40
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Mencermati isi dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 36/PK/PID/2013 yang dikaji Penulis dalam pembahasan, adapun mengenai hal-hal penting yang perlu untuk diketahui sebelum membahas rumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut: 1. Identitas Terpidana Nama
: Widar Kusuma, Spd.
Umur
: 50 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Jalan Palmerah XIII Nomor M-5 Kecamatan Kedung Kandang, Kota Malang
Agama
: Islam
Pekerjaan
: PNS/Guru SD
2. Kasus Posisi Kejadian terjadi pada 21 Januari 2007 atau setidaknya pada waktu tidak diketahui pada bulan Januari 2007 terdakwa Widar Kusuma melalui saksi Supeno datang ke rumah saksi korban Tamsir Bin Tumin yang bertempat tinggal di Desa Mangunrejo RT 08/03 Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang yang termasuk daerah kekuasaan hukum Pengadilan Negeri Kepanjen. Tujuan saksi Supeno datang ke rumah saksi korban adalah untuk menyewakan tanah garapan milik terdakwa sebanyak 4 (empat) kali garapan kepada saksi korban dengan biaya Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan akan dikembalikan utuh setelah 4 (empat) kali garapan diselesaikan oleh saksi korban, ditambah dengan surat perjanjian yang dibuat oleh terdakwa kira-kira suatu waktu yang tidak diketahui pada Januari 2007 untuk melengkapi syarat kepada saksi korban. Menyetujui syarat tersebut, saksi
41
korban membayar biaya tersebut secara dua tahap atau dua kali dan keseluruhan uang dari saksi korban telah diterima oleh terdakwa. Sesampainya di tanah sewaan milik terdakwa, saksi korban akan mulai mengerjakan, namun sebelum saksi korban mengerjakan, saksi Wagiman melihat dan melarang saksi korban mengerjakan tanah sewaan yg diakui milik saksi Wagiman. Akibat larangan dari saksi Wagiman, saksi korban pun tidak bisa mengerjakan tanah sewaan yang telah dibayar sewanya kepada terdakwa. Merasa ditipu dan dirugikan secara materiil, saksi korban melaporkan terdakwa. 3. Dakwaan Hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai surat dakwaan Penuntut Umum terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 36 PK/2013 adalah sebagai berikut. Terdakwa didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara alternatif, yaitu : KESATU : Bahwa ia terdakwa Widar Kusuma, pada hari ini tidak dapat ingat, tanggal 21 Januri 2007, sekira jam 10.00 WIB, atau setidak-tidaknya sewaktu-waktu bulan Januari 2007, bertempat di rumah saksi korban Tamsir Bin Tumin yang terletak di Desa Mangunrejo RT 08/03 Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Kepanjen, dengan maksud untuk menggantungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan akal dan tipu muslihat atau rangkaian perkataan bohong, menggerakkan orang lain yakni saksi Tumir Bin Tumin supaya menyerahkan barang sesuatu kepadanya berupa uang tunai Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut : a.
Bahwa-bermula datang saksi Supeno ke rumah korban menawarkan ada tanah sawah milik Terdakwa yang akan disewakan sebanyak 4 (empat) kali garapan setelah selesai mengerjakan empat kali garapan uang sewa tanah akan dikembalikan secara utuh atau penuh dan tanah sawah tersebut akan disewakan sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh
42
juta rupiah), karena perkataan saksi Supeno tersebut membuat saksi korban percaya dan mau menyewa tanah milk Terdakwa. b.
Bahwa kemudian setelah satu hari atau keesokan harinya datang saksi Supeno dan Terdakwa ke rumah saksi dan kemudian Terdakwa juga mengucapkan dan mengatakan bahwa tanah miliknya tersebut akan disewakan sebanyak 4 (empat) kali garapan dan setelah selesai mengerjakan empat kali garapan uang sewa tanah akan dikembalikan secara utuh, karena perkataan Terdakwa tersebut membuat korban percaya lalu mau dan bersedia menyewa tanah milik Terdakwa tersebut.
c.
Bahwa
kemudian
untuk
Iebih
meyakinkan
korban,
Terdakwa
membuatkan surat perjanjian tentang persewaan tanah untuk digarap selama 4 (empat) kali garapan pada tanggal 21 Januari 2007. d.
Kemudian pada tanggal 21 Januari 2007, sekira jam 10.00 WIB, Terdakwa datang ke rumah korban dan kemudian korban menyerahkan uang tunai sebesar Rp 13.500.000,00 (tiga belas juta lima ratus ribu rupiah) Iangsung diserahkan oleh korban dan diterima oleh Terdakwa.
e.
Kemudian pada tanggal 21 Januari 2017, sekira jam 10.00 WIB korban datang ke rumah saksi Supeno dan menyerahkan kekurangan uang yang telah disepakati antara Terdakwa dan korban sebesar Rp6.500.000,00 (enam juta lima ratus ribu rupiah) kepada saksi Supeno.
f.
Bahwa kemudian pada saat
saksi korban akan menggarap sawah
yang sudah disewa dari Terdakwa tersebut, saksi dilarang oleh saksi Wagiman
yang mengaku sebagai pemilik tanah yang disewakan
tersebut, sehingga korban tidak dapat menggarap sawah tersebut, akibatnya korban merasa dirugikan lalu saksi korban melaporkan Terdakwa ke Polres Malang untuk diproses lebih lanjut. g.
Akibat perbuatan Terdakwa saksi korban Tamsir Bin Tumin mengalami kerugian sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) atau setidak tidaknya sekitar senilai itu.
h.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 378 KUHP.
43
ATAU KEDUA: Bahwa ia Terdakwa Widar Kusuma pada waktu dan tempat sebagaimana telah disebutkan dalam Dakwaan Kesatu diatas, dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai miliknya sendiri barang sesuatu berupa uang tunai sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) barang mana seluruhnya atau sebagian adalah milik saksi Tamsir Bin Tumin, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan perbuatan mana dilakukan Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut : a.
Bahwa bermula datang saksi Supeno ke rumah korban menawarkan ada tanah sawah milik Terdakwa yang akan disewakan sebanyak 4 (empat) kali garapan setelah selesai mengerjakan empat kali garapan uang sewa tanah akan dikembalikan secara utuh atau penuh dan tanah sawah tersebut akan disewakan sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), karena perkataan saksi Supeno tersebut membuat saksi korban percaya dan mau menyewa tanah milk Terdakwa.
b. Bahwa kemudian setelah satu hari atau keesokan harinya datang saksi Supeno dan Terdakwa ke rumah saksi dan kemudian Terdakwa juga mengucapkan dan mengatakan bahwa tanah miliknya tersebut akan disewakan sebanyak 4 (empat) kali garapan dan setelah selesai mengerjakan empat kali garapan uang sewa tanah akan dikembalikan secara utuh, karena perkataan Terdakwa tersebut membuat korban percaya lalu mau dan bersedia menyewa tanah milik Terdakwa tersebut. c.
Bahwa
kemudian
untuk
Iebih
meyakinkan
korban,
Terdakwa
membuatkan surat perjanjian tentang persewaan tanah untuk digarap selama 4 (empat) kali garapan. d.
Kemudian pada tanggal 21 Januari 2007, sekira jam 10.00 WIB, Terdakwa datang ke rumah korban dan kemudian korban menyerahkan uang tunai sebesar Rp 13.500.000,00 (tiga belas juta lima ratus ribu rupiah) Iangsung diserahkan oleh korban dan diterima oleh Terdakwa.
44
e.
Kemudian pada tanggal 21 Januari 2017, sekira jam 10.00 WIB korban datang ke rumah saksi Supeno dan menyerahkan kekurangan uang yang telah disepakati antara Terdakwa dan korban sebesar Rp 6.500.000,00 (enam juta lima ratus ribu rupiah) kepada saksi Supeno.
f.
Bahwa saksi korban sempat meminta uangnya kembali kepada Terdakwa namun Terdakwa tidak mau mengembalikan uang yang sudah diserahkan korban kepadanya, akibatnya korban merasa dirugikan lalu saksi korban melaporkan Terdakwa ke Polres Malang untuk proses lebih lanjut.
g.
Akibat perbuatan Terdakwa saksi korban Tamsir Bin Tumin mengalami kerugian sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) atau setidak tidaknya sekitar senilai itu.
h.
Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 372 KUHP.
4. Tuntutan Pidana Membaca tuntutan Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Kepanjen tanggal 09 November 2010 yang isinya adalah sebagai berikut : a.
Menyatakan Terdakwa : WIDAR KUSUMA, Spd. bersalah melakukan tindak pidana Penipuan sebagaimana Pasal 378 KUHP sebagaiman dalam Dakwaan Kesatu.
b.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa WIDAR KUSUMA, Spd. dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara, dengan perintah Terdakwa tetap ditahan.
c.
Menetapkan agar Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah)
5. Putusan Pengadilan Negeri Membaca
Putusan
Pengadilan
Negeri
Kepanjen
Nomor
:
612/Pid.B/2010/PN.Kpj. tanggal 02 Desember 2010 yang amar lengkapnya sebagai berikut :
45
MENGADILI : a.
Menyatakan Terdakwa WIDAR KUSUMA, Spd. tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana “penipuan”.
b.
Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa WIDAR KUSUMA, Spd. Tersebu di atas dengan pidana penjara selama 8 (delapan bulan)
c.
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa tersebut di Rumah Tahanan Negara, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
d.
Menetapkan barang bukti berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian tetap dilampirkan dalam berkas perkara.
e.
Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah).
6. Putusan Mahkamah Agung Mengabulkan permohonan peninjauan kembali Terpidana : WIDAR KUSUMA, Spd. Tersebut ; Membatalkan
Putusan
Pengadilan
Negeri
Kepanjen
Nomor
:
612/Pid.B/2010/PN.Kpj. tanggal 02 Desember 2010 MENGADILI KEMBALI : a.
Menyatakan Terdakwa WIDAR KUSUMA, Spd. Tersebut terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan suatu tindak pidana ;
b.
Melepaskan Terdakwa WIDAR KUSUMA, Spd. dari segala tuntutan hukum (ontslaag van alle rechtsvervolging) ;
c.
Memulihkan hak Terdakwa WIDAR KUSUMA, SPd. dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya ;
d.
Menetapkan barang bukti berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian tetap dilampirkan dalam berkas perkara ;
e.
Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan kepada negara.
46
7. Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali a.
Bahwa terhadap putusan Pengadilan (perkara pidana) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap – IN KRACHT VAN GEWIJSDE – yakni
:
Keputusan
Pengadilan
Negeri
Kepanjen
Nomor
:
612/Pid.B/2010/PN.Kpj. tertanggal 02 Desember 2010 yang dimohonkan permohonan peninjauan kembali pada Ketua Mahkamah Agung RI di Jakarta melalui Bapak Ketua Pengadilan Negri Kepanjen. b.
Bahwa menurut ketentuan Pasal 263 ayat (2) Huruf a, b dan c UU Nomor Tahun 1981 tentang KUHAP mengatur bahwa Pemohon peninjauan kembali dalam mengajukan permohonan peninjauan kembali harus berdasar alasan-alasan : a) Terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui oada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa keputusan bebas atau putusan segala tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadapa perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. b) Dalam pelbagai putusan terdapat pernyaataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan lasan putusan yang telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain. c) Putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata
c.
Bahwa putusan Pengadilan (perkara pidana) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap – IN KRACHT VAN GEWIJSDE – yakni : Keputusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 612/Pid.B/2010/PN.Kpj tertanggal 02 Desember 2010 yang dimohonkan permohonan peninjauan kembali oleh Pemohon pada Ketua Mahkamah Agung RI di Jakarta melalui Bapak Ketua Pengadilan Negri Kepanjen yang amar (dictum) keputusannya berbunyi sebagai tersebut dalam posita permohonan penunjauan pada angka Huruf a. diatas, telah memenuhi syarat untuk diajukan permohonan peninjauan kembali oleh Pemohon, karena telah
47
sesuai dengan ketentuan Pasal 263 Ayat (2) Huruf a, b dan c UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang mengatur alasan-alasan yanf dapat digunakan Pemohon untuk mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali. d.
Bahwa putusan Pengadilan (perkara pidana) yakni : Keputusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor : 612/Pid.B/2010/PN.Kpj tertanggal 02 Desember 2010 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap – IN KRACHT VAN GEWIJSDE – yakni : dalam amar (dictum) putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor : 612/Pid.B/2010/PN.Kpj tertanggal 02 Desember 2010 berbunyi : sebagaimana tersebut dalam posita permohonan peninjauan kembali pada angka huruf a. di atas, didasarkan pada dan / atau dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam putusan perkara pidana yakni : Keputusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor : 612/Pid.B/2010/PN.Kpj tertanggal 02 Desember 2010 pada halaman 17 alinia : 4 sampai dengan pada halaman : 31.
e.
Bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam putusan pada halaman : 17 alinia : 4 sampai dengan halaman : 31, yakni Keputusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor : 612/Pid.B/2010/PN.Kpj tertanggal 02 Desember 2010, dalam mempertimbangkan unsur-unsur dari Pasal 378 KUHP dalam dakwaan kesatu adalah keliru dan salah kaprah serta kurang cukup mempertimbangkan. Sehingga berakibat terjadinya : suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
8. Bukti yang Belum Diperhatikan Oleh Hakim a.
Berdasar keadaan baru/novum yang berupa Akta Pembagian Hak Bersama Nomor 648/Kec/Kepanjen 2007 tertanggal 10 Januari 2007 atas nama PI’ATIN dan Laporan Polisi No.Po. : STPL/136/V/2007/POLRES, tanggal 8 Mei 2007, tuduhan yang dituduhkan kepada Terdakwa, telah melakukan tindak penipuan dengan menyewakan tanah yang bukan miliknya pada tanggal 21 Januari 2007 atau setidak-tidaknya pada bulan Januari 2007, adalah tuduhan yang salah. Pada saat Terdakwa dituduh melakukan tindak penipuan pada tanggal 21 Januari 2007 atau setidak-
48
tidaknya pada bulan Januari 2007, hal ini merupakan tuduhan yang mengada-ada dan belum mendapatkan perhatian yang cermat dari Majelis Hakim. Berdasarkan novum, pada bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Juni 2007, obyek yang dipersoalkan telah disewakan oleh Terdakwa, ternyata yang menyewakan adalah orang lain. Yang mana sebagai pihak yang menyewakan adalah : WAGIMAN ( salah satu saksi dalam persidangan Terdakwa ), dan kemudian atas perbuatan WAGIMAN tersebut oleh pemilik tanah PI’ATIN, telah dilaporkan ke pihak yang berwajib dengan bukti Laporan Polisi No.Pol : STPL / 136 / V / 2007 / POLRES , tertanggal 08 Mei 2007 atas nama Pelapor : PI’ATIN. Dari peristiwa ini nampak sekali tuduhan yang dituduhkan kepada Terdakwa mengada-ada. Sehingga keterangan para saksi dan bukti surat jelas bertolak belakang dengan kenyataan tersebut. Tanah ternyata milik PI’ATIN bukan milik WAGIMAN. Terlebih lagi dengan bukti yang berupa selembar surat pemberitahuan milik terdakwa yang ditunjukkan kepada kepala desa mangunrejo tentang penguasaan lahan yang dilakukan Terdakwa pada bulan Juli 2007, sebenarnya sudah bisa dibukitkan tuduhan kepada Terdakwa WIDAR KUSUMA telah melakukan penipuan adalah tidak benar. Oleh sebab itu sangat keliru apabila Majelis Hakim begitu saja percaya pada keterangan WAGIMAN yang menyatakan diri sebagai pemilik tanah tanpa adanya bukti yang ditunjukkan. Padahal di satu sisi WAGIMAN sedang dilaporkan oleh pemilik tanah, yaitu PI’ATIN. Dalam menguasai laha, dari kurun waktu Juli 2007 sampai dengan Oktober 2010, Terdakwa tidak pernah bertemu dengan WAGIMAN yang menyatakan diri sebagai pemilik tanah. Dan lagi pula kapankah WAGIMAN yang melarang saksi korban TAMSIR untuk tidak mengerjakan lahan ? Kalaulah hal itu terjadi bukan WAGIMAN yang melarang, tetapi akan dilarang sendiri oleh Terdakwa karena saksi korban TAMSIR tidak pernah melakukan sewa-menyewa dengan Terdakwa.
49
b.
Bukti yang diajukan Terdakwa berupa Akta Jual Beli Nomor : 780/Kepanjen/2007, tertanggal 16 Februari 2007, Atas Nama WIDAR KUSUMA (Terdakwa), tidak dijadikan pertimbangan oleh Majelis Hakim. Keberadaan Akta Jual Beli Nomor : 78/Kec/Kepanjen/2007, tertanggal 16 Februari 2007, andaikan mendapat perhatian dari Majelis Hakim tentunya akan sangat berpengaruh sekali terhadap putusan Majelis Hakim. Keberadaan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007 , tertanggal 16 Februari 2007 sangat jelas menunjukkan keberadaan Terdakwa sebagai pemilik tanah. Dengan demikian akan sangat mempengaruhi unsur-unsur Pasal 378 KUHP yang dituduhkan kepada Terdakwa, bahwa Terdakwa telah melakukan penipuan karena menyewakan tanah yang bukan hak / atau miliknya. Terlebih lagi apabila dihubungakn dengan keberadaan keterangan para saksi dan bukti yang berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian yang dipergunakan sebagai dasar perkara tindak pidana penipuan yang didakwakan kepada Terdakwa, bahwa Terdakwa telah melakukan penipuan karena menyewakan tanah yang bukan hak/atau miliknya kepada saksi korban TAMSIR, sangat naif sekali apabila Majelis Hakim begitu yakin Terdakwa telah melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa/Penuntut Umum sehingga mengabaikan hak-hak Terdakwa menyanggah dan/atau menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Apabila dibandingkan dengan keberadaan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007 , tertanggal 16 Februari 2007 sangat terang benderang menunjukkan bahwa yang telah diterangkan oleh para saksi dan bukti yang berupa 1 (satu) lembar Surat Perjanjian Tertanggal 21 Januari 2007, adalah sebuah rekayasa. Semua apa yang dituduhkan kepada Terdakwa tidak terbukti dan semestinya sudah terpatahkan dengan keberadaan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007 , tertanggal 16 Februari 2007.
c.
Keputusan Majelis Hakim menyimpang dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Keputusan Majelis Hakim bertentangan dengan KUHAP dimana Majelis Hakim menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa tidak sesuai
50
dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang telah mendakwa Terdakwa dengan tuduhan melakukan penipuan pada tanggal 21 Januari 2007 atau setidak-tidaknya pada bulan Januari 2007. Terdakwa telah didakwa melakukan penipuan pada tanggal 21 Januari 2007 atau setidak-tidaknya pada bulan Januari 2007, ternyata telah dijatuhi vonis oleh Majelis Hakim terbukti melakukan peniupan pada tahun 2007 dan tahun 2008. Rupanya dalam menanggapi keberatan Terdakwa terkait dengan waktu terjadinya tindak pidana, Majelis hakim telah salah dan keliru dalam memberikan pertimbangan dengan mengalihkan pada isu masa kadaluarsa. Padahal Terdakwa tidak pernah mempersoalkan masa kadaluarsa, yang dipersoalkan adalah tercantumnya tanggal yang tedapat pada bukti surat perjanjian yang dipergunakan sebagai dasar untuk memperkarakan Terdakwa. Bukti yang berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian yang dipergunakan sebagai satu-satunya bukti dalam persidangan di samping keterangan saki, sangat jelas dan terang benderang tercantum tanggal pembuatan surat yaitu : tanggal 21 Januari 2007. Majelis Hakim dalam menanggapi keberatan Terdakwa terhadap Bukti yang berupa 1 (satu) lembar Surat Perjanjian, rupanya tidak memberikan tanggapan sebagaimana mestinya. Karena Majelis Hakim tidak menyentuh sama sekali keberadaan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007 , tertanggal 16 Februari 2007 secara gamblang dan terang menunjukkan bukti yang berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian merupakan rekayasa yang tidak menggambarkan keadaan sebenarnya / atau kondisi yang dibuat bukan kondisi yang benar-benar terjadi. Petunjuk yang membuktikan terjadinya rekayasa bukti yang berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian adalah : tercantumnya Nomor Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007 , padahal Akta tersbut baru dibuat pada tanggal 16 Februari 2007. Bagaimana mungkin bisa terjadi nomor akta bisa dicantumkan dengan jelas dan benar pada sebuah surat yang dibuat hampir satu bulan sebelum akta itu dibuat. Dan juga dari berkas tuntutan Jaksa Penuntut Umum jelas terbaca tidak ada
51
keterangan satupun saksi yang menerangkan Terdakwa telah melakukan penipuan pada tahun 2007 dan tahun 2008. Kecuali keterangan Terdakwa sendiri dalam rangka melakukan pembelaan untuk membuktikan bahwa keterangan para saksi dan bukti yang berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian adalah tidak benar. d.
Majelis Hakim dalam memeriksa Terdakwa tidak pernah memperhatikan Berkas Perkara sebagai dasar pemeriksaan sidang. Dalam menjatuhkan Putusan ada beberapa tahap yang dilalui oleh Majelis Hakim seperti yang tercantum dalam salinan keputusan Pengadilan Negri Kepanjen Nomor : 612/Pid.B/2010/PN.Kpj tertanggal 02 Desember 2010. Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Majelis Hakim secara jelas diterangkan dengan diawali oleh adanya penetapan Pengadilan Negeri Kepanjen menunjuk Majelis Hakim sampai dengan dijatuhkannya vonis terhadap Terdakwa. Memperhatikan salah satu langkah yang menunjukkan perilaku hakim adalah : setelah membaca dan mempelajari berkas-berkas Terdakwa tersebut di atas yang ternyata bagian tersebut rupanya tidak pernah dilakukan oleh Majelis Hakim. Sebab Majelis Hakim tidak pernah menanggapi keberatan Terdakwa terhadap dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum cacat karena disusun berdasarkan berkas perkara cacat. Yang mana berkas perkara cacat tersebut ditemukan dengan tidak jelasnya Tersangka yang harus dihadapkan sebagai Terdakwa di depan Persidangan Majelis Hakim. Pada berkas perkara yang dipergunakan sebagai dasar menyusun dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum terdapat dua orang sebagai Tersangka. Dua orang sebagai Tersangka tersebut adalah : 1) Nama WIDAR KUSUMA, lahir di Malang, 51 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Swasta, Kewarganegaraan Indonesia/Jawa, Alamat Jln. Kauman Rt 09 Rw 01, Desa Pakisaji Kabupaten Malang. 2) Nama WIDAR KUSUMA, tempat tanggal lahir, Malang 07 Desember
1960,
Agama
Islam,
Pekerjaan
PNS,
52
Kewarganegaraan Indonesia/Jawa, Alamat Jalan Palmerah XIII Nomor M5 Kecamatan Kedung Kandang Kota Malang. Disamping terdapat dua orang Tersangka, terdapat pula dua keterangan Jenis Kelamin yang berlawanan, yaitu : 1) WIDAR KUSUMA seorang perempuan. 2) WIDAR KUSUMA seorang laki-laki. e.
Selain terdapat cacat tersebut di atas, cacat selanjutnya terdapat rekayasa pada BAP Tersangka dan BAP saksi SUPENO. Pada BAP Tersangka, terdapat ketidakjelasan status WIDAR KUSUMA selaku Terperiksa apakah sebagai saksi atau sebagai Tersangka. Dalam BAP terdapat penjelasa dua keterangan. Sebagian menerangkan WIDAR KUSUMA sebagai saksi, sebagaian lagi menerangkan sebagai Tersangka (hasil penggantian redaksi saksi yang dicoret kemudian diganti dengan redaksi Tersangka dengan tulisan tangan). Pada BAP saksi SUPENO terdapat coretan yang mebgubah keterangan terkait dengan tahun yaitu : tahun 2008 diubah menjadi tahun 2007, yang seolah-olah keterangan saksi SUPENO sama dengan Para saksi yang lain. Padahal dengan terjadinya perubahan tersebut sangat berpengaruh terhadap keabsahan daripada keterangan saksi SUPENO. Dengan adanya perubahan yang dilakukan oleh Penyidik maka keterangan itu sudah lagi bukan merupakan keterangan saksi SUPENO tetapi sudah berubah menjadi keterangan Penyidik. Dengan ditemukannya cacat-cacat dalam berkas perkara seprti tersebut diatas semestinya sudah diketahui oleh Majelis Hakim yang pada akhirnya akan mengetahui dengan jelas bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum cacat. Dengan tidak jelasnya siapa Terdakwa yang seharusnya diajukan ke persidangan. Sehingga seharusnya Majelis Hakim harus mengambil keputusan Dakwaan dibatalkan.
9. Kekhilafan Hakim a.
Keterangan saksi dan bukti yang berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian adalah hasil rekayasa. Keputusan Majelis Hakim tidak didasarkan pada
53
keterangan saksi dan bukti. Keputusan Majelis Hakim yang menyatakan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana peniupan pada tahun 2007 dan 2008, tidak ada satupun saksi yang menerangkan dasar keputusan Majelsi Hakim. Sebab semua saksi dan Bukti yang berupa 1 (satu) lembar Surat Perjanjian, menerangkan perbuatan Terdakwa terjadi pada tanggal 21 Januari 2007 tidak ada satupun yang menerangkan terjadinya pada tahun 2008. Sehingga sangat salah keputusan Majelis Hakim tersebut. Terlebih lagi nampaknya rekayasa keterangan para saksi dan bukti yang berupa 1 (satu) lembar Surat Perjanjian bagaimana mungkin bisa diterangkan Nomor Akta Jual Beli milik Terdakwa yang belum pernah ada pada yanggal 21 Januari 2007. Sebab Akta Jual Beli milik Terdakwa baru dibuat pada tanggal 16 Februari 2007 dan baru selesai di PPAT bulan Juni 2007. b.
Tuduhan yang dituduhkan kepada Terdakwa bukan termasuk Perkara Pidana tetapi termasuk Perkara Perdata. Karena awal timbulnya perkara adalah adanya Surat Perjanjian seharusnya perkara tersebut masuk dalam Perkara Perdata.
54
B. Pembahasan 1. Kesesuaian Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali Oleh Terpidana Atas Dasar Novum Terhadap Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana telah mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukan yang “berderajat”, sebagai makhluk Tuhan yang memiliki harkat derajat kemanusiaan yang utuh. Tersangka atau terdakwa telah ditempatkan oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam posisi “his entity and dignity as a human being”, yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusian. (Andi Sofyan, 2013 : 53) Pendapat dari Moch. Faisal Salam menambahkan tentang tujuan hukum acara pidana adalah “untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaram yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidan dengan meerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. Lanjutnya kembali dikatakan, bahwa setelah putusan pengadilan dijatuhkan dan segala upaya hukum telah dilakukan dan akhirnya putusan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hukum acara pidana mengatur pula pokok-pokok cara pelaksanaan dan pengawasan dari putusan tersebut. Jadi apa yang diatur di dalam hukum acara pidana adalah cara-cara yang harus ditempuh dalam menegakkan ketertiban hukum dalam masyarakat, namun sekaligus juga bertujuan melindungi hak-hak asasi tiaptiap individu yang menjadi korban maupun si pelanggar hukum. (Moch. Faisal Salam, 2001 : 1) Dikaitkan pendapat dari Moch. Faisal Salam mengenai tujuan hukum acara pidana dengan peninjuan kembali, maka peninjauan kembali merupakan hak dari terpidana. Sesuai dengan hak yang didapat oleh terpidana menurut perundang-undangan, antara lain:
55
1. Hak untuk menuntut ganti kerugian, sebagaimana menurut Pasal 95 (1) KUHAP, bahwa “Terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan”. 2. Hak untuk segera menerima dan segera menolak putusan pengadilan 3. Hak untuk mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan dalam tenggat waktu 7 hari (yang ditentukan undang-undang). 4. Hak untuk untuk minta perkaranya diperiksa dalam tingkat banding dalam tenggat waktu yang ditentukan oleh undang-undang (menolak putusan) 5. Hak untuk meminta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, untuk dapat mengajukan Grasi, (menerima putusan). 6. Hak untuk mencabut pernyataan tentang menerima atau menolak putusan pengadilan dalam tenggat waktu yang ditentukan oleh undang-undang hukum acara pidana. 7. Hak mengajukan permintaan kasasi 8. Hak mengajukan keberatan yang beralasan terhadap hasil keterangan ahli, 9. Hak untuk mengajukan Herziening (peninjauan kembali) atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. (Andi Sofyan, 2013 : 72-73) Dihubungkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 tentang peninjauan kembali oleh terdakwa Widar Kusuma, maka sudah menjadi hak terdakwa melakukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali. Melihat kembali hasil penelitian yang sudah penulis sampaikan, sebelum lebih jauh membahas mengenai kesesuaian alasan pengajuan peninjauan
56
kembali, adapun bunyi dari peraturan yang mengatur mengenai alasan pengajuan peninjauan kembali : Pasal 263 (2) Permintaan peninjauan kembali dilkaukan atas dasar : a.
apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
b.
apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.
c.
apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Ditinjau lebih lanjut dari bunyi Pasal 263 huruf a, alasan peninjauan kembali dapat dikabulkan dengan syarat antara lain : 1) Terdapatnya keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat ; 2) Jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu persidangan berlangsung, maka akan menghasilkan putusan bebas ; 3) Jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu persidangan berlangsung, maka penuntut umum tidak dapat diterima ; 4) Jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu persidangan berlangsung, maka terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Dilihat dari alasan peninjauan kembali pada Pasal 263 ayat (2) huruf a mulai dari poin 1), 2), 3) dan 4) yang telah penulis sebutkan, bila dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 adalah sebagai berikut ; 1) Terdapatnya keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat. Arti dari keadaan baru / novum adalah suatu hal yang baru yang timbul kemudian sesudah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh
57
kekuatan hukum yang tetap yang sebelumnya tidak pernah menjadi pembicaraan atau tidak pernah dipersoalkan atau menjadi pembuktian di dalam pemeriksaan pada semua tingkat pengadilan. (Andi Sofyan, 2013 : 312). Terdapat pada alasan pengajuan peninjauan kembali pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013, bahwa hakim tidak pernah menyentuh bukti yang diajukan berupa Surat Akta Pembagian Hak Bersama No. 648/kec/Kepanjen2007 tanggal 10 Januari 2007 dan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007, tertanggal 16 Februari 2007, maka apakah bukti surat tersebut termasuk dalam novum ? Bila dilihat kembali arti novum pada kalimat, “....yang sebelumnya tidak pernah menjadi pembicaraan atau tidak pernah dipersoalkan atau menjadi pembuktian di dalam pemeriksaan pada semua tingkat pengadilan” bila Surat Akta Pembagian Hak Bersama No. 648/kec/Kepanjen2007 tanggal 10 Januari 2007 dan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007, tertanggal 16 Februari 2007 tidak pernah menjadi pembicaraan atau tidak pernah dipersoalkan atau menjadi pembuktian di dalam pemeriksaan pada semua tingkat pengadilan, maka sama saja surat tersebut tidak pernah disentuh dan dapat dikatakan menjad bukti baru/novum. 2) Jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu persidangan berlangsung, maka akan menghasilkan putusan bebas. Keadaan itu disini berarti keadaan baru/novum, namun novum yang dimaksud
adalah
Surat
Akta
Pembagian
Hak
Bersama
No.
648/kec/Kepanjen/2007 tanggal 10 Januari 2007 dan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007, tertanggal 16 Februari 2007, baru diketahui hakim Mahkamah Agung saat sidang peninjauan kembali. Akan tetapi hasil dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 adalah mengabulkan peninjuan kembali dan menyatakan bahwa Widar Kusuma tidak melakukan tindak pidana. Melihat juga pada Pasal 266 ayat (2) huruf b poin 1 yang menyatakan bahwa bila hakim Mahkamah Agung menerima permohonan peninjauan kembali, maka putusan dari hakim berupa putusan bebas.
58
3) Jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu persidangan berlangsung, maka penuntut umum tidak dapat diterima. Keputusan Pengadilan Negeri Kepanjen dengan nomor Putusan 612/Pid.B/2010/PN.Kpj. menyatakan bahwa Terdakwa Widar Kusuma terbukti bersalah dan dihukum pidana bisa diterima oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kepanjen karena keadaan itu atau novum yang dimaksud pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 belum diketahui. Apabila keadaan itu yang dimaksud adalah novum sudah diketahui sebelum Hakim memutus, maka akan lain keadaan yang terjadi pada Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 612/Pid.B/2010/PN.Kpj. dan tuntutan dari penuntut umum tidak dapat diterima. 4) Jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu persidangan berlangsung, maka terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Ketentuan pada poin ini yang menyebutkan bahwa diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan akan dijatuhkan apabila keadaan itu sudah diketahui pada waktu persidangan berlangsung telah diganti dengan putusan bebas pada poin kedua yaitu “maka akan menghasilkan putusan bebas”. Putusan bebas dijatuhkan berdasar Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 yang mengemukakan barang bukti baru berupa Surat Akta Pembagian Hak Bersama No. 648/kec/Kepanjen2007 tanggal 10 Januari 2007 dan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007, tertanggal 16 Februari 2007. Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 memutus mengenai pembatalan
Putusan
Pengadilan
Negeri
Kepanjen
Nomor
602/Pid.B/2010/PN.KPj. dengan terdakwa Widar Kusuma, korban sekaligus pelapor yaitu Tamsir bin Tumin, dan Wagiman sebagai orang yang mengaku memiliki tanah garapan. Tuduhan yang dilaporkan oleh Tamsir bin Tumin kepada pihak yang berwenang adalah tuduhan tindak pidana penipuan dengan objek yang menjadi rmasalah adalah tanah garapan. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kepanjen berjalan lancar, namun pada saat pembuktian dan pemeriksaan saksi terjadi kesalahan atau kekhilafan hakim yang telah dijelaskan penulis pada bagian hasil penelitian. Kesalahan tersebut berakibat
59
terdakwa Widar Kusuma didakwa bersalah dan Widar Kusuma pun tidak setuju kemudian mengajukan peninjauan kembali. Maka dari itu, diajukannya peninjauan kembali dinilai rasa oleh penulis sudah sesuai dengan Pasal 263 ayat (2) huruf a.
2. Kesesuaian
Pertimbangan
Hukum
Hakim
Mahkamah
Agung
Mengabulkan Permohonan Peninjauan Kembali Dalam Perkara Penipuan Terhadap Pasal 266 KUHAP Hakim menurut ketentuan Pasal 1 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, adalah pejabat Peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Mengadili diartikan sebagai rangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas, bebas, jujur, dan tidak memihak dalam sidang suatu perkara dan menjunjung tinggi 3 (tiga) asas peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya ringan. Proses hakim dalam menelusuri ruang dalam suatu perkara atau yang disebut konsep aktivitas hukum (judicial activism) (Bryan Garner : 2004, 850), memberikan ruang dan kesempatan bagi seorang hakim untuk menggunakan pengetahuan personalnya sehingga menuntuntya memutuskan sebuha permaslahan. Pengetahuan personal yang dimaksud dalam proses penyelesaian perkara hukum tentunya dalam konteks ilmu hukum. Dalam hal ini paradigma hukum yang dianut oleh hakim akan sangat berpengaruh di samping pengetahuan lainnya. Soedikno Mertokusumo menguraikan bahwa dalam rangka melakukan penemuan hukum, umumnya dilakukan metode interpretasi dan konstruksi hukum (Soedikno Mertokusumo : 2001, 52). Metode interpretasi hukum dilakukan terhadap atuan yang sudah ada, namun mengandung norma yang kabur (vage normen), konflik antar norma hukum (antinomy normen) dan ketidakpastian suatu peraturan perundang-undangan jika berhadapan dengan peristiwa hukum. Sedangkan metode konstruksi hukum dilakukan apabila diteukan adanya kekosongan hukum (recht vacuum) atau kekosongan undang-undang (wet vacuum).
60
Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan hukum dan sumber keadilan menempatkan hakim sebagai aktor utama atau figur sentral dalam proses peradilan yang senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak. Lembaga peradilan adalah perpanjangan tangan dari tujuan pembentukan hukum, yaitu sebagai alat untuk menemukan keadilan. (Mustafa Bola, Romi Librayanto, Muhammad Ilham Arisaputra : 2014, 7) Begitu beratnya tanggung jawab dalam memeriksa dan memutus perkara menempatkan hakim pada kedudukan yang mulia. Dalam sistem peradilan hakim memiliki kedudukan sebagai pejabat yang memeriksa dan memutus perkara pidana yang diajukan kepadanya. Oleh karena kedudukannya yang demikian itu, hakim dihadapkan pada beberapa asas hukum yang melekat pada jabatannya itu antara lain : 1. Hakim (pengadilan) tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih hukumnya tidak jelas (Pasal 16 KUHAP). Ketentuan asas ini menjelaskan bahwa seorang hakim yang disodori sebuah
perkara
maka
ia
wajib
memeriksanya,
dan
tidak
diperkenankan menolak dengan dalih hukumnya tidak jelas, namun hakim harus dapat membuktikan kebenaran dari peristiwa pidana yang terjadi atas perkara yang diajukan keadanya, dan ia harus dapat menemukan hukumnya; 2. Apa yang telah diputus oleh hakim harus dianggap benar (res judicata proveritate habetur). Ketentuan ini mengindikasikan bahwa hakim dalam meutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya merupakan keputusan yang benar, karena hakim melihat dari buktibukti yang sah yang diajukan kepadanya, dan didukung dengan keyakinannya atas kesalahan pelaku atas dasar bukti-bukti yang ada. 3. Hakim harus mengadili, bukan membuat hukum (judicis est jus dictare, non dare). Hal ini untuk menentukan bahwa seorang hakim tugas utamanya adalah memeriksa dan memutus suatu perkara yang
61
didasarkan pada bukti-bukti yang sah dan keyakinannya akan kebenaran berdasarkan pada bukti-bukti sah tersebut, sehingg putusannya dapat dipertanggungjawabkan dan dianggap adil. Hakim tak dibenarkan menjatuhkan putusan tanpa didasarkan bukti-bukti dan membuat putusan yang harus ditaati oleh para pihak yang berperkara. Meskipun demikian dalam mengadili suatu perkara, hakim pun menentukan hukumnya in konkreto, sehingga putusan hakim pun dapat dianggap sebagai hukum (jude made law), namun dalam pembentukan hukum tersebut putusan hakim dibatasi oleh undang-undang dan terikat oleh undang-undang. 4. Tidak ada hakim yang baik dalam perkaranya sendiri (nemo judex idoneus in propria causa). Ketentuan ini mengisyaratkan agar hakim dalam memeriksa perkara haruslah perkara yang tidak ada hubungan dengan dirinya dan keluarganya, artinya hakim yang memeriksa perkara tidak boleh memilik kepentingan atas perkara tersebut kerena pihak-pihak yang berperkara masih mempunyai hubungan darah atau semenda (persaudaraan) dengan hakim. Beberapa asas yang disebutkan diatas menjadi landasan dalam menjalankan tugas memeriksa dan memutus perkara. Tugas memeriksa dan memutus perkara bukanlah tugas yang ringan, apalagi berkaitan dengan perkara pidana, hakim harus bisa menempatkan dirinya pada objektivitas perkara yang dihadapkan kepadanya. Hakim harus cermat dalam memeriksa perkara tersebut dan dapat membuktikan bahwa perkara pidana yang diajukan kepadanya itu benar-benar perkara yang bukan hasil rekayasa dan tidak diwarnai oleh kepentingan- kepentingan lain terutama kepentingan politik. (Anang Priyanto : 2015, 6) Menurut Bambang Sutiyoso, ada 3 (tiga) tahapan tindakan di persidangan sebelum hakim menjatuhkan putusan pidana, yaitu sebagai berikut (Bambang Sutiyoso : 2012, 181) a. Tahap mengkonstatir, berarti menetapkan atau merumuskan peristiwa dengan jalan membuktikan peristiwanya.
62
b. Tahap mengkualifikasi adalah menetapkan peristiwa hukumnya dan peristiwa yang telah dikonstatir. c. Tahap mengkonstitusi adalah tahap untuk menetapkan hukumnya atau hukumnya dengan memberikan keadilan dalam putusan. Setelah mengetahui tiga tahap diatas, maka penulis menganalisa konstruksi hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 sebagai berikut : a. Tahap Mengkonstatir Terdakwa Widar Kusuma bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor : 612/Pid.B/2010/PN.Kpj. tertanggal 02 Desember 2010 dan telah dijatuhi pidana kurungan serta denda perkara yang tercantum pada putusan. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kepanjen dalam putusan pada halaman : 17 alinia : 4 sampai dengan halaman : 31, yakni : Keputusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor : 612/Pid.B/2010/PN.Kpj tertanggal 02 Desember 2010, dalam mempertimbangkan unsur-unsur dari Pasal 378 KUHP dalam dakwaan kesatu
adalah
keliru
dan
salah
kaprah
serta
kurang
cukup
mempertimbangkan. Sehingga berakibat terjadinya : suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Disamping pula terdapatnya novum yang belum mendapatkan perhatian Majelis Hakim. Majelis Hakim telah jelas melakukan kesalahan/kekhilafan hakim dengan tidak memeriksa barang bukti berupa Surat Akta Pembagian Hak Bersama No. 648/kec/Kepanjen2007 tanggal 10 Januari 2007 dan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007, tertanggal 16 Februari 2007 yang seharusnya bila diperiksa, akan lain hasil Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen. Majelis Hakim telah salah dan keliru dalam memberikan pertimbangan dengan mengalihkan pada isu masa kadaluarsa. Padahal Terdakwa tidak pernah mempersoalkan masa kadaluarsa, yang dipersoalkan adalah tercantumnya tanggal yang terdapat pada bukti surat perjanjian yang dipergunakan sebagai dasar untuk
63
memperkarakan Terdakwa. Bukti yang berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian yang dipergunakan sebagai satu-satunya bukti dalam persidangan di samping keterangan saksi, sangat jelas dan terang benderang tercantum tanggal pembuatan surat yaitu : tanggal 21 Januari 2007. Majelis Hakim dalam menanggapi keberatan Terdakwa terhadap Bukti yang berupa 1 (satu) lembar Surat Perjanjian, rupanya tidak memberikan tanggapan sebagaimana mestinya. Karena Majelis Hakim tidak menyentuh sama sekali keberadaan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007, tertanggal 16 Februari 2007 atas nama Terdakwa sendiri. Dengan keberadaan Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007, tertanggal 16 Februari 2007 secara gamblang dan terang menunjukkan bukti yang berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian merupakan rekayasa yang tidak menggambarkan keadaan sebenarnya / atau kondisi yang dibuat bukan kondisi yang benar-benar terjadi. Petunjuk yang membuktikan terjadinya rekayasa pada bukti yang berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian adalah : tercantumnya Nomor Akta Jual Beli Nomor : 780/Kec/Kepanjen/2007, padahal Akta tersebut baru dibuat pada tanggal 16 Februari 2007. Bagaimana mungkin bisa terjadi nomor akta bisa dicantumkan dengan jelas dan benar pada sebuah surat yang dibuat hampir satu bulan sebelum akta itu dibuat. Dan juga dari berkas tuntutan Jaksa Penuntut Umum jelas terbaca tidak ada keterangan satupun saksi yang menerangkan Terdakwa telah melakukan penipuan pada tahun 2007 dan tahun 2008. Kecuali keterangan Terdakwa sendiri dalam rangka melakukan pembelaan untuk membuktikan bahwa keterangan para saksi dan bukti yang berupa 1 (satu) lembar surat perjanjian adalah tidak benar. Berdasarkan pertimbangan hakim adalah merupakan serangkaian fakta (bukti) baru yang dapat memberikan pembenaran atas tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa sebagai pemohon Peninjauan Kembali.
64
b. Tahap Mengkualifikasi Mencermati perkara penipuan yang telah penulis jelaskan diatas, benar apa adanya bahwa telah terjadi kesalahan/kekhilafan yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kepanjen berupa tidak diperiksanya barang bukti dan beberapa pertimbangan hakim yang kurang tepat lainnya. c. Tahap Mengkonstitusi Setelah dilakukan upaya hukum peninjauan kembali yang diajukan Terdakwa yang mendasarkan terdapatnya keadaan baru (Novum) sesuai Pasal 263 ayat (2) KUHAP, maka Hakim Mahkamah Agung dalam pertimbangannya mengabulkan dengan alasan adanya keadaan baru (Novum) dapat dibenarkan karena bukti-bukti sudah jelas dan terbuktinya terjadi kesalahan/kekhilafan Majelis Hakim. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, permohonan peninjauan kembali harus dinyatakan dapat dibenarkan, oleh karena itu berdasarkan Pasal ayat 263 (2) Huruf a dan c jo Pasal 266 Ayat (2) Huruf b KUHAP terdapat cukup alasan untuk membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen No. 612/Pid.B/2010/PN.Kpj. tanggal 02 Desember 2010 dan Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara tersebut dengan amar seperti yang akan disebutkan dibawah ini ; Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali dikabulkan dan Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum maka biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dibebankan kepada negara ; Memperhatikan Pasal 191 ayat (2) KUHAP, Undang-Undang No. 4 Tahun 2004, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, Undang-Undang No.5 Tahun 2004, dan peraturan perundangan-undangan lain yang bersangkutan. Dikaitkan Putusan 36 PK/Pid/2013 dengan Pasal 266 KUHAP mengenai alasan pengajuan peninjauan kembali, penulis memberikan analisa sebagai berikut ;
65
Pasal 266 (1) Dalam hal permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 263 ayat (2), Mahkamah Agung menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat diterima dengan disertai dasar alasannya (2) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya b. apabila Mahkarnah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa, 1. putusan bebas 2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum 3. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum 4. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. (3) Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula. Pasal 266 ayat (1) KUHAP menjelaskan bahwa apabila alasan peninjauan kembali tidak sesuai dengan Pasal 263 ayat (2), maka Mahkamah Agung tidak dapat menerima beserta dengan alasannya permohonan peninjauan kembali. Tetapi pada perkara penipuan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 telah dijelaskan mengenai alasan-alasan permohonan peninjauan kembali beserta bukti baru/novum yang sebelumnya tidak diperiksa
Majelis
Hakim
Pengadilan
Negeri
Kepanjen
karena
kesalahan/kekhilafan hakim. Penjelasan berikutnya pada Pasal 266 ayat (2) KUHAP terdapat 2 (dua) poin, apabila permohonan peninjauan tidak dibenarkan dan apabila permohonan peninjauan kembali dibenarkan maka akan berlaku beberapa
66
ketentuan. Pada kasus perkara penipuan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 permohonan peninjauan kembali dibenarkan maka akan berlaku ketentuan penjatuhan putusan yang membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali dan diputusnya Widar Kusuma dengan putusan bebas. Pasal 266 ayat (3) KUHAP merupakan penekanan kembali bahwa pidana yang dijatuhkan pada peninjauan kembali tidak boleh melebihi dalam putusan semula. Perkara penipuan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 yang berawal mula dari Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 612/Pid.B/2010/PN.Kpj. berupa pidana kurungan selama 8 (delapan) bulan yang pada akhirnya pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pid/2013 diputus bebas.