BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Hasil Penelitian Pada hasil penelitian ini akan dipaparkan analisis permasalahan yakni mengenai hubungan perwatakan tokoh utama dengan tokoh pendukung, serta perubahan perwatakan tokoh utama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut. 4.1.1 Hubungan Perwatakan Tokoh Utama dengan Tokoh Pendukung Pada hakikatnya semua unsur yang terkandung dalam karya sastra itu semuanya berhubungan. hal itu sejalan dengan proses pemikiran dari kajian struktural, yang melihat karya sastra itu secara menyeluruh. Selanjutnya akan diuraikan bagaimana hubungan perwatakan tokoh utama dengan tokoh pendukung dalam novel Dhuha di Victoria karya Taufiqurrahman Al-Azizy. 4.1.1.1Hubungan Perwatakan Tokoh Linda dengan Tokoh Layla Tokoh Linda merupakan tokoh utama yang ada dalam novel Dhuha di Victoria. Dikatakan tokoh utama karena setiap rangkaian peristiwa yang ada dalam novel selalu berhubungan dengan tokoh Linda, baik yang dibicarakan ataupun yang terlibat langsung dalam cerita. Sedangkan tokoh Layla merupakan adik kandung dari Linda sendiri. Hal itu bisa dilihat dari kutipan berikut.. Dia Lahir dua tahun setelah Linda sang Kakak. (DDV 2010:2) Tali persaudaraan yang telah terjalin membuat mereka mengerti satu sama lain. Sehingga pada saat salah satu diantara mereka sedang merasakan kesedihan, maka yang satunya lagi berkewajiban untuk menghibur serta menenangkan. Suatu
hari masalah datang di keluarga kecil mereka. Kesulitan perekenomian membuat Layla diberhentikan dari sekolah karena tidak bisa membayar uang SPP. Sejak dua bulan yang lalu, salah satu kursi di ruang tamu itu sering didududki seorang gadis belia, berwajah ayu, bermata sendu. Rambutnya panjang sebahu, hitam bagai pekat malam, bola matanya bundar dan indah. Bila wajahnya dibalut kerudung biru, pesona kecantikannya memancar indah. Tetapi bila melihat ke kedalaman bola matanya, siapapun akan tahu tentang duka yang dibahasakan melalui pancaran matanya itu. Dukanya adalah duka seorang gadis, yang sudah dua bulan lebih tidak bisa masuk sekolah, karena tidak bisa membayar uang sekolah. (DDV 2010:2) Linda yang merupakan kakak kandung dari Layla tidak hanya diam. Walaupun ia tidak bisa membantu dalam hal membayar uang sekolah, namun setidaknya ia berupaya untuk menghibur serta menenangkan sang adik.
“Linda memeluk adiknya dengan sepenuh kasih, sepenuh sayang, sepenuh cinta. Padahal dia sendiri tak kuasa menahan air matanya. Air matanya meleleh, mengalir membasahi pipi. Dia cium rambut adiknya dengan cinta. Dia usap-usap punggung adiknya dengan kasih”. “Kita harus bersabar Layla. Karena Allah cinta terhadap orang-orang yang sabar”.(DDV 2010 : 36) Menelaah kutipan di atas, tokoh Linda merupakan kakak yang sangat perhatian terhadap adiknya. Ia berusaha menenangkan kegundahan hati dari sang adik, walaupun yang sebenarnya ia sendiri tak kuasa menahan kesedihan ketika meratapi nasib dari keluarga kecilnya. Tokoh Linda mengajarkan kesabaran kepada Layla meskipun masalah datang silih berganti. Namun terkadang dalam kehidupan terlalu banyak masalah yang datang menghampiri. Sehingga orangorang yang sabar selalu mendapatkan cobaan sebagai ujian. “Aku takut kak”. Takut keadaan ini terus saja berlanjut. Takut terjadi apa-apa terhadap Mas Sandika dengan Mbak Rohaya.
Dan aku takut masalah ini akan menyangkut hubunganmu dengan Mas Sandika. Ibu juga sangat cemas memikirkan hal ini. Sejujurnya harus aku katakan, kalau memang ada pilihan dan kak Linda hendak memilih, kata Ibu, lebih baik Mbak Linda melupakan Mas Sandika. Keadaan semakin rumit Kak.(DDV 2010:256) Masalah datang dan tak pernah berhenti. Belum selesai masalah satu, masalah yang lain seakan sedang mengantri untuk menghampiri. Layla adalah seorang adik yang sangat baik dari segala sisi. Layla anak yang jujur. Layla anak yang cerdas. Dan Layla adalah anak yang rajin beribadah. pikirannya cemerlang. Hatinya bersih. Jiwanya suci. Bila dia memintanya untuk menjauhi Sandika, tentu dia memiliki alasan yang kuat untuk itu. Sehingga hal tersebut memaksa Linda harus memikirkannya dengan saksama. Dan hal itu benar, tak lama kemudian Layla mengirimkan sebuah surat kepada kakaknya yang berada di Hongkong. “Dengan mataku sendiri, kulihat Mbak Rohaya duduk bermesra-mesraan dengan Mas Sandika. Di atas batu itu. Batu yang sering ka gunakan duduk dengan Mas Sandika. Kulihat Mbak Rohaya menyandarkan kepalanya di pundak Mas Sandika. Lalu, dengan tangan kirinya, Mas Sandika mengelus-elus pundak Mbak Rohaya. Begitukah sikap dua orang sahabat, kak? Tidak. Demi Allah, bukan! Sahabat dengan sahabatnya tidak akan bersikap seperti itu. Sepasang kekasih yang sama-sama menghargai kesucian cinta dan kehormatan diri di hadapan Tuhan, tak pula akan melakukan perbuat seperti itu. Aku mohon, demi aku dan demi Ibu kita, luakanlah mas Sandika. Aku tidak ingin melihat kakak disakiti olehnya lagi. Mas Sandika telah menghianatimu”. (DDV 2010 :276) Sebagian orang dikaruniai kemampuan untuk bisa membaca tanda-tanda yang diberikan alam. Tetapi Linda tidak memiliki kemampuan yang seperti itu. Beberapa waktu sebelum menerima surat dari Layla, beberapa kejadian telah menimpanya, tanpa dia sadari bahwa itu adalah tanda yang amat penting baginya. Dia tidak menyadari bahwa hari ini dia perlu berhati-hati, perlu menimbang segala
sesuatu dengan saksama, dan perlu semakin mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa. Dia hanya berpikir bahwa apa yang terjadi dan menimpanya hanyalah serangkaian proses yang tak memiliki arti dan pengaruh apa-apa. Waktu terus berputar. Andaikan hidup bisa ditarik kembali ke belakang, banyak orang tentu akan memilih suatu masa di mana kebahagiaan mengalahkan kesengsaraan, kesenangan
menghantam penderitaan.
Namun
waktu
tak
akan
pernah
mengizinkan siapapun untuk kembali ke masa lalu, entah masa suka, atapun duka. Kenangan akan suatu masa yang amat indah , penuh canda dan tawa, penuh gembira dan bahagia selamanya akan menjadi kenangan. Memang sungguh sulit bagi Linda ketika mendapat kabar dari adiknya Layla bahwa telah terjadi sebuah penghianatan yang dilakukan oleh kekasih dan karibnya. Sehingga hal tersebut menimbulkan rasa benci Linda yang amat sangat terhadap keduanya. pada kutipan di atas, terlihat dengan sangat jelas bagaimana hubungan perwatakan Linda dengan sang adik Layla. Hal itu tergambar pada saat Layla mengirimkan surat kepada Linda dan mengabarkan bahwa dirinya telah dikhianati oleh Sandika kekasihnya dan Rohaya yang dengan begitu cepat menimbulkan rasa benci Linda kepada kedua orang tersebut. Padahal kedua orang itu awalnya merupakan orang-orang yang sangat ia sayangi. Perlahan-lahan kebenaranun terungkap. Apa yang pernah Layla lihat mengenai hubungan kekasih kakaknya serta karibnya itu adalah hal yang tidak benar. “Aku yang salah. Aku telah memfitnah kak Rohaya dan Sandika. Aku mohon demi Ibu kita jauhilah Nadia”. “Kenapa aku harus menjauhinya, sedangkan aku merasakan kedamaian bisa berhubungan dengannya?” “itu tidak benar Kak..” “tidak ada yang tidak benar dalam rasa cinta dan sayang..”
“Kak, aku mohon, demi ibu kita, demi almarhum ayah kita. Kita perempuan, Kak. Kalau toh kak Linda memang sudah tidak mencintai mas Sandika, silahkan kak menjalin kasih dengan siapapun, asal dia laki-laki”. “telah ku hapus laki-laki dari hatiku!” “hanya gara-gara salah paham seperti ini, kak?” (DDV 2010:399) Alangkah
indah
bagi
ucapan
yang
baik,
walau
orang
yang
mengucapkannya tak menyadari akibat yang akan diterimanya. Pengaruh kata bisa dirasakan secara langsung, tetapi akibatnya bisa pula dirasakan jauh setelah katakata itu diucapkan. Sesal adalah kata yang tepat bagi pengaruh buruk dari ucapan yang pernah diucapkan. Kini Layla berselimut duka. Sedang hatinya telah basah oleh hujan kesedihan dan penyesalan, karena dirinyalah yang mengakibatkan Linda menjadi seperti ini. Kabar yang ia sampaikan kepada kakaknya melalui surat tidak terbukti kebenarannya, karena hal itu hanya merupakan kesalahpahaman. Namun tiada guna lagi meratapi penyesalan, yang seharusnya tidak terjadi kini telah terjadi. Linda berubah, dan hal itu merupakan kesalahan dari adik kandungnya sendiri.
4.1.1.2 Hubungan Perwatakan Tokoh Linda dengan Tokoh Bu Janatun Bu Janatun adalah tokoh yang berperan sebagai ibu dari tokoh Linda. Ia membesarkan Linda dan Layla sebatang kara, karena suaminya telah lama meninggal. Meskipun begitu, ia tetap mencurahkan kasih sayang serta perhatian terhadap Linda dan Layla. Ia juga berusaha sekuat tenaga mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri dan kedua anaknya tersebut. Walaupun terkadang pekerjaan yang dilakukannya tidak sesuai dengan apa yang menjadi seharusnya dilakukan oleh wanita paruh baya seperti dirinya.
Bu Janatun meletakkan ranting-ranting kering yang tadi dijinjingnya (DDV 2010:5) Sekiranya tidak ada orang yang ingin hidup dengan kesusahan. Namun, takdir telah berkehendak. Sang suami telah menghadap Yang Mahakuasa terlebih dahulu. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan untuk mencari nafkah demi sesuap nasi selain berusaha sendiri. Menghidupi serta mengurus dua orang anak gadis seorang diri merupakan hal yang tidak mudah. Apalagi mereka telah dewasa sehingga suit untuk diawasi. Salah satu diantara anak gadis tersebut kini telah menjalin hubungan asmara dengan seorang laki-laki yang berasal dari keluarga berkepunyaan, sehingga membuat Bu Janatun merasa bahwa laki-laki itu tidak cocok dengan anaknya, karena status sosial yang berbeda. “Seorang ibu tetaplah seorang ibu, walaupun pendapatnya keliru. Bilamana sang ibu tidak suka ia dekat dan menjalin hubungan dengan Linda, maka itu semata-mata karena Linda hanyalah seorang gadis yang lahir dari gubuk tua, yang telah sekian lama ditinggal mati ayahnya, dan kini hanya hidup dengan adiknya dan ibunya yang miskin dan janda”. (DDV 2010:7)
Dari kutipan diatas sangat jelas bahwa Bu Janatun memang perhatian terhadap Linda. Ia tidak mau jika Linda dibutakan oleh sesuatu yang dapat menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri. Bukan karena Bu Janatun ingin membatasi ruang pergaulan dari Linda, tetapi ia menyadari bahwa kenyataannya mereka bukanlah keluarga yang mampu dan berkepunyaan. Sehingga tidak pantas bergaul dengan keluarga dari kalangan atas. Namun hal itu ditanggapi Linda dengan negatif. “Cukup, cukup, Ibuu...,” Linda berteriak. Dari tempat duduknya, Linda menatap sang Ibu.
“Aku bukan anak kecil Lagi, Bu. Aku tahu diri. Aku masih bisa menjaga diri. Aku dan mas San memang bertemu tapi kami tidak melakukan apaapa. Bila Ibu menuduh aku dan dia berbuat hal yang dilarang agama, ooh Ibu keliru. Aku seorang gadis, seorang gadis yang memiliki perasaan cinta dan kasih”. (DDV 2010:25) Kutipan diatas merupakan gambaran perwatakan Linda yang keras kepala, ia dengan jelas membentak sang Ibu. Karena menurutnya apa yang dipikirkan sang ibu terhadap dirinya terlalu berlebihan padahal sang Ibu hanya terlalu mengkhawatirkan anaknya, bukan karena ingin melarang Linda untuk mencurahkan kasih sayang serta cinta terhadap seorang lelaki. Namun terdapat pula sisi positif dari perwatakan Linda yakni memiliki sifat tanggung jawab. Karena ia berusaha untuk mengurangi beban yang dipikul oleh sang Ibu. Hal itu bisa dilihat sebagai berikut. “Bu, tolonglah. Ini untuk kebaikan kita. Demi Layla. Demi hidup kita. Bila aku keluar negeri, manfaatnya banyak. Aku dapat menyekolahkan Layla. Aku dapat meringankan beban ibu. Ibu dan Layla pun akan menjadi ringan dalam menjalani hidup.” (DDV 2010 : 63) Kutipan tersebut merupakan gambaran perwatakan tokoh Linda yang berusaha ikut bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dari ibu serta adiknya layla. Linda berupaya mencari pekerjaan sampai ke luar Negeri hanya untuk berusaha memperbaiki kehidupan keluarga kecil mereka. Sehingga ibu serta adiknya bisa merasakan kebahagiaan. Meskipun dibayangi kebahagiaan namun hal tersebut tidak serta merta membuat Bu Janatun merelakan Linda pergi. Hal tersebut bisa terlihat jelas dari kutipan berikut. “Bu Janatun meraih tubuh putrinya itu, lalu mendekapnya erat. Kembali air matanya meleleh. Tak ayal, Lindapun menangis dalam pelukan sang Ibu”. (DDV 2010:94)
Hati Ibu mana yang rela melepas anaknya pergi merantau jauh menghilang dari pandangannya. Hal itu merupakan gambaran dari perasaan Bu Janatun ketika detik-detik melepas kepergian Linda untuk bekerja menjadi seorang TKW. Lindapun sebaliknya, ia sedih pergi meninggalkan sang Ibu yang melahirkan serta membesarkannya. Sehingga air matapun bercucuran di pipi Linda.
4.1.1.3 Hubungan Perwatakan Tokoh Linda dengan Sandika Sandika merupakan kekasih dari tokoh Linda. Mereka telah menjalin hubungan asmara, kuncup-kuncup cintapun bermekaran di hati keduanya. Sehingga tidak satu alasanpun untuk tidak memikirkan satu sama lain. Waktu dhuha di pagi ini, kesempatan untuk dekat dengan pujaan hatibpun tiba. Dia bangun sebelum subuh, seakan-akan ingin mempercepat putaran jarum jam, agar segera bisa bertemu Linda. Ketika melaksanakan shlat subuh di masjid itu, pikirannya hanya berpaut kepada Linda. Disaat ia melantunkan zikir, ia terjebak pada keadaan untuk mengingat Allah dan wajah sang kekasih. Di puncak doa yang diapanjatkan, ia sudah tidak bisa membedakan lagi asma Tuhan dan nama kekasih! Keduanya menyatu. Dan bibirnya melantunkan zikir tentang Linda. (DDV 2010:8) Dimabuk cinta, itulah yang dirasakan Sandika kepada kekasihnya Linda. Sehingga sebanyak detakan nadi yang berdenyut, sebanyak itupula nama Linda hadir dalam pikirannya. “Rasa malu, cemas, takut, dan suka berkecamuk menjadi satu, membuat tubuh San bergetar hebat, manakala dia berusaha untuk bisa duduk disamping Linda. O, inilah wujud dari cinta. Suatu perasaan suci dan mulia yang telah ditanamkan oleh Sang Maha Kuasa disetiap dada anakanak manusia. Cinta yang tulus dan suci menggetarkan jiwa dan membuat tubuh bergetar pula dan menggigil menahan gejolaknya. Demikian inilah yang dirasakan Sandika”. (DDV 2010:12)
Kutipan di atas
merupakan gambaran perasaan Sandika ketika
membayangkan kekasihnya Linda berada tepat di sampingnya. Bunga-bunga cinta seakan timbul dengan sendirinya, bagai mawar yang baru merekah membuat orang jatuh cinta ketika mencium bau wanginya. Namun perasaan bahagia yang dimiliki Sandika berbeda dengan yang dirasakan Linda. “Mas tahu orang tua Mas terutama Ibu, tidak setuju dengan hubungan kita. Mas juga mengerti keadaan saya, keadaan ibu dan adik saya. Tidak ada orang yang lebih miskin daripada seorang janda tua dan miskin dengan dua anak perempuan seperti Ibu saya....”.(DDV 2010:13) Kepercayaan diri dari Linda berkurang manakala ia menyadari bahwa dirinya dan Sandika merupakan dua sisi yang berbeda. Mereka dibatasi oleh ruang yang dinamakan miskin dan kaya. Walaupun pada dasarnya perbedaan bukanlah suatu pokok permasalahan yang akan ditanggapi secara serius, namun bagi Linda hal tersebut layak untuk dipikirkan serta dipertimbangkan. Apalagi hubungan yang mereka jalani itu ditentang keras oleh Ibu dari Sandika. Kembali lagi kepada kekuatan cinta. Maka hal yang sebelumnya menjadi masalah besar kini berubah menjadi suatu tantangan yang harus dihadapi bukan untuk dihindari. Perasaan cinta dan sayang yang begitu besar tersebut perlahan membangkitkan lagi rasa kepercayaan diri yang dulunya menghilang pada diri Linda. “jika Mas percaya pada cinta dan kesetiaan, andaikan Mas memang benar-benar mencintai saya, saya akan selalu menjaga cinta Mas di hati saya, walaupun kita berjauhan”. (DDV 2010:17) “Aku cinta kamu, aku sayang kamu, aku rindu kamu, mudah-mudahan mas juga demikian” (DDV 2010 :168) Ketika kesetiaan dipertanyakan maka harus ada jawabnya. Itulah yang dilakukan oleh Linda kepada kekasihnya Sandika. Pada saat jarak menjadi sebuah
penghalang, apakah kesetiaan dan cinta itu masih tetap utuh tanpa ada yang hilang?. Dan benar rasa cinta yang ada pada kedua insan pencinta tersebut tetap melekat pada hati masing-masing. Karena bila hati telah berpaut, maka jarak pun larut dan batas tiada lagi dirasakan.
4.1.1.4 Hubungan Perwatakan Tokoh Linda dengan Rohaya Rohaya adalah sahabat dari Linda. Telah sekian lama mereka menjalin persabatan, mengerti satu sama lain merupakan hal yang mereka pegang sampai saat ini, sehingga persahabatan yang terjalin tidak akan terputus. Tidak ada yang namanya rahasia dalam diri masing-masing, hal sekecil apapun itu tetap diceritakan sehingga ada saling keterbukaan antar mereka. “Linda mulai berkata-kata, “ternyata Mas San memang tulus mencintaiku. Aku bisa merasakannya. Aku bisa meyakininya. Memang ibuku tidak setuju, apalagi ibu bapaknya. Tetapi kami saling mencintai, saling mengasihi. Mas San berjanji padaku bahwa dia akan mendengar suara hatinya yang berisi cinta kepadaku, dan akan terus mengetuk pintu hati kedua orang tuanya agar menerima kehadiranku.” Linda melanjutkan, “bila kau tanya apakah aku bahagia, kujawab bahwa aku memang bahagia. Sahabatku, kau tentu tahu aku belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Mas Sandika adalah cinta pertamaku. Dan aku bermohon kepada Tuhan, mudah-mudahan Tuhan menjaga cintaku, cintanya, dan menjaga kesucian cinta kami berdua.” (DDV 2010 : 43) Linda menceritakan bagaimana perjalanan cintanya dengan Sandika, baik manis atau pahitnya hubungan yang mereka jalani tersebut. tidak ada yang disembunyikan semua diceritakannya kepada Rohaya karena bagi Linda, Rohaya adalah tempat ia berkeluh kesah mengenai semua yang kejadian yang menghampirinya ataupun segala sesuatu yang ia jalani. Linda telah menganggap Rohaya
sebagai
saudara kandung,
keterbukaan Linda
terhadap
semua
permasalahnnya secara tidak langsung mengajarkan Rohaya untuk tetap saling mengerti dan memahami sesama sahabat. Namun setelah berselang waktu kemudian, rasa sayang serta pengertian terhadap sahabat berubah menjadi benci. Manakala kabar penghianatan muncul ketika Linda bekerja menjadi seorang TKW di Hongkong. Sehingga memaksa Linda untuk meninggalkan sang kekasih jauh dari pandangan. “Penghianat!!” serunya. “Penjahat kalian...!!” Tentang Rohaya, Linda berteriak, “kupercaya engkau sepenuh hatiku. Tetapi, beginikah balasasmu kepada karibmu? Wajah cantikmu ternyata menyembunyikan kebusukan hatimu. Dengan bibirmu, kau ikhlaskan aku dan Sandika menjalin kasih. O, manis ucap bibirmu ternyata mentyembunyikan bisa racun dan kau tuangkan dalam gelas untuk kau minumkan pada sahabatmu sendiri!!”. “Wahai Rohaya. Tuhan pasti akan membalas kemunafikanmu. Tuhan adil, dan dia melihat perbuatan terkutukmu”. (DDV 2010:291) Hatinya terluka dan jiwanya terpukul, itulah gambaran perasaan Linda saat ini. Bagaimana tidak, karibnya sendiri tega melakukan penghianatan seperti itu. Apa yang dirasakannya sekarang persis seperti perkataan sebagian orang yang mengatakan bahwa “sahabat sejati bisa menjadi musuh sejati”. Hal tersebut membuat emosinya memuncak, kata-kata yang seharusnya tidak diucapkan maka terucap sudah dari bibir Linda. Kabar adanya penghianatan membuat rasa sayang menjadi rasa benci yang sangat besar. Roda kehidupan selalu berputar, manakala orang yang jahat menjadi baik, yang baik menjadi jahat, dan tidak menutup kemungkinan seseorang yang dulu menjadi karib kini menjadi musuh.
4.1.1.5 Hubungan Perwatakan Tokoh Linda dengan Ibu Sandika Ibu Sandika merupakan sosok ibu yang selalu memaksakan kehendak, ia juga adalah orang yang sangat menentang hubungan Linda dengan Sandika. Menurutnya Linda bukanlah gadis yang pantas untuk Sandika, karena Linda hanya merupakan anak dari janda tua dan miskin, sedangkan mereka merupakan keluarga yang mampu. Hal itu bisa dilihat dari kutipan berikut. “Banyak gadis di dukuh ini yang menyukaimu,” kata ibunya lagi, “tetapi hanya Linda yang tidak pantas mendekatimu. Lebih baik, kau nanti mengawini Rohaya daripada Linda”.(DDV 2010 :8) “Aku cemas terhadap anak kita, pak. Sepertinya dia tidak mau mendengar nasehat-nasehatku. Sepertinya dia tetap terus mendekati Linda”.(DDV 2010:28) Sering memaksakan kehendak merupakan sifat yang paling dominan di diri Ibu Sandika. Tak pernah memikirkan apakah yang ia kehendaki disetujui oleh anaknya atau tidak. Linda merupakan salah seorang yang menjadi musuh sejatinya, karena ia tak pernah suka kepada Linda dengan alasan Linda bukanlah level dari keluarganya. “Tanpa sepengetahuan mereka, dari balik kaca jendela, ibu Sandika memperhatikan mereka. Wajahnya ceria, sebab Linda benar-benar pergi dari dukuh ini. Hatinya bergumam, “Akan lebih baik jika dia tidak pernah pulang!” DDV 2010: 96) Begitulah kebencian, kebencian yang disertai kemarahan. Bila rasa benci dan marah bersatu maka akal sehatpun akan hancur berkeping-keping. Akal sehat Ibu Sandika telah hancur karena kebencian kepada gadis miskin yang bernama Linda. Meskipun dibenci, Linda tak pernah membalasnya dengan kebencian pula,
ia masih merasakan bahwa yang salah adalah dirinya, ia merasa berdosa telah melanggar aturan dari orang tua masing-masing. “Linda mengangkat kepalanya, lalu dengan sepenuh pelan, ia menoleh ke arah sang kekasih. Ucapnya, “Mas..., Mas tentu paham keadaan saya..” “Apakah kita telah berdosa pada orang tua kita masing-masing, Mas?” Linda bertanya. (DDV2010:13) Kutipan di atas merupakan gambaran perasaan rasa bersalah dari Linda kepada orang tua. Baik orang tua dari pihaknya, maupun orang tua dari pihak kekasihnya Sandika. Memang benar ia mencintai anak dari Ibu yang sangat membencinya, namun ia juga menyadari bahwa restu dari orang tua merupakan hal yang sudah seharusnya menjadi pegangan yang kuat untuk menjalin suatu hubungan. Sikap dari Linda merupakan contoh kepekaan seorang gadis terhadap sesuatu hal yang tidak sepantasnya menjadi hambatan terhadap sesuatu yang ia jalani.
4.1.1.6 Hubungan Perwatakan Tokoh Linda dengan Tokoh Abdul Wahab Abdul wahab adalah ayah dari kekasih Linda. Ia merupakan ayah yang bijak dalam berpikir dan bertindak. Ia selalu menanggapi masalah dengan kepala dingin tanpa diambil dengan emosi, ia juga tidak pernah memaksakan kehendak kepada anaknya menyangkut hubungan asmara, seperti yang terlihat dari kutipan berikut. “Tenang sajalah, Bu?” ucap Abdul Wahab, ayah Sandika itu, “Biasalah, itu urusan anak muda...” “Bapak kok bisa-bisanya bilang begitu? ini persoalan penting. Persoalan anak kita, masa depan anak kita. Enteng sekali kau bicara!” “Mau gimana lagi, kenyataannya Sandika mencintai Linda...?” :DDV 2010:28)
“Begini Bu. Biarkan dia dengan cintanya. Dan biarlah dia mencintai Linda. Tak apa-apa. Tak masalah. Dia hanya sedang terbuai dengan perasaannya, dia hanya sedang bermimpi tentang keindahan cinta. Itu sangat manusiawi. Itu pasti akan dialami setiap anak muda, entah mereka menolaknya atau tidak. Perasaan cinta itu adalah perasaan yang tidak bisa dibohongi, tidak bisa dihilangkan, juga tidak bisa ditolak, walau bagaimanapun caranya.” Pak Abdul Wahab melanjutkan, “Akan datang waktunya seseorang terbangun dari mimpinya, terjaga, dan sadar bahwa keindahan itu hanya di alam khayalnya. Ketika dia terjaga, dia akan tahu bahwa dibutuhkan lebih dari sekedar cinta untuk menatap masa depan yang disebut rumah tangga. (DDV 2010 : 29) Berbanding balik dengan sikap istrinya, pak abdul wahab ini tidak pernah memaksakan sesuatu hal menyangkut hati dan perasaan siapapun, termasuk mengenai hubungan asmara Sandika dan Linda. Ia menyerahkan sepenuhnya urusan hati kepada yang bersangkutan tanpa mencampurinya. Ia berpegang teguh pada kalimat “segala sesuatu yang dijalani baik buruknya akan disadari orangorang yang menjalaninya sendiri”. Dari kebebasan yang diberikan pak Abdul Wahab tersebut secara tidak langsung memberikan nilai positif terhadap hubungan yang dijalani Linda dan Sandika. Sehingga Linda bisa bernafas lega karena masih ada yang tidak membencinya seperti ibu dari sang kekasih.
4.1.1.7 Hubungan Perwatakan Tokoh Linda dengan Tokoh Tohar Tohar adalah pemuda yang kaya raya. Ia juga terkenal dengan sikapnya yang seperti preman jalanan. Namun seiring waktu berjalan Tohar berubah menjadi seseorang yang lembut dan bijaksana. Hal itu bisa dilihat dari kata-kata yang ia ucapkan.
“Aku memang brandalan. Mereka menganggapku preman. Tapi aku masih bisa membedakan mana hal yang menurutku baik dan mana yang tidak. Sekiranya warga hanya menuduh apalagi memfitnah, tentu akan ku lakukan segala daya dan upaya untuk meluruskan kabar yang tidak benar ini. Tetapi sekiranya itu benar, demi Allah-langit dan bumi dan isinya menjadi saksi, dan aku siap disambar petir sekarang juga bila aku bohong-aku memang tidak tahu harus berbuat apa. Itu jalan yang tidak baik. Tetapi Linda mungkin tidak bersalah. Dia menjadi seperti itu pasti ada penyebabnya”. (DDV 2010:419) Itulah kata-kata seorang preman, yang dianggap pecundang dan jarang beribadah. caranya berpikir tidak menggambarkan sifatnya yang dahulu, ia telah berubah, ia bukan lagi seperti Tohar yang biasa. Kini ia tidak hanya memikirkan kehidupannya sendiri, Linda adalah salah satu orang yang menjadi pusat perhatiannya. Keprihatinannya kepada Linda membuat satu nilai positif terhadap perubahan yang terjadi dalam dirinya. “jika aku perempuan, aku akan kesana. Akan ku ganti Linda dengan diriku dan bekerja pada majikannya. Akan ku jauhkan dia dari Nadia”. (DDV 2010:420) “Demi kebaikan Linda, demi tidak terjadi fitnah dan pergunjingan lagi, kalau perlu engkau tidak perlu bekerja di sana. Kalau perlu kita berangkat ke sana. Kita selamatkan Linda. Kita jauhkan dia dari keburukan”. (DDV 2010:420) Kutipan di atas menggambarkan keprihatinan Tohar kepada Linda, yang membuatnya mengambil keputusan untuk menyuruh Layla berangkat ke Hongkong sehingga dapat bertemu dengan Linda secara langsung dan mengajaknya kembali ke pedukuhan yang indah nan asri serta menuntunnya ke jalan yang benar. Jalan yang diridhoi Allah swt. Karena seperti yang telah menjadi buah bibir warga bahwa Linda di Hongkong telah menjadi seorang lesbi. Maka Tohar berniat untuk membantu keluarga dari Bu Janatun itu.
4.1.1.8 Hubungan Perwatakan Tokoh Linda dengan Tokoh Sity Sity adalah Buruh Migran Indonesia(BMI) yang bekerja dihongkong bersama dengan Linda. Sity merupakan wanita yang taat dengan agama. Ia berusaha mengajak teman-teman sesama TKW untuk selalu ingat dengan ajaran Sang pencipta. “sahabatku yang dikasihi Allah. Kita di sini, di Hongkong ini, untuk bekerja. Jauh-jauh tinggalkan kampung kita demi mendapatkan rezeki allah. Allah tidak hanya di kampung kita. Di sini Dia juga berada. Dia selalu melihat kita. Selalu mengawasi kita. Jangan sampai kita menjadi manusia yang terkutuk dan terlaknat karena kita menjadi seperti mereka. Jangan sampai terjadi”. Suasana hening di tempat itu. Linda mendengarkan pengajaran sity dengan saksama.(DDV 2010:219220) Keinginan sity untuk membantu teman-teman sesama BMI agar tidak terjerumus ke dalam lubang kehancuran merupakan salah satu usaha yang patut diapresiasi. Menuntun orang-orang ke jalan yang benar adalah salah satu usaha besar yang dijalaninya. Termasuk menuntun Linda agar tidak tergabung dalam kelompok pencinta sesama jenis atau yang biasa dikenal dengan sebutan lesbi. Linda merupakan gadis yang baru saja menjadi seorang TKW di Hongkong. Maka ia belum terlalu paham tentang keadaan di tempat ia mencari nafkah untuk Ibu dan Adiknya di kampung. Sehingga usaha sity untuk merangkul Linda bergabung dalam kelompok anti lesbi sangatlah besar. Namun usaha sity seakan sia-sia karena Linda menganggap bahwa apa yang diucapkan sity terlalu berlebihan. “kembali perhatian Linda tertuju pada taklim sity. Tetapi Linda justru merasa bahwa isi taklim tersebut sangat membosankan. Betapa tidak, sedari tadi yang dibicarakan hanyalah tentang Nadia dan temantemannya, seakan-akan tidak ada yang lebih menarik ketimbang membicarakan mereka”. (DDV 2010:221)
“kadang aku merasa Sity benar, tetapi kadang aku melihat apa yang dikatakan sity keliru”. (DDV 2010:250) Terkadang apa yang dibicarakan sity memang berlebihan. Di satu sisi ia ingin menuntun para teman-teman sesama BMI untuk menuju jalan yang lurus, akan tetapi disatu sisi juga sity merupakan sosok yang selalu membicarakan keburukan seseorang. itulah yang dipikirkan Linda, sehingga ia merasa bosan dengan apa yang menjadi isi taklim dari sity. Dan secara tidak langsung ia membuka hati untuk bergabung dengan kelompok lesbi yang sudah lama dijalani oleh teman-teman lainnya.
4.1.1.9 Hubungan Perwatakan Tokoh Linda dengan Tokoh Nadia Nadia adalah seorang BMI yang paling disegani teman-teman sesama buruh. Nadia juga termasuk BMI yang sangat rajin membaca, setiap ada waktu libur
digunakannya
untuk
mencari
beberapa
buku
di
toko
sehingga
pengetahuannya menjadi luas. Nadia juga adalah seorang wanita yang mencintai sesama jenis atau biasa disebut dengan lesbi. Dan kali ini Linda menjadi mangsanya. Ia berusaha mendekati Linda yang dianggap santapan lezat untuk para kaum lesbi. Bagaimana tidak, Linda adalah gadis dukuh yang masih sangat polos sehingga sangat mudah dipengaruhi. “Linda orang baru di sini. Aku tidak boleh membiarkan orang baru memiliki persepsi yang buruk tentang kami karena mendengar perkataanperkataan orang yang membenci kami!”. Aku harus bersikap Harus bertindak Tetapiii... Apa yang harus aku lakukan?” Bagaimana aku bisa menjelaskan pada Linda bahwa apa yang dilihatnya tidak mewakili keadaan sesungguhnya? Bagaimana supaya dia mengerti
bahwa kami bukanlah manusia najis seperti babi yang pantas untuk dijauhi?”. (DDV 2010:209-210) Nadia khawatir terhadap kedekatan Linda dan sity. Bukan tidak mungkin sity akan mempengaruhi Linda dan menarik Linda untuk bergabung dengan kelompoknya, yakni kelompok yang sangat membenci pecinta sesama jenis. Namun hal itu tidak susah bagi Nadia. Ia tetap mencoba berusaha melakukan sesuatu agar bisa dekat dengan Linda. Dan hal itu tidak sulit bagi Nadia, karena perlahan-lahan Linda mulai merasakan suatu kekaguman yang amat sangat kepada Nadia, sehingga pertemanan itu berlangsung. “Kalian mencintai sesama jenis, rasanya aku tak terima hal yang seperti itu. Tetapi kalian juga shalat. Kalian mengaji. Dan engkau Nadia, aku kagum kepadamu. Wawasan agamamu luas. Engkau berusaha mendengar apa yang harus didengar. Engkau menangis, dan aku yakin, itu karena engkau...ah, aku tidak tahu hati. Sungguh, aku tidak tahu apa yang ada di hatimu”. (DDV 2010:250) “Aku sesungguhnya seorang janda....” Linda kaget. “Ya, aku seorang janda. Aku pernah memiliki anak. Anakku belum genap satu tahun usianya kala itu. Manta suamiku seorang pemabuk, pemalas, dan pengangguran. Kubekerja banting tulang demi keluarga, demi anakku juga. Tapi, setiap kali kudapat uang, suamiku meminta dan digunakan untuk mabuk. Kalau aku menolak, aku dikasari. Saat itu, aku sudah tidak ada uang lagi. Bayiku menangis menjerit-jerit. Suamiku pulang dalam keadaan mabuk. Dia meminta uang, aku tak ada. Bayiku direbut, lalu dibanting begitu rupa, hingga ajal menjemputnya...” Nadia memejamkan mata Nadia melanjutkan, “aku pun meminta cerai. Dan aku diceraikannya. Lalu, datanglah laki-laki dalam hidupku silih berganti. Tapi apa yang mereka mau? Mereka hanya mempermainkan aku. Sejak saat itu, kebencianku terhadap laki-laki begitu besar”. (DDV 2010 :251-252)
Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa tokoh nadia pada awalnya merupakan sosok wanita seutuhnya, karena ia mempunyai keluarga yakni mempunyai suami dan anak. akan tetapi suaminya tidak memperlakukan dia
layaknya seorang istri melainkan seorang pembantu yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari beberapa kejadian yang dialaminya itu, membuat Nadia membenci laki-laki. Karena laki-laki dianggapnya sebagai mahluk yang hanya bisa mempermainkan hati wanita. Dan kemudian Nadia berubah menjadi penyuka sesama jenis. Curahan hati dari Nadia tersebut membuat Linda tersentuh dan menyayangkan terhadap apa yang menimpa Nadia. Dan dari situlah Linda merasa bahwa tidak buruk berteman dengan kelompok lesbi di Hongkong seperti yang sering dikatakan oleh sity.
4.1.1.10 Hubungan
Perwatakan
Tokoh
Utama
dengan
Tokoh
Sekar,
Nirmala,Melinda dan Norma Sekar, Nirmala, dan Norma merupakan para BMI di Hongkong yang telah menjadi korban dari kebiadaban kaum pria. Mereka semua telah dikhianati ataupun dianiaya, baik oleh para pria yang berstatus pacar ataupun suami. Semua kenangan pahit itu membuat mereka sangat membenci makhluk yang bernama pria. Kebencian yang amat sangat itu membuat mereka kapok berhubungan dengan para pria sehingga mereka menjadi penyuka sesama jenis, anggapan bahwa semua pria itu jahat seakan menjadi titik tombak untuk tidak berhubungan dengan semua pria lagi. Kehidupan di Hongkong yang begitu keras membuat para kaum lesbi mencari suatu kesenangan untuk menjadi bahan hiburan. Dan hal itu kini tertuju pada Linda. Linda yang baru saja menjadi seorang BMI seakan menjadi angin segar bagi para kaum lesbi, bagaimana tidak, Linda berasal dari sebuah dukuh
yang masih jauh dari keglamoran era modern. Sehingga masih terlihat jelas kepolosan serta keluguannya. “Melinda membuka Hp-nya, dan sejurus kemudian dia menghubungi seseorang”. “Halo, Nadia...!!” seru Melinda “Iya, ada apa?” terdengar suara Nadia “ada barang baru nih. Kamu pasti akan tertarik!” “barang baru apa?” “namanya Linda. Belum genap satu blan dia berada di sini”. “Linda..tinggal di mana?” “fairview Mansion, 51 Peterson Street. Dia sangat cantik, kamu pasti tertarik. Aku dan Nirmala aja suka melihatnya. Yang lebih penting lagi, dia masih lugu. Masih polos. Culun. Hahaha...”( DDV 2010:173) Gadis kedukuh-dukuan, dialah Linda. Gadis yang berusaha bekerja sekuat tenaga untuk mencari nafkah demi segudang kebahagiaan keluarga kecilnya di pedukuhan. Namun tanpa ia sadari bahwa dirinya kini menjadi mangsa dari para kaum lesbi. Keluguannya seakan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Karena dengan sifat lugunya tersebut para kaum lesbi akan lebih mudah merayu dan mendekatinya. Dan pada akhirnya pengaruh mempengaruhi terjadi. Waktu terus berjalan, tibalah saatnya pengaruh mempengaruhi terjadi pada kelompok lesbi dan Linda. Mereka seakan memanfaatkan kesedihan Linda agar bisa mengikuti jejak yang mereka pilih yakni mencintai sesama jenis. Lalu Nirmala meminta Linda untuk menceritakan kesedihan yang tengah dialaminya. “Ceritakan kepada kami. Kami mendengarmu. Kami sahabatsahabatmu. Kesedihanmu adalah kesedihan kami. Jangan kau tanggung sendiri kesedihan itu”. “Pacarku menghianatiku!!” tiba-tiba Linda berteriak. Berteriak keras sekali, sehingga teriakannya didengar Norma dan kawan-kawannya. “Dia menghianatiku. Dia berkasih-kasihan dengan sahabat karibku sendiri. Aku benci. Aku benciiiiiiiiiiiiiiiii.....!!!”. Apa aku bilang? Ucap Norma. “kalian telah mendengar sendiri apa kata Linda. Makanya gak usah munafik dech! Banyak diantara kalianpun dikhianati laki-laki. Kami juga mengalami hal yang sama dengan kalian. Kita tahu bahwa kita sama-sama membenci penghianat”.
Laki-laki memang diciptakan sebagai bajingan. Sudah sewajarnya kita menentang laki-laki dan mencintai sesama jenis kita sendiri”. (DDV 2010:309)
Hati Linda kini sedang rapuh. Perasaan bagai kertas yang dicabik-cabik. Bila sebelumnya hati dan perasaan Linda sangat suci kepada sang kekasih kini telah berubah menjadi benci. Karena pedih telah mengiris perasaan itu. Ada kecewa, ada marah. Dan ada putus asa. Pada saat itulah ada iblis yang tengah menunggu dengan sayap-sayap keburukan dan kejahatan akan membentang luas. Sehingga dengan cepat jurang kehancuran akan menuntun. “Lupakan Sandika,” ucap Nirmala. “dia tidak layak untuk menerima cintamu yang tulus itu. Lupakan dia..” “iya Linda,” ucap yang lain. “mulai saat ini lupakan Sandika”. “lupakan laki-laki.” Tambah yang lain. “tidak di sini, tidak di Indonesia semua laki-laki brengsek!” “laki-laki hanya ingin menyakiti kita. Hanya ingin mempermainkan perasaan kita”. (DDV 2010:312) Keteguhan hati kini telah diuji, manakala Linda telah diperhadapkan dengan orang-orang yang akan menuntunnya ke jurang kehancuran. Saling mempengaruhi untuk melakukan hal yang buruk bukanlah sesuatu yang diridhoi oleh Yang Maha Kuasa, namun hati siapa yang masih memikirkan itu ketika kegudahan telah menyelimuti hati yang suci. Bukan tidak mungkin hal seperti itu terjadi kepada Linda. Terpengaruh oleh ucapan-ucapan dari para kelompok lesbi tersebut dan akhirnya akan turut bergabung dengan mereka.
4.1.1.11 Hubungan Perwatakan Tokoh Linda dengan Tokoh Maria Maria adalah wanita yang bersifat baik, dan dia juga termasuk wanita yang sangat perhatian. Hal ini tergambar dari kutipan berikut.
“Linda...!!!” kini Maria tidak bisa tinggal diam. “Bukannya menyadari kesalahanmu, tetapi kenapa kau sakiti adikmu dengan kata-katamu seperti ini?” “O, jadi begini?” Maria berkata. “jadi seperti ini sikap dan penampian seorang gadis dukuh yang lahir di Karang Jati? Jauh-jauh adikmu datang ke sini demi Ibumu, demi dirimu. Tidak hanya dia yang tidak bisa menerima keadaanmu, tetapi aku juga tidak bisa menerima, sejahatjahatnya hati seorang anak perempuan, dia tidak akan melukai hati dan perasaan ibu dan adiknya dengan cara menjadi lesbi”. (DDV 2010: 462) Dari kutipan di atas sangat jelas terlihat bahwa Maria adalah wanita yang sangat perhatian. Ia tidak menerima Linda yang berkata kasar kepada adiknya Layla walaupun dia sendiri tak ada hubungan darah dengan Linda ataupun Layla. Linda memang tidak seperti sebelumnya. Kini ia menjadi seorang yang kasar serta tidak perduli terhadap orang lain termasuk adiknya. Dan hal yang paling tidak bisa diterima semua orang termasuk Maria adalah perubahannya yang kini menjadi seorang lesbi. 4.1.2 Perubahan Perwatakan Tokoh Utama dilihat Dari Unsur Plot Novel Dhuha di Victoria merupakan salah satu novel yang memuat cerita tentang tokoh utama yang mengalami perubahan perwatakan. Hal itu diakibatkan oleh adanya pengaruh dari tokoh pendukung. Dalam sub bab ini akan dideskripsikan perubahan perwatakan dari tokoh utama tersebut. untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut. Perubahan yang terjadi Kutipan 1 “Kepada siapa Layla hendak bertanya, ketika ketakutan menyergapnya disertai dengan kebimbangan? Tak mungkin dia akan bercerita kepada ibunya, bahwa dia telah ditelepon perempuan yang bernama Nadia yang mengaku bahwa dia dan kakaknya telah menjalin hubungan kekasih”.(DDV 2010 : 377)
Tubuh Layla bergetar.Tangannya yang gemetaran mengambil Hp di saku bajunya. Wajahnya tegang dan pucat. Dia segera menghubungi kakaknya. Suara loudspeaker diaktifkan. Panggilannya masuk. Sesaat kemudian, terdengar suara Lindadi ujung sana. “Kak Linda.....” sapa Layla setengah putus asa “Apa kabarmu Dik” Linda bertanya. “Kak, jawablah..siapa Nadia?” “Kok tiba-tiba nanya gitu. Nggak tanya kabar, nggak tanya apa.,nggak ngasih kabar keadaanmu dan ibu...” “jawablah! Nggak perlu nanya-nanya. Siapa Nadia?” “Emangnya ada apa dengannya?” “Kakak sama dia saling mencintai kan? Saling suka kan?” Linda terdiam Membuat Layla berteriak, “Jawablah. Aku benar kan?” “kalau iya, kenapa?” “Inna Lillah wa inna ilayhi raji’un. Kakak sadar siapa kakak ini?” “Nadia baik, Nadia perhatian, Nadia selalu membantuku di sini. Uang yang kukirim ke kamu, sebagiannya juga dari Nadia. Dia mencintaiku. Akupun mencintainya. Apa salahku?” (DDV 2010 :391-392) Kutipan 2 “Wajah inilah yang tampak diperlihatkan oleh Linda sekarang. Ialah Linda yang jauh berubah. Sungguh jauh berubah. Wajahnya semakin cantik dan bersinar, tetapi sekaligus kehilangan wajahnya yang lugu, yang polos, dan yang kedukuh-dukuhan. Kini rambutnya disemir warna merah, terang menyala, seakan-akan hanya dengan rambutnya sajalah taman Victoria bisa dibakar dan dibumihanguskan. (DDV 2010 :427) Kutipan 3 “Linda memang benar-benar sudah berubah dan dia menikmati setiap detail perubahannya. “Rambutnya yang disemir, penampilannya yang sangat seksi, dan kulitnya yang bersih, senyumnya yang menawan, dan sikapnya yang periang, membuat orang yang melihatnya merasa kagum. Semua perubahan yang dialaminya ini terjadi berkat Nadia”. (DDV 2010 : 429) Kutipan 4 “Kak Linda...!!” ingin rasa hati memeluk sang kakak, melepas kerinduan yang begitu membuncah di dalam dada. Tetapi justru Layla tak kuasa menyangga tubuhnya. Dilihatnya, rambut Linda yang dulu panjang sekarang pendek, yang dulu hitam lebat sekarang disemir merah membara, yang dulu wajahnya cantik alami sekarang berpoles make up dan lipstik begitu rupa, yang dulu pakaiannya longgar ini begitu ketat dan menampakkan lekak-lekuk tubuhnya.
Linda tak bisa bersuara Layla menangis Maria berdiri mematung dan termangu-mangu. Tiba-tiba Layla ambruk. Layla jatuh pingsan. Maria kebingungan Linda justru berlari, kembali ke flatnya.(DDV 2010 :460) Kutipan 5 “Ah, Sudahlah!” tiba-tiba Linda berteriak. Iblis tengah mencengkram kuat lehernya jiwanya. “ yang sudah ya sudahlah, nggak usah di ungkit-ungkit lagi. Lagi pula, ngapain juga kamu kesini? Kamu juga jadi babu? Tak cukup uang yang ku kirim? Tak cukup pemberianku?”. (DDV 2010 : 462) Kutipan 6 Kesadarannya pun muncul. Tali-tali iblis perlahan terlepas dari hatinya. “Dia datang kemari untuk menemuiku, untuk mengingatkanku. Dia datang demi aku. Lalu ku caci maki dia. Ku usir dia dari hadapanku...” Linda menjerit, seraya bertanya, Siapakah aku? Wahai Dzat yang telah ku tinggalkan-jawablah. Siapakah aku? Siapakah orang yang hatinya busuk sepertiku? Dimanakah diriku? Kemanakah nuraniku?” (DDV 2010 :478479) “Dosaku begitu besar. Kesalahanku begitu dalam. Aku tidak tahu lagi bagaimana harus menggambarkan penyesalanku. Hanya kisah di atas itulah yang bisa aku tulis seakan-akan aku adalah gembala bodoh dan amat dungu, yang tidak mengerti keindahan bahasa cinta dan kerinduan yang mengalir deras di hati untuk kembali kepadanya”. “Aku ingin kembali, Layla. Aku ingin ampunan Allah Aku ingin menjadi hamba-Nya dan di akui-Nya sebagai Hamba-Nya. (DDV 2010 :519) Perubahan perwatakan yang terjadi dalam diri tokoh utama merupakan akibat dari kesalahpahaman Layla yakni adik dari Linda mengenai adanya penghianatan yang dilakukan oleh Sandika yang tak lain adalah kekasih dan Rohaya sahabat karib kakaknya. Layla mengabarkan kepada Linda melalui surat bahwa dirinya telah melihat sendiri Sandika dan Rohaya sedang berkasih-kasihan di tempat biasa Linda dan Sandika bertemu. Yakni di bawah pohon trembesi pedukuhan.
Duhai kakakku tercinta... Alu tidak tahu apakah surat yang kemarin telah kutulis itu sampai di tempatmu atau tidak. Kini, aku tulis surat kembali. Aku tak kuat untuk tidak segera menyampaikan kabar buruk ini. Ya, kabar buruk seakan-akan ini kabar buruk dari langit, yang ditampakkan ke penglihatanku. Ternyata, apa yang dibicarakan banyak orang di dukuh kita benar adanya. Antara Mbak Rohaya dan Mas Sandika telah terjalin hubungan “gelap”. Awalnya, kupikir mereka dekat karena sahabat. Tetapi apa yang terjadi, Kak? Dengan mataku sendiri, kulihat Mbak Rohaya duduk bermesra-mesraan dengan Mas Sandika. Di atas batu itu. Batu yang sering kau gunakan duduk deengan Mas Sandika”. (DDV 2010:275-276) Layla yang merasa hal itu patut diberitakan kepada kakaknya, tidak tahu bahwa dengan kabar itu pula keluarganya akan mengalami masa kehancuran yang begitu besar. Dan benar, hal yang tak pernah diduga-duga telah terjadi. Perubahan demi perubahan terjadi dalam diri Linda, hal itu juga dikarenakan adanya pengaruh dari tokoh-tokoh lain yang dengan sengaja memanfaatkan kesedihan yang menimpa Linda. “iya Linda,” ucap yang lain. “mulai saat ini lupakan Sandika”. “lupakan laki-laki.” Tambah yang lain. “tidak di sini, tidak di Indonesia semua laki-laki brengsek!” “laki-laki hanya ingin menyakiti kita. Hanya ingin mempermainkan perasaan kita”. (DDV 2010:312)
Berbagai kata-kata muslihat dimunculkan tokoh-tokoh pendukung untuk mempengaruhi Linda agar tidak mau berhubungan kembali dengan Sandika ataupun kepada semua laki-laki. Karena menurut mereka para kaum adam tersebut tidak tahu tentang bagaimana cara menghargai wanita. Sehingga hanya kesakitanlah yang dapat mereka berikan. Pengaruh mempengaruhipun terjadi. Linda yang sedang merasakan kegundahan serta kesedihan yang sangat dalam akhirnya terpengaruh oleh semua kata-kata dari teman-temannya dari kelompok
lesbi tersebut. tidak sulit untuk Linda berpaling menjadi kaum lesbi. Namun perlahan-demi perlahan Linda yang sempat menjadi lesbi itu, sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah salah. Dengan ia menjadi seorang lesbi maka ia dapat menyakiti hati dan perasaan keluarganya. 4.2
Pembahasan
4.2.1 Hubungan Perwatakan Tokoh Utama dengan Tokoh Pendukung Dari hasil penelitian mengenai analisis kutipan di atas, dapat dilihat bahwa dalam novel Dhuha Di Victoria, tokoh pendukung sangat berperan terhadap pembentukan perwatakan tokoh utama. Karena secara tidak langsung maupun secara langsung tindakan dari tokoh pendukung akan membentuk satu perwatakan dari tokoh utama. Pada hasil analisis telah digambarkan bagaimana hubungan antara perwatakan tokoh utama dengan para tokoh pendukung secara satu persatu sehingga akan terlihat dengan jelas bagaimana hubungan yang telah terjalin antara keduanya. Tokoh pendukung yang terdapat dalam novel Dhuha di Victoria antara lain adalah tokoh Layla, Bu Janatun, Sandika, Rohaya, Ibu Sandika, Abdul Wahab, Tohar, Sity, Nadia, Norma, Melinda, Nirmala, Sekar, dan Maria. Yang masing-masing mempunyai peran penting dalam pembentukan perwatakan tokoh utama. Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh pendukung sangat berperan terhadap pembentukan perwatakan tokoh utama. 4.2.2 Perubahan Perwatakan Tokoh Utama Dilihat dari Unsur Plot Dalam novel Dhuha di Victoria juga terdapat beberapa perubahan perwatakan yang terjadi dalam diri tokoh utama. tak ada asap kalau tak ada api, pribahasa itu merupakan gambaran perubahan yang terjadi dalam diri tokoh
utama, yakni segala sesuatu yang terjadi maka ada sebab serta akibatnya. Sejalan dengan konsep pemikiran dari unsur plot yang menyebutkan bahwa plot itu merupakan satu mata rangkai sebuah peristiwa yang dihubungkan dengan sebabakibat. Maka dari itu dengan begitu jelas akan dilihat bahwa perubahan dari tokoh utama merupakan akibat dari adanya suatu hal yang sangat berpengaruh dalam diri tokoh utama. Perubahan yang terjadi dalam diri tokoh utama merupakan sebab dari perkataan Layla yang dituliskannya melalui surat bahwa telah terjadi perselingkuhan antara kekasihnya Sandika dan karibnya Rohaya. Hal yang belum terbukti kebenarannya itu langsung membuat Linda berubah. kini ia tidak lagi percaya sama mahkluk yang dinamakan laki-laki. Karena menurutnya, semua laki-laki tidak pernah bisa menghargai perasaan perempuan. Linda yang dulunya memiliki seorang kekasih bernama Sandika berubah menjadi penyuka sesama jenis. Pasangan sesama jenisnya itu bernama Nadia. Namun seiring waktu berjalan Linda menyadari apa yang terjadi dalam dirinya itu merupakan sebuah kesalahan besar. Maka ia berusaha untuk tobat dan kembali ke jalan yang lurus lagi. Berdasarkan hasil pembahasan tentang perubahan perwatakan tokoh utama dalam novel dhuha di victoria dapat teridentifikasi perubahan sebagai berikut. 1.
Awalnya wanita penyayang kemudian menjadi kasar
2.
Wanita polos dan lugu kemudian menjadi wanita yang suka berpakaian seksi
3.
Wanita normal kemudian berubah menjadi lesbian