49
III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder dalam bentuk bulanan yang diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Data yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) bulanan dari Januari 2003 sampai dengan Desember 2011. Data yang digunakan adalah data Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah, data SBI, data SBIS, data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, data Inflasi, data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan data Jakarta Islamic Index (JII). Tabel 6. Data yang Digunakan Dalam Penelitian No
Jenis Data
Sumber Data
Satuan
1
Data NAB RDS
Bapepam
Rupiah
2
Data SBI
BI
Persen
3
Data SBIS
BI
Persen
4
Data Kurs
BI
Rupiah
5
Data Inflasi
BPS
Persen
6
Data IHSG
BEI
-
7
Data JII
BEI
-
50
3.2. Variabel dan Definisi Operasional Peubah yang digunakan bersama definisi operasionalnya adalah sebagai berikut: a. NAB merupakan data Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah. b. SBI merupakan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia untuk periode satu bulan. c. SBIS merupakan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah untuk periode satu bulan. d. Kurs (ex-rate) merupakan nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar AS. e. Inflasi merupakan perubahan harga tiap bulannya dalam bentuk persen. f. IHSG merupakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. g. JII merupakan indeks harga 30 perusahaan terbaik berbasis syariah. 3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data Untuk menganalisis variabel makroekonomi terhadap kinerja reksa dana syariah akan dianalisis dengan menggunakan metode Vector Autoregression (VAR). kemudian apabila terdapat kombinasi linear antara variabel non-stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama maka perlu dilakukan pengujian kointegrasi, maka model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan (Error Correction Model) menjadi Cointegrated SVAR atau biasa dikenal dengan istilah
51
Vector Error Correction Model (VECM). Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian adalah Microsoft Excel 2007 untuk mengelompokan data dan selanjutnya diolah menggunakan program Eviews 6. 3.3.1. Metode Vector Autoregression (VAR) Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan sebuah macroeconomics framework yang menjanjikan, yakni Vector Autoregression (VAR). Stock dan Watson dalam Firdaus (2010) memaparkan bahwa jika sebelumnya univariate autoregression merupakan sebuah persamaan tunggal (single-equation) dengan model linier variabel tunggal (single-variable linear model), dimana nilai sekarang dari masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR merupakan sebuah n-persamaan (n-equation) dengan n-variabel (n-variable), dimana masing-masing variabel dijelaskan dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, serta nilai saat ini dan masa lampaunya (current and past values). Dengan demikian, dalam konteks ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series analysis (Firdaus, 2010). VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan mudah dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting (peramalan), inferensi struktural, serta analisis kebijakan. Alat analisis yang disediakan oleh VAR bagi deskripsi data, forecasting (peramalan), inferensi struktural, serta analisis kebijakan dilakukan melalui empat macam penggunaannya, yakni Forecasting, Impulse
52
Response Function (IRF), Forecast Error Variance Decomposition (FEVD), dan Granger Causality Test. Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Sementara Impulse Response Function (IRF) adalah melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) merupakan prediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Sedangkan Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel. Seperti halnya model ekonometrika lainnya, VAR juga meliputi serangkaian proses spesifikasi dan identifikasi model. Spesifikasi model VAR meliputi pemilihan variabel dan banyaknya selang yang digunakan dalam model (Firdaus, 2010). Sedangkan identifikasi model adalah melakukan identifikasi persamaan sebelum melakukan estimasi model. Dalam proses identifikasi akan ditemui beberapa kondisi. Kondisi overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah parameter yang ingin diestimasi. Sementara kondisi exactly identified atau just identified akan tercapai jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang diestimasi sama. Kemudian, jika jumlah informasi kurang dari jumlah parameter yang akan diestimasi akan menciptakan kondisi yang disebut underidentified. Proses estimasi hanya dapat dilakukan dalam keadaan overidentified dan exactly identified atau just identified. Dalam pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria
53
informasi seperti Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ). Enders (2004) mengemukakan bahwa bentuk sistem VAR standar (reducedform) yang digunakan secara luas atau umum pada saat ini berasal dari bentuk sistem VAR primitif yang memiliki sejumlah kelemahan. Adapun bentuk sederhana dari sistem VAR yang primitif ditunjukkan oleh sistem bivariate sederhana sebagai berikut : yt = b10 - b12zt + γ11zt-1 + γ12zt-1 + εyt
(3.1)
zt = b20 – b21yt + γ21yt-1 + γ22zt-1 + εzt
(3.2)
Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa yt dan zt saling memengaruhi satu sama lain. Misalnya –b12 merupakan efek serentak (contemporaneous effect) dari perubahan zt terhadap yt dan γ12 merupakan efek dari perubahan zt-1 terhadap yt. Oleh karena itu, maka persamaan (3.1) dan (3.2) bukanlah persamaan dalam bentuk reduced-form karena yt memiliki efek serentak terhadap zt dan zt memiliki efek serentak terhadap yt. Namun dari bentuk persamaaan primitif di atas dapat diperoleh bentuk transformasi VAR ke dalam bentuk standar (reduced-form). Adapun persamaan umum VAR adalah sebagai berikut (Enders, 2004) : yt = A0 + A1yt-1 + A2yt-2 + … + Apyt-p + et
(3.3)
54
dimana : yt
= vektor berukuran (n-1) yang berisikan n variabel yang terdapat di dalam
sebuah model VAR A0
= vektor intersep berukuran (n-1)
At
= matriks koefisien/ parameter berukuran (n . n) untuk setiap i = 1,2,…..,p
et
= vektor error berukuran (n.1) Model VAR dalam bentuk standar di atas jika dituliskan dalam bentuk
persamaan bivariate adalah sebagai berikut : yt = a10 + a11yt-1 + a12zt-1 + e1t
(3.4)
zt = a20 + a21yt-1 + a22zt-1 + e2t
(3.5)
atau dalam bentuk notasi matriks VAR adalah sebagai berikut : yt a10 a11a12 yt − 1 e1t zt = a 20 + a 21a 22 zt − 1 + e 2 t
(3.6)
Sehingga untuk model multivariate seperti yang dilakukan di dalam penelitian ini, model VAR menjadi seperti berikut : ΔNABt = β10 + β111ΔNABt-1 + β112ΔNABt-2 + β121ΔSBIt-1 + β122Δ SBIt-2 + β131ΔSBISt-1 + β132ΔSBISt-2+ β141ΔERt-1+ β142ΔERt-2+ β151ΔINFt-1+ β152ΔINFt-2+ β161ΔIHSGt-1 + β162ΔIHSGt-2 + β171ΔJIIt-1+ β172ΔJIIt-2+ e1t
(3.7)
55
ΔSBIt = β20 + β211ΔNABt-1 + β212ΔNABt-2 + β221ΔSBIt-1 + β222ΔSBIt-2 + β231ΔSBISt-1+ β232ΔSBISt-2+ β241ΔERt-1 + β242ΔERt-2 + β251ΔINFt-1 + β252ΔINFt-2 + β261ΔIHSGt-1 + β262Δ IHSGt-2 + β271Δ JIIt-1 β272Δ JIIt-2 + e2t
(3.8)
ΔSBISt = β30 + β311ΔNABt-1 + β312ΔNABt-2 + β321ΔSBIt-1 + β322ΔSBIt-2 + β331ΔSBISt-1+ β332ΔSBISt-2+ β341ΔERt-1 + β342ΔERt-2 + β351ΔINFt-1 + β352ΔINFt-2 + β361ΔIHSGt-1 + β362Δ IHSGt-2 + β371Δ JIIt-1 + β372Δ JIIt-2 + e3t
(3.9)
ΔERt = β40 + β411ΔNABt-1 + β412ΔNABt-2 + β421ΔSBIt-1 + β422ΔSBIt-2 + β431ΔSBISt-1+ β432ΔSBISt-2+ β441ΔERt-1 + β442ΔERt-2 + β451ΔINFt-1 + β452ΔINFt-2 + β461ΔIHSGt-1 + β462Δ IHSGt-2 + β471Δ JIIt-1 + β472Δ JIIt-2 + e4t
(3.10)
ΔINFt = β50 + β511ΔNABt-1 + β512ΔNABt-2 + β521ΔSBIt-1 + β522ΔSBIt-2 + β531ΔSBISt-1+ β532ΔSBISt-2+ β541ΔERt-1 + β542ΔERt-2 + β551ΔINFt-1 + β552ΔINFt-2 + β561ΔIHSGt-1 + β562Δ IHSGt-2 + β571Δ JIIt-1+ β572Δ JIIt-2 + e5t
(3.11)
ΔIHSGt = β60 + β611ΔNABt-1 + β612ΔNABt-2 + β621ΔSBIt-1 + β622ΔSBIt-2 + β631ΔSBISt-1+ β632ΔSBISt-2+ β641ΔERt-1 + β642ΔERt-2 + β651ΔINFt-1 + β652ΔINFt-2 + β661ΔIHSGt-1 + β662Δ IHSGt-2 + β671Δ JIIt-1 + β672Δ JIIt-2 + e6t
(3.12)
ΔJIIt = β70 + β711ΔNABt-1 + β712ΔNABt-2 + β721ΔSBIt-1 + β722ΔSBIt-2 + β731ΔSBISt-1+ β732ΔSBISt-2+ β741ΔERt-1 + β742ΔERt-2 + β751ΔINFt-1 + β752ΔINFt-2 + β761ΔIHSGt-1 + β762Δ IHSGt-2 + β771Δ JIIt-1+ β772Δ JIIt-2 + e7t
(3.13)
56
Dimana : NAB : Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah SBI
: Sertifikat Bank Indonesia
SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah ER
: Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS
INF
: Inflasi
IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan JII
: Jakarta Islamic Index Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model
persamaan simultan (Nachrowi, 2006), yaitu : 1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil hubungan yang hilang (omitted interrelation). 2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural. Menurut McCoy dalam Nachrowi (2006), untuk mengatasi kritikan tersebut terutama untuk menentukan variabel endogen dan eksogen, pendekatan VAR berusaha membiarkan data tersebut berbicara (“let the data speak for themselves”)
57
dengan membuat semua variabel berpotensi menjadi variabel endogen. Dalam kerangka VAR setiap variabel, baik dalam level maupun first difference, diperlakukan secara simetris di dalam sistem persamaan yang mengandung regressor set yang sama. Menurut Gujarati (2003), keunggulan metode VAR dibandingkan dengan metode ekonometrika konvensional adalah : 1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu. 2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen. 4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variable) di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah. Namun, model VAR juga memiliki banyak kritik akibat memiliki beberapa kelemahan. Menurut Gujarati (2003), kelemahan VAR antara lain :
58
1. Model VAR lebih bersifat ateori karena tidak memanfaatkan informasi dari teori-teori terdahulu. 2. Karena tidak menitikberatkan pada peramalan (forecasting), maka model VAR dianggap tidak sesuai untuk implikasi kebijakan. 3. Tantangan terberat VAR adalah pemilihan panjang lag yang tepat. 4. Semua variabel yang digunakan dalam model VAR harus stasioner. 5. Koefisien dalam estimasi VAR sulit untuk diinterpretasikan. 3.3.2. Metode Vector Error Correction Model (VECM) Vector Error Correction Model atau VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi (Enders, 2004). Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner pada level, tetapi terkointegrasi. VECM kemudian memanfaaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Karena itu, VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linier antara variabel yang non stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama (Enders,2004). Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan, maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Pada data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada perbedaan pertama (first
59
difference) atau I(1). Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang, maka dalam penelitian ini digunakan model VECM apabila ternyata data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas I(1). Secara umum model VECM (k-1) adalah sebagai berikut : k −1
y∆t =∑ Γi∆yt − 1 + 0 + 1t + yt − 1 + t i =1
dimana : Δyt
= yt – yt-1
k-1
= ordo VECM dari VAR
Γi
= matriks koefisien regresi (b1,….,bi)
μ0
= vektor intercept
μ1
= vektor koefisien regresi
t
= time trend
α
= matriks loading
β
= vektor kointegrasi
y
= variabel yang digunakan dalam analisis
(3.14)
60
Sehingga dalam penelitian ini menjadi
∆NABt =
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i +
k -1
k -1
i =1
i =1
k -1
k -1
i =1
i =1
k -1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
∑ ΓiINF
t − i
∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t
∆SBIt =
k -1
∑ ΓiNAB
t − i
i =1
k -1
∑ΓiIHSG
t − i
i =1
∆SBISt =
k -1
+ ∑ ΓiSBIt − i + i =1
(3.15)
k -1
∑ ΓiSBIS i =1
k -1
t − i
+ ∑ ΓiERt − i + i =1
k -1
∑ ΓiINF
t − i
k -1
(3.16)
i =1
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i + k -1
i =1
i =1
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
k -1
∑ ΓiINF
t − i
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i +
k -1
k -1
i =1
i =1
(3.17)
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
k -1
∑ ΓiINF
t − i
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i +
k -1
∑ΓiIHSG
t − i
i =1
+
i =1
∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t k -1
+
i =1
∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t
∆INFt =
+
i =1
+∑ ΓiJIIt − i + t
k -1
∆ERt =
+
i =1
(3.18)
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
k -1
∑ ΓiINF
t − i
+
i =1
k -1
+∑ ΓiJIIt − i + t i =1
(3.19)
61
∆IHSGt =
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i +
k -1
k -1
i =1
i =1
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
k -1
∑ ΓiINF
t − i
∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t
∆JIIt =
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiNABt − i + ∑ ΓiSBIt − i +
k -1
k -1
i =1
i =1
+
i =1
(3.20)
k -1
k -1
i =1
i =1
∑ ΓiSBISt − i + ∑ ΓiERt − i +
∑ΓiIHSGt − i +∑ ΓiJIIt − i + t
k -1
∑ ΓiINF
t − i
+
i =1
(3.21)
3.3.3. Pengujian Pra Estimasi 3.3.3.1. Uji Stasioneritas Data Dalam mengestimasi sebuah model yang akan digunakan, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data atau disebut dengan unit root test. Menurut Gujarati (2003), data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya. Untuk itu, pengujian stasioneritas data sangat penting dilakukan apabila menggunakan data time series dalam analisis. Hal tersebut dikarenakan data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan nilai rata-rata serta variansnya berubah sepanjang waktu. Nilai yang mengandung unit root atau non-stasioner, apabila dimasukkan dalam perhitungan statistik pada model regresi sederhana, maka kemungkinan besar estimasi akan gagal mencapai nilai yang sebenarnya atau disebut sebagai spurious estimation (Nachrowi, 2006).
62
Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit pada data yang digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Menurut Gujarati (2003), uji stasioneritas data dengan menggunakan uji Dickey-Fuller, dimulai dari sebuah proses autoregresi orde pertama, yaitu : Yt = ρYt-1 + μt
(3.22)
dimana : μt = white noise error term dengan mean nol dan varians konstan Kondisi di atas disebut sebagai random walk, dimana variabel Yt ditentukan oleh variabel sebelumnya (Yt-1). Oleh karena itu jika nilai ρ = 1 maka persamaan (3.22) mengandung akar unit atau tidak stasioner. Kemudian persamaan (3.22) dapat dimodifikasi dengan mengurangi Yt-1 pada kedua sisi persamaan, sehingga persamaan (3.22) dapat diubah menjadi : Yt – Yt-1 = ρYt-1 – Yt-1 + μt = (ρ-1)Yt-1 + μt
(3.23)
maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut : ΔYt = δYt-1 + μt dimana : δ
= (ρ-1)
Δ
= perbedaan pertama (first difference)
(3.24)
63
Oleh karena itu hipotesis pada persamaan (3.28), H0: δ = 0 melawan hipotesis alternatifnya atau H1: δ < 0. Nilai H0: δ = 0 akan menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak stasioner, sementara H1: δ < 0 menunjukkan persamaan tersebut mengikuti proses yang stasioner. Jadi apabila kita menolak H0 maka artinya data time series tersebut stasioner, dan sebaliknya. Pada persamaan (3.28) diasumsikan bahwa error term (μt) tidak berkorelasi. Dalam kasus error term-nya berkorelasi maka contoh persamaan yang dapat diuji stasioneritas melalui Augmented Dickey-Fuller (ADF) dapat ditulis sebagai berikut (Gujarati, 2003) : m
ΔYt = βt + β2t + δYt-1 + αi ∑ ∆Yt - i + t
(3.25)
i =1
dimana : εt
= pure white noise error term
ΔYt-1
= (Yt-1 - Yt-2), ΔYt-2 = (Yt-2 - Yt-3), dan seterusnya. Dalam kasus persamaan seperti ini pengujian hipotesis yang dilakukan masih
sama dengan sebelumnya yaitu H0 adalah δ = 0 (tidak stasioner) dengan hipotesis alternatifnya adalah H1 adalah δ < 0 (stasioner). Artinya jika H0 ditolak dan menerima H1 maka data kita stasioner dan begitu juga sebaliknya. Uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah data time series bersifat stasioner atau tidak adalah dengan menguji uji Ordinary Least Square (OLS) dan melihat nilai t statistik dari estimasi δ.
64
Jika δ adalah nilai dugaan dan Sδ adalah simpangan baku dari δ maka uji statistik memiliki rumus sebagai berikut :
thit =
S
(3.26)
Apabila nilai t-statistik lebih kecil dari nilai statistik ADF (dalam nilai kritikal 1 persen, 5 persen, atau 10 persen), maka keputusannya adalah tolak H0 atau dengan kata lain data bersifat stasioner dan begitu juga sebaliknya. 3.3.3.2. Pengujian Lag Optimal Langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR adalah penentuan jumlah lag yang optimal yang digunakan dalam model. Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), maupun Hannan-Quinn Criterion (HQ). Untuk dapat menentukan lag ini, maka ∧
langkah sebelumnya adalah menentukan nilai determinan dari kovarian residual ( Ω ) yang dapat dihitung sebagai berikut (Eviews 6 User’s Guide) : ∧ ∧' 1 │Ω│= det ∑ e t e t T − p t
(3.27)
dimana p adalah angka parameter dari tiap persamaan dalam VAR. Selanjutnya, log likelihood value dengan mengasumsikan distribusi normal (Gaussian) dapat dihitung :
65
∧ T 1 =− k (1 +log 2 ) +log Ω 2
(3.38)
dimana k adalah banyaknya parameter yang diestimasi dan T adalah jumlah observasi. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan nilai AIC, SC maupun HQ dan dipilih nilai yang terkecil. Dalam penelitian ini, untuk menentukan lag optimal digunakan perhitungan AIC. Rumus perhitungannya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini : AIC
-2(l/T) + (k/T)
SC
-2(l/T) + k log(T)/T
HQ
-2(l/T) + 2k log(log(T))/T
(3.29)
3.3.3.3. Uji Stabilitas VAR Metode yang digunakan dalam melakukan analisis pengaruh guncangan variabel makroekonomi terhadap perkembangan reksadana syariah di Indonesia adalah analisis impuls respon (IRF) dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat (FEVD). Sistem persamaan VAR yang telah terbentuk harus diuji stabilitasnya terlebih dahulu sebelum kedua analisis tersebut dilakukan, melalui VAR stability condition check. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Model VAR tersebut dianggap stabil jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada
66
di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya lebih kecil dari satu sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid (Windarti, 2004). 3.3.3.4. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi merupakan lanjutan dari uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi. Uji kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui perilaku data dalam jangka panjang antar variabel terkait apakah berkointegrasi atau tidak seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi. Untuk dapat melakukan uji kointegrasi, harus yakin terlebih dahulu bahwa variabel-variabel yang terkait dalam pendekatan ini mempunyai derajat integrasi yang sama atau tidak. Implikasi pentingnya jika dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, misal: X=1(1) dan Y=1 (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi. Cara pengujiannya adalah dengan menguji residualnya berintegrasi atau tidak. Apabila residualnya berintegrasi, berarti data tersebut sudah memenuhi prasyarat dalam pembentukan dan estimasi model dinamis. Untuk melakukan uji kointegrasi dilakukan dengan beberapa macam uji, yaitu: Engle-Granger test (EG), Augmented Engle-Granger (AEG) test , dan Cointegrating Regression Durbin Watson (CRDW). Namun, pada penelitian ini, penulis hanya akan menggunakan Cointegrating Regression Durbin-Watson (CRDW). Caranya adalah dengan meregresi variabel dependen dengan variabel independen, setelah nilai DW diketahui, maka DW dibandingkan. Apabila nilai DW hitung lebih besar dari DW tabel maka variabel tersebut telah berkointegrasi, yang
67
artinya antar variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang terjadi hubungan yang equilibrium (Gujarati,2003). Dalam penelitian ini untuk menguji apakah kombinasi variabel yang tidak stasioner terkointegrasi dapat diuji dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen, yang ditunjukkan oleh persamaan matematis berikut ini : Δyt = β0 + πyt-1 +
+ et
( 3.30 )
Persamaan tersebut terkointegrasi jika trace statistic > critical value. Dengan demikian H kointegrasi. Kita tolak H0= non-kointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H0 atau terima H1 jika trace statistic > critical value, yang artinya terjadi kointegrasi. Tahapan analisis dilanjutkan dengan analisis Vector Error Correction Model (VECM) setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui.
3.3.4. Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas diantara variabel-variabel yang ada di dalam model. Uji ini untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas (independent variable) meningkatkan kinerja forecasting dari variabel tidak bebas (dependent variable). Pertanyaan yang sering ada dalam analisis time series tidak hanya satu atau lebih variabel ekonomi yang dapat memperkirakan variabel ekonomi lainnya. Pengujian hubungan sebab akibat, sebagaimana dimaksudkan oleh granger, dengan menggunakan F-test untuk menguji apakah lag informasi dalam variabel Y
68
memberikan informasi statistik yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan perubahan X. Jika tidak, maka Y tidak ada hubungan sebab akibat granger dengan X. 3.3.5. Innovation Accounting 3.3.5.1 Impulse Response Function Estimasi dengan menggunakan VECM untuk lebih lanjut dapat dilihat dari IRF. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. Fungsi dari impulse response ini untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel tertentu apabila terjadi guncangan atau shock suatu variabel. Fungsi yang kedua adalah untuk mengetahui besarnya nilai guncangan terhadap variabel yang ada.
Analisis fungsi impuls respon (Impulse Response Function) atau disingkat dengan IRF dalam analisis ini dilakukan untuk menilai respon dinamik variabel Nilai Aktiva Bersih reksadana syariah terhadap adanya guncangan SBI, SBIS, nilai tukar (exchange rate), inflasi, indeks harga saham gabungan (IHSG), dan Jakarta Islamic Index (JII). Impulse Response Function sementara itu bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik artinya suatu variabel yang dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock secara umum.
69
3.3.5.2. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Metode ini dapat melihat kekuatan dan kelemahan masingmasing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang (Nachrowi, 2006). Metode ini merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain dapat dilihat dengan menghitung presentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain. Dapat diketahui melalui FEVD secara pasti faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu. 3.4. Model Penelitian Analisis pengaruh variabel ekonomi terhadap perkembangan reksa dana syariah di Indonesia dilihat dengan menggunakan variabel data Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah, data SBI, data SBIS, data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, data Inflasi, data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan data Jakarta Islamic Index (JII). Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk matriks adalah sebagai berikut :
70
log_ NAB SBI SBIS log_ ER = INF log_ IHSG log_ JII
a 0 b 0 c 0 d 0 + e 0 f 0 g 0
a11a12 a13a14 a15 a16 a17 a18 a19 a 21a 22 a 23a 24 a 25 a 26 a 27 a 28 a 29 a 31a 32 a 33a 34 a 35 a 36 a 37 a 38 a 39 a 41a 42 a 43a 44 a 45 a 46 a 47 a 48 a 49 a 51a 52 a 53a 54 a 55 a 56 a 57 a 58 a 59 a 61a 62 a 63a 64 a 65 a 66 a 67 a 68 a 69 a 71a 72 a 73a 74 a 75 a 76 a 77 a 78 a 79
log_ NABt − i e1t e 2 t SBIt − i e 3t SBISt − i log_ ERt − i + e 4t e 5 t INFt − i log_ IHSGt − i e6t log_ JIIt − i e7 t
Dimana : Log_NAB
: Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah
SBI
: Sertifikat Bank Indonesia
SBIS
: Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Log_ER
: Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS
INF
: Inflasi
Log_IHSG
: Indeks Harga Saham Gabungan
Log_JII
: Jakarta Islamic Index
Semua data estimasi yang dipergunakan dalam VAR adalah dalam bentuk logaritma natural sesuai dengan pendapat Sims dalam Enders (2004), kecuali data yang sudah dalam bentuk persen atau data tersebut memiliki koefisien yang negatif (sangat kecil) yang tidak mungkin untuk diubah dalam bentuk logaritma natural. Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan analisis, karena baik dalam impulse response maupun variance decomposition, pengaruh shock dilihat dalam standar
71
deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase. Semua variabel adalah variabel endogen dalam metode VAR, sehingga dalam model penelitian ini dapat dilihat hubungan saling ketergantungan antara semua variabel.