BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and Agriculture Agency (FAO), Bank Dunia, United Nation Statistics Division, dan International Rice Research Institution (IRRI). Data yang digunakan adalah data time series (tahunan) periode tahun 1960-2010 yang meliputi data volume impor beras, produksi beras dalam negeri, harga beras di pasar domestik dan pasar internasional, Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah populasi penduduk, nilai tukar rupiah riil, konsumsi beras dalam negeri dan indeks harga konsumen. Secara umum variabel yang digunakan dalam penelitian ini dirangkum dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1 : Variabel dalam Penelitian Variabel
Sumber
(1)
(2)
Volume Impor Beras Produksi Beras Dalam Negeri Konsumsi Beras Dalam Negeri Harga Rata-rata Eceran Beras Dalam Negeri Harga Rata-rata Eceran Beras Dunia Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan (2005=100) Jumlah Penduduk Nilai Tukar Rupiah Riil Indeks Harga Konsumen (2005=100)
FAO FAO, BPS BPS IRRI, BPS World Bank UN UN UN UN
26
3.2 Metode Analisis Data Vector Autoregressive (VAR) adalah suatu sistem persamaan yang terdiri atas n-variabel yang merupakan fungsi linier dari konstanta dan nilai lag variabel itu sendiri serta lag dari variabel lainnya yang ada dalam sistem. Peubah penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh peubah tak bebas dalam sistem. Pada metode VAR, variabel eksogen dan endogen tidak dapat dibedakan secara apriori. Menurut Sims (1972) dalam Enders (2004) hanya variabel endogen yang masuk analisis. Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan yaitu bahwa persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil hubungan
yang hilang dan
struktur
dinamis
dalam
model
seringkali
dispesifikasikan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural. Menurut Firdaus (2011) keunggulan metode VAR dibandingkan metode ekonometrika konvensional adalah: 1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem multivariate sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan. 2. Uji VAR yang multivariate bias menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen.
27
4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul, termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variable) di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah.
Model VAR juga memiliki beberapa kelemahan, menurut Gujarati (1987) kelemahan metode VAR diantaranya: 1. Model VAR lebih bersifat teori karena tidak memanfaatkan informasi dari teori-teori terdahulu. 2. Karena lebih menitikberatkan pada peramalan, maka model VAR dianggap tidak sesuai untuk implikasi kebijakan. 3. Tantangan terberat VAR adalah pemilihan panjang lag yang tepat. 4. Semua variabel yang digunakan dalam model VAR harus stasioner. 5. Koefisien estimasi VAR sulit diintreprestasikan.
Vector Correction Model (VECM) adalah VAR yang terbatas dan dirancang untuk digunakan pada data yang tidak stasioner dan memiliki hubungan kointegrasi. Enders (2004) menyatakan bahwa variabel dalam VECM merupakan variabel turunan pertama dalam model VAR atau dengan kata lain bahwa variabel dalam VECM terkointegrasi pada orde pertama. Analisis VECM juga dapat memecahkan persoalan pada data time series yang tidak stasioner yang mengakibatkan terjadinya regresi lancung (spurious regression). Model VECM dapat ditulis sebagai berikut : ……………………………… (1)
28
dimana :
Dalam hal ini koefisien
adalah koefisien jangka pendek sedangkan
adalah koefisien jangka panjang. Koefisien koreksi ketidakseimbangan
dalam
bentuk nilai absolut menjelaskan seberapa cepat waktu diperlukan untuk mendapatkan nilai keseimbangan. Nilai
yang negatif menunjukkan perbedaan
antara keadaan yang diinginkan dalam jangka panjang dan keadaan yang sebenarnya dalam jangka pendek akan disesuaikan dalam beberapa periode.
3.3 Pengujian Asumsi 3.3.1 Uji Stasioneritas Data Asumsi pada analisis data time series adalah data bersifat konstan dan independen dari waktu ke waktu sehingga data yang digunakan dapat memberikan hasil yang terhindar dari kemungkinan adanya bias terhadap estimasi. Sebagian besar metode yang digunakan dalam analisis data time series mengasumsikan stasioneritas dari data yang digunakan. Data yang tidak stasioner akan memberikan hasil regresi yang semu atau meragukan (spurious regression). Pada data yang non stasioner hasil estimasi mungkin memberikan nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi dan meyakinkan seolah-olah hubungan antar variabel dependen dan independen dalam model sangat kuat tetapi nilai statistik Durbin Watson yang rendah mengindikasikan adanya autokorelasi. Data dikatakan stasioner ketika rata-rata dan varians bernilai konstan antar waktu dan nilai
29
kovarians antara dua periode waktu hanya tergantung pada jarak atau kelambanan antara kedua periode tersebut bukan pada waktu aktual perhitungan kovarians. Jika Yt adalah data time series yang stokhastik maka data tersebut stasioner ketika memenuhi kondisi-kondisi berikut : Rata-rata Y pada periode t
: ( )
Varianns Y pada periode t
: (
Kovarians Y antar dua periode waktu
: [(
) )(
)]
dimana : Yt
= nilai observasi Y pada periode t
Yt+k
= nilai observasi Y pada periode (t+k)
µ
= rata-rata dari data Y
2
= varians dari data Y
k
= kovarians Y pada saat lag k
Pengujian atas stasioneritas suatu data time series dapat dilakukan secara informal maupun formal. Pengujian informal dilakukan melalui pengamatan pola grafik dan correlogram-nya, suatu data dikatakan stasioner ketika ada kecenderungan fluktuasinya berada di sekitar rata-rata dengan gerakan yang relatif tetap atau tidak tampak adanya trend naik atau turun. Pengujian melalui grafik ini sangat subjektif dan tergantung pada pengalaman peneliti. Pengujian formal yang digunakan yang sering digunakan adalah uji akar-akar unit (unit roots test) dengan metode Augmented Dickey Fuller (ADF) Test dan Phillips Perron (PP) Test.
30
a.
Augmented Dickey Fuller (ADF) Test ADF Test merupakan koreksi terhadap Dickey Fuller (DF) Test dengan
menambahkan lag pada variabel dependen untuk menghilangkan korelasi antar residual. Misalkan terdapat persamaan ……………………………………………………… (2) Dimana adalah koefisien autoregresif, µt adalah white noise error term yang memiliki rata-rata sama dengan nol dan varians konstan serta tidak mengandung autokorelasi. Jika = 1, maka dapat dinyatakan bahwa variabel Yt mempunyai akar unit atau dengan kata lain series data tersebut merupakan random walk. Hipotesis untuk pengujian ini dinyatakan dengan : Ho : = 1, atau series mengandung akar unit (tidak stasioner) H1 : ≠ 1, atau data tidak mengandung akar unit (stasioner) Persamaan (2) dapat dinyatakan dalam bentuk turunan pertama (first difference) yaitu : (
)
………………………..………… (3) ………………………………….. (4)
(
Dimana
) dan
(
) yang menunjukkan turunan pertama
dari persamaan (2). Hipotesis untuk pengujian ini dinyatakan dengan :
Jika
Ho :
= 0, atau series mengandung akar unit (tidak stasioner)
H1 :
≠ 0, atau data tidak mengandung akar unit (stasioner)
maka persamaan di atas dapat ditulis menjadi
(
)
Persamaan ini menunjukkan bahwa turunan pertama dari series yang ramdom walk adalah sebuah series stasioner dengan asumsi
adalah benar-benar
31
ramdom. Langkah berikutnya adalah menentukan nilai statistik ADF yang merupakan nilai koefisien autoregresifnya. Dengan membandingkan nilai statistik ADF dengan nilai kritis tabel MacKinnon maka akan diketahui apakah series mengandung akar unit atau tidak. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritis MacKinnon maka Ho ditolak dan kesimpulannya series tersebut telah stasioner, jika sebaliknya maka dapat disimpulkan series tersebut tidak stasioner Jika data asli dari sebuah series telah stasioner maka dikatakan data tersebut stasioner pada order 0 atau pada level dan dilambangkan dengan I(0). Selanjutnya, jika data stasioner pada turunan pertama maka dikatakan bahwa data tersebut stasioner pada order 1 atau I(1). Demikian seterusnya sampai didapatkan data yang stasioner pada order d atau I(d). b. Phillips-Perron (PP) Test Kelemahan dari ADF test adalah memberikan hasil yang bias pada saat terjadi perubahan struktural selama periode yang diteliti. Perubahan struktural akan membuat data berubah secara permanen yaitu adanya perubahan dalam konstanta, trend maupun trend dan konstanta sekaligus. Model yang digunakan dalam PP test adalah : ………………………….………. (5) ……………………………….…. (6) ………………………………….. (7) Persamaan (5) tidak mempertimbangkan adanya konstanta maupun trend, persamaan (6) memperhitungkan konstanta dan persamaan (7) memperhitungkan konstanta dan trend dalam penghitungan akar unitnya.
32
Misalkan terdapat persamaan ……………………………………...…………. (8) Dimana adalah koefisien autoregresif, µt adalah white noise error term yang memiliki rata-rata sama dengan nol dan varians konstan serta tidak mengandung autokorelasi. Jika = 1, maka dapat dinyatakan bahwa variabel Yt mempunyai akar unit atau dengan kata lain series data tersebut merupakan random walk. Hipotesis untuk pengujian ini dinyatakan dengan : Ho : = 1, atau series mengandung akar unit (tidak stasioner) H1 : < 1, atau data tidak mengandung akar unit (stasioner) Persamaan (8) dapat dinyatakan dalam bentuk turunan pertama (first difference) yaitu : (
)
………………………………..… (9) ………………………………… (10)
Dimana
(
) dan
(
) yang menunjukkan turunan pertama
dari persamaan (8). Hipotesis untuk pengujian ini dinyatakan dengan : Ho :
= 0, atau series mengandung akar unit (tidak stasioner)
H1 :
< 0, atau data tidak mengandung akar unit (stasioner)
Untuk menentukan apakah suatu data stasioner atau tidak, nilai statistik Phillips-Perron test harus dibandingkan dengan nilai kritis tabel MacKinnon. Jika nilai mutlak statistik Phillips-Perron test lebih besar dari nilai kritis tabel MacKinnon, maka dapat Ho ditolak dan dapat disimpulkan data telah stasioner.
33
3.3.2 Uji Lag Optimum Uji lag merupakan prosedur penting dalam analisis data time series karena uji kointegrasi dan uji lanjutan lainnya sangat sensitif terhadap panjang lag. Penentuan panjang lag seringkali dilakukan secara arbitrer atau melalui trial and error untuk mendapatkan hasil yang optimal. Dalam pemilihan panjang lag, selain mempertimbangkan
optimalitas
juga
perlu
mempertimbangkan
adanya
kemungkinan korelasi antar residual dan penurunan degree of freedom. Pemilihan lag yang terlalu pendek biasanya menghasilkan korelasi serial sedangkan pada pemilihan lag yang terlalu panjang mengakibatkan penurunan degree of freedom dari persamaan yang dihasilkan dan jumlah parameter yang diestimasi menjadi semakin banyak sehingga menjadi tidak efisien (Enders, 2004). Secara umum parameter yang dapat digunakan untuk menentukan panjang lag optimal antara lain Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE) dan Hannan Quin Information Criterion. Dalam penelitian ini digunakan semua kriteria informasi untuk menentukan lag optimal. Model VAR diestimasi dengan lag yang berbeda-beda kemudian dibandingkan nilai kriterianya. Nilai lag yang optimum adalah nilai kriteria yang terkecil.
3.3.3 Uji Kointegrasi Uji kointegrasi berfungsi untuk mengetahui keseimbangan hubungan jangka panjang di antara variabel-variabel dalam model. Jika terdapat dua variabel yang tidak stasioner dan memiliki kombinasi linier dimana residualnya bersifat
34
stasioner, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut saling terkointegrasi. Engel Granger (1987) dalam Enders (2004) mendifinisikan kointegrasi (
sebagai berikut: komponen dari vektor peubah
)
memiliki hubungan kointegrasi pada orde atau derajat d, b dimana d ≥ b ≥ 0 dinyatakan dengan
(
) jika :
1. Semua komponen xt berintegrasi pada derajat yang sama dengan I(d) (
2. Terdapat sebuah vektor kombinasi linier
) yang merupakan salah satu
(
) berintegrasi pada
derajat (d - b) dimana b ≥ 0. Vektor β disebut vektor kointegrasi. Setelah persyaratan diatas terpenuhi, selanjutnya dilakukan estimasi persamaan regresi linier sederhana dengan metode OLS. Persamaannya adalah sebagai berikut : .............................................................................(11) .............................................................................(12) Dari residual ini kemudian diuji stasioneritasnya menggunakan ADF dengan persamaan uji sebagai berikut
∑
Dari hasil estimasi nilai statistik ADF kemudian dibandingkan dengan nilai kritisnya. Jika nilai statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya maka variabel-variabel yang diamatai saling terkointegrasi atau memiliki hubungan jangka panjang. Untuk menguji adanya vektor kointegrasi dapat digunakan Trace Test atau Maximum Eigen Value Test.
35
∑ Dimana k = 0,1,….,m-1 dan
(
) ……………………..…………... (13)
adalah nilai eigen value ke i. Lambang T
menyatakan banyak angka dalam periode waktu tersedia dalam data. (
) ……………………. (14)
Hipotesis null yang digunakan untuk Trace Test dan Maximum Eigen Value Test adalah Ho : k = 0, tidak terdapat hubungan kointegrasi atau Ho : k=1, terdapat satu hubungan kointegrasi sampai Ho : k = (n-1), terdapat (n-1) persamaan kointegrasi antar variabel. Banyaknya persamaan kointegrasi menunjukkan banyaknya kombinasi linier antar variabel yang stasioner. Nilai Trace Test atau Maximum Eigen Value Test yang diperoleh dibandingkan dengan nilai kritis tabel Osterwald-Lenum (1992). Jika nilainya lebih besar dari nilai kritis tabel maka Ho ditolak
3.3.4 Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polynomial. Model VAR tersebut dianggap stabil jika semua akar dari fungsi polynomial tersebut berada dalam unit circle atau nilai absolutnya lebih kecil dari 1 sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid.
36
3.3.5
Impuls Response Function (IRF) IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang
waktu terhadap kejutan dari variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Vector autoregression dapat pula direpresentasikan sebagai suatu vector moving average (VMA) ∑
Di mana :
........................................................................................(15)
[
() ()
() ] ()
Keempat koefisien Ø11 (i), Ø12 (i), Ø21 (i), dan Ø22 (i) merupakan impuls response function. Hasil IRF tersebut sangat sensitif terhadap pengurutan (ordering) variabel yang digunakan dalam perhitungan. Pengurutan variabel yang didasarkan pada faktorisasi cholesky. Variabel yang memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan di depan berdampingan satu sama lainnya. variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan paling belakang
3.3.5 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) FEVD adalah metode yang dapat digunakan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel makro ditunjukkan oleh perubahan variance error yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Metode ini juga dapat
37
menunjukkan kekuatan dan kelemahan dari masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya pada kurun waktu yang panjang (how long/how persistent). Dekomposisi varians merinci varians dari error peramalan (forecast) menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Melalui perhitungan persentase squared prediction error k-tahap ke depan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain, dapat dilihat seberapa besar error peramalan variabel tersebut disebabkan oleh variabel itu sendiri dan variabel-variabel lainnya.
3.4 Spesifikasi Model Dalam penelitian ini, variabel yang diduga memiliki pengaruh jangka panjang terhadap volume impor beras (Qm) di Indonesia adalah: 1. Rasio harga beras dalam negeri terhadap harga beras dunia (RPrice) yang menunjukkan kesenjangan antara harga dalam negeri dan harga dunia. 2. Rasio produksi terhadap konsumsi beras (RProd) yang menunjukkan kemampuan produksi beras dalam memenuhi kebutuhan konsumsi. 3. Rasio ketergantungan impor beras (Im) yang menunjukkan besarnya ketergantungan penyediaan beras dalam negeri terhadap impor 4. Variabel dummy yang menunjukkan perbedaan periode sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan liberalisasi perdagangan beras di Indonesia pada tahun 1998. 5. Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan dengan tahun dasar 2005 dalam miliar rupiah.
38
6. Pertumbuhan penduduk (Pop) dalam persen. 7. Nilai tukar riil (RER) yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dengan menggunakan tahun dasar 2005. Model VAR untuk persamaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : ∑ Dimana :
Yt : vektor variabel endogen (Qm, RProd, RPrice, Im, Dummy, PDB, Pop dan RER) α : konstanta β : koefisien matriks untuk lag-i ε : residual
Selanjutnya dilakukan transformasi data yaitu untuk variabel nominal diubah dalam nilai riil dan semua variabel diubah dalam bentuk logaritma kecuali untuk variabel dummy, rasio ketergantungan impor beras dan pertumbuhan penduduk yang sudah dalam bentuk persentase. Sesuai dengan pendapat Sims dalam Enders (2004) bahwa semua data estimasi yang dipergunakan dalam VAR dan VECM adalah dalam bentuk logaritma kecuali data yang sudah dalam bentuk persen atau data tersebut memiliki koefisien yang negatif (sangat kecil) yang tidak mungkin diubah dalam bentuk logaritma natural. Salah satu alasannya adalah untuk mempermudah analisis, karena baik dalam impulse response maupun variance decomposition, pengaruh shock dilihat dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase.