BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Dusun Sumurup 1.
Wilayah Administrasi Dusun Sumurup
Dusun Sumurup merupakan Dusun yang berada di Desa Asinan Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. Dusun Sumurup adalah salah satu Dusun dari 4 Dusun yang ada di Desa Asinan. Tiga Dusun lain yaitu Dusun Krajan, Dusun Ba’an, Dusun Mengkelang.Luas wilayah Dusun Sumurup adalah 35 Ha yang terdiri dari lahan sawah 10 Ha dan bukan sawah 25 Ha. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: a.
Sebelah Utara
: Kebun Kopi PT. Perkebunan Nusantara IX
b.
Sebelah Selatan
: Danau Rawa Pening
c.
Sebelah Barat
: Dusun Ba’an
d.
Sebelah Timur
: Dusun Mengkelang
2.
Kondisi Alam dan Potensi Fisik
Kondisi alam wilayah Dusun Sumurup masih tergolong sangat asri, terbukti masih banyaknya pepohonan disekitar jalan-jalan dusun, halaman rumah penduduk, di kebun-kebun penduduk dan ditambah adanya perkebunan milik PT. Perkebunan Nusantara IX. Sepanjang jalan menuju Dusun Sumurup sebelah kiri terbentang Rawa Pening dan Sawah milik penduduk setempat, dan kiri menuju dusun Sumurup terbentang area perkebunan kopi milik PT. Perkebunan Nusantara.Adapun mengenai penjelasan penggunaan tanah Dusun Sumurup adalah sebagai berikut : 41
Tabel 1. Pemanfaatan Tanah Dusun Sumurup No 1 2 3 4
Pemanfaatan Lahan Luas Tanah (Ha) Sawah 10 Ha Ladang 6 Ha Pemukiman 12 Ha Lain-lain 4 Ha Total 35 Ha Sumber Data : Pemerintah Desa Asinan 2015 Sumurup mempunyai tekstur tanah yang subur dan sangat cocok untuk daerah pertanian, khususnya padi. Namun lahan yang memang dapat untuk menanam padi hanya 10 Ha karena selebihnya adalah pemukiman dan lahan kering seluas 25 Ha. Gambar 3: Peta Dusun Sumurup
Sumber Data : Arsip Kepala Dusun Sumurup 2015
3.
Struktur Pemerintahan Dusun Sumurup
Kantor Kepala Dusun terletak di Desa Asinan, mengingat secara admisnistratif wilayah Dusun Sumurup merupakan bagian dari Desa/Kelurahan Asinan maka
42
semua perangkat desa termasuk didalamnya Kepala Dusun berdinas di Kantor Kelurahan Asinan. Adapun struktur pemerintahan Dusun Sumurup adalah sebagai berikut: Tabel 2 : Struktur Pemerintahan Dusun Sumurup 2016 No Nama Jabatan 1 Bpk. Parjiyo Kepala Dusun 2 Bpk. Hariyanto Ketua RW 3 Bpk. Mujiono Ketua RT 11 4 Bpk Tristiyanto Ketua RT 12A 5 Bpk. Maedi Ketua RT 12B 6 Bpk. Prayogo Ketua RT 13 7 Bpk.Slamet Suwandi Ketua RT 14 8 Bpk. Abdul Rosid Ketua RT 15 Sumber Data : Arsip Kepala Dusun Sumurup 2016 Di Dusun Sumurup memiliki 5 RT (Rukun Tetangga), namun pada kenyataannya dilapangan ada salah satu RT yaitu RT 12 yang dibagi menjadi 2 kepengurusan. Menurut keterangan dari Kepala Dusun jumlah Kepala Keluarga (KK) yang ada di RT 12 terlalu banyak sehingga akan menyusahkan Ketua RT yang hanya satu orang mengurus warga dan wilayah yang cukup besar. RT 12 Sempat akan dipecah menjadi 2 RT namun karena regulasi pembentukan atau pemecahan RT terlalu sulit maka keputusan itu enggan dilakukan. Maka sebagai alternatif pilihan dibuatlah satu RT dengan 2 kepengurusan, yaitu dengan membagi RT 12 menjadi 12A (sebelah barat) dan RT 12B (sebelah timur). 4.
Kependudukan/Monografi 1) Jumlah Penduduk
43
Secara administrasi Dusun Sumurup masuk dalam lingkup Desa/Kelurahan Asinan. Kelurahan Asinan mebawahi 5 RW yaitu RW 001, RW 002, RW 003, RW 004, dan RW 005. Dan setiap RW membawahi pembagian jumlah RT yang berbeda tengantung luas wilayah. Dusun Sumurup sendiri masuk dalam lingkup RW 004 dan membawahi 5 RT yaitu RT 011, RT 012, RT 013, RT 014, dan RT 015. Jumlah penduduk Dusun Sumurup berdasarkan perkembangan Dusun Sumurup tahun 2015 berjumlah 402 kepala keluarga(KK) adalah 1192 jiwa. Terdiri dari kelompok balita hingga lansia, dengan jumlah 602 orang laki-laki dan 590 orang perempuan. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. Data selengkapnya adalah sebagai berikut: Tabel 3 : Jumlah Penduduk Dusun Sumurup NO Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) 1. Laki-laki 602 2. Perempuan 590 Jumlah Total 1192 Sumber Data : Data Monografi Kelurahan Asinan Tahun 2015
2) Pendidikan Dari segi pendidikan penduduk Dusun Sumurup kebanyakan hanya tamatan SD, SLTP, dan SLTA. Namun seiring perkembangan zaman, maka berkembang pula pengetahuan manusia, saat ini sudah banyak warganya sebagai lulusan perguruan tinggi maupun masih berstatus sebagai mahasiswa. Fasilitas pendidikan di Dusun Sumurup saat ini hanya memiliki 1 Sekolah dasar yaitu sebagai berikut: 44
Tabel 4 : Sarana Pendidikan di Dusun Sumurup Nama
SD NEGERI ASINAN 02
NPSN Alamat
20320803 Dusun Sumurup Rt : 11 Rw : 04
Kode Pos
50661
Desa/Kelurahan
Asinan
Kecamata/Kota
Bawen
Kab/Kota Provinsi Status Sekolah Waktu Penyelenggaraan Jenjang Pendidikan
Semarang Jawa Tengah Negeri Pagi SD
Sumber Data : Data Referensi Kementrian Pendidikan & Kebudayaan 2014 Dari sarana pendidikan yang ada di dusun dirasa kurang karena hanya ada 1 sekolah dasar di dusun tersebut tidak ada sarana pendidikan seperti PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan TK (Taman Kanak-kanak) membuat para orang tua menyekolahkan anaknya di luar wilayah Dusun Sumurup. Kemudian untuk pendidikan tingkat menengah akses menuju sekolah menengah pertama ataupun sekolah menengah akhir cukup jauh dari Dusun Sumurup. Mengingat memang luas wilayah Dusun Sumurup tidak terlalu besar maka wajar saja jika Dusun ini hanya memiliki 1 Sekolah Dasar. Data dari Kantor Kelurahan Asinan menunjukan lebih banyak masyarakat yang hanya lulusan SD. Namun demikian tingkat pendidikan masyarakat sudah mulai bertumbuh sehingga jumlah lulusan sekolah menengah sudah cukup banyak. Namun masih sangat sedikit masyarakat yang tingkat pendidikannya sampai sarjana (S1). Hal tersebut terlihat dari tabel dibawah ini:
45
Tabel 5 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pendidikan Jumlah Tidak/Belum Sekolah 159 Belum Tamat SD/Sederajat 58 SD/Sederajat 379 SLTP/Sederajat 268 SLTA/Sederajad 291 Diploma I/II 1 Diploma III 10 Diploma IV/Strata I 25 Strata II 1 Strata III _ Jumlah Total 1192 Sumber Dari : Data Monografi Kelurahan Asinan 2015 3) Agama
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor kelurahan Asinan, Kecamatan Bawen, diketahui bahwa sebagian besar penduduk Dusun Sumurup memeluk agama Islam. Dusun Sumurup memiliki beberapa mushola dan masjid yang terdiri dari 1 masjid dan 2 mushola. Agama Islam merupakan agama yang paling banyak pemeluknya di Dusun Sumurup. Tidak ada tempat ibadah untuk pemeluk agama Kristen dan Khatolik, bukan karena tidak boleh dibangun melainkan karena jumlah pemeluk agama Kristen dan Khatolik di dusun ini hanya sedikit seperti yang terlihat pada tabel dibawah. Karena tidak ada tempat ibadah bagi pemeluk agam Kristen dan Katholik jadi warga masyarakat yang beragama Kristen dan Khatolik mereka melakukan peribadatannya di gereja-gereja yang ada di kecamatan Ambarawa. Tabel 6 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
46
No 1. 2. 3.
Agama
Jumlah (Jiwa) Islam 1128 Kristen 10 Khatolik 54 Jumlah Total 1192 Sumber Dari : Data Monografi Kelurahan Sumurup Tahun 2015
4) Kondisi Perekonomian Untuk mengetahui kemajuan atau tingkat kesejahteraan suatu daerah bisa dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat (Tabel 5) dan kondisi perekonomian masyarakat dilihat dari jenis pekerjaan dan jumlah warga yang bekerja bisa dilihat di tabel berikut ini: Tabel 7 : Jenis pekerjaan Masyarakat Dusun Sumurup NO JENIS PEKERJAAN
JUMLAH (JIWA)
1 Wiraswasta 216 Jiwa 2 Karyawan Swasta 274 Jiwa 3 Buruh Harian Lepas 28 Jiwa 4 Petani 63 Jiwa 5 TNI 8 Jiwa 6 Pedagang 26 Jiwa 7 Nelayan 111 Jiwa 8 Guru 4 Jiwa 9 Kepolisian 3 Jiwa 10 PNS 12 Jiwa 11 Buruh Perkebunan 15 Jiwa 12 Perangkat Desa 4 Jiwa 13 Lain-lain 425 Jiwa Jumlah Total 1192 Jiwa Sumber : Data dari Kantor Pemerintah Desa 2016
47
Dilihat dari data jenis pekerjaan di Dusun Sumurup paling banyak masyarakat bekerja sebagai karyawan swasta. Masyarakat lebih memilih bekerja sebagai karyawan swasta daripada petani karena menganggap pekerjaan sebagai petani saat ini tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka banyak warga masyarakat yang lebih memilh menjadi karyawan swasta dan nelayan untuk menjadi pekerjaan.Potensi selain yang cukup menjanjikan di Dusun Sumurup adalah potensi perairan yang dapat diandalkan penduduk sekitar untuk mata pencaharian. Seperti misalnya menjadi nelayan penjaring ikan, menyewakan perahu untuk para pemancing, membuat jaring apung untuk pembesaran ikan, serta membuat warung-warung apung yang menyediakan keperluan memancing dan tentunya menyediakan sajian atau makanan dari hasil nelayan setempat. Potensi lain dari Dusun Sumurup yaitu dengan adanya tempat wisata baru yaitu Jembatan Biru. Meskipun belum diresmikan oleh pemerintah Kabupaten Semarang namun pengunjung yang berwisata sudah cukup banyak. Jembatan Biru yang membentang melintasi Rawa Pening dan menghubungkan antara Dusun Sumurup dengan Dusun Cikal yang berada sebelah Selatan Rawa Pening. Jembatan ini dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Semarang. Awal mula dibangunnya jembatan biru adalah dengan maksud untuk mempermudah membersihakan dan menganggkut enceng gondok yang notabene sangat mengganggu ekosistem perairan khusunya di Danau Rawapening.
48
Gambar 4: Jembatan Biru (Sumurup-Cikal) Karena keunikan jembatan ini yang membentang seakan membelah danau kemudian banyak orang berkunjung karena penasaran, akhirnya lama kelamaan semakin banyak orang yang berkunjung maka jadilah tempat berwisata yang sangat murah karena sampai saat ini tidak dipungut biaya masuk dan menikmati keindahan rawa serta pemandangan gunung-gunung dari tengah Danau. Ketika awal dibangun jembatan ini sebenarnya diberi nama Jembatan Suci karena jembatan ini nantinya akan menghubungkan Dusun Sumurup dengan Dusun Cikal. Namun saat ini lebih terkenal dengan nama Jembatan Biru, mungkin karena warna cat dari jembatan ini adalah warna biru jadi orang lebih mudah mengingatnya dengan nama Jembatan Biru. Dengan adanya destinasi wisata baru tersebut semakin menunjang perekonomian penduduk sekitar Danau Rawapening, khususnya Dusun Sumurup.
49
Gambar 5: Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran Wisata lain yang dapat terletak dekat sekali dengan Dusun Sumurup adalah Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran yg dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero), yang terletak di Areal Perkebunan Kopi Kebun Getas Afdeling Asinan tepatnya Jl. Raya Semarang – Solo Km. 35. Lokasinya persis di tepi jalan Semarang – Salatiga atau sekitar 1 kilometer dari Terminal Bawen. Kampoeng Kopi Banaran (sebelumnya dikenal dengan nama “Banaran Coffee”) adalah sebuah Coffee Shop untuk menikmati sedapnya kopi asli yang diproduksi sendiri oleh PT. Perkebunan Nusantara IX.Di Kampoeng Kopi Banaran pengunjung bisa berkeliling perkebunan kopi dengan menaiki kereta wisata.Wahana lain yang ditawarkan adalah flying fox, kolam bola, melihat taman kupu-kupu, hingga ATV. B. Sejarah Dusun Sumurup Sejarah atau asal-usul dari namaDusun Sumurup tidak lepas dari legenda terbentuknya Danau Rawapening. Maka untuk dapat memahami alur cerita tentang nama Dusun Sumurup harus terlebih dahulu diceritakan tentang sejarah terjadinya Danau Rawapening.
50
Menurut cerita rakyat yang turun-temurun diwariskan, pada suatu hari ada seorang gadis cantik yang berna Dewi Ari Wulan. Dia tinggal di sebuah desa kecil yang bernama desa Aran. Desa tersebut terletak di bawah puncak Gunung Ngungkrungan (daerah Candi Gedong Songo). Jauh dibawah dari desa itu terdapat sebuah padepokan besar dan termasyur yang berada di Desa Ngasem. Padepokan tersebut diasuh oleh Ki Hajar Salokantoro. Murid-muridnya banyak sekali mulai dari yang muda sampai yang tua, pria maupun wanita. Pada suatu hari di Desa Aran ada seorang warga yang mempunyai hajat mantu. Dewi Ari Wulan ikut rewang (membantu di hajatan tersebut). Ketika Dewi Ari Wulan melaksanakan tugasnya yang dibantu teman-teman sebayanya, ternyata pisau yang digunakan untuk meracik-racik habis. Kemudian Dewi Ari Wulan memutuskan untuk pergi ke padepokan Ngasem untuk meminjam pisau kepada Ki Hajar Salokantoro. Kedatangan Dewi Ari Wulan untuk meminjam pisau mengejutkan Ki Hajar Salokantoro. Tetapi dengan mempertimbangkan keadaan yang mendesak ini akhirnya Ki Hajar Salokantoro meminjamkan pisau pusakanya dan berpesan “ pisau ini adalah pisau pusaka yang jarang aku gunakan maka berhati-hatilah, jangan sampai pisau ini kamu letakan di pangkuanmu. Dewi Ari Wulan mengangguk-angguk dan berterimakasih sekaligus berpamitan untuk kembali ke tempat hajatan. Karena kesibukannya Dewi Ari Wulan melalaikan pesan dari Ki Hajar Salokantoro. Ketika melanjutkan pekerjaannya sambil duduk diatas lincak Dewi Ari Wulan tidak sengaja meletakan pisau itu diatas pangkuannya dan saat itu juga tiba-tiba pisau itu hilang. Dewi kemudian memutuskan untuk menemui Ki Hajar Salokantoro dan berucap “ampun Ki, saya mohon ampun telah
51
berbuat salah ia menjelaskan bahwa pisau yang dipinjam tidak sengaja diletakkan dipangkuan tiba-tiba menghilang entah kemana.
Gambar 6: Dewi Ari Wulan Menenmui Ki Hajar Salokantoro Mendengar hal itu Ki Hajar Ssalokantoro hatinya bergejolak sangat dahsyat, ingin rasanya menghancurkan semua yang ada. Namun setelah menarik nafas panjang hatinya bisa terkendali. Kemudian Ki Hajar salokantoro menjelaskan bahwa pisau pusaka itu sebenarnya tidak hilang melainkan masuk kedalam perut Dewi Ari Wulan dan nantinya Dewi ari Wulan akan hamil. Ki Hajar Ssalokantoro memutuskan untuk bertapa di Gunung Sleker dan memohon ampunan serta mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Sebelum berpamitan dan pergi Ki Hajar Salokantoro memberikan dua pusaka yang berupa “Klintingan” dan “Sumping”. Setelah itu Dewi ari Wulan Memutuskan untuk meninggalkan padepokan dan kembali ke desanya. Sesampainya di desa Dewi Ari Wulan jarang keluar rumah. Namun ketika Dewi Ari Wulan berniat mengambil air disebuah mata air ada tetangga yang mengetahui bahwa Dewi sedang hamil tua dan tidak jelas siapa
52
suaminya. Seluruh masyarakat desa Aran akhirnya ricuh dan mecaci-maki Dewi Ari Wulan denga hinaan dan cemoohan. Akhirnya Dewi Ari Wulan memutuskan untuk meninggalkan desanya menuju ke alas Gung Liwung (hutan rimba) dan lamakelamaan banyak pendatang dan akhirnya daerah tersebut menjadi pedesaan. Hari demi hari dilewati tibalah saatnya Dewi Ari Wulan melahirkan, akhirnya anak yang dikandung Dewi Ari Wulan lahir, ketika bayi itu lahir bukannya ia berwujud bayi manusia, tetapi seeokor Naga. Namun Naga itu dapat berbicara layaknya manusia. Anak itupun diberi nama Baru Klinting karena benda pemberian Ki Hajar Salokantoto ayahnya yang berupa klintingan. Di usia remaja Baru Klinting bertanya kepada ibunya. Bu, “Apakah saya ini juga mempunyai Ayah?, siapa ayah sebenarnya”. Ibu menjawab, “Ayahmu seorang raja yang saat ini sedang bertapa di gua lereng gunung Sleker. Kamu sudah waktunya mencari dan menemui ayahmu. Saya ijinkan kamu ke sana dan bawalah klintingan ini sebagai bukti peninggalan ayahmu dulu. Dengan senang hati Baru Klinting berangkat ke pertapaan Ki Hajar Salokantara sang ayahnya. Sampai di pertapaan Baru Klinting masuk ke gua dengan hormat, di depan Ki Hajar dan bertanya, “Apakah benar ini tempat pertapaan Ki Hajar Salokantara?” Kemudian Ki Hajar menjawab, “Ya, benar”, saya Ki Hajar Salokantara. Dengan sembah sujud di hadapan Ki Hajar, Baru Klinting mengatakan berarti Ki Hajar adalah orang tuaku yang sudah lama aku cari-cari, aku anak dari Dewi Ari Wulan dari desa Aran dibawah gunung ngrungkungan (gunung ungaran) dan ini Klintingan yang konon kata ibu peninggalan Ki Hajar. Ya benar, dengan bukti Klintingan itu kata Ki Hajar. Namun aku perlu bukti satu lagi kalau memang kamu anakku coba 53
kamu melingkari gunung Sleker ini, kalau bisa, kamu benar-benar anakku. Dengan sekuat tenaga Baru Klinting menggerak-gerakan tubuhnya agar bisa menyambung antara kepala dan ekornya. Namun karena kurang dan tidak cukup Baru Klinting menjulurkan lidahnya untuk menyambung kekurangan agar bisa menyatu. Ketika Ki Hajar Salokantoro mengetahui hal itu ia langsung mendekat dan memotong lidah Baru Klinting. Baru Klinting merintih kesakitan. Ki Hajar Salokantoro kembali berbicara kepada Baru Klinting karena Baru Klinting melakukan kecurangan dengan menjulurkan lidah maka dari itu pertapaannya belum sempurna dan masih harus melakukan pertapaan yang kedua kalinya. Baru Klinting diharuskan melakukan Tapa Brata selama 1 windu di daerah gunung Merbabu dekat pertapaan Sleker. Pada suatu hari di sebuah Kademangan Puser Wening akan mengadakan adat-istiadat budaya yang dinamakan Merti Desa (Bersih Desa). Ki Demang membagikan tugas demi kelancaran pelaksanaan acar ini. Untuk para remaja putra ditugaskan untuk Bedag Pikat (berburu) di hutan pegunungan dan harus mendapatkan binatang buruan.
Gambar 7: Masyarakat Sedang Berburu
54
Setelah beberapa hutan dimasuki namun tidak mendapatkan seekor hewan pun. Akhirnya mereka kelelahan dan beristirahat serta membersihkan semak belukar di tempat mereka beristirahat tidak sengaja parang mengenai batang pohon besar dan manancap dan keluar darah yang berwarna merah dan berbau amis. Ternyata yang dikira pohon itu ternyata adalah tubuh seekor ular besar dan panjang yang tidak lain adalah tubuh Baru Klinting yang sedang bertapa selama satu windu di pegunungan Sleker.
Gambar 8 : Masyarakat Sedang Memotong Tubuh Baru Klinting Dengan wajah gembira karena sudah mendapatkan hewan buruan mereka langsung memotong-motong tubuh ular Naga itu. Hanya tinggal kepalanya saja yang tidak dipotong-potong. Kemudian sukma Naga keluar dari kepala yang langsung menjelma menjadi manusia utuh. Akhirnya mereka pulang dan membawa hasil buruan ke pendopo untuk acara Merti Desa.
55
Gambar 9 : Warga Kampung Mengusir Baru Klinting Pada keesokan harinya dalam acara pesta itu datanglah seorang anak jelmaan Baru Klinting ikut dalam keramaian itu dan ingin menikmati hidangan. Dengan sikap acuh dan sinis mereka mengusir anak itu dari pesta dengan paksa karena dianggap pengemis yang menjijikkan dan memalukan. Dengan sabar dan ikhlas pemuda itu pergi meninggalkan pesta. Ia bertemu dengan seorang nenek janda tua yang baik hati. Diajaknya mampir ke rumahnya. Janda tua itu memperlakukan anak seperti tamu dihormati dan disiapkan hidangan. Di rumah janda tua, anak berpesan, Nek, “Kalau terdengar suara gemuruh nenek harus masuk ke lesung dan pakailah centong ini, agar selamat!”. Nenek menuruti saran anak itu.
56
Gambar 10 : Baru Klinting dan Nenek Tua Sesaat kemudian anak itu kembali ke pesta mencoba ikut dan meminta hidangan dalam pesta yang diadakan oleh penduduk desa. Namun warga tetap tidak menerima anak itu, bahkan ditendang agar pergi dari tempat pesta itu. Dengan kemarahan hati anak itu mengadakan sayembara. Ia menancapkan lidi (Sodo Lanang) ke tanah, siapa penduduk desa ini yang bisa mencabutnya berarti kalian termasuk manusia hebat, perkasa dan sakti mandraguna.. Tak satu pun warga desa yang mampu mencabut lidi itu.
Gambar 11 : Sayembara Mencabut Lidi Akhirnya anak itu sendiri yang mencabutnya, ternyata lubang tancapan tadi muncul mata air yang deras makin membesar dan menggenangi desa itu, penduduk semua tenggelam, kecuali Janda Tua yang masuk lesung dan mengunakan centong sebagai dayung dapat selamat.
57
Gambar 12 : Seluruh Kampung Tenggelam Akhirnya wilayah kademangan dan perkampungan hanyut tenggelam. Selanjutnya gumpalan tanah yang melekat pada lidi (Sodo Lanang) dikibaskan ke arah utara dan jatuh di padang illang kemudian berubah menjadi gunung yang disebut Gunung Kendali Sodo ( yang berasal dari kata kendaleng sodo) terletak di sebelah barat kecamatan Bawen, dan percikan tanan tadi juga jatuh dan menjadi Gumuk Sukorini (tempat wisata Bukit Cinta). Akhirnya perkampungan yang tergelam tersebut diberi nama “RAWA PENING” yang berasal dari bahasa Jawa RO yang artinya Raga, WO yang artinya Nyawa, PEN artinya Mengkhusyukkan, dan NING artinya Mengheningkan atau Menjernihkan. Itulah sedikit asal mula nama Rawa Pening. Selanjutnya seorang nenek yang sudah mendapatkan pesan dari Baru Klinting ketika mendengar suara gemuruh dan menggelegar harus segera masuk ke lesung dan menggunakan centong sebagai alat dayung, airpun menggelegar semakin lama semakn tinggi dan deras. Lesung pun dapat mengapung dan menuju ke utara. Ketika sampai di daratan sebelah utara tiba-tiba muncul luapan air dari Rawa
58
Pening dan masuk ke perut bumi dalam bahasa Jawa di katakan atau disebut Sumuruping banyu selanjutnya menjadi Dusun Sumurup. Demikian sedikit penjelasan mengenai sejarah dari asal mula nama Dusun Sumurup. Setiap manusia merupakan pewaris kebudayaan. Manusia lahir tanpa membawa kebudayaan, namun tumbuh dan berkembang menjadi dewasa di dalam lingkungan budaya tertentu dimana ia dilahirkan. Perkembangan manusia dibentuk oleh kebudayaan yang ada di lingkungannya. Memang dalam bata-batas tertentu manusia membentuk dan mengubah kebudayaannya, namun pada dasarnya manusia lahir dan besar sebagai penerima kebudayaan dari pendahulunya. Sama halnya yang terjadi di masyarakat Dusun Sumurup, mereka memperoleh warisan dari nenek moyang mereka. Hasil kebudayaan yang diwariskan nenek moyang mereka yaitu salah satunya berupa tardisi. Tardisi ritual yang selama ini masih dilestarikan adalah upacara tradisi Merti Dusun. Upacara tradisi Merti Dusun sebenarnya adalah salah satu bentuk ritual dari slametan. Masyarakat Dusun Sumurup tidak dapat menceritakan sejak kapan dan siapa yang membawa tradisi ini. Mereka hanya bisa menjelaskan bahwa tradisi Merti Dusun inisudah dilaksanakan sejak nenek moyang mereka dahulu, kini mereka hanya meneruskan tradisi yang sudah ada dari nenek moyang terdahulu. Tradisi Merti Dusun tidak bisa lepas dari mitos yang berkembang dimasyarakat. Sebagian masyarakat Dusun Sumurup mempercayai jika tradisi Merti Dusun tidak dilaksanakan maka akan terjadi bencana atupun malapetaka yang menimpa dusun mereka. Hal ini memang belum terbukti dan harapan masyarakat jangan sampai
59
terjadi hal-hal yang tidak dinginkan tersebut. Karena ketakutan akan terjadinya bencana dan malapetaka maka tradisi Merti Dusun dari jaman nenek moyang hingga sekarang masih tetap dilakukan secara rutin. Pada pelaksanaan tradisi Merti Dusun unsur-unsur islami sangat kentara didalamnya. Seperti doa-doa yang digunakan adalah doa secara islami, meski demikian namun tetap menggunakan doa-doa kejawen atau amalan-amalan dalam bahasa jawa. Unsur islam yang masuk tidak lain karena mayoritas warga masyarakat Dusun Sumurup adalah pemeluk agama Islam. Upacara tradisional Merti Dusun adalah warisan budaya leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi dan memiliki tujuandan maksud-maksud tertentu. Tujuan yang dimaksud adalah antara lain untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan keselamatan, kesejahteraan, dan ketentaraman dalam masyarakat, serta menjadi doa supaya kedepannya kehidupan masyrakat Dusun Sumurup tetap tentram dan senantiasa dilimpahi rezeki dari hasil sawah dan perikanan mereka.
1.
Pelaksaan Tradisi Merti Dusun 1) Persiapan Pelaksanaan Merti Dusun Sebelum hari pelaksanaan upacara lebih dulu dilakukan persiapan-persiapan.
Persiapan pertama adalah pembentukan panitia Merti Dusun. Panitia dibentuk demi kesuksesan atau kelancaran kegiatan upacara tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup. Sebuah kesuksesan acara tentu saja tidak lepas dari kegiatan perencanaan 60
yang matang dari semua anggota masyarakat yang terlibat serta semua kelengkapan penunjang. Seperti dukungan dana, waktu, tenaga, dan sebagainya. Panitia Kegiatan Merti Dusun di Dusun Sumurup dipilih secara bergiliran menurut RT. Pada Merti Dusun yang diselenggarakan pada tahun 2015 yang menjadi panitia adalah RT 11. Untuk tahun 2016 kepanitiaan dipegang oleh RT 12. Dengan susunan kepanitiaan sebagai berikut: Tabel 8: Susunan Panitia Merti Dusun Sumurup 2016 Penanggung Jawab
Yoyok Mustofa
Ketua
Drs. Damroni
Sekertaris
Handoko
Bendahara
Gimanto
Seksi Perlengkapan
Hasim-Giyarno
Seksi Keamanan
Isran (LINMAS)
Seksi Konsumsi
Ibu Siti Amani, dkk
Seksi Sinoman
Ngatemin, dkk
Seksi Usaha Dana
Ketua RT 11-15
Seksi Usaha Dana Luar
Hariyanto & Rinto
Sumber Data : Proposal Merti Dusun Sumurup 2016 Didalam acara perayaan tradisi Merti Dusun setiap tahunnya selalu menyelenggarakan pergelaran Wayang Kulit. Yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mengundang seorang dalang serta pemain karawitan dalam sekali pementasan wayang kulit. Dibawah ni adalah rencana anggaran biaya penyelenggaraan Merti Dusun termasuk biaya konsumsi dan sebagainnya.
61
Tabel 9 : Rencana Anggaran Biaya (RAB) NO 1 2 3
NAMA SATUAN Wayang Kulit 1 Paket Konsumsi dan Selamatan 1 Paket Lain-lain _ JUMLAH Sumber Data : Proposal Merti Dusun Sumurup 2016
JUMLAH Rp. 14.000.000 Rp. 5.500.000 Rp. 2.500.000 Rp. 22.000.000
Dana yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan Merti Dusun dihimpun dari iuran warga Dusun Sumurup per kepala keluarga. Besarannya tidak menentu masing-masing kepala keluarga, menurut penuturan Kepala Dusun besaran iuran dihitung berdasarkan tingkat ekonomi masing-masing kepala keluarga. Tabel 10: Rekapitulasi Dana Masuk NO
KETERANGAN
DANA MASUK
1
DANA RT 11
Rp. 3.050.000
2
DANA RT 12A
Rp. 2.447.000
3
DANA RT 12B
Rp. 2.390.000
4
DANA RT 13
Rp. 3.948.000
5
DANA RT 14
Rp. 3.124.000
6
DANA RT 15
Rp. 4.240.000
7
DANA DONATUR LUAR
Rp. 6.570.000
8
DANA BERAS
Rp. 540.000
TOTAL
RP. 26.309.000
Sumber Data : Laporan Pertanggungjawaban Merti Dusun Sumurup 2016 Jumlah dana yang terkumpul dari iuran ditambah donatur dan hasil penjualan beras adalah Rp. 26.309.000,. kemudian realisasinya menghabiskan dana Rp. 23.325.500,. dengan rincian sebagai berikut :
62
Tabel 11 : Rincian Dana Realisasi Merti Dusun 2016 No Keterangan
Jumlah
1
Biaya Wayang
Rp. 14.000.000
2
Biaya Konsumsi
Rp. 5.500.000
3
Biaya Lain-lain
Rp. 3.825.500
Total Rp. 23.325.500 Sumber Data : Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Merti Dusun 2016 Dari jumlah dana masuk sebesar Rp. 26.309.000 dikurangi jumlah dana realisasi sebesar Rp. 23.325.500 maka sisa anggaran yang terkumpul adalah Rp. 2.983.000,. Sisa anggaran tersebut akan masuk dalam khas dusun yang nantinya akan menjadi anggaran tambahan dalam pelaksanaan tradisi Merti Dusun tahun berikutnya. 2) Pelaksanaan Tradisi Merti Dusun Upacara Tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup dilaksanakan pada tanggal 7 maret 2016, tepatnya pada hari Senin legi jumadil awal dalam penanggalan jawa. Tahapam prosesi upacara tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup diawali dengan ritual Tawu Kali pada hari Jumat 4 Maret 2016, dua hari sebelum upacara tradisi Merti Dusun dilaksanakan.
a. Tawu Kali Tawu Kali merupakan ritual membersihkan atau menguras sumber mata air alami yang ada di Dusun Sumurup. Ada tiga mata air atau sendang yang berada di dusun ini yaitu Kali Miri, Kali Blimbing, dan Kali Gempol. Ritual membersihakan
63
sumber mata air ini diikuti oleh masyarakat sekitar secara gotong-royong dan bersama-sama membersihkan sendang yang masih sering dimanfaatkan warga sekitar untuk keperluan sehari-hari. Selain membersihkan sumber air, warga dusun juga membersihkan jalan desa. Ritual Tawu Kali diakhiri dengan slametan dan doa bersama didekat sumber mata air untuk meminta keselamatan kepada yang Maha Kuasa. Doa bersama dipimpin oleh seorang tokoh adat Dusun Sumurup. Seusai berdoa semua masyarakat yang mengikuti tawu kali dipersilahkan menyantap jajanan pasar atau makanan yang sudah diberi doa oleh tokoh adat/moden.
Gambar 13 : Kali Miri
64
Gambar 14 : Kali Blimbing
Gambar 15 : Kali Gempol Menguras atau mebersihkan mata air dilakukan di 3 sumber mata air yang dianggap suci oleh masyarakat setempat, suci dalam artian jernih airnya. Mata air ini lah yang menjadi sumber penghidupan masyarakat dan sering digunakan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Pada saat musim kemarau panjang warga
65
Dusun Sumurup biasanya menggunakan sumber mata air tersebut karena pada musim kemarau mereka sulit mendapatkan air bersih. Tawu kali memiliki makna manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus senatiasa menjaga alam. Tuhan telah menyediakan sumber kehidupan berupa mata air yang senantiasa bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tumbuhan membutuhkan air untuk bisa tumbuh, binatang membutuhkan air, manusia juga membutuhkan air untuk kehidupan. Betapa pentingnya air bagi kehidupan di bumi maka dari itu perlu dijaga kelestariannya. (Wawancara dengan Moden Bapak Slamet Riyanto tanggal 4 Juli 2016)
Gambar 16 : Syukuran/ Doa Bersama di Dekat Sumber Mata Air Hidangan yang digunakan dalam ritual slametan saat Tawu Kali adalah Ingkung, maknanya adalah sebagai jembatan pembuka lembaran baru sekaligus sebagai simbol permohonan dan penutup doa. Ingkung berasal dari ayam jago yang masih muda. Ayam jago yang masih muda melambangkan bibit kehidupan dan 66
kelangsungan hidup serta simbol kekuatan, maka dari itu dipilihlah yang masih muda. Kluban terdiri dari sayur-sayuran, memiliki makna harapan agar Dusun Sumurup diberi kesuburan dalam arti lancar rezeki dan warga Dusun Sumurup selalu diberi kesehatan. Roti, memiliki makna mengumpulkan warga supaya bersatu. Gablok terbuat dari beras, memiliki makna menyambung hidup. Telur, memiliki makna kerukunan antar warga, sama rata tidak ada perbedaan antar warga. Jajan pasar, terdiri dari berbagai macam makanan tardisional seperti gethuk, tiwul, tape, jadah, jenang, wajik, lapis, cetil, sawot, apem, cucur, pasung, kacang rebus, serta buah pisang, jambu, salak. Semuanya memliki makna untuk menyatukan warga yang beraneka ragam tingkah lakunya. b. Pengajian/Tahlilan Pada hari minggu malam tanggal 6 Maret 2016 diadakan Pengajian atau Tahlilan.Pengajian dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat tidak terkecuali masyarakat yang beragama Kristen dan Katolik walaupun hanya sebagai pendengar saja. Sebelum acara pengajian dalam rangka slametan dusun dimulai terlebih dahulu diisi dengan sambutan-sambutan dari Kepala Dusun serta Ketua Panitia yaitu Bapak Parjiyo dan Bapak Damroni. Pengajian dihadiri kurang lebih 300 warga masyarakat dan tamu undangan. Tamu undangan yang hadir diantaranya adalah Kepala Desa Asinan Bapak LiLik dan Kepala Dusun Sumurup Bapak Parjiyo.
67
Gambar 17 : Tahlilan/Pengajian Pada Merti Dusun Sumurup 2016 Selanjutnya acara doa dan tahlil dipimpinoleh KH. Abdul Rohim dari Semarang. Dalam pengajian tersebut KH. Abdul Rohim menyampaikan manusia harus ingat kematian ibarat pangkat dan derajat hanya sampiran (tempelan), bondo titipan (harta hanya titipan), nyowo gaduhan (nyawa hanya sementara). Manusia hidup didunia pasti mempunyai dosa, sebelum kematian datang harus cepat tobat agar selamat di akherat. Senantiasalah bersyukur atas nikmat Allah SWT dan syukur kita masih bisa mengikuti pengajian pada malam hari tersebut.Doa-doa yang digunakan diantaranya: 1. Surat Luqman ayat 12
ََِاَََ َركْ َ َانَياْ ََ َْين ََيا َن َآ ََُْاَنَي ََ ْآ َد َ لق َانَ َس َف َن
َِ َر َناَ َي ْآ َدَََِنل َْيشَ َي ْآ ْد َ َِ َر َن َآسَ َدَََِنلياَّل َََِ َناف َن َْار
Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
68
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". 2. Surat Ibrahim Ayat 7
ي َآ َدْ ْ َْ َر َ ََّشرَنل ْآ َإ َ َِ َم ََِْدَِلن ََدمُ ْآ َََّْشَ َن
يرَشر َ َِاَشَ َن َآسَ َدْ ْ َََْنل َََِْ َما َ ََّ
Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih c. Kendurenan Berbeda dengan tujuan Tawu Kali yang tujuannya adalah membersihkan sumber mata air yang sering dimanfaatkan warga Dusun Sumurup. Kenduri bertujuan untuk membersihkan keburukan manusia dalam hal ini warga Dusun Sumurup. Kenduren dirumah Kepala Dusun yaitu Bapak Yoyok Mustofa pada hari Senin 7 Maret 2016 pada jam 05.30 wib. Kenduren atau doa bersama dihadiri oleh warga sekitar rumah dan perwakilan masing-masing RT dan dipimpin oleh tokoh adat warga yang hadir membawa beras untuk disumbangkan secara sukarela yang jumlahnya tidak ditentukan. Beras yang terkumpul nantinnya akan dijual dan hasil dari penjualan akan menjadi dana tambahan dalam anggaran pelaksanaan upacara tradisi Merti Dusun. Dalam acara kenduren yang disajikan sama dengan yang disajikan dalam ritual Tawu Kali, berupa nasi lengkap beserta lauknya dan jajanan pasar yang kemudian nantinya dibagikan kepada semua yang hadir untuk disantap
69
bersama-sama ditempat acara kenduri tersebut. Makna dari macam-macam makanan yang disajikan sama denga Tawu Kali, yang membedakan ritual Tawu Kali dan Kenduri hanya tujuannya saja.
Gambar 18 : Nasi dan Lauk-pauk dalam ritual Kenduren Kenduri adalah mekanisme sosial untuk merawat keutuhan, dengan cara memulihkan keretakan, dan meneguhkan kembali cita-cita bersama, sekaligus menjadi kontrol sosial atas penyimpangan dari cita-cita bersama tadi. Kenduri sebagai suatu institusi sosial menampung dan merepresentasikan banyak kepentingan. Setiap “kita”, di sana, menemukan rasa aman. Dalam kenduri tak ada pihak yang kalah atau dikalahkan. Di sana semua pihak terhormat. Tiap orang menang, dan bahagia. Dalam sebagian tradisi kenduren juga dilakukan di hari-hari besar Islam.Kerap kali kita jumpai dalam berbagai kesempatan di berbagai daerah mengenai ritual kenduri ini berbeda-beda, baik dalam bentuk nama, pelaksanaan, konsep yang
70
dipakai bahkan menu sajiannya. Namun, dari kesekian macam ritual tersebut mempunyai nilai subtansi yang sama, yaitu berdo’a. Baik untuk sang empunya hajat maupun orang lain. d. Pagelaran Wayang Kulit Pada hari Senin 7 Maret 2016 mulailah dipersiapkan pagelaran Wayang Kulit, sebagai syarat Wayang Kulit dalam tradisi Merti Dusun dipersiapan sesaji dirumah salah satu warga Dusun Sumurup yang halaman rumahnya dijadikan tempat untuk upacara tradisi Merti Dusun sebagai syarat utama dalam pelaksanaan tradisi Merti Dusun. Warga masyarakat lebih mengenal istilah sesaji dengan nama iber-iber. Iber-iber yang dipersiapkan adalah sebagai berikut (wawancara dengan Bpk Slamet Riyanto Moden/tokoh adat Sumurup):
Gambar 19 : Iber-iber/Sesaji Kelapa (krambil) memiliki makna semuanya. Ini melambangkan semuanya yang terlibat dalam tradisi Merti Dusun. Pohon alang-alang, memiliki arti supaya
71
dalam pelaksanaan Merti Dusun tidak ada halangan yang mengganggu. Daun kluweh, memiliki arti supaya msyarakat damai sejahtera. Daun apa-apa, memiliki arti sebagai tolak-balak. Kacang hijau, sebagai penangkal setan. Bawang lanang, sebagai penentram rumah. Kunir , memiliki arti memberikan kebaikan. Daun pisang raja, memiliki arti supaya menjadi satu guyup rukun tidak ada perbedaan antara masyarakat. Tikus dan bajing (tupai), memiliki arti manunggal menjadi satu. Walang (belalang), memiliki makna nggugah wong lali atau dalam bahasa Indonesia membangunkan atau menyadarkan orang yang lupa. Jajan pasar (terdiri dari bermacam-macam makanan yang dibeli dan disuguhkan pada saat upacara). Jajan pasar memiliki arti atau memberikan gambaran kepada warga yang ada di Dusun Sumurup yang dalam tingkah lakunya bermacam-macam. Kemudian setelah iber-iber(sesaji) ditempatkan di sudut-sudut dan jalan-jalan sekitaran Dusun Sumurup. Dengan jumlah 19 sesaji yang disebar, 1 sesaji komplit ditempatkan didalam rumah, dan sisanya sesaji kecil-kecil ditempatkan menyebar di seluruh wilayah Dusun Sumurup. Seperti jembatan, sumber mata air, perempatan jalan, rawa pening, sumur, dan lain lain. Meskipun tradisi Merti Dusun sudah melebur dengan unsur-unsur Islam.Namun masih banyak masyarakat beranggapan bahwa melakukan/memberikan sesaji ditujukan untuk leluhur-leluhur mereka atau untuk Dhanyang (penguasa Rawa Pening) khususnya orang-orang tua yang beranggapan seperti itu. Meski demikian sudah banyak juga yang beranggapan sesaji tersebut tujuannya saja dipanjatkan kepada Sang Pencipta. Terlepas benar atau tidak dan apa yang diyakini, manusia bebas menentukan mana yang diyakini menurut keyakinan pribadi. Pagelaran wayang dipimpin oleh Ki Sutoro dari Jogjakarta sebagai Dalang.
72
Pagelaran Wayang Kulit diadakan dua kali dalam satu hari yaitu siang dan malam. Untuk pagelaran siang hari dimulai pada pukul 11.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. Dengan lakon “Kikis Tunggarana”, menceritakan tentang perebutan daerah perbatasan. Bomanarakasura, raja Trajutrisna mengklaim bahwa Tunggarana, sebagai daerah kekuasaannya. Sedangkan Gathutkaca, raja Pringgadani, juga mengklaim bahwa Tunggarana merupakan daerah kekuasaannya, dengan alasan karena adipati Kahana beserta masyarakatnya ingin bergabung dengan Pringgadani setelah Tremboko mati. Ketika Pringgadani diperintah oleh prabu Tremboko, ayah Arimbi, kakek Gathutkaca, Tunggarana pernah diperintah oleh Trajutrisna. Ketika itu Tunggarana diperintah oleh adipati yang jahat dan angkaramurka. Namun setelah Tunggarana berganti pemerintahan dan situasi dan kondisi negara Pringgadani berbeda (raja Pringgadani), maka masyarakat Tunggarana ingin menyatukan diri dengan Pringgadani. Gathutkaca memenangkan pertarungan yang disaksikan oleh para sesepuh (Kresna dan Bima) melawan Bomanarakasura. Gathutkaca telah dapat menguasai Tunggarana. Kemudian pagelaran puncaknya dimulai pukul 20.00 WIB sampai pukul 01.00 pagi. Lakon pada pagelaran puncak ini adalah“Sri Boyong”. Dewi Sri lambang kemakmuran pertanian dan hasil bumi. Negeri Amarta, sebuah kerajaan dimana Prabu Puntadewa sulung Pandawa bertahta sedang mengalami bencana. Para petani di kerajaan tersebut mengalami gagal panen, kejadian ini hampir di seluruh pelosok negeri, akibatnya Negeri Amarta kacau balau.Kekacauan tersebut terjadi setelah Dewi Sri meninggalkan tanah kelahirannya itu. Dewi Sri adalah seorang Dewi yang murah hati, baik budi, sabar, dan bijaksana. Dewi Sri lambang kemakmuran
73
pertanian dan hasil bumi. Kecantikan dan kemampuannya membuat suatu negeri gemah ripah loh jinawi. Mengetahui keadaan tersebut Prabu Kresna mengadakan pertemuan dengan Prabu Puntadewa. Melalui Prabu Kresna dan Arjuna, Prabu Puntadewa mengirim Bambang Probo Kusuma dan Punakawan memboyong Bathari Sri ke Negeri Amarta. Mereka membawa Bathari Sri yang menolak pinangan Prabu Nilataksaka. Bambang Probo Kusuma tidak dapat menemukan Dewi Sri karena Dewi Sri berada di negara Antasangin dan disembunyikan raksasa. Kemudian Bambang Probo Kusuma meminta pertolongan terhadap Dewa Indra. Ketika berhasil memasuki Negara Antasangin, Bambang Probo Kusuma bertemu dengan Prabu Nilataksaka. Prabu Nilataksaka ingin meminang Dewi Sri tetapi Dewi Sri menolak. Bambang Probo Kusuma bertemu dan bertempur dengan Prabu Nilataksaka. Prabu Nilataksaka berubah menjadi Naga dan mengalahkan Bambang Probo Kusuma, tetapi pada akhirnya Naga Taksaka dipotong menjadi dua dan dia kalah. Semar yang mendampingi Bambang Probo Kusuma membujuk Dewi Sri agar mau kembali ke Negeri Amarta. Rakyat Amarta bersyukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa. Setelah mengetahui Dewi Sri diantarkan kembali ke Negeri Amarta, Prabu Seran Trenggono yang juga ayah dari Prabu Nilataksaka pergi ke Negeri Amarta dan bertemu dengan Bima. Maka terjadilah peperangan yang dimenangkan oleh Bima dan Prabu Seran Trenggono menjadi kayu tua.
74
Setelah itu Naga Taksaka meminta pertolongan terhadap Prabu Kresna untuk dikembalikan wujudnya, Prabu Kresna menyanggupi asalkan ia menjadi ular dan mengusir hama yang bisa merusak tanaman para petani. Akhir cerita, kedamaian dan kemakmuran kembali ke Negeri Amarta. Rakyat makmur sentosa.
Gambar 20 : Pagelaran Wayang Kulit pada Siang Hari.
Gambar 21 : Pagelaran Wayang Kulit pada Malam Hari Dari cerita Wayang Kulit yang telah dipentaskan pada puncak acara Merti Dusun dapat diketahui bahwa cerita yang dipentaskan memiliki hubungan dengan tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup. Dewi Sri ditampilkan sebagai lakon, dimana 75
dalam kepercayaan Jawa sosok Dewi Sri merupakan simbol kesuburan dan kemakmuran. Dengan dibawakannya cerita tersebut diharapkan dapat membawa limpahan berkah, dijauhkan dari gagal panen, bencana dan kesulitan-kesulitan lain khususnya di Dsusun Sumurup. 3.
Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Merti Dusun Sumurup Tidak
dapat
dipisahkan,
bahwa
kehidupan
bermasyarakat
manusia
membutuhkan orang lain untuk berinteraksi. Masyarakat sebagai komunitas yang terdiri dari individu-individu. Dengan berbagai macam aktivitas sosial yaitu proses terbentuknya nilai sosial dalam kehidupan masyarakat dalam tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup. Nilai sosial terbentuk karena masih adanya fungsi tradisi bagi masyarakat. Nilai sosial merupakan sesuatu yang dianggap berharga oleh masyarakat, yaitu anggapan masyarakat tentang sesuatu yang diharapkan, indah, dan benar serta memiliki manfaat jika dilakukan. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Merti dusun meliputi : 1. Nilai Gotong Royong Nilai gotong royong dalam upacaraMerti Dusun ini terlihat dalam pelaksanaan atau penyelenggaraan yang dilakukan bersama-sama antara warga masyarakat Dusun Sumurup. Misalnyadalam hal biaya penyelenggaraan ditanggung bersama dengan warga masyarakat. Demikian pula dalam hal gotong royongyang dilakukan warga masyarakat padawaktu diadakan Tawu Kali secara gotong-royong membersihkan sumber mata air dan jalan-jalan dusun.Gotong royong yang menjadi ciri khas warga masyarakat dapat dilestarikan dan dipertahankan.
76
2. Nilai Religius (keagamaan) Nilai religius dalam tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup terlihat jelas dalam kegiatan pengajian atau tahlilan yang dilakukan semalam sebelum puncak acara Merti Dusun. Karena tradisi ini merupakan wujud ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu juga karena doa-doa yang digunakan dalam setiap prosesi Upacara Merti Dusun menggunakan doa secara Islami. 3. Nilai Kerukunan Tradisi merti Dusun yang diselenggarakan di Dusun Sumurup ternyata dapat berperan untuk memupuk kerukunan antar warga setempat. Kerukunan dalam arti rasa persatuan dan kesatuan warga masyarakat tersebut dinyatakan adanya pembagian makanan dan makan bersama yang dilakukan pejabat desa, tamu undangan dan warga masyarakat. Interaksi yang terjalin antar umat yang beragama Islam dan non Islam pun berjalan baik, seolah tidak ada sekat pembeda antar umat beragama di Dusun Sumurup. Oleh karena itu dorongan untuk melaksanakan tradisi Meryti Dusun merupakan dasar yang kuat bagi warga masyarakat Dusun Sumurup dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka. Sebagai contoh dalam membuat sesaji, dalam kerja bakti dan persiapan minuman atau makanan untuk suatu pelaksanaan upacara. Bahkan pada saat pelaksanaan upacara telah selesai, mereka bersama-sama membersihkan tempat-tempat yang telah digunakan dan mengembalikan ke tempat semula.
77
4. Nilai Musyawarah Dalam penyelenggaraan tradisi Merti Dusun sangat menjunjung tinggi nilai musyawarah. Hal ini ditunjukkan dalam pelaksanaan tradisi Merti Dusun. Sebelum diselenggarakan dibentuk panitia secara musyawarah, yang dinamakan rembug desa, antara warga masyarakat dengan aparat desa. Dalam musyawarah tersebut dibicarakan bagaimana cara mencari dana untuk penyelenggaraan serta siapa dalang yang akan di undang untuk mengisi pagelaran Wayang Kulit. 5. Nilai Budaya Nilai budaya dalam tradisi Merti Dusun sudah tergambar jelas dari awal, tradisi merupakan sebuah budaya, budaya merupakan hasil karya manusia yang tanpa disadari akan menjadi adat istiadat. Tradisi Merti Dusun ini juga merupakan hasil karya manusia yang telah menjadi kebiasaan dan diwariskan kepada generasi penerus, dalam hal ini Merti Dusun diwariskan oleh leluhur-leluhur masyarakat Dusun Sumurup kepada generasi dibawahnya. Dan sampai sekarang masih terus dilestarikan dan dijaga eksitensinya. 6. Nilai Moral Nilai moral dari tradisi Merti Dusun dapat dilihat dari kebiasaan gotong-royong masyarakat Dusun Sumurup. Rasa ikhlas partisipasi saling membantu dalam persiapan dan pelaksanaan Merti Dusun. Mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan prbadi demi kelangsungan dan kelancaran pelaksanaan Merti dusun sehingga dapat mencapai tujuan bersama. Dimana tradisi ini bertujuan untuk
78
ucapan syukur serta memohon limpahan berkah untuk warga masyarakat Dusun Sumurup. 7. Nilai Ekonomi Masyarakat Dusun Sumurup juga beranggapan bahwa kerja keras adalah sesuatu yang penting untuk mencapai suatu kesuksesan atau keberhasilan.Lambat laun nilai ini diikuti oleh orang lain yang pada akhirnya akan menjadikan nilai tersebut milik bersama. Dalam kenyataannya, nilai ekonomi yang berasal dari kelompok masyarakat sering ditularkan dengancara memberi contoh perilaku yang sesuai dengan nilai yang dimaksud. Dalam tradisi Merti Dusun ini terdapat nilai ekonomi, masyarakat DusunSumurup mendapatkan kesempatan dalam berdagang padasaat prosesi upacara adat berlangsung, sehingga meningkatkan nilai jual yang lebih tinggi. Jumlah masyarakat yang berdagang diperkirakan ada 50 pedagang dan keuntungan rata-rata Rp. 200.000,-. 4.
Manfaat Tradisi Merti Dusun 1.
Sebagai Sarana Silaturahmi antar masyarakat
Tidak dapat dipungkiri manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya membutuhkan bantuan orang lain. Apapun kegiatan manusia selalu ada peran orang lain dalam pelaksanaannya. Namun sering kali kesibukan manusia membuat peran kita sebagai makhluk sosial dalam konteks bermasyarakat berkurang. Maka dengan adanya tradisi Merti Dusun ini masyarakat yang mungkin sulit sekali memiliki waktu sekedar berkumpul bersama tetangga-tetangga sekitar
79
rumah akan kembali lagi menyambung silaturahmi yang sempat berkurang karena kesibukan masing-masing individu masyarakat. 2. Sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Dalam kaitannya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, senantiasa harus mengucap syukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan. Tuhan memberikan nikmat dan rezeki melalui hasil alam yang melimpah. Sudah sepatutnya manusia bersyukur atas kelimpahan itu. Sebagai wujud syukur kepada Sang Pencipta maka Masyarakat Dusun Sumurup secara rutin melaksanakan tradisi Merti Dusun setiap tahunnya. 3. Sebagai wujud pelestarian kebudayaan Dalam kaitannya manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Mnusia adlah pemilik kebudayaan. Kebudayaan akan bertahan atau bahkan musnah itu bergantung pada manusia itu sendiri. Maka dalam tradiMerti Dusun ini memiliki manfaat sebagai wujud dari pelestarian budaya yang sudah turun-temurun diwariskn oleh para pendahulu. Dengan adanya kesadaran tentang kelestarian budaya atau kearifan lokal masyarakat Dusun Sumurup diharapkan akan membawa kesejahteraan bagi warga masyarakat. C. Pembahasan Setiap manusia merupakan pewaris kebudayaan. Manusia lahir tanpa membawa kebudayaan, namun tumbuh dan berkembang menjadi dewasa di dalam lingkungan budaya tertentu dimana ia dilahirkan. Perkembangan manusia dibentuk oleh
80
kebudayaan yang ada di lingkungannya. Memangdalam bata-batas tertentu manusia membentuk dan mengubah kebudayaannya, namun pada dasarnya manusia lahir dan besar sebagai penerima kebudayaan dari pendahulunya. Sama halnya yang terjadi di masyarakat Dusun Sumurup, mereka memperoleh warisan budaya dari nenek moyang mereka. Hasil kebudayaan yang diwariskan nenek moyang mereka yaitu salah satunya berupa tardisi. Tardisi ritual yang selama ini masih dilestarikan adala upacara tradisi Merti Dusun. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Robert H. Lowie dalam Marjan (1999 : 36) kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adatistiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, kebiasaan yang diperoleh bukan karena kreativitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau. Upacara tradisi Merti Dusun sebenarnya adalah salah satu bentuk ritual dari slametan. Masyarakat Dusun Sumurup tidak dapat menceritakan sejak kapan dan siapa yang membawa tradisi ini. Mereka hanya bisa menjelaskan bahwa tradisi Merti Dusun ini sudah dilaksanakan sejak nenek moyang mereka dahulu, kini mereka hanya meneruskan tradisi yang sudah ada dari nenek moyang terdahulu.Kenyataan ini sesuai dengan pendapat dari Funk dan Wagnalls dalam Muhaimin (2001:11) tradisi di maknai sebagai pengatahuan, doktrin, kebiasaan, praktek dan lain-lain yang dipahami sebagai pengetahuan yang telah diwariskan secara turun-temurun termasuk cara penyampain doktrin dan praktek tersebut. Tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup merupakan sebuah prosesi upacara yang rutin dilakukan oleh semua lapisan masyarakat Dusun Sumurup dan bertujuan
81
untuk mengucap syukur serta meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini menunjukan bahwa Tradisi Merti Dusun adalah wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas, kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, wujud ini berupa sistem sosial dalam masyarakat yang bersangkutan (Koentjoroningrat dalam Herusatoto, 2008 : 12) Tradisi Merti Dusun tidak bisa lepas dari mitos dan cerita rakyat yang berkembang di masyarakat. Sebagian masyarakat Dusun Sumurup mempercayai jika tradisi Merti Dusun tidak dilaksanakan maka akan terjadi bencana atupun malapetaka yang menimpa dusun mereka. Hal ini memang belum terbukti dan harapan masyarakat jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak dinginkan tersebut. Karena ketakutan akan terjadinya bencana dan malapetaka maka tradisi Merti Dusun dari jaman nenek moyang hingga sekarang masih tetap dilakukan secara rutin. Hal ini sesuai dengan pendapat Koderi (1991 : 109) upacara ritual adalah upacara yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap kekuatan benda alam dan roh halus atau kekuatan gaib biasanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti Suran, Sadranan, Sedhekah Laut, dan Sedhekah Bumi. Sisa-sisa kepercayaan semacam itu juga menyertai dalam kegiatan menuai padi, mendirikan rumah, dan memelihara benda-benda yang dianggap keramat. Setiap ritual mempunyai fungsi yang berbeda-beda tapi tujuanya sama yaitu memohon keselamatan kepada Tuhan. Masyarakat Dusun Sumurup menganggap bahwa ada kekuatan ghaib yang mendiami daerah Dusun Sumurup, hal itu diperkuat dengan masih digunakan sesaji-sesaji yang ditempatkan disudut-sudut dusun yang bertujuan untuk meminta ijin dan restu dari Dhanyang dan para leluhur mereka. Pola pikir masyarakat Dusun 82
Sumurup yang masih mempercayai bahwa jika tidak melaksanakan tradisi Merti Dusun akan terjadi bencana yang tidak diinginkan (tolak bala). Dengan dilakukannya tradisi Merti Dusun tersebut masyarakat berharap dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan alam serta menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan alam semesta. Maka dusun mereka dapat dijauhkan dari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat murka alam. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdurrauf Tarimana (1993:240) asas-asas timbal-balik yang tampak dalam upacara tolak bala antara manusia dengan mahluk halus atau dewa atau Tuhan, terjadi hubungan timbal balik antara satu sama lain. Manusia dalam upacara itu mempersembahkan saji-sajian, mantera dan doa-doa kepada mahluk halus, Tuhan karena hal itu diperlukan oleh manusia, dan sebaliknya mereka memberi berkah dan pengampunan kepada manusia atas segala dosanya. Ini menunjukan bahwa masyarakat Dusun Sumurup memiliki corak masyarakat adat yang bersifat keagamaan (magis-religius), artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang ghaib dan/atau berdasarkan pada ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan bangsa Indonesia bahwa di alam semesta ini benda-benda serba berjiwa (animisme), benda-benda itu bergerak (dinamisme), di sekitar kehidupan manusia itu ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia (jin, malaikat, iblis, dan sebagainya) dan alam sejagad ini ada karena ada yang mengadakan, yaitu Yang Maha Pencipta (Hilman Hadikusuma, 2014) Pada pelaksanaan tradisi Merti Dusun unsur-unsur Islami sangat kentara didalamnya. Seperti doa-doa yang digunakan adalah doa secara Islami, meski
83
demikian namun tetap menggunakan doa-doa kejawen atau amalan-amalan dalam bahasa jawa. Unsur Islam yang masuk tidak lain karena mayoritas warga masyarakat Dusun Sumurup adalah pemeluk agama Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa meskipun masyarakat Dusun Sumurup sudah memeluk agama modern dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam prakteknya masyarakat dusun tersebut masih belum ada kepuasan batin jika belum melaksanakan ritual-ritual tradisi yang telah diwariskan turun-temurun oleh leluhur mereka. Ini menunjukan bahwa agama modern tidak serta merta menghilangkan kebiasaan-kebiasaan budaya warisan lampau yang notabene bertentangan dengan zaman modern. Upacara tradisional Merti Dusun adalah warisan budaya leluhur yang diwariskan dari generasi ke generasi dan memiliki tujuan dan maksud-maksud tertentu. Fungsi upacara tradisional menurut Hartono dalam Dwiyanto (2012:68) penyelenggaraan upacara adat pada umumnya bertujuan untuk menghormati, mensyukuri pemberian Tuhan, mohon keselamatan kepada Tuhan melalui arwah leluhur atau nenek moyang atau kepada kekuatan-kekuatan Illahi yang lain. Seperti halnya yang terlihat dari pelaksanaan tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup. Upacara tradisional ini bertujuan antara lain untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas yang telah memberikan keselamatan, kesejahteraan, dan ketentaraman dalam masyarakat, serta menjadi doa supaya kedepannya kehidupan masyrakat Dusun Sumurup tetap tentram dan senantiasa dilimpahi rezeki dari hasil sawah dan perikanan mereka. Setiap aktivitas budaya pasti memiliki nilai yang tersirat didalam pelaksanaannya. Entah disadari ataupun tidak nilai dari suatu tradisi akan terus ada 84
selama kebudayaan itu dipelihara. Menurut Horton dan Hunt dalam Narwoko dan Bagong (2011 : 55) nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar. Nilai sosial dapat didefinisikan sebagai sikap dan perasaan oleh masyarakat sebagai dasar untuk memutuskan apa yang benar dan salah. Selain itu, nilai sosial dapat dirumuskan sebagai petunjuk secara sosial terhadap objek-objek baik yang bersifat materiil maupun nonmateriil. Nilai sosial bersifat abstrak menyebabkan harga diri nilai diukur berdasarkan struktur yang ada dalam masyarakat (Waridah, 2004: 88). Nilai sosial menyangkut hal-hal yang diidam-idamkan oleh masyarakat, baik yang berupa uang, persaingan bebas, maupun persamaan kesempatan. Meskipun nilai tersebut mendasari tata sosial, akan tetapi warga masyarakat yang bersangkutan biasanya tidak menyadari adanya nilai tersebut. Hanya dalam situasi di mana nilai sosial itu terancam, maka orang segera menyadari pentingnya nilai sosial bagi kesejahteraan bersama. Lundberg menyatakan suatu hal memiliki nilai jika orang berperilaku menurut nilai itu, memegangnya teguh dan meningkatkannya sebagai miliknya (Daldjoeni, 1985: 169-170). Nilai sosial terdiri dari nilai material, nilai vital dan nilai rohani. Nilai material dalam tradisi tersebut dapat didlihat dari sajian atau hidangan yang dipersiapkan guna pelaksanaan Tawu Kali maupun saat Kenduri, hidangan tersebut dinikmati oleh semua warga yang ikut dalam ritual tersebut, makanan merupakan kebutuhan fisik manusa. Hal ini sesuai dengan pendapat Notonegoro dalam Idianto (2004 : 85
110) nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia atau benda-benda nyata yang dapat dimanfaatkan sebagai kebutuhan fisik manusia. Nilai vital menurut Notonegoro dalam Idanto (2004 : 110) segala sesuatu yang berguna bagi manusia agar dapat melakukan aktivitas atau kegiatan dalam kehidupannya. Nilai vital yang terkandung dalam tradisi Merti Dusun terlihat jelas dari tujuan dan fungsi dari tradisi tersebut, yaitu sebagai wujud ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus sebagai tolak bala dari segala mara bahaya sehingga masyarakat Dsusun Sumurup dapat menjalani kehidupan dengan tenang. Nilai Rohani dalam tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup adalah nilai religius dan nilai moral. Nilai religius menurut Notonegoro dalam Idianto (2004 : 110) yaitu nilai ketuhanan yang berisi kenyakinan/kepercayaan manusia terhadap Tuhan Yang maha Esa. Dalam tradisi Merti Dusun di Dusun sumurup terlihat jelas dalam kegiatan pengajian atau tahlilan yang dilakukan semalam sebelum puncak acara Merti Dusun. Karena tradisi ini merupakan wujud ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu juga karena doa-doa yang digunakan dalam setia prosesi Upacara Merti Dusun menggunakan doa secara Islami. Nilai Moral menurut Notonegoro dalam Idianto (2004 : 110) nilai moral yaitu nilai sosial yang berkenaan dengan kebaikan dan keburukan, bersumber dari kehendak atau kemauan (karsa dan etika). Nilai moral dari tradisi Merti Dusun Sumurup yantra lain yaitu nilai gotong-royong, nilai kerukunan, nilai musyawarah. Rasa ikhlas partisipasi saling membantu, rembug desa dalam menentukan biaya, serta kerukunan antar warga yang mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi demi
86
kelangsungan dan kelancaran pelaksanaan Merti Dusun sehingga dapat mencapai tujuan bersama merupakan nilai moral yangdapat diambil dalam tradisi tersebut. Nilai budaya dalam tradisi Merti Dusun sudah tergambar jelas dari awal, tradisi merupakan sebuah budaya, budaya merupakan hasil karya manusia yang tanpa disadari akan menjadi adat istiadat. Tradisi Merti Dusun ini juga merupakan hasil karya manusia yang telah menjadi kebiasaan dan diwariskan kepada generasi penerus, dalam hal ini Merti Dusun diwariskan oleh leluhur-leluhur masyarakat Dusun Sumurup kepada generasi dibawahnya. Dan sampai sekarang masih terus hidup dan dilestarikan dan dijaga eksitensinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat
(1987:85)
nilai
budaya
terdiri
dari
konsepsi
–
konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia. Nilai Ekonomi, Menurut Wuri dan Handanti (2008:1) bahwa nilai ekonomi merupakan perilaku manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang banyak dan beraneka ragam dengan sumber daya yang terbatas untuk mencapainya. Manusia berharap semua kebutuhannya dapat terpenuhi dengan baik. Oleh sebab itu mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Masyarakat Dusun Sumurup juga beranggapan bahwa kerja keras adalahsesuatu yang penting untuk mencapai suatu kesuksesan atau keberhasilan.Lambat laun nilai ini diikuti oleh orang lain yang pada akhirnya akan menjadikan nilai tersebut milik
87
bersama. Dalam kenyataannya, nilai ekonomi yang berasal dari kelompok masyarakat sering ditularkan dengan cara memberi contoh perilaku yang sesuai dengan nilai yang dimaksud. Dalam tradisi Merti Dusun ini terdapat nilai ekonomi, masyarakat DusunSumurup mendapatkan kesempatan dalam berdagang padasaat prosesi upacara adat berlangsung, sehingga meningkatkan nilai jual yang lebih tinggi. Warga
Dusun
Sumurup
yang
menjunjung
tinggi
nilai-nilai
luhur,
mempunyaianggapan bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, tetapi selalu tergantung kepada sesamanya. Oleh karena itu tradisi merti dusun yang menyangkut kegiatan seluruh warga ditujukan untuk kepentingan bersama. Hal ini disebabkan pada dasarnya tradisi tersebut untuk kepentingan bersama, memberikan kesejahteraan, ketenteraman dan keselamatan warga Dusun Sumurup.
88