BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari publikasi resmi pemerintah. Data yang digunakan adalah data panel yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Keuangan. Data dari BPS berasal dari data Potensi Desa (Podes) 2005 dan 2008, publikasi PDRB Kabupaten/Kota, serta Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dari tahun 2007 sampai dengan 2009. Data pengeluaran pemerintah daerah diperoleh dari laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemerintah daerah yang diterbitkan Kementrian Keuangan. Tabel 3.1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan sebagai Variabel yang Digunakan dalam Analisis Regresi Nomor 1 2 3 4 5 6 7
Variabel Penelitian Pertumbuhan Ekonomi Belanja Fungsi Pelayanan Umum Belanja Fungsi Ekonomi Belanja Fungsi Kesehatan Belanja Fungsi Pendidikan Belanja Fungsi Lainnya Angkatan Kerja
Sumber Data BPS (PDRB kabupaten/kota sePulau Sumatra), tahun 20072009 Kemenkeu (Realisasi APBD), tahun 2007-2009 Kemenkeu (Realisasi APBD), tahun 2007-2009 Kemenkeu (Realisasi APBD), tahun 2007-2009 Kemenkeu (Realisasi APBD), tahun 2007-2009 Kemenkeu (Realisasi APBD), tahun 2007-2009 BPS (SAKERNAS), tahun 2007-2009
Satuan persen juta rupiah juta rupiah juta rupiah juta rupiah juta rupiah orang
28
3.2. Definisi Operasional Definisi operasional yang digunakan untuk menjelaskan variabel dalam penelitian ini antara lain: a. Pertumbuhan Ekonomi (GRW) adalah nilai kenaikan output/perubahan nilai riil berdasarkan PDRB ADHK dari tahun 2007-2009, dalam satuan persen. b. Jumlah Angkatan Kerja (AK) adalah jumlah dari penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang bekerja maupun mencari pekerjaan, dalam satuan orang. c. Alokasi Belanja Pemerintah Daerah menurut Fungsi adalah realisasi anggaran belanja menurut kategori jenis belanja/pengeluaran pemerintah daerah berdasarkan fungsi penggunaan, meliputi fungsi pelayanan umum (BLU), ekonomi (BE), pendidikan (BP), kesehatan (BS), dan lainnya (seperti ketertiban, pariwisata, lingkungan hidup dan perlindungan sosial (BL), dalam satuan juta rupiah.
3.3. Metode Analisis 3.3.1. Analisis Deskriptif Metode analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang sederhana yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu observasi dengan menyajikannya dalam bentuk tabel, grafik maupun narasi dengan tujuan untuk memudahkan pembaca dalam menafsirkan hasil observasi. Metode analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan secara umum keragaan belanja daerah, pertumbuhan ekonomi dan karakteristik kondisi (seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia) di
29
22 kabupaten tertinggal di Pulau Sumatra periode 2007-2009. Penggambaran keragaan pertumbuhan ekonomi antardaerah dilihat apakah perkembangannya semakin konvergen atau timpang. Keragaan alokasi belanja pemerintah daerah menurut fungsi dilihat proporsi struktur alokasi serta keragaman an prioritas alokasi belanja pemerintah daerahnya.
3.3.2. Analisis Pengaruh Belanja Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh belanja pemerintah (sebagai proksi konsumsi dan investasi pemerintah) terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal di Sumatra. Pendekatan yang dilakukan untuk mengestimasi model ini adalah pendekatan ekonometrika dengan metode analisis data panel (pooled data). Menurut Baltagi (2005), keunggulan penggunaan analisis data panel antara lain sebagai berikut: a. Analisis data panel memiliki kontrol terhadap heterogenitas data individual dalam suatu periode waktu. b. Analisis data panel menyajikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, memiliki kolinearitas antar variabel yang kecil, memiliki derajat kebebasan yang lebih besar, dan lebih efisien. c. Analisis data panel lebih tepat dalam mempelajari dinamika penyesuaian (dynamics of change). d. Analisis data panel dapat lebih baik mengidentifikasi dan mengukur pengaruhpengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross section atau time series saja.
30
e. Model analisis data panel dapat digunakan untuk membuat dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section murni atau time series murni. f. Analisis data panel pada level mikro dapat meminimisasi atau menghilangkan bias yang terjadi akibat agregasi data ke level makro. g. Analisis data panel pada level makro memiliki time series yang lebih panjang tidak seperti masalah jenis distribusi yang tidak standar dari unit root tests dalam analisis data time series. Walaupun demikian, analisis data panel juga memiliki keterbatasan dalam penggunaannya, khususnya apabila data panel dikumpulkan atau diperoleh dengan metode survei. Menurut Baltagi (2005), keterbatasan penggunaan analisis data panel antara lain sebagai berikut: a. Analisis data panel menimbulkan masalah dalam rancangan dan pengumpulan data penelitian yang mencakup coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara akibat penggunaan data yang relatif besar dengan melibatkan komponen cross section dan time series. b. Analisis data panel dapat menimbulkan distorsi dalam kesalahan pengamatan. c. Analisis data panel dapat menimbulkan masalah selektivitas seperti self selectivity, nonresponse, dan attrition (jumlah responden yang terus berkurang pada survei lanjutan) d. Analisis data panel dapat menimbulkan dimensi series jangka pendek.
31
e. Analisis data panel dapat menimbulkan masalah ketergantungan cross section yang dapat
mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat
(missleading inference). Analisis data panel dapat diestimasi mengunakan metode Ordinary Least Square (OLS) jika memenuhi syarat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) atau dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) jika syarat BLUE tidak dipenuhi. Menurut Gujarati (2003), terdapat 3 macam pendekatan analisis data panel, antara lain: 1. Pooled Least Square Metode pendekatan kuadrat terkecil ini pada dasarnya sama dengan metode Ordinary Least Square (OLS) hanya saja data yang digunakan bukan data time series saja atau cross section saja tetapi merupakan data panel (gabungan antara time series dan cross section). Sesuai dengan namanya yaitu pooled yang berarti dalam metode ini digunakan data panel dan least squares yang berarti metode ini meminimumkan jumlah error kuadrat. Meminimumkan error kuadrat dikarenakan error kuadrat kemungkinan besar jika dijumlahkan akan bernilai nol dan jika error hanya dijumlahkan saja tanpa dikuadratkan maka terjadi “ketidakadilan” karena nilai error yang besar dan yang kecil disamaratakan. Persamaan pada estimasi menggunakan pooled least square dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: Yit = α + βj xjit + µit dimana i = 1, 2, …N (jumlah observasi populasi) t = 1, 2, … T (tahun time series)
32
Dengan menggunakan metode Pooled Least Square, maka dapat dilakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap individu cross section pada waktu tertentu atau sebaliknya. Hal ini akan mengakibatkan akan didapatkan hasil dimana terdapat T persamaan yang sama (individu sama, waktu berbeda) dan terdapat N persamaan yang sama untuk setiap T observasi (periode waktu sama, individu berbeda). Ini diakibatkan karena metode Pooled Least Square ini memiliki asumsi bahwa baik intercept dan slope dari persamaan regresi dianggap konstan untuk antar daerah dan antar waktu. 2. Fixed Effects Model Untuk membuat agar estimasi berbeda-beda baik antar cross section dan time series maka digunakanlah bentuk estimasi fixed effects model. Estimasi pada data panel bergantung kepada asumsi yang diberikan pada intercept, koefisien slope, dan error term. Beberapa kemungkinan asumsi adalah sebagai berikut: a. Diasumsikan bahwa intercept dan koefisien slope konstan antar waktu dan individu dan error term melingkupi perbedaan baik dalam waktu maupun individu. Pendekatan yang paling sederhana adalah asumsi ini karena dengan diberikan asumsi bahwa intercept dan slope konstan antar waktu dan individu dan error term maka dimensi ruang dan waktu diabaikan dan bentuk estimasinya seperti OLS. b. Diasumsikan bahwa koefisien slope konstan tetapi intercept berbeda untuk setiap individu. c. Diasumsikan bahwa koefisien slope konstan tetapi intercept berbeda untuk setiap individu antar waktu.
33
d. Diasumsikan bahwa semua koefisien baik intercept dan koefisien slope berbeda untuk setiap individu. e. Diasumsikan bahwa semua koefisien baik intercept dan koefisien slope berbeda untuk setiap individu antar waktu. Spesifikasi model yang akan dibahas di sini mengikuti asumsi poin (b), yaitu: Yit= β1i+ β2X2it+ β3X3it+ uit di mana i di sini menggambarkan bahwa intercept dari individu berbeda-beda, tetapi model masih memiliki koefisien slope sama. Di dalam literatur, model di atas dikenal sebagai Fixed Effects Model. Maksud Fixed Effects Model ini adalah walaupun intercept dapat berbeda-beda antarindividu tetapi setiap intercept individu tersebut tidak berbeda pada setiap waktu. Untuk menjelaskan Fixed Effects ini digunakan variabel Dummy, yaitu dengan differential intercept dummies. Penulisan model adalah sebagai berikut: Yit= α1+ α2D2i+ α3D3i+ α4D4i+ β2X2it+ β3X3it+ uit Variabel Dummy yang ditambahkan di model ini sama banyaknya dengan jumlah data dari cross section yang dikurangi satu untuk menghindari adanya dummyvariable trap (perfect collinearity). Model ini sering disebut juga sebagai LeastSquare Dummy Variable Model (LSDV). Kelemahan dari Fixed Effects Model adalah terkadang variabel dummy yang ditambahkan tersebut tidak memiliki informasi penuh dalam menjelaskan model aslinya.
34
3. Random Effects Model Jika variabel dummy ternyata kurang memberikan informasi tentang model, maka digunakanlah error term. Model ini sering disebut sebagai Error Components Model (ECM) dengan ide dasar: Yit= β1i+ β2X2it+ β3X3it+ uit β1i = β1+ εi
i = 1, 2, . . . ,N
Yit = β1 + β2X2it+ β3X3it+ εi+ uit= β1+ β2X2it+ β3X3it+ wit wit= εi+ uit εi~ N(0, δε2) = komponen cross section error uit ~ N(0, δu2) = komponen time series error E(εiuit) = 0
E(εiεj) =0
( ≠ j )
E(uituis) = E(uitujt) = E(uitujs) =0
( ≠ j ; t ≠ )
Error secara individual dan error secara kombinasi diasumsikan tidak berkolerasi. Tetapi dalam random effects juga terdapat kelemahan, yaitu adanya korelasi antara error term dengan variabel independen.
3.3.2.1. Pengujian untuk Memilih Model Terbaik Pengujian yang dapat dilakukan untuk memilih model yang paling tepat dalam pengolahan data panel, antara lain: 1.
Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0: Model Pooled Least Square (Restricted/common)
35
H1: Model Fixed Effect (Unrestricted) Dasar
penolakan
terhadap
hipotesis
nol
tersebut
adalah
dengan
menggunakan F-statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow: Chow =
(
– /(
) / (
)
– – )
dimana: RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed) N= Jumlah data cross section T= Jumlah data time series K=Jumlah variabel penjelas Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu F(N-1, NT-N-K). Jika nilai Chow Statistics (F Stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka cukup bukti untuk penolakan terhadap H0 sehingga model yang kita gunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya. 2.
Haussman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih antara menggunakan model fixed effect atau model random effect. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0: Random Effects Model H1: Fixed Effects Model Sebagai dasar penolakan H0 tersebut digunakan dengan menggunakan pertimbangan statistik chi square.
36
3.3.2.2. Pengujian Validitas Model 1.
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar persentase variasi variabel bebas dapat menjelaskan variasi variabel terikatnya. Nilai R2 berkisar antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil atau mendekati nol berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas. Sebaliknya, jika nilai R2 mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat (Gujarati, 2003).
2.
F-Statistic dan Probability Untuk metode ordinary least squares nilai F-statistik dihitung dengan formula: F=(
/ (
)
)/( – )
Nilai F statistik yang besar lebih baik dibandingkan dengan nilai F statistik yang rendah. Sedangkan nilai probabiltas F merupakan tingkat signifikansi marginal dari F statistik. Dengan menggunakan hipotesis : H0: semua parameter yang kita duga sama dengan nol (tidak ada variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat) H1 : minimal ada satu parameter yang kita duga tidak sama dengan nol (minimal ada satu variabel bebas yang memengaruhi variabel terikat) Tolak H0 jika Prob Fstat < α
37
Jika nilai prob F kurang dari nilai alpha (α), maka dengan tingkat keyakinan (1-α) kita dapat menyimpulkan bahwa minimal ada parameter yang kita duga (tidak termasuk konstanta) adalah berbeda dengan nol. 3.
Uji t (Partial test) Pada uji t dilakukan pengujian kofisien regresi secara individu (masingmasing variabel) untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hipotesis yang digunakan untuk pengujian ini adalah: H0 : semua parameter yang kita duga sama dengan nol H1 : semua parameter yang kita duga tidak sama dengan nol Berdasarkan hasil perhitungan dalam uji t, maka akan dipilih variabel bebas yang signifikan secara statistik dimana probability value- nya kurang dari α.
3.3.2.3. Pengujian Asumsi Klasik 1.
Multikolinearitas Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antara variabel
independennya. Setiap variabel dipastikan memiliki nilai korelasi. Uji masalah multikolinier ini dilakukan dengan metode melihat hasil estimasi OLS, jika hasil estimasi memiliki nilai R squared dan Adjusted R squared yang tinggi dan memiliki nilai t yang signifikan maka model diabaikan dari masalah multikolinear.Tetapi jika hasil estimasi memiliki nilai R squared dan Adjusted R squared yang tinggi tetapi memiliki nilai t yang tidak signifikan maka model memiliki masalah multikolinearitas. Dalam EViews, diujii dengan menggunakan
38
nilai korelasi antar semua variabel bebas. Jika nilai korelasi kurang dari 0,8 maka variabel tersebut bebas dari multikolinearitas. 2.
Heteroskedastisitas
Pengujian asumsi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan tiga metode, yakni: a. Metode Grafik. Metode grafik dilakukan dengan membuat grafik garis dari kuadrat residual. Apabila tidak terdapat pola khusus pada grafik tersebut maka model adalah homoskedastik, namun apabila terdapat pola tertentu pada grafik residual maka model adalah heteroskedastik. b. White Test. White test dilakukan untuk menguji apakah model terbebas dari asumsi heteroskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : Model Homoskedastik H1 : Model Heteroskedastik Kemudian dilakukan penghitungan statistik White, yang dirumuskan sebagai: WHITE = n x R2 Dasar penolakan Ho apabila nilai statistik White lebih besar dari χ tabel dengan derajat bebas adalah jumlah variabel independen. c. Membandingkan nilai R squared weighted dengan unweighted. Jika nilai R squared weighted lebih besar dibandingkan dengan nilai R squared unweighted maka model mengalami heteroskedastik. Model homoskedastik apabila nilai R squared weighted sama atau lebih kecil dibandingkan dengan nilai R squared unweighted.
39
3.
Autokorelasi Untuk masalah autokorelasi pengujiannya dilakukan dengan melihat
Durbin-Watson statistic (DW) yang nilainya telah disediakan dalam program Eviews. Nilai DW berkisar pada angka 1,8 hingga 2,1 dan model dikatakan tidak mengalami masalah autokorelasi jika nilai DW stat berkisar di angka 2. Masalah autokorelasi sendiri dapat diatasi dengan 3 cara yaitu first differences, auto regressive (AR), atau dengan menggunakan lag dari variabel dependen atau variabel independen. Pada data panel, cara yang pertama dan kedua tidak dapat langsung dilakukan di dalam Eviews, oleh karena itu ini dapat dilakukan dengan menambah variabel lag pada model dan kemudian meregresinya.
3.4. Spesifikasi model Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear berganda dengan enam variabel bebas (belanja pemerintah daerah berdasarkan fungsi pelayanan umum, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan lainnya, serta variabel angkatan kerja), dengan variabel terikatnya adalah pertumbuhan ekonomi. Variabel belanja fungsi pelayanan umum dan fungsi lainnya dikembangkan dari hasil penelitian Rahayu (2004) dan Sodik (2007) sebagai pendekatan dari variabel konsumsi/belanja pemerintah. Investasi pemerintah didekati dari belanja fungsi ekonomi, kesehatan, dan pendidikan yang diadopsi dari hasil penelitian Nurudeen dan Usman (2010). Adapun data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut berbeda satuan sehingga di-logaritmanatural-kan. Dengan model tersebut, diharapkan bahwa hasil
40
regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterprestasikan. Model yang disusun dalam penelitian adalah sebagai berikut: GRWit = α + β1 ln(AKit) + β2 ln(BLUit) + β3 ln(BEit) + β4 ln(BSit) + β5 ln(BPit) + β6ln(BLit) + ε dimana : α
= intercept
β 1,2,3,4,5,6
= konstanta masing-masing variabel bebas
ε
= error term/derajat kesalahan model
GRWit
= Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (dalam persen)
AKit
= Jumlah angkatan kerja (dalam orang/jiwa)
BLUit
= belanja fungsi pelayanan umum (dalam juta rupiah)
BEit
= belanja fungsi ekonomi (dalam juta rupiah)
BSit
= belanja fungsi kesehatan (dalam juta rupiah)
BPit
= belanja fungsi pendidikan (dalam juta rupiah)
BLit
= belanja fungsi lainnya seperti perlindungan sosial dan lingkungan hidup (dalam juta rupiah)
i
= data cross section, yaitu 22 kabupaten tertinggal
t
= tahun penelitian, yaitu dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009