BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA
2.1 Sejarah Singkat Terbentuknya Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Di Bali sebelum adanya LPD telah banyak terbentuk kelompok sekeha-sekeha yang intinya menghimpun anggotanya dengan system kebersamaan gotong royong segilik seguluk paras paros sarpanaya sesuai dengan landasan hidup masyarakat Bali. Gubernur Bali saat itu Yth, Bapak Prof.Dr. Ida Bagus Mantra, putra Bali asli yang memang sangat konsen memperhatikan adat dan budaya Bali, memiliki ide yang sangat cemerlang khususnya untuk mempertahankan sekaligus melestarikan Kahyangan Tiga dengan membentukan lembaga keuangan sebagai salah satu sumber bagi masyarakat Desa Adat yaitu Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Lembaga ini dibentuk setelah mengikuti seminar yang telah diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri yang bertajuk Seminar Kredit Pedesaan di Semarang pada tanggal 20-21 Februari 1984. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan suatu lembaga keuangan komunitas yang digagas oleh Prof. Dr. Ida Bagus Mantra,19 untuk bertujuan membantu Desa Pakraman dalam menjalankan fungsi kulturalnya. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan salah satu lembaga keuangan milik Desa Pekraman, yang menjalankan salah satu fungsi keuangan Desa Pakraman yaitu mengelola sumber daya keuangan milik Desa Pakraman, dalam bentuk simpan 19
Ida Bagus Mantra .Sejarah dan Perkembangan Lembaga Perkreditan Desa di Bali, Setda Pemprov Bali 2005 hal. 8
21
22
pinjam, untuk keperluan pembiayaan kehidupan anggota masyarakat Desa Pakraman, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, dalam rangka
pengembangan
fungsi-fungsi
sosio-kultural
dan
keagamaan
masyarakat Desa Pakraman. Dari landasan tersebut maka Pemerintah Daerah Bali menetapkan Keputusan Gubernur Nomor: 972 Tahun 1984, tanggal 01 November 1984 tentang Pendirian LPD (Lembaga Perkreditan Desa). Untuk operasional pertama kalinya LPD dilaksanakan tahun 1985 dengan Keputusan Gubernur Nomor: 1A Tahun 1985, tanggal 02 Januari 1985 berdasarkan anggaran 1984/1986 sebanyak 8 LPD di seluruh Kabupaten di Bali yakni: 1. LPD Lukluk Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung, 2. LPD Buahan Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan, 3. LPD Ekasari Kecamatan Melaya Kabupaten Negara, 4. LPD Julah Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng, 5. LPD Selulung Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem, 6. LPD Penasan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung, 7. LPD Kubu Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli, dan 8. LPD Manukaya Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar.
Tahun
pendirian
Lembaga
Perkreditan
Desa
(LPD)
tersebut
menunjukan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) didirikan dalam periode Orde Baru dan dalam periode berlaku Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Desa. Periode ini menerapkan dekonsentrasi lebih kuat
23
dari pada desentralisasi. Melalui dekonsentrasi tersebut mengarahkan hubungan pusat dan daerah pada corak sentralisasi. Dalam hubungan pusat dan daerah yang sentralisai itulah berdiri Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Bali.
2.2 Landasan Hukum Lembaga Perkreditan Desa (LPD) 1. Peraturan Daerah Propinsi Bali dan Keputusan Gubernur Dalam sejarah perkembangan Lembaga Perkreditan Desa ada beberapa Peraturan Daerah yang menjadi dasar dalam pembentukan Lembaga Perkreditan Desa yaitu; a. Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Bali (Gubernur) Nomor 972 Tahun 1984 mencetuskan gagasan pembentukan LPD pada setiap desa adat, secara garis besar Keputusan tersebut memuat; Tujuan didirikan LPD ; 1) Memberantas ijon, gadai gelap dan lain-lain yang dapat dengan itu. 2) Meningkatkan daya beli masyarakat desa. 3) Melancarkan lalu lintas pembayaran dan pertukaran di desa.20 b. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 02 Tahun 1988 tentang Lembaga Perkreditan Desa, secara garis besar Perda ini memuat ;
20
I Nyoman Nurjaya (et. al), Op.Cit, hal 94
24
Tujuan LPD ; 1) Mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan yang terarah serta menyalurkan modal yang efektif. 2) Membrantas ijon, gadai gelap, dan lain-lain yang dipersamakan dengan itu. 3) Menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa dan tenaga kerja di pedesaan. 4) Meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa. c. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 04 Tahun 2012 tentang Lembaga Perkreditan Desa. Peraturan Daerah ini ditindak lanjuti dengan 5 (lima) Keputusan Gubernur yaitu; 1) Keputusan Gubernur Nomor 03 Tahun 2003 tentang Status dan tugas-tugas Pembina Lembaga Perkreditan Desa Kabupaten/ Kota. 2) Keputusan Gubernur Nomor 04 Tahun 2003 tentang Penyetoran dan Penggunaan Keuntungan Bersih Lembaga Perkreditan Desa. 3) Keputusan Gubernur Nomor 07 Tahun 2003 tentang Dana Perlindungan Lembaga Perkreditan Desa. 4) Keputusan
Gubernur
Nomor
08
Tahun
2003
tentang
Pembentukan Badan Pembina Lembaga Perkreditan Desa Provinsi Bali.
25
5) Keputusan Gubernur Nomor 12 Tahun 2003 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa. d. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 03 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 08 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa. e. Perda ini ditindak lanjuti dengan diterbitkanya ; f. Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2008 tentang Pengurus dan Pengawas Internal Lembaga Perkreditan Desa. g. Keputusan Gubernur
Bali
Nomor 11/01-C/HK/2008 tentang
Pembentukan Badan Pembina Umum LPD Provinsi Bali. h. Keputusan Gubernur Bali Nomor 1499/01-C/HK/2008 tentang Status dan Tugas-tugas Pembina Lembaga Perkreditan Desa Provinsi (PLPDP) Bali dan PLPDK.21
2. Peraturan
Daerah
Kabupaten
Tabanan
tentang
Lembaga
Perkreditan Desa (LPD) pada Tahun 1991/1992 Keputusan Gubenur Kepala Daerah Tingkat I Bali tentang pendirian Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Di kabupaten daerah tingkat II Tabanan tahun 1991/1992 menyebutkan; Pasal 1 a. Mendirikan Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten Daerah Tingkat II Tabanan Tahun 1991/1992. b. Pendirian Lembaga 21
Perkreditan Desa dimaksud
I Nyoman Nurjaya (et. al), Op. Cit, hal . 101
ayat (1),
26
sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini. Pasal 2 a. Modal Pertama Lembaga Pekreditan Desa berjumlah Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Tabanan. b. Modal Lembaga Perkreditan Desa dalam perkembangan lebih lanjut terdiri dari pemupukan modal, pemanfaatan tabungan nasabah dan pinjaman. Pasal 3 a. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu pada tanggal 08 Februari 1992 di Denpasar. Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali tanggal 20 Juni 1991 Nomor 368 Tahun 1991tentang pendirian Lembaga Perkreditan Desa di Propinsi Daerah Tingkat I Bali Tahun 1991/1992 dinyatakan tidak berlaku lagi. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan suatu bentuk lembaga ekonomi milik Desa Pekraman. Pasal 1 angka 11 Peraturan Daerah (Perda) propinsi Bali nomor 04 tahun 2012 tentang Lembaga Perkreditan Desa menyatakan bahwa: LPD adalah Lembaga Perkreditan Desa di Desa Pekraman dalam wilayah propinsi Bali.
27
Desa Pekraman yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum adat di propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.22 Pasal 2 ayat 1 Perda tersebut menyatakan bahwa: LPD
merupakan
badan
usaha
keuangan
milik
desa
yang
melaksanakan kegiatan usaha dilingkungan desa dan untuk krama desa. Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa ; Nama LPD hanya dapat digunakan oleh badan usaha keuangan sebagaimana di maksud pasal ayat (1). Pasal 3 ayat (2) perda menyatakan bahwa ; Dalam tiap-tiap desa hanya dapat didirikan satu LPD. Pasal 4 menyatakan ; Desa yang wilayahnya berdekatan dapat secara bersama-sama membentuk LPD. Pasal 7 ayat 1 menyatakan: Lapangan usaha LPD mencakup: a) Menerima/menghimpun dana dari krama desa dalam bentuk keuangan dan deposito. b) Memberikan pinjaman hanya kepada krama desa. 22
I Nyoman Nurjaya (et. al), Loc.Cit .
28
c) Menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar 100% dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan, kecuali batasan lainnya dalam jumlah pinjaman atau dukungan/bantuan dana. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa LPD merupakan suatu badan usaha keuangan dengan ciri-ciri sebagai berikut: a) Merupakan badan usaha. b) Milik desa pakraman. c) Dibentuk dan dikelola oleh Desa pakraman. d) Menyelenggarakan fungsi-fungsi kelembagaan keuangan komunitas desa pakraman seperti: menerima/menghimpun dana dari krama desa, memberi pinjaman hanya kepada krama desa, dan mengelola keuangan lembaga tersebut, hanya pada lingkungan desa pakraman dan, e) menyelenggarakan fungsi usaha sebagai lembaga usaha keuangan internal desa pakraman, atau sejauh-jauhnya antar desa pakraman. Karakteristik tersebut menunjukkan bahwa LPD merupakan suatu lembaga keuangan komunitas yang dibentuk oleh suatu satuan komunitas, beroperasi di dalam wilayah komunitas, melayani transaksi keuangan di lingkungan atau untuk kepentingan anggota komunitas, untuk memenuhi tujuan-tujuan komunitas. Perda sesungguhnya juga telah memberikan STATUS HUKUM tertentu terhadap LPD, yaitu BADAN USAHA dalam sifat khusus. Menurut pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang memiliki DERAJAT NORMATIF
29
setara
dengan
undang-undang,
karena
dibentuk
oleh
BADAN
LEGESLATIF. Hanya saja, tidak seluruh pejabat negara memahami konsep hukum ini, sehingga dalam praktek tertentu demikian seringkali dikesampingkan pengesampingan demikian itu, dari sisi hukum, merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi.
2.3 Maksud dan Tujuan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Pembentukan LPD bertujuan untuk menunjang peran desa adat dalam menopang kehidupan sosial, budaya, adat dan agama agar desa adat mempunyai sumber pembiayaan yang mandiri dan berkelanjutan untuk membiayai kegiatan yang terkait dengan urusan adat atau urusan kemasyarakatan lainnya, seperti; pemeliharaan instrumen-instrumen budaya, pemelihaan warisan budaya, pembangunan dan perbaikan pura, biaya upacara dan sebagainya. Lembaga tersebut adalah Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Misi komunitas yang diselenggarakan Lembaga Perkreditan Desa (LPD), mencakup ; (a) Menunjang penyelenggaraan kultur dan pemeliharaan warisan budaya pada masing-masing desa pekraman. (b) Mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa pekraman melalui tabungan yang terarah serta penyalur modal yang efektif. (c) Memberantas ijon, gadai gelap dan bentuk tekanan ekonomi keuangan lainnya yang dapat melemahkan kemampuan keuangan dan pembiayaan masyarakat desa.
30
(d) Menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga desa dan tenaga kerja pedesaan. (e) Meningkatkan daya beli masyarakat dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di lingkungan desa pekraman. Untuk keperluan penyelenggaran misi tersebut, Lembaga Perkreditan Desa (LPD) menyelenggarakan usaha dalam bentuk; (a) Menerima/menghimpun dana dari krama desa (warga desa) dalam bentuk tabungan dan deposito. (b) Memberikan pinjaman hanya kepada krama desa. (c) Menerima pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan maksimum sebesar 100% dari jumlah modal, termasuk cadangan dan laba ditahan, kecuali batasan lain dalam jumlah pinjaman atau dukungan/bantuan dana. (d) Menyimpan kelebihan likuiditasnya pada Bank Pembangunan Daerah Bali dengan imbalan bunga bersaing dan pelayanan yang memadai. Penempatan dana kelebihan tersebut di BPD berkenaan dengan kedudukan BPD sebagai Bank Pembina LPD.
2.4 Tata Cara Memperoleh Kredit pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Pemberian dipertimbangkan
fasilitas terlebih
kredit dahulu
oleh seluk
LPD beluk
hendaknya
harus
tentang nasabahnya.
Pertimbangan tersebut didasarkan atas penilaian yang dilakukan oleh LPD agar memperoleh kepercayaan tentang nasabahnya. Penilaian ini penting untuk dilakukan karena pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan
31
usaha yang memiliki tingkat resiko yang sangat tinggi terhadap kesehatan LPD. Pihak debitur yang mengajukan kredit kepada LPD, hendaknya menyiapkan benda yang akan dijadikan jaminan kredit. Selain sebagai pengaman kredit yang akan diberikan, barang yang akan digunakan sebagai jaminan kredit oleh pihak debitur akan dapat membantu LPD untuk menentukan besarnya kredit yang akan dikeluarkan oleh pihak LPD. Jaminan kredit yang disetujui dan diterima oleh LPD selanjutnya akan mempunyai beberapa fungsi dan salah satunya adalah untuk mengamankan pelunasan kredit bila pihak nasabah cidera janji. Jaminan kredit mempunyai peranan penting bagi pengamanan pengembalian dana LPD yang disalurkan kepada pihak peminjam melalui pemberian kredit. Pada dasarnya jenis jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu jaminan materiil (kebendaan) dan jaminan immateriil (perorangan) contoh BPKB. Jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan. Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan juga memberikan definisi mengenai pengertian
jaminan
materiil
(kebendaan)
dan
jaminan
(perorangan). Kedua jaminan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
immateriil
32
Jaminan materiil adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Jaminan immaterial (perorangan) adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Perangkat
perundang-undangan
yang
memberikan
dasar
perlindungan penyaluran kredit melalui lembaga jaminan kebendaan yaitu Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, selanjutnya dalam penulisan ini disebut KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata, menyatakan bahwa: “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian
hari,
menjadi
tanggungan
untuk
segala
perikatannya
perseorangan”. Berdasarkan
rumusan
Pasal
1131
KUH
Perdata
tersebut,
menunjukkan bahwa objek yang dijadikan jaminan pelunasan utang tidak pasti. Komunikasi antara pihak debitur dan kreditor untuk mencapai kesepakatan dalam membuat perjanjian jaminan tidak diperlukan karena dalam hal ini kedua belah pihak tersebut bersifat pasif. Dasar perlindungan pemberian kredit juga diatur di dalam Pasal 1132 KUHPerdata. Pasal 1132 KUHPerdata, menegaskan: Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan bendabenda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kreditor itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
33
Jaminan yang terkandung di dalam Pasal 1132 KUHPerdata di atas menimbulkan kekhawatiran dan dirasa kurang menjamin pelunasan piutang pihak kreditor. Hal ini dikarenakan pihak kreditur tidak mengetahui berapa jumlah harta kekayaan yang akan digunakan untuk membayar utangutangnya kepada kreditur, serta tidak diketahui debitur memiliki utang dengan siapa saja. Benda yang paling umum dipergunakan sebagai jaminan dalam pemberian fasilitas kredit oleh LPD adalah tanah yang sudah mempunyai alas hak, yaitu berupa sertifikat hak milik atas tanah. Jaminan kredit dengan sertifikat hak milik atas tanah dirasa lebih menguntungkan bagi pihak LPD karena secara ekonomis, harga jual tanah akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Berbeda halnya dengan jaminan kredit menggunakan barang bergerak yang memiliki kemungkinan penurunan harga setiap waktu. LPD sebagai lembaga keuangan tentunya memerlukan suatu perlindungan hukum dalam memberikan kredit kepada debitur yang menggunakan jaminan sertifikat hak milik atas tanah. Perlindungan hukum tersebut diimplementasikan dalam suatu lembaga jaminan khusus hak atas tanah, yaitu Hak Tanggungan. Lembaga jaminan hak atas tanah ini mampu memberikan kedudukan kedudukan yang diistimewakan bagi LPD selaku kreditor. Definisi Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 04 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Republik
34
Indonesia Tahun 1996 Nomor. 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632), selanjutnya disebut UUHT. Pasal 1 angka 1 UUHT, menyatakan bahwa: Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Sebagai lembaga jaminan hak kebendaan, Hak Tanggungan memiliki ciri dan sifat. Adapun yang menjadi ciri dan sifat dari Hak Tanggungan adalah sebagai berikut : 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference; 2. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapa pun benda itu berada atau disebut dengan droit de suit; 3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga
dan
memberikan
kepastian
hukum
berkepentingan; 4. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.
bagi
pihak
yang