BAB IV ANALISIS METODE PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH INKLUSI SDN BENDAN 01 PEKALONGAN A. Analisis Metode Pembelajaran PAI di Sekolah Inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan Berdasarkan teori yang telah disebutkan dalam bab II bahwa menurut Departemen Pendidikan Nasional
Direktorat
Jenderal Mandikdasmen
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa 2007 bahwa proses pembelajaran di sekolah inklusi dilaksanakan sesuai dengan karakteristik belajar peserta didik. Sistem pelaksanaannya mengacu pada buku pedoman pembelajaran. Kemudian mereka menambahkan lagi bahwa dalam mengimplementasikan metode pembelajaran di sekolah inklusi maka guru harus menyesuaikannya dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa serta menyesuaikannya dengan
tujuan
pembelajaran.
Sedangkan
menurut
teori
Lombardi
menyebutkan bahwa untuk menggunakan metode pembelajaran di sekolah inklusi maka seorang guru harus memilih metode yang bukan hanya efektif untuk anak normal tetapi juga efektif untuk anak berkebutuhan khusus. Guru juga harus mendorong siswanya untuk aktif. Karenanya harus dilakukan modifikasi terhadap metode yang digunakan yaitu antara lain guru menyebutkan kosakata penting sebelum pengajaran, guru melakukan pengulangan materi pelajaran, guru mengorganisasikan materi agar lebih mudah dipahami, guru mengatur alokasi waktu sebaik mungkin, guru menggunakan alat tiruan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran,
108
109
guru melakukan umpan balik untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa, guru membentuk kelompok kerjasama dan membuat siswa saling menjadi tutor teman sebaya, guru melakukan pengajaran unit, kemudian guru melakukan prosedur modifikasi perilaku terhadap siswa terutama siswa berkebutuhan khusus. Berdasarkan teori di atas, karenanya guru dalam memilih metode pembelajaran di sekolah inklusi bukan hanya mempertimbangkan aspek kesesuaian dengan materi pelajaran dan tujuan pembelajaran melainkan juga mempertimbangkan aspek perbedaan karakteristik siswa serta perbedaan karakteristik
belajar
dari siswa.
Perbedaan
karakteristik siswa dan
karakteristik belajar siswa di sekolah inklusi ini tentunya tertuju pada perbedaan antara anak normal dan anak berkebutuhan khusus. Jadi, meskipun anak berkebutuhan khusus itu jumlahnya lebih sedikit dari anak normal guru tetap tidak boleh mengabaikannya sebab mereka mempunyai hak belajar yang sama dengan anak normal. Guru juga harus melakukan modifikasi terhadap metode pembelajaran yang digunakan agar sifatnya lebih fleksibel dan mudah diterima oleh semua siswa baik siswa normal maupun siswa berkebutuhan khusus. Tentunya guru harus mempersiapkan sebaik mungkin metode pembelajaran yang akan digunakan sebelum memulai proses pembelajaran. Modifikasi dilakukan antara lain dengan melakukan pengorganisasian materi agar siswa lebih mudah memahami materi pelajaran. Guru juga harus banyak melakukan pengulangan materi untuk memberikan penguatan terutama kepada siswa berkebutuhan khusus, karenanya guru juga harus memodifikasi alokasi
110
waktu sebaik mungkin agar tujuan pembelajaran seluruhnya bisa tercapai meskipun banyak melakukan pengulangan materi. Serta guru harus melakukan umpan balik untuk mengetahui sejauhmana pemahaman siswa baik itu siswa normal maupun siswa berkebutuhan khusus. Guru tidak boleh memandang rendah kemampuan siswa berkebutuhan khusus sehingga mengabaikannya dalam proses pembelajaran hal ini akan semakin membuat siswa berkebutuhan khusus terpuruk. Justru guru harus senantiasa memperhatikannya untuk membantu meningkatkan kemampuannya. Untuk mengetahui metode pembelajaran yang cocok diterapkan maka guru harus banyak membaca buku-buku pedoman pembelajaran. Bukan hanya buku pedoman pembelajaran yang biasa digunakan tetapi juga buku pedoman pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Dalam buku-buku pedoman pembelajaran banyak disebutkan bahwa metode pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus itu berbeda dengan metode pembelajaran yang biasa digunakan untuk anak normal, harus ada modifikasi tertentu untuk membantu perkembangan anak berkebutuhan khusus tersebut. Seperti metode bagi anak slow learner adalah dengan cara banyak melakukan pengulangan materi. Artinya guru harus memberikan materi secara berulang-ulang kepada anak slow learner sebab pada dasarnya mereka lambat dalam memahami pelajaran. Jika hal ini tidak dilakukan maka kemungkinan besar anak slow learner tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran. Kemudian untuk metode bagi tunawicara digunakan metode yang banyak menekankan pada kemampuan berkomunikasi. Kemudian untuk anak ADHD atau hyperaktif digunakan
111
metode yang bisa meningkatkan fokus dan konsentrasinya. Seperti dengan menuliskan tugas-tugas apa saja yang harus dilakukan selama pembelajaran, kemudian adanya banyak variasi dalam pembelajaran serta menggunakan metode
dengan
strategi
pembelajaran
aktif.
Sehingga
guru
perlu
memperhatikan penggunaan metode yang bisa membuat mereka ikut berperan aktif dalam pembelajaran.
Selanjutnya metode pembelajaran untuk anak
tunagrahita adalah dengan menggunakan lesson study. Dimana dalam metode ini guru menyiapkan topik materi terlebih dahulu kemudian dikembangkan sesuai
kebutuhan
anak,
selanjutnya
guru
membentuk
siswa
untuk
berkelompok dan membiarkan mereka untuk melakukan diskusi. Adapun untuk metode bagi siswa ratardasi mental maka digunakan metode yang banyak menggunakan praktek dan pengulangan materi. Dengan cara seperti ini akan membantu mereka memahami materi dari pada penyampaian materi secara teoritis. Adapun berdasarkan data-data yang ditemukan dilapangan yang tertulis dalam hasil penelitian pada bab III metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan yaitu pertama, metode ceramah merupakan metode yang dominan digunakan. Dalam pelaksanaannya metode ini oleh sebagian guru PAI terkadang ditunjang dengan penggunaan media yang berbasis teknologi seperti dengan penayangan film animasi melalui LCD atau proyektor. Kedua, metode sortir kartu yang hanya digunakan oleh satu guru PAI saja sementara guru yang lain tidak menggunakannya. Ketiga, metode diskusi. Keempat, metode bercerita yang dalam pelaksanaannya sering
112
merupakan metode ceramah yang di dalamnya disisipi dengan cerita atau kisah yang berhubungan dengan materi. Kelima, metode demonstrasi. Keenam, metode tanya jawab yang merupakan metode yang sering digunakan dalam setiap pembelajaran baik itu diawal pembelajaran, tengah ataupun akhir pembelajaran. Ketujuh, metode drill. Kedelapan, metode team quiz namun dalam pelaksanaannya juga ada sedikit modifikasi seperti menjawab pertanyaan secara berkelompok dengan lisan atau dengan cara tertulis. Kesembilan, metode tugas dan resitasi. Kesepuluh, metode reward (penghargaan). Biasanya hadiah yang diberikan berupa barang atau nilai. Kesebelas, metode pembiasaan. Dalam pelaksanaannya, metode-metode yang telah disebutkan itu digabungkan antara yang satu dengan yang lain sesuai dengan materi pelajaran serta disesuaikan dengan keadaan saat pembelajaran. Namun, guru PAI tidak membedakan metode pembelajaran untuk anak-anak berkebutuhan dengan anak normal. Artinya guru PAI menerapkan metode pembelajaran yang sama baik untuk anak normal maupun anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan umumnya adalah metode pembelajaran yang biasa digunakan pada sekolah reguler. Dasar pertimbangan guru dalam memilih metode pembelajaran adalah hanya kesesuaian dengan materi. Adapun aspek perbedaan karakteristik serta kemampuan awal siswa tidaklah menjadi bahan pertimbangan guru. Hal ini karena menurut guru PAI mereka tidak dapat menerapkan metode pembelajaran yang dapat membantu siswa berkebutuhan khusus di kelas karena hal tersebut sulit dilaksanakan
113
sebab kelas bercampur antara siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus dan jumlah siswa normalnya lebih banyak daripada siswa berkebutuhan khusus. Selain hal tersebut, kemampuan guru PAI yang terbatas dalam menangani anak berkebutuhan khusus juga menjadi alasan lain. Mereka hanya guru yang bukan merupakan lulusan dari pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan luar biasa. Serta penataran untuk guru PAI terkait pendidikan inklusi belum ada. Maka berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan di atas dapat dikatakan bahwa metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan dalam pelaksanaannya kurang tepat. Hal ini dapat dilihat bahwa guru PAI menerapkan metode yang sama untuk semua anak, baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. Sedangkan dasar pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran adalah kesesuaian dengan materi tanpa memperhatikan perbedaan karakteristik dan kemampuan awal siswa sehingga metode pembelajaran yang digunakan tidak semua anak didik dapat menerimanya
terutama
anak
berkebutuhan
khusus.
Sebab,
metode
pembelajaran yang digunakan adalah metode-metode yang biasa digunakan di sekolah reguler, padahal bagi anak berkebutuhan khusus ada modifikasi metode pembelajaran tersendiri agar dapat membantunya dalam menerima pelajaran. Modifikasipun hanya sebatas menggabungkan metode satu dengan metode lain, dan hal ini bukanlah termasuk modifikasi metode pembelajaran melainkan variasi metode pembelajaran. Sehingga guru seolah mengabaikan adanya anak berkebutuhan khusus di dalam kelas, karena jumlah mereka yang
114
lebih sedikit dibandingkan anak normal. Padahal mereka juga mempunyai hak belajar yang sama seperti anak normal. Metode pembelajaran yang digunakan juga tidak dapat mendorong semua siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran, sebagian besar siswa berkebutuhan khusus cenderung pasif. Jadi, yang berperan aktif adalah siswa normal sedangkan siswa berkebutuhan khusus pasif mendengarkan atau sekedar melihat teman-temannya yang aktif. Namun meskipun demikian, guru PAI tetap berusaha untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam belajar seperti dengan memberikan pelayanan yang bersifat individual kepada siswa berkebutuhan khusus untuk membantu mereka belajar yaitu dengan memberikan jam tambahan pelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus yang dianggap memerlukan pengulangan materi. Namun hal ini tidak sering dilakukan, hanya ketika siswa berkebutuhan khusus itu tetap tidak dapat mencapai KKM meskipun telah dilakukan kegiatan remidial. Kemudian guru PAI juga melakukan pelayanan individual di kelas yang sifatnya membantu mereka dalam melakukan tugas seperti membantu menulis atau memberikan tugas jika mereka tidak bisa mengikuti proses pembelajaran dengan baik seperti anak normal. B. Analisis Faktor Penghambat dalam Penerapan Metode Pembelajaran PAI di Sekolah Inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan Berdasarkan teori pada bab II bahwa faktor penghambat dalam penerapan metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan itu ada dua yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar, sedangkan berdasarkan data yang didapatkan seperti yang tersaji pada bab III maka
115
diketahui bahwa faktor penghambat dalam penerapan metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan hanyalah faktor dari dalam yaitu kondisi fisiologis dan psikologis baik guru ataupun peserta didik. Faktor dari luar tidak terlalu berpengaruh dalam penerapan metode pembelajaran PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan. Adapun faktor dari dalam tersebut adalah kelambatan pemahaman siswa berkebutuhan khusus ketika mengikuti proses pembelajaran dan kurangnya pemahaman guru tentang cara menangani anak berkebutuhan khusus. 1. Kelambatan pemahaman siswa berkebutuhan khusus ketika mengikuti proses pembelajaran. Kebanyakan siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan memang memiliki tingkat IQ yang lebih rendah dibandingkan anak normal sehingga mereka cenderung lebih lambat dan tertinggal dalam memahami materi pelajaran dibandingkan anak normal. Karena
itu
perlu
diadakannya
pengulangan
materi
bagi
siswa
berkebutuhan khusus. Guru bisa saja memberikan pengulangan materi di kelas dan saat proses pembelajaran berlangsung. Untuk sekali atau dua kali itu tidak akan jadi masalah. Namun ketika hal tersebut terjadi terus menerus maka ini akan mengganggu proses pembelajaran. Anak normal juga akan merasa dirugikan sebab yang seharusnya mereka bisa melanjutkan materi jadi tertunda. Apalagi hal tersebut juga akan banyak memakan waktu pembelajaran. Alokasi waktu yang sudah direncanakan
116
menjadi tidak sesuai dan tujuan pembelajaran yang seharusnya sudah tercapai menjadi belum tercapai. Siswa berkebutuhan khusus juga cenderung bersifat pasif. Maka ketika guru menggunakan metode yang merangsang keaktifan siswa hal ini akan terlihat tidak efektif untuk anak berkebutuhan khusus sebab mereka hanya diam melihat teman-temannya yang aktif. Padahal tujuan guru menggunakan metode tersebut adalah juga untuk merangsang keaktifan siswa berkebutuhan khusus. Karenanya guru harus memberikan tugas individu yang lain bagi siswa berkebutuhan khusus agar mereka tetap bisa aktif mengikuti proses pembelajaran, bukan hanya diam melihat teman-temannya yang aktif. Maka seperti yang telah disebutkan, guru dapat memberikan pelayanan individual bagi siswa berkebutuhan khusus di luar jam pembelajaran berupa pengulangan materi. Namun jika memungkinkan juga sesekali dapat dilakukan saat proses pembelajaran berlangsung. 2. Kurangnya pemahaman guru tentang cara menangani anak berkebutuhan khusus Dasar pertimbangan dalam penerapan metode pembelajaran selain yang disebutkan di atas yaitu kesesuaian dengan materi dan perbedaan karakteristik siswa, maka dasar pertimbangan lain yang tidak kalah penting
adalah
kemampuan
guru
dalam
menggunakan
metode
pembelajaran tersebut. Guru PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan memiliki pemahaman yang kurang dalam cara menangani
117
anak berkebutuhan khusus dan metode pembelajaran yang tepat bagi mereka. Implikasinya adalah kurangnya kemampuan mereka dalam menangani anak berkebutuhan khusus maka metode pembelajaran PAI yang mereka terapkan pun sebatas yang mereka tahu dan sebatas mereka mampu. Maka mereka melakukan pembelajaran di sekolah inklusi itu terutama dalam menerapkan metode pembelajarannya dengan cara otodidak, jika metode tertentu coba diterapkan dan ternyata hasilnya cukup efektif maka mereka akan menggunakan metode tersebut lagi dilain waktu. Untuk mengatasi hambatan ini maka guru PAI di sekolah inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan dapat membaca buku-buku pedoman pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Hal ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman guru dan dapat dijadikan referensi dalam melakukan modifikasi metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada proses pembelajaran PAI. Namun teori saja belumlah cukup harus ada praktek nyata yang dilakukan. Untuk melaksanakan praktek semacam ini maka diperlukan dukungan dari pemerintah seperti dengan mengadakan pelatihan atau penataran bagi guru PAI tentang metode pembelajaran di sekolah inklusi. Berdasarkan hasil pengumpulan data penataran dan pelatihan tentang metode pembelajaran di sekolah inklusi hanya diberikan kepada guru umum atau guru kelas sedangkan guru agama dalam hal ini PAI pernah melakukan penataran namun bukan tentang metode pembelajaran di sekolah inklusi.
118
C. Analisis Efektivitas Metode Pembelajaran PAI di Sekolah Inklusi SDN Bendan 01 Pekalongan Berdasarkan teori pada bab II bahwa efektivitas dapat dilihat dari dua segi yaitu segi proses dan segi hasil. Dari segi proses, efektivitas metode pembelajaran dapat diamati bahwa pembelajaran atau pembentukkan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Dari segi hasil maka efektivitas berarti menunjukkan taraf tercapainya tujuan, usaha dapat dikatakan efektif apabila usaha tersebut mencapai tujuan yang diinginkan. Ukuran efektif dapat diukur dari beberapa jumlah siswa yang berhasil mencapai tujuan belajar dalam waktu yang telah ditentukan yaitu peserta didik seluruhnya atau setidaktidaknya sebagian besar (75%). Dilihat dari segi proses, metode pembelajaran PAI yang diterapkan di SDN Bendan 01 Pekalongan cukup berhasil. Sebab berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa selama metode pembelajaran diterapkan, suasana kelas cukup kondusif. Sebagian besar siswa juga terlibat aktif dalam proses pembelajaran baik secara fisik, mental maupun sosial serta memiliki kegairahan yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya diri. Namun beberapa siswa berkebutuhan khusus biasanya mereka cenderung pasif dan tidak memperhatikan pembelajaran. Namun
119
keberadaan siswa berkebutuhan khusus ini kurang dari 25% dari total siswa di kelas. Maka dari itu secara umum, proses pembelajaran PAI yang dilakukan di SDN Bendan 01 Pekalongan dikatakan berhasil sebab lebih dari 75% siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran baik secara fisik, mental maupun sosial serta memiliki kegairahan yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya diri. Maka dari itu metode pembelajaran yang digunakan guru PAI SDN Bendan 01 Pekalongan cukup efektif. Namun jika dilihat sasarannya secara individu, proses pembelajaran yang dilakukan guru dapat dikatakan berhasil untuk siswa normal namun belum berhasil untuk siswa berkebutuhan khusus sebab siswa berkebutuhan khusus cenderung pasif selama proses pembelajaran, mereka juga tidak mempunyai semangat belajar serta mereka tidak mempunyai rasa percaya diri. Mereka cenderung pemalu. Sehingga metode pembelajaran PAI yang diterapkan di SDN Bendan 01 Pekalongan cukup efektif bagi siswa normal namun tidak cukup efektif untuk siswa berkebutuhan khusus. Dari segi hasil maka berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa di kelas IA ada dua siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Satu di antara dua siswa tersebut adalah siswa berkebutuhan khusus, sementara yang lain adalah siswa normal. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 20 anak dari jumlah seluruh siswa adalah 22 anak. Maka tingkat keberhasilan belajarnya adalah 90,9%. Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa di kelas IB ada satu siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Siswa tersebut merupakan
120
siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 24 siswa dari jumlah seluruh siswa adalah 25 anak. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 96%. Berdasarkan tabel 6, diketahui bahwa di kelas IIA ada tiga siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Dua di antara tiga siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 26 dari jumlah seluruh siswa adalah 29. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 89,6%. Berdasarkan tabel 7, diketahui bahwa di kelas IIB ada enam siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Empat di antara enam siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 24 dari jumlah seluruh siswa adalah 30. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 80%. Berdasarkan tabel 8, diketahui bahwa di kelas IIIA ada dua siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Dua siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 31 dari jumlah seluruh siswa adalah 33. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 93,9%. Berdasarkan tabel 9, diketahui bahwa di kelas IIIB ada empat siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Dua di antara empat siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 29 dari jumlah seluruh siswa adalah 33. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 87,8%.
121
Berdasarkan tabel 10, diketahui bahwa di kelas IVA ada delapan siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Tiga di antara delapan siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 13 dari jumlah seluruh siswa adalah 21. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 61,9%. Berdasarkan tabel 11, diketahui bahwa di kelas IVB ada tiga siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Satu di antara tiga siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 17 dari jumlah seluruh siswa adalah 20. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 85%. Berdasarkan tabel 12, diketahui bahwa di kelas VA ada tujuh siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Tiga di antara tujuh siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 20 dari jumlah seluruh siswa adalah 27. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 74%. Berdasarkan tabel 13, diketahui bahwa di kelas VB ada sembilan siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Lima di antara sembilan siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 18 dari jumlah seluruh siswa adalah 27. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 66,6%. Berdasarkan tabel 14, diketahui bahwa di kelas VIA ada delapan siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Satu di antara delapan siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang
122
mencapai KKM ada 25 dari jumlah seluruh siswa adalah 33. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 75,7%. Berdasarkan tabel 15, diketahui bahwa di kelas VIB ada 16 siswa yang tidak mencapai KKM dalam mata pelajaran PAI. Enam di antara 16 siswa tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus. Jumlah siswa yang mencapai KKM ada 15 dari jumlah seluruh siswa adalah 31. Maka tingkat keberhasilan proses pembelajarannya adalah 48,3%. Berdasarkan hasil analisis di atas diketahui bahwa dari 12 kelas di SDN Bendan 01 Pekalongan, delapan di antaranya dalam proses pembelajaran PAI dikatakan berhasil sebab mencapai presentase 75% atau lebih yaitu kelas IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB, IVB, VIA , sedangkan empat kelas lainnya dalam proses pembelajaran PAI belum berhasil sebab belum mencapai presentase 75% atau lebih yaitu kelas IVA, VA, VB, dan VIB. Berdasarkan analisis tersebut maka dapat dikatakan bahwa secara umum proses pembelajaran PAI di SDN Bendan 01 Pekalongan dikatakan berhasil sebab ada delapan kelas yang mencapai presentase 75% atau lebih, meskipun ada empat kelas yang belum berhasil. Namun meskipun secara umum proses pembelajaran PAI di SDN Bendan 01 Pekalongan dikatakan berhasil, jika dilihat secara individual yaitu tingkat keberhasilan untuk siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus maka perlu dianalisis sebab di sekolah inklusi terdiri dari siswa yang heterogen. Untuk siswa normal, mayoritas siswa telah mencapai KKM. Sehingga proses pembelajaran PAI yang dilakukan kepada mereka dapat dikatakan berhasil.
123
Namun untuk siswa berkebutuhan khusus, dari 41 siswa berkebutuhan khusus di sekolah tersebut terdapat 32 siswa berkebutuhan khusus yang tidak mencapai KKM. Apabila dipresentase maka ada sekitar 78% siswa berkebutuhan khusus yang tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran PAI untuk siswa berkebutuhan khusus belum berhasil. Dilihat dari segi hasil, proses pembelajaran PAI yang secara umum dikatakan berhasil maka berarti siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang harus dikuasai. Karena tujuan pembelajaran telah dikuasai berarti metode pembelajaran PAI yang digunakan dapat dikatakan cukup efektif. Namun, jika dilihat dari sasarannya secara individual maka proses pembelajaran PAI untuk siswa normal dapat dikatakan berhasil sebab mayoritas siswa mencapai KKM itu artinya mereka telah mencapai tujuan pembelajaran. Karena itu metode pembelajaran PAI yang digunakan guru cukup efektif bagi siswa normal, sedangkan bagi siswa berkebutuhan khusus dapat dikatakan proses pembelajaran PAI yang dilakukan untuk mereka belum berhasil sebab 78% siswa berkebutuhan khusus tidak dapat mencapai KKM, itu artinya mereka tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran. Karena itu metode pembelajaran PAI yang digunakan guru kurang efektif bagi siswa berkebutuhan khusus.