebuah tempat yang tidak berpijak pada bumi, berada di atas sesuatu yang melayang-layang, dan betapa indahnya ketika membayangkan kata ini saat digunakan dalam kalimat. (6)
serempak Tidak mengalami afiksasi, bermakna: (1) pada saat yang sama dan dengan tiba-tiba, (2)
bersama-sama. Asosiasi positif pembaca dengan adanya kata ini dikaitkan dengan bentuk serentak, yang menandakan bahwa dalam keadaan tanpa disadari atau tanpa diketahui, seseorang harus melakukan sesuatu dengan gerakan refleks atau tiba-tiba. (7)
mengancungkan tangan Berasal dari kata acung “tunjuk” dan tangan “salah satu anggota badan”, berupa kata
majemuk yang bermakna: (1) menunjukkan diri, (2) menyatakan kesepakatan, (3) mengarahkan jari telunjuk secara vertikal. Asosiasi rasa pembaca pada kata majemuk ini memberikan adanya kesan makna mengancungkan tangan ialah mengepalkan tangan ke atas, menunjukkan telunjuk ke atas guna mengekploitasi diri bahwa inilah saya. (8)
berinisiatif Bentuk dasar “inisiatif” bermakna: (1) usaha mula-mula, (2) memulai berusaha.
Mendapat prefiks ber- sehingga bermakna: (1) upaya awal tanpa bantuan orang lain, (2)
mengambil keputusan sendiri, (3) bertindak sendiri. Asosiasi rasa pembaca menimbulkan kesan makna setiap orang dapat melakukan apa saja tanpa harus menunggu perintah, ajakan, momen, situasi, atau keadaan tertentu, demi pencapaian tujuan yang ingin digapai. (9)
bersekat Bentuk dasar “sekat” bermakna: (1) batas ruang, (2) dinding. Mendapat prefiks ber-
sehingga bermakna: (1) pemberian batas, (2) peletakan batas, (3) membuat dinding pembatas, (4) adanya rongga. Asosiasi rasa pembaca pada kata tersebut menimbulkan asosiasi positif yakni setiap yang berongga atau memiliki ruang pasti memiliki batas-batas tertentu. (10) membuyarkan lamunan Bentuk kata majemuk yang terdiri dari kata dasar buyar dan lamun. Terdapat pengimbuhan mem-, -kan, -an pada kedua kata majemuk ini. Makna leksikal pada kata ini merujuk pada: (1) pecahnya kosentrasi, (2) kembali pada pikiran normal. Makna kata ini menimbulkan kesan pada pembaca tentang adanya kesengajaan untuk mengembalikan kesadaran dan tidak perlu untuk menghayalkan sesuatu yang tidak pasti. (11) memekik Bentuk dasar “pekik” bermakna: (1) teriak keras, (2) sorak, mendapat prefiks bersehingga bermakna: (1) berteriak sekuat tenaga, (2) menyorakkan sesuatu sebagai panggilan atau ajakan. Konotasi positif yang timbul dari pembaca ialah seseorang hendak berteriak dengan sekerasmungkin, namun tertahan mungkin karena tidak dapat melakukannya.
(12) ditahan Bentuk dasar “tahan” bermakna: (1) tetap keadaannya, (2) kuat/kuasa, (3) betah, (4) tidak lekas jijik, (5) dapat cukup. Memperoleh prefiks di- dan makna kata ini menjadi: (1) tertahan oleh sesuatu, (2) diperkuat oleh sesuatu, (3) tidak mudah goyah. Pembaca berasosiasi
ketika membaca kata ini di dalam novel dengan kesan mempertahankan esksistensi atau kepribadian dengan mengabaikan hal-hal yang mungkin dapat menggoyahkan keyakinan atau keputusan.
4.1.2.2 Makna Kata Berkonotasi Negatif dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral Konotasi negatif pada pilihan kata atau diksi, terutama dalam novel memiliki penafsiran pembaca yang cenderung berlawanan dengan makna yang sebenarnya terdapat dalam kamus. Berikut makna kata berkonotasi negatif yang ditemukan dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral. (1)
bocah Bentuk leksikal yang bermakna: (1) anak lelaki, (2) julukan untuk remaja. Asosiasi rasa
pembaca pada kata ini ialah sebuah istilah yang digunakan untuk meremehkan atau menyindir seorang laki-laki yang sebenarnya sudah dewasa dari segi umur, namun mungkin pola pikirnya masih dalam proses pencarian jatidiri. (2)
binatang Bentuk leksikal yang bermakna: (1) hewan, (2) liar, (3) makhluk tidak berakal budi.
Kata ini dapat diasosiasikan negatif oleh pembaca dengan sebuah hinaan yang sangat merendahkan derajat. Pada suku-suku tertentu seperti Gorontalo, bentuk leksikal ini sering diasosiasikan dengan persoalan rasa nilai kemanusiaan yang semestinya dimiliki atau dijunjung tinggi oleh setiap masyarakat Gorontalo. Dalam skala penuturan bahasa Indonesia, bentuk leksikal “binatang” bisa saja dianggap baik bila digunakan untuk dunia peternakan, namun berkonotasi negatif bila yang dimaksudkan adalah perbuatan manusia. (3)
perempuan Bentuk leksikal “perempuan” bermakna: (1) bukan laki-laki, (2) manusia yang
memiliki rahim, (3) salah sifat manusia. Asosiasi rasa pembaca terhadap bentuk leksikal ini
dikaitkan dengan perilaku atau ciri khas manusia. Bisa saja pembaca mengasosiasikannya dengan perbuatan yang tidak baik (perempuan nakal), pelemahan sifat (dasar perempuan). (4)
digoyang-goyang Bentuk perulangan atau reduplikasi yang merujuk pada ketidakstabilan tempat, adanya
usaha orang lain menyentuh sehingga menjadi tidak diam. Konotasi negatif pembaca bagi kalangan remaja yang sedang mengalami pertumbuhan biologis menjadi membayangkan kata ini sebagai bagian dari perbuatan amoral antara dua jenis kelamin. (5)
penari cokek Kata cokek bagi pembaca umum jelas tidak dipahami, karena kata ini berasal dari
bahasa Jawa. Pembaca mungkin hanya mengenal penari ronggeng, penari balet, atau penari lain. Konotasi negatif dari kalangan pembaca pada kata penari cokek ialah membayangkan seorang perempuan menari meniru gaya tokek (adanya kemiripan bunyi /c/,/o/,/k/,/e/,/k/ dan /t/,/o/,/k/,/e/,/k/).
(6)
bergairah Bentuk kata “bergairah” konotasi negatif yang paling dekat muncul dari kalangan
remaja. Seolah-olah kata bergairah erat kaitannya dengan perbuatan erotis, atau makna hasrat atau keinginan menggebu-gebu di dalam dada. (7)
hubungan darah Kata mejemuk di atas dapat menimbulkan konotasi negatif. Meskipun secara lugas
dalam novel dinyatakan sebagai makna pertalian persaudaraan manusia, namun kata “hubungan” seakan-akan menimbulkan presepsi negatif sebagai hubungan biologis. Kesan lain kata ini terlalu tabu untuk dicantumkan di dalam novel, dan sebaiknya dituliskan dengan pertalian darah atau saudara kandung saja. (8)
tumpangan hidup
Pembaca mengkonotasikan secara negatif kata “tumpang hidup” dengan pemaknaan hidup manusia seperti menumpang pada kendaraan umum, atau menumpang pada kendaraan pribadi yang kebetulan melintas, dan penumpang ini tidak memiliki hak untuk mengatur sopir. (9)
terserang penyakit Bentuk leksikal “serang” dan “sakit” yang dimajemukkan melalui kontribusi afiks,
sehingga bermakna: (1) mudah sakit, (2) daya tahan tubuh melemah. Konotasi negatif dari kata ini ialah seseorang yang kurang memiliki pertahanan tubuh, akan diserang musuh lengkap dengan peralatan perangnya dan merusak, menembak, atau menghancurkan kekuatan tubuh manusia.
(10) korek kayu Bentuk leksikal korek kayu: (1) pemantik api, (2) geretan. Pembaca menjadi berasosiasi dengan kata “korek” sambil membayangkan bahwa kayu dikorek-korek, entah menggunakan tangan, menggunakan kayu kecil, menggunakan apa saja, dan kayu hanya berdiam diri sambil menahan rasa geli. (11) mengorek Bentuk leksikal ini hampir sama dengan bentuk korek kayu. Konotasi pembaca diasosikan pada perbuatan menggali, menggaruk, atau menorehkan garis-garis kecil pada bidang tertentu. Pembaca bisa juga mengasosiasikannya dengan perbuatan mengorek luka yang sudah bernanah tanpa rasa jijik. (12) merendahkan Bentuk merendahkan secara leksikal berarti: (1) menundukkan, (2) membuat tidak tinggi. Hanya saja, konotasi negatif dari bentuk leksikal ini lebih merujuk pada pemaknaan tentang perbuatan untuk membuat orang lain jatuh, menghina orang lain, atau tidak mau mengakui kelebihan orang lain, disertai perbuatan atau ucapan yang kurang baik.
(13) kusam Bentuk leksikal “kusam” bermakna: (1) buram, (2) tidak bercahaya, (3) kusut. Konotasi negatif dari kata ini ialah pemaknaan pembaca yang merujuk pada wajah seseorang atau permukaan sebuah benda yang kurang bersih, kotor, tidak rata, atau tidak sedap dipandang mata.
(14) mengedarkan Bentuk “mengedarkan” bermakna: (1) berkeliling, (2) berputar, (3) berkisar. Konotasi negatif dari bentuk leksikal ini ialah pembaca memberikan makna yang merujuk pada perbuatan para bandar narkoba yang biasa berbisnis sabu-sabu, atau membayangkan minuman keras di sebuah bar yang diedar melalui gelas-gelas oleh para pelayan. (15) memungutnya Bentuk leksikalnya “pungut” yang bermakna: (1) mengambil sesuatu dari tanah, (2) memetik, (3) menarik, (4) mengutip, (5) mengundi. Konotasi negatif para pembaca dari novel dengan adanya bentuk leksikal ini ialah kesan tidak bernilainya sebuah benda karena didapat atau diperoleh dengan tidak sengaja di jalan raya, atau mengambilnya karena telah dibuang oleh orang lain. (16) membalut Bentuk leksikalnya “balut” bermakna: (1) bungkus, (2) menyarungkan. Bagi kalangan pembaca wanita akan memaknai kata ini dengan konotasi negatif yang diserupakan dengan alat pembalut yang biasa digunakan saat datang bulan, atau bagi kalangan pembaca yang memahami kesehatan akan memaknainya dengan perbuatan menutup luka dengan kain kasa. (17) totok
Bentuk leksikal “totok” bermakna: (1) sejati, (2) masih baru. Secara fonologi, para pembaca berasosiasi negatif dengan penghilangan bunyi /k/ yang bisa bermakna organ penyusuan pada perempuan.
(18) gempal Bentuk leksikal “gempal” bermakna: (1) berlemak, (2) bergajih, (3) besar dan bulat. Konotasi negatif pada bentuk leksikal ini diasosiasikan dengan perasaan membayangkan sesuatu yang empuk, bergelombang, memiliki kandungan air yang sangat banyak, berlemak dan berminyak, dan seakan-akan sangat besar serta lucu untuk diperhatikan. (19) butir-butir keringat Konotasi negatif muncul dari pembaca sebagai bentuk pemahaman bahwa yang memiliki butir seperti jagung dan beras. Pembaca pun merasakan betapa uniknya membayangkan keringat seperti butir-butir jagung atau beras, menutupi wajah, dan jatuh berserakan di tanah. (20) berdesis Bentuk leksikalnya bermakna: (1) suara pelan, (2) bisikan. Konotasi negatif dari kata ini ialah suara samar-samar, atau gerakan ular yang merayap di atas dedaunan. (21) dijebol Bentuk leksikal dijebol bermakna: (1) longgarnya pertahanan, (2) tembus, (3) tidak dapat bertahan. Pembaca memaknainya dengan konotasi negatif sambil mengasosiakan sebuah tembok kuat dan kukuh, namun berlubang besar karena habis tertembus oleh peluru meriam. (22) tusukan Makna leksikalnya: (1) hasil dari perbuatan menusuk, (2) berlubang. Konotasi negatif pembaca kalangan remaja membayangkan sebuah perbuatan dengan sengaja untuk melukai
lawan dengan menggunakan senjata tajam, atau sengaja merusak sebuah benda dengan benda lain yang lebih kuat dan tajam. (23) sentuhan Makna konotasi negatif dari bentuk leksikal ini ialah adanya perbuatan yang dilakukan secara perlahan-lahan untuk menimbulkan rangsangan atau memancing reaksi dari seseorang. Apalagi membayangkan yang menyentuh ialah orang yang sangat didambakan. (24) mematikan Makna konotasi negatifnya perbuatan untuk tidak menghidupkan benda apa saja, baik bernyawa ataupun tidak bernyawa, dengan menggunakan alat, tangan, atau benda-benda tertentu sehingga tidak dapat berfungsi lagi. (25) umpan Makna konotasi negatif dari bentuk leksikal ini adalah pembaca membayangkan seekor ikan yang begitu lugu, dan tidak menyadari dirinya bahwa makanan yang ditelannya ternyata telah berisi mata pancing. (26) menembus Konotasi negatif dari kata ini dikaitkan dengan perasaan membayangkan kemenangan setelah menghancurkan tembok pertahanan lawan. (27) menyeringai Makna konotasi negatif yang muncul dalam pikiran pembaca ialah rasa sakit atau tertekan yang diekspersikan dengan mimik yang sangat menakutkan untuk menekan beban ketakutan di dalam jiwa.
(28) memilin-milin jari Makna konotasi negatifnya ialah betapa tidak sadarnya orang yang memilin jari, seolaholah hendak memeras kandungan air, dan mengeringkannya di bawah sinar matahari.
(29) pantat Makna konotasi negatif dari bentuk leksikal ini ialah perasaan membayangkan seseorang tanpa celana atau rok, sangat lucu, atau tabu untuk dilihat oleh orang lain, atau makna lain bagian tubuh manusia yang sebenarnya tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain. (30) lidah Bentuk leksikal “lidah” bermakna: (1) organ tubuh manusia, (2) salah satu alat ucap. Hanya saja, asosiasi nilai rasa menimbulkan makna konotasi negatif berupa perasaan pembaca tentang sesuatu yang semestinya dijadikan sebagai bagian penting dalam tindak-turut manusia, yang bisa saja menimbulkan bahaya bila tidak digunakan dengan baik. Selain itu, lidah biasanya diasosiasikan dengan gaya berbicara (dialek) atau menyangkut selera makan. (31) mengusik Bentuk leksikalnya “usik” bermakna: (1) ganggu, (2) iseng. Makna konotasi negatifnya berupa pemahaman keisengan untuk mengerjain orang lain dengan benda-benda, cerita, atau hal-hal tertentu yang dapat membuat perasaan takut, marah, atau gemas.
(32) kental Makna bentuk leksikal ini ialah sesuatu yang dianggap tidak cair. Konotasi negatifnya ialah dikaitkan dengan cairan yang keluar dari hidung manusia, atau berupa menuman yang kurang tepat dengan selera. (33) virus ganas Makna konotasi negatifnya ialah ada kesan bahwa virus itu memiliki kekuatan seperti manusia dan siap menghancurkan manusia setiap saat dengan peralatan tempur dan persenjataan yang dimilikinya. (34) mengiang-ngiang
Makna konotasinya ialah perkataan atau suara yang didengar terus-menerus mengganggu perasaan dan ketenangan, tidak dapat ditepis meskipun sudah berusaha untuk melupakan berulang kali. (35) terkulum Bentuk leksikal ini dikonotasikan negatif karena adanya asosiasi pembaca tentang meletakan benda bulat panjang, kemudian dijilati, dan dinikmati dengan rasa puas yang tidak tertahankan.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Makna Konotasi Positif dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral Makna konotasi positif mungkin saja berbeda bagi setiap pembaca, meskipun bentuk leksikalnya menjelaskan makna yang sebenarnya sesuai kamus. Makna konotasi positif yang ditemukan dalam novel juga dipengaruhi oleh bentuk sintaksis, tetapi bukan bentuk makna yang lahir sebagai gramatikalisasi. Berikut sajian makna konotasi positif berdasarkan struktur kalimat yang dikutip dari novel. (1)
Setiap melihatnya, aku terkesima.
Pembaca memaknai penggalan kalimat (1) dengan bentuk leksikal yang digarisbawahi mengasosiasikannya dengan nilai rasa atau kesan bahwa rasa takjub itu mirip sebuah ketakutan yang luar biasa yang terakumulasi dengan rasa rindu yang mendalam. (2)
Merembes, meresap, dan sesekali jatuh....
Penggalan kalimat (2) di atas diasosiasikan dengan harapan dan perasaan atas sesuatu benda yang seharusnya melindungi, tetapi tidak berfungsi secara makasimal. Kesan makna konotasi pada kalimat ini bertambah dengan bentuk pernyataan retoris oleh pengarang novel. (3)
Ical dan Ingga kembali bertatapan, .....
Makna konotasi pada kalimat (3) merujuk pada perbuatan yang menyatakan saling berpandangan atau menatap mata secara berulang-ulang, dengan gerakan teratur menyatakan jawaban diri melalui gerakan tubuh. (4)
Ical mengagumi keberanian perempuan .....
Kalimat (4) diasosiasikan oleh pembaca dengan makna kekaguman disertai dengan geleng-geleng kepala, suara berdecak yang keluar dari bibir, dan membayangkan betapa perkasanya orang yang dikagumi, dan pasti orang yang dimaksudkan memiliki kekuatan melebihi kaum lelaki. (5)
.....bisa-bisa aku melayang ke bulan.
Kalimat (5) diasosiasikan pembaca dengan perasaan membayangkan layang-layang yang terbang di awan, diulur dengan tali, dan betapa indahnya bisa sampai di bulan diterbangkan angin. (6)
...jawab murid-murid serempak.
Kalimat (6) diasosiasikan pembaca dengan memaknai bentuk leksikal sebagai gerakan tiba-tiba tanpa dikomando, membayangkan seperti sepasukan tentara yang bergerak ke depan, samping, dan belakang dengan satu perintah. (7)
...separuh kelas mengancungkan tangan, ....
Kalimat (7) diasosiasikan oleh pembaca dengan makna keberanian, semangat, adanya keinginan untuk menunjukkan diri lewat tanggapan yang akan diberikan. (8)
Ia juga tak pernah berinisiatif untuk maju ....
Kalimat (8) di atas, menimbulkan asosiasi positif pembaca yang melahirkan makna dominasi rasa takut yang dimiliki tidak dibarengi dengan adanya keinginan untuk menyelesaikan masalah dengan baik. (9)
....perut Ical seperti tak bersekat.......
Kalimat (9) diasosiasikan dengan makna ruang-ruang di dalam lambung kapal, ruang kelas, atau rumah dengan pembatas-pembatas yang dapat dilihat jelas dari atas. (10) ....suara Cik Nani kembali membuyarkan lamunannya. Asosiasi makna konotasi dari kalimat (10) di atas dikaitkan dengan perasaan membayangkan sekumpulan ikan yang bergerak tenang dalam sebuah kolam, namun tiba-tiba terusik atau terganggu oleh gerakan benda lain yang lebih besar. (11) Cik Nani memekik, ...... (12) Ayo, jangan ditahan suaranya..... Makna konotasi penggalan kalimat (11) dan (2) di atas, timbul setelah pembaca mengasosiasikannya dengan perasaan ingin menyatakan sesuatu melalui ekspresi berteriak lantang, tetapi tertahan oleh hal lain yang mungkin dipertimbangkan seperti rasa malu untuk diperdengarkan. 4.2.2 Makna Konotasi Negatif dalam Novel Anak Sejuta Bintang Karya Akmal Nasery Basral Memahami makna konotasi negatif dari bentuk leksikal dapat digunakan pendekatan yang berbeda dengan makna konotasi positif. Makna konotasi negatif, penafsiran pembaca cenderung mengarah pada hal-hal yang kurang baik, atau kurang etis untuk kadar pemakaian bahasa. Makna konotasi negatif bentuk leksikal yang telah diuraikan sebelumnya, secara lengkap dapat dilihat pada sajian berikut ini. (13) Berkali-kali bocah itu menengadah,.... Konotasi dari bentuk kalimat (13) diperoleh setelah diasosiasikan dengan adanya nilai kewajaran perbuatan yang dilakukan oleh anak kecil, biasa berkali-kali menengadah, seperti seorang anak meminta uang jajan dari ibunya yang kebetulan waktu itu mungkin sibuk memasak.
(14) ...bersama binatang tersayangnya. Kesan negatif kalimat (14) dirasakan oleh pembaca sebagai asosiasi makna kalimat yang sangat merendahkan. Seolah-olah kalimat ini mengisyaratkan bahwa objek yang dibicarakan telah menjadi bagian dari hidup berkepanjangan, yang senantiasa diberi makan, disayangi melebihi kasih-sayangnya kepada manusia. (15) ...perempuan teman sekelas,... Makna konotasi dari kalimat (5) merujuk pada asosiasi pembaca yang bisa saja memahaminya sebagai seorang wanita yang usil, suka mengganggu, iseng, atau sebuah perwujudan karakteristik seseorang yang mengganggu pikiran laki-laki yang melihatnya. (16) ...badannya digoyang-goyangkan ..... Makna konotasi pada kalimat (16) dilekatkan dengan bentuk leksikal berulang yang diasosiasikan dengan ekor hewan yang selalu bergerak-gerak, atau membayangkan seekor hewan yang menggugurkan air yang melekat di semua bulunya, atau boleh juga diasosiasikan dengan seorang joki kuda pacuan yang terus menghentak tunggangannya untuk mencapai garis finis dalam perlombaan pacuan kuda. (17) ...sedang menatap penari cokek pujaannya.... Kalimat (17) menjadi berkonotasi negatif karena adanya asosiasi seorang penari yang dicolek-colek oleh penari lain. Pemaknaan ini berkaitan dengan diksi yang digunakan berasal dari bahasa daerah, yang membuka potensi pemaknaan dari pembaca secara bervariasi.
(18) Ia semakin bergairah. (19) ...walau tak ada hubungan darah..... Makna konotasi dari kalimat (18) dan (19) lebih mengarah pada perbuatan negatif atau tabu. Makna ini menjadi lebih meluas saat membayangkan adanya hasrat atau keinginan
biologis menggebu-gebu, apalagi pembacanya berasal dari kalangan muda yang sedang mengalami fase pertumbuhan fisik. (20) ...butuh tumpangan hidup di Jakarta,.... Kalimat (20) mengandung makna belum mandiri menjalani hidup, masih menggantungkan harapan dari orang lain. Asosiasi makna mirip sebuah penumpang yang mengendarai kendaraan umum, setelah sampai ditujuan akan mengeluarkan uang dari saku, dan menyerahkannya kepada supir. (21) ...mudah terserang penyakit asma..... Kalimat (21) bermakna rapuhnya pertahanan tubuh dari masuknya penyakit. Asosiasinya ialah daya tahan tubuh seperti lapisan rapuh yang terbuat dari selembar kayu lapis, mudah tembus dan hancur, memudahkan virus lengkap dengan pasukan perangnya disertai sorak-sorai menakutkan dalam melakukan serangan pada tubuh yang melemah. (22) ...tampak seperti kotak korek kayu, ..... (23) ...mengorek keterangan lebih .... Kalimat (22) dan (23) secara konotatif diasosiasikan dengan perasaan geli, perbuatan sengaja atau tidak sengaja menyentuh kulit, atau asosiasi lain yang bermakna perbuatan seorang polisi yang sedang mengintrogasi seorang tersangka dalam sebuah kasus pencurian sandal jepit di mesjid. (24) ....segera merendahkan posisi tubuh ... Kalimat (24) bermakna membungkukan badan atau menekuk leher jangan sampai terantuk pada benda. Asosiasi makna yang timbul memberikan kesan seperti kura-kura yang secara refleks melindungi dirinya dengan menyembunyikan kepalanya di dalam tempurungnya sendiri. (25) ...dinding tembok bercat agak kusam,...
Kalimat (25) berkonotasi melalui asosiasi makna seperti wajah manusia yang jarang mandi atau hampir tidak pernah dipoles dengan bedak, tidak ada keceriaan, atau tidak adanya daya tarik yang bisa membuat orang yang melihat merasa terpesona. (26) Dia mengedarkan pandangannya.... (27) ...tak pernah ada yang tertarik memungutnya. Kalimat (26) dan (27) dapat dikonotasikan sebagai asosiasi terhadap perasaan menyebarkan sesuatu dan orang-orang di sekitarnya mengambil sisa-sisa yang tercecer atau terbuang di lantai. (28) ...kain batik membalut tubuh bagian bawahnya, ..... Kalimat (28) menimbulkan asosiasi kurang nyaman untuk dipikirkan. Kata “membalut” ditambah “bagian bawah”, akan dimaknai orang dengan maksud alat pembalut yang biasa digunakan oleh perempuan saat datang bulan. (29) ...perempuan-perempuan Belanda totok. Kalimat (29) bisa saja dikonotasikan dengan makna bodoh, buah dada perempuan, atau perbuatan menghentikan aliran darah (sistem terapi tradisional Cina). Asosiasi ini berkenan dengan plesetan kata dengan penghilangan bunyi /k/. (30) ...anak lelaki bertubuh gempal .... Kalimat (30) diasosiasikan dengan makna sebuah benda yang bulat, besar, dan berisi, seperti seekor gajah, saat berjalan tonjolan lemak bergoyang seirama dengan langkah atau hentakan kaki. Bentuk-bentuk leksikal akan dikonotasikan negatif bila struktur sintaksisnya membuka peluang untuk diasosiasikan dengan nilai rasa pembaca. Ketika digunakan dalam kalimat akan menimbulkan makna yang terkesan kesan lucu, ironi, faktual, atau bermakna imajinatif. Adanya kata berkonotasi negatif dalam kalimat pada novel justru menambah kesan keindahan atau estetika, dan para pembaca semakin terhibur serta apresiasi novel jauh lebih tinggi.
4.2.3 Pemaknaan Bentuk Leksikal secara Konotatif oleh Pembaca Tampilan makna konotasi oleh para pembaca terhadap bentuk-bentuk leksikal dalam novel dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, jenis kelamin yakni adanya perbedaan asosiasi perasaan terhadap makna bentuk leksikal. Antara laki-laki dan perempuan memiliki penilaian yang berbeda, sesuai dengan karakteristik masing-masing. Kedua, umur pembaca yaitu kalangan pembaca dari anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua jelas mengkonotasikan diksi dalam novel sesuai dengan tingkat usia masing-masing. Setiap tingkatan usia ini memiliki perbedaan, tergantung dari pengalaman batin masingmasing. Ketiga, pengetahuan yakni pemerian bentuk leksikal berkonotasi sesuai dengan tingkat pendidikan para pembaca. Secara langsung, pendidikan berkaitan langsung dengan kemampuan atau kompetensi keilmuan para pembaca. Keempat, imajinasi yakni daya khayal pembaca yang dikaitkan dengan kemampuan untuk mengabtraksi makna, mensintesisnya dengan kehidupan pribadi atau kehidupan orang lain, serta mengacunya dengan objek atau subjek di sekelilingnya.