1. PENDAHULUAN Berbicara mengenai Hukuman Mati, berarti berbicara mengenai Hukum dan UndangUndang serta secara tradisional mencakup segi etis atau idil yang selalu Pro dan Kontra dari berbagai prespektif, baik dari segi individu, sosial, agama dan dari hukum itu sendiri. Indonesia sebagai Negara yang berdaulat dan beradab sampai sekarang masih menerapkan Hukuman Mati sebagai, Pidana tertingggi dan terberat bagi para pelaku-pelaku kejahatan yang telah dinilai melalui prostitusi Hukum pantas mendapat eksekusi. Pengertian Hukuman mati: 1. Dalam kamus besar Indonesia, hukuman mati diartikan dengan: “Hukuman yang dijalankan dengan membunuh (menembak, menggantung) orang-orang yang bersalah.” 2.
Dalam Ensiklopedia Indonesia, diartikan dengan sebagaimana tergantunghukuman pidana Indonesia adalah “ Hukuman pokok yang paling berat.”
3. Dari Kamus istilah Pidana, diartikan dengan: “Pidana yang dijatuhkan terhadap orang yang berupa pencabutan nyawa berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukuman yang tetap.” 4. Ensiklopedi Islam, diartikan dengan “Qishas, dalam hukum Islam memberikan perlakuan yang sama terhadap pelaku tindak pidana sebagaimana ia melakukannya (terhadap korban).1 Di Indonesia sebagai negara yang memiliki pluralitas agama, muncul berbagai perspektif yang membawa kontroversi pro dan kontra terhadap hukuman mati. Tentu pada umumnya berpedoman dari bebagai segi etis dan norma-norma. Pihak yang kontra terhadap hukuman mati beranggapan bahwa ini merupakan hal yang tidak manusiawi. Hal ini juga didukung dengan pinsip Pancasila, khususnya sila ke 2 mengenai kemanusiaan yang adil dan beradab, dan bahwa hanya Tuhanlah yang berhak mencabut nyawa seseorang. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa pihak-pihak yang kontra ini menjunjung tinggi humanistik. Sedangkan pihak yang pro pada umumnya beralasan bahwa hukuman mati pantas dijatuhkan kepada pelaku kejahatan yang melakukan tindak kejahatan tertentu. Pihak yang pro beranggapan bahwa jika tidak ditindak 1
Asmarawati Tina, Hukuman Mati dan Permasalahan di Indonesia, (Jogjakarta: Deepublish 2013), 3.
pidana melalui hukuman mati maka pelaku kejahatan akan mengulang kejahatannya. Perspektif dari berbagai pihak menuai banyak perdebatan dari beberapa kalangan, bahkan banyak telah terjadi demo-demo dan aksi-aksi penolakan yang menuntut penghapusan hukuman mati di Indonesia. 2. LATAR BELAKANG Secara hukum, pidana mati di Indonesia berlaku bersamaan dengan dimulainya UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan ditegaskan lagi dalam Peraturan Hukum Pidana UU No. 73 Tahun 1958 tentang berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 untuk seluruh wilayah NKRI yang mengubah Wetboek van Strafrecht voor Nederlansch Indie menjadi Wetboek van Strafrecht yang dikenal dengan Kitab UU Hukum Pidana sekarang ini. Kitab UU Hukum Pidana sampai saat ini masih mencantumkan pula hukuman mati sebagai salah satu jenis pidana pokok (Strafrecht) disamping pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda (Pasal 10 Kitab UU Hukum Pidana). Wacana setuju dan tidak setuju pidana di Indonesia telah berlangsung cukup lama, pasang surutnya seirama dengan perkembangan hukum di Indonesia.2 Dalam KUHP, dengan mengingat UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan ditegaskan lagi dalam Peraturan Hukum Pidana UU No. 73 Tahun 1958 Nomor 127, maka perbuatan-perbuatan pidana yang diancam dengan pidana mati ialah: Pasal 104 (pasal 105) membunuh kepala Negara. Pasal 111 ayat (2), mengajak Negara asing untuk menyerang Indonesia. Pasal 124 ayat (3), memberi pertolongan kepada musuh waktu Indonesia dalam keadaan perang. Pasal 340, pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu. Pasal 365 ayat (4), pencurian dengan kekerasan oleh dua orang atau lebih berkawan, pada waktu malam atau dengan jalan membongkar dan sebagainya, yang menjadikan orang luka atau mati.
2
Ibid, 5-6
Pasal 444, pembajakan di laut, di pesisir, di pantai dan di sungai sehingga ada orang mati.3
Bebera paperaturan di luar KUHP mengancamkan pidana mati bagi pelanggarnya. Peraturan-peraturan itu antara lain: 1. Pasal 2 Undang-Undang No.5 (PNPS) Tahun 1959 tentang wewenang Jaksa Agung / Jaksa Tentara Agung dan tentang memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana yang membahayakan pelaksanaan perlengkapan sandang pangan. 2. Pasal 2 Undang-Undang No. 21 (Prp) Tahun 1959 tentang memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana ekonomi. 3. Pasal 1 ayat 1 Undang-UndangDarurat No. 12 tahun 1951 tentang senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak. 4. Pasal13 Undang-Undang No. 11 (PNPS) Tahun 1963 tentang pemberantasan kegiatan subversi. Pasal 23 Undang-Undang no. 31 T ahun 1964 tentang ketentuan pokok tenaga atom. 6. Pasal 36 ayat 4 sub b Undang-Undang no. 9 tahun 1976 tentang Narkotika 7. Undang-Undang No.4 Tahun 1976 tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan. Dalam konsep Rancangan KUHP 1991/1992 terdapat beberapa macam tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, antara lain: 1. Pasal 164 tentang menentang ideology Negara Pancasila :Barangsiapa secara melawan hukum dimuka umum melakukan perbuatan menentang ideology negera Pancasila atau Undang-Undang Dasar 1945 dengan maksud mengubah bentuk Negara atau susunan pemerintahan sehingga berakibat terjadinya keonaran dalam masyarakat, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan paling rendah lima tahun. 2. Pasal 167 tentang maker untuk membunuh presiden dan wakil presiden 3. Pasal 186 tentang pemberian bantuan kepada musuh. 4. Pasal 269 tentang terorisme :
3
J.E Sahetapy, Pidana Mati dalam Negara Pancasila,( Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2007), 27.
Ayat 1 : Dipidana karena melakukan terorisme, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan paling rendah tiga tahun, barang siapa menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap target-target sipil dengan maksud menimbulkan suatu suasana terror atau ketakutan yang besar dan mengadakan intimidasi Pada masyarakat, dengan tujuan akhir melakukan perubahan dalam system politik yang berlaku. Ayat2 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan paling rendah lima tahun, jika perbuatan terorisme tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain. Ayat3 :Dipidana pidana mati atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun dan paling rendah lima tahun, jika perbuatan terorisme tersebut menimbulkan bahaya baginyawa orang lain dan mengakibatkan matinya orang. Dalam Pasal 1 Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan telah disahkan menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dinyatakan bahwa : “Terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan Negara dengan mambahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda, dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral, peradaban, rahasia negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas umum atau fasilitas internasional.” 3. ISI 3.1. Hukuman Mati menurut Pandangan Agama a. Agama Islam Hukuman mati Didalam Islam disebabkan oleh kejahatan-kejahatan yang berat sifatnya, yang melanggar ketentraman umum, ketertiban hidup dan keseragaman bermasyarakat seperti membunuh seseorang dengan sengaja dan direncanakan tanpa satu alasan/sebab yang dapat diterima dengan akal yang sehat
dan hukum yang ada dan pula memenuhi syarat-syarat tertentu yang dibutuhkan sesuatu hukuman. 4 Hukuman menurut Islam dibagi dalam dua kelompok, yakni; hukuman yang disebabkan oleh balas dendam pribadi, dan hukuman atas melakukan kejahatan terhadap agama dan disiplin militer. Yang lebih ditekankan disini adalah kejahatan terhadap agama. Tindakan-tindakan yang telah dilarang dan dikenai sanksi hukuman menurut Al-Quran dipandang sebagai kejahatan terhadap agama. Tindakan-tindakan itu adalah perzinaan (zina); imbangnya, yaitu tuduhan palsu terhadap perbuatan zina (qadzf); minum minuman keras (syurb al-khamr); pencurian (sariqah); dan perampokan (qath’ath-thariq). Hukuman yang ditetapkan bagi mereka yang melakukan kejahatan ini disebut hadd (bentuk jamaknya huddud), yaitu peraturan Allah yang bersifat membatasi par excellence ; yaitu hukuman mati, baik dengan lemparan batu atau rajam (hukuman yang lebih berat bagi para pezina), maupun dengan penyaliban atau dengan pedang (bagi perampokan yang disertai pembunuhan); potong tangan dan/atau kaki (bagi perampok tanpa pembunuhan, dan bagi pencuri); dan dalam kasus-kasus yang lain, hukuman cambuk dengan jumlah cambukan yang bervariasi. 5 Hudud yang paling berat hukumannya, adalah hukuman mati dan hukaman mati tersebut pada umumnya diberikan kepada beberapa kejahatan terbesar oleh kacamata islam, yakni Perzinahan, Pembunuhan, Homoseksual dan orang yang Murtad. Namun, hukuman ini bisa gugur dengan beberapa alasan, misalnya dalam kasus pembunuhan, jika si pembunuh tidak diketahui maka prosedur lama qasamah, semacam compurgation (sejenis pengadilan kuno yang mana si tertuduh dapat memanggil 11 orang untuk bersumpah menurut keyakinan mereka atas ketidakbersalahan mereka). Hukuman mati juga bisa gugur apabila si pembunuh dimaafkan oleh ahli waris yang terbunuh, yaitu dasar perdamaian kedua belah pihak dengan diwajibkan pembayaran dyat yakni pengganti yang diberikan oleh pihak si pembunuh kepada pihak yang terbunuh. Pelaku zina baru bisa dihukum kalau ada empat orang yang langsung menyaksikan. Pencuri 4 5
Fachruddin. Fuad Mohd, Islam Berbicara Hukuman Mati, (Jakarta: Mutiara, 1981),11 Schacht, Joseph, Penganatar Hukum Islam, Bandung: Nuansa, 2010, 249
dihukum kalau dia terbukti mencuri bukan karena lapar. Pembuktian ini menjadi sangat penting dalam Islam. Sampai-sampai Rasulullah saw memerintahkan untuk tidak melakukan hukuman pidana kalau masih ada keraguan di dalamnya. . Pada Intinya Hudud adalah sanksi-sanksi atas kemaksiatan yang telah ditetapkan kadarnya dan menjadi hak Allah untuk menentukan hukumannya. Umumnya mencegah orang berbuat maksiat, untuk tidak kembali kepada kemaksiatan yang telah ditetapkan hududnya. Dalam masalah hudud, tidak ada pemaafan baik dari hakim ataupun terdakwa. Karena hudud adalah hak Allah. Tidak seorangpun yang berhak menggugurkannya dalam kondisi apapun. Namun dalam pengambilan keputusannya dalam melaksanakan Hudud untuk Hukuman mati, Islam tidak begitu saja mengeksekusi namun harus diteliti bukti-bukti nyata dengan seksama, sesuai dengan persyaratan dan persetujuan dari berbagai pihak yang dirugikan. Di dalam Islam, hukuman tidak berangkat dari pendapat manusia atau kesepakatan manusia saja. Karena apa yang ada dalam pandangan manusia memiliki keterbatasan. Seringkali apa yang dalam pandangan manusia baik, sebenarnya belum tentu baik. Demikian juga, apa yang dalam pandangan manusia buruk, sebenarnya belum tentu buruk. Sehingga bagi umat Islam, harus mengembalikan penilaian baik atau buruk, terpuji dan tercela menurut pandangan syariat Islam. Apabila diaplikasikan secara keseluruhan, hukum Islam telah terbukti dapat menciptakan kedamaian dan kemakmuran masyarakat. Itu adalah jalan keluar yang ditawarkan Islam untuk menangani masalah tersebut. b. Agama Kristen Selama ini ada tiga pandangan dasar tentang hukuman mati yang diterima luas di kalangan Kristen maupun nonkristen. Ketiga pandangan tersebuat adalah:6 Rehabilitasionisme: Tidak ada hikuman mati bagi kejahatan apa pun. Intisari dari sikap ini adalah bahwa tujuan keadilan adalah rehabilitasi dan bukan retribusi (nyawa diganti nyawa). Keadilan bersifat 6
Geisler. Norman L, Etika Kristen: Pilihan dan Isu, (Malang: Literatur Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT), 2011)
memperbaiki, bukan bersifat membalas. Menurut para pendukung teori ini, tanggapan Yesus terhadap wanita yang kedapatan berzinah menunjukkan bahwa Yesus menolak hukumn mati (Yoh. 8:1-11).Tetapi Alkitab sepertinya tidak mendukung pandangan ini. Tujuan utama keadilan bukanlah rehabilitasi melainkan penghukuman (Kel. 20:3; 34:7; Yeh. 14:4, 20). Inti hukuman mati terwujud dalam kematian Kristus (1Pet. 3:18). Lagi pula hukuman mati sudah ada sebelum hukum Musa diturunkan (Kej. 9:6). Harus juga dimengerti bahwa kasih dan hukuman tidak bertentangan. Allah itu kasih sekaligus adil. Mengenai tanggapan Yesus terhadap wanita yang kedapatan berzinah bukanlah bukti bahwa Yesus menolak hukuman mati. Yesus justru sedang mengajarkan bahwa ini bukanlah kejahatan besar yang menghilangkan nyawa seseorang. Lagipula dalam kasus tersebut Yesus sedang mengajar agar mereka tidak boleh sembarang menghakimi seseorang. Rekonstruksionisme: Hukuman mati bagi semua kejahatan besar. Pandangan ini percaya bahwa hukuman mati dilakukannya setiap macam pelanggaran-pelanggaran besar, sosial, keagamaan, atau moral yang tertulis dalam perjanjian lama (Pembunuhan, menghina, saksi dusta, penyembah berhala, menghujat, tukang sihir, nabi palsu, murtad, melanggar hari sabat, homoseksual, berzinah, pemerkosaan, inses, mengutuki orang tua, dll). Mereka percaya hukum moral Allah dinyatakan kepada Musa dan tidak pernah dibatalkan. Kelompok ini juga sering mengutip perkataan Yesus dalam Matius 5:17-18 untuk membenarkan bahwa PB mendukung hukuman mati untuk semua kejahatan besar. Ada beberapa keberatan mengenai pandangan rekonstruksionisme. Tidak keseluruhan kesepuluh firman diulang dalam PB. Lagi pula sebenarnya Yesus meniadakan hukum-hukum dalam PL dengan cara menggenapinya, bukan menghancurkannya. Ditambah lagi, Rasul Paulus berkata bahwa orang Kristen tidak berada di bawah hukum Taurat (Roma 6:18). Hukum Musa diberikan hanya kepada bangsa Israel (Ibrani 7:11).
Jika kita masih hidup di bawah hukum Taurat maka kita juga hidup di bawah kutukan-kutukannya juga (Gal.3:10). Artinya, hukum Taurat hanya
berperan
hingga
Yesus
kristus
tiba.
Singkat
kata,
Rekonstruksionisme tidak mendapatkan dukungan penuh dari Alkitab. Retribusionisme: Hukuman mati untuk beberapa kejahatan besar. Pandangan ini berpendapat bahwa hukuman mati adalah sah untuk beberapa kejahatan, yaitu, kejahatan-kejahatan besar yang mengakibatkan kematian pada orang yang tidak bersalah. Mayoritas kelompok konservatif dan sebagian Injili memegang pandangan ini. Retribusionisme dimaksudkan
untuk
menghukum,
bukan
memperbaiki
atau
melindunginya. Kejadian 9:6 sangat jelas berkata: “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya sendiri.
Hukum Perjanjian Lama dalam tradisi orang Israel memerintahkan hukuman mati untuk berbagai kejahatan diantara lain, yaitu: Pembunuhan (Keluaran 21:12), penculikan (Keluaran 21:16), hubungan seks dengan binatang (Keluaran 22:19), perzinahan (Imamat 20:10), homoseksualitas (Imamat 20:13), menjadi nabi palsu (Ulangan 13:5, pelacuran dan pemerkosaan (Ulangan 22:4) dan berbagai kejahatan lainnya. Dalam Alkitab, terlebih khusus dalam Perjanjian Lama tercatat beberapa ayat ini yang memaparkan bahwa hukuman mati adalah tindakan yang dibenarkan oleh Allah. Namun yang menjadi pertentangan terhadap terhadap ayat-ayat ini adalah jika Allah membenarkan hukuman mati, mengapa Allah melarang manusia untuk membunuh (Ulangan 5:17)?. Daud melakukan perzinahan dan pembunuhan, namun Allah tidak menuntut untuk nyawanya diambil (2 Samuel 11:1-5; 14-17; 2 Samuel 12:13). Allah tetap melindungi Kain, meskipun ia telah membunuh Habel adiknya sendiri. Dalam Yesus, memperlihatkan sosok Allah yang penuh kasih, dengan mengajarkan manusia untuk hidup saling mengasihi seperti mengasihi diri sendiri. Jadi, walaupun dalam tradisi-tradisi yang tercatat dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, hukuman mati beberapa kali dilaksanakan, namun disisi lain Allah sebenarnya menolak hukuman mati. Hukuman mati, seperti hukum rajam, penyaliban dan sebagainya adalah
hukum yang dibuat manusia, hasil dari kebudayaan Yahudi maupun Yunani. Allah tetap mengasihi orang-orang yang telah melakukan kejahatan. Allah tetap menghukum mereka dan mereka pantas mendapat hukuman, namun nyawa merekapun berharga bagi Allah. Untuk itulah Allah menawarkan pertobatan dan pengampunan bagi mereka. Yesus menunjukan bahwa hukum Kasih adalah, inti dari seluruh ajaran kekristenan. Oleh sebab itu sangat jelas bahwa, hukuman mati menuurut agama Kristen adalah tindakan yang salah. 3.2.Hukuman Mati menurut Pandangan Hukum Akhir-akhir ini banyak media masa yang menyiarkan berita tentang pidana mati. Ada yang pro ada pula yang kontra. Sesungguhnya kontroversi hukuman mati sudah dimulai lebih kurang sejak abad ke-17. Pidana manti dulu kala lazimnya dilakukan secara “extra mural”, Artinya dilaksanakan diluar tembok penjara, pada waktu itu pelaksanaan hukuman mati melalui tiang gantung dengan seorang algojo sebagai pelaksana, pelaksanaan pidana mati dilakukan di lapangan terbuka agar orang lain dapat melihat dengan tujuan memberikan rasa takut terhadap para calon penjahat7. Bagaimana pidana mati di Indonesia? Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem hukum mati. Dari 22 negara di dunia tercatat sekitar 2.148 orang telah di ekekusi mati di 22 negara pada tahun 2005, tapi 94% dari data tersebut hanya dulakukan oleh 4 negara yaitu Iran, Tiongkok, Saudi Arabia dan Amerika Serikat. Sudah banyak kasus di Indonesia yang berakhir dengan vonis hukuman mati. Secara yuridis, pelaksanaan hukuman mati terhadap Amrozi Cs. dan ratusan terpidana mati lain, didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Putusan mana didasarkan pada ketentuan hukum positif yang berlaku, seperti KUHP, UU No 7/Drt/1955, UU No 22 Tahun 1997, UU No 5 Tahun 1997, UU No 31 Tahun 1999, UU No 26 Tahun 2000, dan lain sebagainya. Dari kenyataan ini, terlihat bahwa penerapan hukuman mati di Indonesia semakin menunjukkan kecederungan yang meningkat dilihat dari peningkatan jumlah peraturan perundang-undangan yang mengatur hukuman mati. Undang-undang tentang hukuman mati sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda yang terus dipertahankan saat pembentukan Undang-Undang Dasar bahkan hingga saat ini. Walaupun di Belanda sendiri, pidana mati
7
Sahatapy.J.E, PidanaMatidalam Negara Pancasila (Bandung :PT. Citra Aditya Bakti, 2007),71.
sudah dihapuskan sejak 1870, namun di Indonesia pidana mati dipertahankan dengan pertimbangan kolonial (pasal 340 KUHP). Kini bergantung kepada kemandirian para hakim dengan kebebasan yang dibatasi dengan undang-undang dan dengan berpedoman pada hati nurani untuk menjatuhkan hukuman mati atau tidak, akan tetapi bagaimana dengan terorisme dan narkoba? Ini bergantung kepada kebijakan politik, selain para hakim yang sudah disinggung diatas, bergantung juga sejauh mana “wisdom” dari presiden yang memiliki kata terakir dalam soal grasi dalam pelaksanaan pidana mati, kalau masih ada wisdom itu, kejahatan terorisme dilakukan berdasarkan suatu keyakinan tertentu, oleh karena itu para teroris tidak akan gentar terhadap ancaman pidana8. Sampai saat ini pro dan kontra masih berlanjut tentang hukuman mati. Dukungan hukuman mati didasari pada argumen, seperti hukuman mati untuk pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena takut dengan hukuman yang sangat berat. Jika dengan hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga membunuh lagi bagi yang tidak jera, dengan hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum mati. Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus
berulang
kali
melakukan
kejahatan
karena
ringannya
hukuman.
Sedangkan penolakan terhadap hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku saja? tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban sendiri, keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban. Artinya alasan ham hanya dipandang dari sisi pelaku pembunuhan saja. Sementara ham dari pihak korban tidak diperhatikan. Beberapa filsafat memandang tujuan penghukuman atau pidana sebagai bentuk pembalasan dan pemberi rasa takut atau efek pencegah (deterrent effect) bagi orang lain agar tidak melakukan kejahatan serupa di kemudian hari. Di sisi lain, ada pula yang memandang hukuman sebagai cara untuk memperbaiki dan memberi efek jera bagi si pelaku sehingga tidak mau lagi melakukan perbuatan serupa di kemudian hari. Menurut pandangan pertama, tujuan hukuman baru akan terwujud apabila pelaku kejahatan diganjar dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan semakin berat
8
Ibid., 72-73.
hukuman akan semakin membuat orang takut melakukan kejahatan. Hukuman mati, mungkin akan membuat kejahatan si pelaku terbalaskan setidaknya bagi keluarga korban dan akan membuat orang lain takut melakukan kejahatan karena akan diancam dengan hukuman serupa. Namun hal itu jelas tidak akan dapat memperbaiki diri si pelaku dan membuat dirinya jera untuk kemudian hidup menjadi orang baik-baik, karena kesempatan itu sudah tidak ada lagi disebabkan dirinya sudah dimatikan sebelum sempat memperbaiki diri. Di Indonesia sendiri, hak hidup secara tegas dilindungi oleh konstitusi yakni UUD 1945.Dalam pasal 28 A hasil amandemen kedua dijelaskan: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Di dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua dijelaskan: Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum yang berlaku adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaam apapun. Dalam pandangan hukum, hukuman mati dilaksanakan dengan tujuan untuk melindungi hak hidup, dalam hal ini untuk melindungi hak hidup bagi orang banyak. Sehingga pelaku kejahatan yang mengancam atau mengusik hak tersebut dapat diberikan hukuman mati.
3.3. Refleksi a. Pertanyaan etis. Apa arti hidup seseorang? Perintah Keenam “Menghargai Hidup” dalam buku J.Verkuyl yang berjudul Etika Kristen Kapita Selekta membahas mengenai sikap manusia terkhususnya orang Kristen yang harus menghargai hidupnya sebagai anugerah kasih setia dari Tuhan kepada setiap manusia dengan hati yang penuh syukur. Konsekuensi dari penerimaan dan penghargaan setiap manusia khususnya sebagai orang Kristen terhadap hidup ialah: 1) Menerima dan menghargai manusia Manusia juga diminta untuk menerima dan menghargai sifat badani yang diberikan oleh Tuhan dengan membaktikannya kepada Tuhan bukan untuk merusaknya.
Tuhan juga
menginginkan manusia untuk menerima fungsi dan kekuatan jiwa yang diletakkan oleh Tuhan di dalam diri manusia dengan hati yang penuh syukur dan digunakan sesua dengan yang Tuhan kehendaki.
2) Memelihara kesehatan Manusia diharapkan dapat menjaga dan memelihara dirinya agar tetap sehat supaya dengan kesehatan badan dan jiwa tersebut, manusia dapat hidup, bekerja dan melayani selama yang Tuhan kehendaki. 3) Memberantas penyakit Dengan hidup yang telah Tuhan berikan, Ia juga meminta agar manusia tidak hanya memelihara kesehatannya untuk tetap sehat dan bisa berkarya,tetapi meminta supaya manusia juga bisa memberantas danberjuang melawan penyakit. Pemberantasan tersebut dapat dilakukan dengan cara bergumul dalam doa untuk memohon kesembuhan tanpa mencoba mendesak dan memaksa Tuhan untuk memberi kesembuhan. 4) Menerima kegembiraan hidup Tuhan juga tidak hanya meminta manusia untuk menerima dan menghargai hidup tetapi Ia juga meminta manusia untuk menerima kebahagiaan dan kegembiraan hidup yang berasal dari, oleh, dan kepada Allah. 5) Menerima hidup dengan segala segala kemungkinannya Tuhan juga menginginkan manusia untuk dapat menerima hidup yang dianugerahkan Tuhan dengan
segala kemungkinan, kesempatan dan bakat tertentu supaya manusia dapat
mengembangkan dan memakai bakat yang sudah dianugerahkan Tuhan kepada kita. .
Kesimpulan dari refleksi kami menjawab pertanyaan etis ini adalah, manusia dapat
menemukan arti hidupnya apabila, ia sendiri menyadari dirinya adalah anugrah yang berharga bagi Allah dan juga sesama. Yesus telah mengorbankan nyawanya yang berharga, demi menyelamatkan manusia yang tidak menghargai hidupnya karena melakukan dosa. Nyawa Yesus adalah anugrah dan kesempatan manusia untuk memperbaharui diri dan menghargai hidup sebagai anugrah dari Allah sehingga manusia dapat menemukan arti hidupnya dengan mengucap syukur atas kesempatan menjalani hidup ini.
b. Siapakah yang punya Hak untuk mengakhiri hidup manusia? Selain diajak untuk mengenal konsekuensi dari penerimaan dan penghargaan hidup yang telah dianugerahkan Tuhan, setiap manusia juga diingatkan untuk menghargai hidup dengan cara “Janganlah membunuh”. Hal-hal yang harus diperhatikan dari larangan jangan membunuh yaitu:
1. Janganlah bunuh diri Kehidupan yang dimiliki setiap manusia bukanlah milik manusia itu sendiri tetapi juga milik Tuhan sehingga Tuhan melarang manusia itu membunuh dirinya karena kekuasaan atas hidup dan mati itu sendiri terletak dalam tangan Tuhan. Namun, Tuhan sendiri telah meletakkan tanggungjawab kepada manusia atas hidupnya sendiri. Jadi manusai diberi kebebasan dan mempunyai kebebasan atas dirinya tetapi kebebasan itu harus disertai dengan tanggungjawab kepada Tuhan atas apapun yang diperbuatnya. Bahwa bunuh diri itu sendiri termasuk dalam dosa yang berat terhadap Tuhan karena dianggap sebagai pemberontakan terhadap Tuhan. Namun, bunuh diri itu sendiri juga tidak dapat dianggap sebagai dosa yang tidak diampuni seperti yang diakui oleh gerea Katolik Roma karena sikap tersebut dianggap sebagai sisa dari rasa takut dalam agama suku daripada kesadaran akan Injil Yesus Kristus. Orang-orang dapat melakukan bunuh diri misalnya karena malu, atau memang dnegan sengaja telah merencanakan tindak bunuh diri dengan cara tidak memperhatikan kesehatannya. Bunuh diri juga terjadi bukan hanya untuk keadaan jasmaniah saja tetapi juga keadaan rohaniah misalnya orang-orang yang tidak mengembangkan dan menggunakan bakat dan talenta yang diberikan Tuhan kepada mereka. 2. Tentang mengorbankan nyawa orang lain Tindak bunuh diri juga bisa dilakukan karena ingin menyelamatkan nyawa orang lain dengan mengorbankan nyawanya sendiri. Namun, Tuhan sendiri tidak akan membiarkan umatNya dicobai jika pengorbanan nyawa seseorang untuk orang lain tersebut merupakan tindakan yang disengaja untuk bahan percobaan. 3. Janganlah bunuh sesamamu manusia Dalam tindakan bunuh sesama manusia ini dapat disebabkan oleh beberapa hal misalnya permusuhan, dendam, curiga, keguguran yang disengaja, suntikan mati oleh dokter kepada pasien yang sakit keras, jiwa yang cacat, membunuh karena membela diri dan pedang yang dipegang pemerintah yang diberikan Tuhan kepada pemerintah yang sebenarnya digunakan untuk melindungi hidup rakyat bukan digunakan untuk membunuh. Kesimpulan dari refleksi kami menjawab pertanyaan etis ini adalah, Tuhan meminta kita supaya jangan hanya menerima hidup kita sendiri tetapi juga menghargai hidup orang lain sebagai anugerah dari Tuhan karena sesama manusia adalah suatu pemberian dari Tuhan kepada kita. Tuhan meciptakan sesama manusia agar kita tidak hidup sendiri. dan agar ada
hubungan antara Tuhan-manusia-sesama manusia. Tuhan juga menginginkan agar kita memandang orang lain yang baginya Yesus telah mati di kayu salib, jadi keselamatan dan penebusan itu bukan hanya milik kita pribadi tetapi milik sesama manusia juga. Intinya Tuhan yang sudah menganugerahkan kehidupan kepada kita manusia sehingga manusia harus saling menghargai hidup manusia lainnya. jadi karena hidup itu anugerah dari Tuhan maka yang berhak mengambil kehidupan itu sendiri adalah pemberi kehidupan itu sendiri dan kembali kepada Allah itu sendiri.
3.4. Kesimpulan Dari sudut pandang etika kristen, manusia harus menghargai sesamanya baik terutama kehidupan sesama manusia itu sendiri karena kehidupan yang diterima oleh setiap manusia merupakan anugerah dari Allah yang anugerah itu hanya bisa diambil oleh Allah sebagai pemberi kehidupan. Hukuman mati bukanlah satu-satunya cara untuk menegakkan hukum atau aturan di suatu negara karena jika ditinjau dari sudut pandang etika kristen manusia harus saling menghargai kehidupan dan keberadaan manusia lainnya sebagai anugerah yang Tuhan berikan oleh karena itu, manusia tidak berhak dan tidak diperintahkan untuk mengambil kehidupan sesamanya manusia karena yang berhak mengambil kehidupan setiap manusia adalah sang pemberi kehidupan itu sendiri yaitu Allah. Jadi, karena ketidakberhakan manusia untuk mengambil kehidupan orang lain maka untuk menegakkan hukum di suatu negara untuk memberantas kejahatan tidak harus dengan cara hukuman mati tetapi lebih baik mematikan sikap atau karakter jahat yang ada dalam diri orang tersebut.