Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 HUKUMAN MATI BAGI PENGEDAR NARKOTIKA DALAM KONTEKS UU NO. 22 TAHUN 1997 DAN PERUBAHAN UU NO. 35 TAHUN 20091 Oleh : Piktor Aruro2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan perubahan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang tindak pidana narkotika dan bagaimanapelaksanaan hukuman mati bagi pengedar narkotika dalam pandanganPancasila. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, maka dapat disimpulkan: 1. Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum menjadi kenyataan, maka proses tersebut harus melibatkan para pembuat dan pelaksana hukum dan juga masyarakat. Dalam proses penegakan hukum (law enforcement),menurut UU No. 35 Tahun 2009 penerapan suatu sanksi kepada para pengguna dan pengedar tidak hanya terbatas sanksi pidana dan juga tidak selamanya penegak hukum harus memenjarakan sebanyak-banyaknya para pengguna dan pengedar narkotika. Kejahatan Narkoba menghadirkan sebuah undang-undang yang memiliki sanksi pidana yaitu UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (disingkat UU Narkotika) bahwa sanksi pidana dalam undangundang narkotika salah satunya adalah sanksi pidana mati. 2. Hukuman mati tidak bertentangan dengan Pancasila dan hal ini tersebut dilaksanakan terhadap pelaku kejahatan-kejahatan berat yang membahayakan negara dalam arti para pelaku kejahatan tersebut sangat menggangu rasa keadilan masyarakat dan ketertiban umum, hal ini sejalan dengan pandangan bahwa Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek yaitu aspek pribadi dan aspek sosial, oleh karena itu kebebasan setiap dibatasi oleh hak asasi orang lain. 1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Wulanmas A. P. G; Frederik, SH, MH; Harold Anis, SH, MH; Debby Telly Antow, SH,MH. 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 110711438
Kata kunci: Hukuman mati, pengedar narkotika PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Tindak pidana yang berhubungan dengan Narkoba termasuk tindak pidana khusus, dimana ketentuan yang dipakai termasuk di antaranya hukum acaranya menggunakan ketentuan khusus. Disebut dengan tindak pidana khusus, karena tindak pidana narkoba tidak menggunakan KUHPidana sebagai dasar pengaturan, akan tetapi menggunakan UU No 22 dan No 5 tahun 1997 tentang Narkotika dan Psikotropika. Secara umum hukum acara yang dipergunakan mengacu pada tata cara yang dipergunakan oleh KUHAP, akan tetapi terdapat beberapa pengecualian sebagaimana ditentukan oleh UU Narkotika dan Psikotropika. Sebelum membahas secara jelas tentang tindak pdana Narkotika dan Psikotropika kita harus mengetahui pengertian dari narkoba, narkotika dan psikotropika.3 Ketentuan dalam KUHP sendiri juga memungkinkan adanya penyimpangan hukum pidana khusus dari hukum pidana umum baik dari segi hukum pidana materiil maupun dari segi pidana formil disebabkan salah satunya karena adanya dasar yang membolehkan adanya penyimpangan tersebut, yaitu pasal 103 KUHP yang menyatakan, bahwa “ketentuanketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain“.Terdapat dua makna yang terkandung dalam pasal 103 KHUP.Pertama, semua ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap perundang-undangan pidana di luar KUHP sepanjang perundang-undangan itu menentukan lain. Kedua, adanya kemungkinan pengaturan hal-hal tertentu dalam perundangundangan pidana diluar KUHP, karena KUHP tidak mengatur seluruh tindak pidana didalamnya (tidak lengkap dan tidak mungkin lengkap).4 Ketentuan perundang-undangan yang mengatur masalah narkotika telah disusun dan 3
http://kakpanda.blogspot.com/2013/01/tindak-pidananarkotika.html. Diunggah 22 Maret 2015 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 3
181
Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 diberlakukan bahkan disertai dengan ancaman pidana yang serius, namun demikian kejahatan yang menyangkut masalah narkotika ini masih terus berlangsung. Dalam beberapa kasus telah banyak bandar dan pengedar narkotika tertangkap dan mendapatkan sanksi berat berupa pidana mati .5 Hukuman mati merupakan hukuman yang paling berat dijatuhkan oleh Majelis Hakim terhadap tindak pidana tertentu yang diancam dengan hukum mati. Penjatuhan hukuman mati diatur dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), seperti yang dikutip pada pasal 10 tentang jenis hukuman (pemidanaan) dan diatur dalam undang-undang lainnya yang merupakan hukum positif yang berlaku di Indonesia, di antaranya UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.6 Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia bukan semata-mata bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali hak-hak asasi manusia. Namun dalam pelaksanaannya lebih kepada pelaksanaan tanggung jawab negara untuk melaksanakan kewajiban negara melindungi warga negaranya. Setiap tindakan yang diperbuat oleh warga negara apabila perbuatan melenceng dari Undang-Undang yang berlaku maka orang itu akan menerima hukuman seperti yang tertera dalam Undang-Undang yang berlaku.7 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana penegakan hukum menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan perubahan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang tindak pidana narkotika ? 2. Bagaimanapelaksanaan hukuman mati bagi pengedar narkotika dalam pandanganPancasila ? C. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif yaitu penelitian hukum 5
http://e-journal.uajy.ac.id/4961/2/1HK10400.pdf Ibid., hlm. 87 7 Nelvtia Purba – Sri Sulistyawati, 2005, Pelaksanaan Hukuman Mati ; Perspektif Hak Asas Manusia dan Hukum Pidana di Indonesia, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 129 6
182
yang dilakukan berdasarkan norma dan kaidah dari peraturan perundangundangan. PEMBAHASAN A. Penegakan hukum menurut UndangUndang No. 22 Tahun 1997 dan perubahan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang tindak pidana narkotika Dampak dari penyalahgunaan Narkoba tidak dapat dianggap sepele sama halnya dengan Korupsi dimana keduanya sama-sama mengancam kemajuan Bangsa, sudah menjadi komitmen negara-negara anggota ASEAN yang telah dideklarasikan, bahwa “Asean bebas narkoba tahun 2015” yang juga merupakan issue global, dan komitmen tersebut juga tertuang dalam Visi Badan Narkotika Nasional (BNN) yang terbentuk pada tahun 2002 dan kemudian diikuti dengan Badan Narkotika Provinsi (BNP) juga Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK).Statistik tindak pidana Narkoba secara umum tidak menunjukan penurunan sedikitpun, padahal pemerintah telah berupaya keras untuk menurunkan angka tersebut, misalnya dengan pembentukan lembaga khusus yang diharapkan dapat mengkoordinasikan berbagai instansi terkait untuk pencegahan, penegakan hukum, rehabilitasi dan lain-lain terhadap Narkoba. Kita ketahui juga ancaman pidana dalam beberapa Undang-undang (UU) diantaranya UU Narkotika dan UU Psikotropika, dari segi ancaman hukumannya terus ditingkatkan bahkan berlipat-lipat seperti sebelumnya dalam UU No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang kemudian diganti dengan UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Namun dalam kenyataan masih belum dapat menurunkan jumlah kasus tindak pidana Narkoba, bahkan jumlahnya terus melambung tinggi, maka kemudian pada tahun 2009 kembali UU tersebut diganti lagi dengan UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika bahkan dalam UU tersebut telah ditetapkan ancaman hukuman minimal.8 Berbagai sumber pemberitaan media yang merupakan peryataan-peryataan para aparatur 8
http://revoinstitute.blogspot.co.id/2010/06/penagakanhukum-terhadap-tindak-pidana.html.diungga pada 25 september 2015
Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 penegak hukum diberbagai kabupaten dan menyebutkan bahwa jumlah kasus Narkoba terus meningkat, pada awal tahun 2010 inipun jumlahnya terus mengalami peningkatan, bahkan adapula yang ikut memprediksi kenaikan jumlah tersebut. Berikut adalah kutipan-kutipan pernyataan pemerintah maupun aparatur penegak hukum berkaitan dengan meningkatnya angka tindak pidana Narkoba.Kasus Narkoba masih menjadi trend atau masih dominan di antara beberapa kasus kejahatan ataupun pelanggaran lainnya dan itupun hanya sebatas kasus yang terungkap atau terdata sedangkan sudah bukan rahasia lagi sejumlah kasus Narkoba yang diselesaikan secara “damai” sehingga dengan begitu jumlah kasus tersebut tidak terdata dark number.9 Pemberantasan Narkoba tentunya tidak dapat ditekan jika aparat penegak hukum hanya fokus pada level para pengguna, bahkah seharusnya pengguna maupun pecandu ditempatkan sebagai korban ataupun pasien yang harus direhabilitasi maka dengan begitu yang menjadi target operasi kepolisian adalah para pengedar/bandar. Logikanya dengan menangkap pengguna maka tentunya dapat membantu untuk menangkap pengedarnya yang kemudian pengguna dengan kategori tertentu diberi vonis rehabilitasi seperti yang diamanahkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2009 tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi dan bagi pengedarnya diberikan sanksi pidana secara tegas bahkan jika mencukupi syarat dapat langsung divonis hukuman mati.Dengan begitu maka dapat terwujud tujuan pemidanaan yaitu sebagai tindakan preventif dan represif, jangan malah sebaliknya para pengguna ditangkap kemudian damai dan bebas sedangkan para penjual atau pengedar hanya sesekali yang tertangkap, bagi mereka yang tertangkap dan harus mendekam dipenjara juga hanya merupakan korban penegakan hukum, disebut korban karena mereka yang tidak memiliki banyak uang dan akses terhadap penegak hukum.10 Penegakan hukum juga harus dilaksanakan dengan profesional dan transparan maka
sepantasnya “sapu yang digunakan untuk membersihkan harus bersih dulu” hal tersebut dimulai dari rekruitmen yang profesional juga rakyat harus diberikan akses informasi yang seluas-luasnya agar dapat melakukan pengawasan dan terlibat secara langsung dan aktif dalam upaya pemberantasan Narkoba. Jika tidak penegakan hukum terhadap kasus Narkoba akan terus dijadikan jaringan bisnis. Selain itu juga diharapkan pemerintah dapat menyediakan panti-panti rehabilitasi yang representatif dengan fasilitas dan SDM yang memadai dan didukung dengan metode penyembuhan yang telah teruji agar korban maupun para orang tua tidak ragu untuk membawa anaknya menjalani proses rehabilitasi tersebut. Sebagai fungsi koordinasi BNP harus dapat lebih agresif dalam upaya pemberantasan Narkoba walaupun kita memahami anggaran yang disediakan untuk BNP masih belum memadai, namun dapat berarti jika dimanfaatkan dengan efektif, tidak hanya semata acara-acara seremonial dan lomba-lomba tanpa follow up, BNP harus menyadari betul akan Visi, Misi dan Tujuannya agar dalam penyusunan program-program kerjanya dapat semakin mendekati tujuannya tidak hanya sekedar jalan ditempat. 11 Seperti yang dikemukakan oleh Friedman three elements of legal system bahwa terdapat tiga unsur penting dalam penegakan hukum yaitu Struktur, Substansi dan Budaya, dimana ketiga unsur tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya maka Pemerintah harus mampu untuk mengkonsolidasikan ketiga unsur tersebut jika tidak maka satu sama lainnya dapat saling melemahkan sehingga penegakan hukum hanya sebatas teori saja yang didapat dibangku perkuliahan.12 Kejahatan Narkoba menghadirkan sebuah undang-undang yang memiliki sanksi pidana yaitu Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika (disingkat UU Narkotika) bahwa Sanksi Pidana dalam UU Narkotika salah satunya adalah Sanksi Pidana Mati, UU Narkotika mengatur mengenai kebijakan sanksi pidana bagi pelaku penyalahgunaan narkoba yang dibagi kedalam dua kategori yaitu pelaku sebagai “Pengguna” dan/atau “Pengedar”.
9
11
10
12
Ibid., hlm. 2 Ibid., hlm. 4
Ibid., hlm 5 Ibid., hlm 6
183
Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 Terhadap pelaku sebagai pengedar dimungkinkan dikenakan Sanksi Pidana yang paling berat berupa Pidana Mati seperti yang diatur dalam pasal 114 ayat (2).Sanksi Pidana Mati merupakan hukuman yang terberat dalam hukum pidana di Indonesia, untuk kasus seperti kejahatan narkoba tentu diharapkan penerapan Pidana Mati diterapkan secara konsisten dalam peradilan di Indonesia melihat dampak yang dilahirkan sangat merugikan negara terlebih individu itu sendiri.Namun dalam penerapannya tidak berjalan seperti yang diharapkan, banyaknya pelaku kejahatan khususnya para produsen, bandar maupun pengedar mendapat keringanan hukuman seperti grasi, putusan peradilan yang meringankan.13 B. Pelaksanaan Hukuman Mati Bagi Pengedar Narkotika Dalam Pandangan Pancasila 1. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Filsafat Negara (philosofische Gronslag) dari negara, ideologi negara atau (staatsidee). Untuk mengetahi pandangan Pancasila terhadap hukuman mati tersebut harus dilihat melalui sila demi sila antara lain : 1. Hukuman mati dan Ke Tuhanan Yang Maha Esa Mengemukakan masalah hukuman mati dan Ke Tuhanan Yang Maha Esa adalah tidak mungkin tampa memahami lebih dahulu tentang Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Setiap kepercayaan dan keyakinan bersumber pada Ke-Tuhanan Yang Maha Esa tersebut, diyakini oleh agama untuk memberikan kepercayaan kepada negara atau pemerintahan sebagai pelaksana dari penjelasan dalam agama tersebut.Dipandang dari sila Ke Tuhanan Yang Maha Esa bahwa hukuman mati diperkenakan terhadap penjahat-penjahat yang berat yang menggangu keamana negara terutama ketentraman rakyat. 2. Hukuman Mati dan Perikemanusiaan
13
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/v iew/3089. Diunggah pada 8 Oktober 2015
184
Untuk menjelaskan hukuman mati dan perikemanusiaan, hurus ditinjau apakah hukuman mati dari aspek kemanusiaan merupakan perbuatan yang kejam, karena perikemanusiaan melarang perbuatanperbuatan yang kejam.Aspek perikemanusiaan justru diadakan untuk melindungi hak-hak asasi, dan bukan diadakan untuk melindungi orang-orang yang tidak mempunyai perikemanusiaan, karena dasar keadilan hukuman mati adalah perikemanusiaan yang menjaga dari tindakan yang tidak berwenang. 3. Hukuman Mati dan Persatuan Indonesia (Kebangsaan) Persatuan Indonesia menegaskan tanah air kita Indonesia adalah satu dan tidak dapat dibagi-bagikan.Persatuan Indonesia mencerminkan susunan negara nasional yang bercorak Bhineka Tunggal Ika.Dikemukakan bahwa persatuan Indonesia (Kebangsaan) dikaitkan dengan hukuman mati dapat dipakai sebagai alat untuk mencegah pemberontakan yang mengancam persatuan Indonesia mengadakan pemberontakan bersenjata terhadap pemerintah yang sah. 4. Hukuman Mati dan Kerakyatan (Demokrasi) Setiap pemimpin yang menjalankan pemerintahan yang diktaktor menindas asas-asas kerakyatan sehingga masyarakat tidak dapat bertindak untuk menyelenggarakan kepentingan bersama dan tidak tercipta pemerintahan yang adil, jika pemerintahan digulingkan maka rakyat menutut supaya dijatuhi hukuman mati, tuntutan dapat didengar dimana-mana negara jika terjadi rampasan wewenang terhadap seseorang diktator. 5. Hukuman Mati dalam keadilan Sosial Pemberian hukuman mati dalam asas keadilan sosial akan lebih jelas lagi jika dihubungkan dengan pendapar Prof. Drijarkoro bahwa keadilan sosial adalah perikemanusiaan sepanjang dilaksanakan dalam suatu bidang yaitu bidang ekonomi atau bidang penyelenggaraan perlengkapan dengan syarat-syarat hidup kita. Demi perikemanusiaan tidak dapat bertindak sedemikian cara, sehingga manusia lain
Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 tidak mempunyai perlengkapan dansyarat hidup yang cukup.14 Pidana mati memang suatu pidana yang memiliki ciri yang khas, bersifat istimewa, dan berbeda dengan jenis pidana pokok lainnya.Pidana mati sekali dijalankan, tidak mungkin untuk diubah atau diperbaiki lagi, jika ternyata ada kekeliruan atau kekhilafan atau ditemukan unsur “novum”(baru) dalam kasus tersebut. Dengan perkataan lain, sekali eksekusi pidana mati telah dijalankan, orang yang sudah kehilangan nyawa itu, tidak mungkin dihidupkan lagi. Ilmu kedokteran yang secanggih apa pun tidak mungkin bisa menghidupkan orang yang telah ditembak mati.Seperti diketahui, dalam hukum positif Indonesia kita mengenal adanya hukuman mati atau pidana mati.Salah satu diantarannya adalah KUHP Indonesia yang mana membatasi kemungkinan menjatuhkan pidana mati kepada kejahatan yang berat (extra ordinary).Pidana mati yang merupakan salah satu jenis hukum pidana (sebagaimana tertulis dalam Pasal 10 KUHP) perlu mendapat tempat dalam pemberantasan kejahatan.Adapun pidana mati dapat dilakukan untuk menghukum orang yang telah melakukan perbuatan yang besar.15 2. Pandangan Falsafah Pancasila Tidak Mengenal Adanya Hukuman Mati Indonesia tidak perlu menganut adanya Hukuman Mati, karena bertentangan dengan Pancasila yang sangat menjunjung tinggi nilainilai perikemanusiaan dan perikeadilan yang beradab.“Sebagai negara Pancasilais Indonesia harus menghapuskan bentuk hukuman mati, lagipula belum ada bukti korelasi yang dapat meyakinkan bahwa hukuman mati merupakan hukuman yang efektif untuk memberikan efek jera kepada siapapun yang akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan tingkat kriminal dan atau perbuatan kejahatan yang serupa”. Walaupun memang dukungan terhadap hukuman mati didasari argumen yang di antaranya bahwa hukuman mati pantas untuk pelaku pembunuhan sadis, dengan maksud mencegah siapapun untuk membunuh karena akan dikenakan hukuman mati, karena pada hukuman mati si pelaku pasti tidak akan bisa 14
Ibid., hlm. 90 Risky Ariestandi Irmansyah., Op. cit. hlm 88
15
membunuh lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas.16 “Tetapi dalam konteks hukuman mati bagi kurir dan pengedar narkoba, hingga kini pun belum juga membuat efek jera bagi bandar besar dan jaringan mafia narkoba yang sebenarnya. Kadang kita sebagai manusia selama ini selalu hanya melihat kejadian dan peristiwa dari permukaan saja dan apalagi juga sepotong-potong tanpa membaca secara keseluruhan dan utuh, yang sudah menjustifikasi sesuatu yang sebenarnya kita sendiri pun belum tentu tahu dan yakin benar adanya dan apakah sudah benar dan adil keputusannya. Indonesia sebagai negara hukum, seharusnya konsisten dan konsekuen dalam pelaksanaan penegakkan hukum di negeri yang telah menjamin hak hidup dan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, apalagi Pancasila sebagai Falsafah Bangsa dan Negara Indonesia adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum dan produk hukum di republik ini. Lagi pula bahwa tingkat kriminalitas adalah sebenarnya berhubungan dengan kondisi kemiskinan dan tingkat kesejahteraan suatu wilayah dan lingkungan masyarakatnya, termasuk sistem pemerintahan dan politik serta penegakan hukum di negeri itu sendiri, jadi sebaiknya pola pemerintah sebagai aparatur negara jangan pernah suka melempar kesalahan dan tanggungjawabnya kepada yang lain, terutama pula jangan suka menyalahkan masyarakat dan atau warganya, tanpa adanya instrospeksi dan koreksi dari diri badan lembaga pemerintah itu sendiri, untuk memperbaiki sistem pembangunan dan penegakkan hukum yang pada kenyataannya sudah semakin rusak.17 3. Pendapat Pro dan Kontra Terhadap Hukuman Mati di Indonesia a. Pendapat Pro Terhadap Hukuman Mati Hukuman mati merupakan hukum yang tua dan paling kontroversial di seluruh dunia, menjadi pemikiran bagi kaum moralis, teologi, falsafah undang-undang, sosiologi, psikiatris, 16
http://www.portal.binabangunbangsa.com/negarapancasila-tidak-mengenal-hukuman-mati. Diunggah 3 November 2015 17 Ibid., hlm. 2
185
Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 kriminolog, dahulu sehingga masa kini maupun yang akan datang. a) Pendapat Lambrosso dihubungkan dengan teori-teori yang menyatakan bahwa ada orang sejak lahir sudah berbeda dengan orang lain cenderung melakukan kejahatan. Teori born criminal dari Lambrosso mengemukakan bahwa tidak satupun orang faktor dari luar yang dapat memperbaiki orang tersebut, oleh karena itu hukuman mati masyarakat dapat diselamatkan dari tindakan Kriminal orang-orang yang masuk dalam kategori tersebut. Hukuman mati tetap dikenakan di Indonesia.Mahkamah Konsitusi (MK) menegaskan, hukuman mati tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Penjatuhan hukuman mati dalam UU No. 22 Tahun 1997jo UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah dirumuskan dengan hati-hati dan cermat. Permohonan pengajuan Pasal hukuman mati dalam Undang-Undang Narkotika diajukan dua warga negara Indonesia. Edith Yunita Siantur dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia, serta tiga warga negara Australia, Myuran Sukumaran, Andrew Chan, dan Scott Anthony Rush. Warga negara Australia yang termasuk kelompok Bali Nine, tertangkap dan dihukum mati karena pengedar narkotika.Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara ini terbagi dua yaitu. Enam orang hakim konsitusi menilai hukuman mati tetap dikenakan, sedangkan tiga hakim lainnya Laica Marzuki, Achmad Roestandi, dan Maruarar Siahaan, menyebelahi permohonan agar Pasal hukuman itu patut dikatakan sebagai tidak sah.18 b) Beberapa pakar dari akademisi di Indonesia menanggapi tentang judicial review atas UU No. 22 Tahun 1997 jo UU No. 35 Tahun 2009 tentang kejahatan narkotika khususnya hukuman mati yang bertentangan dengan UUD 1945. Dr. Didik Endro Purwo Laksono, SH, MHum dari Universitas Airlangga Surabaya berpendapat bahwa secara umum fungsi hukum pidana antara lain untuk melindungi
kepentingan negara, masyarakat,induvidu kejahatan narkotika telah melanggar kepentingan undang-undang ini. c) Dr. Mahmud Mulyadi, SH, MHum dari Universitas Sumatera Utara menjelaskan bahwa terkait dengan Pancasila yang memuat nilai-nilai agama, hak untuk hidup juga diakui sebagai hak setiap orang. Hanya Allah yang berhakmenentukan hidup matinya seseorang, cara hidup seseorang dan matinya itu, hanya dia sendiri yang menentukan. Artinya penjahat narkotika, memilih cara mati dengan hukuman mati karena telah melakukan kejahatan secara sadar akan hukuman yang akan dijatuhkan. Dikemukakan pada dasarnya hukuman mati terkait dengan Pancasila yang memuat nilai-nilai agama, hak untuk hidup dikenakan sebagai hak setiap orang, tetapi secara hidup dan matinya, hanya manusia itu sendiri yang menentukan. Menyokong terhadap hukuman mati tergantung pada jenis kejahatan kalau penjahat narkotika, maka dia memilih cara mati dengan hukuman mati. Kesalahan kejahatan narkotika dapat dilaksanakan dengan hukuman mati karena hukuman ini masih dilaksanakan di negara Indonesia, penjahat narkotika merupakan kejahatan paling serius yang merusak hidup dan moral generasi bangsa. d) Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa hukuman mati tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar1945 dan menolak judicial review UU No. 22 Tahun 1997 jo UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Adanya penolakan Mahkamah Konstitusi bahwa hukuman mati tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka pertimbangan Mahkamah Konstitusi dapat dijadikan alasan dan sumber undang-undang yang sudah memadaiuntuk menjalankan 19 hukuman mati di Indonesia.
18
19
Nelvitia Pruba – Sri Sulistyawati, Op. cit., hlm 98
186
b. Pendapat Kontra terhadap Hukuman Mati Pelaksana hukuman mati ini ada beberapa pendapat yang dikemukakan yang tidak setuju yaitu :
Ibid., hlm 99
Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 a) Posman Hutapea mengemukakan bahwa hukuman mati dipandang sudah tidak lagi efektif dalam meminimalisir angka kejahatan. Hukuman mati berdampak negatif mengurangi potensi terhukum untuk memperbaiki diri. Pelaksanaan hukuman mati dalam perspektif kemanusiaan dan peradaban dunia dipandang sebagai bentuk yang tidak manusiawi. Negara-negara yang masih melaksanakan bentuk hukuman mati sering kali dipandang masih mempertahankan Undang-Undang yang tidak manusiawi. b) Lili Rasjidi berpendapat bahwa hukuman mati kini mulai dipertanyakan efektivitasnya. Hukuman mati dianggap rendah efektivitasnya untuk memberika effek jera dan mengurangi potensi jerjadinya kejahatan kemanusiaan. Hukuman mati dianggap melanggar hak asasi manusia untuk hidup. Kini, ramai negara-negara yang didunia telah menghapus hukuman mati.20 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum menjadi kenyataan, maka proses tersebut harus melibatkan para pembuat dan pelaksana hukum dan juga masyarakat. Dalam proses penegakan hukum (law enforcement),menurut UU No. 35 Tahun 2009 penerapan suatu sanksi kepada para pengguna dan pengedar tidak hanya terbatas sanksi pidana dan juga tidak selamanya penegak hukum harus memenjarakan sebanyak-banyaknya para pengguna dan pengedar narkotika. Kejahatan Narkoba menghadirkan sebuah undang-undang yang memiliki sanksi pidana yaitu UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (disingkat UU Narkotika) bahwa sanksi pidana dalam undang-undang narkotika salah satunya adalah sanksi pidana mati.
2. Hukuman mati tidak bertentangan dengan Pancasila dan hal ini tersebut dilaksanakan terhadap pelaku kejahatan-kejahatan berat yang membahayakan negara dalam arti para pelaku kejahatan tersebut sangat menggangu rasa keadilan masyarakat dan ketertiban umum, hal ini sejalan dengan pandangan bahwa Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek yaitu aspek pribadi dan aspek sosial, oleh karena itu kebebasan setiap dibatasi oleh hak asasi orang lain. B. Saran 1. Aparat penegak hukum harus cermat dalam menentukan suatu perbuatan mengenai penjatuhan hukuman mati terhadap tindak pidana narkotika. Penegakan hukum dalam konteks tindak pidana narkotika merupakan perbuatan yang melawan hukum yang sudah jelas melangar Undang-Undang, tetapi penjatuhan hukuman mati lebih baik tidak dilakukan terhadap tindak pidana narkotka karena melanggar sumber hukum negara kita. Bagi para penegak hukum mestinya memberikan efek jera juga para pemakai. Karena, tanpa ada permintaan dari pemakai, pengedar juga tidak akan menyediakan narkotika. Seperti hukum ekonomi mengatakan semakin banyak permintaan semakin banyak pula barang yang diproduksi. 2. Sebagai tugas pemerintah dan masyarakat untuk mensosialisasikan narkotika sejak dini untuk generasi penerus bangsa agar supaya generasi penerus bangsa itu tahu mengenai dampak narkotika bagi diri kita. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abintoro Prakoso, 2013, Kriminilogi Hukum Pidana, Edisi Pertama Laksbang Grafika, Yogyakarta. Adami Chazawi, 2013, Pelajaran Hukum Pidana, Ed.1-cet 7, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Andi Hamzah, 2010, Asas-asas Hukum Pidana, Cet 4, Rineka Cipta, Jakarta.
20
Ibid., hlm 100
187
Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 Gatot Supramono, 2009, Hukum Narkoba Indonesia, Ed. Rev.,cet. Ke- 4, Djambatan, Jakarta. Hans Goran Franck Direvisi dan diedit Oleh William A. Schabas, 2002, Hukum Biadab “Penghapusan Hukuman Mati”, Pustaka HAM Raoul Wallenberg Institute Buku 12, Ahli Bahasa : Pratiwi Ambrawati, Editor : Djumantoro Purbo, Penyelesaian Akhir : Hafid Abbas. Juliana Lisa FR-Nengah Sutrisna W, 2003, Narkoba, Psokotropika dan Gangguan Jiwa Tinjauan Kesehatan dan Hukum. Cetakan pertama, Nuha Medika, Yogyakarta. Kaelan, 2010, Pendidikan Pancasila, Edisi Ke-9, Paradigma, Yogyakarta. Nelvtia Purba-Sri Sulistyawati, 2005, Pelaksanaan Hukuman Mati ; Perspektif Hak Asas Manusia dan Hukum Pidana di Indonesia, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta. Rizky Ariestandi Irmansyah, 2013, Hukum, Hak Asasi Manusia Dan Demokrasi, Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta. Satjipto Rahardjo, 2010,Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Genta Publishing, Yogyakarta. Siswanto S, Haji, 2012,Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, Cetakan Pertama, Rineka Cipta, Jakarta. Sukarno Aburaera-Muhadar, Maskun. 2013. Filsafat hukum : Teori dan Praktis, Edisi Pertama, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta., Hlm 179 Teguh Prasetyo, 2013, Hukum Pidana, Ed.1,-cet 4, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta. B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum pidana ( KHUP ) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang R.I No. 39 Tahun 2009, Tentang Narkotika. Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pustaka Mahardika, Yogyakarta. C. Internet http://kakpanda.blogspot.com/2013/01/tindak -pidana-narkotika.html.
188
http://ejournal.uajy.ac.id/4961/2/1HK10400.pdf http://www.filsafatuniversitasindonesia.com/bl og/-argumentasi-moral-menolak-hukumanmati. http://kakpanda.blogspot.com/2013/01/tindak -pidana-narkotika.html. http://amiee43.blogspot.co.id/2013/05/tindakpidana-narkotika.html. http://revoinstitute.blogspot.co.id/2010/06/pe nagakan-hukum-terhadap-tindak-pidana. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrime n/article/view/3089. http://www.portal.binabangunbangsa.com/neg ara-pancasila-tidak-mengenal-hukumanmati.