BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar 1. Pengertian Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Sedangkan post partum atau masa nifas adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Sectio Caesaria adalah pembedahan untuk mengeluarkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim. Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan, setelah usia kehamilan 20 minggu / segera setelah persalinan (Arif Mansjoer, 2001). Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Rustam, Mochtar. 1998) Jadi post partum sectio caesaria atas indikasi pre eklamsia adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu dimana kelahiran janinnya dilakukan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan atau insisi atas indikasi pre eklamsia yaitu penyakit yang ditandai dengan hipertensi, edema dan proteinuria yang menyertai kehamilan. 2. Menurut Arif Mansjoer (2001) ada 3 teknik sectio caesaria yaitu :
5
a. Sectio Caesaria Transperitonialis profunda Insisi dilakukan pada segmen bawah uterus dengan sayatan melintang sepanjang Ileum ± 10 cm dengan ujung kanan dan kiri agak melengkung ke atas untuk menghindari terbukanya cabang-cabang arteri uterine. Jenis operasi ini paling banyak digunakan karena memiliki resiko relatif kecil. b. Sectio Caesaria Korporal Insisi dilakukan memanjang pada korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas plika vesiko urinaria. c. Sectio Caesaria Ekstraperitonialis Insisi dilakukan untuk melepaskan peritoneum dari kandung kemih dan dipisahkan ke atas. Sedangkan pada segmen bawah uterus diadakan insisi melintang untuk melahirkan sungsang. Operasi ini dilakukan pada infeksi intrapartum yang berat untuk mencegah terjadinya peritonitis. 3. Indikasi Sectio Caesaria : a. Plasenta Previa Sentralis atau Lateralis (posterior) b. Panggul Sempit c. Disporporsi Sefalopelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul d. Ruptura Uteri e. Partus Lama f. Pernah Sectio Caesaria sebelumnya
6
g. Distosia servik h. Gawat janin i. Pre eklamsia, ekslamsia, hipertensi j. Kelainan letak (sungsang) 4. Kontra indikasi : Dalam melakukan operasi Sectio Caesaria perlu diperhatikan hal-hal yang menyebabkan operasi ini tidak boleh dilakukan antara lain : a. Janin kecil atau kemungkinan hidup kecil sehingga tidak ada alasan dilakukan operasi. b. Jalan lahir ibu yang mengalami general infeksi dan fasilitas dilakukan section ekstraperitoneal tidak tersedia c. Tindakan dilakukan oleh dokter yang kurang pengetahuan dan tenaga medis yang kurang memadai.
7
B. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi organ reproduksi wanita
Gambar 1: Organ Reproduksi Eksterna pada wanita. (Sumber: Wiknjosastro, 1999). Organ reproduksi perempuan terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulasi. Sedangkan organ interna berfungsi sebagai ovulasi. Sebagai tempat fertilitas sel telur dan perpindahan blastosis dan sebagai tempat implantasi, dapat dikatakan organ interna berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin. a. Organ eksterna 1) Mons Pubis Adalah bantalan berisi lemak yang terletak dipermukaan anterior simphisis pubis. Mons pubis berfungsi sebagai bantalan pada waktu melakukan hubungan seks.
8
2) Labia Mayora Merupakan dua buah lipatan bulat dengan jaringan lemak yang ditutupi memanjang ke bawah dan kebelakang dari mons pubis sampai sekitar satu inci dari rectum. Panjang labia mayora 7-8 cm, lebar 2-3 cm, tebal 1-1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. 3) Labia Minora Jaringan berwarna kemerahan yang kedua sisinya menyatu pada ujung atas vulva disebut labio minora dan nimfe. 4) Klitoris Adalah jaringan kecil yang homolog dengan penis, bentuknya kecil, silinder, erektil dan letaknya dengan superior vulva. Organ ini menonjol ke bawah diantara kedua ujung labia minora. 5) Vulva Adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang dibatasi perineum. 6) Vestibulum Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia minora dilateral dan memanjang dari klitoris di atas hingga forchet
9
di bawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang berasal dari urogenital pada embrio.
7) Perineum Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital. Perineum terdiri dari otot-otot yang dilapisi, dengan kulit dan menjadi penting karena perineum dapat robek selama melahirkan. b. Organ Interna
(Sumber : Winknjosastro, 2005)
1) Vagina Vagina merupakan saluran fitromuskuler elastis yang membentang ke atas dan belakang dari vulva hingga uterus. Vagina mempunyai
10
banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan. Dinding vagina terdiri dari 4 lapisan : a) Lapisan epitel gepeng berlapis b) Jaringan konektif areoler yang dipasok pembuluh dengan baik c) Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler d) Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih 2) Uterus Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum / serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram / lebih. Uterus terdiri dari: a) Fundus Uteri Merupakan bagian uterus proksimal, disitu ke-2 tuba fallopi berinsensi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri. b) Korpus Uteri
11
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula & mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang.
12
c) Serviks Uteri Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis. 3) Tuba Fallopi Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm. Tuba fallopi oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi terdiri atas: a) Pars Interstistalis Bagian yang terdapat di dinding uterus. b) Pars Ismika Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya. c) Pars Ampularis Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi. d) Pars Infudibulum Bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria.
13
4) Ovarium Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintesis dari sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 3 cm, dan tebal 0,6 – 1 cm. Setelah menopouse ovarium sangat kecil. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lekukan dinding lateral pelvis di antara illiaka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa ovarica waldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. 2. Adaptasi fisiologi ibu post partum dengan post Sectio Caesaria a. Perubahan pada corpus uteri Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran bayi yang disebut involusi. Dalam 12 jam setelah persalinan normal berada kira-kira 1 cm di atas umbilicus, enam hari setelah persalinan normal berada kira-kira 2 jari ke bawah kaki pusat dan uterus tidak teraba pada abdomen setelah 9 hari post partum. Kemudian terjadi peningkatan kontraksi uterus segera setelah persalinan yang merupakan respon untuk mengurangi volume intra uterus segera setelah persalinan merupakan respon untuk mengurangi volume intra uteri pada uterus terdapat tempat pelepasan plasenta sebesar telapak tangan, regenerasi tempat pelepasan plasenta belum sempurna sampai 6 minggu post partum. Uterus mengeluarkan cairan
14
melalui vagina yang disebut lochea. Pada hari pertama dan keuda cairan berwarna merah disebut lochea rubra. Setelah satu minggu lochea kuning disebut lochea serosa. Dua minggu setelah persalinan cairan berwarna putih disebut lochea alba. b. Perubahan pada serviks Bagian atas serviks sampai segmen bawah uteri, menjadi sedikit edema, ecso serviks menjadi lembut, terlihat memar dan terkoyak yang memungkinkan terjadi infeksi. c. Vagina dan Perineum Dinding yang licin berangsur-angsur ukurannya akan kembali normal dalam waktu 6-8 minggu post partum. d. Payudara Sekresi dan ekskresi kolostrum berlangsung pada hari kedua dan ketiga setelah persalinan. Payudara menjadi penuh, tegang dan kadang nyeri, tetapi setelah proses laktasi maka perawatan payudara akan lebih nyaman. e. Sistem kardiovaskuler Pada post operasi volume darah cenderung mengalami penurunan dan kadang diikuti peningkatan suhu selama 24 jam pertama. Pada 6-8 jam pertama biasanya terjadi bradikardi dan perubahan pola nafas akibat efek samping.
15
f. Sistem Urinaria Fungsi ginjal akan normal dalam beberapa bulan setelah persalinan, pada pasien yang terpasang kateter kemungkinan dapat terjadi infeksi saluran kemih. g. Sistem Gastrointestinal Anestasi general dalam pembedahan akan berakibat pada penurunan kerja tonus otot saluran pencernaan, sehingga motilitas makanan lebih lama berada di saluran pencernaan akibat pembesaran rahim, pada umumnya terjadi gangguan nutrisi selama 24 jam pertama setelah persalinan. h. Sistem Endokrim Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin selama masa nifas yaitu hormon plasenta. Hormon ini menurun dengan cepat, setelah persalinan. Keadaan Humal Plasental Lactogen (HPL) merupakan keadaan yang tidak terdeteksi dalam 24 jam. Keadaan estrogen dalam plasenta menurun 10% dari nilai ketika hamil dalam waktu 3 jam. Setelah persalinan pada hari ketujuh keadaan progesterone dalam plasma menurun, luteal pertama pada hormon pituitary keadaan prolaktin pada darah meninggi dengan cepat dan kehamilan mencapai keadaan seperti sebelum kehamilan dalam waktu dua minggu. i. Sistem Integumen Strie yang diakibatkan karena ketegangan kulit abdomen mungkin akan tetap bertahan lama setelah melahirkan tetapi akan menghilang
16
menjadi bayangan yang lebih terang. Bila klien terdapat linea nigra atau topeng kehamilan (kloasma) biasanya akan memutih dan kelamaan akan menghilang. j. Sistem muskuloskletal Otot-otot yang dalam kehamilan melebar, akan terjadi penurunan tonus setelah periode post partum. Abdomen terasa lunak & lembut, selama kehamilan muskuloskletal abdominalis memisah (Diastias Reccus Abdominalis) 3. Adaptasi Psikologis Ibu Post Partum a. Fase Taking In (Dependent) Terjadi pada jam pertama persalinan dan berlangsung sampai hari kedua persalinan. Pada setiap tahap ini ibu mengalami ketergantungan pada orang lain termasuk dalam merawat bayinya. Lebih berfokus pada dirinya sendiri, pasif dan memerlukan istirahat serta makanan yang adekuat. b. Fase Taking Hold (Dependent-Independent) Terjadi pada hari ketiga setelah persalinan, ibu mulai berfokus pada bayi dan perawatan dirinya. Pada fase ini merupakan tahap yang tepat untuk melakukan penyuluhan. c. Fase Letting Go (Independent) Tahap ini dimulai dari terakhir minggu pertama persalinan, pada fase ini ibu dan keluarga memulai penyesuaian terhadap kehadiran anggota keluarga yang baru serta peran yang baru.
17
2. Fase-fase penyembuhan luka post operasi a. Fase I Penyembuhan luka berlangsung selama 3 hari, setelah pembedahan. Pada fase ini terjadi penumpukan, benang-benang fibrin dan membentuk gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah yang terputus. Leukosit mulai mencerna bakteri dan jaringan yang rusak. b. Fase II Berlangsung 3-14 hari setelah pembedahan. Leukosit mulai berkurang dan luka berisi kolagen yang kemudian menunjang luka dan baik pada hari ke-6 dan ke-7 serta jahitan boleh diangkat. c. Fase III Berlangsung pada minggu ke-2 sampai minggu ke-6, kolagen terus menumpuk dan menekan pembuluh darah, sehingga suplai darah ke daerah luka mulai berkurang. d. Fase IV Berlangsung beberapa bulan setelah pembedahan, kolagen ditimbun dan luka semakin kecil atau mengecil, tegang serta timbul rasa gatal di sekitar luka.
18
C. Etiologi / Predisposisi Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ) Penyebab pre eklamsia dan eklamsia sampai sekarang belum diketahui, tetapi dewasa ini banyak ditemukan sebab pre eklamsia adalah iskemia placenta dan kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus, arteriola, retensi natrium dan air juga koagulasi intravaskuler, teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakitnya (Mochtar,1998).saat ini belum diketahui secara pasti (Mansjoer 2002: 270). Teori yang dapat diterima antara lain : 1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidromnion, dan molahidatidosa 2. Sebab bertambahnya, frekuensi dan makin tuanya kehamilan 3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus 4. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma Faktor predisposisi pre eklamsia yang harus diwaspadai antara lain : Nuliparitas, riwayat keluarga dengan eklamsia dan pre eklamsia, kehamilan ganda, diabetes, hipertensi kronis dan molahidatidosa (Mochtar,1998).
19
D. Patofisiologi Patofisiologi pre eklamsia setidaknya berkaitan dengan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan curah jantung dan penuruan tekanan osmotik koloid pada pre eklamsia. Volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi ke unit janin utero plasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun (Mochtar,2005). Ada beberapa indikasi dilakukan tindakan operasi Sectio Caesaria diantaranya karena pre eklamsia, sebelum dilakukan tindakan Sectio Caesaria perlu adanya persiapan, persiapan diantaranya yaitu premedikasi, pemasangan kateter dan anestasi yang kemudian baru dilakukan operasi. Dilakukannya operasi Caesar akan berpengaruh pada dua kondisi yaitu yang pertama, kondisi yang dikarenakan pengaruh anestesi, luka akibat operasi dan masa nifas, anestesi akan berpengaruh pada peristaltik usus, otot pernafasan dan kons pengaturan muntah. Sedangkan pada luka akibat operasi akan menyebabkan pendarahan, nyeri serta proteksi tubuh kurang. Pada masa nifas akan berpengaruh pada kontraksi uterus, lochea dan laktasi. Kontraksi uterus yang berlebihan akan menyebabkan nyeri hebat. Sedangkan pada lochea yang berlebihan akan menimbulkan pendarahan. Pada masa laktasi
20
progesterone
dan
estrogen
akan
merangsang
kelenjar
susu
untuk
mengeluarkan ASI. Kondisi kedua adalah kondisi fisiologis yang terdiri dari 3 fase yaitu taking in, taking hold dan letting go. Pada fase taking in terjadi saat satu sampai dengan dua hari pos partum, sedangkan ibu sangat tergantung pada orang lain. Fase yang kedua terjadi pada 3 hari post partum, ibu mulai bisa makan dan minum sendiri, merawat diri dan bayinya. Untuk fase yang ketiga, ibu dan keluarganya harus segera menyesuaikan diri terhadap interaksi antar anggota keluarga.
E. Manifestasi Klinik (Mansjoer 2002:270) 1. Pre Eklamsia Ringan a. Bila tekanan sistolik > 140 mmHg kenaikan 30 mmHg di atas tekanan biasa, tekanan diastolik 90 mmHg, kenaikan 14 mmHg di atas tekanan biasa, tekanan darah yang meninggi ini sekurangnya diukur 2x dengan jarak 6 jam. b. Proteinuria sebesar 300 mg/dl dalam 25 jam atau > 1 gr/l secara random dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada dua waktu dengan jarak enam jam karena kehilangan protein adalah bervariasi. c. Edema dependent, bengkak dimata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak terdengar. Edema timbul dengan didahului penambahan berat badan ½ kg dalam seminggu atau lebih. Tambahan berat badan yang banyak ini
21
disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian baru edema nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat. 2. Pre eklamsia berat a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg pada dua kali pemeriksaan yang setidaknya berjarak 6 jam dengan ibu posisi tirah baring. b. Proteinuria > 5 gr dalam urin 24 jam atau lebih dari + 3 pada pemeriksaan dipstik setidaknya pada dua kali pemeriksaan acak menggunakan contoh urin yang diperoleh cara bersih dan berjarak setidaknya 4 jam. c. Oliguria < 400 mL dalam 24 jam d. Gangguan otak atau gangguan pengelihatan e. Nyeri ulu hati f. Edema paru atau sianosis 3. Eklamsia a. Kejang-kejang / koma b. Nyeri kepala di daerah frontal c. Nyeri epigastrium d. Penglihatan semakin kabur e. Mual, muntah (Mochtar,2005).
22
F. Penatalaksanaan 1. Tujuan Pengobatan a. Menurunkan tekanan darah dan menghasilkan vasopasme b. Mencegah terjadi eklamsia c. Anak hidup dengan kemungkinan hidup yang besar d. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit jangan sampai menyebabkan penyakit pada kehamilan dan persalinan berikutnya
e. Mencegah timbulnya kejang f. Mencegah hipertensi yang menetap 2. Dasar Pengobatan a. Istirahat b. Diit rendah garam c. Obat-obat anti hipertensi d. Luminal 100 mg (IM) e. Sedatif (untuk mencegah timbulnya kejang) f. Induksi persalinan 3. Pengobatan jalan (di rumah) Indikasi untuk perawatan di rumah sakit adalah : a. TD < 140/90 mmHg b. Proteinuria positif kuat c. Penambahan berat badan 1 kg/lebih dalam 1 minggu harus dilakukan observasi yang teliti
23
d. Sakit kepala, gejala, pengelihatan dan edema jaringan dan kelopak mata e. Berat badan ditimbang 2x sehari f. TD diukur 4 jam sekali g. Cairan yang masuk dan keluar dicatat h. Pemeriksaan urine tiap hari, proteinuria ditentukan kuantitatif i. Pemeriksaan darah j. Makanan yang sedikit mengandung garam k. Sebagai pengobatan diberikan tuminal 4 x 30 MgSO4 kalau ada edema dapat diberikan NH4Cl + 4 gr sehari tapi jangan lebih dari 3 hari (Mochtar,2005).
G. Komplikasi Komplikasi yang timbul akibat pembedahan Sectio Caesaria antara lain : 1. Infeksi puerperal (nifas) Infeksi terjadi apabila sebelum pembedahan telah ditentukan gejala-gejala infeksi intra partum. Infeksi dikatakan ringan apabila hanya terjadi peningkatan suhu tubuh beberapa hari saja. Infeksi berat bila terdapat tanda infeksi sedang disertai peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Biasanya infeksi ditemukan pada kasus seperti partus yang terlantar dan ketuban pecah dini. 2. Perdarahan
24
Pada Sectio Caesaria banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka, atonia uteri serta pelepasan plasenta yang lebih banyak mengeluarkan darah dibandingkan dengan persalinan normal. 3. Emboli pulmonal Emboli terjadi karena pada pasien Sectio Caesaria dilakukan insisi pada abdomen dan mobilisasi yang kurang jika dibandingkan dengan kelahiran normal. 4. Luka pada dinding kemih Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang. H. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang 1. Pengkajian fokus a. Aktivitas / istirahat 1) melaporkan kelebihan, kurang energi 2) Letargi, mengantung akibat anestesi b. Sirkulasi 1) TD dapat meningkat 2) Kehilangan darah pada tindakan Sectio Caesaria mencapai kurang lebih 600-800 ml 3) Perdarahan vagina mungkin ada c. Eliminasi 1) Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada 2) Kateter urinarius mungkin terpasang d. Integritas ego
25
1) Mungkin sangat cemas dan ketakutan 2) Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan, marah dan menarik diri 3) Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru e. Nyeri / ketidaknyamanan Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya trauma bedah / insisi, nyeri menyertai, distensi kandung kemih / adomen, efek-efek anestesi.
f. Keamanan Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. g. Makanan atau cairan Dapat mengeluh lapar, haus, nyeri pada epigastrik (pengaruh anestesi) h. Seksualitas 1) Kehamilan multiple atau gestasi, melahirkan secara seas aria sebelumnya 2) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus i. Pemeriksaan penunjang 1) Hitung sel darah lengkap 2) Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT, PTT, dan fibrinogen) 3) Pemeriksaan silang darah dan enzim hati
26
4) Urinalisa yaitu protein, total protein serum dan albumen biasanya normal atau menurun. 5) Pemeriksaan silang darah dan enzim hati.
27
Hamil
I. Pathways Keperawatan Pre eklamsia (hipertensi, edema, proteinuria) Pembedahan Sectio Caesaria Post Sectio Caesaria
Perubahan psikologis Taking in Dependent butuh pelayanan, butuh perlindungan
Adanya kelemahan fisik (lemas, pusing)
Perubahan fisiologis
Taking hold
Letting go
Efek anestesi
Luka operasi
Sistem endokrin
Belajar baru dari mengalami perubahan
Mampu menyesuaikan dengan keluarga
Penurunan kerja medulla oblongata
Jaringan terputus
Progesteron dan estrogen menurun
Penurunan kerja Saraf pernafasan
Jaringan terbuka
Prolaktin dan oksitosin meningkat
Kurang informasi
Perubahan peran
Kurang pengetahuan
Defisit perawatan diri
Penurunan reflek batuk Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
Proteksi tubuh menurun Pintu masuknya kuman
nyeri
Imobilisasi Peristaltik usus
Resti infeksi
Sumber : Bobak, 2004 Carpenito, 2000 Doengoes, 2001 Sarwono Prawirohardjo, 1999
Produksi ASI
Uterus
Ejeksi ASI
Ovarium Peningkatan FSH dan LH
Kontraksi
Lemah
kuat
Menstruasi
Perdarahan
Pelepasan desidua
Persiapan KB
Isapan bayi Kurangnya volume cairan
Lochea Lochea stasis
kontipasi Perawatan payudara adekuat Intoleransi aktivitas
Sistem reproduksi
Perawatan payudara tidak adekuat
Resti infeksi
Efektif laktasi Nutrisi bayi terpenuhi
Inefektif laktasi
26
28
J. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi. 2. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan. 4. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan. 5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan nyeri 6. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi 7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik 8. Tidak efektifitas laktasi berhubungan dengan perpisahan dalam bayinya. 9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan pasca persalinan 10. Potensial terhadap perubahan peran orang tua berhubungan dengan transisi pada masa menjadi orang tua
K. Rencana Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi. Tujuan
: Mempertahankan kepatenan jalan nafas.
Kriteria hasil
: Bunyi
nafas
baik,
tidak
mengalami
aspirasi,
menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru-paru
29
Intervensi : a. Awasi frekuensi pernafasan Rasional
: Adanya peningkatan frekuensi pernafasan, menunjukkan bahwa terjadi dispnea / sesak nafas
b. Catatat kemudahan bernafas Rasional
: Menunjukkan data pola nafas pasien
c. Pantau kegelisahan, dispnea dan terjadinya sianosis Rasional
: Adanya data jalan nafas tidak efektif
d. Tinggikan kepala 30-45o Rasional
: Memudahkan jalan nafas
e. Dorong batuk efektif dan nafas dalam Rasional
: Untuk memudahkan pengeluaran dahak
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan. Tujuan
: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : a. Klien merasa nyeri berkurang / hilang b. Klien tampak rileks,ekspresi wajah tenang Intervensi : a. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri Rasional
: Membedakan membedakan
karakteristik nyeri
pasca
khusus operasi
dari dan
nyeri,
terjadinya
komplikasi (misal : ileus, retensi kandung kemih)
30
b. Monitor tekanan darah dan nadi Rasional
: Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat.
c. Anjurkan penggunaan tehknik nafas dalam, relaksasi dan distraksi Rasional
: Merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dan sensori nyaman
d. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi Rasional
: Meningkatkan kenyamanan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan. Tujuan
: Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : a. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor dan fungsion laesa) b. TTV normal terutama suhu (36-37 oC) Intervensi : a. Monitor TTV Rasional
: Suhu yang meningkat dapat menunjukkan terjadi infeksi (color)
b. Kaji luka pada abdomen dan balutan Rasional
: Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus
31
c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan pasien, teknik rawat luka dengan antisep dan antiseptik Rasional
: Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme infeksius
d. Catat / pantau kadar Hb dan Ht Rasional
: Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan
e. Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional
: Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
4. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan. Tujuan
: Tidak terjadi defisit volume cairan, meminimalkan defisit volume cairan.
Kriteria hasil
: Membran mukosa lembab, kulit tidak kering, Hb 12 gr%
Intervensi : a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran Rasional
: Dokumentasi
yang akurat
mengidentifikasi
akan
pengeluaran
membantu
cairan
/
dalam
kebutuhan
pengganti dan menunjang intervensi
32
b. Berikan bantuan berkemih sesuai kebutuhan, misal privasi, posisi duduk, air mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat di atas perineum Rasional
: Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan
c. Catat munculnya mual dan muntah Rasional
: Masa post operasi, semakin lama durasi anestesi semakin besar resiko untuk muncul. Mual yang lebih dari 3hari post operasi mungkin dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit
d. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan Rasional
: Pendarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hemoragi
e. Kolaborasi pemberian cairan infus yang telah hilang Rasional
: Untuk menggantikan cairan yang hilang
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan nyeri Tujuan
: Klien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpa disertai nyeri.
Kriteria hasil
: Klien
dapat
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
menurunkan toleransi aktivitas.
33
Intervensi : a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas Rasional
: Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam keluhan kelemahan, keletuhan yang berkenaan dengan aktifitas
b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar Rasional
: Pengaruh anestesi yang berlebihan
c. Anjurkan klien untuk istirahat Rasional
: Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga untuk beraktifitas, klien dapat rileks
d. Bantu dalam pemeriksaan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan Rasional
: Dapat memberikan rasa aman dan tenang pada klien karena kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan bantuan keluarga dan perawat
e. Tingkatkan aktivitas secara bertahap Rasional
: Aktifitas sedikit demi swedikit dapat dilakukan klien sesuai
yang
diinginkan,
meningkatkan
proses
penyembuhan dan kemampuan koping emosional 6. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi Tujuan
: Konstipasi tidak terjadi
Kriteria hasil : a. Klien dapat mengerti penyebab konstipasi
34
b. Klien dapat Bab, BAB tidak keras Intervensi : a. Auskultasi terhadap adanya bising usus pada kuadran ke-4 Rasional
: Menentukan kesiapan terhadap pemberian per oral
b. Palpasi abdomen perhatikan distensi / ketidaknyamanan Rasional
: Menentukan
pembentukan
gas
dan
akumulasi
/
kemungkinan ileus paralitik c. Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan diet makanan serat Rasional
: Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan sayuran) dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi
d. Kolaborasi pemberian obat pelunak feses (suppositoria) Rasional
: Melunakkan feses, merangsang peristaltik dan membantu mengembalikan fungsi usus
7. Tidak efektifitas laktasi berhubungan dengan perpisahan dalam bayinya. Tujuan
: Ibu dapat menyusui secara efektif.
Kriteria hasil
: Ibu dapat membuat suatu keputusan berdasarkan informasi tentang metode menyusui bayi.
Intervensi : a. Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting Rasional
: Menentukan untuk memberikan perawatan yang tepat
b. Anjurkan tekhnik breast care menyusui yang efektif Rasional
: Memperlancar laktasi
35
c. Anjurkan pada klien untuk memberikan ASI eklusif Rasional
: ASI dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayi secara optimal
d. Berikan informasi untuk rawat gabung Rasional
: Menjaga, meminimalkan tidak efektifnya laktasi
e. Anjurkan bagaimana cara memeras, menangani, menyimpan dan memberikan ASI dengan aman Rasional
: Menjaga agar ASI tetap bisa digunakan dan tetap higienis bagi bayi
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan pasca persalinan Tujuan
: Klien dapat mengerti dan memahami cara perawatan pasca persalinan.
Kriteria hasil
: Klien dapat belajar dan menyerap informasi yang diberikan, dapat melakukan perawatan post partum.
Intervensi : a. Kaji kesiapan dan motivasi untuk belajar Rasional
: Penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan ibu, maturasi dan kompetensi
b. Kaji keadaan fisik klien Rasional
: Ketidaknyamanan
dapat
mempengaruhi
konsentrasi
dalam menerima penyuluhan
36
c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang normal Rasional
: Membantu untuk mengenali perubahan normal
d. Diskusiskan program latihan yang tepat sesuai kemampuan Rasional
: Program latihan dapat membantu tonus otot-otot, meningkatkan
sirkulasi,
keseimbangan
tubuh
dan
menghasilkan meningkatkan
gambaran perasaan
sejahtera e. Demonstrasikan tehknik-tehknik perawatan diri Rasional
: Membantu orang tua penguasaan tugas-tugas baru
9. Potensial terhadap perubahan peran orang tua berhubungan dengan transisi pada masa menjadi orang tua atau perubahan peran. Tujuan
: Pasien dapat mentolerir atau menerima perubahan peran.
Kriteria hasil : a. Pasien mampu mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua b. Secara efektif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan cepat Intervensi : a. Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya
37
b. Perhatikan respon klien / pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua c. Bantu dalam menggendong dan menginspeksi bayi sesegera mungkin d. Ijinkan ibu untuk dekat dengan bayi di tempat tidur e. Libatkan pasangan dan orang terdekat dalam perawatan bayi dan penyuluhan. 10. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Defisit keperawatan tidak terjadi Kriteria hasil : a. Klien
mendemonstrasikan
tekhnik-tekhnik
untuk
memenuhi
kebutuhan perawatan diri. b. Klien mengidentifikasi / menggunakan sumber-sumber yang ada. Intervensi : a. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan Rasional
: Nyeri dapat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampaui kebutuhan fisik
b. Tentukan tipe-tipe anestesi Rasional
: Klien yang telah menjalani anestesi spinal dapat diarahkan untuk berbaring datar dan tanpa bantal untuk 67 jam setelah pemberian anestesi
c. Ubah posisi klien setiap 1-2 jam Rasional
: Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis
38
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan pada punggung dan perawatan perineal) Rasional
: Meningkatkan
harga
diri,
meningkatkan
perasaan
kesejahteraan e. Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi) Rasional
: Mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung pada bantuan profesional
f. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi Rasional
: Menurunkan ketidaknyamanan yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri
39