BAB II TINJAUAN TEORI
A. Teori Medis 1.
Konsep Dasar Masa Nifas a.
Definisi Masa nifas (puerpurium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil).Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis (Sulistiyawati,2009). Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil.Lama masa nifas ini 6-8 minggu. Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimun) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi waktu dalam yang relatif (Purwanti,2012). Masa nifas (puerpurium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan (Saleha,2009). Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu(Varney,2009).
b. Tahapan Masa Nifas
1) Periode immediate postpartum Masa segera setelah plasenta lahir dengan sampai 24 jam.Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan pasca atonia uteri.Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia,tekanan darah dan suhu. 2) Periode early postpartum(24 jam-1 minggu ) Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,tidak ada pendarahan,lokea berbau busuk,tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik. 3) Periode late postpartum (1 minggu – 5 minggu) Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta melakukan konseling KB(Saleha,2009). c. Asuhan dalam Masa Nifas 1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi Dengan diberikan asuhan,ibu akan mendapatkan fasilitas dan dukungan dalam upaya untuk menyesuaikan peran barunya sebagai ibu. 2) Pencegahan,diagnosa dini dan pengobatan komplikasi pada ibu Dengan diberikannya asuhan pada ibu nifas, kemungkinan munculnya permasalahan
dan
komplikasi
akan
lebih
cepat
terdeteksi
sehingga
penanganannya pun dapat lebih maksimal. 3) Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu Meski ibu dan keluarga mengetahui ada permasalahan kesehatan pada ibu nifas yang memerlukan rujukan, namun tidak semua keputusan yang diambil
tepat,misalnya mereka lebih memilih untuk tidak datang kefasilitas pelayanan kesehatan karena pertimbangan tertentu. 4) Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu,serta kemungkinan ibu untuk mampu melaksanakan perannyadalam situasi keluarga dan budaya yang khusus Pada saat memberikan asuhan nifas,keterampilan seorang bidan sangat dituntut dalam memberikan pendidikan kesehatan terhadap ibu dan keluarga. 5) Imunisasi ibu terhadap tetatus Dengan pemberian asuhan yang maksimal pada ibu nifas.Kejadia tetatus dapat dihindari,meskipun untuk saat ini angka kejadian tetanus sudah banyak mengalami penurunan. 6) Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak,serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak saat bidan memberikan asuhan pada masa nifas,materi dan pemantauan yang diberikan tidak hanya sebatas pada lingkup permasalahan ibu,tetapi bersifat menyeluruh terhadap ibu dan anak (Sulistiyawati,2009). d. Tujuan Asuhan Masa Nifas Tujuan dari pemberian asuhan kebidanan pada masa nifas adalah sebagai berikut: 1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya,baik fisik maupun psikologis 2) Mendeteksi masalah,mengobatidan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun banyinya. 3) Memberikan
pendidikan
kesehatan
tentang
perawatan
kesehatan
diri,nutrisi,KB,cara dan manfaat menyusui,imunisasi,serta perawatan bayi sehati-hari.
4) Memberikan pelayanan KB(Mufdilah,2009). e. Peran Bidan pada Masa Nifas Peran dan tangung jawab bidan dalam masa nifas sebagai berikut: 1) Memberi dukungan yang terus-menerus selama masa nifas yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ibu agar mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama persalinan dan nifas. 2) Sebagai promotor hubungan yang erat antara ibu dan bayi secara fisik maupun psikologi. 3) Mengkondisikan ibu untuk menyusui bayinya dengan cara meningkatkan rasa nyaman(Anggraini, 2009). f. Perubahan-perubahan yang terjadi selama nifas Perubahan fisiologis 1) Involusi Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi lahir sehingga mencapai keadaan semula seperti sebelum hamil. Proses involusi terjadi karena adanya: a) Autolysis Yaitu penghancuran otot-otot uterus yang tumbuh karena hiperplasi dan jaringan otot membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebaldari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula. b) Aktifitas otot-otot
Yaitu adanya kontraksi dan retraksi dari otot setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta. c) Ischemia Yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus(Saleha,2009).
2) Lochea Lochea merupakan suatu cairan atau secret yang keluar dari kavum vagina dimasa nifas. Macam-macam lochea antara lain: a) Lochea rubra ataulochea krueta Berwarna merah segar; terdiri atas darah segar, sisa selaput ketuban, sel desidua, vernik lanugo dan mekonium; terjadi selama dua hari postpartum. b) Lochea sanguilenta Berwarna merah kekuningan berisi cairan dan lendir, terjadi pada hari ke3-7 postpartum. c) Lochea serosa Berwarna kuning,kadang tidak berwarna, terjadi pada hari ke7-14 postpartum. d) Lochea alba Cairan berwarna putih, terjadi pada lebih dari 6 minggu postpartum. e) Lochea purulenta
Keluar
cairan
seperti
nanah,
berbau
busuk,
menunjukkan
adanya
infeksi(Anggraini,2010). 3) Endometrium Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasidan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5mmmempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan pada bekas implantasi plasenta. 4) Servik Perubahan yang terjadi pada servik ialahbentuk servik sedikit menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan servik berbentuk semacam cincin(Sulistiyawati,2009). 5) Sistem pencernaan Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium amat penting bagi gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalium karena meningkatnya kebutuhan kalium pada ibu(Saleha,2009). 6) Sistem perkemihan Pelvis ginjal dan ureter yang tertegang dan berdilatasi selama kehamilan kembali normal pada minggu keempat setelah melahirkan. Perkemihankurang lebih 40%
wanita nifas mengalami proteinuria yang non patologis sejak pasca melahirkan (Sujiatini,2009). 7) Sistem endokrin Selama proses kehamilan dan persalinan terhadap perubahan sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon
yang berperan dalam proses tersebut
(Purwanti,2012). g. Perubahan tanda-tanda vital Tanda-tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah sebagai berikut: 1) Suhu Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat celsius. Sesudah partus dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celsius dari keadaan normal, namun tidak akan lebih dari 8 derajat celsius. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu 38 derajat celsius, mungkin terjadi infeksi pada klien(Saleha,2009). 2) Nadi dan pernafasan Nadi berkisar antara 60-80 denyutan per menit setelah partus dan dapat terjadi bradikardi. Bila terdapat takikardi dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada pendarahan berlebih atau vitium kordis pada penderita. Pada nifas umumnya denyut nadi stabil dibandingakan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan sedikit meningkat setelah partus kemudian akan kembali seperti keadaan semula(Purwanti,2012).
3) Tekanan darah Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam ½ bulan tanpa pengobatan(Sulistiyawati,2009). h. Komplikasi pada nifas Masa nifas merupakan masa yang paling rawan bagi ibu, sekitar terjadi 60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 25% dari kematian ibu pada masa nifasyang terjadi pada 24jam pertama setelah persalinan (Saleha,2009). 1) Infeksi nifas Infeksi puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia setelah persalinan, biasanya pada endometrium bekas insersi plasenta. 2) Pendarahan nifas 3) Infeksi saluran kemih 4) Puting susu lecet 5) Payudara bengkak 6) Mastitis 2. Perdarahan postpartum primer a) Pengertian 1) Perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang volumenya melebihi 400500 cc, kondisi dalam persalinan menyebabkan sulit untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pakaian atau kain alas tidur. Pada periode ini pasca persalinan, sulit untuk menentukan terminologi berdasarkan persalinan yang terdiri dari kala I dan IV
sehingga memerlukan adanya pengawasan yang intensif dan penanganan yang tepat untuk mencegah terjadinya syok perdarahan (Nugroho,2012). 2) Perdarahan postpartum merupakan perdarahan 500 ml setelah bayi lahir. Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat (Prawiroharjo,2009). b) Klasifikasi klinis Menurut Anggraini (2010:90), perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi dua yaitu: 1) Perdarahan postpartum primer (Early Postpartum Hemorrhage) perdarahan postpartum primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dengan jumlah 500 cc atau lebih setelah kala III. 2) Perdarahan postpartum sekunder (Late postpartum Hemorrhage) perdarahan postpartum sekunder adalah perdarahan yang terjadi sesudah 24 jam pertama dengan jumlah 500 cc atau lebih.
c) Etiologi Penyebab perdarahan postpartumantara lain : 1) Retensio sisa plasenta Sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga
rahim
(Nugroho,2012).
yang
dapat
menimbulkan
perdarahan
postpartum
2) Inversio uteri Merupakan keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun keluar lewat ostium uteri eksternum, yang bersifat inkomplit sampai komplit ( Nugroho,2012). 3) Laserasi jalan lahir Merupakan robekan yang terjadi pada perineum, vagina atau uterus dapat terjadi secara spontan maupun akibat tindakan manipulatif pada pertolongan persalinan (Taufan,2009) 4) Retensio plasenta Merupakan keadaan belum lahirnya plasenta hingga atau lebih 30 menit setelah bayi baru lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus(Prawiroharjo,2009). 5) Atonia uteri Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir(Prawiroharjo,2009). 3) Atonia uteri a) Pengertian Atoni uterus adalah uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan postpartum (Anggraini,2010). Atonia uterus adalah kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan
tidak mampu menjalankan kemampuan dalam fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan yang tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan. Miometrium lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari pendarahan pasca persalinan. Sekitar 50-60% perdarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia uteri (Yanti,2009). b) Faktor predisposisi Menurut Yanti (2009:226-229), faktor-faktor predisposisi atoni uterus antara lain: 1) Induksi oksitosin atau augmentasi 2) Persalinan dan pelahiran cepat atau presipitus 3) Kala satu dua persalinan yang memanjang 4) Grande multiparitas
5) Mempunyai riwayat atonia uterus/pendarahan persalinan lalu 6) Kelainan uterus 7) Hipertensi dalam kehamilan 8) Infeksi uterus-anemia berat 9) Penggunaan oksitosin yang berlebih 10) Pimpinan kala III yang salah
c) Tanda dan gejala 1) Uterus tidak berkontraksi 2) Perdarahan segera setelah plasenta lahir d) Diagnosis Uterus membesar dan lembek saat dipalpasi e) Pemeriksaan 1) Pemeriksaan fisik: pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, ekstremitas dingin serta nampak darah keluar dari vagina terus menerus. 2) Pemeriksaan obstetri: mungkin kontraksi uterus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. f) Tindakan persiapan. Antisipasi pendarahan pascapartum segera sebagai akibat atonia uterus memungkinkan bidan mengambil tindakan persiapan yang paling cepat untuk
mencegah dan mengontrol sebanyak mungkin pendarahan yang hilang. Tindakan persiapan tersebut mencakup di bawah ini: 1) Buat keputusan tentang dan hati-hati mengenai tempat pelahiran. 2) Wanita memiliki kombinasi dua atau lebih faktor predisposisi, wanita harus dibawa ke rumah sakit. 3) Ingatkan dokter konselen untuk mewaspadai kemungkinan perdarahan pascapartum sehingga mereka siap menerima panggilan jika diperlukan. 4) Ingatkan staf keperawatan terhadap kemungkinan perdarahan pascapartum dan minta mereka sudah mengambil dan siap memberi resep kepada anda untuk obat-obat oksitosin yang digunakan segera setelah pelahiran plasenta. 5) Pastikan infus intravena dimulai dengan jarum 16guage dan rute vena ini paten pada saat persalinan. Gunakan dekstrosa 5% dalam larutan RL. 6) Periksa golongan darah dan lakukan silang persiapan unuk mendapatkan darah jika diperlukan. 7) Pastikan kandung kemih kosong pada saat pelahiran(Prawiroharjo,2009). g) Langkah penatalaksanaan Pendarahan harus minimal jika uterus wanita berkontraksi dengan baik setelah pelahiran plasenta. Tetapi, sebaliknya jika ada aliran menetap(seperti aliran kecil) atau pancaran kecil darah dari vagina, bidan harus mengambil langkah berikut untuk menangani kedaruratan ini: 1) Periksa konsentrasi uterus, yang merupakan langkah pertama, karena 80-90% pendarahan pascapartum segera berhubungan dengan atonia uterus.
2) Jika uterus bersifat atonik, masase untuk menstimulasi kontraksi sehingga pembuluh darah yang mengalami pendarahan pada sisi plasenta akan berligasi. 3) Jika uterus gagal berkontaksi segera setelah masase dilakukan: a) Masase uterus+ pemberian uterotonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU dalam 500 ml Dextrosa 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jam kemudian, suntikan prostaglandin. b) Lakukan kompresi bimanual sebagai tambahan stimulasi kontraski uterusyang meligasi pembuluh darah pada sisi plasenta, kompresi bimanual memberi tekanan kontinus pada vena uterus dan segmen bawah uterus, yang merupakan tempat lain perdarahan. c) Pastikan IV paten, atau meminta perawat memulai dengan jarum 16-gauge dan dektrosa 5% dalam larutan RL yang ditambahkan 10 unit pitocin per 500ml larutan. Jika wanita terpasang IV paten, minta perawat menambahkan pitocin kelarutan IV dengan proposi yang telah ditulis. 4) Jika pendarahan wanita tidak terkendali: a) Minta perawat untuk melakukan panggilan ke dokter konsulen anda. b) Lanjutkan kompresi bimanual. c) Meminta perawat untuk memantau tekanan darah wanita dan nadi untuk tanda-tanda syok. 5) Periksa plasenta untuk memastikan jika ada fragmen plasenta atau kotiledon tertinggal dan untuk menetapkan apakah eksplorasi uterus perlu dilakukan. 6) Jika fragmen plasenta atau koteledon hilang, lakukan eksplorasi uterus. Uterus harus benar-benar kosong agar dapat berkontraksi secara efektif.
7) Jika uterus kosong dan berkontraksi dengan baik, tetapi perdarahan berlanjut, periksa wanita untuk mendeteksi laserasi servik, vagina, dan purperium karena ini mungkin penyebab perdarahan. Ikat sumber perdarahan dan jahit laserasi. 8) Jika wanita mengalami syok(penurunan tekanan darah; peningkatan denyut nadi; pernafasan cepat dan dangkal; kulit dingin lembab, posisikan wanita pada posisi syok trendelenbrug, selimuti dengan selimut hangat, beri oksigen dan programkan darah ke ruangan. 9) Pada kasus ekstrim dan sangat jarang ketika perdarahan semakin berat, nyawa wanita berada dalam bahaya, dan dokterbelum datang, lakukan kompresi aortik pada wanita yang relatif kurus. Tindakan ini melibatkan kompresi aorta per abdomen terhadap tulang belakang(Varney,2009).
10) Tindakan operatif Tindakan
operatif
dilakukan
jika
upaya-upaya
diatas
tidak
dapat
menghentikan perdarahan. Tindakan operatif yang dilakukan adalah: a) Ligasi arteri uterina b) Ligasi arteri hipogastrika dan uteri uterina, dilakukan untuk yang masih menginginkan anak c) Histerektomi B. Teori Manajemen Kebidanan 1.
Pengertian Manajemen adalah membuat pekerjaan selesai (getting thing done). Prinsip yang mendasari batasan ini adalah “komitmen pencapaian” yakni komitmen untuk
melakukan kegiatan yang bertujuan, bukan semata-mata kegiatan. Manajemen adalah mengungkapkan
apa
yang
hendak
dikerjakan,
kemudian
menyelesaikannya(Mufdlilah,2009). Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam penerapan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Menurut Varney (1997), proses penyelesaian masalah merupakan salah satu upaya yang digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney berpendapat bahwa dalam melakukan manajemen kebidanan, bidan harus memiliki kemampuan berfikir secara kritis untuk menegakkan diagnosa atau masalah potensial kebidanan. Selain itu, diperlukan pula kemampuan kolaborasi atau kerja sama. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan kebidanan selanjutnya, proses manajemen kebidanan diselesaikan melalui tujuh langkah, yaitu sebagai berikut: a.
Tahap pengumpulan data dasar (langkah I ) Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk
memperoleh data dilakukan dengan cara: 1) Anamnesis. Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata,
riwayat
menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, biopsiko-sosi-spritual, serta pengetahuan klien. 2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, meliputi: a) Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi)
b) Pemeriksaan penunjang(laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya) Dalam manajemen kolaborasi, bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter, bidan akan melakukan upaya konsultasi. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya sehingga kelengkapan data sesuai kasus yang dihadapi akan menentukan tidak benarnya proses interprestasi pada tahap selanjutnya. Oleh karena itu, pendekatan ini harus komprehensif. Mencakup data subyektif, data obyektif, dan hasil pemeriksaan sehingga dapat mengambarkan kondisi pasien yang sebenarnya serta valid. Kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat. b. Interprestasi Data Dasar(langkah II) Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan
interprestasi
yang
benar-benar
atas
data-data
yang
telah
dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasi sehingga dapat dirumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosa atau masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun,
masalah tidak dapat ditarik
sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasikan oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah yang sering menyertai diagnosis. Contoh:
Data: Ibu hamil 8 bulan, anak pertama, hasil pemeriksaan menunjukan tinggi fundus uteri 31 cm, DJA (+), puki, presentasi kepala, penurunan 5/5, nafsu makan baik, penambahan berat badan selama hamil 8kg, ibu sering buang air kecil pada malam hari. Diagnosa: G1P0A0, hamil 32 minggu, preskep, janin tunggal hidup intra uterin, ibu mengalami gangguan fisiologis pada hamil tua. Perasaan takut tidak termasuk katagori”nomenklatur standar diagnosis”. Tetapi tentu akan menciptakan suatu masalah yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk mengatasinya. Diagnosa kebidanan merupakan diagnosa yang ditegakkan dan dalam lingkup praktik kebidanan dan mememuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan. c. IdentifikasiDiagnosis/Masalah
Potensial
dan
Antisipasi
Penanganannya(Langkah III) Pada langkah ketiga kita mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasikan. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa/masalah potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. Pada langkah ini bidan dituntut untuk mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga
merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa tersebut tidak terjadi. Langkah ini bersifat antisipasi yang rasional/logis. d. Menetapkan Perlunya Konsultasi dan Kolaborasi Segera dengan Tenaga Kesehatan Lain(Langkah IV) Bidan mengidentifikasikan perlunya bidan atau dokter melakukan konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah
keempat
mencerminkan
proses
kesinambugan
proses
manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya berlangsung selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut dalam pendampingan bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Dalam kondisi tertentu, seorang bidan juga perlu untuk berkonsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti, pekerja sosial, ahli gizi atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa melakukan tindakan harus disesuaikan dengan prioritas masalah/kondisi keseluruhan yang dihadapi klien. Setelah bidan merumuskan hal-hal yang telah dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa/masalah pada langkah sebelumnya
bidan juga harus merumuskan
tindakan darurat yang harus dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau bersifat rujukan. e. Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh(Langkah V) Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi yang tidak lengkap dapat dilengkapi. f. Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efesien dan Aman(Langkah VI) Pelaksanaan ini biasanya dilakukan oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, namun ia tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya. g. Evaluasi(Langkah VII) Pada langkah keenam dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan:apakah benar-benar telah terpenuhi sebagaimana diidentifikasi dalam diagnosa atau masalah. Rencana tersebut dapat dianggap benar jika efektif melakukanya.
2. Manajemen kebidanan dengan metode SOAP Menurut Helen Varney(2009), alur berfikir bidan saat menghadapi klien meliputi 7 langkah. Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berfikir sistematis, didokumentasikan berbentuk SOAP, yaitu: S (subjektif), Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai Langkah Varney I.
O (objektif ), menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium juga uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung sebagai asuhan Langkah Varney II A (assessment), menggambarkan pendokumentasian tentang analisis dan interprestasi data subyektif dan obyektif dalam satu identifikasi: 1) Diagnosis/masalah 2) Antisipasi diagnosis/masalah potensial 3) Perlu tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/ kolaborasi dan rujukan sebagai Langkah 2,3 dan 4 Varney. P (plan), menggambarkan pendokumentasian dan tindakan (I) dan evaluasi perencanaan (E) berdasarkan assessment sebagai Langkah 5,6 dan 7 Varney. 3. Teori Hukum Kewenangan Bidan Dengan berjalannya waktu kewenangan bidan di Indonesia dari tahun ke tahun selalu berkembang. Kewenangan bidan yang sesuai dengan permenkes RI No.1464/2010, tentang perizin dan penyelengaraan praktik bidan mandiri dalam melakukan asuhan kebidanan meliputi: 1. Peraturan Menteri Kesehatan menurut Permenkes RI No.1464/2010 ( BAB III ), tentang perizin dan penyelengaraan praktik bidan mandiri yaitu: a. Pada pasal 2, yang berbunyi: 1) Bidan dapat melakukan praktik mandiri dan atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan. 2) Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
3) Bidan yang menjalankan praktik harus mempunyai SIPB. Analisa : Pada ayat di atas dapat dianalisa bahwa bidan yang akan menyelengarakan praktik bidan mandiri harus berpendidikan minimal Dilpoma III Kebidanan dan mempunyai SIPB b. Pada pasal 9, yang berbunyi: Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: 1) Pelayanan kesehatan ibu. 2) Pelayanan kesehatan anak; dan 3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
c. Pada pasal 10, yang berbunyi: 1) Pelayanan kesehatan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan 2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana yang dimaksud pada ayat(1) meliputi: a) Pelayanan konseling pada pra hamil b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal c) Pelayanan persalinan normal d) Pelayanan ibu nifas normal e) Pelayanan ibu menyusui; dan f) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana yang dimaksud ayat(2) berwenang untuk: a) Episiotomi b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas f) Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum h) Penyuluhan dan konseling i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil j) Pemberian surat keterangan kematian; dan k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin d. Pada pasal 18, yang berbunyi: Bidan dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang dimaksut dalam pasal 16 berwenang untuk: a)
Memberikan imunisasi
b)
Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas
c)
Mengeluarkan plasenta secara manual
d)
Bimbingan senam hamil
e)
Pengeluaran sisa jaringan konsepsi
f)
Episiotomi
g)
Penjahitan luka episotomi dan luka jalan lahir sampai tinggkat II
h)
Amniotomi pada pembukaan servik lebih dari 4cm
i)
Pemberian infus
j)
Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotik, dan sedativa
k)
Kompresi bimanual Analisa : Pada ayat di atas dapat dianalisa bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan pada ibu, bidan hanya berwenang dalam memberikan pelayanan pada ibu bersalin dengan episiotomi, penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II, pemberian infus, pemberian suntikan uterotonika pada managemen aktif kala tiga, kompresi bimanual, Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
C. Penatalaksanaan Atonia Uteri Faktor Presdiposisi
Tanda dan Gejala 1. Uterus lembek 2. Perdarahanberlangsung
1. 2. 3. 4.
Kelainan uterus Uterus terlalu regang Partus lama Grande multipara
Penatalaksanaan 1. Masase uterus 2. Bersihkan bekuan darah/selaput ketuban 3. Pastikan kandung kemih kosong 4. Lakukan KBI selama 5menit Uterus Berkontraksi tidak
Ya
1. Ajarkan keluarga untuk melakukan KBE 2. Berikan ergometrin 0,2 mg IV 3. Pasang infus dengan ukuran jarum 16/18 dan berikan 500 ml RL+ 20 unit oksitosin. Habiskan secepat mungkin 4. Ulangi KBI selama 2menit
tidak
1. Lanjutkan KBI selama 2 menit 2. Pantau kala IV dengan ketat
Uterus Berkontraksi
Tindakan Operatif 1. Ligasi arteri uterina 2. Ligasi arteri hipogastrika untuk yang masih menginginkan anak. 3. Histerektomi
Ya 1. Rawat lanjut 2. Observasi ketat
Bagan Pathways 2.1 Sumber Yanti(2009)