BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Kontribusi Lembaga Perkreditan Desa atau LPD dalam perekonomian
rakyat pedesaan di Bali merupakan indikator keberhasilan LPD. Semakin besar peran LPD kepada masyarakat menunjukkan bahwa peluang pasar bagi LPD akan semakin tinggi. Kemampuan LPD dalam mencapai atau mendapatkan laba yang maksimal, tidak terlepas dari aktiva atau kekayaan atau modal atau investasi yang dimiliki oleh LPD tersebut untuk melakukan kegiatan operasional sehingga nantinya dapat menghasilkan nilai tambah bagi LPD, yaitu laba. Laba merupakan suatu tolak ukur dalam mengukur atau menilai kinerja manajemen perusahaan terkait dengan tujuan perusahaan. (Jati dan Wiryanti, 2010). Penilaian kinerja perusahaan bagi manajemen dapat diartikan sebagai penilaian terhadap prestasi yang dapat dicapai. Dalam hal ini laba dapat digunakan sebagai ukuran dari prestasi yang dicapai dalam suatu perusahaan (Merkusiwati, 2007). Akan tetapi, bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting daripada masalah laba, karena laba yang lebih besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisien (Jati dan Wiryanti, 2010). Efisiensi suatu LPD dapat dinilai dari rentabilitasnya, yaitu kemampuan untuk menghasilkan laba dari modal yang dimiliki, semakin tinggi laba yang diperoleh dengan modal kecil maka LPD dikatakan semakin efisien. Efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan
laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang dipakai untuk menghasilkan laba tersebut (Riyanto, 2001:37). Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/17/PBI/2007 menyatakan bahwa faktor rentabilitas dapat dinilai dari dua komponen, yaitu kemampuan aktiva produktif dalam menghasilkan laba dan tingkat efisiensi operasional. Sehingga untuk mengukur rentabilitas LPD dapat menggunakan rasio Return On Asset (ROA) dan rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), hal ini tertuang di dalam Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Lembaga Perkreditan Desa. LPD di Bali sudah semakin berkembang dari segi jumlah maupun keuntungan yang dicapai per tahunnya. Hal tersebut dapat diukur dari rentabilitas di setiap LPD. Salah satu fenomena terjadi pada LPD di Kabupaten Tabanan, dimana puluhan LPD macet tidak beroperasi, akan tetapi terdapat LPD yang berkembang pesat dari sisi aset, modal, dan laba. LPD tersebut adalah LPD Desa Adat Bedha, pada awalnya berdiri dengan modal awal 2,5 juta rupiah hingga saat ini modal yang dimiliki dapat mencapai milyaran rupiah. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fenomena tersebut, di antaranya adalah seperti tingkat penyaluran dan kelancaran kredit, sumber pembiayaan operasional, serta jumlah nasabah yang menerima kredit dan nasabah yang memiliki tabungan atau deposito. Surat Edaran Bank Indonesia No.6/44/DPNP 22 Oktober 2004 menyatakan, bahwa proyeksi likuiditas sekurang-kurangnya terdiri dari Loan to Deposit
Ratio (LDR) dan Dana Pihak Ketiga. Loan to deposit ratio (LDR)
merupakan perbandingan antara kredit yang diberikan terhadap dana yang diterima dari masyarakat (Sudirman, 2000:193). Tingginya tingkat pemberian kredit yang diberikan dapat dilihat dari perhitungan loan to deposit ratio. LDR merupakan ukuran likuiditas yang mengukur besarnya dana yang ditempatkan dalam bentuk kredit yang berasal dari dana yang dikumpulkan oleh bank (terutama dana masyarakat). LDR dalam penelitian ini yaitu perbandingan rasio total kredit terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK). Total kredit yang dimaksud adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit kepada bank lain). DPK dalam hal ini yaitu tabungan dan deposito (Shanty, 2011). Kredit yang diberikan akan memperoleh pendapatan bunga, sedangkan dari dana pihak ketiga yaitu tabungan dan deposito akan mengeluarkan beban bunga. Jika bank dapat menyalurkan seluruh dana yang dihimpun memang akan menguntungkan, namun hal ini terkait resiko apabila sewaktu-waktu pemilik dana menarik dananya atau pemakai dana tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjamnya. Sebaliknya, apabila bank tidak menyalurkan dananya maka bank juga akan terkena resiko karena hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Menurut Putra (2014), masalah utama LPD di kabupaten Tabanan adalah kredit macet. Bahkan dalam catatan Dinas UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tabanan, nilai kredit di LPD mencapai miliaran. Aset yang tersebar di 307 LPD di Kabupaten Tabanan sampai saat ini, menurut Kepala Dinas UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tabanan, mencapai Rp 662 miliar. Penelitian yang dilakukan oleh Anggreni (2011) menunjukkan, bahwa LDR tidak
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas LPD tetapi Setiadi (2010) dan Ervani (2010) melakukan penelitian yang mendapatkan hasil bahwa LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas Struktur keuangan atau struktur finansial merupakan perimbangan antara total hutang dengan modal sendiri. Dana pinjaman yang diberikan oleh LPD kepada masyarakat dapat bersumber dari modal sendiri, yaitu modal yang dimiliki oleh LPD berupa modal donasi, cadangan modal, dan laba ditahan maupun dana yang bersumber dari pinjaman atau hutang berupa tabungan, simpanan berjangka maupun pinjaman dari bank atau LPD lain. Untuk mengukur seberapa besar LPD menggunakan modal sendiri atau hutang maka digunakan Debt to Equity Ratio atau DER (Jati dan Wiryanti, 2010). Menurut Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012 tentang Lembaga Perkreditan Desa, adapun total modal dari LPD yaitu dari modal inti dan modal pelengkap. Modal inti terdiri dari modal disetor, modal donasi, modal cadangan, laba tahun lalu yang belum dibagi, laba tahun berjalan, rugi tahun lalu, dan rugi tahun berjalan. Modal pelengkap terdiri dari cadangan penyusutan aktiva tetap dan inventaris, Cadangan Piutang Ragu-Ragu (CPRR), dan modal titipan desa pakraman. Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang membandingkan utang perusahaan dengan total ekuitas. Debt to Equity Ratio yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangi laba, sebaliknya tingkat Debt to Equity Ratio yang kecil menunjukkan kinerja
yang semakin baik karena menyebabkan tingkat kembalian yang semakin tinggi (Ang, 1997 dalam Efendi dan Sakti, 2009).
Perusahaan-perusahaan yang
memiliki rasio utang relatif tinggi, akan memiliki ekspektasi pengembalian yang juga lebih tinggi ketika perekonomian sedang berada dalam keadaan normal, namun memiliki risiko kerugian ketika ekonomi mengalami masa resesi. Oleh sebab itu, keputusan akan penggunaan utang mengharuskan perusahaan menyeimbangkan tingkat ekspektasi pengembalian yang lebih tinggi dengan risiko yang meningkat (Brigham, 2006). Dalam LPD juga harus dipertimbangkan penggunaan hutang yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, karena salah satu contoh, yaitu saat nasabah tabungan ingin menarik tabungan, solvabilitas dari LPD harus dapat mengatasi transaksi tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Wati dan Sutama (2013) mendapatkan hasil, bahwa struktur finansial berpengaruh signifikan negatif terhadap rentabilitas ekonomi LPD. Hal serupa juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Campbell (2002) dan Miyajima (2003), bahwa struktur finansial melalui rasio DER berpengaruh signifikan negatif terhadap rasio ROA. Hasil yang berbeda didapatkan oleh Priharyanto (2009) pada penelitiannya bahwa rasio DER berpengaruh signifikan positif terhadap rasio ROA. Pertumbuhan jumlah nasabah dapat dilihat dari peningkatan jumlah nasabah periode sekarang dibandingkan dengan jumlah nasabah periode sebelumnya. Dalam penelitian ini, pertumbuhan jumlah nasabah menggunakan nasabah kredit, tabungan, dan deposito. Peningkatan atau penurunan jumlah nasabah kredit, tabungan, dan deposito akan berpengaruh pada angka dari laba
usaha LPD yang pada nantinya juga akan mempengaruhi angka dari rentabilitas LPD tersebut. Menurut Pemerintah Kabupaten Tabanan (2009), masalah yang masih dihadapi oleh LPD yaitu masih rendahnya peran serta masyarakat adat untuk menjadikan LPD sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan dana. Penelitian Jati dan Wiryanti (2010) serta Sutika dan Sujana (2013) mendapatkan hasil bahwa pertumbuhan nasabah tidak berpengaruh terhadap rentabilitas ekonomi LPD tetapi hasil penelitian Indrawati (2011) menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah nasabah berpengaruh positif dan signifikan pada profitabilitas LPD. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Suartana (2011) pada Lembaga Perkreditan Desa menunjukkan bahwa pertumbuhan aktiva produktif (kredit yang diberikan) dan dana pihak ketiga (tabungan dan deposito) secara simultan berpengaruh dan signifikan pada kinerja operasional (rasio BOPO) LPD di Kabupaten Badung periode 2003-2007. Sedangkan pengujian secara parsial menunjukkan bahwa hanya variabel pertumbuhan kredit yang diberikan yang secara parsial mempunyai pengaruh dan signifikan pada kinerja operasional (rasio BOPO) LPD di Kabupaten Badung. Sebaliknya, variabel pertumbuhan tabungan dan deposito tidak signifikan mempunyai pengaruh pada kinerja operasional (rasio BOPO) LPD di Kabupaten Badung periode 2003- 2007. LPD sebagai lembaga keuangan desa mempunyai karakteristik khusus yang berbeda dengan lembaga keuangan lainnya, sehingga dalam operasionalnya perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan. Pihak yang berwenang melakukan pembinaan teknis, pengembangan kelembagaan serta pelatihan bagi LPD adalah Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LPLPD). Sejak awal
dibentuknya LPD di Bali hingga saat ini telah terjadi perkembangan yang cukup pesat, baik itu dilihat dari jumlah LPD, aset yang dimiliki, hingga laba yang dapat dicapai LPD per tahunnya. Berikut adalah jumlah LPD di Provinsi Bali beserta aktiva dan laba(rugi) pada tahun 2014. Tabel 1.1 Jumlah LPD di Provinsi Bali beserta Aktiva dan Laba(Rugi) Tahun 2014 No. Kabupaten/Kota Jumlah Jumlah Aktiva Laba(Rugi) LPD
(dalam 000 rupiah)
(dalam 000 rupiah)
1.
Denpasar
35
1.121.190.508
41.124.486
2.
Badung
122
4.464.861.224
120.944.068
3.
Buleleng
169
1.216.491.715
35.300.020
4.
Jembrana
64
346.651.484
9.741.240
5.
Tabanan
307
920.288.844
22.499.450
6.
Gianyar
269
2.262.844.539
57.171.155
7.
Bangli
159
512.629.586
20.216.682
8.
Klungkung
107
421.405.587
15.927.460
9.
Karangasem
190
606.038.672
15.555.223
TOTAL
1422
11.872.402.159
338.479.784
Sumber: Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa Provinsi Bali
Kabupaten Tabanan terdiri dari 307 LPD tetapi hanya 240 LPD yang aktif yang tersebar di sepuluh kecamatan yaitu Kecamatan Kerambitan sebanyak 24 LPD, Kecamatan Pupuan sebanyak 21 LPD, Kecamatan Selemadeg sebanyak 22 LPD dan Kecamatan Selemadeg Barat sebanyak 30 LPD, Kecamatan Selemadeg Timur sebanyak 21 LPD, Kecamatan Tabanan sebanyak 13 LPD, Kecamatan Baturiti sebanyak 24 LPD, Kecamatan Kediri sebanyak 18 LPD, Kecamatan Marga sebanyak 20 LPD, dan Kecamtan Penebel sebanyak 47 LPD.
Kabupaten Tabanan adalah kabupaten di Provinsi Bali yang memiliki LPD dengan jumlah terbanyak, tetapi jumlah total aset yang dimiliki dapat dikatakan masih tertinggal dari kabupaten-kabupaten lain yang notabenenya memiliki jumlah LPD yang lebih sedikit, seperti kabupaten Badung, Gianyar, dan kota madya Denpasar. Menurut Kepala LP LPD Kabupaten Tabanan, hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yakni pertumbuhan nasabah yang semakin tinggi tetapi nilai aset LPD cenderung menurun, kemudian kelancaran kredit yang diberikan LPD kepada masyarakat kebanyakan masih bersifat ragu-ragu atau kurang lancar, tingkat hutang LPD yang jumlahnya cukup signifikan sehingga riskannya keseimbangan antara tingkat hutang dan modal sendiri. Berdasarkan hal tersebut, peneliti termotivasi ingin melakukan penelitian terhadap kemampuan struktur finansial, pertumbuhan nasabah, dan Loan to Deposit Ratio sebagai prediktor rentabilitas Lembaga Perkreditan Desa di Kabupaten Tabanan.
1.2
Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah: 1) Apakah struktur finansial berpengaruh terhadap rasio Return On Asset LPD di Kabupaten Tabanan? 2) Apakah struktur finansial berpengaruh terhadap rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional LPD di Kabupaten Tabanan? 3) Apakah pertumbuhan nasabah berpengaruh terhadap rasio Return On Asset LPD di Kabupaten Tabanan?
4) Apakah pertumbuhan nasabah berpengaruh terhadap rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional LPD di Kabupaten Tabanan? 5) Apakah Loan to Deposit Ratio berpengaruh terhadap rasio Return On Asset LPD di Kabupaten Tabanan? 6) Apakah Loan to Deposit Ratio berpengaruh terhadap rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional LPD di Kabupaten Tabanan? 7) Bagaimana perbedaan kemampuan rasio Return On Asset (ROA) dengan rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dalam mengukur tingkat rentabilitas ekonomi LPD di Kabupaten Tabanan?
1.3
Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pengaruh struktur finansial terhadap rasio Return On Asset LPD di Kabupaten Tabanan. 2) Untuk mengetahui pengaruh struktur finansial terhadap rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional LPD di Kabupaten Tabanan. 3) Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan nasabah terhadap rasio Return On Asset LPD di Kabupaten Tabanan.
4) Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan nasabah terhadap rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional LPD di Kabupaten Tabanan. 5) Untuk mengetahui pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap rasio Return On Asset LPD di Kabupaten Tabanan. 6) Untuk mengetahui pengaruh Loan to Deposit Ratio terhadap rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional LPD di Kabupaten Tabanan. 7) Untuk mengetahui perbedaan kemampuan rasio Return On Asset (ROA) dengan rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dalam mengukur tingkat rentabilitas ekonomi LPD di Kabupaten Tabanan. 1.4
Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini, penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat
dan kegunaan sebagai berikut: 1) Kegunaan teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan sumbangan konseptual bagi peneliti sejenis maupun civitas akademika lainnya dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kemajuan dunia pendidikan khususnya di bidang akuntansi keuangan pada LPD. 2) Kegunaan praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi, masukan, serta bahan pertimbangan dalam rangka pengambilan
keputusan atau kebijakan yang berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi bagi manajemen LPD yang terdapat di Kabupaten Tabanan.
1.5
Sistematika Penelitian Pembahasan skripsi disusun berdasarkan urutan beberapa bab secara
sistematis sehingga antara bab yang lainnya mempunyai hubungan yang erat. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Bab ini menguraikan pendahuluan yang mengemukakan latar belakang
masalah,
tujuan,
dan
kegunaan
penelitian
serta
menguraikan sistematika penulisan. Bab II
Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini mencakup mengenai konsep atau teori yang relevan sebagai acuan dan landasan dalam memecahkan permasalahan yang ada, serta perumusan hipotesis.
Bab III
Metode Penelitian Pada bab ini menguraikan tentang metodologi penelitian yang meliputi lokasi dan data penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik-teknik analisis data.
Bab IV
Pembahasan Hasil Penelitian Pada Bab ini dikemukakan tentang gambaran umum daerah penelitian dan pembahasan mengenai analisis data yang diuraikan
dalam pengumpulan dan tabulasi data, deskripsi hasil penelitian dari pengujian dan pengujian hipotesis. Bab V
Simpulan dan Saran Pada bab ini dikemukakan simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan dalam bab-bab sebelumnya. Pada bab ini juga dikemukakan saran-saran yang diharapkan dapat digunakan oleh pihak yang berkepentingan.