1
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN MATI SEBAGAI SANKSI KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
2.1 Pengertian Hukuman Mati Hukuman mati merupakan topik yang selalu menjadi kontroversi untuk dibahas. Kontroversi ini disebabkan oleh permasalahan yang sangat kompleks dalam pendasaran pelaksanaan hukuman mati tersebut. Permasalahan yang satu saling berkaitan dengan permasalahan yang lain. Bahkan bisa jadi, masalah yang sama bisa ditinjau dari sudut pandang yang berbeda. Demikian sebaliknya, masalah yang sebenarnya berbeda bisa menjadi masalah yang tampaknya sama karena ditinjau dari sudut pandang yang sama. Pengertian hukuman mati berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonessia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati (selanjutnya disebut Perkapolri 12 Tahun 2010). Dalam Pasal 1 angka 3 Perkapolri 12 Tahun 2010 ditentukan bahwa hukuman mati/pidana mati adalah salah satu hukuman pokok yang dijatuhkan oleh hakim kepada terpidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap Kata “hukuman mati” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa Indonesia tahun 1983, berasal dari kata “hukum” dan “mati”. Hukum adalah peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat istiadat yang dianggap berlaku bagi banyak orang dalam masyarakat. Maka hukuman adalah sebuah
2
sanksi yang diberikan kepada seseorang yang melanggar undang-undang. Sedangkan kata “mati” mempunyai arti kehilangan nyawa. Dengan demikian, arti hukuman mati adalah usaha pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja oleh pengadilan resmi negara, atas dasar tindak kejahatan yang telah dilakukan oleh terpidana.1 Bapak kriminologi : Lombroso dan Garofalo berpendapat bahwa pidana mati itu adalah alasan yang mutlak yang harus ada pada masyarakat untuk melenyapkan individu-individu yang tidak mungkin dapat diperbaiki lagi. Dan karenanya kedua sarjana ini pun menjadi pembela daripada pidana mati. Pidana mati adalah suatu suatu upaya yang radikal untuk meniadakan orang-orang yang tak terbaiki lagi, dan dengan adanya pidana mati ini maka hilanglah pula kewajiban untuk memelihara mereka dalam penjara-penjara yang demikian besar biayanya. Begitu pula hilanglah ketakutan-ketakutan kita kalau orang demikian melarikan diri dari penjara dan membuat kejahtan lagi dalam masyaarkat.2 Pendapat Lombroso ini dapat dimengerti, kalau dihubungkan dengan teoriteorinya yang antara lain berpendapat bahwa memang ada orang yang sejak lahir sudah berbeda dengan orang lain yaitu mempunyai praedispositie untuk kejahatan. Dialah yang mengumandangkan pendapat born criminals (delinquent nato) ini, akhirnya disimpulkan
bahwa tidak ada satu faktor melieu, satu
pengaruh dari luar yang dapat memperbaiki orang itu lagi. Jadi bagi orang-orang
1
W. J. S. Poerwodarminta, 1983, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta hlm. 750. 2
Roeslan Saleh, 1978, Masalah Pidana Mati, Aksara Baru, Jakarta, h.12.
3
demikian ini mak pidana mati adalah satu cara yang patut untuk menyelamatkan masyarakat. H.G.
Rambonnet,
berpendapat
bahwa
tugas
pemerintah
untuk
mempertahankan ketertiban hukum diwujudkan melalui pemidanaan. Berdasarkan ini pemerintah mempunyai hak untuk memidana, artinya membalas kejahatan. Karena hak dari pemerintah untuk memidana itu adalah akibat yang logis daripada haknya untuk membalas dengan pidana. Kalau kejahatan itu menyebabkan terganggunya ketertiban hukum tersebut dalam suatu bagian tertentu saja, maka hubungan yang baik akan dipulihkan kembali dengan mengeluarkan atau tidak menurut sertakan penjahat itu dalam pergaulan masyarakat dan hal itu direalisasikan dengan merampas kemerdekaan, mengambil harta bendanya dan lain sebagainya. Hatawi A.M. memandang ancaman dan pelaksanaan pidana mati sebagai Social Defence, pidana mati adalah suatu pertahanan sosial untuk menghindarkan masyarakat umum dari bencana dan bahaya ataupun ancaman bahaya besar yang mungkin terjadi yang akan menimpa masyarakat, yang telah atau akan mengakibatkan kesengsaraan dan mengganggu ketertiban serta keamanan rakyat umum dalam pergaulan hidup manusia bermasyarakat dan beragama/bernegara. Untuk mencegah kacaunya perekonomian masyarakat, membasmi dan mencegah timbulnya kejahatan besar yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa manusia dan anak-anak tak berdosa. Membasmi dan mencegah penjahat-penjahat besar dan penghianat yang memerkosa ketertiban dan keamanan umum, pendeknya untuk
4
mencegah dan menjamin keselamatan masyarakat dan negara dari bahaya yang mengancam, baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Justru karenanya pidana mati adalah pula merupakan The Right of The Social Defence, adalah pertahanan sosial. Kalau dalam norma-norma hukum pidana dan estetika, setidak-tidaknya dibenarkan untuk melakukan (Self Defence) terhadap serangan yang mengancam jiwanya atau harta bendanya dan kehormatannya. 3 2.1.1 Sejarah Pemberlakuan Hukuman Mati Pidana mati merupakan salah satu bentuk pidana yang paling tua, sehingga dapat juga dikatakan bahwa pidana mati itu sudah tidak sesuai dengan kehendak zaman, namun sampai saat sekarang ini belum diketemukan alternatif lain penggantinya. Ditinjau dari sejarah pemidanaan, bahwa pidana mati itu lahir bersama-sama dengan lahirnya manusia dimuka bumi ini, dengan budaya hukum “retailisme” bagaikan serigala memakan serigala. Pada masa itu berlaku pidana berdasarkan pada teori pembalasan mutlak.4 Sejarah hukuman mati telah ada sejak zaman purba, tetapi sampai saat ini tidak seorang pun yang tahu siapa orang pertama yang dihukum mati. Kesaksian pertama terhadap pelaksanaan hukuman mati ditemukan dalam “De Idolatria” Bab 17 yang dikarang oleh Tertulianus. Dia menulis “sekalipun orang itu
3
Andi Hamzah dan A. Sumangelipu, op.cit, h. 29.
4
Bambang Poernomo, op.cit, h. 6.
5
mencoba meminta kekuasaan kepada majelis, tetapi hakim sebagai abdi Tuhan tetap menjatuhkan hukuman mati kepadanya”.5 Pemberlakuan mengenai hukuman mati pertama kali ditetapkan pada abad ke delapan belas Sebelum Masehi yaitu dalam kitab undang-undang pada zaman Raja Babilonia Hammaurabi, yang mana hukuman mati dikodifikasikan untuk 25 kejahatan yang berbeda. Hukuman mati ini juga merupakan bagian dari abad 14 SM, dalam kode etik Draconian abad ketujuh dari Athena membuat kematian satu-satunya hukuman bagi semua kejahatan. Hukuman mati dilakukan dengan berbagai cara seperti penyaliban, tenggelam memukuli sampe mati dan membakar hidup-hidup.6 Pada kejahatan dan hukuman , yang memiliki dampak sangat kuat di seluruh dunia. Dalam buku Cessare Beccaria, ia mengemukakan sebuah teori bahwa tidak ada pembenaran suatu negara mengambil suatu kehidupan. Karangan tersebut memberikan pengaruhan terhadap penghapusan perbudakan. Salah satu penghapusan hukuman mati yaitu di Austria dan Tuscany.7 Pada abad kesembilan belas, banyak negara mengurangi jumlah kejahatan yang dikenakan sanksi hukuman mati. Pada tahun 1834, Pennsylvania menjadi negara pertama yang memindahkan para terdakwa yang akan dieksekusi ke lembaga pemasyarakatan. Kemudian pada tahun 1846, Michigan menjadi negara
5.
Pohler Bockle, 1979, The Death Penalty and Torturre , The Seabury Press, New York, h.
46. 6
Death Penalty Information Center,1990, http://www.deathpenaltyinfo.org/part-i-historydeath-penalty#intro , diakses tanggal 12 juni 2015. 7
Ibid.
6
pertama yang menghapuskan hukuman mati untuk semua kejahatan kecuali pengkhianatan dan beberapa negara mengikutinya. Meskipun beberapa negara menghapuskan hukuman mati pada pertengahan abad kesembilan belas, itu benarbenar paruh pertama abad kedua puluh yang menandai awal dari "Progresif Periode" reformasi di Amerika Serikat. Dari 1907 ke tahun 1917, enam negara benar-benar melarang hukuman mati dan tiga terbatas untuk kejahatan jarang dilakukan pengkhianatan dan pembunuhan tingkat pertama seorang pejabat penegak hukum. Namun, reformasi ini berumur pendek. Ada suasana hiruk pikuk di Amerika Serikat, sebagai warga negara mulai panik tentang ancaman revolusi di bangun dari Revolusi Rusia. Selain itu, Amerika Serikat baru saja memasuki Perang Dunia I dan ada konflik kelas intens sosialis dipasang tantangan serius pertama untuk kapitalisme. Akibatnya, lima dari enam negara perbudakan dipulihkan hukuman mati Pada masa pemerintahan Raja William, metode yang digunakan untuk mengeksekusi mati di Inggris adalah dengan cara menggantung. Raja tidak membolehkan orang-orang dieksekusi dengan cara digantung kecuali terhadap kejahatan perang. Metode ini tidak bertahan sampai abad ke enam belas, dibawah pemerintahan Henry VIII, sebanyak 72.000 telah dieksekusi. Beberapa metode umum telah diterapkan seperti membakar di tiang, digantung, pemenggalan, dan menggambar dan memotong menjadi empat bagian. Eksekusi dilakukan untuk pelanggaran dengan ancaman hukuman mati seperti menikahi orang Yahudi, tidak mengaku kejahatan, dan pengkhianatan.8
7
Jumlah kejahatan yang diancam hukuman mati di Inggris terus meningkat sepanjang dua abad berikutnya. 222 kejahatan yang dihukum mati termasuk mencuri, menebang pohon, dan merampok kelinci di habitatnya. Karena beratnya hukuman mati, banyak penegak hukum yang tidak akan menghukum terdakwa jika pelanggaanya tidak serius. Hal ni menyebabkan reformasi hukuman mati di Inggris. Pada tahun 1924, penggunaan gas sianida diperkenalkan, Nevada mencari cara yang lebih manusiawi mengeksekusi narapidana tersebut. Gee John adalah orang pertama dieksekusi oleh gas mematikan. Negara mencoba untuk memompa gas sianida ke dalam sel John sementara ia tidur, tapi ini terbukti mustahil, dan gas dalam bilik bangun. Dari tahun 1920 ke tahun 1940-an, ada kebangkitan dalam penggunaan hukuman mati. Hal ini disebabkan, sebagian karangan kriminolog, yang berpendapat bahwa hukuman mati adalah ukuran sosial yang diperlukan. Di Amerika Serikat, orang Amerika menderita melalui Larangan dan Depresi Besar. Ada eksekusi lebih pada tahun 1930 daripada di dekade dalam sejarah
Amerika.
Pada tahun 1950, sentimen publik mulai berpaling dari hukuman mati. Banyak negara sekutu baik dihapuskan atau dibatasi hukuman mati, dan di Amerika Serikat, jumlah eksekusi menurun drastis. Dilihat dalam sejarahnya, kalau pada permulaan abad ke-19 gerakangerakan menetang pidana mati ini dilihat agak tenang, maka revolusi Prancis pada tahun 1830 memberikan ulasan lagi untuk pembicaraan-pembicaraan tentang soal
8
Ibid.
8
ini dikebanyakan negara, sedangkan 18 tahun kemudian, yaitu ketika revolusi tahun 1848 dikemukakan pula lagi soal itu. Karenanya itulah maka di Jerman, dalam Nationalversammlung di Frankfurt a/m pada 3 desember 1948 lalu dihapuskan, bahwa di dalam hak-hak dasar daripada bangsa Jerman haruslah dimasukkan hal ditiadakanya pidana mati ini. Di negara lain, walaupun tidak dihapuskan dari kitab undang-undangnya, kebanyakan tidak lagi menjalankan pidana mati ini melainkan dengan jalan memberikan grasi. Suatu kekhususan dari pidana mati ialah bahwa pidana mati itu sampai sekarang ini belum dapat diganti dengan jenis pidana yang lain. Dapat diperkirakan seandainya pidana mati ini dapat diganti dengan jenis pidana lain yang sama beratnya mungkin tidak ada masalah. Akan tetapi masalah sekarang ialah apakah pidana mati harus dihapuskan, ataukah perkembangan pidana mati ini
masih tetap akan dipertahankan dari susunan sanksi pidana dengan
disesuaikan menjadi sanksi hukum yang bersifat eksepsional dan selektif di Indonesia.9 Bagi kebanyakan negara soal pidana mati itu tinggal mempunyai arti dari sudut culturhistoris. Dikatakan demikian, karena kebanyakan negara-negara tidak mencantumkan pidana mati
ini lagi di dalam kitab undang-undangnya. Lain
halnya dengan sistem hukum Indonesia yang masih menyertakan hukuman mati dalam Kitab undang-undang hukum pidana. 2.1.2 Landasan Umum Tentang Hukuman Mati
9
Bambang Poernomo, 1982, Ancaman Pidana Mati dalam Hukum Pidana di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h.6.
9
Landasan
umum dalam hukum internasional
lebih mengedepankan
larangan mengenai sanksi hukuman mati. Majelis Umum PBB pada 2007, 2008, dan 2010 mengadopsi resolusi tidak mengikat (non-binding resolutions) yang mengimbau moratorium global terhadap hukuman mati. Protokol Opsional II International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) akhirnya melarang penggunaan hukuman mati pada negara-negara pihak terkait. Dasar argumen selanjutnya yang dikemukakan kelompok abolisionis adalah konstitusionalitas hukuman mati. 10 Hukuman mati tercantum di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diwarisi dari pemerintah kolonial, dan tetap demikian ketika dikodifikasi dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Bahkan sesudah Indonesia merdeka, beberapa undang-undang yang dikeluarkan kemudian ternyata masih tercantum juga ancaman pidana mati di dalamnya. Dengan demikian, alasan bahwa pidana mati itu tercantum dalam W.v.s (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) pada waktu diberlakukan oleh pemerintah kolonial
didasarkan pada
antara lain “alasan berdasarkan faktor rasial” mungkin hanya berlaku dahulu saja, dan tidak lagi sekarang ini, dalam KUHP hukuman mati diatur dalam Pasal 10. Karena pemerintah Republik Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang No 53 Tahun 2009 tentang Narkotika disamping Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengandung ancaman pidana mati diluar Kitab tersebut.
10
Roby Arya Brata, 2015, Prokontra Hukuman Mati (Bagi Pelaku Kejahatan Narkotika), Serial Online Mar, URL : http://setkab.go.id/pro-kontra-hukuman-mati-bagi-pelaku-kejahatannarkoba/, diakses tanggal 20 juni 2015
10
2.2 Pengertian Narkotika Istilah narkotika bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu maraknya berita yang berkaitan dengan narkotika baik dari media cetak maupun elektronik dan bagaimana korban dari berbagai kalangan dan usia berjatuhan akibat penggunaanya Secara
etimologis narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose atau
narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius.11 Secara terminologi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba atau narkotika adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.12 Kata “narkotika” berdasarkan Black`s Law Dictionary karangan Bryan A. Garner yang diterbitkan oleh West Publishing pada edisi ke sembilan tahun 2004, narkotika merupakan obat adiktif dari tanaman candu yang dapat mengendalikan, menumpulkan panca indera dan menginduksi orang untuk tidur, obat ini dilarang oleh hukum.13
11
Mardani, 2008, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, PT Grafindo Persada, Jakarta, h. 78. 12
Anton M. Moelyono, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. II, Balai Pustaka, Jakarta, h. 609. 13 Bryan A. Garner, 2004, Black`s Law Dictionary, Cet. IX, West Publishing, United States of America, h. 1120.
11
Narkotika menurut keterangan penjelasan dari Merriam-Webster adalah :14 1. A drug (as opium or morphine) that in moderate closes dulls the senses, relieves pain, and induces profound sleep but in excessive doses causes stupor, coma, or convulsions; Sebuah obat (seperti Opium atau Morfin) yang dalam dosis tertentu dapat menimbulkan indra, mengurangi rasa sakit, dan mendorong tidur, tetapi dalam dosis berlebihan menyebabkan pingsan, koma, atau kejang 2. A drug (marijuana or LSD) subject to restriction similar to that of addictive narcotics whether phsysiologically addictive and narcotic or not; Sebuah obat (seperti ganja atau LSD) tunduk pada larangan yang sama dengan narkotika adiktif apakah secara fisiologis adiktif dan narkotika atau tidak; 3. Something that soothes, relives, or lulls Sesuatu yang menerangkan, menghidupkan kembali, atau membodohi Menurut William Benton, secara terminologis, narcotic is general term for substances that produce lethargy or stuper or the relief of pain.15 “Narkotika adalah
suatu
istilah
umum
untuk
semua
zat
yang
mengakibatkan
kelemahan/pembiusan atau mengurangi rasa sakit.”
14
AR. Sudjono dan Bony Daniel, 2011, Komentar dan Perubahan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Cet. I, Sinar Grafika, Jakarta, h.1. 15
Mardani, loc.cit.
12
Soedjono, dalam patologi sosial, merumuskan definisi narkotika sebagai berikut: Narkotika adalah bahan-bahan yang terutama mempunyai efek kerja pembiusan atau dapat menurunkan kesadaran.16 Smith Kline dan French Clinical memberikan definisi narkotika sebagai berikut : “Narcotic are drugs which produce insensibility or stupor due to their depressant effect on then central system. Included in this definition are opium, opium derivatives (morphine, codien, heroin) and synthetic opiates (meperidin dan methadon).17” Narkotika adalah zat-zat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan pusat syaraf. Dalam definisi narkotika ini sudah termasuk jenis candu, seperti morpin, cocain dan heroin atau zat-zat yang dibuat dari candu, seperti (meridian dan methadon). Menurut
istilah
kedokteran,
narkotika
adalah
obat
yang
dapat
menghilangkan terutama sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal atau alatalat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek stupor atau bengong yang lama dalam keadaan masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduaan.18
16
Soedjono D, 1997, Patologi Sosial, Cet ke II, Alumni Bandung, Bandung, h.78.
17
Mardani, op.cit, h.79.
18
Ibid.
13
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 1, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman yang dapat menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini. Ketentuan dalam Pasal 6 menentukan bahwa Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika. 2.2.1 Klasifikasi Narkotika Zat/obat yang dikategorikan sebagai narkotika dalam Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu sebagai berikut : a. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan; b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan; c. Nakotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
14
pengetahuan
serta
mempunyai
potensi
ringan
mengakibatkan
ketergantungan.19 2.2.2 Jenis-jenis Narkotika Berdasarkan cara pembuatanya, narkotika dibedakan ke dalam 3 (tiga) jenis yaitu : 1) Narkotika Alami Narkotika alami adalah narkotika yang zat adiktifnya diambil dari tumbuhtumbuhan (alam) seperti a) Ganja Adalah tanaman dengan daun yang menyerupai daun singkong yang tepinya bergerigi dan berbulu halus dengan jumlah jari yang selalu ganjil (5,7 dan 9). Biasanya tumbuh di daerah yang tropis. Cara penggunaanya adalah dengan dikeringkan dan dijadikan rokok yang dibakar dan dihisap. Manusia telah mengenal ganja sejak berabad-abad yang lalu, baik sebagai barang yang mempunyai nilai ekonomi karena menghasilkan serat serta, atau karena upaya yang menimbulkan kesenangan. Penggunaan serat ganja sebagai pakaian beralih
fungsi
untuk
dan ganja sebagai obat-obatan telah dikonsumsi
sehari-hari,
menimbulkan efek negatif bagi para penggunanya.
19
AR, Sudjono dan Bony Daniel, loc. cit, h.72.
sehingga
15
Ganja dapat mendatangkan sensasi dan kenikmatan. Selain itu , ganja juga mempunyai efek negatif baik dalam aspek fisik, psikologis dan sosial b) Hasis Adalah tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika Latin dan Eropa yang biasanya digunakan para pemadat kelas tinggi. Penyalahgunaannya adalah dengan menyuling daun hasis untuk diambil sarinya dan digunakan dengan cara dibakar. 2) Narkotika Semi-sintetis Adalah berbagai jenis narkotika alami yang diolah dan diambil zat adiktifnya (intisarinya) agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran. Berbagai jenis narkotika semi-sintetis yang disalahgunakan adalah sebagai berikut : a) Kokain Adalah alkoloida yang diperoleh dari daun erythroxylon koka Adapun ciri-ciri tanaman koka sebagai berikut: 1. Merupakan tanaman perdu; 2. Dapat mencapai tinggi 1,5 meter; 3. Tanaman berkayu dan bercabang; 4. Letak daun berselingan, melekat pada tangkai batang; 5. Bentuk bulat telur.20
16
Daun tanaman koka dipergunakan oleh penderita untuk kesurupan. Penderita percaya bahwa lewat kesurupan membiarkan mereka menerima ramalan sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut. Hal ini biasanya dipergunakan oleh suku Inca.21 Kokain berupa kristal putih untuk pertama kalinya dapat diisolir di Jerman pada tahun 1857, kokain yang sering disalahgunakan biasanya dicampur dengan zat lainnya seperti gula dan likodain. Penyalahgunaanya bisa melalui berbagai cara seperti ditelan, dihisap melalui hidung, dicampur dengan rokok atau disuntikan.22 Efek mengkonsumsi kokain akan dirasakan setelah 20 (dua puluh) menit kemudian. Pemakai kokain akan merasakan efek yaitu merasa hebat, gembira, bersemangat, hiperaktif, pikiran terang, energi makin bertambah, kesiagaanya sangat aktif dan kemampuan bicaranya lancar. Setelah efek stimulant mencapai puncaknya, kondisi pemakai kokain akan cepat menurun disertai dengan munculnya kecemasan, kelelahan, depresi, jantung berdebar-debar, tekanan darah naik, pupil mata melebar, keringat berlebihan, kedinginan serta mual dan muntah. Bila mengkonsumsi kokain dihentikan maka akan segera muncul gejala ketagihan kokain, jika segera tidak dipenuhi dapat menimbulkan alam perasaan yang depresif seperti murung, sedih dan ingin bunuh
20
Gumilang A, 1993, Kriminalistik Pengetahuan tentang Teknik dan Taktik Penyidikan, Cet. X, Angkasa, Bandung h.111. 21
22
Ibid, h.14.
Arif Hakim M, 2004, Bahaya Narkoba-Alkohol : Cara Islam Mencegah, Mengatasi dan Melawan, Nuansa, Bandung, h.44.
17
diri. Selain itu juga muncul gejala lelah, lesu, tidak berdaya, kehilangan semangat dan gangguan tidur.23 b) Opium (Candu) Adalah getah berwarna putih seperti susu yang keluar dari buah/bijih tanaman papaver somniferum yang belum masak. Bila buah/bijih opium ditorehkan maka akan keluar getah putih yang bila dikeringkan akan menjadi bahan seperti karet yang berwarna kecoklat-coklatan. Bila dikeringkan lebih lanjut, dapat dihaluskan menjadi serbuk opium. Di dalam perdagangan gelap, candu mentah dibungkus dengan kantong plastik seberat 2-4 kilogram atau sebelum dibungkus dengan daun lalu dilapisi dengan kertas cellopene, yang pada akhirnya dikemas dengan kain waterproof berwarna sawo matang. Candu mentah dibersihkan dan diolah sehingga diperoleh candu masak. Terdapat dua macam candu masak yaitu sebagai berikut : 1. Candu masak dingin (cingko) 2. Candu masak hangat (jicingko) Warna candu masak adalah coklat tua dan coklat kehitaman, yang baunya sama dengan candu merah tapi bau langunya sudah lebih halus dan murni serta lebih manis apabila dicicipi.24 Candu masak
23
Ibid.
24
Algin Monthe, Narkotika, Alkohol dan Masalahnya, CV. Tarigan Bukit Mulya, Jakarta,
h.212.
18
diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan penghisap-penghisap candu. Alat penghisap candu berbentuk pipa cangklong panjang. c) Morfin (morphine) Adalah zat utama berkhasiat narkotika yang terdapat pada candu mentah. Morfin adalah salah satu alkaloid yang terdapat pada candu mentah. Morfin diperoleh dengan cara mengolah candu mentah secara kimia. Daya kerja morfin dipekirakan 5-10 kali lebih kuat dari opium. Hampir tidak pernah ditemukan morfin dalam bentuk murni. Morfin selalu dicampur dengan bahan lain.25 Morfin merupakan zat yang menyerupai bedak/tepung berwarna putih dan rasanya pahit. Pada pemakaian yang teratur akan cepat timbul toleransi dan ketergantungan. Morfin menekan pusat pernapasan yang terletak pada batang otak sehingga menyebabkan pernapasan terhambat dan dapat menyebabkan kematian. Orang yang mengkonsumsi morfin akan merasa kering pada mulutnya, seluruh badannya hangat, anggota badan terasa berat, merasa gembira berlebihan (euphoria), rasa batin yang tertekan menjadi hilang, merasa santai, mengantuk. Morfin juga dapat menyebabkan kekejangan pada daerah perut, muka memerah dan timbulnya rasa gatal pada bagian hidung akibat pelepasan histamine dalam sirkulasi darah dan sembelit.26
25
Arif Hakim M, loc.cit.
19
d) Heroin (Putauw) Heroin dihasilkan dari bahan baku morfin , asam cuka anhidirid dan asetil klorid, dengan peralatan dan tempat yang sederhana. Serbuk heroin dihasilkan dari getah bunga tanaman candu melalu proses ekstrasi. Pada umumnya heroin dapat berupa serbuk, tepung, kristal dan batangan yang padat dan keras. Serbuk heroin kadang berwarna putih, kadang berwana kecoklat-coklatan (Brown Sugar). Daya kerja heroin 5-10 kali lebih kuat daripada morfin, lebih cepat dan mudah menimbulkan ketergantungan. Ada empat jenis heroin yang beredar dipasar gelap, antara lain : 1. Heroin nomor 1, bentuknya masih berupa bubuk atau gumpalan berwarna kuning tua sampai coklat, jenis ini sebenarnya sebagian besar masih berupa morfin dan merupakan hasil ekstraksi pertama dari opium. Heroin jenis ini dinamakan Red Sugar 2. Heroin nomor 2, berupa bubuk yang berwarna abu-abu, putih dan masih merupakan bentuk transisi dari morfin yang belum murni tetapi sudah dipasarkan untuk rokok dan bila terpaksa untuk injeksi. 3. Heroin nomor 3, merupakan bubuk berbentuk butir-butir kecil (Granula), kebanyakan berwarna agak abu-abu, tetapi juga kadang berwarna lain oleh pembuatnya sebagai ciri khas. Butir-butir kecil ini biasanya masih dicampur kafein, barbital dan kinin. 4. Heroin nomor 4, bentuknya berupa kristal khusus yang disuntikan.
26
h.10.
Dwi Yanni L, 2001, Narkoba Pencegahan dan Penggunaannya, PT. Gramedia, Jakarta,
20
Serbuk heroin yang banyak dikonsumsi oleh para generasi muda di Indonesia, biasanya disebut Putauw. Ada dua cara memakai putauw. Pertama, dengan cara dihisap melaui kertas yang digulung sesudah putauw dibakar diatas kertas timah. Hal ini biasanya disebut Ngedrag. Kedua, dengan cara disuntikan setelah putauw dilarutkan dalam air yang dipanaskan pada sendok makan. Inilah yang disebut Nyipet.27 3) Narkotika Sintetis Adalah narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia dan digunakan untuk pembiusan atau pengobatan bagi mereka yang mengalami ketergantungan narkoba. Narkotika sintetis berfungsi sebagai pengganti sementara untuk mencegah relaps sehingga penyalahguna dapat menghentikan ketergantungannya. Adapun contoh dari narkotika sistetis adalah : a) Petidin b) Methadon Narkotika Golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi. Karenanya tidak diperbolehkan penggunaanya untuk terapi pengobatan, penelitian dan pengembangan pengetahuan. Narkotika yang termasuk golongan ini adalah ganja, kokain, morfin, opium dan lain sebagainya Narkotika Golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Meskipun demikian
27
Arif Hakim M, loc.cit.
21
penggunaan narkotika golongan II untuk terapi atau pengobatan sebagai pilihan terakhir jika tidak ada pilihan lain. Narkotika yang masuk golongan ini adalah benzetidin, betametadol, petidin dan turunanya, dan lain-lain. Narkotika Golongan III adalah jenis narkotika yang memiliki daya adiktif atau potensi ketergantungan ringan dan dapat dipergunakan secara luas untuk terapi atau pengobatan dan penelitian. Narkotika yang masuk golongan ini adalah kodein dan turunannya, methadon, naltrexone dan sebagainya. Penyalahgunaan global dan kemudahan akses dari narkotika telah menjadi semakin kompleks, karena sebagai akibat dari rute perdagangan telah menjadi lebih pendek, lebih beragam dan lebih mudah dilalui. Perdagangan narkotika dan masalah–masalah yang terkait terus tumbuh disebagian besar dunia. Perdagangan narkotika melibatkan petani, produsen, kurir, pemasok, pedagang dan pengguna.
2.3 Pengertian Kejahatan Pada umumnya sekarang orang menganggap bahwa dengan adanya krimonologi di samping ilmu hukum pidana, pengetahuan tentang kejahatan menjadi lebih luas. Karena dengan demikian orang lalu mendapat pengertian baik tentang
pengertiannya
mengenai
timbulnya
kejahatan
dan
cara-cara
pemberantasannya, sehingga memudahkan penentuan adanya kejahatan dan bagaimana menghadapinya untuk kebaikan masyarakat dan penjahatanya itu sendiri. Ilmu hukum pidana dan krimonologi seperti pandangan diatas, lalu merupakan pasangan, merupakan dwitunggal. 28
22
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Pidana
(KUHP)
sendiri
tdak
mendefinisikan secara jelas mengenai kejahatan. Adapun Kitab Undang-undang Pidana telah mengatur sejumlah delik kejahatan dalam Pasal 104 hingga Pasal 488. Definisi “Kejahatan” menurut R.Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum. Pidana serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal” (1985, Penerbit Politeia) membedakan pengertian kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni sudut pandang secara yuridis sudut pandang sosiologis. Dilihat dari sudut pandang yuridis, menurut R. Soesilo, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Dilihat dari sudut pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.29 Usaha untuk mengurangi kejahatan yang terutama ialah tindakan pencegahan kejahatan yang harus diintegrasikan ke dalam pembangunan ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan, karena sejarah telah membuktikan, bahwa Jepang selain berhasil dalam pembangunan ekonomi, juga berhasil menekan pertambahan jumlah kejahatan dengan melaksanakan sistem pertahanan sosial (social defense) yang dikaitkan dengan pembangunan ekonominya.30
28
Moeljatno, 2009, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 16
29
Anandito Utomo, 2013, “Definisi Kejahatan dan Jenis-jenis Kejahatan Internet”, Serial Online Mei, URL : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl294/definisi-kejahatan-dan-jenisjenis-kejahatan-internet, diakses tanggal 12 Juni 2015 30
Zainal Abidin Farid, 2010, Hukum Pidana 1, Sinar Grafika, Jakarta, h.15.
23
Crime prevention (pencegahan Kejahatan sesungguhnya telah lama dikenal dan dianjurkan oleh beberapa orang kriminolog, namun barulah meluas setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNO) pada tahun 1955 meletakkan di atas pundaknya tugas pimpinan dunia dalam mengkoordinasikan serta meningkatkan usaha guna memberantas dan mencegah kejahatan. Yang dimaksud dengan pencegahan kejahatan dilukiskan dengan tepat oleh Abdul Nasution sebagai berikut : “Pencegahan kejahatan adalah bersifat luas, yang bukan hanya mencakup sistem peradilan pidana (kepolisian preventif, represif, penyidikan, penuntutan, pengadilan dan eksekusi) dan perlakuan terhadap para pelanggar hukum (tahanan dan narapidana) saja, tetapi juga segala tindakan untuk mencegah efek sampingan berupa kejahatan dalam pelaksanaan pembangunan di suatu negara.” 31 Pembangunan yang dilakukan tanpa memperhitungkan efek sampingan sebagai kejahatan yang ditimbulkan oleh pembangunanitu sendri pada satu pihak memang dapat meningkatkan kemakmuran rakyat, tetapi disamping itu, kejahatan-kejahatan yang dapat timbul itu menggerogoti kembali segala hasil yang telah diperoleh dengan susah payah tersebut. Disamping cara pencegahan kejahatan berupa perbaikan sistem peradilan pidana yang baik, peningkatan partisipasi masyarakat, perbaikan perundangundangan, perbaikan keadaan rakyat di bidang soal ekonomi, peningkatan koordinasi antara aparat penegak hukum, pencegahan kejahatan harus pula diintegrasikan
ke
dalam
perencanaan
pembangunan
menanggulangi efek sampingan pembangunan nasional.
31
Ibid, h. 16.
nasional
untuk
24
2.3.1
Kejahatan Penyalahgunaan Narkotika
Masalah penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidisipliner, multisektor dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam ilmu kedokteran, sebagian besar narkotika digunakan sebagai pengobatan, namun apabila disalahgunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi jika sertakan dengan peredran dijalur illegal akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Hubungan antar bangsa di dunia yang juga bertambah pesat, berawal dari penjajah dunia barat yang berhasil menemukan zat psikoaktif pada bangsa-bangsa di benua Asia, Afrika dan Amerika yang secara kondusif memperlancar penyebaran di wilayah-wilayah tersebut. Dewasa ini, kemauan di bidang teknologi telekomunikasi dan media massa yang begitu cepatnya, berimplikasi pada tersebarnya psikoaktif dan semakin dikenal umat manusia, serta semakin bertambah pada kasus-kasus penyalahgunaan narkotika.32 Penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis narkotika secara berkala atau teratur di luar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial. Ketergantungan dengan narkotika adalah suatu keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis sehingga tubuh memerlukan narkotika. Apabila
32
Mardani, op.cit, h. 92.
25
pemakainya dihentikan pengguanaan narkotika tersebut maka akan timbul gejala putus zat (withdrawal symptoms). Oleh karena itu pemakai akan selalu berusaha memperoleh narkotika yang dibutuhkannya dengan cara apapun agar dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan normal. Pengguna zat psikoaktif pada satu sisi terkadang memiliki keterkaitan dengan keadaan suatu masyarakat. Hal ini disebabkan, beberapa zat tertentu dibenarkan pemakaiannya oleh masyarakat tertentu pula, karena berrhubungan dengan adat dan keberagaman. Sedangkan zat yang sama ditentang oleh bangsa lain. Adakalanya zat tertentu dipakai kebiasaan, tanpa adanya penilaian baik atau buruknya
masyarakat
tersebut,
pada
tahap
selanjutnya
justru
diakui
keberadaannya. Atau sebaliknya, yang dulu dianggap biasa, kemudian dikecam. 33 Salah satu jenis narkoba yang ada pada zaman dahulu adalah candu yang digunakan oleh sebagian kecil masyarakat. Candu diperkirakan berasal dari daerah pegunungan Mediterania. Sedangkan di Asia dikenal dengan daerah Segitiga Emas (the Golden Triangle), yang dianggap merupakan tempat terpenting sebagai penghasil narkoba di dunia saat ini. The Golden Triangle adalah daerah perbatasan antar Birma, Thailand dan Laos yang dapat menghasilkan 3/2 candu gelap dunia.34 Pada abad I masehi, di Serides telah digunakan secara jelas tanaman Papaver Somniverum L yang menghasilkan candu, opium, morphine dan heroine
33.
B. A. Sitanggang, 1981, Pendidikan Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika, Karya Utama, Jakarta, h. 64. 34
Ibid, h. 70.
26
sebagai tanaman obat seperti yang ada pada zaman sekarang ini. Penduduk Mesopotamia dan bangsa Assyria oun sudah menanam Papaver Samniverum L tersebut. Dari daerah ini tanaman tersebut menyebar ke arah timur.35 Tindak pidana narkotika begitu membahayakan kelangsungan generasi muda, oleh sebab itu tindak pidana ini perlu ditanggulangi dan diberantas. Marjono
Reksodiputro
merumuskan
penanggulangan
sebagai
untuk
mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat. Selanjutnya Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa: “Kebijakan penanggulangan dalam hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (khususnya hukum pidana). Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undangundang pidana merupakan bagian integral dari kebijakan perlindungan masyarakat serta merupakan bagian integral dari politik sosial. Politik sosial tersebut dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan masyarakat.”36 Pemberantasan tindak pidana narkotika merupakan usaha-usaha yang dilakukan penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, serta konsekuensi yuridis terhadap pelanggaran Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pemberantasan tindak pidana narkotika dihubungkan dengan fakta – fakta sosial. Pound sangat menekankan efektif bekerjanya dan untuk itu ia sangat mementingkan beroperasinya hukum di dalam masyarakat. Oleh karena itu Pound membedakan pengertian Law in book’s di satu
35
Rachman Hernawan S, 1986, Penyalahgunaan Narkotika oleh Para Remaja, PT. Eresco, Bandung, h.7. 36
Arief Amrullah, 2010, Politik Hukum Pidana Dalam Perlindungan Korban kejahatan Ekonomi di Bidang Perbankan, Bayumedia, Jakarta, hal. 22.
27
pihak dan law in action di pihak lain. Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum. Ajaran itu menonjolkan masalah apakah hukum yang diterapkan sesuai dengan pola-pola prikelakuan. Penyalahgunan narkotika tidak hanya melemahkan sistem kekebalan tubuh seseorang, tetapi hal itu juga kerap dikaitkan dengan berbagai perilaku berbahaya seperti pemakaian jarum suntik secara bergantian dan perilaku seks bebas. Kombinasi dari keduanya akan sangat berpotensi menimbulkan resiko tertular berbagai macam penyakit seperti penyakit HIV/AIDS, hepatitis dan beragam penyakit infeksi lainnya. Perilaku berbahaya tersebut biasanya berlaku bagi penggunaan narkotika sejenis heroin, kokain, dan methamphetamine. Dalam perkembangan terkini, penyalahgunaan narkoba menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan banyak kalangan, karena para korbannya mayoritas generasi muda di berbagai wilayah, tidak hanya di kota-kota besar tetapi juga di daerah-daerah terpencil sekalipun dan tanpa memandang status maupun strata sosial. Ini terbukti sampai akhir tahun 1999, korban dari pemakai narkoba telah mencapai 1,3 juta orang, yang notabene sebagian besar dari mereka adalah generasi muda.37
37.
Mardani, op.cit, h.96.