Bab III Perancangan Lay Out dan Perumusan Parameter-parameter Bus Tempel Tipe Pendorong 3.1 Perancangan Lay out
Bus tempel tiga gandar yang akan dianalisis pada tugas akhir ini didasarkan pada produk yang telah ada yaitu Mercedes Benz Citaro-G. Sedangkan bus tempel empat gandar produknya belum ada sehingga lay out-nya dibuat berdasarkan bus tempel tiga gandar dan bus standar dua gandar. Ada beberapa ketentuan dalam pembuatan lay out ini yaitu: o Panjang total bus tempel 18 m o Lebar total bus tempel 2,5 m o Radius putar minimum kurang dari 13 m o Sudut belok pada bellows kurang dari 500 o Di dalam bus hanya ada penumpang duduk 3.1.1 Bus yang Dijadikan Dasar Pembuatan Lay out Chassis
Gambar 3.1 Bus tempel tipe pendorong Mercedes Benz Citaro-G
Bus tempel Citaro-G pada gambar 3.1 menggunakan chassis buatan MAN. Oleh karena itu, pada pembuatan lay out ini akan didasarkan pada chassis 18 m dan chassis 12 m buatan MAN. Kedua lay out ini dapat dilihat pada gambar 3.2
14
Gambar 3.2 Dimensi jarak antargandar dan overhang bus tempel (atas) dan bus standar (bawah)
Dimensi bus tempel tiga gandar tidak akan diubah. Akan tetapi, dimensi bus tempel empat gandar merupakan gabungan dimensi chassis bus tempel dan bus standar. Pada lay out 1 yang berasal dari bus standar adalah unit belakang (pusher) sedangkan pada lay out 2 yang berasal dari bus standar adalah unit depan (header). Lay out 1 ditunjukkan pada gambar 3.3 c) sedangkan lay out 2 ditunjukkan pada gambar 3.3 d).
Gambar 3.3 Dimensi jarak antargandar dan overhang lay out 1 (atas) dan lay out 2 (bawah)
15
3.1.2 Perbandingan Geometri Ackerman
Gambar 3.4 Bus tempel tiga gandar (kiri), bus tempel empat gandar layout 1 (tengah), dan bus tempel empat gandar layout 2 (kanan)
Dari geometri Ackerman bus tempel pada sudut stir maksimum diperoleh data sebagai berikut: Tabel 3.1 Data Geometri Bus Tempel Tipe Pendorong
Jumlah Gandar
Layout
Jari-jari
Jari-jari Lebar jalan Sudut belok Sudut stir
terluar
terdalam diperlukan maksimum maksimum
3
-
12,99 m
6,29 m
6,70 m
410
360
4
1
13,28 m
6,80 m
6,48 m
500
220
4
2
12,97 m
5,39 m
7,58 m
500
370
Bus tempel empat gandar lay out 1 memiliki jari-jari terluar melebihi 13 m sehingga tidak sesuai dengan kriteria perancangan lay out padahal sudut beloknya sudah maksimum. Oleh karena itu pada analisis dinamik hanya akan dilakukan terhadap bus tempel empat gandar lay out 2. Jika dilihat dari sudut pandang kinematik, jari-jari terluar dan sudut stir maksimum bus tempel empat gandar dan tiga gandar memiliki kemiripan
16
tetapi bus tempel empat gandar memerlukan koridor belok lebih lebar. Selain itu bus tempel empat gandar memiliki sudut belok lebih besar sehingga pada saat berbelok momen yang diterima unit depan mungkin lebih besar daripada bus tempel tiga gandar. Menurut hasil riset UMTRI Universitas Michigan, bus tempel tipe pendorong memiliki potensi ketidakstabilan pada badan pusher (badan bus belakang). Cuplikan hasil riset tersebut dijelaskan pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Sifat-sifat Dinamik Bus Tempel Tipe Pendorong dan Bus Standar Kondisi Kosong dengan Input Ramp-step Steer pada Kecepatan 100 km/h. (Fancher, 1981) Percepatan Waktu Waktu Overshoot Periode Input lateral respon respon kecepatan osilasi sudut stir kondisi S.S kecepatan percepatan angular angular (0) (g) angular (s) lateral (s) (%) (s) Badan depan 40 0.12 0.87 1.45 7 Badan belakang 40 0.12 1.10 1.57 27 2.6 Bus Standar 40 0.16 1.12 1.87 -
Tabel 3.2 menyebutkan bahwa bus tempel tipe pendorong mengalami osilasi angular dan overshoot ketika berbelok pada kecepatan 100 km/h. Osilasi dan overshoot ini harus diredam agar penumpang merasa nyaman dalam kendaraan. Oleh karena itu, bus tempel tipe pendorong dilengkapi dengan sambungan bus yang memiliki peredam semi-aktif. Selain itu, tabel tersebut menyebutkan sifat-sifat dinamik bus standar yang dapat digunakan sebagai pembanding hasil analisis dinamik dalam tugas sarjana ini. 3.2 Peredam pada Sambungan Bus
Salah satu komponen kunci pada bus tempel tipe pendorong (pusher) adalah sambungan
bus.
Sambungan
ini
memegang
peranan
penting
dalam
mengendalikan gerak bus tempel, terutama ketika berbelok. Sambungan ini harus mengakomodasi gerakan nodding dan bending. Sedangkan gerakan twisting diteruskan antara badan depan (header) dan badan belakang (pusher).
17
Gambar 3.5 Kondisi ekstrim sambungan saat bus tipe pendorong dioperasikan (a) nodding, (b) twisting, (c) bending
Pada tugas sarjana ini yang akan dijadikan dasar dalam analisis adalah peredam buatan ATG Autotechnic (pabrikan Jerman) yaitu Limbo II Pusher tetapi koefisien redamannya diasumsikan konstan.
Gambar 3.6 Konstruksi sambungan bus tempel ATG, Limbo II Pusher 350
Sambungan ini ditempatkan di antara badan bus depan dan belakang. Sambungan ini dihubungkan ke badan bus depan dan belakang dengan sambungan baut. Sambungan yang mengakomodasi nodding dan bending berbentuk pin. Pada gerakan bending terdapat peredam linier yang meredam gerakan putar pada sambungan ketika bus berbelok. Saluran fluida pada peredam dihubungan ke katup peredam yang berguna untuk mengatur besarnya koefisien redaman peredam linier. Digunakan dua buah damper translasi identik yang
18
memiliki koefisien redaman total CT (Nm/rads-1). Jarak damper terhadap sumbu putar turn table sebesar e.
Gambar 3.7 Skema peredam pada sambungan (kiri) dan arah gaya pada sambungan (kanan)
Berdasarkan gambar 3.7 besar torsi redaman dan gaya redaman yang bekerja pada unit depan:
TT = CT ( u β1 + γ&1 ) FT =
(3.1)
TT C → FTy = T ( u β1 + γ&1 ) e e
(3.2)
3.3 Perkiraan Berat dan Letak Titik Berat Bus
Titik berat kendaraan adalah parameter penting dalam analisis dinamik kendaraan. Dalam tugas sarjana ini, titik berat unit depan dan unit belakang dicari dengan melakukan simulasi perhitungan berat dan lokasi komponen-komponen pada unit depan dan unit belakang. Berat lantai, side truss, dan atap diperkirakan berdasarkan berat bus standar dikalikan rasio panjang bus tempel terhadap bus standar. Tabel 3.3 menunjukkan berat ketiga komponen tersebut pada bus standar yang memiliki panjang 12 m. Tabel 3.3 Berat Lantai, Side Truss, dan Atap pada Bus Standar yang Memiliki Panjang 12 m (Alain Dulac, 2000)
Rangka Lantai baja Side truss baja Atap baja
19
Berat (kg) 740 462 584
Berat chassis diperkirakan berdasarkan hasil kali luas penampang chassis, panjang total, dan massa jenis baja. Berat komponen-komponen lainnya diperkirakan berdasarkan data berat pada brosur hasil penelusuran internet.
Gambar 3.8 Penampang chassis
Gambar 3.9 Layout chassis bus tempel empat gandar (atas) dan bus tempel tiga gandar (bawah)
Setelah berat dan letak setiap komponen ditentukan selanjutnya letak titik berat bus dihitung dengan menggunakan rumus: ⎛ ⎞ ⎜ ∑ x i mi ⎟ ⎝ i ⎠ x= ∑ xi
(3.3)
i
20
Tabel 3.4 Berat dan Letak Titik Berat Bus Tempel Empat Gandar Berat Berat Depan Berat Gandar 1 Berat Gandar 2 Berat Steering Berat Atap Berat Truss Samping Berat Lantai Berat Chassis Berat Kursi Berat bellows Sub total kosong Berat Penumpang Sub total penuh Berat Belakang Berat Gandar 3 Berat Gandar 4 Berat Steering Berat Atap Berat Truss Samping Berat Lantai Berat Chassis Berat Kursi Berat Mesin dan Transmisi Berat Fuel Tank Berat Fuel Dalam Tank Berat Gardan Shaft Berat Turntable Berat bellows Sub Total Berat Penumpang Sub total penuh
103 kg 0,850 1,050 0,200 0,489 0,387 0,620 1,331 0,185 0,120 5,232 2,849 8,081
c.o.g. X part m 2,600 8,500 2,600 5,000 5,000 5,000 5,000 4,250 9,600
c.o.g. X total m
c.o.g. Z part m 0,400 0,400 0,500 3,000 1,460 0,860 0,510 1,360 1,700
5,300 4,250
0,872 1,460
4,930
0,850 1,050 0,200 0,389 0,308 0,493 1,029 0,140 1,300 0,060 0,378 0,175 0,500 0,120 6,373 2,156 8,529
c.o.g. Z total m
1,350 5,550 1,350 4,000 4,000 4,000 4,000 5,000 7,400 5,000 5,000 5,750 0,000 0,300
1,079 0,400 0,400 0,500 3,000 1,460 0,860 0,510 1,360 1,000 0,500 0,500 0,600 0,550 1,700
4,657 5,000
0,898 1,460
4,744
1,040
Tabel 3.4 menunjukkan hasil perhitungan berat total dan letak titik berat bus tempel empat gandar. Unit depan memiliki panjang 9,3 m dan unit belakang memiliki panjang 7,2 m. Hasil perhitungan berat total bus tempel empat gandar menunjukkan bahwa
berat unit depan (header) saat kosong adalah 5232 kg dan saat penuh adalah 8081 kg. Berat unit belakang (pusher) saat kosong adalah 6373 kg dan saat penuh
21
adalah 8529 kg. Hasil perhitungan letak titik berat bus tempel empat gandar sebagai berikut: o Saat kosong
o Saat penuh
a1 = 5,300m − 2,600m = 2,700m
a1 = 4,930m − 2,600m = 2,330m
b1 = 5,900m − 2,700m = 3,200m
b1 = 5,900m − 2,330m = 3,570m
a 2 = 4,657 m − 1,350m = 3,307 m
a 2 = 4,744m − 1.350m = 3,394m
b2 = 4,200m − 3,307 m = 0,893m
b2 = 4,200m − 3,394m = 0,806m
Pada bus tempel tiga gandar ada sedikit perbedaan dalam perhitungannya. Pada bus tempel empat gandar berat unit belakang ditumpu oleh gandar nomor 3 dan nomor 4 sedangkan pada bus tempel tiga gandar berat unit belakang (pusher) ditumpu oleh gandar nomor 3 dan sambungan nodding pada sambungan belok. Hal ini menyebabkan perubahan distribusi berat pada unit belakang mempengaruhi distribusi berat pada unit depan.
Gambar 3.10 Gaya reaksi tumpuan pada bus tempel tiga gandar unit depan (atas) dan unit belakang (bawah)
22
Tabel 3.5 Berat dan Letak Titik Berat Bus Tempel Tiga Gandar Berat Berat Depan Berat Gandar 1 Berat Gandar 2 Berat Steering Berat Atap Berat Truss Samping Berat Lantai Berat Chassis Berat Kursi Berat bellows Berat tumpuan joint kosong Sub total kosong Berat Penumpang Berat tumpuan joint penuh Sub total penuh Berat Belakang Berat Gandar 3 Berat Atap Berat Truss Samping Berat Lantai Berat Chassis Berat Kursi Berat Mesin dan Transmisi Berat Fuel Tank Berat Fuel Dalam Tank Berat Gardan Shaft Berat turntable Berat bellows Sub Total Berat Penumpang Sub total penuh
103 kg 0,850 0,850 0,200 0,489 0,387 0,620 1,331 0,185 0,120 0,258 5,290 2,849 0,019 8,157
c.o.g. X part m 2,600 8,500 2,600 5,000 5,000 5,000 5,000 4,250 9,600 9,900
c.o.g. X total m
c.o.g. Z part m 0,400 0,400 0,500 3,000 1,460 0,860 0,510 1,360 1,700 0,550
4,920 4,250 9,900
0,981 1,460 0,550
4,697
1,050 0,389 0,308 0,493 1,029 0,140 1,300 0,060 0,378 0,175 0,500 0,120 5,943 2,156 8,099
c.o.g. Z total m
4,500 4,000 4,000 4,000 4,000 5,000 7,300 2,000 2,000 5,000 0,000 0,300
1,148 0,400 3,000 1,460 0,860 0,510 1,360 1,000 0,500 0,500 0,600 0,550 1,700
4,305 5,000
0,962 1,460
4,490
1,095
Tabel 3.5 menunjukkan hasil perhitungan berat total dan letak titik berat bus tempel tiga gandar. Unit depan memiliki panjang 9,3 m dan unit belakang memiliki panjang 7,2 m. Hasil perhitungan berat total bus tempel tiga gandar menunjukkan bahwa berat
unit depan (header) saat kosong adalah 5290 kg dan saat penuh adalah 8157 kg. Berat unit belakang (pusher) saat kosong adalah 5943 kg dan saat penuh adalah 8099 kg. Letak titik berat bus tempel tiga gandar sebagai berikut:
23
o Saat kosong
o Saat penuh
a1 = 4,922m − 2,600m = 2,322m
a1 = 4,682m − 2,600m = 2,082m
b1 = 5,900m − 2,322m = 3,578m
b1 = 5,900m − 2,082m = 3,818m
a 2 = 4,305m − 1,350m = 2,955m
a 2 = 4,490m − 1,350m = 3,140m
b2 = 4,200m − 2,955m = 1,205m
b2 = 4,200m − 3,140m = 1,060m
3.4 Perhitungan Gaya Reaksi Pada Gandar
Gambar 3.11 Letak titik berat pada bus tempel empat gandar (atas) dan bus tempel tiga gandar (bawah)
Besar gaya reaksi tumpuan dihitung dengan rumus kesetimbangan momen terhadap salah satu titik kontak roda dan jalan. Melalui perhitungan sebelumnya berat bus dan panjang a dan b telah diketahui sehingga terbentuk satu persamaan yang hanya memiliki satu variabel tidak diketahui. Hasil perhitungan besar gaya reaksi jalan sebagai berikut: o Pada bus empat gandar kondisi kosong
FZ 1 = Wdpn ⋅
b1 3,200m = 5232kg ⋅ = 27837kg (a1 + b1 ) 5,900m
FZ 2 = Wdpn ⋅
2,700m a1 = 5232kg ⋅ = 23448kg (a1 + b1 ) 5,900m
FZ 3 = Wblkg ⋅
b2 0,893m = 8081kg ⋅ = 13292kg (a2 + b2 ) 4,200m
FZ 4 = Wblkg ⋅
a2 3,307m = 8081kg ⋅ = 49226kg (a2 + b2 ) 4,200m
24
o Pada bus empat gandar kondisi penuh
FZ 1 = Wdpn ⋅
b1 3,570m = 6373kg ⋅ = 47967kg (a1 + b1 ) 5,900m
FZ 2 = Wdpn ⋅
a1 2,330m = 6373kg ⋅ = 31306kg (a1 + b1 ) 5,900m
FZ 3 = Wblkg ⋅
b2 0,806m = 8529kg ⋅ = 16056kg (a2 + b2 ) 4,200m
FZ 4 = Wblkg ⋅
a2 3,394m = 8529kg ⋅ = 67612kg (a 2 + b2 ) 4,200m
o Pada bus tiga gandar kondisi kosong
FZ 1 = Wdpn ⋅
b1 3,578m = 5290kg ⋅ = 31471kg (a1 + b1 ) 5,900m
FZ 2 = Wdpn ⋅
a1 2,322m = 5290kg ⋅ = 20424kg (a1 + b1 ) 5,900m
FZ 4 = Wblkg ⋅
a2 4,305m = 5943kg ⋅ = 55774kg (a 2 + b2 ) 4,500m
o Pada bus tiga gandar kondisi penuh
FZ 1 = Wdpn ⋅
b1 3,818m = 8157kg ⋅ = 51783kg (a1 + b1 ) 5,900m
FZ 2 = Wdpn ⋅
a1 2,082m = 8157kg ⋅ = 28238kg (a1 + b1 ) 5,900m
FZ 4 = Wblkg ⋅
a2 4,490m = 8099kg ⋅ = 79275kg (a 2 + b2 ) 4,500m
25
3.5 Perumusan Korelasi Sudut 3.5.1 Bus Tempel Empat Gandar
Gambar 3.12 Korelasi sudut bus tempel empat gandar
Melalui gambar geometri Ackerman dapat diturunkan hubungan antara sudut stir dan sudut belok.
26
Perbedaan antara sudut stir dalam dan sudut stir luar diabaikan sehingga
δi = δo = δ Hubungan antara sudut stir dan sudut belok sebagai berikut tan δ 1 =
sin α 1 =
a LB +
t 2
→ tan α 1 =
b LB +
t 2
=
b ⋅ tan δ 1 ⎛ b ⋅ tan δ 1 ⎞ → α 1 = tan −1 ⎜ ⎟ a a ⎝ ⎠
b b c + d (c + d ) ⋅ sin α 1 → LC = → sin α 2 = = LC LC b sin α 1
⎡⎛ c + d ⎞ ⎛ −1 ⎛ b ⋅ tan δ 1 ⎞ ⎞⎤ ⎟ ⎟⎟⎥ ⎟ sin ⎜⎜ tan ⎜ a ⎝ ⎠ ⎠⎦ ⎣⎝ b ⎠ ⎝
α 2 = ⎢⎜
⎛ b ⋅ tan δ 1 ⎞ ⎡⎛ c + d ⎞ ⎛ −1 ⎛ b ⋅ tan δ 1 ⎞ ⎞⎤ ⎟ + ⎢⎜ ⎟ ⎟⎟⎥ ⎟ sin ⎜⎜ tan ⎜ a a ⎠ ⎣⎝ b ⎠ ⎝ ⎠ ⎠⎦ ⎝ ⎝
α = α 1 + α 2 = tan −1 ⎜
(3.4)
Sudut stir unit belakang sebagai fungsi sudut stir unit depan tan δ 2 =
d
→ LE +
t d = 2 tan δ 2
t 2 c+d t c+d tan α 2 = → LE + = t 2 tan α 2 LE + 2 ⎛ d ⎞ tan δ 2 = ⎜ ⎟ tan α 2 ⎝c+d ⎠ ⎛ d ⎞ ⎧⎪ −1 ⎡⎛ c + d ⎞ ⎛ −1 ⎛ b ⋅ tan δ 1 ⎞ ⎞⎤ ⎫⎪ tan δ 2 = ⎜ ⎟ ⎟⎟⎥ ⎬ ⎟ sin ⎜⎜ tan ⎜ ⎟ tan ⎨sin ⎢⎜ a ⎝ c + d ⎠ ⎪⎩ ⎝ ⎠ ⎠⎦ ⎪⎭ ⎣⎝ b ⎠ ⎝ LE +
⎧⎪⎛ d ⎞ ⎧⎪ −1 ⎡⎛ c + d ⎞ ⎛ −1 ⎛ b ⋅ tan δ ⎞ ⎞⎤ ⎫⎪⎫⎪ 1 ⎟ ⎟⎟⎥ ⎬⎬ ⎟ sin ⎜⎜ tan ⎜ ⎟ tan ⎨sin ⎢⎜ a ⎝ ⎠ ⎠⎦ ⎪⎭⎪⎭ ⎪⎩⎝ c + d ⎠ ⎪⎩ ⎣⎝ b ⎠ ⎝
δ 2 = tan −1 ⎨⎜
(3.5)
Dengan asumsi sudut kecil, hubungan antara sudut stir dan sudut belok sebagai berikut b ⋅ δ1 a ⎛ c + d ⎞⎛ b ⋅ δ1 ⎞ α2 = ⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎝ b ⎠⎝ a ⎠
α1 =
α = α1 + α 2 =
δ1 a
(3.6)
(b + c + d )
Dengan asumsi sudut kecil, sudut stir unit belakang sebagai fungsi sudut stir unit depan
δ2 =
(3.7)
d ⋅ δ1 a
27
3.5.2 Bus Tempel Tiga Gandar
Gambar 3.13 Korelasi sudut bus tempel tiga gandar
Melalui gambar geometri Ackerman dapat diturunkan hubungan antara sudut stir dan sudut belok.
28
Hubungan antara sudut stir dan sudut belok sebagai berikut b ⋅ tan δ 1 b ⎛ b ⋅ tan δ 1 ⎞ → tan α 1 = = → α 1 = tan −1 ⎜ ⎟ t t a a ⎝ ⎠ LB + LB + 2 2 c ⋅ sin α 1 b c → sin α 2 = = sin α 1 = LC LC b tan δ 1 =
⎡⎛ c ⎞ ⎣⎝ b ⎠
a
⎛ b ⋅ tan δ 1 ⎞ ⎞⎤ ⎟ ⎟⎟⎥ a ⎝ ⎠ ⎠⎦
⎛
α 2 = ⎢⎜ ⎟ sin ⎜⎜ tan −1 ⎜ ⎝
⎛ b ⋅ tan δ 1 ⎞ ⎡⎛ c ⎞ ⎛ −1 ⎛ b ⋅ tan δ 1 ⎞ ⎞⎤ ⎟ + ⎢⎜ ⎟ sin⎜⎜ tan ⎜ ⎟ ⎟⎟⎥ a a ⎝ ⎠ ⎣⎝ b ⎠ ⎝ ⎝ ⎠ ⎠⎦
α = α 1 + α 2 = tan −1 ⎜
(3.8)
Dengan asumsi sudut kecil, hubungan antara sudut stir dan sudut belok sebagai berikut b ⋅ δ1 a ⎛ c ⎞⎛ b ⋅ δ1 ⎞ α 2 = ⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎝ b ⎠⎝ a ⎠
α1 =
α = α1 + α 2 =
δ1 a
(b + c )
(3.9)
29