BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Desember 2015. Pembuatan nanoemulsi dilaksanakan di Laboratorium Prodi Farmasi,Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pengukuran kadar glukosa dilaksanakan di Laboratorium Prodi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pemeliharaan dan pengambilan sampel darah dilaksanakan di Laboratorium Pusat, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembuatan dan pengamatan histologi pankreas, hepar, dan ren tikus di Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Uji transmitansi, waktu emulsifikasi, dan ukuran partikel di Laboratorium Pengujian Obat, Makanan, dan Kosmetik Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan diantaranya adalah spektrofotometer UV-Vis, kuvet, toples kaca maserasi, oven, batang pengaduk, penyaring/kain flanel, rotary evaporator, waterbath, gelas ukur, gelas beker, vortex, microtube1,5 mL, neraca analitik, hematokrit, centrifuge, tabung eppendorf, sonikator,hotplate, magnetic stirrer, mikropipet 1000 µL, mikropipet 10 µL, tip, mortar, sonde oral, kandang tikus, timbangan pakan, tempat pemeliharaan, tempat minum dan makan, sarung tangan, dan masker, pisau scalpel, gunting, pinset, cetakan parafin, blok, mikrotom, dan mikroskop digital perbesaran 1000x. Bahan yang digunakan yaitu daun salam 6,5 kg, aquades, etil asetat, komponen pembawa fraksi (minyak VCO), surfaktan dan kosurfaktan (tween 80; PEG 400), heparin, pakan biasa merk comfeed (80%), lemak babi (15%), kuning telur
bebek
(5%),
larutan
Na-CMC
0,5%,
reagen
GlucoseGOD
FS,
metformin,glibenklamid, fruktosa, organ pankreas, hepar, ren, BNF 10% (buffer neutral formalin), alkohol 30%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 95%, 96%, alkohol 18
absolut I dan II, toluol, xilol, parafin, Mayer’s albumin, air, parafin, dan Hemaktosilin-Eosin (HE). Hewan uji pada penelitian ini menggunakan tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Wistar, berumur + 3 bulan dengan berat 150-200 gram yang diperoleh dari Boyolali. C. Cara Kerja
1. Pemisahan komponen daun salam (Eugenia polyantha Wight) a. Pembuatan Bubuk Simplisia Daun Salam Daun salam sebanyak
6,5 kgdidapat dengan membeli di pasar
Klepu, Ceper, Klaten kemudian disortir segar dengan memisahkan antara daun dengan tangkai dan pengotor lainnya. Daun yang telah dipisahkan kemudian dikeringkan menggunakan oven sehingga dihasilkan simplisia kering. Simplisia kering tadi dihaluskan menggunakan blender sehingga diperoleh serbuk simplisia (Unpublish Data, 2016). b. Ekstraksi dan Fraksinasi Serbuk Simplisia Daun Salam Serbuk simplia selanjutnya diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etil asetat. Maserasi dilakukan dengan merendam 500 gram serbuk simplisia dengan pelarut 4 Lselama 9 hari, disaring sehingga didapatkan maserat. Maserat yang diperoleh dipisahkan dari serbuk simplisia dengan cara menuangkan maserat melalui corong yang sudah dilengkapi dengan kain flanel, kemudian maserat daun salam yang diperoleh dievaporasi menggunakan rotary evaporator dengan suhu 55o C dan kecepatan 6 rpm hingga volume maserat yang dievaporasi berkurang sekitar setengahnya. Setelah itu maserat yang telah dievaporasi dipanaskan diatas waterbath hingga menjadi ekstrak kental (Unpublish Data, 2016).
2. Pembuatan SNEDDS Fraksi Etil Asetat Daun Salam Tahapan optimasi formula SNEDDS sebagai berikut: a.
Optimasi formulasi komposisi minyak dengan surfaktan dan kosurfaktan, Setiap formula dibuat sebanyak 5 mL dalam botol vial. Hasil campuran surfaktan dan kosurfaktan yang optimal ditambahkan minyak
VCO sebanyak 1 mL lalu dihomogenkan dengan stirer cimarec selama 30 menit, sonikator selama 15 menit, dan dikondisikan dalam waterbath pada suhu 45°C selama 10 menit. Hasil pencampuran didiamkan selama 24 jam pada suhu ruangan untuk dilihat homogenitasnya. Formula yang tetap homogen (tidak memisah) merupakan formula yang dipilih untuk formulasi nanoemulsi selanjutnya(Unpublish Data, 2016). Tabel 1. Rasio Surfaktan dan Kosurfaktan
b.
Pemilihan formula SNEDDS Sebanyak 100 μL calon formula SNEDDS ditambah aquades hingga volume akhir 50 mL (Patel et al., 2011a, 2011b). Homogenisasi campuran dilakukan dengan bantuan vortex selama 30 detik. Hasil pencampuran berupa emulsi yang homogen dan memberikan tampilan visual jernih menjadi tanda awal keberhasilan pembuatan nanoemulsi.
c.
Pengamatan emulsi SNEDDS SNEDDS yang telah diemulsikan kemudian diukur transmitansinya menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombang 650 nm dengan blanko aquades untuk mengetahui tingkat kejernihannya (Patel et al., 2011a, 2011b). Semakin jernih atau transmitansi semakin mendekati transmitansi aquades maka diperkirakan tetesan emulsi telah mencapai ukuran nanometer (Mason et al., 2006), kemudian dilanjutkan dengan pengamatan waktu emulsifikasi untuk memperoleh gambaran kemudahan SNEDDS membentuk emulsi saat berada didalam tubuh (saluran pencernaan) (Wahyuningsih dan Putranti, 2015).
3. Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Tipe 2Resisten Insulin
Pembuatan tikus diabetes mellitus tipe 2 resisten insulin dengan cara tikus diberi diet lemak-fruktosa. Diet lemak dilakukan dengan memberikan pakan kaya lemak dengan komposisi pakan biasa yaitu pakan biasa merk comfeed(80%), lemak babi (15%), dan kuning telur bebek (5%). Berdasarkan hasil orientasi, jumlah konsumsi makanan maksimum sebanyak 20 gram/tikus. Diet fruktosa yaitu fruktosa diberikan sebesar 3,3 gram/kgBB tikus peroral. Untuk minum, tikus diberikan air ledeng secara ad libitum.Berdasarkan penelitian Sholihah (2013), yang menggunakan metode yang sama dengan induksi selama 65 hari didapatkan hasil bahwa tikus mengalami resisten insulin, pada penelitian ini perlakuan diet lemak tinggi dan fruktosa ini dilakukan selama 80 hari untuk menyakinkan bahwa tikus memang telah resisten insulin. Untuk mengetahui tikus yang resisten insulin, dengan cara menghitung kadar glukosa darah yang berasal dari aktivitas hipoglikemik glibenklamid. Sebelumnya tikus dibagi menjadi kelompok normal dan kelompok diet lemakfruktosa. Tikus dipuasakan selama 8-12 jam kemudian diambil darahnya. Tikus lalu diberikan suspensi glibenklamid dalam Na-CMC 0,5% dengan dosis 10 mg/kgBB peroral. Setelah 2 jam diambil darahnya lagi, kemudian dihitung daya hipoglikemiknya dalam persen dan dibandingkan dengan tikus normal. Tikus diasumsikan resisten insulin apabila persen daya hipoglikemiknya lebih rendah secara bermakna dibandingkan tikus normal setelah pemberian glibenklamid tadi (Sholihah, 2013).
1. Pengujian Aktivitas Farmakologi Senyawa Uji Pengujian
aktivitas
antidiabetes
senyawa
uji
penelitian
ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan hewan uji berjumlah tiga puluh ekor yang dibagi menjadi enam kelompok, yaitu satu kelompok normal dan lima kelompok tikus diabetes mellitus resisten insulin (tikus DM RI) sebagaimana disajikan berikut: kelompok I
: kontrol normal, tikus normal diberi aquades, sehari sekali peroral;
kelompok II
: kontrol negatif, tikus DM RI diberi aquades, sehari sekali peroral;
kelompok III
: kontrol positif, tikus DM RI, diberi metformin 45 mg/kg BB, sehari sekali peroral;
kelompok IV
: tikus DM RI, diberi fraksi etil asetat daun salam dosis 183,5 mg/kg BB, sehari sekali peroral;
kelompok V
: tikus DM RI, diberi SNEDDS fraksi etil asetat daun salam dosis 183,5 mg/kg BB, sehari sekali peroral;
kelompok VI
: tikus DM RI, diberi kombinasi ½ dosis metformin (22,5 gram/kgBB) + ½ dosis SNEDDS fraksi etil asetat daun salam 91,75 mg/kg BB, sehari sekali peroral.
2. Pengukuran Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Jantan Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-0, hari ke-80, dan hari ke-95 (hari ke- 15 setelah pemberian perlakuan). Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-0 dimaksudkan untuk mengetahui kadar glukosa awal darah tikus, kemudian dilakukan pemberian diet kaya lemakfruktosa selama 80 hari agar tikus Wistar jantan hingga mengalami resistensi insulin. Setelah mengalami resistensi insulin, tikus diberi perlakuan sesuai kelompoknya selama 15 hari.
Pengambilan darah melalui vena orbitalis menggunakan hematokrit sebanyak 1 mL, darah ditampung dalam microtube berukuran 1,5 mL yang sebelumnya telah dioleskan heparin. Selanjutnya darah diinkubasi selama 15 menit kemudian disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Setelah disentrifugasi, sebanyak 10 µL serum darah diambil dan direaksikan dengan 1000 µLreagen GlucoseGOD FS, kemudian divortex dan diinkubasi dalam suhu ruang selama 20 menit. Pengukuran gukosa darah diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 500 nm, sebelumnya telah dibuat larutan blanko yang merupakan campuran dari 10 µLaquades dan 1000 µLreagen GlucoseGOD FS. Sedangkan untuk standarnya
dibuat dengan mencampurkan 10 µL standar reagenGlucoseGOD FSdan 1000 µLreagen GlucoseGOD FS. Penetapan kadar glukosa menggunakan metode GOD-PAP dengan reagen kit Glucose GOD FS dari Diasys. Reagen tersebut terdiri buffer fosfat, fenol, 4- aminoantipirin, GOD (glucose oxidase), POD (peroxidase). Perhitungan kadar glukosa dengan rumus :
Terjadi interaksi antara glukosa dan O₂ kemudian dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase (GOD) membentuk asam glukonat dan H2O2. Hidrogen Peroksida yang terbentuk (H2O2) akan bereaksi dengan 4-aminoantipirin dan fenol kemudian membentuk kuinoimin yang berwarna merah violet. Intensitas warna merah yang dihasilkan kuinoimin menunjukkan kadar glukosa dalam darah (Dias, 1999). 3. Pembuatan Preparat Histologi Organ pankreas, hepar, dan ren setelah hari ke-95 diambil dengan membedah perut tikus putih yang dibunuh dengan cara dislokasi serviks. Pembuatan preparat histologi organ pankreas dilakukan dengan prosedur (Suntoro, 1983) sebagai berikut: a. Fiksasi Sediaan organ pankreas direndam dalam larutan buffer neutral formalin (BNF) 10%. b. Dehidrasi Proses
dehidrasi
dilakukan
menggunakan
alkohol
dengan
konsentrasi bertingkat yang terdiri dari alkohol 70% untuk washing, kemudian alkohol 70% lagi, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut II dan alkohol absolut III. Selanjutnya clearing dengan memasukkan sediaan ke dalam toluol over night. c. Infiltrasi Organ dimasukkan ke dalam xilol parafin 1 : 1 selama 60 menit, parafin I 60 menit, parafin II 60 menit.
d. Penyelubungan (Embedding) dan Pencetakan (Blocking) Sediaan yang telah diinfiltrasi ditanam dalam cetakan yang telah di isi parafin cair. Hasil cetakan yang sudah mengeras dikeluarkan dari cetakan dan blok yang diperoleh dapat disimpan setelah over night. e. Pemotongan Sediaan dalam blok parafin dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 6 µm hingga terbentuk coupes. f. Penempelan (Affixing) Coupes diletakkan di atas gelas benda yang sebelumya dioles dengan Mayers albumin kemudian ditetesi air untuk mencegah terjadinya lipatan pada pita dan diletakkan di atas hot plate. Sediaan selanjutnya dikeringkan over night. g. Pewarnaan (Staining) Sediaan kemudian diwarnai dengan Hemaktosilin-Eosin (HE) melalui tahapan xilol I 15 menit, xilol II 5 menit, kemudian dicelupkan beberapa celupan ke dalam alkohol absolut, 96%, 90%, 80%, 60%, 50%, 30%, dan hemaktosilin selama beberapa detik. Gelas benda yang berisi sediaan dialiri air yang mengalir selama 10 menit, celup di aquades, alkohol 30%, 50%, 60%, 70%, direndam di eosin Y selama 2 menit. Masuk ke alkohol 80%, 90%, 96%, xilol 15 menit. h. Penutupan Sediaan ditetesi dengan enthelan, kemudian ditutup dengan gelas penutup. 4. Pengamatan Histologi Preparat histologi organ pankreas, hepar, dan ren di amati dengan menggunakan mikroskop digital perbesaran 1000x. Perhitungan sel dilakukan secara acak pada preparat organ. Perhitungan dilakukan dengan cara menghitung sel yang mengalami kerusakan (piknosis, karyoreksis, dan karyolisis) perseratus jumlah sel seluruhnya dalam 1 bidang pengamatan, kemudian dihitung persentase kerusakan.
D. Analisis Data
Kadar glukosa darah diperoleh dar pengukuran kadar glukosa pada hari ke-0, 80, dan 95. Nilai kadar glukosa hari ke-0 dan hari ke-80 diuji statistik dengan paired t-test untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan hasil statistik tadi, dapat diketahui apakah pemberian diet lemakfruktosa mempengaruhi kadar glukosa darah tikus secara signifikan dibandingkan tikus normal. Nilai kadar glukosa preprandial dan setelah pemberian glibenklamid dapatdihitung dengan rumus: Daya hipoglikemik (%)=
glukosa preprandia l−setelah glibenklamid glukosa preprandial
𝑋 100%
Nilai kadar glukosa hari ke-80 dan hari ke-95 diuji menggunakan statistik paired t-test untuk melihat terdapat perbedaan yang bermakna atau tidak. Dari hasilnya akan diketahui apakah pemberian sediaan uji dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus secara signifikan. Nilai kadar glukosa darah hari ke-80 dan hari ke-95 dihitung persen daya hipoglikemiknya dengan rumus: Daya hipoglikemik (%)=
glukosa hari 80−glukosa hari 95 glukosa hari 80
𝑋 100%
Nilai persen daya hipoglikemik pada tiap kelompok dihitung rata-rata dan disajikan dalam bentuk grafik. Hasilnya kemudian diuji LSD dan uji statistik oneway ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% (Sholihah, 2013). Analisis gambaran histologi organ pankreas, hepar, dan ren tikus jantan galur Wistar dengan cara menghitung kerusakan sel (piknosis, karyoreksis, dan karyolisis) per seratus sel dalam 1 bidang pandang untuk mendapatkan persentase total kerusakan sel dengan pengulangan 1 kali. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.