BAB III
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Pembahasan Masalah
1. Analisis Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Boyolali Besarnya tingkat efektivitas penerimaan PBB Kabupaten Boyolali tahun 2013-2015 dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Efektivitas Penerimaan PBB Kabupaten Boyolali Tahun 2013-2015
Tahun
Target (Rp)
Realisasi (Rp)
Efektivitas Kriteria (%) Efektivitas
Sebelum Kenaikan NJOP 2013
11,536,630,000 13,977,958,452
121.16%
Sangat Efektif
2014
12,499,130,000 14,017,939,335
112.15%
Sangat Efektif
92.45%
Efektif
Setelah Kenaikan NJOP 2015
29,000,000,000 26,811,262,677
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat efektivitas penerimaan PBB di Kabupaten Boyolali cenderung menurun setelah adanya kenaikan NJOP. Penurunan tersebut terjadi karena kenaikan realisasi pendapatan sektor PBB di Kabupaten Boyolali tidak sebanding dengan
31
32
kenaikan target penerimaannya. Tidak tercapainya target penerimaan tersebut disebabkan oleh: a. Kenaikan NJOP cukup signifikan antara 100% - 300% dianggap terlalu tinggi oleh masyarakat sehingga muncul keengganan dari WP untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan; b. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali pada saat implementasi Keputusan Bupati No.971.11/583 Tahun 2014 tentang kenaikan nilai jual objek pajak sehingga banyak masyarakat yang belum mengetahui mengapa ada kenaikan dan manfaat yang diperoleh masyarakat setelah adanya kenaikan tersebut; c. Adanya SPPT ganda yang disebabkan oleh ketidaksesuaian data yang diberikan oleh KPP Pratama pada saat pengalihan wewenang pemungutan PBB kepada DPPKAD. SPPT ganda muncul pada saat sebidang tanah (induk) dengan 1 (satu) SPPT dipecah menjadi beberapa bagian. Setelah terjadinya pemecahan tersebut secara otomatis muncul beberapa jumlah SPPT dengan jumlah sesuai dengan hasil pemecahan tanah tersebut dengan NOP berbeda-beda namun SPPT awal (induk) tidak dihapuskan, maka terjadilah kasus SPPT Ganda. Pada mulanya SPPT Ganda tidak begitu dipermasalahkan karena hasil selisih kekurangan pajak dapat ditutup oleh Pemerintah Desa/Kelurahan karena jumlahnya yang tidak terlalu besar. Namun setelah adanya kenaikan NJOP, Pemerintah Desa/Kelurahan tidak dapat menutupi kekurangan
33
selisih tersebut karena jumlahnya yang membengkak sehingga berdampak pada berkurangnya penerimaan PBB. d. Adanya masyarakat yang mengajukan keringanan PBB karena dinilai tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pemberian keringanan tidak secara otomatis diberikan kepada pihak yang mengajukan namun dinilai terlebih dahulu apakah layak atau tidak untuk diberi keringanan. Keringanan yang diperoleh bervariasi mulai dari 20%, 25% untuk wilayah bandara dan 75% untuk veteran dari jumlah pajak yang terutang. e. Adanya oknum pemungut pajak yang melakukan kecurangan. Oknum tersebut merupakan petugas pemungut desa yang dititipi oleh warga untuk membayarkan pajaknya namun tidak atau belum dibayarkan kepada bank persepsi. (Hasil wawancara dengan WP). 2. Analisis Kontribusi PBB P2 Kabupaten Boyolali a. Kontribusi PBB P2 terhadap Pajak Daerah Kabupaten Boyolali Kontribusi PBB P2 terhadap Pajak Daerah di Kabupaten Boyolali dari tahun 2013 sampai dengan 2015 tersaji pada tabel berikut:
34
Tabel 3.2 Kontribusi PBB P2 terhadap Pajak Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2013-2015
Tahun
Realisasi PBB P2 (Rp)
Realisasi Pajak Daerah (Rp)
Kontribusi Kriteria (%) Kontribusi
Sebelum Kenaikan NJOP 2013
13,977,958,452 43,467,755,843
32.1%
Cukup Baik
2014
14,017,939,335 53,983,465,918
25.9%
Sedang
36.5%
Cukup Baik
Setelah Kenaikan NJOP 2015
26,811,262,677 73,407,418,013
Berdasarkan data yang ada dapat diketahui bahwa kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Boyolali terhadap penerimaan Pajak Daerah meningkat setelah adanya kenaikan Nilai Jual Objek Pajak. Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak mempengaruhi peningkatan di penerimaan sektor PBB sebesar kurang lebih 85% dari tahun sebelumnya. Selain itu naiknya presentase kontribusi PBB terhadap Pajak Daerah juga dipengarui oleh penurunan nilai presentase kontribusi dari Pajak Penerangan Jalan yang merupakan penyumbang terbesar Pajak Daerah dengan nilai penurunan presentase kontribusi sebesar sebesar 8.72%.
35
Tabel 3.3 Kontribusi Masing-masing Pajak Daerah Kabupaten Boyolali 2013-2015 2013 Realisasi
%
Realisasi
2015 %
P. Penerangan Jalan P. Parkir P. Air Tanah P. Minerba
20,791,947, 241
47.8 3
53,983,465, 918 283,292,852 2,241,932, 694 30,480,000 1,366,783,58 3 25,027,835, 149
500,020,300 735,885,640 671,637,226
1.1 1.69 1.54
516,153,712 775,765,667 809,014,432
0.95 1.43 1.49
PBB
13,977,958, 452 3,725,953, 185
32.1
14,017,939, 335 8,914,248, 494
25.9
PAJAK DAERAH P. Hotel P. Restoran P. Hiburan P. Reklame
BPHTB
43,467,755, 843 254,497,157 1,938,110, 905 37,435,000 959,901,221
2014
100 0.58 4.45 0.08 2.20
8.57
100 0.52 4.15 0.05 2.53 46.3
16.5
Realisasi 73,407,418, 013 185,261,579 2,770,386, 730 50,930,000 1,421,846,7 89 27,533,187, 616 725,264,866 844,373,646 1,755,260, 327 26,057,230, 515 11,962,975, 945
% 100 0.25 3.77 0.07 1.93 37.6
0.99 1.15 2.39 35.5 16.3
Penurunan terjadi disebabkan oleh kenaikan dari penerimaan Pajak Penerangan Jalan tidak terlalu signifikan apabila dibandingkan dengan peningkatan penerimaan PBB. Kenaikan yang terjadi pada penerimaan Pajak Penerangan Jalan hanya sebesar kurang lebih 10% sangat jauh perbandingannya dengan Pajak Bumi dan Bangunan yang naik 85%.
36
b. Kontribusi PBB P2 terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Boyolali Tabel 3.4 Kontribusi PBB P2 terhadap PAD Kabupaten Boyolali Tahun 2013-2015
Tahun
Realisasi PBB P2 (Rp)
Realisasi PAD (Rp)
Kontribusi Kriteria (%) Kontribusi
Sebelum Kenaikan NJOP 2013
13,977,958,452 160,752,449,651
8.69%
Sangat Kurang
2014
14,017,939,335 227,516,495,964
6.16%
Sangat Kurang
11.19%
Kurang
Setelah Kenaikan NJOP 2015
26,811,262,677 239,527,233,090
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kontribusi PBB P2 terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Boyolali tahun 2015 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 5.03%. Kenaikan tersebut disebabkan peningkatan penerimaan dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan meningkat karena adanya kenaikan Nilai Jual Objek Pajak. Namun selain itu juga terdapat faktor lain yang mempengaruhi kenaikan kontribusi PBB terhadap PAD antara lain karena menurunnya pendapatan dari sektor retribusi yang sangat signifikan dengan rincian sebagai berikut:
37
Tabel 3.5 Kontribusi Masing-masing Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Boyolali 2013-2015 2013
2014
2015
Realisasi
Realisasi
Realisasi
Pajak Daerah
43,467,755,843
53,983,465,918
73,407,418,013
- PBB Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Pendapatan Asli Daerah
13,977,958,452
14,017,939,335
26,057,930,515
41,482,304,590
54,305,486,020
27,345,291,533
6,425,251,926
9,809,474,657
8,282,461,736
69,377,137,292
109,418,069,369
130,492,061,808
160,752,449,651
160,752,449,651
239,527,233,090
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terjadi penurunan yang sangat signifikan di penerimaan sektor retribusi daerah. Penurunan terjadi sekitar 50% dari tahun sebelumnya yaitu sekitar Rp.27 Milyar. Hal tersebutlah yang merupakan faktor utama kenaikan kontribusi PBB terhadap PAD. B. Temuan Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan kekurangan dan kelebihan yang dapat penulis ungkapkan. Adapun kelebihan dan kekurangan tersebut adalah sebagai berikut:
38
1.) Kelebihan Berdasarkan analisis diatas dapat diketahui bahwa kenaikan NJOP membawa dampak positif bagi kenaikan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Kenaikan tersebut mengakibatkan peningkatan kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Boyolali. Walaupun kenaikan NJOP bukan merupakan satu-satunya faktor dalam kenaikan kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pajak Daerah maupun Pendapatan Asli Daerah, namun NJOP juga berperan penting dalam hal tersebut. 2.) Kekurangan Kenaikan kelas NJOP di Kabupaten Boyolali mempengaruhi penurunan efektivitas penerimaan PBB Kabupaten Boyolali. Penurunan tersebut terjadi disebabkan oleh beberapa hal yaitu berkurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak karena menilai naiknya PBB terlalu tinggi, kurangnya sosialisasi dari peerintah daerah pada saat implementasi kebijakan kenaikan NJOP, adanya SPPT ganda yang belum terhapuskan, adanya pengajuan keringanan pajak serta adanya oknum pemungut pajak yang melakukan kecurangan.